Makalah Filsafat Pak Atang Indonesia

FILOSOFI ASAS-ASAS HUKUM EKONOMI SYARIAH ‘ADAM ALGHARAR DAN PERWUJUDAN MASING-MASING DALAM HUKUM
MATERIAL FIQIH MUAMALAH
Dian Khairani (2170110015)
Email : diankhairan325@gmail.com

ABSTRACT
This paper explains the philosophy of the principles of shariah economic law 'adam al-gharar and
their respective manifestations in the material law of muamalah fiqih. Where in the discussion will
put forward about the understanding of Gharar, 'adam al-Gharar and its manifestation in the law
of fiqih muamalah material, and its relation with the principle of equality and' An Tarâdhin. And
concludes that 'adam al-gharar is one of fiqih muamalah principles which implies honesty in
muamalah so as to form a unique economic mechanism (muamalah) with the basics of divine
value.
Keywords : ‘adam al-gharar, asas pemerataan, ‘an tarâdhin.

ABSTRAK
Paper ini menjelaskan tentang filosofi asas-asas hukum ekonomi syariah ‘adam al-gharar dan
perwujudan masing-masing dalam hukum material fiqih muamalah.
Dimana dalam pembahasannya akan mengemukakan tentang pengertian gharar, ‘adam al-Gharar
dan perwujudannya dalam hukum material fiqih muamalah, serta keterkaitannya dengan asas
pemerataan dan ‘An Tarâdhin. Dan menyimpulkan ‘adam al-gharar adalah salah satu asas fiqih

muamalah yang secara mengisyaratkan kejujuran dalam bermuamalah sehingga terbentuk sebuah
mekanisme ekonomi (muamalah) yang khas dengan dasar-dasar nilai Ilahiyah.
Kata kunci : ‘adam al-gharar, asas pemerataan, ‘an tarâdhin.

1

2

PENDAHULUAN
Islam melarang semua bentuk transaksi yang mengandung unsur kejahatan
dan penipuan. Dimana hak-hak semua pihak yang terlibat dalam sebuah perilaku
ekonomi

yang

tidak

dijelaskan

secara


seksama

(terbuka/jelas),

akan

mengakibatkan sebagian dari pihak yang terlibat menarik keuntungan, tetapi
merugikan pihak yang lain.
Apapun bentuknya, segala aktivitas dalam bidang ekonomi yang tidak
dihalalkan dalam Islam adalah suatu perilaku ekonomi yang mengandung unsur
yang tidak halal, atau melanggar dan merampas hak orang lain.1
Al-Qur’an difokuskan untuk mengeleminasi semua bentuk kejahatan dan
penipuan dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya. Dalam ekonomi Islam itu
sendiri mempunyai norma-norma perilaku ekonomi yang dilarang dan yang
diperbolehkan. Adapun norma perilaku ekonomi yang dilarang dalam Islam yaitu
sebagai berikut:2
1. Hakikat pelarangan
2. Tidak bermewah-mewah
3. Kriteria transaksi yang dilarang

4. Maysir
5. Gharar
Perkembangan bisnis kontemporer dewasa ini semakin pesat, yang tujuannya
adalah

mendapatkan

keuntungan

materi

semata.

Parameter

agama

dikesampingkan, hanya untuk mendulang materi sebanyak-banyaknya. Ini
merupakan ciri khas peradaban kapitalis ribawi yang memuja materi. Tidak
mengherankan bila dalam praktek bisnis bingkai ideologi kapitalis serba bebas

nilai spekulasi, riba, manipulasi supply and demand serta berbagai kegiatan yang
dilarang dalam Islam. Dan itu dianggap hal yang wajar.

1

https://fakhrurrazypi.wordpress.com/2009/12/28/yang-boleh-dan-dilarang-dalam-bank-syariah/,
diakses 21 November 2017, 11:27.
2
http://imehtinkywinky.blogspot.com/2012/04/makalah-hakikat-pelarangan.html, diakses 21
November 2017, 11:35.

3

Salah satu praktek yang dilarang dalam Islam, tetapi lazim dilakukan dalam
bisnis kontemporer ribawi adalah praktek gharar (uncertianty).

PEMBAHASAN
Pengertian ‘Adam al-gharar dan ‘an tarâdhin
‘Adam al-gharar mengandung arti bahwa pada setiap bentuk muamalah
tidak boleh ada unsur tipu daya atau sesuatu yang menyebabkan salah satu pihak

merasa dirugikan oleh pihak lain sehingga menyebabkan hilangnya unsur kerelaan
dalam melakukan suatu transaksi. Artinya prilaku ‘an tarâdhin memungkinkan
tertutupnya sifat-sifat gharar dalam berbagai bentuk transaksi mu’amalah. ‘An
taradhin merupakan salah satu asas fiqh mu’amalah yang artinya suka sama suka
atau saling merelakan. Kerelaan itu bisa berupa kerelaan melakukan suatu bentuk
muamalah, atau kerelaan dalam menerima atau menyerahkan harta yang menjadi
obyek perikatan, maupun bentuk muamalah lainnya. Ia adalah salah satu
persyaratan keabsahan transaksi bermuamalah di antara para pihak yang terlibat.3
Misalnya ada seorang Ibu yang pergi ke pasar untuk belanja dia pun parkir
motornya di tempat parkir, sedangkan tidak ada akad antara Ibu tersebut dengan
tukang parkir. Bisa dilihat secara jelas, bahwa adanya asas kerelaan antara kedua
belah pihak yaitu suka sama suka dan ikhlas antara yang satu dengan yang
lainnya. Kalaupun si tukang parkir tersebut melakukan akad kepada setiap orang
yang datang itu pasti akan membutuhkan waktu yang lama sedangkan Islam tidak
mempersulit umatnya, tapi mempermudah oleh sebab itu maka didalam hukum
Islam terdapat asas kerelaan.
‘Adam

al-gharar


merupakan

kelanjutan

dari

‘an

taradhin.

Dalam gharar terdapat spekulasi bahkan penipuan yang dapat menghilangkan ‘an
tarâdhin. ‘Adam al-gharar mengandung arti bahwa pada setiap bentuk muamalah
tidak boleh ada unsur gharar. Asas ini banyak diserap dalam peraturan perbankan

3

Atang Abd. Hakim, Fiqih Perbankan Syariah (Transformasi Fiqih Muamalah ke dalam
Peraturan Perundang-undangan), (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), hlm.170.

4


syari’ah, yaitu UU No.21 Tahun 2008.4 Gharar artinya ketidakjelasan, tipuan atau
tindakan yang bertujuan untuk merugikan pihak lain.5 Suatu akad mengandung
unsur penipuan, karena tidak ada kepastian, baik mengenai ada atau tidak ada
objek akad, besar kecil jumlah maupun menyerahkan objek akad tersebut.
Menurut Imam Nawawi, gharar merupakan unsur akad yang dilarang dalam
syari’at Islam. Sedangkan Imam Al-Qarafi juga mengemukakan gharar adalah
suatu akad yang tidak diketahui dengan tegas, apakah efek akad akan terlaksana
atau tidak, seperti melakukan jual-beli ikan yang masih di dalam air (tambak).6
Gharar biasanya merujuk pada muamalah antar manusia, misalnya dalam
berinteraksi jual beli (bai’), utang-piutang (qard), sewa-menyewa (ijarah)
wakalah dan syirkah. Sebagian orang membagi risiko gharar menjadi dua , yakni
risiko alamiah (natural risk) dan risiko sintetis (synthetic risk).7 Dalam konteks di
atas risiko alamiah merujuk pada gharar yang tetap melekat pada kontrak,
meskipun telah berusaha dihilangkan, dan kalaupun dihilangkan dapat
mendatangkan kenudaratan tebih besar dibandingkan membiarkan gharar tersebut
tetap ada. Lazimnya, ini untuk gharar yang bersifat ringan dan dapat diabaikan.
Namun, bila gharar tersebut bersifat berat dan dapat dihilangkan dalam kontrak,
namun sengaja dibiarkan, maka ini termasuk dalam risiko sintetis.
Perwujudan Hukum Material ‘Adam Al-Gharar Dalam Ekonomi Syariah

Undang-undang mempunyai beberapa langkah-langkah dalam meminimalisir
gharar yang terkait dengan aktifitas perbankan syariah. Terutama dalam aturan
tentang prinsip kehati-hatian, izin usaha dan perizinan pembukaan Kantor Cabang,
pengambil alihan utang, kelayakan penyaluran dana, larangan bagi Bank Syariah
dan UUS, tata kelola, manajemen risiko, penyelesaian sengketa, dan sanksi.
Prinsip kehati-hatian merupakan salah satu asas perbankan syariah dalam
melakukan kegiatan usaha. Hermansyah dalam bukunya Hukum Perbankan
Nasional Indonesia menyebutkan bahwa prinsip kehati-hatian mengaharuskan
pihak bank untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam
4

Ibid, hlm.171-172
M Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakata: Rajawali Pers, 2003), hlm.147
6
Ibid.
7
Imam Wahyudi dkk, Manajemen Risiko Bank Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), hlm.6-7

5


5

arti harus selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan di
bidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan iktikad baik.8 Ibn Qayim
mengemukakan bahwa prinsip kehati-hatian adalah pedoman pengelolaan bank
yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat, dan efisien,
sehingga perbankan syari’ah terhindar dari unsur gharar (Qayim, 1991: 86).
Beberapa aturan dalam perbankan syariah yang ditindaklannjuti berdasarkan
prinsip kehati-hatian:
1. Perizinan. Perizinan ini menyangkut dua hal yaitu kegiatan usaha bank
Syariah atau UUS dan pembukaan Kantor Cabang Bank Syariah. Izin usaha
dikeluarkan oleh Bank Indonesia setelah persyaratan yang ditentukan
terpenuhi.
2. Anggaran dasar Bank Syariah. Anggaran dasar ini, selain telah sesuai
dengan anggaran dasar seperti yang telah diatur dalam ketentuan perundangundangan, juga memuat beberapa aturan. Aturan-aturan itu diantaranya: a)
mekanisme pengangkatan dan pemberhentian anggota direksi dan komisaris. b)
aturan tentang RUPS Bank Syariah yang menetapkan tugas manajemen,
remunerasi komisaris dan direksi. c) aturan tentang laporan pertanggung
jawaban tahunan. d) aturan mengenai penunjukan dan biaya jasa akuntan
punlik, dan penggunaan laba.

3. Aturan kelayakan penyaluran dana. Aturan ini terdapat dalam pasal 23 yang
bersinergis dengan Pasal 36 dan 37. Pasal-pasal ini menyebutakan, dana yang
disalurkan oleh Bank Syariah kepada para nasabah debitur bersumber dari
danam asyarakat yang disimpan di Bank Syar’ah dan UUS. Oleh karena itu,
pihak bank tertuntut

untuk berhati-hati dalam menetapkan calon nasabah

penerima serta menyebarkan dana tersebut secara merata agar tidak terpusat
pada nasabah debitur tertentu.
4. Kegiatan yang tidak boleh dilakuakan oleh Bank Syariah, UUS dan
BPRS. Menurut undang-undang perbankan syariah nomor 21 Tahun. 2008
Pasal 24 ayat 1, inilah kegiatan yang dilarang dilakukan oleh Bank Syariah dan
UUS: a) melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah.
8

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana Preda, 2005).

6


b) melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal. c)
melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (2) huruf c, yaitu: melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk
mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan
syarat harus harus menarik kembali penyertaannya. d) melakukan kegiatan
usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah.
Larangan bagi Bank Syari’ah berlaku juga bagi BPRS dengan beberapa
tambahan yaitu: a) larangan menerima simpanan berupa giro dan ikut serta
dalam lalu lintas pembayaran. b) melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing,
kecuali penukaran uang asing dengna izin Bank Indonesia.
5. Aturan tentang pemegang saham pengendali, dewan komisaris dan
direksi, dewan pengawas syariah, dan tenaga kerja asing. Pemegang saham
pengendali bisa berupa badan hukum, orang perorangan, maupun kelompok
usaha. Ia bisa melakukan pengendalian berupa tindakan yang bertujuan
mempengaruhi pengelolaan atau kebijakan perusahaan, termasuk bank. Ia
disyaratkan lulus dalam uji kemampuan dan kepatutan yang dilakukan oleh
Bank Indonesia. Aturan mengenai dewan komisaris dan direksi dituangkan
dalam anggaran dasar Bank Syariah sesuai dengan ketentuan Peraturan Bank
Syariah. Menurut UU No. Tahun 2008 Pasal 28 bahwa anggaran dasar memuat
syarat-syarat menjadi anggota dewan komisaris dan direksi, kewenangan
dewan komisaris dan direksi, tanggung jawab dewan komisaris dan direksi.
Tugas direksi Bank Syariah diantaranya ialah pelaporan dan perlindungan
dalam pelaksanaan tugas, disamping tugas-tugas lainnya. Bank Syariah dan
Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS, dapat mempergunakan tenaga
kerja asing dan keduanya beradadibawah pengawasan Dewan Pengawas
Syariah (DPS). Pengawasan ini dilakukan agar kedua lembaga keuangan ini
tidak keluar dari koridor prinsip syariah. Disamping itu dewan dapat
memberikan saran dan nasehat kepada direksi. Dewan diangkat oleh RUPS
atas rekomendasi MUI. Salah satu anggota DPS adalah dari unsur MUI. Ia
adalah sosok Ulama yang menguasai dan memahami hukum islam dengan
baik. Oleh karena itu, jenis dan perangkat yang digunakan untuk mengawasi

7

perjalanan Bank Syariah dan UUS adalah ilmu hukum Islam, sementara salah
satu asas hukum Islam dalam ranah ekonomi adalah ‘adam al-gharar. Dari sini
tampak bahwa, salah satu titik berangkat pengmebangan perbankan syariah
adalah saling mempercayai yang dibingkai dengan sikap amanah sehingga
kondisi saling menipu dan merugikan diantara berbagai pihak yang terkait bisa
dihindarkan.
6. Aturan tentang pembinaan dan pengawasan terhadap Bank Syariah dan
UUS. Secara kelembagaan Bank Syariah dan UUS berada dibawah pembinaan
dan pengawasan Bank Indonesia. Pembinaan meliputi aspek kelembagaan,
kepemilikan,dan kepengurusan termasuk uji kemampuan dan kepatutan,
kegiatan usaha, pelaporan, serta aspek lain yang bertalian dengan kegiatan
operasional Bank Syariah dan UUS. Pengawasan dilakukan baik langsung
berupa pemeriksaan dikantor bank maupun pemeriksaan tidak langsung atas
dasar laporan bank.
7. Penyelesaian sengeketa dan sanksi. Akibat perilaku ghara yang dilakukan
ileh pihak tertentu UU No. 21 Tahhun 2008 menetapkan norma penyelesaian
sengketa yang terjadi antara nasabah dengan bank atau antara nasabah dengan
nasabah. Aturan tersebut bersesuaian dengan aturan yang ditetapkan oleh UU
No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama. Disini terjadi harmonisasi antara dua UU, yaitu antara UU
No. 21 Tahun 2008 Pasal 55 ayat (1) dengan UU No. 3 Tahun 2006 Pasal 49.
Amanat dari dua UU ini adalah bahwa penyelesaian sengketa perbankan
syariah/ perkara ekonomi ditangani oleh pengadilan dalam lingkup Peradilan
Agama. Kedua pasal ini memang tidak sepenuhnya harmoni, karena perkara
yang ditunjuk oleh Pasal 49 adalah perkara yang terjadi antara orang-orang
yang beragama Islam, sementara Pasal 55 ayat (1) tidak membatasi para pihak
yang bersengketa dengan batasan agama. UU No. 21 juga memberikan
keleluasaan kepada para pihak yang telah memperjanjikan penyelesaiian
sengketa diluar Pengadilan Agama untuk menyelesaikannya sesuai akad.
Penyelesaian ini bisa dalam bentuk musyawarah, mediasi perbankan, bisa
melalui pengadilan dilingkungan Peradilan Umum dan melalui Badan

8

Arbitrase Syariah Nasional.9 Para pihak yang melanggar kegiatan usaha
perbankan syariah diancam oleh sanksi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Adanya aturan sanksi ini merupakan upaya pencegahan terhadap kegiatan
usaha yang bernuansa gharar agar mereka lebih berhati-hati dalam
menjalankan kegiatan perbankan serta tidak melanggar atau keluar dari aturanaturan yang telah ditetapkan, seperti misalnya pelanggaran-pelanggaran
terhadap prinsip-prinsip hukum Islam yang menjadi dasar dari perbankan
syariah selama ini. Wujud dari sanksi yang ditetapkan oleh UU No. 21 Tahun
2008 terbagi menjadi sua yaitu: sanksi pidana dan sanksi administratif. Sanksi
pidana berupa kurungan penjara dan denda uang, lamanya kurungan dan
banyaknya denda yang harus dibayar tergantung

kadar kesalahan yang

diperbuat. Sedangkan sanksi administratif berupa denda uang, teguran tertulis
san pencabuta izin usaha. Pada dasarnya sanksi administratif dikenakan
terhadap anggota komisaris atau anggota direksi secara personal yang
melakukan kesalahan, tetapi tidak menutup kemungkinan sanksi administratif
dikenakan secara kolektif apabila kesalahan tersebut dilakukan secara
kolektif.10

Keberadaan

norma

sanksi

memperlihatkan

bahwa

UU

memproyeksikan kegiatan ekonomi masyarakat kini dan kedepan lepas dari
cara-cara mencari keuntungan sendiri dengan merugikan pihak lain, seperti
menipu bahkan melalui sanksi, UU mengarahkan para pelaku perbankan
syariah untuk melakukan kegiatan ekonomi perbankan berdasarkan prinsip
hukum Islam yang bebas dari riba, gharar, maisîr, dan kedzhaliman.

PENUTUP
Berdasarkan pembahasan diatas bahwasanya asas an tarâdhin dan ‘adam
al-gharar merupakan asas-asas yang menyelesaikan persoalan hak-hak sosial.
Asas ‘an tarâdhin menyelesaikan sikap keterpaksaan para pihak yang
bertransaksi dalam bentuk ijab qabul baik berupa lisan ataupun tertulis dalam
akad. Teori inipun menutup transaksi yang menyimpang dari norma hukum
9
10

Fatwa MUI No. 53/DSN-MUI/III/2006.
UU No. 21 Tahun 2008, Pasal 56.

9

Islam. Asas ‘an tarâdhin ini mengandung makna bahwa setiap hubungan
perdata harus dilakukan secara bebas dan sukarela. Kebebasan kehendak para
pihak yang melahirkan kesukarelaan dalam persetujuan harus senantiasa
diperhatikan. Asas ini juga mengandung arti bahwa selama teks Al-qur’an dan
Sunnah Nabi Muhammad tidak mengatur suatu hubungan perdata, selama itu
pula para pihak bebas mengaturnya atas dasar kesukarelaan masing-masing.
Asas ini bersumber dari Al-qur’an surat An-Nisa (4) ayat 29.

10

DAFTAR PUSTAKA
Abd Hakim, Atang. 2011. Fiqih Perbankan Syariah (Transformasi Fiqih
Muamalah ke dalam Peraturan Perundang-undangan). Bandung: PT Refika
Aditama.
Daud Ali , H. Mohammad. 2006. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam
di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Dimyauddin, Djuwaini. 2010. Pengantar Fiqih Muamalah. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Hadi, Solikhul. Fiqh Muamalah. 2011. Kudus: Nora Media Enterprise.
Hamid, Arifin. 2007. Hukum Ekonomi Islam di Indonesia Aplikasi dan
Prospektifnya. Bogor: Ghalia Indonesia.
Hasan, M. Ali. 2003. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: Rajawali
Pers.
Hermansyah. 2005. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana
Prenada.
Imam Wahyudi dkk. 2013. Manajemen Risiko Bank Islam. Jakarta: Salemba
Empat.
Muhammad. 2007. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu
Suhendi , Hendi. 2001. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Syafei, Rachmat. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.
http://ekobis-staibn.blogspot.co.id/2016/04/makalah-asas-asas-muamalah-dalamislam.html.
http://greenz-family.blogsport.co.id/2015/10/makalah-asas-asas-fiqh-muamalahdalam.html.
https://fakhrurrazypi.wordpress.com/2009/12/28/yang-boleh-dan-dilarang-dalambank-syariah.
http://imehtinkywinky.blogspot.com/2012/04/makalah-hakikat-pelarangan.html
http://andeskogirl.blogspot.com/2013/01/makalah-kriteria-gharar.html

11

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Sistem Informasi Pendaftaran Mahasiswa Baru Program Beasiswa Unggulan Berbasis Web Pada Universitas Komputer Indonesia

7 101 1