Chapter II Higiene Sanitasi Dasar Serta Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Penjual Terhadap Kepadatan Lalat Pada Kantin Sekolah Di Kecamatan Sidamanik Tahun 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kantin Sehat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kantin adalah ruang tempat menjual makanan dan minuman (di sekolah, di kantor, di asrama, dan sebagainya). Menurut Wikipedia, Kantin (dari bahasa Belanda: Kantine) adalah sebuah ruangan dalam sebuah gedung umum yang dapat digunakan untuk makan, baik makanan yang dibawa sendiri maupun yang dibeli disana.

Kantin adalah tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya. Kantin merupakan salah satu tempat untuk menjual makanan dan minuman juga sebagai tempat bertemunya masyarakat dalam hal ini siswa-siswi dan para guru (Depkes, RI, 2003).

Kantin sekolah dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu kantin dengan ruangan tertutup dan kantin dengan ruangan terbuka seperti di koridor atau di halaman sekolah. Meskipun kantin berada di ruang terbuka, namun ruang pengolahan dan tempat penyajian makanan harus dalam keadaan tertutup. Kedua jenis kantin ini harus memiliki sarana dan prasarana sebagai berikut: sumber air bersih, tempat penyimpanan, tempat pengolahan, tempat penyajian dan ruang makan, fasilitas sanitasi, perlengkapan kerja dan tempat pembuangan limbah (Nuraida, L. dkk, 2011).

Kantin dengan ruang tertutup harus mempunyai bangunan tetap dengan persyaratan tertentu, sedangkan ruang terbuka (koridor atau halaman) harus mempunyai tempat tertutup untuk persiapan dan pengolahan serta penyajian makanan dan minuman. Persyaratan bangunan untuk kantin dengan ruang tertutup adalah sebagai berikut (Nuraida, L. dkk, 2011):

a. Lantai kedap air, rata, halus tetapi tidak licin, kuat, dibuat miring sehingga

mudah dibersihkan.

b. Dinding kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah

mengelupas, dan kuat sehingga mudah dibersihkan.

c. Langit-langi terbuat dari bahan tahan lama, tidak bocor, tidak berlubang-

lubang, dan tidak mudah mengelupas serta mudah dibersihkan.

d. Pintu, jendela dan ventilasi kantin dibuat dari bahan tahan lama, tidak mudah pecah, rata, halus, dapat dibuka tutup dengan baik, dilengkapi dengan kasa yang dapat dilepas sehingga mudah dibersihkan.

e. Untuk ruang pengolahan dan penyajian serta tempat makan di ruang makan, lubang angin/ventilasi minimal 2 buah dengan luas keseluruhan lubang ventilasi 20% terhadap luas lantai harus tersedia.

Kantin dengan ruangan tertutup maupun terbuka harus mempunyai suplai air bersih yang cukup, baik untuk kebutuhan pengolahan maupun kebutuhan pencucian dan pembersihan. Air dapat diperoleh dari PAM maupun dari sumur. Untuk air yang digunakan memasak dan disimpan dalam ember, jangan kotori air dengan mencelupkan tangan. Gunakan gayung bertangkai panjang untuk mengeluarkan air dari ember/wadah air. Wadah air harus selalu tertutup. Air harus bebas dari mikroba dan bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan seseorang, tidak berwarna dan berbau. Air yang digunakan harus memenuhi syarat kualitas air bersih dan atau air minum. Air yang digunakan untuk memasak atau mencuci bahan pangan memenuhi persyaratan bahan baku air minum (Nuraida, L. dkk, 2011).

Ruang pengolahan atau persiapan makanan mempunyai persyaratan yang sama, baik untuk kantin terbuka maupun kantin ruang tertutup. Ruang pengolahan selalu dalam keadaan bersih dan terpisah dari ruang penyajian dan ruang makan. Ruang pengolahan atau persiapan makanan harus tertutup. Terdapat tempat/meja yang permanen dengan permukaan halus, tidak bercelah, dan mudah dibersihkan untuk pengolahan atau penyiapan makanan. Ruang pengolahan tidak berdesakan sehingga karyawan yang sedang bekerja dapat leluasa bergerak. Terdapat lapu penerangan yang cukup terang dan lampu penerangan tidak berada langsung di atas meja pengolahan makanan. Terdapat ventilasi yang cukup agar udara panas dan lembab di dalam ruangan pengolahan dapat dibuang keluar dan diganti dengan udara segar (Nuraida, L. dkk, 2011).

Kantin ruang tertutup maupun kantin ruang terbuka harus mempunyai tempat penyajian makanan seperti etalase atau lemari kaca yang memungkinkan konsumen dapat melihat makanan yang disajikan dengan jelas. Tempat penyajian makanan ini harus selalu tertutup untuk melindungi makanan dari debu, serangga dan binatang lain. Makanan camilan harus mempunyai tempat penyajian yang terpisah dari tempat penyajian makanan sepinggan. Makanan camilan yang dikemas dapat digantung atau ditempatkan dalam wadah yang terlindung dari sinar matahari langsung atau debu. Buah potong harus mempunyai tempat penyajian tersendiri dan dijaga kebersihannya, terhindar dari kontaminasi debu, serta sedapat mungkin dalam keadaan dingin/didinginkan (Nuraida, L. dkk, 2011).

Kantin harus menyediakan meja dan kursi dalam jumlah cukup dan nyaman. Meja dan kursi harus selalu dalam keadaan bersih, tidak berdesakan sehingga setiap konsumen dapat leluasa bergerak. Permukaan meja harus mudah dibersihkan. Untuk kantin dalam ruang tertutup, ruang makan harus mempunyai ventilasi yang cukup. Untuk kantin yang menggunakan koridor, taman atau halaman sekolah sebagai tempat makan, tempat tersebut harus selalu dijaga kebersihannya, rindang (tidak terkena matahari langsung jika tidak ada atap), ada pertukaran udara, serta jauh dari tempat penampungan sampah, WC dan pembuangan limbah (minimal jarak 20 m) (Nuraida, L. dkk, 2011).

Tempat penyimpanan untuk kantin yang tertutup maupun kantin di ruang terbuka mempunyai persyaratan yang sama. Tempat penyimpanan bahan baku, makanan jadi yang akan disajikan, bahan bukan pangan dan peralatan disipan dalam tempat yang berbeda. Penyimpanan bahan baku dan produk pangan juga harus sesuai dengan suhu penyimpanan yang dianjurkan. Tempat penyimpanan harus terbebas dari bahan pencemar, serangga, tikus, kecoak dan bahan berbahaya lainnya yang tidak boleh disimpan di kantin. Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan (Nuraida, L. dkk, 2011).

Kondisi peralatan untuk pengolahan/persiapan makanan di kantin harus mudah dibersihkan, kuat dan tidak mudah berkarat, misalnya peralatan dari bahan tahan karat. Permukaan peralatan yang kontak langsung dengan pangan harus halus, tidak bercelah, tidak mengelupas, dan tidak menyerap air (Nuraida, L. dkk, 2011).

Fasilitas sanitasi kantin mempunyai persyaratan yang sama, baik untuk kantin yang terbuka maupun kantin yang tertutup, yaitu (Nuraida, L. dkk, 2011):

a. Tersedia bak cuci piring dan peralatan dengan air mengalir serta rak piring.

b. Tersedia wastafel dengan sabun/detergen dan lap bersih atau tissue di tempat

makan dan di tempat pengolahan/persiapan makanan.

c. Tersedia suplai air yang cukup, baik untuk kebutuhan pengolahan maupun

untuk kebutuhan pencucian dan pembersihan.

d. Tersedia alat cuci/pembersih yang terawatt baik seperti sapu lidi, sapu ijuk, selang air, kain lap, sikat pel, dan bahan pembersih seperti sabun/detergen dan bahan sanitasi.

Baik kantin terbuka maupun kantin yang tertutup mempunyai persyaratan pembuangan limbah yang sama antara lain (Nuraida, L. dkk, 2011):

a. Tempat sampah atau limbah padat di kantin harus tersedia dan jumlahnya

cukup serta selalu tertutup.

b. Di dalam maupun di luar kantin harus bebas dari sampah. Jarak kantin dengan

tempat penampungan sampah sementara minimal 20 meter.

c. Ada selokan atau saluran pembuangan air, termasuk air limbah dan berfungsi

dengan baik serta mudah dibersihkan bila terjadi penyumbatan.

d. Terdapat lubang angin yang berfungsi untuk mengalirkan udara segar dan

membuang limbah gas hasil pemasakan makanan. Tempat penyimpanan uang di kasir juga harus memnuhi syarat karena

uang merupakan sumber kontaminasi mikroba yang sering tidak disadari. Tempat penyimpanan uang haruus berada jauh dari etalase atau tempat penyajian makanan siap saji. Sebaiknya orang yang menerima pembayaran tidak merangkap sebagai pengolah atau penyaji makanan agar tidak terjadi pemindahan mikroba melalui uang (Nuraida, L. dkk, 2011).

2.2 Pengertian Higiene Sanitasi Dasar

Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia (widyati dan yuliarsih, 2002). Menurut Departemen Kesehatan RI (2003) higiene adalah upaya dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya, sedangkan menurut Azwar (1995), higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap manusia, upaya pencegahan timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan tersebut serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan.

Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (widyati dan yuliarsih, 2002). Menurut Azwar (1995), sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan.

Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan. Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan sampah (tempat sampah), dan pembuangan air limbah (SPAL) (Azwar, 1995).

2.2.1 Penyediaan Air Bersih

Penyediaan air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia untuk kalangsungan hidup dan menjadi faktor penentu dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia. Sumber daya air dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan antara lain, untuk kepentingan rumah tangga (domestik), industri, pertanian, perikanan dan saranan lain. Sesuai dengan kebutuhan akan air dan kemajuan teknologi, air permukaan dapat dimanfaatkan lebih luas lagi antara lain untuk sumber baku air minum dan air industri (Sumantri, 2010).

Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990, yang dimaksud air bersih adalah air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air bersih merupakan salah

Berdasarkan

Peraturan

Menteri Menteri

2.2.1.1 Syarat Kualitas Air Bersih

Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi syarat kontinuitas, kuantitas dan kualitas (Chandra, 2006) yaitu sebagai berikut:

1. Syarat Kuantitas Syarat kuantitas adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung

kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Semakin banyak aktifitas yang dilakukan makan kebutuhan air akan semakin besar.

2. Syarat Kualitas Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kima dan mikrobiologis yang

memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2007).

a. Parameter fisik Air yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, jumlah zat

padat terlarut (TDS) yang terdiri dari zat organik, garam organik, dan gas terlarut harus rendah, tidak keruh atau jernih, tidak memberi rasa atau tawar, suhu air sebaiknya di bawah suhu udara dan air tidak berwarna. Hal ini untuk menjaga estetis dan mencegah berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna.

b. Parameter Kimia Air yang memenuhi persyaratan kimia adalah air yang tidak mengandung zat

kimia organik (seperti BOD) dan anorganik (seperti flourida, khlorida, besi, mangan, nitrit, natrium dan sebagainya) yang berlebihan karena dapat membahayakan kesehatan. Selain itu, pH atau derajat keasaman air dalam keadaan netral, tidak asam atau basa, karena jika pH tidak netral dapat melarutkan berbagai elemen kimia yang dilaluinya serta untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi air.

c. Parameter Radioaktivitas

Sinar alpha, beta, dan gamma memiliki perbedaan dalam kemampuan menembus jaringan tubuh. Kerusakan dapat berupa kematian dan perubahan komposisi genetik. Perubahan genetis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker dan mutasi. Sehingga air yang baik adalah air yang tidak terpapar oleh radioaktivitas.

d. Parameter Mikrobiologis Parameter mikrobiologis dalam air adalah koliform tinja dan total koliform yaitu

sebagai indikator berbagai macam mikroba yang dapat berupa parasit, bakteri pathogen dan virus. Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari- hari harus bebas dari bakteri pathogen agar tidak mengganggu kesehatan.

2.2.1.2 Sumber Air Bersih

Air yang berada dipermukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu sebagai berikut (Sumantri, 2010):

1) Air Angkasa (Hujan) Air angkasa atau air hujan merupakan sumber air utama di bumi. Air hujan

adalah penyubliman awan/uap air menjadi air bumi yang ketika turun dan melalui udara akan melarutkan benda-benda yang terdapat di udara, seperti: Gas (O 2 , CO 2 ,

H 2 dan lain-lain), jasad-jasad renik, dan debu. Air hujan cenderung mengalami pencemaran ketika berada diatmosfer.

2) Air Permukaan Air permukaan meliputi badan-badan air semacam sungai, danau telaga,

wadu, rawa, air terjun dan sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Kemudian air hujan akan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah maupun lainnya. Dibandingkan dengan yang lainnya, air permukaan adalah air yang paling tercemar akibat kegiatan manusia, fauna, flora dan zat-zat lain.

Untuk penggunaan air permukaan sebagai air bersih dalam aktivitas sehari-hari membutuhkan purifikasi bakterial kecuali air terjun karena air tersebut Untuk penggunaan air permukaan sebagai air bersih dalam aktivitas sehari-hari membutuhkan purifikasi bakterial kecuali air terjun karena air tersebut

3) Air Tanah Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang

kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah. Dalam perjalanannya ke bawah tanah, air tanah akan menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan air permukaan.

Air tanah dibedakan atas dua macam, air lapisan (layer water) dan air celah (fissure water). Air lapisan adalah air yang terdapat di dalam ruang antara butir-butir tanah. Air celah adalah air yang terdapat di dalam retak retak di dalam tanah.

2.2.1.3 Sarana Penyediaan Air Bersih Sarana penyediaan air bersih adalah bangunan beserta peralatannya yang

menghasilkan, menyediakan dan mendistribusikan air tersebut kepada masyarakat. Ada beberapa jenis sarana penyediaan air bersih yang digunakan masyarakat untuk menampung atau untuk mendapatkan air bagi kebutuhan sehari-hari, yaitu sebagai berikut ini (Sanropie, 1984):

1) Sumur Gali (SGL) Sumur gali merupakan sarana penyediaan air bersih yang mudah dijumpai di

masyarakat karena merupakan sarana air bersih yang mudah sekali dalam pembuatannya, walaupun demikian sumur gali harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Jaraknya paling sedikit 10 meter dari sumber pencemaran (TPS, tempat penampugan tinja, tempat tergenangnya air kotoran).

b. Dinding sumur sedalam 3 meter dari permukaan tanah harus ditembok atau kedap air.

c. Harus ada saluran pembuangan air limbah.

d. Lantai harus kedap air dengan radius 1 meter dari dinding sumur.

e. Mempunyai dinding sumur setinggi ±80 cm.

f. Tali dan timba tidak boleh terletak dilantai.

2) Penampungan Air Hujan (PAH) Penampungan air hujan adalah sarana penyedian air bersih yang digunakan untuk

menampung air hujan sebagai persediaan air bersih dan pengadaan air bersih.

3) Sumur Pompa Sumur pompa adalah sarana penyediaan air bersih yang digunakan untuk

menaikkan air dari sumur dengan menggunakan pompa air, baik itu pompa tangan maupun pompa listrik. Ada beberapa jenis sumur pompa, yaitu:

a. Sumur pompa tangan dangal (SPTDK) yaitu sumur yang dilengkapi dengan pompa tangan, kedalaman sumur 7 meter.

b. Sumur pompa tangan sedang yaitu sumur yang dilengkapi dengan pompa tangan, kedalaman sumur 7-20 meter.

c. Sumur pompa tangan dalam yaitu sumur yang dilengkapi dengan pompa dengan kedalaman sumur 20-30 meter.

4) Ledeng atau Perpipaan (PDAM) Ledeng atau perpipaan adalah sarana penyediaan air bersih yang menggunakan

jaringan pipa.

2.2.1.4 Pengaruh Air Terhadap Kesehatan

Secara khusus, pengaruh air terhadap kesehatan dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh yang timbul akibat pendayagunaan air yang dapat menurunkan kesejahteraan manusia. Sebagai contoh, pengotoran badan-badan air dengan zat-zat kimia yang dapat menurunkan kadar oksigen terlarut, zat-zat kimia tidak beracun yang sukar diuraikan secara alamiah dan menyebabkan masalah khusus seperti kekeruhan akibat adanya zat- zat tersuspensi dan estetika (Slamet, 2002).

Pengaruh langsung terhadap kesehatan tergantung sekali pada kualitas air, karena air dapat menularkan penyakit. Mekanisme penularan penyakit terbagi menjadi empat, yaitu sebagai berikut (Sumantri, 2010):

1) Waterborne mechanism Di dalam mekanisme ini, kuman pathogen dalam air yang dapat

menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain kolera, disentri basiler, tifoid, hepatitis viral, dan poliomyelitis.

2) Waterwash mechanism Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan dan

perseorangan. Ada tida cara penularan, yaitu:

a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak.

b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti scabies dan trachoma.

c. Penularan melalui binatang pengerat, seperti leptospirosis.

3) Water-based mechanism Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agen penyebab

yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup di dalam air. Contohnya schistosomiasis.

4) Water related insect water mechanism Agen penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di

dalam air. Contohnya adalah filariasis, dengue, malaria, dam yellow fever.

2.2.2 Pembuangan Tinja (Jamban)

Pembuangan tinja yang merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendesak. Pembuangan tinja yang tidak layak pada tempatnya dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat, karena tinja dapat Pembuangan tinja yang merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendesak. Pembuangan tinja yang tidak layak pada tempatnya dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat, karena tinja dapat

Air Mati

Tangan

Makanan Minuman

Penjamu Tinja

Tanah Sakit

Gambar 1. Skema penyebaran penyakit yang bersumber dari faeces

Dari skema tersebut tampak jelas bahwa peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangat besar. Di samping dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, air tanah dan serangga (lalat, kecoak, dan sebagainya) dan bagian tubuh kita dapat terkotaminasi oleh tinja tersebut. Benda-benda yang telah terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah menderita penyakit tertentu ini, sudah tentu merupakan penyebab penyakit bagi orang lain. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain: tipus, disentri, kolera, schistosomiasis dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

2.2.2.1 Syarat Jamban Sehat

Untuk mencegah terjadinya transmisi/pemindahan penyakit, perlu dilakukan isolasi tinja sedini mungkin. Tinja harus dibuang dalam jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut (Sumantri, 2010):

1) Tidak mengotori permukaan tanah dan di sekeliling jamban

2) Tidak mengotori air pemukaan di sekitarnya

3) Tidak mengotori air tanah di sekitarnya

4) Tidak dapat terjangkau dan tidak menjadi tempat perindukan oleh vektor seperti lalat, kecoak dan binatang-binatang lainnya

5) Tidak menimbulkan bau

6) Jamban berjenis leher angsa

7) Mudah dibersihkan dan dipelihara

8) Tersedia air pembersih yang cukup Pengelolaan ekskreta dapat dilakukan pada on-site, off site, atau

community on-site. Pada pengelolaan on-site, ekskreta ditampung dan diolah pada jamban yang berada disekitar rumah. Pada pengolahan off-site, ekskreta dialirkan ke tempat pengolahan untuk mengalami pengolahan selanjutnya. Adapun pada community on-site, pengolahan ekskreta dilakukan pada sekelompok komunitas secara kolektif.

2.2.2.2 Jenis-jenis Jamban

Menurut Chandra (1986), ada beberapa jenis jamban yang sering dipergunakan oleh masyarakat antara lain:

1. Jamban cemplung (Pit latrine) Jamban cemplung sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban ini dibuat dengan

membuat lubang di tanah dengan kedalaman 1,5-3 meter saja dan diameter 80-120 cm. Jamban cemplung dapat dibuat dari bambu, dinding bambu dan atap daun kelapa. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter, agar tidak mengotori air tanah.

2. Jamban empang (Fishpond latrine) Jamban ini dibangun di atas empang ikan. Di dalam jamban empang ini terjadi

daur ulang (recycling), yakni tinja dapat langsung dimakan oleh ikan.

3. Jamban pupuk (the compost Privy) Pada prinsipnya jamban ini seperti jamban cemplung, hanya galiannya lebih

dangkal. Sistem jamban pupuk yaitu pada lapisan dasar diberi sampah daun- daunan kemudian tinja ditaruh diatasnya. Setelah itu ditutup lagi dengan daun- daunan sampah. Demikian selanjutnya sampai penuh.

4. Jamban leher angsa (Angsa latrine) Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini

sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak tercium. Bila dipakai, tinjanya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke bagian yang menurun untuk masuk ke tempat penampungannya yaitu septik tank.

5. Jamban plengsengan (Trech latrine) Jamban plengsengan adalah tempat pembuangan kotoran dengan tempat jongkok

atau slab yang dihubungkan ke lubang penampungan kotoran dengan saluran miring. Model ini baik untuk digunakan di daerah yang permukaan air tanahnya dalam serta berair banyak. Keuntungannya adalah bau dapat berkurang dan tidak dapat dijangkau oleh serangga (Kusnoputranto, 2000).

6. Jamban cair (Aqua Privy) Jamban cair mirip dengan jamban gali, namun jamban ini dibuat dari tangki kedap

air dan berisi air, terletak langsung di bawah tempat jongkok. Fungsi dari tangki jamban tersebut yaitu menerima, menyimpan dan mencerna kotoran serta melindungi kotoran dari lalat. Tinja masuk ke dalam tangki yang memungkinkan bahan-bahan padat untuk mengendap dalam bentuk lumpur (sludge). Kemudian, proses aerobik akan terjadi di dalam tangki.

7. Jamban kimia (Chemical closet) Jamban ini terdiri dari tanki metal yang berisi cairan desinfektan (kaustik soda)

yang juga ditambah dengan bahan penghilang bau. Tempat duduk langsung diletakkan diatas tanki. Tidak ada yag boleh dimasukkan ke dalam tanki ini kecuali kertas toilet. Jika air dimasukkan ke dalam jamban, cairan kimia yang ada didalamnya akan mengalami pengenceran sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

2.2.3 Pengelolaan Sampah (Tempat Sampah)

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang dimaksud dengan sampah adalah sisa kegiatan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang dimaksud dengan sampah adalah sisa kegiatan

2.2.3.1 Sumber Sampah

Sampah yang ada dipermukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Beberapa sumber sampah yaitu sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003):

1. Pemukiman penduduk Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga

yang sudah dipakai dan dibuang, seperti: sisa-sisa makanan baik yang sudah dimasak atau belum, bekas pembungkus baik kertas, plastik, daun dan sebagainya, pakaian-pakaian bekas, bahan-bahan bacaan, perabot rumah tangga, daun-daunan dari kebun atau tanaman.

2. Tempat-tempat umum Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat-tempat

hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik, botol, daun, dan sebagainya.

3. Perkantoran Sampah ini berasal dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan,

departemen, perusahaan. Sampah ini berupa kertas-kertas, plastik, karbon, klip, dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat kering dan mudah terbakar (rubbish).

4. Jalan raya Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari kertas-

kertas, kardus-kardus, debu, pasir, sobekan ban, onderdil-onderdil kendaraan yang jatuh, daun-daunan, plastik, dan sebagainya.

5. Industri Sampah ini berasal dari kawasan industri, termasuk sampah yang berasal dari

pembangunan industri dan segala sampah yang berasal dari produksi, misalnya: sampah-sampah pengepakanb arang, logam, potongan tekstil, kaleng, dan sebagainya.

6. Pertanian/Perkebunan Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian, misalnya: Jerami, sisa

sayur-mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah dan sebagainya.

7. Pertambangan Sampah ini berasal dari daerah pertambangan dan jenis sampahnya tergantung

dari jenis usaha pertambangan itu sendiri.

8. Peternakan dan perikanan Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini, berupa: sisa-sisa

makanan, bakai binatang dan sebagainya.

2.2.3.2 Jenis-jenis Sampah

Menurut Gelbert, dkk. (1996) sampah dikelompokkan berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan sebagai:

1. Sampah Organik, terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami.

2. Sampah Anorganik, terdiri dari bahan atau zat anorganik yang secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama.

Sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu sebagai berikut (Sumantri, 2010):

a. Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya

1) Sampah Organik adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya: sisa makanan, daun-daunan, dan lain-lain.

2) Sampah anorganik adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk,

misalnya: logam/besi, pecahan gelas, plastik, dan sebagainya.

b. Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar

1) Mudah terbakar, misalnya: kertas plastik, daun kering, kayu dan lain-lain.

2) Tidak mudah terbakar, misalnya: kaleng, besi, gelas dan lain-lain.

c. Berdasaran karakteristik atau ciri sampah

1) Garbage, terdiri atas zat-zat yang mudah membusuk dan dapat terurai

kembali dengan cepat. Misalnya, sampah sisa makanan yang berasal dari rumah makan.

2) Rubbish, terbagi menjadi dua, yaitu:

a) Rubbish mudah terbakar terdiri atas zat-zat organik, misalnya: Kertas,

kayu, karet, daun kering, dan sebagainya.

b) Rubbish tidak mudah terbakar terdiri atas zat-zat anorganik, misalnya:

kaca, kaleng dan sebagainya.

3) Ashes adalah semua sisa pembakaran dari industri.

4) Street sweeping yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan, yang

terdiri dari campuran bermacam-macam sampah, daun-daun, kertas, plastik, pecahan kaca, besi, debu dan sebagainya.

5) Dead animal yaitu bangkai binatang yang mati akibat kecelakaan atau secara alami.

6) House hold refuse yaitu sampah campuran (contoh: garbage, ashes,

rubbish) yang berasal dari perumahan.

7) Abandoned vehicle yaitu sampah yang berasal dari bangkai kendaraan.

8) Demolission Waste atau contructions waste yaitu sampah yang berasal dari hasil sisa-sisa pembangunan, misalnya: potongan-potongan kayu.

9) Sampah industri berasal dari pertanian, perkebunan, dan industri.

10) Santage Solid terdiri atas benda-benda solid atau kasar yang biasanya berupa zat organik, pada pintu masuk pusat pengolahan limbah cair.

11) Sampah khusus atau sampah yang memerlukan penanganan khusus

seperti kaleng dan zat radio aktif. Sampah padat yang tidak dikelola sebagaimana mestinya terbukti sering

menyebabkan masalah lingkungan dan kesehatan pada manusia, antara lain dari masalah estetik, tersumbatnya saluran air yang dapat menyebabkan banjir, bahaya kebakaran, terjadinya pencemaran lingkungan, hingga meningkatnya penyakit yang ditularkan melalui vektor. Oleh karena itu, upaya pengelolaan sampah sangat penting dilakukan untuk menangani masalah sampah (Sumantri, 2010).

2.2.3.3 Pengelolaan Sampah

Ada beberapa tahapan di dalam pengelolaan sampah padat yang baik, diantaranya tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat sumber, tahap pengangkutan dan tahap pemusnahan (Sumantri, 2010).

1. Tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat sampah Sampah yang ada di lokasi sumber ditempatkan dalam penyimpanan

sementara, dalam hal ini tempat sampah. Sampah basah dan sampah kering sebaiknya dikumpulkan dalam tempat yang terpisah untuk memudahkan pemusnahannya yang dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu:

1) Sistem duet: tempat sampah kering dan tempat sampah basah.

2) Sistem trio: Tempat sampah basah, sampah kering, dan tidak mudah terbakar.

Adapun pewadahan sampah yang digunakan harus memenuhi syarat sebagai berikut ini:

a. Konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor.

b. Terbuat dari bahan yang kedap air

c. Memiliki tutup dan mudah dibuka tanpa mengotori tangan

d. Sampah diangkut setiap 24 jam

e. Ukuran sesuai sehingga mudah diangkut oleh satu orang Dari tempat penyimpanan ini, sampah dikumpulkan kemudian dimasukan

ke dalam dipo (rumah sampah). Dipo ini berbentuk bak besar yang digunakan untuk menampung sampah rumah tangga.

2. Tahap pengangkutan Untuk mengangkut sampah dari tempat pengumpulan sampah hingga ke

tempat pembuangan akhir, diperlukan beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain sebagai berikut (Widyati dan Yuliarsih, 2002):

a. Kendaraan/truk sampah harus ditutup supaya sampah tidak beterbangan dan

mengotori jalan.

b. Jangan membiarkan sampah terlalu lama pada tempat pengumpulan sampah.

Sebaiknya tidak melebihi 3x24 jam sudah harus diangkat.

c. Pengangkatan sampah sebaiknya dilakukan setiap hari.

d. Cara pengangkutan mengambil jarak paling dekat ke tempat pembuangan

sampah.

3. Tahap pengolahan Setelah tiba ditempat pembuangan sampah akhir maka sampah-sampah

tersebut dikelola agar tidak menimbulkan pencemaran. Ada beberapa cara pengolahan sampah yang dapat digunakan, antara lain (Sumantri, 2010):

a. Sanitary Landfill

Sanitary landfill adalah sistem pemusnahan sampah yang paling baik. Dalam metode ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara menimbun sampah dengan tanah yang dilakukan dengan cara selapis. Dengan demikian, sampah tidak berada di ruang terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang pengerat. Sanitary landfill yang baik harus memenuhi persyaratan berikut:

a. Tersedia tempat yang luas

b. Tersedia tanah untuk menimbun

c. Tersedia alat-alat besar Lokasi sanitary landfill yang lama dan sudah tidak dipakai lagi dapat

dimanfaatkan sebagai tempat pemukiman, perkantoran, dan sebagainya.

b. Incenaration Incenaration atau insinerasi merupakan suatu metode pemusnahan sampah

dengan cara membakar sampah secara besar-besaran dengan menggunakan fasilitas pabrik. Manfaat sistem ini, antara lain:

a. Volume sampah dapat diperkecil sampai sepertiganya.

b. Tidak memerlukan ruang yang luas.

c. Panas yang dihasilkan dapat dipakai sebagai sumber uap.

d. Pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam kerja yang

dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.

c. Composting Pemusnahan sampah dengan memanfaatkan proses dekomposisi zat

organik oleh kuman-kuman pembusuk pada kondisi tertentu. Proses ini menghasilkan bahan berupa kompos atau pupuk. Berikut tahap-tahap di dalam pembuatan kompos:

1) Pemisahan benda-benda yang tidak dapat dipakai sebagai pupuk seperti gelas, kaleng, besi, dan sebagainya.

2) Penghancuran sampah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil (minimal berukuran 5 cm).

3) Pencampuran sampah dengan memerhatikan kadar karbon dan nitrogen yang paling baik (C:N = 1:30).

4) Penempatan sampah dalam galian tanah yang tidak begitu dalam. Sampah dibiarkan terbuka agar terjadi proses aerobik.

5) Pembolak-balikan sampah 4-5 kali selama 15-21 hari agar pupuk dapat

terbentuk dengan baik. Perlu diingat bahwa galian tersebut jangan sampai menjadi tempat bersarangnya hewan pengerat atau serangga.

d. Hog Feeding Penggunaan sampah jenis garbage untuk makanan babi telah lama

dikenal. Pada zaman dahulu, beberapa kota sengaja mengorganisir penggunaan garbage sebagai makanan babi, tetapi pada saat ini jumlahnya tidak banyak lagi. Ditinjau dari segi ekonomi, pemusnahan sampah yang seperti ini tentu saja menguntungkan. Hanya saja jika ditinjau dari segi kesehatan, penggunaan garbage untuk makanan babi memang mendatangkan masalah, terutama jika garbage tersebut tidak direbus terlebih dahulu.

e. Discharge to Sweer Sampah dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam sistem pembuangan

air limbah. Metode ini dapat efektif asalkan sistem pembuangan air limbah memang baik.

f. Dumping Metode ini merupakan cara pembuangan sampah hanya dengan dibuang

atau diletakkan begitu saja di tanah lapangan, jurang, atau tempat sampah.

g. Dumping in Water Metode ini prinsipnya sama dengan dumping hanya saja sampah dibuang

ke dalam air sungai atau laut. Akibatnya, terjadi pencemaran pada air dan pendangkalan yang dapat menimbulkan bahaya banjir.

h. Individual Incenarator Pembakaran sampah secara perorangan ini biasanya dilakukan oleh

penduduk terutama di daerah pedesaan.

i. Recycling Pengolahan kembali bagian-bagian dari sampah yang masih dapat dipakai

atau daur ulang. Contoh bagian sampah yang dapat didaur ulang antara lain plastik, gelas, kaleng, besi, dan sebagainya. j. Reduction

Metode ini diterapkan dengan menghancurkan sampah (biasanya dari jenis garbage) sampai bentuk yang lebih kecil, kemudian diolah untuk menghasilkan lemak. k. Salvaging

Pemanfaatan sampah yang dapat dipakai kembali, misalnya kertas bekas. Bahayanya adalah bahwa metode ini dapat menularkan penyakit.

2.2.3.4 Pengaruh Sampah terhadap Kesehatan

Adapun Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dijelaskan sebagai berikut (Sarudji, 2010):

1. Sampah sebagai sarang vektor dan binatang pengerat Sampah terutama yang mudah membusuk (garbage) merupakan sumber

makanan lalat dan tikus. Lalat dan tikus merupakan vektor penyakit yang mempunyai kebiasaan hidup di sekitar kegiatan manusia karena manusia secara tidak sadar telah menyediakan makanan bagi mereka. Kontaminasi oleh lalat atau tikus terhadap makanan disebabkan karena kebiasaan mereka hidup di tempat yang kotor (sampah) dan juga kebiasaan menjamah makanan manusia.

2. Sampah sebagai sumber infeksi Sumber infeksi adalah zat atau bahan dimana hidup agen (penyebab)

penyakit sebelum agen penyakit mencapai host yang baru. Seringkali sampah tercampur dengan kotoran manusia atau vomitus dan bahan lain yang berasal dari penderita yang bersifat infeksius. Kontak antara manusia dan sampah dapat langsung maupun melalui vektor penyakit.

3. Sampah sebagai sumber pencemaran Pembuangan sampah yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan

masyarakat atau lingkungan seperti open dumping akan berpotensi mencemari tanah dan air tanah di dalamnya. Hasil penguraian maupun bahan kimia toksik yang terdapat dalam sampah akan terbawa oleh lindi (leachate) sampai akhirnya mencapai air tanah.

4. Sampah berbahaya Sifat sampah ada yang membahayakan kehidupan dan/atau kesehatan

manusia yang dikelompokkan dalam sampah berbahaya (hazardous waste).Ada yang bersifat toksik seperti sampah kimia yang dihasilkan oleh kegiatan industri kimia tertentu, sampah pestisida, dan sampah dari laboratorium kimia. Sampah berbahaya lainnya adalah sampah infeksius, sampah eksplosif, sampah mudah terbakar, dan sampah radioaktif.

5. Sampah mengganggu estetika Sampah, baik bentuk atau wujud maupun baunya sudah menimbulkan

kesan tidak estetis.

2.2.4 Pembuangan Air Limbah

Air limbah atau air buangan adalah sisa air buang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup (Notoatmodjo, 2003). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, air limbah adalah sisa dari suatu usaha atau kegiatan yang berwujud cair.

2.2.4.1 Sumber Air Limbah

Air limbah dapat berasal dari rumah tangga (domestic) maupun industri. Air limbah rumah tangga terdiri dari tiga fraksi penting yaitu (Sumantri, 2010):

1) Tinja (Faeces), berpotensi mengandung mikroba.

2) Air seni (Urine), umumnya mengandung nitrogen dan pospor, serta kemungkinan kecil mikroorganisme.

3) Grey water, merupakan air bekas cucian dapur, mesin cuci, dan kamar mandi.

Grey water sering juga disebut dengan sullage. Campuran tinja dan air seni disebut ekskreta, sedangkan campuran ekskreta dengan air bilasan toilet disebut dengan black water, mikroba pathogen banyak terdapat pada ekskreta. Ekskreta ini merupakan cara transfor utama bagi penyakit bawaan air.

Air limbah industri umumnya terjadi sebagai akibat adanya pemakaian air dalam proses produksi. Zat-zat yang terkandung di dalamnya sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-masing industri, antara lain: nitrogen, sulfide, lemak, zat pewarna dan sebagainya. Oleh sebab itu, perlunya pengelolaan air limbah ini agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.

2.2.4.2 Syarat Sehat SPAL

Untuk menghindari terjadinya gangguan tersebut, air limbah perlu dilakukan pengelolaan sebelum dilepas ke lingkungan. Menurut Kepmenkes No. 1098 tahun 2003, saluran pembuangan air limbah (SPAL) yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a) Air limbah mengalir dengan lancar

b) Terdapat grease trap

c) Saluran tertutup dan kedap air

d) Tidak menimbulkan bau yang mengganggu

e) Tidak dapat dihinggapi serangga dan tikus serta tidak menjadi tempat berkembang biaknya vektor seperti lalat.

2.2.4.3 Dampak Pembuangan Air Limbah

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut sebagai berikut:

1) Gangguan kesehatan Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit

bawaan (waterborne disease). Selain itu, di dalam air limbah mungkin juga bawaan (waterborne disease). Selain itu, di dalam air limbah mungkin juga

2) Penurunan kualitas lingkungan Air limbah yang langsung dibuang ke permukaan air dapat mengakibatkan

pencemaran permukaan air. Apabila air mengandung bahan organik dibuang langsung ke air permukaan dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut, sehingga akan menyebabkan kehidupan di dalam air terganggu. Adakalanya, air limbah juga akan merembes ke dalam air tanah, sehingga mencemari air tanah dan akan menurunkan kualitasnya.

3) Gangguan terhadap keindahan Air limbah yang mengandung pigmen warna dapat menimbulkan perubahan

warna pada badan air penerima. Kadang-kadang air limbah dapat juga mengandung bahan-bahan yang bila terurai menghasilkan gas-gas. Hal ini tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, tetapi terjadi gangguan keindahan terhadap badan air penerima.

4) Gangguan terhadap kerusakan benda Air limbah yang mengandung zat-zat yang dapat dikonversikan oleh bakteri

anaerob menjadi gas yang agresif seperti H 2 S. Gas ini mempercepat proses pengkaratan pada benda yang terbuat dari besi.

2.2.4.1 Cara Pembuangan Air Limbah

Secara ilmiah, lingkungan mempunyai daya dukung yang cukup besar terhadap gangguan yang timbul karena pencemaran air limbah tersebut. Namun demikian, alam tersebut mempunyai kemampuan yang terbatas dalam daya dukungnya, sehingga air limbah perlu diolah sebelum dibuang. Beberapa cara pembuangan air limbah adalah sebagai berikut (Widyati dan Yuliarsih, 2002):

1) Pengenceran (dilution) Pengenceran adalah cara pembuangan limbah dengan mengencerkan air limbah

lebih dulu sebelum dibuang ke badan-badan air.

2) Irigasi luas Cara ini pada umumnya dilakukan di pedesaan atau diluar kota karena

memerlukan tanah yang luas. Air limbah dialirkan ke dalam parit-parit terbuka yang digali pada sebidang tanah dan air merembes masuk ke dalam tanah melalui dasar dan dinding parit-parit tersebut.

3) Septic tank Air limbah yang dibuang ke dalam septic tank dapat meminimalkan kejadian

penyakit bawaan air. Karena di dalam septic tank ekskreta secara anaerobik menjadi biogas (campuran gas karbon dioksida dan gas metana).

4) Sistem Riol Sistem riol adalah cara pembuangan air limbah yang digunakan di kota-kota besar

karena sudah direncanakan sesuai dengan pembuangan kota. Semua buangan dari rumah tangga dan industri dialirkan ke riol.

2.3 Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan tersebut melalui pancaindra manusia, yakni; indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata terjadi perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognintif mempunyai 6 tingkatan, yakni (Notoadmodjo, 2003):

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis ini suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi diartikan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diukur atau diketahui dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan tersebut diatas (Notoadmodjo, 2003).

2.4 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Allport yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), sikap mempunyai

3 komponen pokok, yakni:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni (Notoadmodjo, 2003):

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

2. Merespon (Responding)

Memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah berarti orang menerima ide tersebut (merespon).

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskkusikan dengan orang lain masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dilakuan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek (Notoadmodjo, 2003).

Menurut Ahmadi (1999), ada beberapa ciri-ciri sikap, yaitu sebagai berikut:

1. Sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir, tetapi harus dipelajari selama

perkembangan hidupnya.

2. Sikap itu tidak semata berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan objek. Pada umumnya sikap tidak berkenaan dengan satu objek saja tetapi juga dapat berkenaan dengan deretan-deretan objek yang serupa.

3. Sikap pada umumnya mempunyai segi-segi motivas dan emosi sedangkan

kecakapan dan pengetahuan hal ini tidak ada.

2.5 Tindakan

Menurut Notoatmodjo (2003), suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Di samping faktor fasilitas, faktor dukungan (support) dari pihak lain juga diperlukan. Tingkatan Tindakan antara lain sebagai berikut:

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan pratek tingkat pertama.

2. Respon Terpimpin (Guided Respons)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh merupakan indikator praktek tingkat dua.

3. Mekanisme (Mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adaptasi (Adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.6 Lalat

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45