LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN INJEKSI AMIN

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN LIKUID,
SEMISOLID, DAN STERIL
INJEKSI AMINOFILIN

Disusun oleh :
Kelompok II
Farmasi B 2013
Mochtaromi Tri Yanto

(135070501111005)

Dhenik Swastika Wahyu C.

(135070501111007)

Intan Retno Palupi

(135070501111015)

Gusti Ayu Pradnya Paramitha


(135070501111016)

Elan Aisyafuri

(135070501111022)

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

INJEKSI AMINOPHYLLINE 2.4 %
I. Penentuan Kekuatan Sediaan
Dalam FI III, dosis lazim aminophylline untuk dewasa = 240 mg / injeksi
Dimana ampul yang digunakan adalah 10 ml
Penentuan kekuatan sediaan adalah 2.4 %
2.4 % = 2.4 gram
100 ml
= 2400 mg

100 ml
= 24 mg, sehingga dalam 10 ml sediaan terdapat 240 mg aminophylline
1

ml

II. Pemilihan Kemasan
Pemilihan kemasan yaitu wadah yang berasal dari gelas dan transparan serta wadah dosis
tunggal. Maksud dari wadah gelas yaitu gelas merupakan wadah yang tidak berpori
sehingga kontaminan tidak memiliki kesempatan untuk menembus membran dari kaca
dan menghindari cairan merembes dari wadah (bocor), wadah kaca juga inert atau tidak
bereaksi dengan bahan aktif, wadah kaca juga mampu melindungi bahan dari temperature
tinggi atau kuat sehingga dapat melindungi bahan saat sterilisasi. Dipilih dengan warna
kaca yang transparan yaitu untuk mengetahui partikel yang berada pada sediaan karena
pada sediaan parenteral terutama obat suntik tidak boleh mengandung partikel sehingga
wadah transparran memudahkan konsumen untuh melihat isi sediaan. Wadah dosis
tunggal menunjukkan bahawa obat ini hanya sekali pakai dan tidak berulang.
Kemasan yang digunakan adalah ampul dengan volume 10 ml. Kemasan tersebut untuk
sediaan injeksi single dose, dimana untuk penggunaan aminophylline pada orang dewasa
membutuhkan 10 ml larutan yang mengandung aminophyilline 2.4 %.


III. Preformulasi
III.1

Aminophylline (Anonim, 2007)

Nama lain

: Aminofilin; Aminofilina; Aminofylin; Aminofylliini; Aminofyllin;
Aminophyllinum; Euphyllinum; Metaphyllin; Teofilinas-etilendiaminas;
Teofillinetiléndiamin; Teofylliinietyleenidiamiini; Teofyllinetylendiamin;
Theophyllaminum; Theophylline and Ethylenediamine; Theophylline
Ethylenediamine
Compound;
Théophylline-éthylènediamine;
Theophyllinum et ethylenediaminum.
Pemerian
: merupakan bubuk putih atau kuning terang, kadang- kadang berupa
granul. Berbau seperti amonia.
Struktur kimia :


Nama kimia

: 1H–purine–2,6–dione, 3,7-dihydro-1.3-dimethyil-,comp.with 1,2ethanediamne (2:1).

Rumus molekul

: C16H24N10O4

Kelarutan

: mudah larut dalam air (larutan dapat menjadi berasap kareana adanya
penyerapan kerbon dioksida), sebagian tidak larut pada alkohol
dehidrat.

Ph stabil

: 8.6 – 9.0

Titik didih


:-

Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat
Stabilitas

:-

Inkompatibilitas

: larutan aminophylline tidak dapat berinteraksi dengan logam.
Larutan bersifat alkali, apabila Ph dibawah 8 maka terjadi
pengendapan kristal. Tidak stabil terhadap larutan alkali, atau larutan
dibawah pH kritis.

Khasiat

: sebagai bronkhodilator pada penderita asma dan COPD.

Sifat Khusus


:-

Koefisien partisi

:-

III.2
Pemerian

: Cairan jernih tidak berwarna atau agak kuning, bau seoerti
amoniak, bereaksi alkali kuat

Kelarutan

: Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol

Kegunaan

: Pelarut, pembentuk garam aminofilin


Wadah

: Dalam wadah tertutup rapat

III.3

IV.

Etilendiamine (Depkes RI, 1979)

Natrium klorida (Depkes RI, 1979)

Pemerian

: Hablur bentuk kubus, tidak berwana atau serbuk hablur putih

Kelarutan

rasa asin.

: Mudah larut dalam air,sedikit mudah larut dalam air

Kegunaan
Wadah

mendidih,larut didalam gliserin, sukar larut dalam etanol.
: Larutan pengisotonis
: Dalam wadah tertutup baik

Rancangan Formula dan Rasionalisasi

4.1 Formulasi Aminophyllin Injectio 2,4%
Nama bahan
Theophyllin
Etilendiamin

Konsentrasi (FI III, dan USP)
2,4 %
0,5 %


Fungsi Bahan
Bahan aktif
Pembentuk garam

NaCl
Aqua pro injectio

qs
Ad 100 ml

aminofilin
Pengisotonis
Cairan pembawa

4.2 Rasionalisasi
 Injeksi Aminofilin merupakan obat asma yang merupakan larutan steril aminofillin
dalam air untuk injeksi, atau larutan steril teofilin dalam air untuk injeksi yang dibuat
dengan penambahan etilendiamin. Tiap 1 ml mengandung aminofilin setara dengan
tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 100,7% teofillin anhidrat, C7H8N4O2, dari
jumlah yang tertera pada etiket (Depkes RI, 1995). Aminofilin ini dibuat dalam


bentuk injeksi bertujuan untuk meningkatkan bioavailabilitasnya sebagai antiasma
sehingga berefek cepat jika digunakan secara parenteral dan tepat jika digunakan
pada kasus serangan asma akut yang nantinya aminofilin ini akan memberikan efek
melebarkan saluran atau bronkodilator. Injeksi ini tidak dibuat langsung dengan
bahan aktif aminofilin melainkan theofilin dalam air yang ditambahkan etilendiamin.
Pada sumber menyatakan bahwa sifat dari aminophyllin yang pada udara terbuka
menyebabkan ketidakstabilan sehingga jika dibuat larutan sebagai injeksi aminofilin
akan mengubah bentuknya dan menyebakan penurunan efek obat padahal syarat dari
sediaan injeksi adalah harus stabil. Oleh karena itu maka, dibuat theofilin dalam air
dengan penambahan
ditambahkan

dengan

etilendiamin.

Theofilin

etilendiamin,


akan membentuk

garam

ini

garam

merupakan

jika
garam

aminophyllin.Pemilihan konsentrasi sebesar 2,4% karena berdasarkan dosis lazim
dari bahan obat Aminofilin sendiri, yaitu 240 mg untuk sekali pakainya, dan 720 mg
untuk sehari pakainya dan berdasarkan diinginkannya aminofilin tersebut dalam
ampul dengan volume sebesar 10 ml sebanyak 10 ampul (Depkes RI, 1979).
 Etilendiamin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau berwarna agak
kuning, dengan bau seperti amoniak dan bereaksi alkali kuat. Yang dalam sediaan
injeksi ini digunakan sebagai pelarut atau pembentuk garam aminofillin. Karena
bahan obat aminofillin sendiri lebih stabil dalam keadaan garamnya. Digunakan
sebanyak 500 mg dalam injeksi aminofillin (Anonim, 2007). Injeksi aminofillin boleh
mengandung etilendiamin berlebih, tetapi tidak boleh ditambahkan zat lain untuk
pengaturan PH. Digunakan etilendiamin tetes demi tetes hingga cairan jernih dan
sesuai dengan PH yang diinginkan, yaitu 8,6 – 9,0 (Depkes RI, 1995).
 Pembuatan larutan isotonis yaitu pembuatan NaCl sebagai senyawa pengisotonis
dilarutakan dalam aqua pro injection. NaCl dikatakan sebagai senyawa pengisotonis
karena memiliki titik beku yang sama dengan cairan tubuh (mata dan darah) sehingga
penambahan NaCl pada larutan akan mengisotoniskan cairan larutan dengan cairan
tubuh. Isotonis yang dimaksudkan adalah tekanan pada larutan sama dengan cairan
tubuh sehingga keaadaan yang tidak diinginkan seperti hipotonis atau hipertonis tidak
terjadi. Keadaan yang tidak diperbolehkan adalah hipotonis karena larutan memiliki
tekanan yang lebih kecil dibanding cairan tubuh. Sesuai dengan tekanan osmosis,

cairan dengan tekanan rendah akan tertarik/berpindah ke dalam cairan dengan
tekanan tinggi dan menyebabkan sel akan membengkak lalu pecah (hemolisis).
Keadaan hipotonis bersifat irreversible. Sedangkan hipertonis masih diperbolehkan
karena hanya menyebabkan kulit/jaringan mengkerut karena cairan tubuh akan
tertarik keluar dan keadaan ini bersifat reversible.
 Aqua pro injection atau air untuk injeksi digunakan sebagai cairan pembawa. Air
untuk injeksi juga harus ditentukan yaitu air yang bebas CO2 alasannya untuk
menjaga kestabilan sediaan injeksi aminophilin. Jika garam aminophylin yang
nantinya terbentuk ditambahkan air biasa yang memiliki CO2 maka akan terjadi
kerusakan sediaan karena aminofilin tidak stabil dengan adanya CO2. Selain itu air
untuk injeksi yang bebas CO2 digunakan untuk mencegah adanya gelembung udara
dari CO2. Jika gas CO2 masuk dalam pembuluh darah akan menyebabkan bengkak
atau nekrosis (kerusakan jaringan). Air bebas CO2 dibuat dengan cara memanaskan
aquadest selama 15 menit dan hindarkan air didihan untuk kontak secara sering dan
langsung dengan udara kemudian biarkan air hingga dingin .
V.

Penentuan Jumlah Sediaan
Jumlah sediaan yang akan dibuat adalah berjumlah 10 ampul.

VI.

Perhitungan Tonisitas
Metode White Viscent
V = w x E x 111.1
Ket : V = volume (ml) w = berat (gram) E = ekivalensiNaCl
Contoh :
R/ Teofilin 2,4 g
Etildiamin 0.5 g
Aqua proinjectiosteril ad 100 ml.
V = [ (2,4 x 0.1) + (0.5 x 0.46) ] x 111.1 ml = 52,217 ml

Jadi obat dicampur dengan air sampai 18 ml, lalu tambah dengan pelarut isotonis
sampai 52,217 ml.
VII.

Penimbangan

VII.1 Perhitungan
Jumlah sediaan yang dibuat adalah 10 ampul, masing – masing ampul volumenya 10 ml
Pada masing – masing bahan dilebihkan 10%
Perhitungan bahan yang digunakan untuk sediaan unjeksi teofilin 2,4% adalah :
1. Teofilin  2,4 %
12,4 gram x 100 ml = 2,4 gram ( untuk 10 ampul)
100 ml
10

x 2,4

= 0,24 gram

100
Total penimbangan = 2,4 gram + 0,24 gram = 2,64 gram
2. Etilendiamin  0,5 %
0,5 gram x 100 ml = 0,5 gram ( untuk 10 ampul)
100 ml
10

x 0,5

= 0,05 gram

100
Total penimbangan = 0,5 gram + 0,05 gram = 0,55 gram
3. NaCl  1%

1 gram x 0,5 = x
100 ml

52,217 ml
x = 0,522 gram (untuk 10 ampul)

10

x 0,522 gram

= 0,0522 gram

100
Total Penimbangan = 0,522 gram + 0,0522 gram = 0,5742 gram

4. Aqua Pro Injecto  ad 100
100% - (2,4% + 0,5% + 1%) = 96,1% = 96,1 ml
96,1 gram x 100 ml = 96,1 gram ≈ 96,1 ml (untuk 10 ampul)
100 ml
10

x 96,1 ml

= 9,61 ml

100
Total Pengukuran = 96,1 ml + 9,61 ml = 105,71 ml

VIII.

Penimbangan
Bahan

Kadar

Bobot 10 Ampul

Bobot 10 ampul + 10%

Teofilin

2,4 %

2,4 gram

2,64 gram

Etilendiamin

0,5 %

0,5 gram

0,55 gram

NaCl

1%

0,522 gram

0,5472 gram

Aqua Pro Injectio

Ad 100 %

96,1 ml

105,71 ml

IX.

Alat

No

Alat yang Dibutuhkan

Jumlah

1

Neraca

1

2

Gelas ukur 25 ml dan 100 ml

1

3

Autoklaf

1

4

Inkubator

1

5

Ampul

10

X.

Metode Sterilisasi
Larutan yang sudah jernih dimasukkan pada ampul tepat 10 mL kemudian ditutup

dengan pengelasan. Setelahnya ampul ditata rapi dalam wadah plastik dan disterilisasi
uap basah atau autoklav selama 20 menit pada suhu 121oC.
Proses sterilisasi dipilih sterilisasi dengan uap atau panas basah. Sterilisasi
bertujuan untuk menghilangkan semua bentuk mikroorganisme yang terdapat pada suatu
obyek. Sediaan injeksi harus memiliki nilai steril yang tepat tidak boleh kurang lebih
karena injeksi akan merobek jaringan kulit untuk dirobelk. Sterilisasi panas basah atau
uap akan menghasilkan tekanan dalam bejana pada suhu tinggi dan waktu tertentu. Uap
dibantu dengan tekanan akan masuk dalam sel dan mendenaturasi dengan adanya
koagulasi pada sel. Tekanan cairan sel yang rendah akan berpindah ke yang tinggi dna
mengakibatkan sel bakteri lisis atau pecah. Sterilisasi ini cocok untuk sediaan dalam
wadah gelas. Karena wadah gelas tidah mudah pecah dan tekanan uapnya dapat
menembus dinding kaca kemudian dengan mudah membunuh bakteri dalam larutan.
Selain itu larutan injeksi aminophyllin tidak rusak oleh panas bertekanan ini. Setelah
dilakukan sterilisasi, sediaan ampul dilakukan pengujian. Sehingga dapat dikatakan
bahwa metode sterilisasi yang digunakan adalah metode sterilisasi akhir.

XI.

Prosedur Pembuatan

Teofilin

-Ditimbang
sebanyak 2,64
gram

Aquadest

- Aq di ukur
sebanyak
105,71 ml
-Dididihkan

NACl
-Ditimbang di
beaker glass
0.5742 g
Hasil

Hasil
-Dilarutkan teofilin 2,64 g
kedalam aqua bebas CO2
sebanyak setengah dari
jumlah aqua bebas CO2
(52,855 ml)

Aq bebas

-Diaduk hingga larut dan
homogen
Hasil 1

-Diaduk hingga
larut dan
Hasil 2

-Dicampurkan dari larutan teofilin dengan
larutan NaCl
-Diaduk hingga homogen
-Ditambahkan Etilendiamine hingga larutan
jernih dan pH dari larutan 8.6 – 9.0

Hasil
Laruta

XII.

-Dilarutkan NaCl
dengan Aqua
bebas CO2
sebanyak
52,855 ml

Evaluasi Sediaan

1. Evaluasi partikulat dalam injeksi (FI IV, 751)
Tujuan : untuk memastikan tidak adanya partikulat dalam sediaan injeksi

Prinsip : uji memerlukan alat penghitungan elektronik partikel pengotor cairan yang
dilengkapi dengan sensor cahaya redup dengan alat untuk memasukkan contoh yang
sesuai .
Metode : dilakukan penetapan alat dan alat penghitungan pada ukuran 10-15
mikrometer. Dicampur larutan uji dengan membalikkan 25 kali dalam 10 detik.
Awaudarakan dengan ultrasonikasi ringan selama 30 detik atau dengan membiarkan
selama 2 menit. Kemudian lepaskan tutup. Aduk isi wadah perlahan-lahan dengan
menggoyang-goyangkan atau dengan alat mekanik. Ambil contoh langsung dari wadah
tiga kali berturut-turt setiap kali tidak kurang dari 5ml. Selesaikan penetapan dalam
waktu 5 menit. Ulangi prosedur yang sama dengan blanko.
2. Penetapan volume injeksi dalam wadah (FI IV, 451)
Tujuan : untuk menentukan volume injeksi dalam wadah
Prinsip : sediaan injeksi yang sudah di dalam wadah diukur kembali volumenya
menggunakan gelas ukur kering.
Metode : dipilih salah satu wadah (karena volumenya 10ml), diambil isi tiap wadah
dengan alat suntik hipodermik kering dengan ukuran tidak lebih dari 2 kali volume
yang diukur dengan jarum suntik no 21 dengan panjang tidak kurang dari 2,5 cm.
dikeluarkan gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik serta pindahkan isi
dalam alat suntik tanpa mengosongkan bagian jarum ke dalam gelas ukur kering yang
telah dikalibrasi 10ml sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya
40% dari 10ml.
Penafsiran hasil : volume injeksi dalam wadah diantara 4ml-10ml
3. Uji Pirogen (Depkes RI, 1995)
Tujuan : Untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh
pasien pada pemberian sediaan injeksi.
Metode : Digunakan kelinci dewasa yang sehat sebagai subjek yang diuji, pengukuran
yang dilakukan meliputi pengukran kenaikian suhu tubuh setelah penyuntikan larutan
uji. Alat suntik, jarum, dan alat kaca dipanaskan pada suhu 250°C selama tidak krang

dari 30 menit. Alat pengukur suhu yang digunakan yang teliti seperti termometer klinik
atau termistor atau alat sejenis yang telah dikalibrasi.
Pengujian dilakukan dalam ruang terpisah yang khusus untuk uji pirogen dan dengan
kondisi lingkungan yang sama. Apabila pengujian menggunakan termistor maka kelinci
dimasukkan dalam kotak penyekap sedemikian rupa sehingga kelinci tertahan dengan
letak leher yang longgar sehingga dapat duduk dengan bebas. Disuntikakan larutan uji
melalui vena tepi telinga dan dilakukan selama 10 menit. Alat pengukur suhu
dimasukkan ke dalam anus kelinci tidak kurang dari 7,5 cm, dan direkam suhu berturut
– turut antara jam ke-1 dan ke-3 setelah penyuntikan dengan selang waktu 30 menit.
Penafsiran Hasil: Sedian memenuhi syarat apabila kelinci tidak menunjukkan kenaikan
suhu 0,5° atau lebih. Jika ada kelinci yang menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih
dilanjutkan pengujuan dengan menggunakan 5 ekor kelinci , jika tidak lebih dari 2 ekor
dari 8 ekor kelinci masing – masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih dan
jumlah kenaikan suhu 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3° sediaan dinyatakan memenuhi
syarat bebas pirogen.
4. Uji Kejernihan Larutan (Langille, Stephen, 2015)
Tujuan : Untuk mengetahui bahwa sediaan jernih dan benar – benar bebas dari partikel
– partikel kecil yang dapat terlihat oleh mata.
Metode : Pemeriksaan dilakukan secara visual di bawah penerangan cahaya yang baik,
dan berlatar belakang warna hitam. Dan dipastikan bahwa sediaan benar – benar jernih
dan tidak ada partikel – partikel yang terlihat.
Penafsiran Hasil : Sediaan jernih dan tidak ada partikel – pertikel kecil yang dapat
terlihat oleh mata.
5.

Uji keseragaman bobot dan volume (FI III Hal 767)
Tujuan : untuk memastikan dan menentukan kadar bobot jenis dalam sediaan sama
Prinsip : Bobot dari tiap sedian di timbang dengan menggunakan piknometer
Metode : Bobot per milliliter suatu cairan adalah bobot dalam gram per ml zat cair pada
suhu 20 C yang ditimbang di udara. Bobot per mili zat cair dalam g dihitung dengan
membagi bobot zat cair ke dalam g yang mengisi piknometer pada suhu 20 C dengan

kapasitas piknometer dalam ml. pada suhu 20 C. kapasitas piknometer ditetapkan
dengan dasar bobot satu liter pada suhu 20 C adalah 99,18 g jika ditimbang di udara.
Untuk harga bobot per ml yang dinyatakan dalam farmakope. Penyimpanan kerapatan
udara boleh diabaikan
Penafsiran hasil : Sediaan injeksi memiliki bobot jenis yang sama.
6.

Uji kebocoran wadah ( Langille, Stephen, 2015)
Tujuan

: Untuk memastikan tidak adanya kebocoran pada wadah sediaan

Prinsip

: Memasukan sediaan beserta wadahnya ke dalam wadah yang berisi

metilen blue
Metode

: Pada pembuatan kecil-kecilan dapat dilakukan secara visual, namun

untuk skala pabrik tidak dapat dilakukan secara visua. Wadah – wadah takaran tunggal
yang masih panas setelah di sterilkan di masukan ke dalam larutan metilen biru 0,1%.
Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen biru akan masuk kedalam karena
perbedaan tekanan dari luar dan di dalam wadah, cara ini tidak dapat dilakuakan untuk
cairan sedian yang berwarna. Wadah takaran tunggal di sterilkan terbalik jika ada
kebocoran maka larutan ini akan keluar dari wadah.
Penafsiran hasil : tidak ada kebocoran pada wadah sediaan.
7. Evaluasi pH (FI IV, hal. 1039).
Prinsip: Pengukuran pH sediaan dengan menggunakan kertas pH meter
Tujuan : Untuk dapat menentukan pH dari sediaan
Metode :Penetapan pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH meter. Yakni kertas
pH meter dicelupkan ke dalam sediaan kemudian dicocokkan kertas pH dengan
indikatornya sehingga diperoleh pH akhir.
Penafsiran hasil : Sediaan injeksi yang dihasilkan akan memiliki pH 8.6 – 9.0

8. Uji Sterilitas

Tujuan : untuk mengetahui apakah sediaan injeksi memiliki nilai sterilitas yang sesuai
dengan ketentuan monografi atau tidak
Prinsip : dilakukan inkubasi cairan uji dengan media uji dan dilakukan inkubasi selama
14 hari dengan metode inoculasi langsung atau penyaringan.
Metode: diambil sejumlah volume larutan uji, diinoculasi langsung pada media uji dan
dilakukan inkubasi selama 14 hari
Penafsiaran hasil : sediaan steril dengan hasil mikroba yang terhitung pada media uji
sesuai dengan batas yang ditetapkan.
9. Uji Endotoxin Bakteri (FI IV, hal 201)
Tujuan : memperkirakan kadar endotoxin bakteri yang mungkin ada dalam bahan uji
Prinsip : dilakukan dengan menggunakan LAL yang diperoleh dari ekstrak air amebosit
dalam kepiting landam kuda, Limulus Polyphemus dibuat khusus sebagai pereaksi LAL
untuk pembentukan jendal-gel. Penetapan titik akhir dilakukan dengan membandingkan
secara langsung enceran dari zat uji dengan enceran endotoxin baku dan jumlah endotoxin
dinyatakan dalam unit endotoxin (UE).
Metode : masukan ke dalam tabung reaksi 10 mm x 75 mm sejumlah volume yang telah
ditentukan dari control negative, kadar baku endotoxin specimen dan control sediaan
positive.

Ditambahkan

pereaksi

LAL

yang

telah

dikonstitusi.

Dicampur

specimen/campuran pereaksi LAL. Diinkubasi dalam penangas air. Dicatat waktu inkubasi
masing-masing tabung. Inkubasi masing-masing tabung selama 60 menit kurang lebih 2
menit pada suhu 370C ± 10C. Titik reaksi positif ditandai dengan terbentuknya gel yang
stabil dan akan tetap melekat pada dasar tabung pada saat dibalikan 1800.
Penafsiran hasil : tidak terbentuknya gel.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. United State Pharmacopeia. US
Depkes RI, 1979. FARMAKOPE INDONESIA EDISI III. Jakarta ; Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI, 1995. FARMAKOPE INDONESIA EDISI IV. Jakarta ; Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Langille, Stephen, 2015. Particulate Matter in Injectable Drug Products. PDA
Journal of Pharmaceutical Science and Technology.