MAKALAH KAITAN MEMBACA DENGAN KARYA SAST
KAITAN MEMBACA DENGAN KARYA SASTRA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia di Kelas Tinggi
Dosen Pengampu : Drs. Suwandi, M.Pd.
Oleh :
1. Kholifah
2. Orkama Dwi Septiandri
3. Dian Aprilianingtyas
(1401412183)
(1401412232)
(1401412452)
Rombel 5D
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR ( PGSD )
UNIT PELAKSANA PROGRAM TEGAL
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul
“Kaitan Membaca dengan Karya Sastra” guna memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia di Kelas Tinggi semester V jurusan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini dapat
terselesaikan, berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang terkait.
Maka dari itu saya menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya
kepada Bapak Drs. Suwandi, M.Pd selaku dosen Pendidikan Bahasa & Sastra
Indonesia di Kelas Tinggi yang telah membimbing saya dan teman – teman yang
senantiasa sudah membantu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu kami mengharapkan masukan atau saran dan kritik yang membangun guna
perbaikan dan penyempurnaan selanjutnya. Kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat menambah pengetahuan kita.
Oktober 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
2
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................
A. Sastra Anak-anak dan Pengembangan Keberwacanaan............................3
B. Awal Keberwacanaan................................................................................4
C. Fungsi Sastra Anak-anak dalam Pengembangan Keberwacanaan............5
BAB III PENUTUP....................................................................................................
A. Simpulan...................................................................................................8
B. Saran..........................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................9
3
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membaca merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan seorang
siswa. Tanpa kegiatan membaca, dapat menghambat terwujudnya cita-cita
untuk maju, sejahtera, dan bahagia. Agar dapat menambah wawasan, dan
pengetahuan tidak bisa hanya membaca tetapi harus mengerti dan memahami
isi dari suatu bacaan.
Membaca merupakan suatu proses membangun pemahaman dari teks yang
tertulis (Smith, 1988). Membaca merupakan suatu ketrampilan yang kompleks
yang melibatkan serangkaian ketrampilan yang lebih kecil lainnya
(Ahuja,1999:13). Membaca pada hakikatnya adalah proses decoding oleh
penerima pesan, yaitu proses memaknai bentuk-bentuk bahasa tertulis
sehingga pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan dapat diterima secara
utuh.
Sastra adalah bentuk kreasi imajinatif dengan paparan bahasa tertentu yang
menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman dan pengalaman
tertentu, dan mengandung nilai estetika tertentu yang bisa dibuat oleh orang
dewasa ataupun anak-anak.
Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen
keterampilan berbahasa dan keterampilan bersastra yang saling terkait yitu
meliputi aspek-aspek: (1) mendengarkan, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4)
menulis (Sufanti, 2010: 13).
Sastra disampaikan melalui kegiatan apresiasi satra. Dalam melaksanakan
apresiasi satra kita dapat melakukan beberapa kegiatan salah satunya kegiatan
apresiasi langsung yaitu membaca.
Sastra berfungsi menghibur dan sekaligus mendidik, sehingga paling
sedikit yang diperoleh dari sastra yaitu memahami kebutuhan akan kepuasan
pribadi dan pengembangan kemampuan bahasa. Kepuasan pribadi setelah
membaca karya sastra sangat penting, artinya selain mereka diminta
menguasai keterampilan membaca selanjutnya karya sastra juga berfungsi
mengembangkan wawasan.
2
Dalam fungsi karya sastra dalam mengembangkan kemampuan berbahasa
dapat disebut sebagai nilai pendidikan. Banyak hasil pendidikan yang
menunjukan keefektipan karya sastra dalam mengembangkan kemahiran
berbahasan. Oleh karena itu penulis mengkaji “ Kaitan Membaca dengan
Karya sastra” untuk mengetahui keterkaitan sastra dengan kemampuan
berbahasa khususnya membaca.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiman keterkaitan membaca dengan karya sastra ?
C. Tujuan
1. Guru atau mahasiswa calon guru dapat mengetahui keterkaitan membaca
dengan karya satra.
2. Guru atau mahasiswa calon guru merancang pembelajaran secara efisien
dengan mengetahui kaitan membaca dengan karya sastra.
BAB II
PEMBAHASAN
Membaca adalah komunikasi interaktif yang meliputi latar belakang
pengalaman, bahasa dan suatu organisasi gagasan gagasan (Harjasujana 1987:34).
Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa membaca itu bukan kgiatan pasif,
karena pada saat membaca terjadi proses saling mempengaruhi antara latar
belakang pengalaman pembaca, bahasa, dan organisasi gagasan yang
dikemukakan penulis.
Sastra berfungsi menghibur dan sekaligus juga mendidik, sehingga
paling sedikit ada dua nilai yang diperoleh dari sastra yaitu memahami kebutuhan
akan kepuasan pribadi dan pengembangan kemampuan berbahasa. Kepuasan
pribadi yang diperoleh oleh anak-anak setelah membaca karya sastra sangat
penting artinya, sebelum mereka diminta untuk menguasai keterampilan
membaca. Keberhasilan kegiatan membaca tidak mungkin dapat dicapai apabila
anak-anak tidak tertarik pada bacaan yang mereka baca karena tidak memberikan
pengalaman yang menyenangkan. Selanjutnya karya sastra juga berfungsi
memberikan penguatan pada kemampuan berpikir naratif, karena pada umumnya
karya sastra berbentuk cerita bersifat naratif. Karya sastra juga berfungsi
mengembangkan wawasan. Wawasan inilah yang mengembangkan pemahaman
3
akan kehidupan, yang benar-benar dapat membuat pembaca mencapai kehidupan,
yang benar-benar dapat membuat pembaca mencapai kematangan pribadi. Karya
sastra juga membuat pembaca emperoleh pengalaman universal. Dengan
membandingkan cerita yang dibaca dengan cerita-cerita yang lain atau dengan
pengalaman hidup sebenarnya, dan dengan menemukan cara hidup bersama dalam
berbagai fenomena kehidupan, pembaca dapat memperoleh pengalaman yang
bersifat universal (Huck dan Scott).
Fungsi karya sastra dalam mengembangkan kemampuan berbahasa
dapat disebut sebagai nilai pendidikan. Banyak hasil pendidikan yang
menunjukkan keefektifan karya sastra dalam mengembangkan kemahiran
berbahasa. Misalnya Sokolski, dkk., menemukan bahwa buku bergambar yang
baik dapat merangsang pengungkapan pikiran dan perasaan anak secara lisan.
Lehman juga menemukan bahwa pembelajaran berdasarkan karya sastra membina
hubungan sosial antarmurid dan antarmurid dan guru.
Banyak sekali penelitian mengenai pembelajaran membaca
menggunakan karya sastra. Ditemukan bahwa anak-anak memperoleh nilai yang
lebih tinggi dalam tes kosakata dan pemahaman membaca dibandingkan dengan
anak-anak yang memperoleh pembelajaran membaca yang tidak berdasarkan
karya sastra.
A. Sastra Anak-anak dan Pengembangan Keberwacanaan
Keberwacanaan adalah kemampuan menggunakan membaca dan
menulis dalam menunaikan tugas-tugas yang bertalian dengan dunia kerja dan
kehidupan di luar sekolah. Dari pernyataan tersebut dapat dicirikan bahwa
keberwacanaan mengacu pada keterampilan membaca dan menulis secara
efektif. Pengembangan keterampilan membaca dan menulis telah diamanatkan
di dalam kurikulum Pendidikan Sekolah Dasar khususnya pada jenjang SD.
Melalui pendidikan di SD, siswa diharapkan memperoleh bekal kemampuan
membaca dan menulis. Dalam kaitan ini mata pelajaran bahasa Indonesia
mempunyai peran penting. Pelajaran bahasa Indonesia berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan berkomunikasi, mengungkapkan pikiran dan
perasaan melalui kegiatan membaca dan menulis.
Pemberian bekal kewacanaan sangat penting artiya bila dikaitka
dengan tuntutan pemilikan kemahirwacanaan dalam abad informasi.
Kemahirwacanaan akan terbentuk melalui pengembangan keberwacanaan,
4
melalui proses pengenalan berhadap wacana tulis, dan pembentukan kebiasaan
atau kegemaran berwacana secara intens yang dimulai secara formal sejak
uduk di kelas satu SD.
Pengembangan keberwacanaan dapat dilaksanakan melalui
pemanfaatan sastra anak-anak sebagai media pembelajaran membaca dan
menulis. Pemanfaatan ini didasarkan pada asumsi bahwa sastra dapat
mengembangkan bahasa anak. Secara khusus sastra dapat mengembangkan
kemampuan membaca dan menulis pada anak-anak.
Istilah keberwacanaan merupakan terjemahan “literacy” dalam
bahasa Inggris. Semula, literacy diartikan sebagai pengetahuan tentang cara
membaca (keberaksaraan) tetapi kemudian berubah karena tujuan yang
diharapkan bukan sekedar mengenai sekedar mengenal aksara atau tulisan.
Akan tetapi lebih luas dari itu, literacy mencakup kemampuan membaca dan
menulis.
Istilah keberwacanaan telah digunakan dalam berbagai cara. Para
guru memperkenalkan komputer pada anak SD dan mengembangkan
keberwacanaan komputer . Hirsch menyebut jenis keberwacanaan lain, yaitu
keberwacanaan budaya sebagai cara memperkenalkan anak pada gagasangagasan ideal dari budaya lama yang berpengaruh dan membentuk masyarakat
saat ini. Bagaimanapun, keberwacanaan adalah suatu alat atau sarana yang
dipakai untuk belajar tentang dunia dan untuk berperan serta secara penuh
dalam masyarakat.
B. Awal Keberwacanaan
Keberwacanaan adalah suatu proses yang dimulai sebelum
pendidikan dasar dan berlanjut ke masa dewasa. Keberwacanaan digunakan
pada saat anak berumur 5 tahun atau pada saat memasuki taman kanak-kanak
sebagai “persiapan” untuk pembelajaran membaca dan menulis yang akan
dimulai secara formal pada tingkat pertama.
Implikasi dari hal ini adalah bahwa dalam perkembangan anakanak ada saat-saat yang tepat untuk mengajari mereka membaca. Anak-anak
sendiri menunjukkan perilaku bahwa mereka dapat menceritakan kembali
cerita-cerita, dan isi surat, membuat suatu tulisan serta mendengarkan suatu
cerita yang dibacakan keras-keras kepada mereka. Beberapa anak bahkan
belajar membaca sendiri.
5
Perspektif tentang cara anak menjadi berwacana itulah yang disebut
awal keberwacanaan (emergent literacy). Kosep keberwacanaan telah meluas
meliputi aspek-aspek sosial dan budaya, pembelajaran bahasa, serta
pengalaman anak sekaligus pemahaman mereka tentang bahasa tulis yang
disertakan sebagai bagian dari awal keberwacanaan.
Teale dan Sulaby menggambarkan potret/sosok seorang anak kecil
sebagai pelajar keberwacanaan dengan karakteristik sebagai berikut.
1. Anak-anak sudah mulai belajar membaca dan menulis sejak dini.
2. Anak kecil mempelajari fungsi keberwacanaan melalui observasi dan
berperan serta dalam kehidupan nyata yang menggunakan membaca dan
menulis.
3. Kemampuan membaca dan menulis anak berkembang bersamaan dan
berhubungan melalui pengalamannya daam membaca dan menulis.
4. Anak belajar melalui pelibatan aktif dengan materi-materi wacana dengan
membangun pengertin mereka tentang membaca dan menulis.
Anak kecil dianggap sebagai pelajar aktif yang membentuk
pengetahuan tentang baca-tulis dengan dibantu oleh orang tua dan orang lain.
Para pemerhati tersebut membantu anak-anak dengan menunjukkan
keberwacanaan melalui membaca dan menulis, dengan cara terus memasok
materi-materi, dan dengan memberi kesempatan anak-anak untuk memasuki
dunia baca tulis. Lingkungan sekitar merupakan hal paling baik, tempat anak
memperoleh pengalaman membaca dan menulis dalam kehidupan sehari-hari
mereka dan dapat mengobservsi orang lain yang terlibat di dalam aktivitas
berwacana.
Berlangsungnya pemberwacanaan ditentukan oleh empat
komponen, Jalongo membedakan proses keberwacanaan atas empat elemen
umum, yaitu (1) pesan tekstual; (2) daya tawar; (3) bahasa digunakan untuk
eningkatkan bahasa, dan (4) pengambilan resiko. Pesan tekstual berarti bahwa
dalam pemberwacanaan, pesan tertulis tetap menjadi tujuan komunikasi.
Daya tawar berarti bahwa makna pesan tekstual dapat diinterprestasikan oleh
anak dan dipahami pembaca. Bahasa digunakan untuk meningkatkan
kemampuan berbahasa untuk menjelaskan pesan. Pengambilan risiko ketika
anak menerima tantangan baru dalam berbahasa.
C. Fungsi Sastra Anak-anak dalam Pengembangan Keberwacanaan
6
Menurut Oemar Jati (1987) pengajaran sastra sekurang kurangnya
mengandung empat manfaat yaitu:
1. Mengembangkan keterampilan bahasa (4 komponen)
2. Menambah pengetahuan siswa terutama tentang kebudayaan sendiri
3. Mengembangkan kemampuan indrawi, nalar, dan kemampuan afektif
serta meningkatkan kesadaran social dan imani dalam jalinan yang saling
berhubungan
4. Membina watak siswa yakni mengasah kepekaan terhadap nilai nilai
hidup dalam masyarakat.
5. Tujuan pokok strategi adalah memberi kemudahan belajar sehingga
terdapat perhatian atau penekanan khusus kepada pihak pembelajar.
Sastra dapat mengembangkan kemampuan membaca anak.
Penelitian Thorndike tentang membaca di berbagai negara menunjukkan
bahwa membaca untuk anak (reading aloud) merupakan faktor penting dalam
belajar membaca pada anak. Membacakkan cerita atau puisi pada anak dapat
menggerakkan minat anak dalam membaca. Saat anak menikmati buku yang
dibacakan, mereka akan termotivasi untuk membaca buku-buku yang lain dari
pengarang yang sama atau dengan tema yang sama.
Menyimak cerita juga dapat memotivasi anak untuk mulai belajar
membaca. Anak-anak dapat belajar bahwa membaca memberikan kesenangan
dan mereka akan belajar sendiri. Menyimak cerita dapat memperkenalkan
anak pada pola-pola bahasa dan mengembangkan kosakata serta maknanya.
Pengetahuan tentang struktur cerita dan kemampuan
mengantisipasi apa yang aka dilakukan tokoh dapat membantu anak
memprediksi melakukan dan menentukan makna cerita yang dibacanya. Lebih
banyak pengalaman anak dengan sastra, lebih besar pula kemampuan anak
dalam menangkap makna cerita dan memprediksi apa yang akan terjadi.
Penelitian Hepler terhadap perilaku membaca anak dalam program
pengajaran dengan sastra sebagai landas tumpu di kelas 5 dan 6 selama satu
tahun menghasilkan temuan bahwa anak-anak tersebut membaca sekitar 45
buku dengan rentangan 25-122 buku. Temuan tersebut dapat membandingkan
dengan program membaca dasariah yang hanya memungkinkan membaca
buku bacaan tidak lebihdari 10 buku per anak per tahun. Hanya dengan
membaca buku dalam jumlah cukup banyak kelancaran membaca dapat
terwujud.
7
Melalui penelitian longitudinal selama empat tahun. Milis
melaporkan temuan bahwa anak kelas 4 yang membaca atau menyimak
kemudian mendiskusikan sastra anak-anak sebagai landas tumpu, secara
signifikan memiliki skor lebih tinggi dalam menulis bebas daripada anak
dalam kelompok kontrol yang tidak menggunakan sastra dengan cara tersebut.
Anak mempelajari cara menulis dan mendengarkan, dan mendiskusikan sastra
bermutu.
Diane DeFord yang telah meneliti tulisan anak kelas 1-3
menunjukkan pengaruh metode dan teks pada tulisan anak-anak. Dalam
kelompok sastra, anak menghasilkan bentuk-bentuk keragaman sastra yang
lebih luas, melibatkan cerita, buku informasi, lagu, puisi, dan laporan surat
kabar.
Isi cerita anak juga merefleksikan sastra yang telah mereka dengar.
Secara sadar atau tidak, anak memungt kata-kata frase-frase, unsur plot,
bahkan pola-pola (intonasi) dialog dari buku-buku yang mereka kenal.
Peran membaca juga cukup signifikan dalam pengembangan
menulis. Smith menyatakan pengembangan komposisi dalam menulis tidak
dapat dikembangkan dalam menulis saja tetapi menuntut aktivitas membaca
dan kegemaran membaca. Hanya dari bahasa tulis orang lain, anak-anak dapat
mengamati dan memahami konvensi serta gagasan secara bersama-sama
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dengan membaca karya sastra dapat memenuhi kepuasan pribadi
dikarenakan sastra berfungsi menghibur dan sekaligus juga mendidik,
sehingga paling sedikit ada dua nilai yang diperoleh dari sastra yaitu
memahami kebutuhan akan kepuasan pribadi dan pengembangan kemampuan
berbahasa.
Keberhasilan kegiatan membaca tidak mungkin dapat dicapai apabila
anak-anak tidak tertarik pada bacaan yang mereka baca karena tidak
memberikan pengalaman yang menyenangkan. Melalui satra anak menjadi
8
lebih termotivasi untuk membaca karena bahan bacaannya sesuai dengan
minat mereka.
Jadi kegiatan membaca dengan karya sastra sangat berkaitan erat, saling
berhubungan dan saling berpengaruh.
B. Saran
Pembaca pada khususnya guru atau mahasiswa calon guru diharapakn
dapat menerapakan pengetahuan dan pemahamannya tentang keterkaitan
membaca dengan karya satra dalam melaksanakan pembelajaran agar
pembelajaran bahasa Indonesia menjadi lebih efektif, efisien dan tercapainya
tujuan dengan optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Rofi’uddin, Ahmad, Darmiyati Zuhdi. 2002. Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di Kelas Tinggi. Malang: Universitas Negeri Malang.
http://cutebeee.blogspot.com/2010/10/pengajaran-membaca-dan-sastra-di-sd.html
[diakses pada tanggal 20 Oktober 2014].
http://tyok-profilq.blogspot.com/2010/01/membaca-dan-sastra-anak.html [diakses
pada tanggal 20 Oktober 2014]
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia di Kelas Tinggi
Dosen Pengampu : Drs. Suwandi, M.Pd.
Oleh :
1. Kholifah
2. Orkama Dwi Septiandri
3. Dian Aprilianingtyas
(1401412183)
(1401412232)
(1401412452)
Rombel 5D
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR ( PGSD )
UNIT PELAKSANA PROGRAM TEGAL
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul
“Kaitan Membaca dengan Karya Sastra” guna memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia di Kelas Tinggi semester V jurusan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini dapat
terselesaikan, berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang terkait.
Maka dari itu saya menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya
kepada Bapak Drs. Suwandi, M.Pd selaku dosen Pendidikan Bahasa & Sastra
Indonesia di Kelas Tinggi yang telah membimbing saya dan teman – teman yang
senantiasa sudah membantu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu kami mengharapkan masukan atau saran dan kritik yang membangun guna
perbaikan dan penyempurnaan selanjutnya. Kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat menambah pengetahuan kita.
Oktober 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
2
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................
A. Sastra Anak-anak dan Pengembangan Keberwacanaan............................3
B. Awal Keberwacanaan................................................................................4
C. Fungsi Sastra Anak-anak dalam Pengembangan Keberwacanaan............5
BAB III PENUTUP....................................................................................................
A. Simpulan...................................................................................................8
B. Saran..........................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................9
3
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membaca merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan seorang
siswa. Tanpa kegiatan membaca, dapat menghambat terwujudnya cita-cita
untuk maju, sejahtera, dan bahagia. Agar dapat menambah wawasan, dan
pengetahuan tidak bisa hanya membaca tetapi harus mengerti dan memahami
isi dari suatu bacaan.
Membaca merupakan suatu proses membangun pemahaman dari teks yang
tertulis (Smith, 1988). Membaca merupakan suatu ketrampilan yang kompleks
yang melibatkan serangkaian ketrampilan yang lebih kecil lainnya
(Ahuja,1999:13). Membaca pada hakikatnya adalah proses decoding oleh
penerima pesan, yaitu proses memaknai bentuk-bentuk bahasa tertulis
sehingga pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan dapat diterima secara
utuh.
Sastra adalah bentuk kreasi imajinatif dengan paparan bahasa tertentu yang
menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman dan pengalaman
tertentu, dan mengandung nilai estetika tertentu yang bisa dibuat oleh orang
dewasa ataupun anak-anak.
Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen
keterampilan berbahasa dan keterampilan bersastra yang saling terkait yitu
meliputi aspek-aspek: (1) mendengarkan, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4)
menulis (Sufanti, 2010: 13).
Sastra disampaikan melalui kegiatan apresiasi satra. Dalam melaksanakan
apresiasi satra kita dapat melakukan beberapa kegiatan salah satunya kegiatan
apresiasi langsung yaitu membaca.
Sastra berfungsi menghibur dan sekaligus mendidik, sehingga paling
sedikit yang diperoleh dari sastra yaitu memahami kebutuhan akan kepuasan
pribadi dan pengembangan kemampuan bahasa. Kepuasan pribadi setelah
membaca karya sastra sangat penting, artinya selain mereka diminta
menguasai keterampilan membaca selanjutnya karya sastra juga berfungsi
mengembangkan wawasan.
2
Dalam fungsi karya sastra dalam mengembangkan kemampuan berbahasa
dapat disebut sebagai nilai pendidikan. Banyak hasil pendidikan yang
menunjukan keefektipan karya sastra dalam mengembangkan kemahiran
berbahasan. Oleh karena itu penulis mengkaji “ Kaitan Membaca dengan
Karya sastra” untuk mengetahui keterkaitan sastra dengan kemampuan
berbahasa khususnya membaca.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiman keterkaitan membaca dengan karya sastra ?
C. Tujuan
1. Guru atau mahasiswa calon guru dapat mengetahui keterkaitan membaca
dengan karya satra.
2. Guru atau mahasiswa calon guru merancang pembelajaran secara efisien
dengan mengetahui kaitan membaca dengan karya sastra.
BAB II
PEMBAHASAN
Membaca adalah komunikasi interaktif yang meliputi latar belakang
pengalaman, bahasa dan suatu organisasi gagasan gagasan (Harjasujana 1987:34).
Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa membaca itu bukan kgiatan pasif,
karena pada saat membaca terjadi proses saling mempengaruhi antara latar
belakang pengalaman pembaca, bahasa, dan organisasi gagasan yang
dikemukakan penulis.
Sastra berfungsi menghibur dan sekaligus juga mendidik, sehingga
paling sedikit ada dua nilai yang diperoleh dari sastra yaitu memahami kebutuhan
akan kepuasan pribadi dan pengembangan kemampuan berbahasa. Kepuasan
pribadi yang diperoleh oleh anak-anak setelah membaca karya sastra sangat
penting artinya, sebelum mereka diminta untuk menguasai keterampilan
membaca. Keberhasilan kegiatan membaca tidak mungkin dapat dicapai apabila
anak-anak tidak tertarik pada bacaan yang mereka baca karena tidak memberikan
pengalaman yang menyenangkan. Selanjutnya karya sastra juga berfungsi
memberikan penguatan pada kemampuan berpikir naratif, karena pada umumnya
karya sastra berbentuk cerita bersifat naratif. Karya sastra juga berfungsi
mengembangkan wawasan. Wawasan inilah yang mengembangkan pemahaman
3
akan kehidupan, yang benar-benar dapat membuat pembaca mencapai kehidupan,
yang benar-benar dapat membuat pembaca mencapai kematangan pribadi. Karya
sastra juga membuat pembaca emperoleh pengalaman universal. Dengan
membandingkan cerita yang dibaca dengan cerita-cerita yang lain atau dengan
pengalaman hidup sebenarnya, dan dengan menemukan cara hidup bersama dalam
berbagai fenomena kehidupan, pembaca dapat memperoleh pengalaman yang
bersifat universal (Huck dan Scott).
Fungsi karya sastra dalam mengembangkan kemampuan berbahasa
dapat disebut sebagai nilai pendidikan. Banyak hasil pendidikan yang
menunjukkan keefektifan karya sastra dalam mengembangkan kemahiran
berbahasa. Misalnya Sokolski, dkk., menemukan bahwa buku bergambar yang
baik dapat merangsang pengungkapan pikiran dan perasaan anak secara lisan.
Lehman juga menemukan bahwa pembelajaran berdasarkan karya sastra membina
hubungan sosial antarmurid dan antarmurid dan guru.
Banyak sekali penelitian mengenai pembelajaran membaca
menggunakan karya sastra. Ditemukan bahwa anak-anak memperoleh nilai yang
lebih tinggi dalam tes kosakata dan pemahaman membaca dibandingkan dengan
anak-anak yang memperoleh pembelajaran membaca yang tidak berdasarkan
karya sastra.
A. Sastra Anak-anak dan Pengembangan Keberwacanaan
Keberwacanaan adalah kemampuan menggunakan membaca dan
menulis dalam menunaikan tugas-tugas yang bertalian dengan dunia kerja dan
kehidupan di luar sekolah. Dari pernyataan tersebut dapat dicirikan bahwa
keberwacanaan mengacu pada keterampilan membaca dan menulis secara
efektif. Pengembangan keterampilan membaca dan menulis telah diamanatkan
di dalam kurikulum Pendidikan Sekolah Dasar khususnya pada jenjang SD.
Melalui pendidikan di SD, siswa diharapkan memperoleh bekal kemampuan
membaca dan menulis. Dalam kaitan ini mata pelajaran bahasa Indonesia
mempunyai peran penting. Pelajaran bahasa Indonesia berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan berkomunikasi, mengungkapkan pikiran dan
perasaan melalui kegiatan membaca dan menulis.
Pemberian bekal kewacanaan sangat penting artiya bila dikaitka
dengan tuntutan pemilikan kemahirwacanaan dalam abad informasi.
Kemahirwacanaan akan terbentuk melalui pengembangan keberwacanaan,
4
melalui proses pengenalan berhadap wacana tulis, dan pembentukan kebiasaan
atau kegemaran berwacana secara intens yang dimulai secara formal sejak
uduk di kelas satu SD.
Pengembangan keberwacanaan dapat dilaksanakan melalui
pemanfaatan sastra anak-anak sebagai media pembelajaran membaca dan
menulis. Pemanfaatan ini didasarkan pada asumsi bahwa sastra dapat
mengembangkan bahasa anak. Secara khusus sastra dapat mengembangkan
kemampuan membaca dan menulis pada anak-anak.
Istilah keberwacanaan merupakan terjemahan “literacy” dalam
bahasa Inggris. Semula, literacy diartikan sebagai pengetahuan tentang cara
membaca (keberaksaraan) tetapi kemudian berubah karena tujuan yang
diharapkan bukan sekedar mengenai sekedar mengenal aksara atau tulisan.
Akan tetapi lebih luas dari itu, literacy mencakup kemampuan membaca dan
menulis.
Istilah keberwacanaan telah digunakan dalam berbagai cara. Para
guru memperkenalkan komputer pada anak SD dan mengembangkan
keberwacanaan komputer . Hirsch menyebut jenis keberwacanaan lain, yaitu
keberwacanaan budaya sebagai cara memperkenalkan anak pada gagasangagasan ideal dari budaya lama yang berpengaruh dan membentuk masyarakat
saat ini. Bagaimanapun, keberwacanaan adalah suatu alat atau sarana yang
dipakai untuk belajar tentang dunia dan untuk berperan serta secara penuh
dalam masyarakat.
B. Awal Keberwacanaan
Keberwacanaan adalah suatu proses yang dimulai sebelum
pendidikan dasar dan berlanjut ke masa dewasa. Keberwacanaan digunakan
pada saat anak berumur 5 tahun atau pada saat memasuki taman kanak-kanak
sebagai “persiapan” untuk pembelajaran membaca dan menulis yang akan
dimulai secara formal pada tingkat pertama.
Implikasi dari hal ini adalah bahwa dalam perkembangan anakanak ada saat-saat yang tepat untuk mengajari mereka membaca. Anak-anak
sendiri menunjukkan perilaku bahwa mereka dapat menceritakan kembali
cerita-cerita, dan isi surat, membuat suatu tulisan serta mendengarkan suatu
cerita yang dibacakan keras-keras kepada mereka. Beberapa anak bahkan
belajar membaca sendiri.
5
Perspektif tentang cara anak menjadi berwacana itulah yang disebut
awal keberwacanaan (emergent literacy). Kosep keberwacanaan telah meluas
meliputi aspek-aspek sosial dan budaya, pembelajaran bahasa, serta
pengalaman anak sekaligus pemahaman mereka tentang bahasa tulis yang
disertakan sebagai bagian dari awal keberwacanaan.
Teale dan Sulaby menggambarkan potret/sosok seorang anak kecil
sebagai pelajar keberwacanaan dengan karakteristik sebagai berikut.
1. Anak-anak sudah mulai belajar membaca dan menulis sejak dini.
2. Anak kecil mempelajari fungsi keberwacanaan melalui observasi dan
berperan serta dalam kehidupan nyata yang menggunakan membaca dan
menulis.
3. Kemampuan membaca dan menulis anak berkembang bersamaan dan
berhubungan melalui pengalamannya daam membaca dan menulis.
4. Anak belajar melalui pelibatan aktif dengan materi-materi wacana dengan
membangun pengertin mereka tentang membaca dan menulis.
Anak kecil dianggap sebagai pelajar aktif yang membentuk
pengetahuan tentang baca-tulis dengan dibantu oleh orang tua dan orang lain.
Para pemerhati tersebut membantu anak-anak dengan menunjukkan
keberwacanaan melalui membaca dan menulis, dengan cara terus memasok
materi-materi, dan dengan memberi kesempatan anak-anak untuk memasuki
dunia baca tulis. Lingkungan sekitar merupakan hal paling baik, tempat anak
memperoleh pengalaman membaca dan menulis dalam kehidupan sehari-hari
mereka dan dapat mengobservsi orang lain yang terlibat di dalam aktivitas
berwacana.
Berlangsungnya pemberwacanaan ditentukan oleh empat
komponen, Jalongo membedakan proses keberwacanaan atas empat elemen
umum, yaitu (1) pesan tekstual; (2) daya tawar; (3) bahasa digunakan untuk
eningkatkan bahasa, dan (4) pengambilan resiko. Pesan tekstual berarti bahwa
dalam pemberwacanaan, pesan tertulis tetap menjadi tujuan komunikasi.
Daya tawar berarti bahwa makna pesan tekstual dapat diinterprestasikan oleh
anak dan dipahami pembaca. Bahasa digunakan untuk meningkatkan
kemampuan berbahasa untuk menjelaskan pesan. Pengambilan risiko ketika
anak menerima tantangan baru dalam berbahasa.
C. Fungsi Sastra Anak-anak dalam Pengembangan Keberwacanaan
6
Menurut Oemar Jati (1987) pengajaran sastra sekurang kurangnya
mengandung empat manfaat yaitu:
1. Mengembangkan keterampilan bahasa (4 komponen)
2. Menambah pengetahuan siswa terutama tentang kebudayaan sendiri
3. Mengembangkan kemampuan indrawi, nalar, dan kemampuan afektif
serta meningkatkan kesadaran social dan imani dalam jalinan yang saling
berhubungan
4. Membina watak siswa yakni mengasah kepekaan terhadap nilai nilai
hidup dalam masyarakat.
5. Tujuan pokok strategi adalah memberi kemudahan belajar sehingga
terdapat perhatian atau penekanan khusus kepada pihak pembelajar.
Sastra dapat mengembangkan kemampuan membaca anak.
Penelitian Thorndike tentang membaca di berbagai negara menunjukkan
bahwa membaca untuk anak (reading aloud) merupakan faktor penting dalam
belajar membaca pada anak. Membacakkan cerita atau puisi pada anak dapat
menggerakkan minat anak dalam membaca. Saat anak menikmati buku yang
dibacakan, mereka akan termotivasi untuk membaca buku-buku yang lain dari
pengarang yang sama atau dengan tema yang sama.
Menyimak cerita juga dapat memotivasi anak untuk mulai belajar
membaca. Anak-anak dapat belajar bahwa membaca memberikan kesenangan
dan mereka akan belajar sendiri. Menyimak cerita dapat memperkenalkan
anak pada pola-pola bahasa dan mengembangkan kosakata serta maknanya.
Pengetahuan tentang struktur cerita dan kemampuan
mengantisipasi apa yang aka dilakukan tokoh dapat membantu anak
memprediksi melakukan dan menentukan makna cerita yang dibacanya. Lebih
banyak pengalaman anak dengan sastra, lebih besar pula kemampuan anak
dalam menangkap makna cerita dan memprediksi apa yang akan terjadi.
Penelitian Hepler terhadap perilaku membaca anak dalam program
pengajaran dengan sastra sebagai landas tumpu di kelas 5 dan 6 selama satu
tahun menghasilkan temuan bahwa anak-anak tersebut membaca sekitar 45
buku dengan rentangan 25-122 buku. Temuan tersebut dapat membandingkan
dengan program membaca dasariah yang hanya memungkinkan membaca
buku bacaan tidak lebihdari 10 buku per anak per tahun. Hanya dengan
membaca buku dalam jumlah cukup banyak kelancaran membaca dapat
terwujud.
7
Melalui penelitian longitudinal selama empat tahun. Milis
melaporkan temuan bahwa anak kelas 4 yang membaca atau menyimak
kemudian mendiskusikan sastra anak-anak sebagai landas tumpu, secara
signifikan memiliki skor lebih tinggi dalam menulis bebas daripada anak
dalam kelompok kontrol yang tidak menggunakan sastra dengan cara tersebut.
Anak mempelajari cara menulis dan mendengarkan, dan mendiskusikan sastra
bermutu.
Diane DeFord yang telah meneliti tulisan anak kelas 1-3
menunjukkan pengaruh metode dan teks pada tulisan anak-anak. Dalam
kelompok sastra, anak menghasilkan bentuk-bentuk keragaman sastra yang
lebih luas, melibatkan cerita, buku informasi, lagu, puisi, dan laporan surat
kabar.
Isi cerita anak juga merefleksikan sastra yang telah mereka dengar.
Secara sadar atau tidak, anak memungt kata-kata frase-frase, unsur plot,
bahkan pola-pola (intonasi) dialog dari buku-buku yang mereka kenal.
Peran membaca juga cukup signifikan dalam pengembangan
menulis. Smith menyatakan pengembangan komposisi dalam menulis tidak
dapat dikembangkan dalam menulis saja tetapi menuntut aktivitas membaca
dan kegemaran membaca. Hanya dari bahasa tulis orang lain, anak-anak dapat
mengamati dan memahami konvensi serta gagasan secara bersama-sama
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dengan membaca karya sastra dapat memenuhi kepuasan pribadi
dikarenakan sastra berfungsi menghibur dan sekaligus juga mendidik,
sehingga paling sedikit ada dua nilai yang diperoleh dari sastra yaitu
memahami kebutuhan akan kepuasan pribadi dan pengembangan kemampuan
berbahasa.
Keberhasilan kegiatan membaca tidak mungkin dapat dicapai apabila
anak-anak tidak tertarik pada bacaan yang mereka baca karena tidak
memberikan pengalaman yang menyenangkan. Melalui satra anak menjadi
8
lebih termotivasi untuk membaca karena bahan bacaannya sesuai dengan
minat mereka.
Jadi kegiatan membaca dengan karya sastra sangat berkaitan erat, saling
berhubungan dan saling berpengaruh.
B. Saran
Pembaca pada khususnya guru atau mahasiswa calon guru diharapakn
dapat menerapakan pengetahuan dan pemahamannya tentang keterkaitan
membaca dengan karya satra dalam melaksanakan pembelajaran agar
pembelajaran bahasa Indonesia menjadi lebih efektif, efisien dan tercapainya
tujuan dengan optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Rofi’uddin, Ahmad, Darmiyati Zuhdi. 2002. Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di Kelas Tinggi. Malang: Universitas Negeri Malang.
http://cutebeee.blogspot.com/2010/10/pengajaran-membaca-dan-sastra-di-sd.html
[diakses pada tanggal 20 Oktober 2014].
http://tyok-profilq.blogspot.com/2010/01/membaca-dan-sastra-anak.html [diakses
pada tanggal 20 Oktober 2014]