BAB I - Relasi Antara Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus: Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang menggunakan sistem demokrasi yang

  mengalami kebangkitannya pada awal reformasi, karena sebelumnya Indonesia merupakan sebuah Negara yang bertahan dalam sebuah rezim yang otoriter dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto selama tiga puluh dua tahun. Pengalaman yang terjadi pada masa Orde Baru memberi dampak yang sangat besar terhadap perubahan pemerintahan di Indonesia. Terlihat sejak berakhirnya pemerintahan Presiden Soeharto pada Mei 1998 pemerintahan Indonesia mengalami perubahan signifikan dalam sistem tata kelola pemerintahan.

  Perubahan itu terlihat dari dua proses politik yang berjalan simultan yaitu

  1

  desentralisasi dan demokratisasi . Desentralisasi memungkinkan berlangsungnya perubahan mendasar dalam karakteristik relasi kekuasaan daerah terhadap pusat.

  Relasi kekuasaan yang sebelumnya bersifat sentral dengan Jakarta sebagai poros yang mengemudikan arah dari sistem pemerintahan dan segala bentuk keputusan terhadap daerah (Top-Down), sekarang berganti dengan memberi kesempatan pada pemerintah daerah untuk memerintah dirinya sendiri (Down-Top). Hal ini 1 dilakukan karena adanya anggapan bahwa apabila daerah memerintah dirinya

  

AAGN Ari Dwipayana,Dkk. 2003. Membangun Good Governance di Desa.Yogyakarta: Institute for Research and Empowerment (IRE), hal.v sendiri maka akan dapat menggerakkan daerah untuk mengoptimalkan segala sumber daya yang dimiliki baik manusia maupun alam dalam rangka memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan sebagai upaya dalam mewujudkan tujuan negara yaitu mensejahterakan kehidupan rakyat. Perwujudan dari demokratisasi sangat jelas terlihat dari terbukanya corong-corong kebebasan dalam mengeluarkan pendapat dan berkumpul, serta kebebasan pers dalam melakukan eksplorasi pemeberitaan melalui media kepada masyarakat.

  Undang

  • – Undang no 22 tahun 1999 di set-up untuk sistem pemerintahan desa yang semula bersifat setralistis menjadi lebih demokratis. Dalam Undang- Undang ini terdapat hal yang berkaitan dengan otonomi daerah yangmana dalam pada pasal 1.h dikatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah, otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan.

  Pemerintahan Indonesia dibagi dalam daerah yang terbesar sampai yang terkecil, yaitu pemerintah tingkat I yang disebut provinsi, daerah tingkat II yang disebut kabupaten/kota, kemudian daerah pembantu administratif yang disebut kecamatan dan desa/kelurahan sebagai pemerintahan terkecil. Pengertian desa berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri no 17 Tahun 1997 ialah kesatuan organisasi pemerintahan yang terendah yang mempunyai batas tertentu, langsung dibawah Kecamatan, dan merupakan kesatuan masyarakat hukum yang berhak

  2 menyelenggarakan rumah tangganya .

  Hal ini senada dengan yang tertuang dalam undang-undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang menyebutkan bahwa desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berada di daerah Kabupaten. Fenomena ini secara tersirat juga dapat diartikan bahwa desa dengan pemerintahannya yang berhak mengurus kepentingannya bisa dikatakan sebagai kajian pemerintahan dan lokasi terkecil yang mempunyai hak untuk melakukan otonomi pada dirinya sendiri. Jadi secara tidak langsung desa bisa diibaratkan sebagai miniatur negara yang memerintah langsung dirinya sendiri serta pemimpin dan masyarakatnya mengalami persinggungan langsung dalam rangka setiap urusan terhadap negara.

  Perkembangan otonomi daerah ternyata tidak dapat berjalan dengan baik dikarenakan banyak hal, yaitu antara lain adalah ketidaksiapan dari sebuah desa dalam mengakomodir masyarakatnya untuk menjalankan pemerintahan di sebuah desa. Disamping itu terlihat bahwasannya masih ada desa yang belum dapat dikatakan matang dalam mengelola dan membenahi desa sesuai dengan standar yang ditentukan oleh pemerintah pusat. Hal ini tak jarang mengakibatkan sebuah 2 desa menjadi semakin terpuruk karena kemajuan dari beberapa desa yang

  Taliziduhu Ndraha, 1991.Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa.Jakarta: PT.Bumi Aksara, hal.3 memang berhasil dalam mengemudikan desa dan menjadi desa yang sukses dalam melaksanakan otonomi daerah itu sendiri. Tentu hal ini perlu menjadi tanggung jawab Negara dalam rangka menyelaraskan tingkat kemampuan para badan legislatif, eksekutif dan yudikatif pada tingkat desa, agar pemerintahan desa dapat berjalan dan memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai dengan harapan yang telah disiratkan dalam Undang

  • – Undang no 22 tahun 1999 tersebut. Desentralisasi yang diapresiasikan melalui otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan lembaga yang paling dekat

  3

  dengan masyarakat yaitu pemerintahan desa . Sehingga kualitas pemerintahan desa yang baik sangatlah penting untuk dijadikan acuan dalam kesuksesan pelaksanaan desentralisasi ini. Syamsudin dalam bukunya Etika Birokrasi & Akuntabilitas Sektor Publik seperti yang dikutip oleh Moch Solekhan menegaskan

  4

  bahwa kepemerintahan yang baik harus berorientasi pada dua hal, yaitu : (1) orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional yang mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen-elemen konstituen atau pemilihnya, seperti: legitimasi, akuntabilitas ekonomi dan devolusi kekuasaan kepada daerah, serta adanya jaminan mekanisme kontrol oleh masyarakat; (2) Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien melakukan upaya pencapaian tujuan nasional. Dalam menjalankan sebuah pemerintahan desa, yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya adalah seorang kepala desa yang dipilih langsung oleh 3 masyarakat desa dan dibantu oleh perangkat pemerintah desa yaitu sekretaris desa 4 Mubyarto,Dkk. 2000. Otonomi Masyarakat Desa. Yogyakarta: Aditya Media, hal.1

Solekhan Moch, 2012. Penyelenggaraan Pemerintah Desa. Malang: Setara Press (kelompok Penerbit

  Intrans), hal.1-2 yang merupakan pegawai negeri sipil dan kepala-kepala dusun. Adapun orang yang dapat dipilih menjadi kepala desa adalah penduduk Desa Warga Negara Indonesia (warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di desa yang bersangkutan dan memenuhi syarat-syarat untuk dipilih) yang pemilihannya

  5 diadakan dengan asas langsung, umum dan bebas, rahasia .

  Sesuai dengan isi dari undang-undang no 32 tahun 2004 bab XI tentang desa yang mengatakan bahwa selain pemerintah desa juga ada badan permusyawaratan desa yang merupakan wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat dengan fungsi sebagai mitra kepala desa dalam menampung aspirasi masyarakat dan sebagai kontrol terhadap pemerintah desa. Dimana sebelumnya pada undang-undang no 22 tahun 1999 disebut sebagai badan perwakilan desa yang berhak untuk mengadakan keberatan terhadap kepala desa dan dapat untuk memberi rujukan agar kepemimpinan kepala desa diganti.

  Pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa memiliki peran aktif dalam menentukan kebijakan dan peraturan desa yang dilakukan sebelumnya dengan menggunakan cara musyawarah dan mufakat bersama masyarakat. Termasuk juga dalam menentukan rencana pembangunan jangka menengah desa untuk periode lima tahun ataupun rencana kerja pembangunan desa.

5 C.S.T.Kansil,1988. Desa Kita Dalam Peraturan Tata Pemerintahan Desa.Jakarta: Ghalia Indonesia, hal.

  26-28

  Pemerintah merupakan mekanisme yang sangat kompleks, yang melibatkan proses dan institusi sebagai wahana warga dan kelompok masyarakat mengartikulasikan kepentingan, menjalankan hak dan kewajiban dan memediasi perbedaaan-perbedaan. Sebab itu pemerintah yang baik akan mengalokasikan sumber daya dan masalah publik secara efisien, memperbaiki kegagalan pasar, menyusun peraturan yang efektif dan menyediakan kebutuhan publik yang tidak

  6

  di suplai oleh pasar . Jika hal ini sudah dilaksanakan oleh sebuah pemerintahan maka akan terbentuk sebuah sistematika birokrasi yang berjalan dengan pemerintahan yang sering kita sebut dengan good governance (tata pemerintahan yang baik). Tata kelola pemerintahan yang baik ditandai dengan kemampuan berdiri sendiri untuk melakukan yang terbaik bagi daerah dan bagi kepentingan masyarakat. Pemerintahan yang baik berkaitan dengan kontribusi, pemberdayaan, keseimbangan peran antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.

  Desa Pohan Tonga yang menjadi objek dari penelitian ini merupakan sebuah desa yang sudah mulai dikatakan maju baik dalam informasi maupun teknologi. Desa Pohan Tonga sebagai salah satu desa yang berada di lingkup wilayah etnis batak ini masih memegang teguh apa yang menjadi faktor penting dalam kehidupan bermasyarakat dalam budaya batak, yaitu masih menerapkan dan ikut serta dalam mempertahankan dalihan natolu. Walaupun tidak sama dengan beberapa desa lain yang mengutamakan tentang apa yang menjadi hakikat 6 paling mendasar dari dalihan natolu serta merta mengaplikasikan dalihan natolu

Dede Mariana. & Caroline Paskarina. Demokrasi dan Politik Desentralisasi. Yokyakarta: Graha Ilmu, hal.

  157 terhadap sistem dan oknum didalam kepengurusan desa itu sendiri tetapi dalam praktik adat masyarakat Desa Pohan Tonga masih memegang teguh.

  Dalihan natolu merupakan adat istiadat yang dianut oleh orang batak

  7

  sebagai filosofi hidup , dikatakan dalihan natolu karena pada dasarnya norma terpenting dalam masyarakat adat batak ada tolu (tiga) hukum yang terutama yang harus dipatuhi. Isi dari dalihan natolu itu sendiri adalah somba mar hula-hula (patuh dan menghargai serta hormat kepada saudara laki-laki dari pihak ibu) elek

  marboru (tidak dapat memaksakan kehendak kepada pihak anak perempuan

  melainkan harus dengan perilaku yang membujuk) dan manat mardongan tubu (menghargai pihak yang semarga dengan pihak laki-laki), yang kemudian bagi banyak kalangan ditambah satu filosofi lagi yaitu paopat sihal-sihal (filosofi keempat) denggan marale-ale (dalam lingkungan sosialisai dengan sahabat haruslah saling menolong satu sama lain) .

  Pohan tonga sendiri merupakan desa yang tergolong luas. Hal ini dikarenakan penduduk yang menjadi anggota masyarakat berada pada posisi yang menyebar sampai pada pelosok desa yang kemudian terlihat bahwa seolah terjadi ketidakstrategisan wilayah yang mengakibatkan kewalahan bagi pemerintahan desa dalam mengakomodir serta melakukan pelayanan terhadap masyarakat. Disamping itu keberadaan kantor pelayanan desa yang tidak ada sebagai fasilitas 7 Desa Pohan Tonga berdampak pada segala urusan yang berkenaan dengan desa

  

Bungaran Antonius Simanjuntak. 2011. Pemikiran Tentang Batak, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, hal. 221 harus diselesaikan di rumah kepala desa yang telah dijadikan sebagai pengganti kantor kepala desa. Hal ini menjadi janggal karena kepala Desa Pohan Tonga berdomisili diluar dari wilayah Desa Pohan Tonga.

  Ketertarikan peneliti terhadap judul ini adalah karena desa merupakan pemerintahan terkecil yang merupakan keunikan sendiri yangmana desa langsung melakukan pemilihan umum dalam menentukan siapa yang akan memimpin mereka, dan pemimpin itu berwenang dalam wilayahnya sekaligus bersinggungan langsung dengan masyarakat. Hukum yang digunakan di desa adalah peraturan yang tersirat dalam adat istiadat. Desa juga diberi kewenangan dalam mengatur dirinya sendiri yang diwujudkan oleh otonomi desa.

  Dalam pembuatan sebuah kebijakan musyawarah menjadi andalan utama yang diwujudkan dalam pelaksanaan musrenbang. Sehingga peneliti beranggapan bahwa jika pemerintahan desa sudah mewujudkan serta menjalankan tata pemerintahan yang baik, maka pemerintahan suatu negara yang menjalankan sistem desentralisasi dipastikan sudah berada pada pengelolaan yang berada pada standar tata pemerintahan yang baik itu sendiri.

  Tata pemerintahan yang baik (Good Governance) memiliki standar tertentu dalam menilai sebuah desa dapat dikatakan telah menggunakannya. Ada sembilan karakteristik good governance yang diajukan oleh Joko Widodo dalam bukunya Good Governance (Telaah dari Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah) (2001) yang dikutip oleh

8 Moch Solekhan yaitu : participation, rule of law, transparancy, responsiveness,

  consensus orientation, equality, effectiveness and efficiency, accountability dan strategic vision . Dalam perwujudan tata pemerintahan yang baik tersebut yang

  menjadi pelaku dalam sektor aplikasinya adalah seluruh elemen pemerintahan serta seluruh masyarakat yang ada. Namun yang memegang kendali untuk mengarahkan serta yang bekerja dalam mewujudkannya adalah pemerintahan itu sendiri. Posisi kepala desa dapat ditetapkan dalam eksekutif serta badan permusyawaratan desa ditempatkan dalam badan legislatif. Sehingga kerjasama yang baik antara kedua pihak ini akan lebih menentukan arah pemerintahan desa tersebut.

B. Perumusan Masalah

  Berangkat dari pemaparan latar belakang masalah diatas terjadi polemik pemerintahan di Desa Pohan Tonga. Dimulai dari luas Desa Pohan Tonga serta keberadaan kantor kepala desa yang berada diluar wilayah desa menimbulkan prespektif yang berbeda bagi peneliti terhadap jalannya pemerintahan serta penerapan tata pemerintahan yang baik itu sendiri. Syarat yang menjadi standar dari tata pemerintahan yang baik yang akan peneliti lihat adalah tiga dari sembilan yang telah disebut diatas yaitu transparancy,accountability dan participation. Hal ini dikarenakan transparansi sebagai bentuk keterbukaan pemerintah desa dalam mengelola pemerintahan. Akuntabilitas pertanggungjawaban pemerintah dalam 8 setiap tindakan yang dilakukannya terkai dengan tugas pokok dan fungsinya.

  Opcit, Solekhan Moch, Hal.18 Partisipasi sebagai bentuk dari aksi dan reaksi yang dilakukan oleh masyarakat dalam berlangsungnya pemerintahan yang bisa dilihat dari peran masyarakat didalam sebuah musyawarah desa dalam merumuskan dan mengambil keputusan, bagaimana masyarakat dalam menanggapi jalannya pemerintahan serta seberapa banyak masukan dari masyarakat kepada pemerintah dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang baik.

  Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini yang menimbulkan pertanyaan besar adalah “ Bagaimana perwujudan tata pemerintahn yang baik di Desa Pohan Tonga sebagai hasil dari relasi yang berkaitan dengan kerjasama antara kepala desa dengan badan permusyawaratan desa?”

C. Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: Menggambarkan struktur pemerintahan desa sebagai pelaksana

   birokrasi di desa.

   Badan Permusyawaratan Desa dalam menjalankan pemerintahan desanya dalam prespektif good governance Untuk melihat bagaimana pemerintah desa memberi akses

  Melihat bentuk kerjasama pemerintah Desa Pohan Tonga dengan

   keterbukaan kinerjanya kepada masyarakat sebagai pertanggungjawaban pemerintah dalam mengelola desa dan bagaimana masyarakat desa melakukan partisipasinya dalam rangka menjalankan fungsi kontrol terhadap realisasi pemerintahan desa.

  D. Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat yang ingin didapat dari dilakukannya penelitian ini adalah: Dapat menggambarkan proses pelaksanaan transparansi dan

   akuntabilitas oleh pemerintah desa dan dapat menggambarkan proses partisipasi yang terjadi di Desa Pohan Tonga Dapat menggambarkan pelaksanaan otonomi daerah pada tingkat

   desa seperti bagaimana desa dalam mengatur pemerintahannya, bagaimana masyarakat dalam menentukan sebuah kebijakan, menjalankan kebijakan serta menikmati dan mengevaluasi kebijakan.

   mewujudkan asas desentralisasi dimana masyarakat sebagai penentu keputusan akan kebutuhan yang paling penting terhadap kemajuan dan perkembangan hidup mereka

  Dapat menggambarkan mengenai pelaksanaan pemerintah yang

  E. Kerangka Teori

  Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang penulis perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari

  9

  segi mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih . Hal ini menjadi penting karena disamping sebagai landasan berfikir, kerangka teori akan digunakan sebagai pisau analisis dalam mengkaji msalah yang telah dipaparkan diatas. Menurut Masri Singarimbun, teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi,dan defenisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara

  10 sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep .

  Dalam penelitian ini, teori yang akan digunakan ada dua yaitu: teori otonmi daerah dan teori good governance. Teori otonomi daerah digunakan untuk melihat applikasinya didalam pengelolaan tata pemerintahan di Desa Pohan Tonga dan teori Good Governance sebagai tolok ukur sebaik apa pemerintahan tersebut sudah dilaksanakan. Kedua teori ini berhubungan karena sistem desentralisasi yang diterapkan oleh pemerintah dengan memberi kewenangan untuk mengatur pemerintahan sendiri yaitu memiliki otonomi pada pemerintahan, dan keberhasilan dari sistem otonomi ini bisa diuji melalui good governance.

  E.1 Otonomi Daerah

  Dalam Undang-undang no 32 tahun 2004 mengartikan otonomi daerah sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom yang dimaksud adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang 9 berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan 10 Hadari Nawawi, 1987. Metodologi Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, hal.40 Masri, Singarimbun. dan Sofyan, Effendi. 1955. Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES, hal. 37 masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri menurut aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Otonomi daerah juga diartikan dalam banyak prespektif oleh para pengamat yang mencoba memberi pandangannya. Otonomi daerah sendiri dapat didefenisikan dari prespektif ekonomi maupun dari prespektif politik.

  Laporan tahuan bank dunia memberikan defenisi terhadap otonomi daerah

  11

  sebagai berikut : Decentralization is the transfer of authority and responsibility for public functions from the central goverment to subordinate or quasi-independent goverment organizations and or the private sector. (Otonomi daerah adalah pelimpahan wewenang dan tangung jawab untuk menjalankan fungsi-fungsi publik dari pemerintah pusat kepada organisasi pemerintah bawahannya atau yang bersifat semi-independen dan atau kepada sektor swasta) Rondinelli dan Cheema (1983) mendefenisikan otonomi daerah sebagai

  12

  berikut : Decentralization is the transfer of planning, decision making, or administrative authority from the central goverment to its field organizations, local administrative units, semi-authonomus and parastatal (italics in original) organization, local government or non governmental organization. (Otonomi daerah adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab untuk menjalankan fungsi-fungsi publik dari pemerintah pusat kepada organisasi semi-otonom dan parastatal (teks aslinya huruf miring), ataupun kepada pemerintah daerah atau organisasi non-pemerintah)

  11 12 M. Mas’ud Said, 2008. Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia. Malang: UMM Press, hal. 5 Lokcit.

  Gustav dan Stewart mengidentifikasi tiga makna berbeda dari otonomi daerah dalam menganalisis kasus Indonesia.

  13 Ketiga makna tersebut adalah : dekonsentrasi dimana pemerintah pusat

  menempatkan para pegawainya di level pemerintah daerah, yang kedua, pendelegasiandimana pemerintah pusat secara bersyarat mendelegasikan kekuasaannya kepada pemerintah daerah namun dengan tetap memiliki kesanggupan untuk tetap memiliki dominasi kekuasaan atas pemerintah daerah; dan yang ketiga adalah devolution dimana pemerintah pusat secara aktual menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah daerah.

  Penyelengaraan otonomi daerah merupakan pilihan politik yang telah dikukuhkan secara konstitusional dan telah menjadi keharusan bagi pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia untuk mewujudkan penyelenggaraannya. Otonomi daerah dalam pelaksanaannya tentu memiliki beberapa faktor pendukung

  14

  pelaksanaannya, antara lain : manusia yang melaksanakannya, faktor ekonomi, peralatan atau infrastruktur dan pengelolaan oganisasi dan manajemen.

  Manusia dalam faktor ini berpusat pada eksekutif dan legislatif, aparatur pemerintah dan masyarakat yang berpartisipasi. Eksekutif yang notabenenya memiliki tugas yang sangat berat dalam rangka menentukan keputusan serta menjalankan tugas yang telah dipercayakan kepadanya harusnya memiliki unsur- unsur penting seperti mental yang kuat dan kapasitas pengetahuan tentang wilayah yang dipimpin. Hal ini menjadi riskan karena seorang eksekutif haruslah seorang yang generalist sekaligus sebagai spesialist. Begitu juga dengan legislatif yang 13 merupakan mitra dari eksekutif dalam penentuan kebijakan daerah sekaligus 14 Ibid, hal.6

  

Josef Rihu Kaho, 2007. Prospek Otonomi Daerah di negara republik Indonesia, jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 276 sebagai pengawas terhadap pelaksanaan kebijakan. Disamping kedua hal diatas pengalaman dan pendidikan juga menjadi salah satu faktor yang layak untuk dipertimbangkan, karena melalui pengalaman maka otonomi yang sehat dapat dilakukan dengan optimal dan pendidikan sebagai wawasan yang luas serta keterbukaan terhadap perkembangan zaman.

  Aparatur pemerintah sebagai oknum yang melaksanakan roda berjalannya pemerintah juga merupakan tokoh yang harus diperhitungkan keberadaannya karena tanpa aparatur yang baik maka pemerintahan bisa mengalami stagnasi. Dan partisipasi masyarakat sebagai faktor manusia terakhir tidak dapat diluputkan karena partisipasi masyarakat yang mendukung terhadap kinerja pemerintah akan menimbulkan sinergitas terhadap aplikasi kebijakan yang telah disepakati. Disamping itu sumber dana dan personil menjadi asupan dari masyarakat yang berpartisipasi dapat mengurangi ketergantungan daerah yang selalu mengharapkan pusat. Pemerintah daerah yang memiliki masyarakat aktif dapat mengurangi ketergantungan terhadap pusat karena bisa diisi oleh masyarakat daerah. Partisipasi masyarakat dapat mencakup empat tahapan penting yaitu

  15

  partisipasi dalam : proses pembuatan keputusan, proses pelaksanaan, dalam menikmati hasil dan proses evaluasi.

  E.2 Good Governance

  Tata pemerintahan yang baik (good governance) menjadi konsep yang 15 populer karena banyak dibicarakan oleh orang-orang yang memberi perhatian

  Ibid, hal.282 terhadap jalannya roda pemreintahan. Good governance dianggap sebagai stimulus dalam mendobrak perbaikan birokrasi yang ada di Indonesia. Bicara good governance tidak bisa lepas dari isu transformasi goverment (pemerintah). Secara empirik pemerintah sangat identik dengan kekuasaan, penguasaan, kewenangan, dominasi, pemaksaan, pemusatan dan lain-lain. Pemerintah dipahami sebagai institusi raksasa yang menggunakan kewenangannya secara memaksa atas seluruh wilayah dan penduduk, serta mengontrol pengaruh internasional atas kebijakan domestik dan institusinya. Ilmu politik memiliki dua perspektif utama yang menganggap penting pemerintah, yaitu perspektif institusional yang mengkaji tentang lembaga negara termasuk pemerintah sebagai lembaga dan perspektif sistem yang bicara tentang proses politik yang melibatkan

  

16

pemerintah secara seimbang dan harmoni .

  Jhon pierre dan Guy peters memahami good governance sebagai sebuah konsep yang berada dalam konteks hubungan antara sistem politik dengan lingkungannya, dan mungkin melengkapi sebuah proyek yang membuat ilmu

  17

  politik mempunyai relevansi dengan kebijakan publik . Sehingga berfikir tentang governance berarti berpikir tantang bagaimana menegendalikan ekonomi dan masyarakat, serta bagaimana mencapai tujuan-tujuan bersama. Tak heran bahwasannya ide good governance dimunculkan oleh IMF dan World bank. Good governance mencakup kebutuhan dan kepastian hukum, pers yang bebas,

  16 17 Opcit, AAGN. Ari Dwipayana, hal.2 Ibid , hal.8 penghormatan pada HAM,dan keterlibatan warga negara dalam organisasi- organisasi sukarela Komuitas eropa merumuskan good governance sebagai pengelolaan kebijakan sosial ekonomi yang masuk akal, pengambilan keputusan yang demokratis, transparansi pemerintahan dan pertanggungjawaban finansial yang memadai, penciptaan lingkungan yang bersahabat dengan pasar bagi pembangunan, langkah-langkah untuk memerangi korupsi, penghargaan terhadap

  18 aturan hukum, penghargaan terhadp HAM, kebebasan pers dan ekspresi .

  Sedangkan UNDP memberikan pengertian good governance sebagai sebuah konsensus yang dicapai pemerintah, warga negara dan sektor swasta yang berdialog melibatkan seluruh partisipan sehingga setiap orang merasa terlibat dalam urusan pemerintahan. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, mematuhi

  19

  kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka . Ada 9 (sembilan) karakterisitik yang diajukan oleh Joko (2001) yang kemudian dikutip

  20

  oleh UNDP yaitu :

  18 19 Ibid, hal.18

Arief Irwanto / Memahami Good Governance Dalam

20 Bernegara. Diakses pada 7/10/2014 pukul 20:12

  Opcit. Moch Solekhan, hal.18

  1. Participation: setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya.

  2. Rule of law: Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak asasi manusia

  3. Transparancy: Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi, proses-proses, lembaga-lembaga, dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan.

  4. Responsiveness: Lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba untuk melayani setiap stakeholder.

  5. Consensus Orientation: Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan-pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur.

  6. Equality: kesamaan kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan baik laki-laki maupun perempuan.

  7. Effectiveness and efficiency: Proses-proses dan lembaga-lembaga sebaik mungkin menghasilkan sesuai dengan apa yang digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia 8. Accountability: Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat bertanggung jawab kepada publik dan lembaga- lembaga “stakesholders”.

  9. Strategic vision: Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh kedepan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan.

F. Metodologi Penelitian F.1 Metode Penelitian

  Metode penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kualitatif. Dimana penelitian ini hanya akan memahami serta melakukan interpretasi terhadap interaksi sosial terhadap para aktor dalam sebuah konteks sosial, terporal dan historis tertentu. Saryono dan Anggraeni mendefisikan penelitian kualitaif sebagai penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh social yang tidak dapat

  21 dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui pendekatan kuantitaif .

  F.2 Jenis penelitian

  Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Dimana dalam penelitian ini akan menggambarkan serta memaparkan tentang kondisi dan fenomena-fenomena sosial yang terjadi. Narbuko dan Ahmadi menjelaskan bahwa penelitian deskriptif sebagai penelitian yang berusaha menuturkan pemecahan

21 Saryono dan Mekar Dwi Anggraeni. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Bidang Kesehatan.

  Yogyakarta: Nuha Medika, hal.1 masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, menyajikan data, menganalisis

  22 dan menginterpretasi dan juga bersifat komperatif dan korelatif .

  F.3 Lokasi Penelitian

  Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara. Desa Pohan Tonga dijadikan sebagai Lokasi penelitian karena desa ini merupakan salah satu desa yang sedang mengalami perubahan.Desa ini sudah mulai dikatakan maju baik dalam informasi maupun teknologi. Terlihat dari keadaan desa ini sedang berupaya menjadi desa percontohan dan selama 5 tahun terkahir menempati posisi 1 dan 2 desa percontohan dan menjadi salah satu wakil dari Kecamatan Siborongborong dalam perebutan juara di tingkat kabupaten.

  F.4 Teknik Pengumpulan Data

  Dalam sebuah penelitian data merupakan acuan yang akan dikaji dan dianalisis sebagai objek yang ingin dikupas ataupun diolah sehingga menjadi sebuah informasi yang lebih bersifat akademis. Ada dua bentuk teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama, data primer yakni data yang diperoleh secara langsung dari lapangan yang akan dilakukan melalui wawancara kepada pihak tertentu yang akan dilakukan menggunakan cara snowball dengan BPD sebagai tokoh inti pertama yang menjadi sumber data. BPD dijadikan sebagai tokoh kunci karena posisi BPD sebagai mitra perangkat desa 22 diasumsikan sebagai tokoh yang lebih tahu tentang keadaan desa dan mengingat

  Cholid Narbuko dan Abu Achmadi. 1997. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.hal.44 bahwa fungsi BPD sebelumnya sebagai pengawas kinerja pemerintah desa. Kedua, yakni data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung, didapat dari arsip, buku-buku atau laporan serta sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

  F.5 Teknik Analasis Data

  Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis kualitatif tanpa menggunakan alat bantu rumus statistic. Penelitian ini akan bersifat deskriptif dengan tujuan memberikan gambaran mengenai situasi dan kejadian yang sedang dialami oleh Desa Pohan Tonga. Yang kemudian akan mengolah data yang didapat dari lokasi penelitian yang akan dianalisis, kemudian akan di eksplorasi lebih dalam dan akan memunculkan sebuah kesimpulan yang akan menjelaskan dan menjawab masalah yang diteliti.

G. Sistematika Penulisan

  Untuk mendapat gambaran yang jelas dari penelitian ini, maka penulisan dilakukan secara terperinci dan sistematis sebagai salah satu syarat penelitian ilmiah. Sistematika penulisan bertujuan sebagai penjabaran mengenai rencana penelitian. Oleh sebab itu penulis membagi penulisan penelitian ini kedalam 4 (empat) bab, yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

  Bab ini berisikan Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi Penelitian, Dan Sistematika Penulisan. BAB II : PROFIL DESA POHAN TONGA Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai Profil dan Sejarah Desa Pohan Tonga yang tentu saja akan menyertakan struktur desa. BAB III : Relasi Antara Kepala Desa Dan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik Bab ini akan menyajikan hasil penelitian mengenai Fase Pengaturan Hubungan antara Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa, bagaimana relasi dalam kerjasama antara pemerintahan desa dalam meningkatkan aspek-aspek tata kelola pemerintahan yang baik. Dan upaya-upaya yang dilakukan dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.

Dokumen yang terkait

Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

4 83 107

Relasi Antara Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus: Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

1 62 186

Peran Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Mewujudkan Good Governance"(Suatu Penelitian Deskriptif Kualitatif di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal)

27 139 108

Relasi Kekuasaan Antara Kepala Desa Dengan Camat (Studi Kasus : Desa Sirisirisi Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan)

4 80 97

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah - Kinerja Badan Permusyawaratan Desa (Bpd) Dalam Otonomi Desa

0 0 22

BAB II DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN A. Kabupaten Simalungun - Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

1 3 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

0 0 28

Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

0 0 11

Relasi Antara Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus: Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 46

BAB II DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN - Relasi Antara Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus: Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

0 0 34