BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Kepercayaan dan Kebutuhan Masyarakat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon terhadap Pemanfaatan RSUD Parapat

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Era globalisasi dunia usaha ditandai dengan terbukanya persaingan yang ketat di segala bidang, termasuk pada jasa pelayanan kesehatan rumah sakit, hal ini merupakan suatu tantangan bagi pelaksanaan pembangunan kesehatan di Indonesia. Organisasi

  • –organisasi menghadapi tantangan untuk mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar memiliki keahlian khusus sehingga mampu bersaing dengan dunia usaha, salah satu diantaranya adalah usaha jasa pelayanan kesehatan.

  Pelayanan kesehatan merupakan salah satu aspek yang berperan dalam penciptaan derajat kesehatan yang merata kepada seluruh masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pembangunan kesehatan yaitu terwujudnya masyarakat yang mandiri untuk menggapai pelayanan kesehatan dan berperilaku hidup sehat (Depkes RI, 2010).

  Kebutuhan akan layanan rumah sakit yang bermutu semakin meningkat seiring dengan semakin membaiknya perekonomian dan derajat kesehatan masyarakat. Dalam beberapa tahun belakangan ini, industri rumah sakit di Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup berarti dengan diterbitkannya berbagai peraturan dan perundang-undangan yang bertujuan untuk mendorong investasi dan menciptakan kondisi bisnis dan jasa rumah sakit yang lebih baik.

  Rumah sakit umum sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memegang peranan yang cukup penting dalam pembangunan kesehatan dengan misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas pokok rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan (Depkes RI, 2009).

  Penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah masyarakat, pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten/kota), badan legislatif serta badan yudikatif, sehingga dengan demikian masyarakat, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus saling bahu membahu secara sinergis melaksanakan pembangunan kesehatan yang terencana, terpadu dan berkesinambungan dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2008)

  Salah satu bentuk upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan di rumah sakit. Rumah sakit merupakan penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat yang bermutu, merata, terjangkau dengan peran masyarakat secara aktif. Tuntutan masyarakat terhadap pemanfaatan rumah sakit semakin kompleks sebagai dampak positif kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat semakin peka terhadap pelayanan rumah sakit yang bermutu sehingga tahu haknya tentang pelayanan yang seharusnya mereka terima, hal ini menyebabkan perbedaan tingkat pemanfaatan Rumah Sakit Pemerintah dengan Rumah Sakit Swasta (Depkes RI, 2009).

  Persentase pemanfaatan pelayanan rumah sakit di Indonesia oleh rumah tangga sebesar 40,0% untuk daerah perkotaan dan 22,0% untuk wilayah pedesaan.

  Persentase yang rendah terhadap pemanfaatan rumah sakit pada wilayah perkotaan terkait dengan perkembangan jumlah rumah sakit swasta, khususnya di kota-kota besar (Riset Kesehatan Daerah, 2010).

  Departemen Kesehatan RI menentukan Standar Pelayanan Rumah Sakit yang berisi kriteria-kriteria penting mengenai jenis disiplin pelayanan yang berkaitan terutama dengan struktur dan proses pelayanan yang didukung fasilitas fisik serta sikap mental dan kualitas profesionalisme petugas kesehatan (Depkes RI, 2005).

  Rumah sakit umum harus menjalankan fungsi sosialnya kepada masyarakat melalui pelayanan prima. Manajemen rumah sakit umum harus berpikir ekstra keras dan menghindari kesalahan dalam pelayanan (Depkes RI, 2001).

  Dari permasalahan pelayanan kesehatan yang dikemukakan di atas terlihat bahwa sistem pelayanan jasa rumah sakit di Indonesia belum baik, karena kurang didukung fasilitas fisik dan komponen pelengkap maupun keberadaan tenaga medis, paramedis dan non medis yang ikut terlibat dalam penyampaian jasa dan berhubungan langsung dengan pasien dan keluarganya. Di dalam mencapai tujuan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien, juga penting diperhatikan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan (Depkes RI, 2001).

  Menurut Adisasmito (2008), permasalahan pokok yang dihadapi oleh sistem pelayanan di rumah sakit milik pemerintah, antara lain adalah: a.

  Ada kesenjangan antara kebutuhan dan permintaan terhadap pelayanan rumah sakit, karena dibandingkan negara-negara tetangga, jumlah tempat tidur rumah sakit di Indonesia relatif masih rendah, yaitu 60 tempat tidur RS per 100.000 penduduk, atau ke-8 paling rendah di dunia dalam rasio tempat tidur dibandingkan jumlah penduduk.

  b.

  Kebutuhan riil akan pelayanan kesehatan di Indonesia sangat besar, ini tercermin dari derajat kesehatan yang relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara di wilayah Asia Tenggara. Bed Occupancy Rate (BOR) hanya sekitar 55-57% selama 10 tahun terakhir. Rata-rata tiap hari dari 100.000 penduduk hanya 30 orang yang sedang dirawat di rumah sakit.

  c.

  Tingkat kepercayaan masyarakat yang menurun akibat hambatan dalam pembiayaan.

  d.

  Pemerataan pelayanan medik yang bermutu, efektif dan berkesinambungan belum dirasakan oleh masyarakat luas.

  e.

  Masyarakat yang mengalami keluhan sakit belum seluruhnya memanfaatkan fasilitas pelayanan rumah sakit, karena melakukan pengobatan sendiri dan sebagian berobat ke dukun atau bahkan sama sekali tidak berobat.

  f.

  Adanya perbedaan pemahaman antara pejabat/instansi di pusat dan daerah tentang hakekat otonomi daerah di bidang kesehatan, sehingga belum seluruhnya pemerintah daerah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang organisasi dan tata kerja RSUD.

  Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) sebagai rumah sakit milik pemerintah daerah tidak lepas dari pengaruh perkembangan tuntutan tersebut di atas. Dipandang dari segmentasi kelompok masyarakat, secara umum rumah sakit pemerintah merupakan layanan jasa yang menyediakan layanan untuk dimanfaatkan oleh kalangan menengah ke bawah, sedangkan rumah sakit swasta melayani masyarakat kelas menengah ke atas. Biaya kesehatan cenderung terus meningkat, dan rumah sakit dituntut untuk secara mandiri mengatasi masalah tersebut. Akibatnya rumah sakit pemerintah diharapkan menjadi rumah sakit yang murah dan bermutu (Jonirasmanto, 2005).

  Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2009), pemanfaatan RSUD masih rendah, hal ini ditunjukkan dengan angka tingkat pemanfaatan tempat tidur pada 29 unit RSUD di Provinsi Sumatera Utara berkisar 9,0-86,3%. Tingkat pemanfaatan tempat tidur RSUD paling rendah pada RSUD Sultan Sulaiman (Kabupaten Serdang Bedagai) yaitu 9,0%, sedangkan paling tinggi pada RSU Lubuk Pakam (Kabupaten Deli Serdang), yaitu 86,3%. Hal yang sama juga terjadi pada RSUD Parapat Kabupaten Simalungun yang menghadapi tantangan persaingan dengan kehadiran rumah sakit lain (seperti RSU Ajibata Kabupaten Toba Samosir) yang lokasinya berdekatan dengan RSUD Parapat.

  RSUD Parapat berdiri pada tahun 1983 pada awalnya untuk kepentingan wisatawan yang berkunjung ke Parapat sebagai kawasan wisata di Kabupaten Simalungun maupun Provinsi Sumatera Utara, karena ada ketentuan dalam bidang pariwisata bahwa pada kawasan wisata (destinasi) yang dikunjungi oleh wisatawan internasional harus tersedia rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan bagi wisatawan asing yang membutuhkan perawatan selama berwisata (Dinas Pariwisata Kabupaten Simalungun, 2010).

  RSUD Parapat pada tahun 1992 dikelola oleh pemerintah daerah Kabupaten Simalungun. Saat ini RSUD Parapat merupakan Rumah Sakit Umum Klas D, menurut penjelasan UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, disebutkan bahwa Rumah Sakit Umum Kelas D yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 1 orang dokter umum dan 1 orang dokter gigi. Saat ini RSUD Parapat sedang dipersiapkan menjadi rumah sakit kelas C, dengan fasilitas pelayanan dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar.

  RSU Ajibata yang berdiri pada tahun 2009 dikelola swasta menjadi alternatif bagi masyarakat di wilayah Kecamatan Girsang Sipangan Bolon untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tarif pelayanan di RSU Ajibata lebih tinggi dibandingkan RSUD Parapat, namun keinginan masyarakat yang tinggi untuk memanfaatkan RSU Ajibata menunjukkan masyarakat lebih mementingkan pelayanan yang dapat dipercaya dan sesuai dengan kebutuhan.

  Kondisi tersebut menyebabkan kinerja RSUD Parapat sangat rendah, dimana tingkat Bed Occupancy Rate (BOR) tahun 2009 sebesar 14,06% menurun menjadi 12,08% pada tahun 2010, LOS tahun 2009 sebesar 8,5% menjadi 8,3% pada tahun 2010. Hal ini sangat kontras dengan RSU Ajibata yang tingkat BOR mencapai 67% pada tahun 2009 serta meningkat menjadi 73% pada tahun 2010 (Profil RSUD Parapat, 2011 dan Profil RSU Ajibata, 2011).

  Survei pendahuluan yang dilakukan pada bulan Oktober 2011 terhadap 10 orang masyarakat yang berdomisili di sekitar di RSUD Parapat yang sudah pernah memanfaatkan dan belum pernah memanfaatkan, ditanyakan tentang kemana akan berobat bila menderita suatu penyakit atau pun sekedar melakukan pemeriksaan kesehatan, sebanyak 5 orang (50%) masyarakat menyatakan lebih memilih RSU Ajibata yang lokasinya dekat dengan tempat tinggal mereka. Setelah ditanyakan lebih lanjut tentang alasan mereka berobat ke RSU Ajibata padahal di tempat tinggal meraka terdapat RSUD Parapat, masyarakat menyatakan lebih percaya dengan kemampuan RSU Ajibata. Alasan yang lebih spesifik dinyatakan masyarakat bahwa mereka membutuhkan pelayanan yang berkualitas serta sesuai dengan kebutuhannya.

  Berdasarkan hasil survei pendahuluan menunjukkan adanya fenomena masalah kepercayaan masyarakat terhadap RSUD Parapat yang rendah dimana masyarakat lebih memilih berobat ke RSU Ajibata meskipun tarifnya lebih mahal. Fenomena ini menyebabkan pemanfaatan RSU Parapat yang tidak maksimal.

  Penelitian Matondang (2011) tentang pengaruh kepercayaan masyarakat tentang kesehatan terhadap pemanfaatan Rumah Sakit Umum Swadana Tarutung, menyimpulkan bahwa faktor kepercayaan (pengetahuan, sikap dan persepsi) masyarakat tentang kesehatan mempengaruhi pemanfaatan RSUD. Hal ini menunjukkan tingkat kepercayaan pasien terhadap rumah sakit akan menentukan tingkat pemanfaatan rumah sakit.

  Penelitian yang dilakukan Paiman (2008), variabel pelayanan, fasilitas dan tarif pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan pasien dan variabel kepercayaan berpengaruh terhadap kepuasan pasien. Secara simultan keempat variabel tersebut berpengaruh terhadap kepuasan pasien dan dalam hasil penelitian tersebut disarankan untuk meningkatkan pelayanan terhadap pasien, hendaknya pihak rumah sakit selalu memperhatikan aspek sumber daya manusia yang ada, dengan diberikan pelatihan agar lebih profesional dibidangnya masing-masing.

  Berdasarkan telaah di atas dan untuk mendapatkan bukti empirik, maka diperlukan penelitian berkenaan dengan pengaruh kepercayaan dan kebutuhan masyarakat terhadap pemanfaatan RSUD Parapat.

1.2 Permasalahan

  Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: “apakah kepercayaan dan kebutuhan masyarakat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon berpengaruh terhadap pemanfaatan RSUD Parapat?”.

  1.3 Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh kepercayaan dan kebutuhan masyarakat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon terhadap pemanfaatan RSUD Parapat.

  1.4 Hipotesis

  Ada pengaruh kepercayaan dan kebutuhan masyarakat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon terhadap pemanfaatan RSUD Parapat.

  1.5 Manfaat Penelitian 1.

  Sebagai bahan masukan bagi RSUD Parapat untuk menyesuaikan jenis dan kualitas pelayanan dengan kebutuhan masyarakat.

  2. Penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan serta memberi masukan bagi pengembangan teori-teori ilmu kesehatan masyarakat, khususnya tentang pemanfaatan rumah sakit.