Hubungan Persepsi Masyarakat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Tentang Pelayanan Kesehatan Dengan Kunjungan Di RSU Parapat
HUBUNGAN PERSEPSI MASYARAKAT KECAMATAN GIRSANG SIPANGAN BOLON TENTANG PELAYANAN KESEHATAN
DENGAN KUNJUNGAN DI RSU PARAPAT
TESIS
Oleh
ERIKA N. GIRSANG 067013011/IKM
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
HUBUNGAN PERSEPSI MASYARAKAT KECAMATAN GIRSANG SIPANGAN BOLON TENTANG PELAYANAN KESEHATAN
DENGAN KUNJUNGAN DI RSU PARAPAT
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Rumah Sakit
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
ERIKA N. GIRSANG 067013011/IKM
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
Judul Tesis : HUBUNGAN PERSEPSI MASYARAKAT KECAMATAN GIRSANG SIPANGAN BOLON TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DENGAN KUNJUNGAN DI RSU PARAPAT
Nama Mahasiswa : Erika N. Girsang Nomor Induk Mahasiswa : 067013011
Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit
Menyetujui, Komisi Pembimbing:
(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, MSi) (dr. Fauzi, SKM)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (dr. Ria Masniari Lubis, MSi)
(4)
Telah diuji
Pada tanggal : 10 September 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, MSi Anggota : 1. dr. Fauzi, SKM
2. Dr. Muslich Lufti, Drs, MBA, IDS
(5)
PERNYATAAN
HUBUNGAN PERSEPSI MASYARAKAT KECAMATAN GIRSANG SIPANGAN BOLON TENTANG PELAYANAN KESEHATAN
DENGAN KUNJUNGAN DI RSU PARAPAT
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis saya ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Juni 2009
ERIKA N.GIRSANG 067013011
(6)
ABSTRAK
Rumah Sakit Umum Parapat merupakan rumah sakit tipe D dengan kapasitas 33 tempat tidur. Berdasarkan data yang didapat dari bagian rekam medis RSU Parapat, jumlah kunjungan masyarakat ke rumah sakit ini sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai BOR, BTO, LOS dan TOI tahun 2005 sampai tahun 2007 yang masih jauh dari ideal.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan persepsi masyarakat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon tentang pelayanan kesehatan (yang terdiri dari lokasi rumah sakit, fasilitas rumah sakit, perilaku perawat dan perilaku dokter) dengan kunjungan di RSU Parapat. Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan analitik kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon dan jumlah sampel sebanyak 75 responden, dengan pengambilan sampel secara purposive sampling. Metode analisis data yang digunakan adalah uji chi square.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa ada dua variabel yang berhubungan dengan jumlah kunjungan masyarakat di RSU Parapat, yaitu persepsi masyarakat tentang lokasi rumah sakit (p = 0,001) dan persepsi masyarakat tentang fasilitas rumah sakit (p = 0,001), sedangkan perilaku perawat dan perilaku dokter tidak berhubungan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dianjurkan kepada pemerintah daerah Simalungun untuk mengupayakan RSU Parapat sebagai rumah sakit tipe C dan melengkapi standar peralatan, ruangan, obat-obatan dan tenaga rumah sakit. Juga diharapkan pemerintah daerah dapat melebarkan jalan ke rumah sakit untuk mempermudah keluar masuknya sarana transportasi dan membuka jalur transportasi umum.
(7)
ABSTRACT
Parapat General Hospital is a type D hospital with the capacity of 33 beds. Based on the data from Parapat General Hospital medical record, the number of people’s visit to Parapat General Hospital was very low, shown by the rates of BOR, BTO, LOS and TOI which, from 2005 to 2007, was still far from the ideal.
The purpose of this survey study quantitative analytical approach is to analyze the relationship between the Girsang Sipangan Bolon sub-district community’s perception concerning the health service ( including the location of the hospital, hospital facilities, nurses’ behavior, and doctors’ behavior ) with the number of visit to Parapat General Hospital. Population on this study is the people who lived in Girsang Sipangan Bolon sub-district and 75 persons of them were selected through the purposive sampling technique. The data obtained were analyzed through chi- square test.
Based on the result of this study, it can be concluded that there are two variables that related to the number of people’s visit to Parapat General Hospital such as community’s perception on the location of the hospital (p = 0,001) and community’s perception on the facilities owned by the hospital (p =0,001), meanwhile community’s perception on nurse’s behavior and doctor’s behavior were not related.
Based on the result of this study, it is suggested to District Government of Simalungun to strive for Parapat General Hospital as a type C hospital and to complete the standard of equipment, rooms, medicines and hospital human resources. It is also expected the government to widen the road to hospital to facilitate transportation and to open the public transportation.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tesis yang berjudul ”Hubungan Persepsi Masyarakat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon tentang Pelayanan Kesehatan dengan Kunjungan di RSU Parapat.”
Dalam proses penelitian dan dan penyusunan tesis ini penulis tidak terlepas dari bantuan, dukungan, bimbingan dan doa dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, MSi, selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, MSi, selaku Ketua komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
(9)
5. Bapak dr. Fauzi, SKM, selaku Anggota komisi Pembimbing yang juga telah banyak meluangkan waktu dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Bapak dr. Harlen Saragih, MARS, selaku mantan Direktur RSU Parapat dan Bapak dr. T. Damanik selaku Direktur RSU Parapat beserta seluruh staf dan Bapak dr. R. Simarmata selaku Kepala Puskesmas Parapat yang telah memberikan izin dan bantuan bagi penulis sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.
7. Bapak Camat Girsang Sipangan Bolon yang telah memberikan izin penelitian beserta masyarakat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon yang telah meluangkan waktu untuk menjadi responden
8. Bapak Bupati dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun serta Kepala Puskesmas Tapian Dolok yang telah mengizinkan penulis untuk menjalani tugas belajar serta memberikan dukungan moral selama menjalani masa pendidikan.
9. Teman-teman mahasiswa/i program studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi Administrasi Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara angkatan 2006 dan juga drg. Eva Hutapea yang telah memberikan bantuan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
10.Suamiku tercinta Dapot Sitanggang, ST yang selalu mendukung dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
(10)
11.Kedua orangtua, mertua dan saudara-saudaraku yang telah memberikan dukungan moril dan materil selama menjalani masa pendidikan.
12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya yang telah banyak membantu penulis selama penyelesaian tesis ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bertujuan untuk menyempurnakan tesis ini.
Mudah-mudahan tesis ini bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan bagi yang membacanya.
Medan, Juni 2009 Penulis
(11)
RIWAYAT HIDUP
Erika Natalia Girsang dilahirkan di Medan, pada tanggal 27 Desember 1980, anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Ir. Batara Girsang, MM dan ibu Yualita Purba. Telah menikah dengan Dapot Sitanggang, ST dan sekarang menetap di Jl. Karya I no. 18, Medan.
Memulai pendidikan di TK Pembina Medan dari tahun 1986 sampai dengan 1987, melanjutkan sekolah di SD Methodist 1 Medan dari tahun 1987 sampai dengan 1993, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Methodist 1 Medan dari tahun 1993 sampai dengan 1996, melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Medan dari tahun 1996 sampai dengan 1999, kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi USU Medan dari tahun 1999 sampai dengan 2005.
Setelah selesai menamatkan kuliah, bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Puskesmas Tapian Dolok Kabupaten Simalungun dari tahun 2006 hingga sekarang.
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang... 1
1.2Permasalahan... 9
1.3Tujuan Penelitian... 10
1.4Hipotesis... 10
1.5Manfaat Penelitian... 10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu... 12
2.2 Persepsi... 13
2.2.1 Proses Terjadinya Persepsi... 14
2.2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi... 15
2.3 Pelayanan Kesehatan... 16
2.3.1 Mutu Pelayanan Kesehatan... 17
2.4 Rumah Sakit... 21
2.5 Kunjungan ke Rumah Sakit... 24
2.6 Landasan Teori... 26
2.7 Kerangka Konsep Penelitian... 27
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 29
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 29
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi... 29
(13)
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Sumber Data... 31
3.4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas... 33
3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian... 34
3.5.2 Variabel dan Definisi Operasional... 34
3.6 Metode Pengukuran... 36
3.7 Metode Analisis Data... 36
3.7.1 Analisis Univariat... 36
3.7.2 Analisis Bivariat... 37
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 38
4.2 Deskripsi Karakteristik Responden... 38
4.2.1 Umur... 39
4.2.2 Jenis Kelamin... 39
4.2.3 Pendidikan... 40
4.2.4 Pekerjaan... 40
4.2.5 Suku... 41
4.3 Distribusi Persepsi Responden... 41
4.3.1 Lokasi rumah sakit... 41
4.3.2 Fasilitas rumah sakit... 43
4.3.3 Perilaku perawat... 44
4.3.4 Perilaku dokter... 45
4.4 Kesediaan untuk berkunjung ke RSU Parapat... 47
4.5 Analisis Hubungan Antara Variabel Independen dengan variabel dependen... 48
4.5.1 Hubungan Antara Persepsi Masyarakat tentang Lokasi Rumah Sakit dengan Kesediaan melakukan kunjungan berobat ke rumah sakit... 48
4.5.2 Hubungan Antara Persepsi Masyarakat tentang Fasilitas Rumah Sakit dengan Kesediaan melakukan kunjungan berobat ke rumah sakit... 49
4.5.3 Hubungan Antara Persepsi Masyarakat tentang Perilaku Perawat dengan Kesediaan melakukan kunjungan berobat ke rumah sakit... 50
4.5.4 Hubungan Antara Persepsi Masyarakat tentang Perilaku Dokter dengan Kesediaan melakukan kunjungan berobat ke rumah sakit... 51
(14)
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Hubungan antara persepsi masyarakat tentang lokasi rumah sakit dengan kunjungan di RSU Parapat... 52 5.2 Hubungan antara persepsi masyarakat tentang fasilitas rumah sakit dengan kunjungan di RSU Parapat... 53 5.3 Hubungan antara persepsi masyarakat tentang perilaku perawat di rumah sakit dengan kunjungan di RSU Parapat... 54 5.4 Hubungan antara persepsi masyarakat tentang perilaku dokter di rumah sakit dengan kunjungan di RSU Parapat... 56
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan... 58 6.2 Saran... 59
DAFTAR PUSTAKA... 60
(15)
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1.1. Tabel BOR, BTO,LOS dan TOI RSU Parapat Tahun 2005
s/d 2007... 6 1.2. Perbandingan jumlah pasien rawat jalan di RSU Parapat dan
Puskesmas Parapat tahun 2005 s/d 2007... 8 3.1. Jumlah responden di tiap kelurahan/nagori di Kecamatan Girsang
Sipangan Bolon... 31 3.2. Hasil Uji Validitas Kuesioner Persepsi Pasien tentang Pelayanan
Kesehatan... 33 3.3. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Persepsi Pasien tentang Pelayanan
Kesehatan... 34 3.4. Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen... 36 4.1. Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Kelurahan/Nagori
di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon tahun 2007... 38 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan
Girsang Sipangan Bolon... 39 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan
Girsang Sipangan Bolon... 39 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan
Girsang Sipangan Bolon... 40 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kecamatan Girsang
Sipangan Bolon... 40 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Suku di Kecamatan Girsang
Sipangan Bolon... 41 4.7. Distribusi Persepsi Responden tentang Lokasi Rumah Sakit Umum
(16)
4.8. Distribusi Frekuensi Kategori Persepsi Responden terhadap Lokasi
Rumah Sakit Umum Parapat... 42 4.9. Distribusi Persepsi Responden tentang Fasilitas Rumah Sakit Umum
Parapat di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon... 43 4.10. Distribusi Frekuensi Kategori Persepsi Responden terhadap Fasilitas
Rumah Sakit Umum Parapat... 44
4.11. Distribusi Persepsi Responden tentang Perilaku Perawat di Rumah
Sakit Umum Parapat di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon... 45 4.12. Distribusi Frekuensi Kategori Persepsi Responden terhadap Perilaku
Perawat di Rumah Sakit Umum Parapat... 45 4.13. Distribusi Persepsi Responden tentang Perilaku Dokter di Rumah
Sakit Umum Parapat di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon... 46 4.14. Distribusi Frekuensi Kategori Persepsi Responden terhadap Perilaku
Dokter di Rumah Sakit Umum Parapat... 47 4.15. Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaan untuk Berkunjung
ke Rsu Parapat... 47 4.16. Analisis Bivariat Antara Persepsi Masyarakat tentang Lokasi Rumah
Sakit dengan Kesediaan Melakukan Kunjungan ke RSU Parapat... 49 4.17. Analisis Bivariat Antara Persepsi Masyarakat tentang Fasilitas Rumah
Sakit dengan Kesediaan Melakukan Kunjungan ke RSU Parapat... 50 4.18. Analisis Bivariat Antara Persepsi Masyarakat tentang Perilaku Perawat
Rumah Sakit dengan Kesediaan Melakukan Kunjungan ke RSU
Parapat... 50 4.19. Analisis Bivariat Antara Persepsi Masyarakat tentang Perilaku Dokter
Rumah Sakit dengan Kesediaan Melakukan Kunjungan ke RSU
(17)
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1.1. Grafik Barber-Johnson RSU Parapat Tahun 2005 s/d 2007... 7 2.1. Proses Keputusan Pembelian... 26
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Surat Permohonan Izin Penelitian... 63
2. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian... 65
3. Kuesioner penelitian………... 66
4. Uji Validitas dan Reliabilitas... 68
(19)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit pada hakikatnya adalah salah satu jenis industri jasa, dalam hal ini industri jasa kesehatan. Menurut American Hospital Association yang dikutip oleh Azwar (1996), rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.
SK Menteri Kesehatan RI No.983/Menkes/SK/XI/1992 menyebutkan bahwa rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan subspesialistik. Rumah sakit ini mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugasnya adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Untuk itu, rumah sakit umum perlu mempunyai fungsi pelayanan medis, penunjang medis, pelayanan dan asuhan keperawatan, rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan (Aditama, 2003).
(20)
Masyarakat melihat pelayanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu pelayanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit. Pelayanan kesehatan adalah segala upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat.
Dimensi mutu yang berhubungan dengan kepuasan pasien akan mempengaruhi kesehatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat. Definisi mutu pelayanan kesehatan banyak menjadi kajian para ahli. Menurut Tracendi dalam Aditama (2003), salah satu isu yang paling kompleks dalam dunia pelayanan kesehatan adalah penilaian mutu pelayanan. Ruang lingkupnya sangat luas, mulai dari kemungkinan derajat kesempurnaan (perfectability), teknik intervensi klinik, sampai pada peranannya dalam menurunkan angka mortalitas.
Menurut Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, defenisi mutu pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat konsumen.
(21)
Berdasarkan pendapat Brown dalam Pohan (2003), dimensi mutu pelayanan kesehatan antara lain adalah sebagai berikut : kompetensi teknis, keterjangkauan atau akses, efektivitas, efisiensi, kesinambungan, keamanan, kenyamanan,informasi, ketepatan waktu dan hubungan antar manusia.
Berdasarkan ketentuan DEPKES yang dikutip oleh Djojodibroto (1997), indikator yang digunakan menilai efisiensi pelayanan rumah sakit, adalah :
1. BOR (Bed Occupancy Rate) merupakan persentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan dari tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR ini idealnya antara 60 – 85 %.
2. BTO (Bed Turn Over ) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
3. LOS (Length Of Stay) merupakan rata-rata lama rawatan seorang pasien. Indikator ini selain memberikan gambaran tingkat efisiensi juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan. Nilai LOS yang ideal adalah 6 – 10 hari.
4. TOI (Turn Over Interval) adalah waktu rata-rata suatu tempat tidur kosong atau waktu antara satu tempat tidur ditinggalkan oleh pasien sampai ditempati lagi oleh pasien lain. Nilai TOI yang ideal diusahakan lebih kecil dari 5 hari.
Tingkat keberhasilan atau gambaran tentang keadaan pelayanan di rumah sakit biasanya dilihat dari berbagai segi, yaitu tingkat pemanfaatan sarana pelayanan,
(22)
mutu pelayanan dan tingkat efisiensi pelayanan. Pelayanan kesehatan yang bermutu harus mempunyai paling sedikit tiga dimensi, yaitu :
1. Dimensi konsumen, yaitu pelayanan kesehatan itu memenuhi kebutuhan dan harapan pasien/konsumen, yang akan diukur dengan kepuasan pasien atau keluhan pasien.
2. Dimensi profesi, yaitu pelayanan kesehatan itu telah memenuhi kebutuhan pasien/konsumen yang telah ditentukan oleh profesi pelayanan kesehatan, dan akan diukur dengan menggunakan prosedur atau standar profesi, yang diyakini akan memberi hasil dan kemudian hasil itu dapat pula diamati.
3. Dimensi manajemen atau Dimensi proses, yaitu bagaimana proses pelayanan kesehatan itu menggunakan sumberdaya yang paling efisien dalam memenuhi
kebutuhan dan harapan/keinginan pasien/konsumen tersebut (Pohan, 2003). Pandangan pasien/masyarakat terhadap pelayanan kesehatan sangat penting karena pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang berobat kembali. Menurut teori Green dalam Notoatmodjo (2003), perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Menurut Becker dalam Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan adalah hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan,
(23)
memilih makanan, sanitasi dan sebagainya. Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan.
Penelitian yang bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan pelayanan pengobatan oleh masyarakat telah banyak dilakukan, baik di Indonesia maupun di negara berkembang lainnya. Dari penelitian tersebut telah banyak dikemukakan faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap pemilihan pelayanan pengobatan / kesehatan tersebut.
Parapat merupakan salah satu daerah tujuan wisata, baik domestik maupun mancanegara. Untuk mengantisipasi masalah kesehatan yang timbul dari para turis maupun penduduk, maka pada tahun 1982 Gubernur Sumatera Utara mencanangkan pembangunan rumah sakit di Parapat, dan rumah sakit ini diresmikan pada tahun 1983. Rumah Sakit Umum Parapat merupakan rumah sakit tipe D dengan kapasitas 33 tempat tidur. Rumah sakit ini terletak di daerah wisata Parapat yang berada di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun. Selain itu, di lokasi yang sama juga ada Puskesmas Parapat. Secara geografi, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon berbatasan dengan Kecamatan Dolok Panribuan di sebelah utara, Kabupaten Toba Samosir di sebelah Selatan, Kabupaten Samosir di sebelah barat dan Kecamatan Hatonduhan di sebelah timur. Data kependudukan menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kecamatan Girsang Sipangan Bolon pada tahun 2007 adalah sebanyak 14.102 jiwa dengan luas wilayah 120,38 km².
Rumah sakit umum Parapat berada di Kelurahan Parapat yang merupakan salah satu dari tiga kelurahan dan dua nagori di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon.
(24)
RSU Parapat berada kira-kira 1 km dari pusat Kota Parapat dan 500 m dari tepi jalan raya dengan posisi menanjak kira-kira 50 m. Sumber daya manusia di rumah sakit Parapat sebanyak 31 orang pada tahun 2005, termasuk 1 orang dokter spesialis bedah dan 1 dokter umum. Sedangkan pada tahun 2006 rumah sakit ini memiliki 3 orang dokter umum, namun tidak memiliki dokter spesialis bedah. Pada tahun 2007 rumah sakit Parapat memiliki 3 orang dokter umum dan 1 orang dokter gigi. Berdasarkan data yang didapat dari bagian rekam medis rumah sakit Parapat, pelayanan di rumah sakit ini belum efisien. Hal ini terlihat dari nilai BOR, BTO, LOS dan TOI yang masih jauh dari ideal, seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini dan sebagaimana digambarkan dalam Grafik Barber-Johnson.
Tabel 1.1 Tabel BOR, BTO, LOS dan TOI RSU PARAPAT Tahun 2005 s/d 2007
BOR BTO LOS TOI Thn RSU Parapat Nilai Ideal RSU Parapat Nilai Ideal RSU Parapat Nilai Ideal RSU Parapat Nilai ideal 2005 24,17%
60%-85%
17 kali 40-50 kali
5 hari 6-10 hari
16 hari <5 hari 2006 9,33%
60%-85%
14 kali 40-50 kali
2 hari 6-10 hari
23 hari <5 hari 2007 13,05%
60%-85%
18 kali 40-50 kali
3 hari 6-10 hari
18 hari <5 hari Sumber : Bagian Rekam Medis RSU Parapat
(25)
Gambar 1.1 Grafik Barber Johnson RSU Parapat Tahun 2005 s/d 2007
Berdasarkan grafik Barber Johnson di atas dapat dilihat bahwa pelayanan rawat inap di RSU Parapat dari tahun 2005 sampai tahun 2007 masih sangat jauh dari efisien. Selain itu, penurunan juga terjadi pada jumlah pasien rawat jalan di RSU Parapat. Bila dibandingkan dengan jumlah kunjungan pasien rawat jalan di Puskesmas Parapat terdapat perbedaan yang mencolok, sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini :
Turn Over Interval (hari)
KETERANGAN : A : Tahun 2005 B : Tahun 2006 C : Tahun 2007
(26)
Tabel 1.2 Perbandingan Jumlah Pasien Rawat Jalan di RSU Parapat dan Puskesmas Parapat Tahun 2005 s/d 2007
TAHUN RSU PARAPAT PUSKESMAS PARAPAT
2005 2.495 orang 6.274 orang
2006 1.578 orang 6.943 orang
2007 1.337 orang 8.015 orang
Ada perbedaan yang sangat besar antara jumlah kunjungan di RSU Parapat dengan kunjungan di Puskesmas Parapat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor lokasi rumah sakit yang lebih susah untuk dijangkau masyarakat.
Survei pendahuluan yang dilakukan pada 20 responden yang berada di kelurahan Parapat diperoleh informasi bahwa persepsi masyarakat tentang biaya berobat: tidak mahal (70 %), mahal (30%); lokasi rumah sakit : tidak baik (90%), baik (10%); fasilitas : baik (75%), tidak baik (25%); perilaku petugas : baik (60%), tidak baik (40%); perilaku dokter : baik (65%), tidak baik (35%). Dari 20 responden tersebut 45% di antaranya belum pernah berobat ke RSU Parapat.
Hasil survei menunjukkan bahwa biaya sepertinya tidak mempengaruhi persepsi pasien tentang pelayanan kesehatan di rumah sakit umum Parapat. Lokasi rumah sakit yang tidak baik, perilaku petugas dan perilaku dokter yang tidak baik kemungkinan menjadi penyebab rendahnya kunjungan masyarakat ke rumah sakit umum Parapat. Hal ini dapat dilihat dari nilai BOR, BTO, LOS dan TOI yang masih rendah. Hasil survei pendahuluan ini digunakan sebagai dasar dalam menentukan
(27)
variabel persepsi masyarakat kecamatan Girsang Sipangan Bolon tentang pelayanan kesehatan. Dari survei pendahuluan juga didapat keterangan dari responden, bahwa masyarakat lebih cenderung untuk berobat ke kota Siantar, dimana terdapat satu rumah sakit umum tipe B pendidikan dan dua rumah sakit swasta.
Rendahnya utilisasi (penggunaan) fasilitas kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, dan sebagainya, seringkali kesalahan atau penyebabnya dilemparkan kepada faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu jauh (baik jarak secara fisik maupun secara sosial), tarif yang tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya. Kita sering melupakan faktor persepsi atau konsep masyarakat itu sendiri tentang sakit. Pada kenyataannya di dalam masyarakat terdapat beraneka ragam konsep sehat–sakit yang tidak sejalan dan bahkan bertentangan dengan konsep sehat-sakit yang diberikan oleh pihak provider atau penyelenggara pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2007).
Hubungan antara persepsi masyarakat tentang pelayanan kesehatan dengan kunjungan di RSU Parapat perlu diketahui untuk mewujudkan agar pelayanan kesehatan berjalan secara optimal dengan jumlah kunjungan pasien yang meningkat.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi permasalahan adalah apakah persepsi masyarakat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon tentang pelayanan kesehatan (yang terdiri dari lokasi rumah sakit, fasilitas
(28)
rumah sakit, perilaku perawat dan perilaku dokter) berhubungan dengan kunjungan di RSU Parapat.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui dan menganalisis hubungan antara persepsi masyarakat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon tentang pelayanan kesehatan (yang terdiri dari lokasi rumah sakit, fasilitas rumah sakit, perilaku perawat dan perilaku dokter) dengan kunjungan di RSU Parapat.
1.4 Hipotesis
Ada hubungan antara persepsi masyarakat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon tentang pelayanan kesehatan (lokasi rumah sakit, fasilitas rumah sakit, perilaku perawat, perilaku dokter) dengan kunjungan di RSU Parapat.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak antara lain :
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi RSU Parapat untuk memperbaiki pelayanannya agar sesuai dengan harapan masyarakat di wilayah kerjanya. 2. Sebagai bahan masukan bagi Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan
Masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengembangan ilmu dan pengembangan penelitian sejenis dan berkelanjutan.
(29)
3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti yang berguna untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
(30)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
1. Penelitian yang dilakukan oleh Rifai (2005), tentang pengaruh persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan pelayanan pengobatan di puskesmas Binjai kota tahun 2004 menyebutkan bahwa ruang lingkup persepsi masyarakat terhadap puskesmas adalah biaya, lokasi, fasilitas, perilaku petugas dan perilaku dokter. Juga dikatakan bahwa persepsi biaya berobat dan lokasi tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan pengobatan puskesmas Binjai kota.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ayu (2005), tentang pengaruh persepsi pasien tentang pelayanan terhadap kunjungan di unit rawat jalan rumah sakit Sri Pamela Tebing Tinggi menyebutkan bahwa pelayanan yang terdiri dari fasilitas, sumber daya manusia, tarif dan proses pelayanan di rumah sakit secara keseluruhan sangat berpengaruh terhadap persepsi pasien.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Simbolon (2005), tentang persepsi pasien keluarga miskin terhadap pelayanan kesehatan di ruang rawat inap RSU dr. Pirngadi Medan menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan yang terdiri dari pelayanan tenaga kesehatan, fasilitas, penunjang medik dan administrasi secara keseluruhan sangat berpengaruh terhadap persepsi pasien keluarga miskin di RSU dr. Pirngadi Medan.
(31)
2.2 Persepsi
Menurut Krech yang dikutip oleh Thoha (1999), dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses kognitif yang komplek dan menghasilkan suatu gambar unik tentang kenyataan yang barangkali sangat berbeda dari kenyataannya. Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengamati objek yang sama.
Robbin (2003) mendefenisikan persepsi sebagai proses dimana sesorang mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensasi yang dirasakan dengan tujuan untuk memberi makna terhadap lingkungannya. Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi.
Menurut Widayatun (1999), yang dimaksud dengan persepsi atau tanggapan adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia yang akan menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, memberi serta meraba (kerja indra) di sekitar kita. William James mengatakan, persepsi adalah suatu pengalaman yang terbentuk berupa data-data yang didapat melalui indra, hasil pengolahan otak dan ingatan.
Menurut Walgito (2001), persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap ransang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu.
(32)
2.2.1 Proses terjadinya persepsi
Proses terjadinya persepsi adalah karena adanya objek/stimulus yang meransang untuk ditangkap oleh panca indra (objek tersebut menjadi perhatian pancaindra), kemudian stimulus/objek perhatian tadi dibawa ke otak. Dari otak terjadi adanya ”kesan” atau jawaban (respon) adanya stimulus, kesan atau respon dibalikkan ke indra kembali berupa ”tanggapan” atau persepsi atau hasil kerja indra berupa pengalaman hasil pengolahan otak.
Menurut Thoha ada beberapa subproses dalam persepsi ini, dan yang dapat dipergunakan sebagai bukti bahwa sifat persepsi itu merupakan hal yang komplek dan interaktif. Subproses pertama yang dianggap penting ialah stimulus, atau situasi yang hadir. Mula terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan dengan situasi atau suatu stimulus.
Subproses selanjutnya adalah registrasi, interpretasi dan umpan balik (feed back). Dalam masa registrasi, suatu gejala yang nampak ialah mekanisme fisik yang berupa penginderaan dan syaraf seseorang terpengaruh, kemampuan fisik untuk mendengar dan melihat akan mempengaruhi persepsi. Dalam hal ini seseorang mendengar atau melihat informasi terkirim kepadanya. Mulailah ia mendaftar semua informasi yang terdengar atau terlihat padanya. Setelah terdaftarnya semua informasi yang sampai kepada seseorang, subproses berikut yang bekerja ialah interpretasi. Interpretasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang amat penting. Proses interpretasi ini tergantung pada cara pendalaman (learning), motivasi dan kepribadian seseorang. Pendalaman, motivasi dan kepribadian seseorang akan berbeda antara satu
(33)
orang dengan orang lain. Disinilah letak sumber perbedaan pertama dari persepsi, dan itulah sebabnya mengapa interpretasi merupakan subproses yang penting. Subproses terakhir adalah umpan balik. Subproses ini dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Menurut Sunaryo (2004), ada 2 macam persepsi, yaitu :
1. External perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya ransang yang datang dari luar diri individu.
2. Self-perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya ransang yang berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri.
2.2.2 Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan persepsi seseorang, antara lain:
1. Psikologi : persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di alam dunia ini sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi.
2. Famili : pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah familinya.
3. Kebudayaan : kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat didalam mempengaruhi sikap, nilai dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia ini.
(34)
2.3 Pelayanan Kesehatan
Menurut Levey dan Loomba dalam Azwar (1995), yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
Bentuk dan jenis pelayanan kesehatan menurut Hodgetts dan Cascio dalam Azwar (1995), terbagi dua , yaitu:
1. Pelayanan kedokteran, pelayanan kesehatan yang termasuk didalamnya ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi (institution), tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan yang termasuk didalamnya ditandai denga cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam satu organisasi, tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya terutama untuk kelompok dan masyarakat.
Syarat pokok pelayanan kesehatan :
1. Tersedia dan berkesinambungan, artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhka oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.
(35)
2. Dapat diterima dan wajar, artinya pelayanan kesehatan masyarakat tersebut tidak bertentangan dengan keyakianan dan kepercayaan masyarakat.
3. Mudah dicapai, pengertian ketercapaian yang dimaksudkan disini terutama dari sudut lokasi.
4. Mudah dijangkau, pengertian keterjangkauan yang dimaksudkan disini terutama dari sudut biaya.
5. Bermutu, pengertian mutu yang dimaksudkan disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.
Menurut Notoatmodjo (2007), ada dua kategori pelayanan kesehatan, yaitu
1. Kategori yang berorientasi pada publik (masyarakat), diarahkan langsung ke arah publik daripada ke arah individu-individu yang khusus terdiri dari sanitasi, imunisasi, kebersihan air dan perlindungan kualitas udara
2. Kategori yang berorientasi pada perorangan (pribadi), diarahkan langsung ke arah individu.
2.3.1 Mutu pelayanan kesehatan
Kepuasan konsumen akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa kepada konsumen sesuai dengan yang dipersepsikan konsumen. Oleh karena berbagai faktor, seperti subyektivitas yang dipersepsikan konsumen dan pemberi jasa, maka jasa
(36)
sering disampaikan dengan cara yang berbeda dengan yang dipersepsikan oleh konsumen. Menurut Parasuraman dalam Umar (2005), perbedaan cara penyampaian dari apa yang dipersepsikan konsumen itu mencakup lima gap (perbedaan), yaitu :
1. Gap-1 : Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Gap ini muncul sebagai akibat dari ketidaktahuan manajemen tentang kualitas jasa macam apa yang sebenarnya diharapkan konsumen. Akibatnya, desain dan standar jasa yang disampaikan menjadi tidak laik, sehingga perusahaan tidak dapat memperlihatkan unjukkerja seperti yang dijanjikan pada konsumen. 2. Gap-2 : Gap antara persepsi manajemen tentang harapan konsumen dan
spesifikasi kualitas jasa. Gap ini muncul karena para manajer menetapkan spesifikasi kualitas jasa berdasarkan pada apa yang mereka percayai sebagai yang diinginkan konsumen.
3. Gap-3 : Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan jasa yang disajikan. Gap ini mengindikasikan perlunya ditetapkan desain dan standar jasa yang berorientasi kepada konsumen yang dibangun berdasarkan kepada keperluan pokok konsumen yang mudah dipahami oleh konsumen dan diukur oleh konsumen. Standar-standar itu terdiri dari standar-standar operasi yang ditetapkan sesuai dengan harapan dan prioritas konsumen, tidak dari sudut kepentingan perusahaan seperti efisiensi dan efektivitas.
4. Gap-4 : Gap antara penyampaian jasa aktual dan komunikasi eksternal kepada konsumen. Janji yang disampaikan mungkin secara potensial bukan hanya meningkatkan harapan yang akan dijadikan sebagai standar kualitas jasa yang
(37)
akan diterima konsumen, akan tetapi juga akan meningkatkan persepsi tentang jasa yang akan disampaikan kepada mereka. Kegagalan dalam memenuhi jasa yang dijanjikan dengan faktanya akan memperlebar gap ini.
5. Gap-5 : Gap antara jasa yang diharapkan dan jasa aktual yang diterima konsumen. Gap ini mencerminkan perbedaan antara unjukkerja aktual yang diterima konsumen dan unjukkerja yang diharapkan.
Pelayanan kesehatan memiliki banyak syarat yang harus dipenuhi agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Syarat yang dimaksud paling tidak mencakup delapan hal pokok yaitu : tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat diterima (acceptable), dapat dicapai (accessible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient) serta bermutu (quality). Menurut Tabish dalam Aditama (2003), pelayanan kesehatan yang bermutu berarti memberikan suatu produk yang benar-benar memberi pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan individu dan masyarakat.
Menurut Tjiptono (2004) yang mengutip pendapat Kotler, kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan.
Defenisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Wyckof dalam Tjiptono (2004) menyebutkan bahwa kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
(38)
untuk memenuhi keinginan pelanggan. Menurut Parasuraman (dalam Tjiptono, 2005) terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang di persepsikan (perceived service). Apabila jasa yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian, baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.
Parasuraman dalam Tjiptono (2005) mengidentifikasikan sepuluh dimensi pokok kualitas jasa yang merangkumnya menjadi lima dimensi kualitas jasa (sesuai ururtan derajat kepentingan relatifnya) yang disebut ”SERVQUAL”, yaitu :
1. Reliabilitas (reliability), yaitu kemampuan memberikan layanan yang diberikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
2. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan layanan dengan tanggap.
3. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan dan sifat dapat percaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
(39)
4. Empati (empathy), meliputi kemudahan dalam menjalin relasi, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan pemahaman atas kebutuhan individual para pelanggan
5. Bukti fisik(tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.
2.4 Rumah Sakit
Konsep rumah sakit telah bermula sejak zaman Arab kuno dulu, juga pada rumah sakit dalam sejarah Islam, rumah sakit Budha di India, dan semacam rumah sakit di Israel dimana dokter yang ada juga bertindak sebagai pendeta dan pemaham kekuatan magis (Aditama, 2002).
Menurut Wolper dan Pena (1987) dalam Azwar (1996), rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Menurut Association of Hospital Care, rumah sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan serta penelitian kedokteran diselenggarakan.
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, rumah sakit di Indonesia dapat dibedakan atas beberapa macam. Jika ditinjau dari pemiliknya, maka rumah sakit di Indonesia dapat dibedakan atas 2 macam, yakni :
(40)
1. Rumah sakit pemerintah
Rumah sakit pemerintah yang dimaksudkan disini dapat dibedakan atas 3 macam,yakni :
a. Pemerintah pusat, terdiri dari :
1. Departemen kesehatan : beberapa rumah sakit langsung dikelola oleh departemen kesehatan.
2. Departemen lain : beberapa departemen lainnya seperti Departemen Pertahanan dan Keamanan, Departemen Pertambangan serta Departemen Perhubungan juga mengelola rumah sakit sendiri. Peranan departemen kesehatan disini adalah merumuskan kebijakan pokok bidang kesehatan saja, yang harus dipakai sebagai landasan dalam melaksanakan setiap upaya kesehatan.
b. Pemerintah daerah.
Sesuai dengan Undang-Undang Pokok Pemerintah Daerah No. 5 Tahun 1974, maka rumah sakit-rumah sakit yang berada di daerah dikelola oleh pemerintah daerah
Berdasarkan Kepmenkes RI No: 983/MENKES/SK/XI/1992 tentang pedoman organisasi rumah sakit umum, rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan berdasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik dan peralatan, yang terdiri atas :
(41)
i. Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik luas.
ii. Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas. Rumah sakit umum kelas B dibedakan dalam dua jenis berdasarkan adanya fungsi sebagai tempat pendidikan tenaga medis oleh fakultas kedokteran, yaitu rumah sakit umum pendidikan dan rumah sakit umum nonpendidikan.
iii. Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar.
iv. Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar.
2. Rumah sakit swasta
Sesuai dengan Undang-undang Kesehatan No.23 tahun 1992, beberapa rumah sakit yang ada di Indonesia juga dikelola oleh pihak swasta. Undang-undang Pokok Kesehatan dan juga sistem Kesehatan Nasional memang mengakui adanya peranan pihak swasta.
Pelayanan kesehatan didirikan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat membutuhkannya. Namun kenyataannya masyarakat baru mau mencari pengobatan (pelayanan kesehatan) setelah benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa. Hal inipun
(42)
bukan berarti mereka harus mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern, tetapi juga ke fasilitas pengobatan tradisional. Itulah sebabnya maka rendahnya penggunaan fasilitas pengobatan modern dapat disebabkan oleh persepsi masyarakat tentang sakit yang berbeda dengan konsep provider. Persepsi masyarakat tentang sakit yang notabene merupakan konsep sehat-sakit masyarakat berbeda pada tiap kelompok masyarakat. Konsep kelompok masyarakat yang satu berbeda dengan konsep sehat-sakitnya kelompok lain (Notoatmodjo, 2007)
2.5Kunjungan ke rumah sakit
Kunjungan masyarakat ke rumah sakit merupakan keputusan masyarakat untuk membeli/memakai jasa dari rumah sakit. Minat beli konsumen merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu, serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu.
Menurut Engel dalam Mangkunegara (2002), perilaku konsumen didefenisikan sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut.
Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu faktor sosial budaya yang terdiri atas kebudayaan, budaya khusus, kelas sosial, kelompok sosial dan referensi serta keluarga. Faktor yang lain adalah faktor
(43)
psikologis yang terdiri atas motivasi, persepsi dan proses belajar, kepercayaan dan sikap. (Umar, 2005)
Menurut Widayatun, pembentukan sikap dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan sikap seseorang sangat ditentukan oleh :
1. Kepribadian 2. Inteligensia 3. Minat
Perilaku konsumen sangat menentukan dalam proses pengambilan keputusan pembelian, yang terdiri atas lima tahap, yaitu :
1. Identifikasi kebutuhan, dimana konsumen merasakan adanya perbedaan antara kondisi aktual dan kondisi yang diharapkan
2. Bila kebutuhan telah teridentifikasi, konsumen kemudian mulai mencari informasi mengenai berbagai macam alternatif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
3. Dalam tahap evaluasi, konsumen memproses informasi untuk mengevaluasi berbagai alternatif merek, mengidentifikasi merek yang paling disukai, dan membentuk minat beli.
4. Biasanya konsumen akan membeli merek yang paling disukainya, namun tindakan pembelian tidak selalu sama dengan yang direncanakan. Setidaknya ada dua intervening factors yang berpengaruh signifikan, yaitu sikap orang lain yang dianggap penting dan faktor situasional yang tidak terduga. (Kotler dalam Tjiptono, 2005)
(44)
5. Setelah menggunakan produk/jasa, konsumen akan merasakan tingkat kepuasan atau ketidakpuasan tertentu. Kepuasan konsumen tergantung kepada perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dan persepsi terhadap kinerja produk/jasa. (Oliver dalam Tjiptono, 2005)
Proses keputusan pembelian dapat digambarkan sebagai berikut :
G
Gambar 2.1 Proses Keputusan Pembelian Sumber : Tjiptono (2005)
2.6 Landasan Teori
Menurut Levey dan Loomba (1973) dalam Azwar (1995), yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.
Pelayanan kesehatan memiliki banyak syarat yang harus dipenuhi agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Syarat yang dimaksud paling tidak mencakup delapan hal pokok yaitu : tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat diterima (acceptable), dapat dicapai (accessible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient) serta bermutu (quality) (Azwar,1995). Menurut Tabish dalam Aditama (2003), pelayanan kesehatan yang
Identifikasi kebutuhan
Pencarian informasi
Evaluasi informasi
Keputusan pembelian
Perilaku purnabeli
(45)
bermutu berarti memberikan suatu produk yang benar-benar memberi pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan individu dan masyarakat.
Penelitian Rifai (2005) menyebutkan bahwa persepsi perilaku dokter, perilaku petugas dan fasilitas puskesmas berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan pengobatan puskesmas Binjai kota, sedangkan biaya berobat dan lokasi puskesmas tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan pengobatan.
2.7Kerangka Konsep Penelitian
Variabel persepsi masyarakat tentang pelayanan kesehatan (yang terdiri dari lokasi, fasilitas, perilaku perawat dan perilaku dokter) diambil berdasarkan penelitian Rifai (2005) yang melakukan penelitian di Puskesmas Binjai Kota dengan variabel persepsi masyarakat tentang puskesmas terdiri dari biaya berobat, lokasi, fasilitas , perilaku petugas dan perilaku dokter. Dari hasil penelitian Rifai, ternyata biaya berobat dan lokasi puskesmas tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan pengobatan Puskesmas Binjai Kota.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan pada masyarakat di wilayah Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, diketahui bahwa variabel biaya berobat tidak mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kunjungan di RSU Parapat, maka dalam penelitian ini variabel biaya tidak di pakai.
(46)
Alur penelitian ini dapat digambarkan dalam kerangka konsep seperti berikut ini : Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Sumber : Rifai (2005)
Berdasarkan kerangka konsep dapat dijelaskan defenisi konsep sebagai berikut : persepsi masyarakat di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon terhadap pelayanan kesehatan di RSU Parapat terdiri dari lokasi rumah sakit, fasilitas rumah sakit, serta perilaku perawat dan perilaku dokter. Secara teoritis hal ini semua berpengaruh terhadap kunjungan di rumah sakit. Bila persepsi masyarakat baik terhadap RSU Parapat, maka diharapkan akan banyak masyarakat yang memanfaatkan pelayanan kesehatan di RSU Parapat.
Persepsi masyarakat tentang pelayanan kesehatan
• lokasi
• fasilitas
• perilaku perawat
• perilaku dokter
Kunjungan rumah sakit
(47)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan analitik kuantitatif untuk mengetahui hubungan antara persepsi masyarakat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon tentang pelayanan kesehatan dengan kunjungan di RSU Parapat.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun pada bulan Januari 2009.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah masyarakat yang berada di wilayah Kecamatan Girsang Sipangan Bolon. Data tahun 2007 menunjukkan jumlah penduduk di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon sebanyak 14.102 jiwa.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus penentuan sampel untuk penelitian survei (Notoatmodjo, 2002).
(48)
Besar sampel ditentukan dengan rumus : p x q N - n
d = Z x n x N-1
Keterangan :
d = penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan (0,05) Z = standar deviasi normal (1,95)
p = proporsi untuk sifat tertentu yang diperkirakan terjadi pada populasi (0,05) q = 1,0-p
N = besar populasi n = besar sampel
0,0475 14102-n 0,05 = 1,95 x n x 14102-1
n = 71, 8 dibulatkan menjadi 75 responden.
Kecamatan Girsang Sipangan Bolon terdiri dari tiga kelurahan dan dua nagori. Penentuan jumlah sampel pada tiap kelurahan/nagori dilakukan dengan cara proporsional sampling, dengan rumus :
populasi
Sampel = x Total sampel Total populasi
(49)
Maka jumlah sampel pada masing-masing kelurahan di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.1 Jumlah responden di tiap kelurahan / nagori di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon
No Kelurahan / Nagori Perhitungan Jumlah sampel 1. Sipangan Bolon 1.959/14.102 x 75 10
2. Girsang 2.091/14.102 x 75 12
3. Parapat 6.105/14.102 x 75 32
4. Tiga Raja 1.988/14.102 x 75 11
5. Sibaganding 1.959/14.102 x 75 10
Total Sampel 75
Sumber : BPS Kab. Simalungun (2008)
Penentuan sampel pada tiap kelurahan/nagori menggunakan teknik purposive sampling, yaitu terbatas pada responden atau keluarganya yang sudah pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di RSU Parapat dan berusia > 15 tahun.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Sumber data
Dalam penelitian ini digunakan 2 sumber data, yaitu :
1. Data Primer, diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden yang berpedoman pada kuesioner penelitian.
(50)
2. Data Sekunder, diperoleh dari RSU Parapat, Puskesmas Parapat dan kantor kecamatan Girsang Sipangan Bolon.
3.4.2 Uji validitas dan reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas merupakan uji kualitas data terhadap penggunaan instrumen penelitian. Uji tersebut masing-masing untuk mengetahui konsistensi dan akurasi data yang dikumpulkan dari instrumen yang digunakan
1. Validitas, yaitu dengan melihat hasil pada kolom Corrected Item-Total Correlation, dengan analisa keputusan :
a. jika r hasil positif dan r hasil > r tabel, maka skor butir kuesioner valid b. jika r hasil negatif dan r hasil < r tabel, maka skor butir kuesioner tidak valid
(51)
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Kuesioner Persepsi Pasien tentang Pelayanan Kesehatan
Variabel Butir Pertanyaan R Tabel R Hitung Keterangan
Lokasi 1 0,423 0,5710 Valid
2 0,423 0,5796 Valid
3 0,423 0,6061 Valid
4 0,423 0,4710 Valid
5 0,423 0,5584 Valid
Fasilitas 1 0,423 0,4781 Valid
2 0,423 0,5137 Valid
3 0,423 0,6610 Valid
4 0,423 0,6213 Valid
5 0,423 0,6725 Valid
6 0,423 0,5147 Valid
7 0,423 0,4696 Valid
8 0,423 0,5418 Valid
Perilaku perawat
1 0,423 0,5288 Valid
2 0,423 0,4980 Valid
3 0,423 0,6690 Valid
4 0,423 0,6188 Valid
5 0,423 0,4815 Valid
6 0,423 0,6419 Valid
Perilaku dokter 1 0,423 0,5521 Valid
2 0,423 0,7151 Valid
3 0,423 0,7252 Valid
4 0,423 0,6048 Valid
5 0,423 0,6607 Valid
Sumber : Uji validitas kuesioner (2009)
2. Reliabilitas, yaitu dengan melihat hasil pada Cronbach Alpha, dengan kriteria keputusan :
a. jika r Alpha positif dan > r tabel, maka reliabel b. jika r Alpha negatif atau < r tabel, maka tidak reliabel
(52)
Tabel 3.3 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Persepsi Pasien tentang Pelayanan Kesehatan
Variabel R Tabel R Hitung Keterangan
Lokasi 0,6 0,7771 Reliable
Fasilitas 0,6 0,8259 Reliable
Perilaku perawat 0,6 0,8084 Reliable
Perilaku dokter 0,6 0,8428 Reliable
Sumber : Uji reliabilitas kuesioner (2009)
3.5Variabel dan Defenisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian
Variabel Dependen (Y) : kunjungan di rumah sakit
Variabel Independen (X) : Faktor persepsi masyarakat terhadap rumah sakit yang dideskripsikan atas : Lokasi (X1)
Fasilitas (X2) Perilaku perawat (X3)
Perilaku dokter (X4)
3.5.2 Definisi Operasional
Lokasi (X1) : penilaian atau pandangan masyarakat tentang letak rumah sakit yang dapat dijangkau masyarakat dilihat dari jarak, kemudahan transportasi dan waktu tempuhnya, terdiri dari :
a. Jarak dari tempat tinggal responden ke rumah sakit dikatakan dekat bila < 3 km (Fone, Christie & Lester, 2006)
(53)
b. Waktu tempuh dari tempat tinggal responden ke rumah sakit dikatakan singkat bila < 5 menit (Fone, Christie & Lester, 2006)
c. Biaya transportasi ke rumah sakit dikatakan murah bila ≤ Rp.2.500,- (Organda Siantar-Simalungun, 2008)
Fasilitas (X2) : penilaian atau pandangan masyarakat tentang keadaan sarana atau alat-alat bantu yang sangat diperlukan, termasuk kebersihan pada kegiatan medis yang mempengaruhi pemberian pelayanan pada masyarakat menyangkut ruangan, laboratorium, obat, apotik dan alat-alat kedokteran yang sesuai dengan standar peralatan rumah sakit kelas D (Rifai, 2005).
Perilaku perawat (X3) : penilaian atau pandangan masyarakat tentang tanggapan atau reaksi petugas yang terwujud dengan sikap atau perbuatannya terhadap pasien menyangkut keramahan, perhatian dan kesopanan serta sikap yang tidak membedakan pasien (Rifai,2005)
Perilaku dokter (X4) : penilaian atau pandangan masyarakat tentang tanggapan atau reaksi dokter yang terwujud dengan sikap atau perbuatannya terhadap pasien menyangkut keramahan dokter atau kedekatan dokter dengan pasien dan kehadiran dokter di rumah sakit (Rifai, 2005)
Kunjungan di rumah sakit (Y) : keputusan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan di rumah sakit.
(54)
3.6 Metode Pengukuran
Variabel independen menggunakan skala interval yang terdiri dari 4 kategori, yaitu : sangat buruk (nilai 1), buruk (nilai 2), baik (nilai 3), sangat baik (nilai 4). Pengukuran variabel dependen mengguanakan skala nominal yang terdiri dari 2 kategori, yaitu 1. tidak, 2. ya.Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.4 Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen
Variabel Indikator Kategori Skor Skala Ukur
Lokasi (X1) 5 1. Sangat buruk 2. Buruk 3. Baik 4. Sangat baik
5-8 9-12 13-16 17-20
Interval
Fasilitas (X2) 8 1. Sangat buruk 2. Buruk 3. Baik 4. Sangat baik
8-13 14-19 20-25 26-32 Interval Perilaku perawat (X3)
6 1. Sangat buruk 2. Buruk 3. Baik 4. Sangat baik
6-10 11-15 16-20 21-24 Interval Perilaku dokter (X5)
5 1. Sangat buruk 2. Buruk 3. Baik 4. Sangat baik
5-8 9-12 13-16 17-20
Interval
Kunjungan (Y) 1 1. Tidak 2. Ya
1 2
Nominal
3.7 Metode Analisis Data
3.7.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi dan persentase dari tiap variabel.
(55)
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan uji Chi-Square dengan derajat kepercayaan 95 % (m = 0,05). Bila nilai p < 0,05 maka hasil uji statistik bermakna yang berarti ada hubungan yang signifikan antara satu variabel dengan variabel lainnya.
(56)
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Lokasi penelitian
Rumah sakit umum Parapat merupakan rumah sakit umum tipe D yang berada di Parapat, tepatnya di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon. Kecamatan ini terdiri dari tiga kelurahan dan dua nagori. Rsu Parapat berada di Kelurahan Parapat, berada kira-kira 1 km dari pusat kota Parapat dan 500 m dari tepi jalan raya dengan posisi menanjak kira-kira 50 m. Kecamatan Girsang Sipangan Bolon memiliki luas wilayah 120,38 km² dengan jumlah penduduk pada tahun 2007 adalah sebanyak 14.102 jiwa. Distribusi frekuensi penduduk kecamatan ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Kelurahan/Nagori di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Tahun 2007
No Kelurahan / Nagori Jumlah Penduduk Persentase
1 Sipangan Bolon 1.959 13,89
2 Girsang 2.091 14,83
3 Parapat 6.105 43,29
4 Tiga Raja 1.988 14,10
5 Sibaganding 1.959 13,89
Total 14.102 100
Sumber : BPS Kabupaten Simalungun (2008)
4.2 Deskripsi Karakteristik Responden
Karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan suku.
(57)
4.2.1 Umur
Pada Tabel 4.2 terlihat bahwa pengelompokan umur responden berdasarkan umur paling tinggi dan paling rendah dari seluruh data umur responden menunjukkan bahwa persentase terbesar umur responden berada pada kelompok umur 42 – 63 tahun sebanyak 50 responden (66,67%).
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan kelompok Umur di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon
No Kelompok Umur Jumlah Persen
1 20 - 41 tahun 21 28
2 42 – 63 tahun 50 66,67
3 64 – 85 tahun 4 5,33
Jumlah 75 100,00
Sumber : Hasil pengolahan data penelitian (2009)
4.2.2 Jenis Kelamin
Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa responden penelitian berjenis kelamin perempuan sebanyak 42 responden (56%) dan laki-laki sebanyak 33 responden(44%).
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon
No Jenis Kelamin Jumlah Persen
1 Laki-laki 33 44
2 Perempuan 42 56
Jumlah 75 100
(58)
4.2.3 Pendidikan
Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah SMA, yaitu sebanyak 34 responden (45,33%) dan yang paling sedikit adalah S1, yaitu sebanyak 4 responden (5,33%).
Tabel 4.4 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat pendidikan di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persen
1 SMA 34 45,33
2 SMP 20 26,67
3 SD 12 16
4 Diploma 5 6,67
5 S1 4 5,33
Jumlah 75 100
Sumber : Hasil pengolahan data penelitian (2009)
4.2.4 Pekerjaan
Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa pekerjaan responden yang paling banyak adalah wiraswasta dan petani yaitu sebanyak 24 responden (32%) dan yang paling sedikit adalah tidak mempunyai pekerjaan, yaitu sebanyak 5 responden (6,67%).
Tabel 4.5 Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon
No Pekerjaan Jumlah Persen
1 Wiraswasta 24 32
2 Petani 24 32
3 Pegawai swasta 13 17,33
4 PNS 9 12
5 Tidak ada 5 6,67
Jumlah 75 100
(59)
4.2.5 Suku
Pada Tabel 4.6 terlihat bahwa suku responden yang paling banyak adalah suku Batak, yaitu sebanyak 70 responden (93,34%) dan yang paling sedikit adalah suku Nias, Padang dan Cina sebanyak 1 responden (1,33%).
Tabel 4.6 Distribusi Responden berdasarkan Suku di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon
No Suku Jumlah Persen
1 Batak 70 93,34
2 Jawa 2 2,67
3 Nias 1 1,33
4 Padang 1 1,33
5 Cina 1 1,33
Jumlah 75 100
Sumber : Hasil pengolahan data penelitian (2009)
4.3 Distribusi Persepsi Responden
Distribusi responden berdasarkan persepsinya tentang pelayanan kesehatan yang terdiri dari lokasi rumah sakit, fasilitas rumah sakit, perilaku perawat dan perilaku dokter.
4.3.1 Lokasi rumah sakit
Pada Tabel 4.7 terlihat bahwa 58,7 % responden menyatakan bahwa jarak antara tempat tinggal responden ke rumah sakit baik, yang berarti bahwa responden tidak menganggap jarak antara tempat tinggal mereka ke rumah sakit jauh. Demikian juga halnya dengan waktu tempuh ke rumah sakit, 49,3 % responden mengatakan baik. Sementara itu 65,3 % responden menyatakan bahwa sarana transportasi kerumah sakit sangat buruk, 58,7 % menyatakan bahwa kondisi jalan ke rumah sakit
(60)
sangat buruk dan 70,7 % responden menyatakan bahwa biaya transportasi ke rumah sakit sangat buruk.
Tabel 4.7 Distribusi Persepsi Responden tentang Lokasi Rumah Sakit Umum Parapat di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon
Pada tabel 4.8 dapat dilihat bahwa dari 75 responden yang diwawancarai diketahui bahwa 49,3 % responden memiliki persepsi buruk terhadap lokasi rumah sakit umum Parapat, 38,7 % memiliki persepsi sangat buruk dan hanya 12 % yang memiliki persepsi baik.
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Kategori Persepsi Responden Terhadap Lokasi Rumah Sakit Umum Parapat
Persepsi F Persen
Sangat Buruk 29 38,7
Buruk 37 49,3
Baik 9 12
Jumlah 75 100,0
Sangat buruk Buruk Baik Total Lokasi rumah
sakit F % F % F % F %
Jarak ke rumah sakit
9 12 22 29,3 44 58,7 75 100 Waktu
tempuh ke rumah sakit
11 14,7 27 36,0 37 49,3 75 100
Sarana transportasi
49 65,3 15 20 11 49,3 75 100 Kondisi jalan 44 58,7 23 30,7 8 10,7 75 100 Biaya
transportasi
(61)
4.3.2 Fasilitas Rumah Sakit Umum Parapat
Pada tabel 4.9 terlihat bahwa 64 % responden menyatakan bahwa peralatan di RSU Parapat sangat buruk, 49,3 % menyatakan bahwa laboratorium di rumah sakit tersebut buruk, 72 % responden menyatakan bahwa kebersihan kamar rawat inap baik dan 62,7 % responden menyatakan kamar rawat inap tertata dengan baik serta 52 % menyatakan memiliki penerangan dan ventilasi yang baik. Kebersihan kamar mandi di RSU Parapat dinyatakan buruk oleh 48% responden. Sementara itu, 46,7 % responden menyatakan ketersediaan obat di apotik rumah sakit sangat buruk dan 48% responden menyatakan bahwa rumah sakit menyediakan makanan pasien dengan baik.
Tabel 4.9 Distribusi Persepsi Responden tentang Fasilitas Rumah Sakit Umum Parapat di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon
Sangat buruk Buruk Baik Total
Fasilitas rumah
sakit F % F % F % F %
Peralatan 48 64 20 26,7 7 9,3 75 100
Laboratorium 30 40 37 49,3 8 10,7 75 100 Kamar rawat
bersih
8 10,7 13 17,3 54 72 75 100 Kamar rawat
tertata baik
10 13,3 18 24 47 62,7 75 100 Penerangan
dan ventilasi
15 20 21 28 39 52 75 100 Kamar mandi
bersih
13 17,3 36 48 26 34,7 75 100 Obat tersedia di
apotik RS
35 46,7 34 45,3 6 8 75 100 Makanan
pasien
(62)
Pada Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa dari 75 responden yang diwawancarai 50,7 % responden memiliki persepsi yang buruk terhadap fasilitas di RSU Parapat, 36% memiliki persepsi yang sangat buruk dan 13,3% memiliki persepsi baik.
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Kategori Persepsi Responden Terhadap Fasilitas Rumah Sakit Umum Parapat
Persepsi F Persen
Sangat Buruk 27 36
Buruk 38 50,7
Baik 10 13,3
Jumlah 75 100
4.3.3 Perilaku Perawat
Pada Tabel 4.11 terlihat bahwa 46,7 % responden menyatakan keberadaan perawat di rumah sakit pada jam kerja adalah buruk, 42,7% responden menyatakan kecepatan bekerja perawat buruk, serta ketanggapan perawat terhadap keluhan pasien dianggap baik oleh 62,7% responden. Keramahan perawat dinyatakan baik oleh 46,7% responden dan kerapihan dinyatakan baik oleh 40% responden, serta 61,3 % responden menyatakan bahwa perawat selalu memantau pasien yang dirawat dengan sangat buruk.
(63)
Tabel 4.11 Distribusi Persepsi Responden tentang Perilaku Perawat di Rumah Sakit Umum Parapat di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon
Sangat buruk Buruk Baik Total Perilaku perawat
F % F % F % F % Perawat berada
di tempat
19 25,3 35 46,7 21 28 75 100
Perawat bekerja cepat
12 16 32 42,7 31 41,3 75 100 Tanggapan
terhadap keluhan pasien
11 14,7 17 22,7 47 62,7 75 100
Keramahan 16 21,3 24 32 35 46,7 75 100
Kerapihan 23 30,7 22 29,3 30 40 75 100
Perawat memantau pasien yang dirawat
46 61,3 14 18,7 15 20 75 100
Pada Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa dari 75 responden yang diwawancarai, 37,3% responden memiliki persepsi yang baik terhadap perilaku perawat juga 37,3% responden memiliki persepsi yang buruk dan sebesar 25,3% memiliki persepsi yang sangat buruk.
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Kategori Persepsi Responden Terhadap Perilaku Perawat di Rumah Sakit Umum Parapat
Persepsi F Persen
Sangat Buruk 19 25,3
Buruk 28 37,3
Baik 28 37,3
Jumlah 75 100
4.3.4 Perilaku Dokter
Pada Tabel 4.13 terlihat bahwa 45,3 % responden menyatakan keberadaan dokter di rumah sakit pada jam kerja adalah baik dan 50,7 % responden menyatakan
(64)
kemudahan dokter untuk dihubungi bila dibutuhkan juga baik. Kecepatan dokter dalam bekerja dinyatakan baik oleh 54,7 % responden, sementara itu 49,3 % responden menyatakan kehati-hatian dokter dalam bekerja dan tanggapannya terhadap keluhan pasien adalah baik.
Tabel 4.13 Distribusi Persepsi Responden tentang Perilaku Dokter di Rumah Sakit Umum Parapat di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon
Sangat buruk Buruk Baik Total
Perilaku dokter
F % F % F % F % Dokter berada
di tempat
9 12 32 42,7 34 45,3 75 100 Kemudahan
Dihubungi
10 13,3 27 36 38 50,7 75 100 Dokter bekerja
cepat
14 18,7 20 26,7 41 54,7 75 100 Dokter bekerja
hati-hati
12 16 26 34,7 37 49,3 75 100 Tanggap
terhadap keluhan pasien
19 25,3 19 25,3 37 49,3 75 100
Pada Tabel 4.14 dapat dilihat bahwa dari 75 responden yang diwawancarai, 38,7 % responden memiliki persepsi yang baik terhadap perilaku dokter di RSU Parapat, 36 % responden memiliki persepsi yang buruk dan 25,3% responden memiliki persepsi sangat buruk.
(65)
Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Kategori Persepsi Responden Terhadap Perilaku Dokter di Rumah Sakit Umum Parapat
Persepsi F Persen
Sangat Buruk 19 25,3
Buruk 27 36
Baik 29 38,7
Jumlah 75 100
4.4 Kesediaan untuk berkunjung ke RSU Parapat
Pada Tabel 4.15 terlihat, bahwa dari 75 responden yang diwawancarai, 81,3 % responden menyatakan tidak datang ke RSU Parapat setiap kali responden/anggota keluarganya sakit. Hanya 18,7 % responden yang menyatakan bahwa responden/anggota keluarganya berobat ke RSU Parapat setiap kali sakit.
Tabel 4.15 Distribusi Responden berdasarkan Kesediaan untuk Berkunjung Ke RSU Parapat
Kesediaan untuk berkunjung ke RSU Parapat F Persen
Tidak 61 81,3
Ya 14 18,7
Jumlah 75 100
Berdasarkan wawancara terhadap responden yang menyatakan tidak berobat ke RSU Parapat diketahui alasan mereka mayoritas karena mereka berobat ke Puskesmas Parapat (72,13 %), dan selebihnya karena kurangnya fasilitas di Rsu Parapat (11,47 %), jera atau kapok (4,92%), langsung berobat ke kota Siantar, membeli obat sendiri dan berobat ke dokter praktek masing-masing sebesar 3,28 % dan berobat ke mantri (1,64%).
(66)
4.5 Analisis Hubungan Antara Variabel Independen Dengan Variabel Dependen
Dalam penelitian ini, hasil analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (Lokasi RS, fasilitas, perilaku perawat dan perilaku dokter) terhadap variabel dependen (kesediaan masyarakat untuk melakukan kunjungan berobat ke RS) dengan uji Chi Square.
Suatu variabel independent dinyatakan mempunyai hubungan jika hasil uji statistiknya memperoleh nilai p value < 0,05.
4.5.1 Hubungan Antara Persepsi Masyarakat Tentang Lokasi Rumah Sakit dengan Kesediaan melakukan kunjungan berobat ke Rumah sakit
Tabel 4.16. menunjukkan hubungan antara persepsi masyarakat tentang lokasi RS dengan kesediaan melakukan kunjungan berobat ke Rumah Sakit. Dengan p value 0,001 menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara persepsi masyarakat tentang lokasi RS dengan kesediaan melakukan kunjungan berobat ke rumah sakit.
Dari 14 responden yang menyatakan akan berobat ke RSU Parapat jika responden/keluarganya sakit, 50% memiliki persepsi yang baik tentang lokasi rumah sakit. Dari 61 responden yang menyatakan tidak bersedia berobat ke RSU Parapat, 55,7% memiliki persepsi yang buruk tentang lokasi rumah sakit.
(67)
Tabel 4.16 Analisis Bivariat Antara Persepsi Masyarakat Tentang Lokasi Rumah Sakit dengan Kesediaan Melakukan Kunjungan ke RSU Parapat
4.5.2 Hubungan Antara Persepsi Masyarakat Tentang Fasilitas Rumah Sakit dengan Kesediaan melakukan kunjungan berobat ke Rumah Sakit
Tabel 4.17. menunjukkan hubungan antara persepsi masyarakat tentang fasilitas RS dengan kesediaan melakukan kunjungan berobat ke Rumah Sakit. Dengan p value 0,001 menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara persepsi masyarakat tentang fasilitas rumah sakit dengan kesediaan melakukan kunjungan berobat ke rumah sakit.
Dari 14 responden yang menyatakan akan berobat ke RSU Parapat jika responden/keluarganya sakit, 57,1 % memiliki persepsi yang baik tentang fasilitas rumah sakit. Dari 61 responden yang menyatakan tidak bersedia berobat ke RSU Parapat, 59 % memiliki persepsi yang buruk tentang fasilitas rumah sakit.
.
Kunjungan
Jumlah
Persepsi
Lokasi
Ya Tidak N %Sig.
Sangat buruk 4 (28,6%) 25 (41%) 29 38,7 Buruk 3 (21,4%) 34 (55,7%) 37 49,3
Baik 7 (50%) 2(21,4%) 9 12
Jumlah 14 (100%) 61 (100%) 75 100
(68)
Tabel 4.17 Analisis Bivariat Antara Persepsi Masyarakat Tentang Fasilitas Rumah Sakit dengan Kesediaan Melakukan Kunjungan ke RSU Parapat
Kunjungan
Jumlah
Persepsi
Fasilitas
Ya Tidak N %Sig.
Sangat buruk 4 (28,6)% 23(37,7%) 27 36 Buruk 2 (14,3%) 36 (59%) 38 50,7
Baik 8 (57,1 %) 2 (3,3%) 10 13,3
Jumlah 14 (100%) 61(100%) 75 100
0,001
4.5.3 Hubungan Antara Persepsi Masyarakat Tentang Perilaku Perawat Rumah Sakit dengan Kesediaan melakukan kunjungan berobat ke Rumah Sakit
Tabel 4.18 menunjukkan hubungan antara persepsi masyarakat tentang perilaku perawat dengan kesediaan melakukan kunjungan berobat ke rumah sakit. Dengan p value 0,372 (p >0,05) menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi masyarakat tentang perilaku perawat dengan kesediaan melakukan kunjungan berobat ke rumah sakit. Dari 14 responden yang berkeinginan berkunjung, 50% mempunyai persepsi yang baik tentang perilaku perawat.
Tabel 4.18 Analisis Bivariat Antara Persepsi Masyarakat Tentang Perilaku Perawat Rumah Sakit dengan Kesediaan Melakukan Kunjungan ke RSU Parapat
Kunjungan
Jumlah
Persepsi
Perilaku
Perawat
Ya Tidak N %
Sig.
Sangat buruk 4 (28,6%) 15 (24,6%) 19 25,3 Buruk 3 (21,4%) 25 (41%) 28 37,3 Baik 7 (50%) 21 (34,4%) 28 37,3
(69)
Jumlah 14 (100%) 61 (100%) 75 100
4.5.4 Hubungan Antara Persepsi Masyarakat Tentang Perilaku Dokter Rumah Sakit dengan Kesediaan melakukan kunjungan berobat ke Rumah sakit
Tabel 4.19 menunjukkan hubungan antara persepsi masyarakat tentang perilaku dokter dengan kesediaan melakukan kunjungan berobat ke rumah sakit. Dengan p value 0,061 (p >0,05) menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi masyarakat tentang perilaku dokter dengan kesediaan melakukan kunjungan berobat ke rumah sakit. Dari 14 responden yang bersedia melakukan kunjungan berobat ke rumah sakit jika responden/keluarganya sakit 50 % mempunyai persepsi yang sangat buruk tentang perilaku dokter.
Tabel 4.19 Analisis Bivariat Antara Persepsi Masyarakat Tentang Perilaku Dokter Rumah Sakit dengan Kesediaan Melakukan Kunjungan ke RSU Parapat
Kunjungan
Jumlah
Persepsi Perilaku
Dokter
Ya Tidak N %Sig.
Sangat buruk 7 (50%) 12 (19,7%) 19 25,3 Buruk 3 (21,4%) 24 (39,3%) 27 36
Baik 4 (28,6%) 25 (41%) 29 38,3
Jumlah 14(100%) 61 (100%) 75 100
(70)
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh persepsi masyarakat tentang lokasi rumah sakit terhadap kunjungan di RSU Parapat
Sebanyak 49,3 % masyarakat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon memiliki persepsi yang buruk terhadap lokasi RSU Parapat dan 38,7 % masyarakat memiliki persepsi sangat buruk. Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara persepsi masyarakat tentang lokasi rumah sakit dengan kunjungan di rumah sakit dengan p value 0,001. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh lokasi rumah sakit yang menanjak kira-kira 50 m dari jalan raya, sehingga menyulitkan masyarakat yang akan berobat ke rumah sakit tersebut, dimana 58,7 % masyarakat menyatakan bahwa kondisi jalan ke rumah sakit sangat buruk. Juga karena tidak ada angkutan umum yang rutenya melewati rumah sakit sehingga masyarakat harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk ke rumah sakit, dimana 65,3 % responden menyatakan bahwa sarana transportasi kerumah sakit sangat buruk dan 70,7 % responden menyatakan bahwa biaya transportasi ke rumah sakit sangat buruk.
Berdasarkan pernyataan 14 responden yang akan berobat ke RSU Parapat jika responden/keluarganya sakit, 50% memiliki persepsi yang baik tentang lokasi rumah sakit. Dari 61 responden yang menyatakan tidak bersedia berobat ke RSU Parapat, 55,7% memiliki persepsi yang buruk tentang lokasi rumah sakit.
(71)
dari dimensi mutu pelayanan kesehatan. Keterjangkauan atau akses artinya pelayanan itu harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa. Akses geografis diukur dengan jarak, lama perjalanan, biaya perjalanan, jenis transportasi dan hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang untuk mendapat pelayanan kesehatan. (Pohan, 2003) Pelayanan kesehatan yang lokasinya terlalu jauh dari daerah tempat tinggal tentu tidak mudah dicapai. (Azwar, 1996)
Menurut Tarigan dalam Danitama (2008), salah satu faktor yang menentukan apakah suatu lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak adalah tingkat aksesibilitas. Tingkat aksesibilitas adalah tingkat kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di sekitarnya. Tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut.
5.2 Pengaruh persepsi masyarakat tentang fasilitas rumah sakit terhadap kunjungan di RSU Parapat
Berdasarkan hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara variabel persepsi masyarakat tentang fasilitas rumah sakit dengan kunjungan di RSU Parapat dengan tingkat signifikan 0,001 (p<0,05). Dalam hal ini 64 % responden menyatakan bahwa peralatan di RSU Parapat sangat buruk, 49,3 % menyatakan bahwa laboratorium di rumah sakit tersebut buruk. Sementara itu, 46,7 % responden menyatakan ketersediaan obat di apotik rumah sakit sangat buruk. Secara keseluruhan, persepsi masyarakat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon terhadap
(1)
DOKTER2
10 13.3 13.3 13.3
27 36.0 36.0 49.3
38 50.7 50.7 100.0
75 100.0 100.0
sangat buruk buruk baik Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
DOKTER3
14 18.7 18.7 18.7
20 26.7 26.7 45.3
41 54.7 54.7 100.0
75 100.0 100.0
sangat buruk buruk baik Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
DOKTER4
12 16.0 16.0 16.0
26 34.7 34.7 50.7
37 49.3 49.3 100.0
75 100.0 100.0
sangat buruk buruk baik Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
DOKTER5
19 25.3 25.3 25.3
19 25.3 25.3 50.7
37 49.3 49.3 100.0
75 100.0 100.0
sangat buruk buruk baik Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
(2)
Frequencies
Statistics
75 75 75 75 75
0 0 0 0 0
Valid Missing N
LOKKAT FASKAT PERWTKAT DOKTRKAT KUNJNGNN
Frequency Table
LOKKAT
29 38.7 38.7 38.7
37 49.3 49.3 88.0
9 12.0 12.0 100.0
75 100.0 100.0
sangat buruk buruk baik Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
FASKAT
27 36.0 36.0 36.0
38 50.7 50.7 86.7
10 13.3 13.3 100.0
75 100.0 100.0
sangat buruk buruk baik Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
PERWTKAT
19 25.3 25.3 25.3
28 37.3 37.3 62.7
28 37.3 37.3 100.0
75 100.0 100.0
sangat buruk buruk baik Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
DOKTRKAT
19 25.3 25.3 25.3
27 36.0 36.0 61.3
29 38.7 38.7 100.0
75 100.0 100.0
sangat buruk buruk baik Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
(3)
KUNJNGNN
61 81.3 81.3 81.3
14 18.7 18.7 100.0
75 100.0 100.0
tidak ya Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Crosstabs
Case Processing Summary
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
KUNJNGNN * LOKKAT KUNJNGNN * FASKAT KUNJNGNN *
PERWTKAT KUNJNGNN * DOKTRKAT
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
KUNJNGNN * LOKKAT
Crosstab
25 34 2 61
41.0% 55.7% 3.3% 100.0%
4 3 7 14
28.6% 21.4% 50.0% 100.0%
29 37 9 75
38.7% 49.3% 12.0% 100.0%
Count
% within KUNJNGNN Count
% within KUNJNGNN Count
% within KUNJNGNN tidak
ya KUNJNGNN
Total
sangat buruk buruk baik
LOKKAT
(4)
Chi-Square Tests
23.884a 2 .000
18.576 2 .000
9.020 1 .003
75 Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.68.
a.
Risk Estimate
a Odds Ratio for
KUNJNGNN (tidak / ya)
Value
Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells. a.
KUNJNGNN * FASKAT
Crosstab
23 36 2 61
37.7% 59.0% 3.3% 100.0%
4 2 8 14
28.6% 14.3% 57.1% 100.0%
27 38 10 75
36.0% 50.7% 13.3% 100.0%
Count
% within KUNJNGNN Count
% within KUNJNGNN Count
% within KUNJNGNN tidak
ya KUNJNGNN
Total
sangat buruk buruk baik
FASKAT
Total
Chi-Square Tests
29.538a 2 .000
23.872 2 .000
10.089 1 .001
75 Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.87.
(5)
Risk Estimate
a
Odds Ratio for
KUNJNGNN (tidak / ya)
Value
Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells. a.
KUNJNGNN * PERWTKAT
Crosstab
15 25 21 61
24.6% 41.0% 34.4% 100.0%
4 3 7 14
28.6% 21.4% 50.0% 100.0%
19 28 28 75
25.3% 37.3% 37.3% 100.0%
Count
% within KUNJNGNN Count
% within KUNJNGNN Count
% within KUNJNGNN tidak
ya KUNJNGNN
Total
sangat buruk buruk baik
PERWTKAT
Total
Chi-Square Tests
1.977a 2 .372
2.087 2 .352
.247 1 .619
75 Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.55.
a.
Risk Estimate
a
Odds Ratio for
KUNJNGNN (tidak / ya)
Value
Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells. a.
(6)
KUNJNGNN * DOKTRKAT
Crosstab
12 24 25 61
19.7% 39.3% 41.0% 100.0%
7 3 4 14
50.0% 21.4% 28.6% 100.0%
19 27 29 75
25.3% 36.0% 38.7% 100.0%
Count
% within KUNJNGNN Count
% within KUNJNGNN Count
% within KUNJNGNN tidak
ya KUNJNGNN
Total
sangat buruk buruk baik
DOKTRKAT
Total
Chi-Square Tests
5.603a 2 .061
5.089 2 .079
3.298 1 .069
75 Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.55.
a.
Risk Estimate
a
Odds Ratio for
KUNJNGNN (tidak / ya)
Value
Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells. a.