BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja - Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt. Sumbetri Megah Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis

2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja

  Menurut Robbins (2001:148) kepuasan kerja adalah perilaku individual terhadap pekerjaannya. Organisasi yang karyawannya mendapatkan kepuasan di tempat kerja maka cenderung lebih efektif dari pada organisasi yang karyawannya kurang mendapatkan kepuasan kerja. Sedangkan menurut Kreitner (2005:273) kepuasan kerja adalah suatu efektivitas atau respon emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan sehingga disarankan untuk meningkatkan kepuasan kerja dengan tujuan untuk mendapatkan tingkat komitmen yang lebih tinggi.

  Menurut Handoko (2000:193) menyatakan bahwa kepuasan kerja (job

  

statisfaction ) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan

  dimana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Sedangkan menurut Hasibuan (2006:202) kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja.

  Menurut Moh.As’ad dalam Sunyoto (2012:26) kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaannya.

  Locke dalam Wijono (2011:98) berpendapat bahwa kepuasan kerja sebagai suatu tingkat emosi yang positif dan menyenangkan individu. Kepuasan kerja adalah suatu hasil perkiraan individu terhadap pekerjaan atau pengalaman positif dan menyenangkan dirinya. Sedangkan menurut Robbins dalam Wibowo (2007:299) kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima.

  Keith Davis dalam Mangkunegara (2011:117) mengemukakan bahwa “job

  satisfaction is the favorableness or unfavorrableness with employees view their work”

  (kepuasan kerja adalah perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai dalam bekerja). Wexley dan Yuki dalam Mangkunegara (2011:117) mendefenisikan kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya.

  Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pengaruh kepuasan kerja dengan kinerja karyawan adalah pernyataan : “Seorang pekerja yang bahagia adalah seorang pekerja yang produktif atau produktivitas menghasilkan kepuasan”. Jika diterapkan dalam suatu organisasi maka dapat dikatakan organisasi dengan karyawan yang terpuasakan cenderung lebih efektif, sehingga produktivitas semakin meningkat (Robbins, 2008:114).

2.1.2 Pentingnya Kepuasan Kerja

  Kepuasan kerja secara umum menyangkut sikap seseorang mengenai pekerjaannya karena menyangkut sikap, pengertian kepuasan kerja mencakup berbagai hal, seperti emosi dan kecenderungan prilaku seseorang.

  Menurut Rivai (2004:480) kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penentu/keberhasilan suatu pekerjaan. Oleh karena itu, perusahaan harus benar-benar memperhatikan faktor kepuasan kerja ini ada beberapa alasan mengapa perusahaan harus memperhatikan kepuasan kerja antara lain :

  1. Manusia berhak diperlakukan adil dan hormat pandangan ini menurut perspektif kemanusiaan. Kepuasan kerja merupakan perluasan refleksi perlakuan yang baik.

  Penting juga memperhatikan indicator emosional/kesehatan psikologis pegawai.

  2. Perspektif kemanusiaan bahwa kepuasan kerja dapat menciptakan perilaku yang mempengaruhi fungsi-fungsi perusahaan. Perbedaan kerja antara unit organisasi dapat mendiagnosis potensi persoalan. Perusahaan yang pecaya terhadap pegawai dapat dengan mudah diganti dan tidak berinvestasi maka akan menghadapi bahaya.

  Biasanya berakibat tingginya tingkat turnover diiringi dengan membengkaknya biaya pelatihan, gaji, memunculkan perilaku yang sama dikalangan pegawai, yaitu mudah berganti-ganti perusahaan dan dengan demikian kurang royal.

  Selain itu, ada beberapa alasan yang dapat menimbulkan dan mendorong kepuasan kerja antara lain :

  1. Pekerjaan sesuai dengan bakat dan keahlian.

  2. Pekerjaan yang menyediakan perlengkapan yang cukup.

  3. Pekerjaan yang menyediakan informasi yang lengkap 4.

  Pimpinan yang lebih banyak mendorong tercapainya suatu hasil tidak terlalu banyak/ketat melakukan pengawasan.

  5. Pekerjaan yang memberikan penghasilan yang cukup memadai.

  6. Pekerjaan yang memberikan tantangan yang lebih mengembangkan diri.

  7. Pekerjaan yang memberikan rasa aman dan ketenangan.

  8. Pekerjaan harapan yang dikandung pegawai itu sendiri.

2.1.3 Teori-Teori Kepuasan Kerja

  Menurut Mangkunegara (2009:120), teori-teori kepuasan kerja adalah sebagai berikut : a. Teori Keseimbangan (Equity Theory). Teori ini dikembangkan oleh Adam (1963). Adapun komponen dari teori ini adalah

  

input, outcome, dan comparison person. Input adalah semua nilai yang diterima

  pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai. Menurut teori Comparison Person ini adalah puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan antara input-

  

outcome dirinya dengan perbandingan input-outcome pegawai lain (comparison

person ). Jadi, jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang (equity) maka pegawai

  tersebut akan merasa puas. Tetapi, apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan, yaitu over compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya) dan sebaliknya, under

  

compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang

menjadi pembanding atau comparison person).

  b. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory).

  Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Ia berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat diakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai.

  c. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory).

  Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. d. Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory).

  Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh pegawai dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh pegawai dijadikan tolok ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, pegawai akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.

  e. Teori Dua Faktor dari Herzberg.

  Teori duan faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Ia menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas menurut Herzberg, yaitu pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor pemotivasian (motivational factors). Faktor pemeliharaan disebut pula dissatisfier, hygiene factors, job context, extrinsic factors yang meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan pengawas, hubungan dengan subordinate, upah, keamanan kerja, kondisi kerja dan status. Sedangkan faktor pemotivasian disebut pula satisfier,

  

motivators, job content, intrinsic factors yang meliputi dorongan berprestasi,

  pengenalan, kemajuan (advancement), work it self, kesempatan berkembang dan tanggung jawab.

2.1.4 Dimensi Kepuasan Kerja

  Faktor-faktor / dimensi yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Sutrisno (2011:80) sebagai berikut :

  1. Faktor psikologis Merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan, yang meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan.

  2. Faktor sosial Merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial antar karyawan maupun karyawan dengan atasan dan lingkungan kerja karyawan.

  3. Faktor fisik Merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur, dan sebagainya.

  4. Faktor finansial Merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan, yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi jabatan dan sebagainya.

2.1.5 Faktor-Faktor Kepuasan Kerja Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

  Luthans (2006:243) mengemukakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap :

  1. Kinerja Karyawan yang tingkat kepuasannya tinggi, kinerja akan meningkat, walaupun hasilnya tidak langsung. Ada beberapa variabel moderating yang menghubungkan antara kinerja dengan kepuasan kerja, terutama penghargaan. Jika karyawan menerima penghargaan yang meraka anggap pantas mendapatkannya, dan puas, mungkin ia menghasilkan kinerja yang lebih besar.

  2. Pergantian karyawan Kepuasan kerja yang tinggi tidak akan membuat pergantian karyawan menjadi rendah, sebaliknya bila terdapat ketidakpuasan kerja, maka pergantian karyawan mungkin akan tinggi.

  Menurut Gibson (2007:67) kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka, yang berpangkal dari aspek kerja, yaitu upah (gaji), kesempatan promosi serta faktor lingkungan kerja seperti gaya penyelia, kebijakan dan prosedur, kondisi kerja. Terdapat tiga pandangan tentang hubungan kepuasan dengan prestasi (satisfaction and job performance), yaitu: 1.

  Kepuasan kerja menimbulkan prestasi.

  2. Prestasi menimbulkan kepuasan kerja.

  3. Adanya unsur imbalan, tetapi tidak ada hubungan yang kuat.

  Kepuasan kerja mencerminkan perasaan karyawan terhadap pekerjaanya yang tampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaanya yang dapat meningkatkan kinerja karyawan tersebut, sedangkan karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja akan menimbulkan sikap agresif, atau sebaliknyaakan menunjukkan sikap menarik diri dari kontak dengan lingkungan sosialnya, (Sutrisno, 2011:80). Seorang karyawan akan merasa puas dalam kerja apabila tidak terdapat perbedaan atau selisih antara apa yang dikehendaki karyawan, dengan kenyataan yang mereka rasakan.

  Menurut Fathoni (2006:129) indikator kepuasan kerja ini hanya diukur dengan kedisiplinan, moral kerja, dan turnover kecil. Secara relatif kepuasan kerja karyawan baik, tetapi sebaiknya jika kedisiplinan, moral kerja dan turnover karyawan besar, maka kepuasan kerja karyawan diperusahaan ini berkurang.

  Adapun kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh faktor-faktor : 1. Balas jasa yang adil dan layak.

  2. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.

  3. Berat ringan pekerjaan.

  4. Suasan dan lingkungan pekerjaan.

  5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjan.

  6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.

  7. Sifat pekerjaan monoton atau tidak.

  Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan, artinya jika kepuasan diperoleh dari pekerjaan maka kedisiplinan karyawan baik. Sebaliknya jika kepuasan kerja kurang tercapai, maka kedisiplinan karyawan rendah.

  Menurut Efendi (2005:291) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah : 1. Gaji, yaitu jumlah bayaran yang diterima seseorang sebagai akibat dari pelaksanaan kerja, apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil.

  2. Pekerjaan itu sendiri, yaitu isi pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang, apakah memiliki elemen yang memuaskan.

  3. Rekan sekerja, yaitu teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa berinteraksi dalam pelaksanaan pekerjaan seseorang dapat merasakan rekan kerjanya sangat menyenangkan atau tidak menyenangkan.

  4. Atasan, yaitu seseorang yang senantiasa memberikan perintah atau petunjuk dalam pelaksanaan kerja. Cara-cara atasan dapat tidak menyenangkan bagi seseorang atau menyenangkan, dan hal ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja.

  5. Promosi, yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar untuk naik jabatan atau tidak, proses kenaikan jabatan kurang terbuka atau terbuka. Ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang.

  6. Lingkungan kerja, yaitu lingkungan fisik dan psiologis. Untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan, perusahaan harus merespon kebutuhan pegawai dan hal ini sekali lagi secara tidak langsung telah dilakukan pada berbagai kegiatan manajemen sumber daya manusia seperti dijelaskan sebelumnya. Namun demikian, tindakan lain masih perlu dilakukan dengan cara yang disebut peningkatan kualitas kehidupan kerja.

2.2 Disiplin Kerja

2.2.1 Pengertian Disiplin Kerja

  Menurut Siagian (2002:305) disiplin kerja adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai sehingga para pegawai tersebut secara sukarela berusaha bekerja kooperatif dengan para pegawai yang lain serta meningkatkan prestasi kerja.

  Menurut Simamora (2005:611) disiplin kerja adalah bentuk pengendalian diri pegawai dan pelaksanaan yang teratur menunjukan tingkat kesungguhan tim kerja dalam suatu organisasi.

  Menurut Hasibuan (2005:193) kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.

  Kesadaran disini merupakan sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi, dia akan mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan. Sedangkan kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

  Menurut Hasibuan (2006:193) memberikan defenisi disiplin sebagai kesadaran sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya.

  Kedisiplinan adalah salah satu faktor yang penting dalam suatu organisasi. Dikatakan sebagai faktor yang penting karena disiplin akan mempengaruhi kinerja karyawan dalam organisasi. Semakin tinggi disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai. Pada umumnya disiplin yang baik apabila karyawan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik dan mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Maka karyawan tersebut akan menghasilkan jumlah dan kualitas pekerjaan (kinerja) yang memuaskan. Disiplin adalah kesadaran sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya (Hasibuan, 2006:193).

  Jadi seseorang akan mematuhi/ mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan dan kesedihan.

2.2.2 Tujuan Disiplin Kerja

  Tujuan utama disiplin kerja adalah demi keberlangsungan organisasi atau perusahaan sesuai dengan motif organisasi atau perusahaan yang bersangkutan baik hari ini maupun hari esok. Menurut Sastrohadiwiryo (2002:292) secara khusus tujuan disiplin kerja para karyawan, antara lain :

  1. Agar para pegawai menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan organisasi yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen dengan baik.

  2. Pegawai dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu memberikan pelayanan maksimum kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan organisasi sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya.

  3. Pegawai dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa organisasi dengan sebaik-baiknya.

  4. Para pegawai dapat bertindak dan berpartisipasi sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada organisasi.

  5. Pegawai mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai dengan harapan organisasi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

2.2.3 Pentingnya Disiplin Kerja

  Pentingnya peranan disiplin kerja terhadap kinerja/produktivitas karyawan dikemukakan oleh Musanef (2002:116) yang berpendapat bahwa : “Disiplin juga tidak kalah pentingnya dengan prinsip-prinsip yang lainnya, artinya disiplin setiap pegawai selalu mempengaruhi hasil prestasi kerja. Oleh sebab itu dalam setiap organisasi perlu ditegaskan disiplin pegawai-pegawainya. Melalui disiplin yang tinggi produktivitas kerja pegawai pada pokoknya dapat ditingkatkan. Oleh sebab itu perlu ditanamkan kepada setiap pegawai disiplin yang sebaik–baiknya”.

2.2.4 Dimensi Disiplin Kerja

  Menurut Hasibuan (2005:213) kedisiplinan diartikan jika pegawai selalu datang dan pulang tepat waktunya, mengerjakan semua pekerjaan dengan baik, mematuhi semua peraturan organisasi dan norma - norma yang berlaku. Maka dapat disimpulkan bahwa dimensi - dimensi dalam disiplin kerja dapat dikelompokkan menjadi tiga diantaranya : 1.

  Tujuan Disiplin Kerja a.

  Selalu datang dan pulang tepat pada waktunya.

  Ketepatan pegawai datang dan pulang sesuai dengan aturan dapat dijadikan ukuran disiplin kerja. Dengan selalu datang dan pulang tepat dengan waktunya, atau sudah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan maka dapat mengindikasikan baik tidaknya kedisiplinan dalam organisasi tersebut.

  Merupakan dimensi yang berhubungan dengan pengawasan melekat karena dengan pengawasan ini atasan aktif dan langsung untuk mengawasi perilaku, moral, gairah kerja, prestasi kerja bawahan, dan sikap karyawan untuk datang dan pulang tepat pada waktunya.

  b.

  Mengerjakan semua pekerjaan dengan baik.

  Mengerjakan semua pekerjaan dengan baik merupakan salah satu dimensi kedisiplinan, dengan hasil pekerjaan yang baik dapat menunjukkan kedisiplinan pegawai suatu organisasi dalam mengerjakan tugas yang diberikan. Hal ini berhubungan dengan kemampuan karyawan, balas jasa dan hubungan kemanusiaan.

  c.

  Mematuhi semua peraturan organisasi dan norma - norma yang berlaku.

  Mematuhi semua peraturan organisasi dan norma - norma yang berlaku merupakan salah satu sikap disiplin pegawai sehingga apabila pegawai tersebut tidak mematuhi aturan dan melanggar norma - norma yang berlaku maka itu menunjukkan sikap tidak disiplin. Merupakan dimensi yang berhubungan dengan teladan pimpinan, keadilan, sanksi hukuman dan ketegasan pimpinan agar pegawainya dapat mematuhi peraturan organisasi dan norma-norma yang berlaku.

2. Faktor Pendukung Disiplin Kerja a.

  Teladan Kepemimpinan Pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin.

  b.

  Balas Jasa Balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan/pekerjaannya. Semakin besar balas jasa semakin baik kedisiplinan karyawan. Karyawan sulit berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik. c.

  Keadilan Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. Manajer yang cakap dalam memimpin selalu berusaha bersikap adil terhadap semua bawahannya. Dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula. Jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik pada setiap perusahaan supaya kedisiplinan karyawan perusahaan baik pula.

3. Faktor Penentu Disiplin Kerja a.

  Pengawasan Melekat Waskat (pengawasan melekat) berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya.

  Waskat efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja karyawan. Karyawan merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan, dan pengawasan dari atasannya.

  b.

  Sanksi Hukuman Berat/ringannya sanksi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik/buruknya kedisiplinan karyawan. Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal, dan diinformasikan secara jelas kepada semua karyawan. Sanksi hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkatan yang indisipliner, bersifat mendidik, dan menjadi alat motivasi untuk memelihara kedisiplinan dalam perusahaan.

  c.

  Ketegasan

  Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan.

2.2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kedisiplinan

  Menurut Hasibuan (2006:194) ada 8 indikator kedisiplinan antara lain adalah: 1. Tujuan dan kemampuan

  Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.

  2. Teladan pimpinan Pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin.

  3. Balas jasa Balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan/pekerjaannya. Semakin besar balas jasa semakin baik kedisiplinan karyawan. Karyawan sulit berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik.

4. Keadilan

  Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. Manajer yang cakap dalam memimpin selalu berusaha bersikap adil terhadap semua bawahannya. Dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula. Jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik pada setiap perusahaan supaya kedisiplinan karyawan perusahaan baik pula.

  5. Waskat Waskat (pengawasan melekat) berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya.

  Waskat efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja karyawan. Karyawan merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan, dan pengawasan dari atasannya.

  6. Sanksi hukuman Berat/ringannya sanksi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik/buruknya kedisiplinan karyawan. Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal, dan diinformasikan secara jelas kepada semua karyawan. Sanksi hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkatan yang indisipliner, bersifat mendidik, dan menjadi alat motivasi untuk memelihara kedisiplinan dalam perusahaan.

  7. Ketegasan Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan.

8. Hubungan kemanusiaan

  Hubungan-hubungan baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari

  direct single relationship, direct group relationship, dan cross relationship

  hendaknya harmonis. Terciptanya human relationship yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan. Jadi, kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubungan kemanusiaan dalam organisasi tersebut baik.

2.3 Kinerja Karyawan

2.3.1 Pengertian Kinerja Karyawan

  Menurut Robbins (2001:121) kinerja karyawan adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target/sasaran atau kriteria.

  Menurut Yuli (2005:89) kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Tujuan dari kinerja ini untuk mengetahui apakah karyawan telah bekerja sesuai dengan standar-standar yang telah di tetapkan sebelumnya. Apabila karyawan telah memenuhi standar yang ditetapkan, maka karyawan tersebut berarti memiliki kinerja yang baik.

  Menurut Sunyoto (2012:18) kinerja adalah sesuatu hasil kerja yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan kepadanya.

  Sulistiyani (2003:223) mengatakan kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya.

  Menurut Moeheriono (2009:60) kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kerja atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok pegawai telah mempunyai kriteria atau standar keberhasilan tolak ukur yang ditetapkan organisasi.

  Menurut Soepranto (2002:229) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melakukan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

2.3.2 Pentingnya Kinerja Karyawan

  Unsur-unsur penting kinerja karyawan sebagai berikut : a.

  Suatu kerangka kerja dari sasaran yang telah direncanakan, standar dan persyaratan kompetensi yang telah disepakati. Manajemen kinerja adalah suatu kesepakatan diantara seseorang karyawan dengan manajernya tentang beberapa harapan. Manajemen kinerja kebanyakkan adalah tentang pengelolaan harapan dari seorang karyawan.

  b.

  Sebuah proses : Manajemen kinerja bukan hanya serangkaian system formulir dan prosedur, melainkan serangkaian tindakan yang diambil untuk mencapai suatu hasil dari hari ke hari dan mengelola peningkatan kinerja diri mereka sendiri dan orang lain.

  c.

  Pemahaman bersama : untuk memperbaiki kinerja, para individu perlu memiliki pemahaman bersama tentang bagaimana seharusnya bentuk tingkat kinerja dan kompetensi yang tinggi itu dan apa pula yang hendak dicapai.

  d.

  Suatu pendekatan dalam mengelola dan mengembangkan sumber daya manusia.

  Manajemen kinerja berfokus dalam tiga hal. Pertama, bagaimana para manajer dan pemimpin kelompok bekerja secara efektif dengan orang-orang yang ada disekitar mereka. Kedua, bagaimana peran individu bekerja sama dengan para manajer dan kelompok. Ketiga, bagaimana individu dapat dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, dan kepiawaian mereka dan tingkat kompetensi dan kinerja mereka.

  Menurut Sedarmayanti (2007:260) pentingnya kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

  Menurut Robbins (2003:82) unit sumber daya manusia dalam suatu organisasi seharusnya berperan untuk menganalisis dan membantu memperbaiki masalah-masalah dalam pencapaian kinerja. Apa yang sesungguhnya menjadi peranan unit sumber daya manusia dalam suatu organisasi ini seharusnya tergantung pada apa yang diharapkan manajemen tingkat atas, seperti fungsi manajemen manapun, kegiatan manajemen sumber daya manusia harus dievaluasi dan direkayasa sedemikian rupa sehingga mereka dapat memberikan kontribusi untuk kinerja yang kompetitif dari organisasi dan individu pada kewajaran.

  Hasil kerja yang dicapai oleh seseorang karyawan juga haruslah dapat memberikan kontribusi yang penting bagi perusahaan yang dilihat dari segi kualitas yang dirasakan oleh perusahaan dan sangat besar manfaatnya di masa yang akan datang.

2.3.3 Tujuan Penilaian Kinerja

  Menurut Dessler (2006:325) penilaian kinerja dilakukan untuk : 1.

  Evaluasi hasil setelah melakukan pelatihan.

  Penilaian harus memberikan peran yang terintegrasi dalam proses manajemen kinerja pengusaha, penilaian kinerja memberikan manfaat setelah melakukan palatihan.

  2. Perencanaan perbaikan jika tujuan belum tercapai.

  Penilaian memungkinkan atasan dan bawahan menyusun sebuah rencana untuk mengoreksi semua kekurangan yang ditemukan dalam penilaian dan untuk menegaskan hal-hal yang telah dilakukan dengan benar oleh bawahan.

  3. Penunjang perencanaan karir.

  Penilaian harus melayani tujuan perencanaan karir dengan memberikan kesempatan meninjau rencana karir pegawai dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahannya secara spesifik.

2.3.4 Dimensi Kinerja Karyawan

  Dimensi kinerja atau kriteria kinerja adalah berbagai elemen dalam pekerjaan yang dianggap memiliki andil dalam keberhasilan pelaksanaan pekerjaan tersebut secara keseluruhan. Dengan mengetahui dimensi-dimensi kinerja dari suatu pekerjaan, kita bisa mengembangkan standar-standar untuk mempermudah proses penilaian kinerja.

  Menurut Mathis & Jackson (2007:419) adapun Dimensi dari kinerja karyawan yaitu: 1.

  Kuantitas kerja adalah volume kerja yang dihasilkan dibawah kondisi normal.

  Kuantitas juga menunjukkan banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan dalam satu waktu sehingga efektivitas kinerja dapat terlaksana sesuai dengan tujuan perusahaan. Indikatornya adalah : a.

  Target Kerja b.

  Volume Pekerjaan 2. Kualitas kerja adalah ketelitian, kerapian, dan keterikatan hasil kerja yang dilakukan dengan baik agar dapat menghindari kesalahan didalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Indikatornya adalah : a.

  Pelaksanaan pekerjaan tepat b.

  Minimalisasi tingkat kesalahan dalam bekerja 3. Pemanfaatan waktu adalah penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan kebijakan perusahaan agar pekerjaan selesai tepat waktu pada waktu yang ditetapkan. Indikatornya adalah : a.

  Ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan b.

  Batas waktu dalam menyelesaikan pekerjaan.

4. Kerja Sama

  Tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang karyawan saja. Untuk jenis pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang atau lebih, sehingga membutuhkan kerja sama antar karyawan sangat dibutuhkan. Kinerja karyawan dapat dinilai dari kemampuannya bekerjasama dengan rekan sekerja lainnya. Indikatornya adalah : a.

  Kemampuan bekerja sama dalam tim b.

  Kemampuan membina hubungan baik dengan atasan Menurut Bangun (2012:233) berbagai dimensi atau kriteria kinerja yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja adalah :

  1. Jumlah pekerjaan Dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan. Setiap pekerjaan memiliki persyaratan yang berbeda sehingga menuntut karyawan harus memenuhi persyaratan tersebut baik pengetahuan, keterampilan, maupun kemampuan yang sesuai. Berdasarkan persyaratan pekerjaan tersebut dapat diketahui jumlah karyawan yang dibutuhkan untuk dapat mengerjakannya, atau setiap karyawan dapat mengerjakan berapa unit pekerjaan.

  2. Kualitas pekerjaan Setiap karyawan dalam perusahaan harus memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat menghasilkan pekerjaan sesuai kualitas yang dituntut suatu pekerjaan tertentu. Setiap pekerjaan mempunyai standar kualitas tertentu yang harus disesuaikan oleh karyawan untuk dapat mengerjakannya sesuai ketentuan.

  Karyawan memiliki kinerja baik bila dapat menghasilkan pekerjaan sesuai persyaratan kualitas yang dituntut pekerjaan tersebut.

  3. Ketepatan waktu Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda untuk jenis pekerjaan tertentu harus diselesaikan tepat waktu, karena memiliki ketergantungan atas pekerjaan lainnya. Pekerjaan yang tidak selesai tepat waktu pada suatu bagian akan menghambat pekerjaan pada bagian lain, sehingga mempengaruhi jumlah dan kualitas hasil pekerjaan.

  4. Kehadiran Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran karyawan dalam mengerjakannya sesuai waktu yang ditentukan. Kinerja karyawan ditentukan oleh tingkat kehadiran karyawan dalam mengerjakannya.

  5. Kemampuan kerja sama Tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang karyawan saja. Untuk jenis pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang atau lebih, sehingga membutuhkan kerja sama antarkaryawan sangat dibutuhkan. Kinerja karyawan dapat dinilai dari kemampuannya bekerjasama dengan rekan sekerja lainnya.

2.3.5 Faktor-Faktor Kinerja Karyawan

  Menurut Anogara (2004:178), ada faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah sebagai berikut:

1. Disiplin kerja

  Disiplin kerja adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala peraturan yang telah ditentukan. Disiplin kerja mempunyai hubungan yang sangat erat dengan motivasi, kedisiplinan dengan suatu latihan antara lain dengan bekerja menghargai waktu dan biaya akan memberikan pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan.

  2. Motivasi Pimpinan organisasi perlu mengetahui motivasi kerja dari anggota organisasi.

  Dengan mengetahui motivasi itu maka pimpinan dapat mendorong bekerja lebih baik.

  3. Pendidikan Pada umumnya seseorang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan mempunyai kinerja yang lebih baik, hal demikian merupakan syarat yang penting dalam meningkatkan kinerja karyawan. Tanpa bekal pendidikan, mustahil orang akan mudah dalam mempelajari hal-hal yang bersifat baru dalam cara atau suatu sistem.

  4. Komunikasi Komunikasi memiliki bnayak pengaruh terhadap kinerja karyawan. Komunikasi yang terjadi antara atasan dan bawahan serta dengan sesama anggota karyawan lain dalam perusahaan dapat memotivasi karyawan untuk melakukan pekerjaan karena komunikasi yang sesuai telah terjalin dan karyawan mengerti satu sama lain sehingga dapat mencapai tujuan yang dimaksud. Komunikasi yang dilakukan dapat berupa komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal.

  5. Sikap etika kerja Sikap seseorang atau kelompok orang dalam membina hubungan yang serasi, selaras dan seimbang didalam kelompok itu sendiri maupun dengan kelompok lain.

  Etika dalam hubungan kerja sangat penting karena dengan tercapainya hubungan yang seimbang antara prilaku dalam proses produksi akan meningkatkan kinerja.

  6. Gizi dan kesehatan Daya tahan tubuh seseorang biasanya dipengaruhi oleh gizi dan makanan yang didapat, hal ini mempengaruhi kesehatan karyawan, dengan semua itu akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

  7. Tingkat penghasilan Penghasilan yang cukup akan memberikan semangat kerja tiap karyawan untuk memacu prestasi sehingga kinerja karyawan akan meningkat.

  8. Lingkungan kerja dan iklim kerja Lingkungan kerja dari karyawan termasuk hubungan atara karyawan, hubungan dengan pimpinan, suhu serta lingkungan penerangan dan sebagainya. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan perhatian dari perusahaan karena sering karyawan enggan bekerja, karena tidak ada kekompakkan dalam kelompok kerja atau ruang kerja yang tidak menyenangkan. Hal itu tentu menggangu kerja karyawan.

  9. Teknologi Dengan adannya kemajuan teknologi yang meliputi peralatan yang semakin otomatis dan canggih akan membuat dukungan tingakat produksi dan mempermudah manusia dalam melaksanakan pekerjaan.

  10. Sarana produksi Faktor-faktor produksi harus memadai dan saling mendukung dalam proses produksi

  11. Jaminan sosial

  Perhatian dan pelayanan perusahaan kepada setiap karyawan, menunjang kesehatan dan keselamatan. Dengan harapan agar karyawan semakin bergairah dan mempunyai semangat untuk bekerja.

  12. Manajemen Dengan adanya manajemen yang baik maka karyawan akan berorganisasi dengan baik, dengan demikian kinerja akan tercapai.

  Menurut Gibson dalam Mangkunegara (2005:14) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja :

  1. Faktor individu : kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat social dan demografi seseorang.

  2. Faktor psikologis : kepuasan kerja, persepsi, peran, sikap, kepribadian, dan motivasi.

  3. Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, system penghargaan (reward system).

  Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Davis dalam Mangkunegara (2005:13) sebagai berikut : 1.

  Faktor kemampuan (ability) secara psikologis, kemampuan terdiri dari potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.

  2. Faktor motivasi (motivation) diartikan sebagai suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) dilingkungan organisasinya, mereka yang bersifat positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negative terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

  Menurut Timple dalam Mangkunegara (2005:15) faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan eksternal yaitu :

1. Faktor internal yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang.

  Misalnya, kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang itu mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya.

  2. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi.

2.3.6 Metode Penilaian Kinerja 1.

  Metode skala peringkat (Rating scale).

  Sistem ini terdiri atas dua bagian yaitu (1) bagian suatu daftar karakteristik dan (2) bidang, ataupun perilaku yang akan dinilai dan bagian skala.

  Kekuatan system ini adalah dapat diselesaikan dengan cepat dan dengan upaya sesering mungkin. Kelemahan dari system ini adalah subjektif karena criteria penilaian yang digunakan amat samar dan kurang tepat, khususnya pada skala yang digunakan.

  2. Metode daftar pertanyaan (Checklist).

  Hasil metode ini adalah bobot nilai pada lembar ceklis, tetapi ceklis dapat dijadikan sebagai gambaran hasil kerja pegawai yang akurat. Keunggulannya adalah biaya yang murah, pengurusan yang mudah, penilaian hanya membutuhkan waktu pelatihan yang sederhana dan standarisasi.

  Kelemahannya terletak pada penyimpangan penilaian yang lebih mengedepankan criteria pribadi pegawai dalam menentukan criteria hasil kerja, kesalahan menafsir materi-materi ceklis, dan menetukan bobot nilai tidak seharusnya dilakukan oleh departemen sumber daya manusia.

  3. Metode penilaian terarah (Forced choice method).

  Sistem ini menggunakan evaluasi dengan lima skala yaitu : (1) berkinerja sangat tinggi, (2) berkinerja rata-rata tinggi, (3) berkinerja rata-rata, (4) berkinerja rata-rata rendah, (5) berkinerja sangat rendah. Kekuatan system ini adalah dapat mengidentifikasi pegawai yang memiliki prestasi tinggi dan luarbiasa dan serta dapat mengurangi penyimpangan penilaian. Kelemahannya adalah tidak realistis mendorong pimpinan yang memiliki hanya empat atau lima pegawai untuk mendistribusikannya ke lima level.

  4. Metode peristiwa kritis (Critical incident method).

  Pada sistem ini dilaksanakan dengan membuat catatan-catatan contoh yang luarbiasa baik atau tidak diinginkan dari prilaku yang berhubungan dengan kerja seorang pegawai dan meninjaunya bersama pegawai lain pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Keutungan metode ini adalah menyajikan fakta-fakta keras yang spesifik untuk menjelaskan evaluasi dan memastikan bahwa pimpina berfikir tentang evaluasi,serta mengidentifikasikan contoh- contoh khusus tentang kinerja yang baik dan yang jelek dan merencanakan perbaikan terhadap kemerosotan. Kelemahannya adalah sulit untuk menilai atau memeringkatkan pegawai yang berhubungan satu sama lain.

  2.4 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Penulis Judul Tujuan Metode Hasil

  Banni (2012) Pengaruh Disiplin Dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai PT. PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Timur Area Samarinda.

  Menunjukkan bahwa variabel disiplin dan motivasi secara serentak berpengaruh terhadap variabel kinerja.

  Simple random sampling

  Penelitian ini menunjukkan bahwa disiplin dan motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai pada PT PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Timur Area Samarinda.

  Teruna (2012)

  Pengaruh Motivasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Aplikasinusa Lintasarta Medan.

  Untuk mengetahui Pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT.

  Aplikasinusa Lintasarta Medan.

  Non- probability sampling

  Pengujian menunjukkan bahwa variabel motivasi kerja dan kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap variabel kinerja karyawan.

  Harlie (2010) Pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi Dan Pengambangan Karier Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Pada Pemerintah Kabupaten Tabalong Di Tanjung Kalimantan Selatan.

  Untuk mengetahui apakah ada pengaruh variabel (X) terhadap variabel (Y).

  Accidental sampling

  Disiplin kerja, motivasi, dan pengembangan karier berpengaruh nyata secara parsial terhadap kinerja pegawai. Pemerintah Kabupaten Tabalong di Tanjung Kalimantan Selatan. Pangkey (2013)

  Pengaruh Semangat Kerja dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Karyawan Pada PT.

  Sinar Galesong Pratama Malalayang.

  Untuk mengukur seberapa besar pengaruh variabel (X) terhadap variabel (Y).

  Purposive random sampling

  Semangat Kerja dan Disiplin Kerja berpengaruh terhadap Produktivitas Kerja karyawan Pada PT. Sinar Galesong Pratama.

  Soegihartono (2012)

  Pengaruh Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja dengan Mediasi Komitmen (di PT Alam Kayu Sakti Semarang).

  Untuk menganilisis pengaruh kepemimpinan dan kepuasan kerja terhadap komitmen pada perusahaan PT.

  Alam Kayu Sakti Semarang.

  Purposive random sampling

  Kepemimpinan dan kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja dengan Mediasi Komitmen (di PT Alam Kayu Sakti Semarang).

2.5 Kerangka Konseptual

2.5.1 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan

  Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pengaruh kepuasan kerja dengan kinerja karyawan adalah pernyataan : “Seorang pekerja yang bahagia adalah seorang pekerja yang produktif atau produktivitas menghasilkan kepuasan”. Jika diterapkan dalam suatu organisasi maka dapat dikatakan organisasi dengan karyawan yang terpuasakan cenderung lebih efektif, sehingga produktivitas semakin meningkat (Robbins, 2008:114).

  Menurut Gibson (2007:67) kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaan mereka, yang berpangkal dari aspek kerja, yaitu upah (gaji), kesempatan promosi serta faktor lingkungan kerja seperti gaya penyelia, kebijakan dan prosedur, kondisi kerja. Terdapat tiga pandangan tentang hubungan kepuasan dengan prestasi (satisfaction and job performance), yaitu : 1.

  Kepuasan kerja menimbulkan prestasi.

  2. Prestasi menimbulkan kepuasan kerja.

  3. Adanya unsur imbalan, tetapi tidak ada hubungan yang kuat.

  Kepuasan kerja mencerminkan perasaan karyawan terhadap pekerjaanya yang tampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaanya yang dapat meningkatkan kinerja karyawan tersebut, sedangkan karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja akan menimbulkan sikap agresif, atau sebaliknyaakan menunjukkan sikap menarik diri dari kontak dengan lingkungan sosialnya, (Sutrisno, 2011:80). Seorang karyawan akan merasa puas dalam kerja apabila tidak terdapat perbedaan atau selisih antara apa yang dikehendaki karyawan, dengan kenyataan yang mereka rasakan.

2.5.2 Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan

  Pentingnya peranan disiplin kerja terhadap kinerja/produktivitas karyawan dikemukakan oleh Musanef (2002:116) yang berpendapat bahwa : “Disiplin juga tidak kalah pentingnya dengan prinsip-prinsip yang lainnya, artinya disiplin setiap pegawai selalu mempengaruhi hasil prestasi kerja. Oleh sebab itu dalam setiap organisasi perlu ditegaskan disiplin pegawai-pegawainya. Melalui disiplin yang tinggi produktivitas kerja pegawai pada pokoknya dapat ditingkatkan. Oleh sebab itu perlu ditanamkan kepada setiap pegawai disiplin yang sebaik–baiknya”.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt. Sumbetri Megah Medan

18 88 128

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Disiplin Kerja 2.1.1 Pengertian Disiplin Kerja - Pengaruh Disiplin Kerja dan Pemberian Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Penjualan di PT Alfa Scorpii Medan

0 9 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja - Pengaruh Stres Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk

0 1 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Konflik 2.1.1 Pengertian Konflik - Pengaruh Konflik Dan Kejenuhan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Melalui Motivasi Terhadap Karyawan Pt. Tolan Tiga Indonesia Medan

0 1 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Pengawasan - Pengaruh Pengawasan Terhadap Efisiensi Kerja Pada PT. Astra International Bagian Depo Amplas Medan

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Stres Kerja - Pengaruh Stres Kerja Dan Kompensasi Terhadap Turnover Intention Pada Pt Perkebunan Nusantara Iii (Persero)

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prestasi Kerja 2.1.1 Pengertian Prestasi Kerja - Pengaruh Pengawasan Dan Disiplin Terhadap Prestasi Karyawan Pada Pt. Bank Sumut Cabang Iskandar Muda Medan

0 1 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Komunikasi - Pengaruh Komunikasi Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Ptpln (Persero) Area Binjai

0 0 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Organisasi 2.1.1 Pengertian Budaya Organisasi - Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Cv. Grand Keude Kupie Medan

0 0 25

Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt. Sumbetri Megah Medan

0 0 18