BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis - Analisis Pengaruh Nilai Persediaan Terhadap Value of Firm dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderasi; Studi Empiris pada Perusahaan Farmasi Terdaftar di BEI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

  Terdapat beberapa teori yang dapat menginterpretasikan hubungan antara nilai persediaan dengan nilai perusahaan.

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

  Tahun 1976 Jensen dan Meckling dalam penelitiannya yang berjudul Theory

  of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure

  menyebutkan hubungan Keagenan sebagai berikut: “... agency relationship as a contract under which one or more persons (the

  principal(s)) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent”.

  Hubungan agen terjadi ketika satu individu atau lebih sebagai pemilik (principal) yang memberikan delegasi otoritas kepada individu lain (agent) untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan kesejahteraan principal (Jensen dan Meckling, 1976). Ketika pemilik perusahaan menunjuk manajer (orang yang digaji oleh pemilik perusahaan) sebagai pengelola perusahaan maka saat itu pula tindakan – tindakan manajemen bisa saja mengarah untuk kepentingannya sendiri. Manajer mungkin lebih tertarik untuk memaksimalkan kekayaan mereka sendiri daripada kekayaan pemegang sahamnya sehingga mereka mendapat gaji lebih (Brigham dan Houston, 2012). Para pemilik perusahaan dapat saja mencegah konflik tersebut dengan memonitor semua tindakan yang dilakukan oleh

  

    manajemen. Namun hal itu sangat sulit dilakukan oleh pemilik perusahaan sehingga dibutuhkan biaya (agency cost) untuk memaksa manajer agar mau melakukan tindakan sesuai dengan kepentingan pemegang saham (Lubis dan Putra, 2012).

  Ada 3 kategori dari agency cost antara lain (Lubis dan Putra, 2012) :

  1. Biaya auditor untuk memonitor tindakan manajer.

  2. Biaya untuk menggaji manajer dari luar sehubungan dengan biaya struktur organisasi.

  3. Opportunity Cost, misalnya merupakan persyaratan agar pemegang saham terpaksa memilih isu tertentu, yang merupakan batasan dari manajer untuk mengambil tindakan yang ada hubungannya dengan harta pemegang saham.

  Salah satu dana perusahaan diperoleh dari investasi modal para pemegang saham dan sudah sewajarnya para pemegang saham menginginkan pengembalian setara dengan dana yang ditanamkannya. Pengambilan keputusan manajer untuk dana yang diinvestasikan pada persediaan bisa menjadi jalan lintas para manajer untuk mencapai keinginan-keinginan bersifat pribadi. Kebijakan perusahaan yang memberikan intensif atau bonus kepada manajer berdasarkan persentasi dari jumlah laba dapat menjadikan seorang manejer berkeinginan untuk meningkatkan laba perusahaan. Berbagai cara dapat dilaksanakan seperti pengefisiensian biaya serta peningkatan volume penjualan melalui diferensiasi produk. Namun, apabila adanya ketidaksesuaian dari apa yang diharapkan manajer, hal ini dapat menjadikan manajer mencari cara yang tidak sesuai dari pendelegasian pemilik perusahaan yaitu mengatur jumlah nilai akhir persediaan. Apabila nilai persediaan suatu perusahaan disajikan overstatment maka laba perusahaan juga akan tersaji

     

  

overstatment. Dalam hal ini, telah terjadi gap antara pemilik perusahaan sebagai

principal dengan manajer perusahaan selaku agency.

2.1.2 Teori Informasi Tidak Simetris (Asymmetric Information)

  Awal dekade 1960-an profesor Harvard University, Gordon Donaldson mengajukan sebuah teori tentang informasi yang tidak simetris atau disebut sebagai asymmetric information. Teori informasi tidak simetris adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak dari pihak lain (Atmaja, 1994). Dalam kaitannya terhadap informasi pada manajemen perusahaan yang mengetahui lebih banyak tentang kondisi kemampuan perusahaan dibandingkan dengan para investor di pasar modal. Pengertian lain tentang informasi tidak simetris adalah yang dikemukakan oleh Boujelbene dan Besbes (2012) yaitu informasi tidak simetris merupakan suatu kejadian atau kasus di mana kelompok tertentu menyimpan informasi dan mereka tidak mengirimkan ke kelompok lain.

  Penyajian nilai persediaan tidak luput hubungannya dari teori informasi tidak simetris. Sebagaimana terjadi pada nilai persediaan di suatu perusahaan, pihak manajemen akan lebih memiliki informasi yang kompleks dan prediktif hubungannya dengan mengatur persediaan perusahaan jika dibandingkan dengan pihak investor. Sartono (1997) mengatakan bahwa manajer keuangan sangat berkepentingan dengan persediaan sebagai bagian dari siklus aliran kas secara keseluruhan. Apabila perusahaan dapat memeroleh kepercayaan dari investor dalam penyajian nilai persediaan maka hal ini aka menurunkan risiko kesalahan

      investor dalam memerediksi laporan keuangan investee. Hal ini sangat penting karena jumlah investasi dalam persediaan biasanya merupakan aset lancar paling besar dari perusahaan manufaktur dan ritel (Kieso et al, 2008).

  Informasi tidak simetris dapat menjadi kendala potensial untuk mengungkapkan nilai modal sebenarnya dalam perusahaan dan diatasi sesegera mungkin agar pihak luar yang berkeinginan berinvestasi mengetahui kondisi perusahaan investee. Informasi asimetris merupakan faktor potensial yang membuat penyajian modal perusahaan terlihat bias di pasar keuangan domestik dan internasional (Bellalah dan Aboura, 2006). Manfaat lainnya dari tidak adanya ditemukan Asymmetric Information pada investee adalah investor juga mampu menyerap tujuan sebenarnya dari perusahaan investee.

2.1.3 Teori Sinyal (Signaling Theory)

  Informasi yang diketahui oleh pihak manajemen perusahaan selalu lebih baik dari pihak eksternal. Informasi keuangan yang disampaikan perusahaan bertujuan untuk mengurangi information asymmetry antara perusahaan dengan pihak eksternal perusahaan (Wolk, 2001 dalam Thiono, 2006). Adanya

  

information asymmetry ini menjadikan pihak manajemen perusahaan

  mengeluarkan sinyal-sinyal terhadap para investor tentang pencapaian manajemen selama ini dalam memenuhi kesejahteraan pemegang sahamnya melalui laporan keuangan. Informasi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan (Ilat dan kalalo, 2011).

      Menurut Saerang dan Pontoh (2011) perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan mengurangi informasi asimetri. Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar. Penyajian laporan keuangan yang dapat dipercaya dapat menurunkan kekhawatiran investor mengenai prospek perusahaan dimasa akan datang. Teori sinyal mengemukakan bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain

  Pengungkapan yang dilakukan oleh suatu perusahaan terhadap nilai persediaannya bisa memberikan sinyal baik bagi investor. Jumlah nilai persediaan yang sesuai akan mendukung validitas suatu penjualan pada tahun berjalan perusahaan. Secara rasional investor akan memperhitungkan apabila nilai persediaan yang melimpah namun perusahaan tetap mampu melakukan peningkatan penjualan yang tajam bisa memberikan sinyal buruk kepada investor tentang adanya penyelewengan tersembunyi dalam persediaan. Informasi- informasi yang diungkapkan perusahaan melalui laporan keuangannya sangat memengaruhi daya tarik pihak eksternal. Berdasarkan signaling theory, sinyal positif yang ditangkap oleh investor tersebut bisa meningkatkan nilai perusahaan (Setijawan, 2011).

  Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi kepada pihak eksternal adalah untuk meningkatan nilai perusahaan dan menunjukkan bahwa perusahaan

      mempunyai nilai lebih/keunggulan kompetitif dari perusahaan lain (Purwanto, 2012). Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pihak eksternal sebagai pengguna laporan keuangan.

2.1.4 Teori Stakeholder (Stakeholder Theory)

  Stakeholder Theory yang mengasumsikan bahwa eksistensi perusahaan

  ditentukan oleh para stakeholders. (Yuliana et al, 2008). Berjalannya suatu perusahaan tidak hanya bertujuan untuk kepentingan sendiri, namun harus memberikan manfaat bagi para stakeholder. Hubungan perusahaan terhadap para stakeholder yang baik merupakan target utama manajemen yang harus dicapai.

  Menurut Clarkson (1994) dalam Octavia (2012) mendefinisikan stakeholder menjadi stakeholder primer dan stakeholder sekunder. Stakeholder primer adalah pihak-pihak yang memiliki peranan sangat penting bagi organisasi sehingga apabila tidak ada partisipasi pihak tersebut, maka keberlanjutan organisasi tidak akan bertahan. Contoh dari stakeholder primer yaitu investor, pekerja, pelanggan, dan pemasok. Sedangkan stakeholder sekunder didefinisikan sebagai pihak yang memengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan, tetapi mereka tidak terlibat dalam transaksi dengan perusahaan dan tidak begitu berarti untuk kelangsungan hidup perusahaan. Contoh dari stakeholder sekunder yaitu pemerintah dan media massa. Manajer berperan penting untuk menjaga dukungan dari semua kelompok ini, menyelaraskan kepentingan mereka agar organisasi tempat di mana para pemangku kepentingan dapat dimaksimalkan dari waktu ke waktu (Freeman dan Phillips, 2002).

      Fokus utama dalam teori ini yaitu bagaimana perusahaan memonitor dan merespon kebutuhan para stakeholders-nya. Perusahaan juga harus memahami kelemahan dan kebaikan dari stakeholder agar menjadikan perusahaan tanggap dalam kendala-kendala yang ditemui dari stakeholdernya (Yuliana, et al, 2008)

  Ketika entitas perusahaan menginginkan sejumlah persediaan untuk memenuhi kegiatan operasionalnya maka perusahaan akan membutuhkan partner yang bersedia mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan perusahaan yang bukan dari entitas perusahaan, yakni perusahaan pemasok. Apabila perusahaan memiliki hubungan yang tidak baik terhadap pemasok sebagai stakeholder maka penyediaan persediaan akan terlambat. Keterlambatan ini karena perusahaan membutuhkan waktu untuk pemecahan solusi berupa, pengalihan ke pemasok lain atau tetap memerbaiki hubungan terhadap pemasok yang saat ini. Kendala ini akan menjadikan operasional perusahaan terhambat sehingga akan memungkinkan pengiriman barang ke konsumen yang terlambat pula. Efek domino ini akan membuat hubungan perusahaan terhadap pelanggan (stakeholder) yang sebelumnya tidak bermasalah terhadap perusahaan, menjadi bermasalah, dikarenakan hubungan perusahaan terhadap pemasok (stakholder) yang buruk.

  Penurunan laba perusahaan akan dapat terjadi apabila perusahaan bermasalah dengan para stakeholdernya. Laba perusahaan yang turun dapat berakibat ekspektasi investor berkurang keyakinannya terhadap perusahaan sehingga nilai perusahaan juga akan mengalami penurunan melalui penurunan harga saham di pasar. Ide sentral dari kesuksesan organisasi tergantung pada seberapa baik perusahaan mengelola hubungan dengan kelompok-kelompok kunci

      seperti pelanggan, pemasok, karyawan, pemodal, dan lain-lain yang dapat memengaruhi realisasi tujuan suatu perusahaan (Freeman dan Phillips, 2002).

2.1.5 Nilai Persediaan

  Investasi dalam persediaan biasanya merupakan aktiva lancar paling besar dari perusahaan dagang dan manufaktur (kieso et al, 2008). Jumlah yang sangat material apabila perusahaan keliru dalam penilaiannya. Persediaan membutuhkan prinsip kehati-hatian dalam penilaiannya. Persediaan adalah aktiva lancar yang sangat erat kaitannya dengan penjualan perusahaan. Menurut Brigham (2006) seeperti halnya piutang usahan, tingkat persediaan pun sangat tergantung pada penjualan. Dengan demikian, sesuai dengan pendapat Brigham maka hubungan penjualan terhadap persediaan saling terkait.

  Terdapat berbagai pandangan mengenai istilah persediaan. Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai persediaan adalah seperti kutipan berikut, Kieso, et al (2008) mengatakan bahwa “persediaan (inventory) adalah pos-pos aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam operasi bisnis normal atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam memproduksi barang yang akan dijual”. Warren, et al (2008) menyatakan bahwa persediaan adalah “barang dagang yang disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi bisnis perusahaan, dan bahan yang digunakan dalam proses produksi atau disimpan untuk tujuan itu”.

      Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa persediaan tersebut meliputi barang dagang, bahan baku, barang dalam proses danbarang jadi. Ada perbedaan dari jenis persediaan antara perusahaan dagang dengan perusahaan manufaktur jika dilihat dari persediaan yang digunakan. Di dalam perusahaan dagang hanya terdapat barang jadi saja dan tidak merubah wujud dari barang itu dan fungsinya, sedangkan di dalam perusahaan manufaktur meliputi bahan baku, bahan pembantu, barang dalam proses, dan barang jadi. Pada persediaan perusahaan manufaktur adanya ditemukan proses metamorphosis, yaitu perubahan bahan baku menjadi bahan dalam proses, lalu diproses lagi menjadi barang jadi yang siap dijual. Persediaan bahan pembantu sebagai persediaan untuk kelancaran proses produksi. Pendapat yang lebih terperinci disebutkan oleh Munandar (1996) bahwa persediaan adalah semua persediaan barang-barang yang dipergunakan untuk menjalankan usaha (operasi) perusahaan. Untuk perusahaan perdagangan yang usahanya membeli dan kemudian menjual barang-barang tanpa mengadakan perubahan-perubahan yang prinsipal terhadap barang-barang yang diperjualbelikan tersebut (misalnya tanpa mengubah bentuk atau sifat barang-barang tersebut secara prinsipil, sehingga barang yang dibeli tetap sama dengan yang dijual), maka persediaan barang-barang untuk menjalankan usahanya berupa Inventory of merchendise (persediaan barang dagang). Bagi perusahaan industri (Manufacturing) yang mengadakan perubahan- perubahan prinsipiil terhadap barang-barang yang dibeli (proses produksi), sebelum nantinya dijual kembali, maka persediaan barang-barang untuk menjalankan hanya berupa :

     

  1) Inventory of Direct Materials (persediaan bahan baku)

  Persediaan dari bahan-bahan yang langsung (direct) dikerjakan dalam proses produksi akhir sesudah selesai diproses dalam proses produksi. (misalnya: kapas sebagai direct material dari perusahaan pemintalan benang; mori sebagai direct material dari perusahaan batik, dan sebagainya)

  2) Inventory of Indirect Material (Persediaan Bahan Pembantu)

  Persediaan dari bahan-bahan yang tidak langsung (indirect) dikerjakan dalam proses produksi, tetapi hanya bersifat membantu kelancaran jalannya proses produksi tersebut. Misalnya: bahan bakar, minyak pelumas dan sebagainya). 3)

  Inventory of Work in Process (Persediaan Barang Dalam Proses) Persediaan barang-barang yang belum selesai dikerjakan dalam proses produksi sehingga menjadi “barang jadi” yang siap untuk dijual. Sering pula dinamakan “Persediaan barang setengah jadi”

  4) Inventory of Finished Goods (Persediaan Barang Jadi)

  Persediaan barang-barang yang sudah selesai dikerjakan dalam proses prouksi, dan siap untuk dijual. Sering pula dinamakan “Inventory of Final Goods”. Persediaaan perlu untuk dimanajemen untuk mendapatkan hasil yang optimal bagi perusahaan. Manajemen persediaan mencakup seluruh kegiatan merencanakan, mengkordinasikan, menyimpan dan memelihara persediaan sebelum sampai ke tangan pihak lain (distributor/agen atau konsumen) atau jika dilihat dalam neraca perusahaan berada dalam posisi aktiva sub “persediaan” sebelum berubah menjadi piutang dagang atau kas (Sitanggang, 2012).

  Pengaturan persediaan didasari pada berbagai pendekatan dan teori, yakni hipotesis Ricardian (Hipotesis Pajak) dan Political cost.

2.1.5.1 Hipotesis Ricardian (Hipotesis Pajak)

  Classical Ricardian menyatakan bahwa manejer bertujuan tunggal untuk memaksimalkan nilai perusahaan dengan meminimalkan biaya pajak serta tetap respek pada kendala hukum pajak dan kesempatan produksi investasi (lee dan Hsieh dalam Mukhlasin, 2001). Hipotesis ini didasarkan

      pada asumsi bahwa faktor yang paling memengaruhi perusahaan adalah peraturan perpajakan, dengan disajikannya nilai persediaan akhir yang sedikit membuat biaya pajak lebih kecil. Perubahan nilai persediaan diakibatkan dari pemilihan metode akuntansi persediaan karena metode yang berbeda akan menghasilkan pelaporan persediaan, laba dan harga pokok penjualan yang berbeda (Mukhlasin, 2001). Apabila perusahaan menggunakan metode FIFO, maka perusahaan akan menghasilkan laba yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan metode rata-rata sehingga perusahaan tidak dapat melakukan penghematan pajak. Sebaliknya, apabila perusahaan menggunakan metode rata-rata, maka perusahaan akan menghasilkan laba yang lebih kecil dan dapat melakukan penghematan biaya pajak.

  Pertimbangan memilih metode akuntansi persediaan didasarakan pada alasan yang rasional bahwa manajer dituntut untuk dapat menghasilkan laba yang besar dan meningkatakan nilai perusahaan (kieso, 2008). Lee dan Hsieh dalam Mukhlasin (2001) berkesimpulan bahwa nilai persediaan akhir dalam sebuah perusahaan tidak sama dan variatif sekali, variasi ini menggambarkan operasional perusahaan yang mencerminkan teknik persediaan dan akuntansi persediaan serta pergerakan persediaan itu sendiri.

2.1.5.2 Political cost

  Bahwa semua orang sama, biaya politik yang lebih besar dihadapai oleh manajer lebih menyukai memilih prosedur (metode) akuntansi yang melaporkan earning berbeda dari periode sekarang dengan periode yang

     

     

  akan datang (Mukhlasin, 2001). Perbedaan jumlah akuntansi dari perbedaan metode akuntansi akan memicu tindakan politik. Dengan demikian dalam kaitannya dengan pemilihan metode akuntansi persediaan, manajemen akan memilih metode yang memberikan political cost yang rendah. Apabila Profitabilitas perusahaan tinggi maka akan menarik perhatian media dan konsumen sehingga political costnya menjadi besar. Political cost mengurangi dana perusahaan dalam hal investasi, namun dapat pula menjadi insentif bagi perusahaan karena memberikan sinyal bahwa perusahaan berkemampuan tinggi dan kemudian meningkatkan profiatbilitas perusahaan (Bonfigliolo dan Gancia 2010).

1. Pengukuran Persediaan

  Exopure Draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.14 (Revisi Tahun 2008) tentang persediaan paragraf ke 8 menyatakan bahwa (ED PSAK 14 par, IAI, 2009).

  “Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah.” Dalam PSAK No.14 (Revisi tahun 2008) disebutkan pula bahwa ada beberapa biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh persediaan tersebut. Biaya tersebut meliputi biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.

  Biaya Pembelian

  Biaya pembelian persediaan meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh entitas kepada otoritas pajak), biaya pengangkutan, biaya penanganan, dan biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan, dan jasa. Diskon dagang, rabat dan hal lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian.

   Biaya Konversi

  Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit yang diproduksi, misalnya biaya tenaga kerja langsung. Termasuk juga alokasi sistematis overhead produksi tetap dan variabel yang timbul dalam mengonversi bahan menjadi barang jadi. Biaya-biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang biaya tersebut timbul agar persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini. Misalnya, dalam keadaan tertentu diperkenankan untuk memasukkan overhead nonproduksi atau biaya perancangan produk untuk pelanggan tertentu sebagai biaya persediaan.

   Biaya Lain-lain

  Biaya yang terjadi hingga persediaan siap digunakan. Dalam situasi tertentu, biaya pinjaman akan diakui sebagai bagian dari harga pokok persediaan ( IAS 23) Metode biaya standar ( standard cost method ) atau metode eceran boleh digunakan untuk menaksir harga pokok persediaan. Standard mengijinkan untuk menggunakan first in first out (FIFO).

2. Penilaian Persediaan

  Roberts, et al (2005) menyebutkan bahwa key issues dari IAS 2 adalah penilaian persediaan merupakan aspek penting dalam menentukan sebuah laba bersih sebuah perusahaan. Standar menyatakan bahwa laba akan diakui pada saat terbentuknya (earned) yaitu pada saat persediaan dijual. Harga perolehan persediaan adalah semua biaya yang terjadi hingga persediaan tersebut siap dijual.

  IAS 2 berisi aturan untuk penilaian persediaan.

  1. persediaan diukur dengan nilai terendah lower of antara nilai realisasi bersih (net realizable value) dan harga pokoknya.

  2. harga pokok meliputi harga beli, biaya konversi, biaya kirim dan biaya- biaya lain-lain yang terjadi hingga persediaan siap dijual.

  3. Harga pokok termasuk biaya yang dialokasikan secara sistematis dari biaya overhead tetap dan variabel yang didasarkan pada kapasitas normal dari fasilitas pabrik yang ada; biaya overhead biaya lain-lain yang terjadi hingga persediaan siap untuk digunakan.

4. Dalam situasi tertentu, biaya pinjaman akan diakui sebagai bagian dari harga pokok persediaan ( IAS 23).

     

     

  5. Metode biaya standar ( standard cost method ) atau metode eceran boleh digunakan untuk menaksir harga pokok persediaan.

  6. Standard mengijinkan untuk menggunakan first in first out (FIFO)

  3. Pengakuan sebagai Beban

  Exosure Draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.14 (Revisi Tahun 2008) tentang persediaan paragraf ke 32 menyatakan bahwa (ED PSAK 14 par, IAI, 2009)

  “Jika persediaan dijual, maka nilai tercatat persediaan tersebut harus diakui sebagai beban pada periode diakuinya pendapatan atas penjualan tersebut. Setiap penurunan nilai persediaan di bawah biaya menjadi nilai realisasi neto dan seluruh kerugian persediaan harus diakui sebagai beban pada periode terjadinya penurunan atau kerugian tersebut. Setiap pemulihan kembali penurunan nilai persediaan karena peningkatan kembali nilai realisasi neto, harus diakui sebagai pengurangan terhadap jumlah beban persediaan pada periode terjadinya pemulihan tersebut”.

2.1.6 Nilai Perusahaan

  Dalam jangka panjang, tujuan perusahaan adalah mengoptimalkan nilai perusahaan (Gunawan dan Utami, 2008). Nilai perussahaan pada penelitian ini didefinisikan sebagai nilai pasar. Semakin tinggi nilai perusahaan maka semakin besar kemakmuran yang akan diterima oleh pemegang saham. Bagi perushaan yang menerbitkan saham di pasar modal, harga saham yang diperjualbelikan di bursa merupakan indikator nilai perusahaan.

  Pengertian nilai perusahaan sendiri berbeda-beda dalam penilaiannya yaitu : Menurut Christiawan dan Tarigan (2007) definisi dari nilai perusahaan memiliki lebih dari satu konsep, yakni :

1. Nilai nominal

  Nilai nominal adalah nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar perseroan, disebutkan secara eksplisit dalam neraca perusahaan, dan juga ditulis jelas dalam surat saham kolektif.

     

  2. Nilai pasar Nilai pasar, dapat disebut juga kurs. Nilai ini diperoleh dari harga tawar- menawar pasar sehingga nilai pasar dapat diperoleh apabila perusahaan menjual saham kepublik.

  3. Nilai intrinsik Konsep nilai intrinsik mengandung sifat yang lebih kaku dari lainnya karena mengacu pada perkiraan nilai riil suatu perusahaan. Nilai perusahaan dalam konsep nilai intrinsik ini bukan sekadar harga dari sekumpulan aset, melainkan nilai perusahaan sebagai entitas bisnis yang memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan di kemudian hari.

  4. Nilai buku Nilai buku adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep akuntansi. Secara sederhana dihitung dengan membagi selisih antara total aktiva dan total utang dengan jumlah saham yang beredar.

  5. Nilai likuidasi Nilai likuidasi adalah nilai jual seluruh aset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban yang harus dipenuhi.

  Pengertian lainnya dari nilai perusahaan, apabila seorang investor yang ingin menanamkan modalnya pada suatu perusahaan maka ia akan membayar sebesar nilai perusahaan yang diperhitungkan olehnya. Penelitian Assih, et al (2005) mengungkapkan bahwa sewaktu investor ingin menanamkan uangnya kepada investee-nya yang sedang dalam keadaan IPO maka nilai perusahaan dihitung saat IPO dan pada akhir tahun terjadinya IPO.

  Berbeda pula apabila dilihat dari sudut pandang investee ketika ingin menentukan nilai perusahaan. Perusahaan yang berkeinginan melakukan penjualan saham perdana akan menentukan sendiri terlebih dahulu nilai perusahaannya baik melalui corporate Value Model atau Price Ratio Models agar harga saham per lembar yang dijual sesuai dengan kinerja perusahaan (Mello, 2006)

  Ada beberapa rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan, salah satunya Tobin’s Q. Semakin besar nilai rasio Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan

     

  memiliki prospek pertumbuhan yang baik dan memiliki intangible asset yang semakin besar. Hal ini terjadi karena semakin besar nilai pasar asset perusahaan, maka semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut. Perusahaan dengan nilai Tobin’s q yang tinggi biasanya memiliki brand image perusahaan yang sangat kuat, sedangkan perusahaan yang memiliki nilai Tobin’s q yang rendah umumnya berada pada industry yang sangat kompetitif atau industri yang mulai melemah. Secara umum Tobin’s Q hampir sama dengan market-to-book-ratio, namun menurut Sukamulja (2004), Tobin’s Q memiliki karakteristik yang berbeda antara lain: 1.

  Replacement Cost vs Book Value Tobin’s Q menggunakan (estimated)

  replacement cost sebagai denominator, sedangkan market-to-book-ratio

  menggunakan book value to total equity. Penggunaan replacement cost membuat nilai yang digunakan untuk menentukan Tobin’s Q memasukkan berbagai faktor, sehingga nilai yang digunakan mencerminkan nilai pasar dari asset yang sebenarnya di masa kini, salah satu factor tersebut misalnya inflasi.

2. Total Assets vs Total Equity Market-to-book-ratio hanya menggunakan factor ekuitas (saham biasa dan saham preferen) dalam pengukuran.

  Penggunaan factor ekuitas ini menunjukkan bahwa market-to-book-ratio hanya memperhatikan satu tipe investor saja, yaitu investor dalam bentuk saham, baik saham biasa maupun saham preferen. Sedangkan Tobins’Q memberikan wawasan yang lebih luas terhadap investor. Perusahaan sebagai entitas ekonomi, tidak hanya mennggunakan ekuitas dalam mendanai kegiatan operasionalnya, namun juga dari sumber lain seperti hutang, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

2.1.7 Profitabilitas

  Rasio profitabilitas adalah rasio kemampuan memperoleh laba perusahaan tergantung dari laba dan modal mana yang diperhitungkan (Sitanggang, 2012).

  Bermacam-macamnya tingkatan laba, seperti laba kotor, laba usaha, laba sebelum bunga dan pajak, laba kena pajak, dan laba bersih perusahaan, begitu juga dengan modal, seperti modal usaha/opersional seperti modal utang, modal sendiri, atau modal keseluruhan yang membuat rasio dengan laba dan modal harus disesuaikan dengan darimana laba dan untuk apa modal tersebut ditujukan. Menurut Shaw (2003) dalam Bukit (2012) laba yang tinggi memberikan indikasi prospek perusahaan yang baik sehingga dapat mendorong investor untuk meningkatkan permintaan saham. Permintaan saham yang meningkat menyebabkan nilai perusahaan meningkat. Berdasarkan pembahasan diatas profitabilitas juga memengaruhi nilai perusahaan (Bukit, 2012).

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

  Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai hubungan antara nilai persediaan terhadap nilai perusahaan. Daljono dan Puspitaningtyas (2005) melakukan pengujian untuk melihat pengaruh metode arus biaya persediaan, nilai persediaan, dan gros margin terhadap Market Value. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan perioda penelitian tahun 2001 sampai dengan tahun 2002, berjumlah 152 perusahaan. Sampel dipilih dengan menggunakan metoda

  

purposive sampling berjumlah 97 perusahaan. Teknik pengujian data adalah

  dengan menggunakan regresi linier sederhana untuk menguji secara parsial dan regresi linier berganda untuk menguji secara simultan, dengan tingkat signifikansi alpha 5%. Hasil penelitian membuktikan bahwa Nilai persediaan berpengaruh signifikan positif terhadap market value. Secara parsial metode arus biaya persediaan dan Profit margin tidak berpengaruh signifikan terhadap market value.

      Secara simultan membuktikan metode arus biaya persediaan, nilai persediaan, dan profit margin berpengaruh signifikan terhadap market value.

  Purwanto (2007) menguji pengaruh metode arus biaya persediaan, nilai persediaan, dan gross profit margin terhadap Market Value pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan perioda penelitian tahun 2007. Sampel dipilih dengan menggunakan metoda purposive sampling berjumlah 33 perusahaan. Teknik pengujian data adalah dengan menggunakan regresi linier sederhana untuk menguji secara parsial dan regresi linier berganda untuk menguji secara simultan, dengan tingkat signifikansi alpha 5%. Secara simultan metode arus biaya persediaan, nilai persediaan dan gross profit margin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

  

market value perusahaan. Secara parsial metode arus biaya persediaan dan gross

  profit margin tidak berpengaruh secara signifikan tehadap market value. Nilai persediaan memiliki pengaruh yang signifikan tehadap market value.

  Situmorang (2011) memperoleh hasil penelitiannya yang menyebutkan bahwa pengaruh signifikan antara nilai persediaan terhadap nilai perusahaan adalah. Meneliti tentang pengaruh metode arus biaya persediaan, nilai persediaan dan profit margin terhadap nilai perusahaan, dengan sampel seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun

  food and beverages

  2007-2009. Metode pengambilan sampel dilakukan berdasarkan tehnik Purposive

  

sampling dengan pertimbangan (judgement sampling). Jumlah 14 perusahaan food and beverages di BEI hingga tahun 2005 adalah 14 emiten, berdasarkan kriteria-     kriteria purposive sampling, dari populasi tersebut didapatkan 109 emiten yang memenuhi syarat-syarat sebagai sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Secara simultan, tidak ada pengaruh yang signifikan dari metode arus biaya persediaan, nilai persediaan, dan profit margin terhadap nilai perusahaan. Secara parsial, nilai persediaan menunjukkan pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan, metode arus biaya persediaan dan profit margin tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

  Somara (2011) memperoleh hasil penelitiannya yang menyebutkan bahwa pengaruh signifikan antara nilai persediaan terhadap nilai perusahaan adalah.

  Meneliti tentang pengaruh metode arus biaya persediaan, nilai persediaan dan

  

profit margin terhadap nilai perusahaan, dengan sampel seluruh perusahaan

  barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2009-2011. Metode pengambilan sampel dilakukan berdasarkan tehnik Purposive

  

sampling dengan pertimbangan (judgement sampling. Jumlah 11 perusahaan

  berdasarkan kriteria-kriteria purposive sampling. Secara simultan, tidak ada pengaruh yang signifikan dari metode arus biaya persediaan, nilai persediaan, dan

  

profit margin terhadap nilai perusahaan. Secara parsial, nilai persediaan

  menunjukkan pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan metode arus biaya persediaan dan profit margin tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

     

     

  Analisis Pengaruh Penerapan Metode Arus Biaya Persediaan, Nilai Persediaan dan Gros

  berpengaruh secara signifikan terhadap market value perusahaan.

  gross profit margin tidak

  Secara simultan metode arus biaya persediaan, nilai persediaan dan

  gross profit margin.

  metode arus biaya persediaan, nilai persediaan dan

  Variabel independen adalah

  Perusahaan(Studi Empiris : Perusahaan Aneka Industri Di Bursa Efek Indonesia)

  Value

  Terhadap Market

  Profit Margin

  2. Purwanto (2007)

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No Nama Penelitian Judul Penelitian Variabel penelitian Hasil Penelitian

  berpengaruh signifikan terhadap market value. Nilai persediaan berpengaruh signifikan positif terhadap market value .

  margin tidak

  berpengaruh signifikan terhadap market value. Secara parsial metode arus biaya persediaan dan Profit

  profit margin

  Secara simultan Metode arus biaya persediaan, nilai persediaan, dan

  Variabel dependen adalah market value

  adalah metode arus biaya persediaan, nilai persediaan dan profit margin.

  Variabel independen

  Analisis Pengaruh Penerapan Metode Arus Biaya Persediaan, Nilai Persediaan dan Profit Margin terhadap Market Value Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta.

  1. Daljono dan Puspitaningt yas (2005)

  Secara parsial metode arus biaya persediaan dan gross profit margin tidak

      Variabel dependen adalah market value .

  Secara parsial, nilai persediaan menunjukkan pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan, metode arus biaya persediaan dan

  margin terhadap nilai perusahaan.

  Secara simultan, tidak ada pengaruh yang signifikan dari metode arus biaya persediaan, nilai persediaan, dan profit

  Variabel

  profit margin.

  arus biaya persediaan, nilai persediaan dan

  Variabel independen adalah metode

  Analisis Pengaruh Penerapan Metode Arus Biaya Persediaan, Nilai Persediaan dan Profit Margin Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Barang Kosumsi yang

  Somara (2013)

  4 .

  berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

  profit margin tidak

  margin terhadap nilai perusahaan.

  berpengaruh secara signifikan tehadap

  Secara simultan, tidak ada pengaruh yang signifikan dari metode arus biaya persediaan, nilai persediaan, dan profit

  Variabel dependen adalah nilai perusahaan.

  profit margin.

  arus biaya persediaan, nilai persediaan dan

  Variabel independen adalah metode

  Analisis Pengaruh Penerapan Metode Arus Biaya Persediaan, Nilai Persediaan dan Profit Margin Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Food and Beverages yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

  Situmorang (2011)

  3 .

  (Lanjutan) Ringkasan Penelitian Terdahulu

  Nilai persediaan memiliki pengaruh yang signifikan tehadap market value.

  market value.

  Secara parsial, nilai Terdaftar di Bursa dependen persediaan dan profit Efek Indonesia adalah nilai menunjukkan

  margin

  perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan, metode arus biaya persediaan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan

  2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitan

2.3.1 Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual penelitian ini tertera seperti gambar 2.3 berikut : Nilai Persediaan

  Nilai Perusahaan H

  1 (+)

  (X

  1 )

  (Y) H

  2 (+)

  Profitabilitas (X

  2 )

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Penelitian ini dilakukan dengan tujuan selain untuk mengetahui pengaruh pengungkapan lingkungan terhadap nilai perusahaan, juga untuk menguji apakah profitabilitas sebagai variabel moderasi dapat memperkuat hubungan antara nilai persediaan dengan nilai perusahaan pada saat profitabilitas perusahaan tinggi. Berdasarkan uraian teori yang telah dikemukakan sebelumnya

      dan tinjauan penelitian terdahulu, maka variabel yang terkait dalam penelitian ini dapat dirumuskan melalui satu kerangka konseptual tersebut.

  Profitabilitas dalam penelitian ini diduga sebagai variabel moderasi yang memperkuat hubungan antara nilai persediaan terhadap nilai perusahaan.

  Pada saat profitabilitas tinggi maka hubungan antara nilai persediaan pada nilai perusahaan semakin kuat. Profitabilitas dipilih sebagai variabel moderasi karena profitabilitas (kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba) merupakan indikator yang paling mudah dan cepat untuk mengukur keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Investor dan kreditor menggunakan laba untuk mengukur prediksi laba dimasa yang akan datang dan kinerja manajemen.

  Sehingga calon investor dan kreditor dapat dengan mudah melihat kondisi perusahaan dari laba yang dihasilkan perusahaan. Penanaman modal khususnya dalam penelitian ini adalah investor, akan tertarik apabila perusahaan memiliki kemampuan untuk menghasilkan laba karena investor melakukan investasi diperusahaan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Investor tidak akan tertarik melakukan investasi di perusahaan apabila mereka tidak mendapatkan keuntungan meskipun kinerja dan menajemen persediaaan tepat. Dengan adanya profitabilitas yang tinggi, maka investor akan tertarik menenamkan modalnya dalam bentuk pembelian saham. Permintaan saham yang tinggi akan menaikkan harga saham yang berarti juga naiknya nilai perusahaan.

2.3.2 Hipotesis Penelitian

2.3.2.1 Pengaruh Nilai Persediaan Terhadap Nilai Perusahaan

      Tujuan utama perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan. Manajemen persediaan mencakup seluruh kegiatan merencanakan, mengkordinasikan, menyimpan dan memelihara persediaan sebelum sampai ke tangan pihak lain (distributor/agen atau konsumen) atau jika dilihat dalam neraca perusahaan berada dalam posisi aktiva sub “persediaan” sebelum berubah menjadi piutang dagang atau kas (Sitanggang, 2012). Tersedianya persediaan pada waktu jumlah, jenis, dan kualitas yang sesuai akan berdampak pada kegiatan produksi atau kegiatan penjualan. Jika manajemen persediaan tidak akurat dibentuk, maka efek negatifnya berdampak pada keberlangsungan aktivitas perusahaan karena penyediaan persediaan yang terlalu besar akan mengarah pada kenaikan biaya dan pengurangan arus kas dan pada bagian lainnya akan menurukan penjualan perusahaan (Burja dan Burja, 2010). Sebaliknya jumlah persediaan yang terlalu kecil karena pemesanan dalam jumlah yang kecil, meskipun dapat mengurangi biaya penyimpanan, tetapi akan berdampak pada penambahan biaya pemesanan, tidak terpenuhinya permintaan konsumen atau terganggunya proses lanjut produksi (Sitanggang, 2012). Perusahaan yang membuat kebijakan persediaan level minimum dapat membuat operasional perusahaan berjalan lancar, dengan ketentuan, hal tersebut jangan sampai mengganggu ketepatan waktu penerimaan bahan (Heinaman, 1955).

  Berdasarkan penjelasan diatas, dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H Nilai persediaan berpegaruh positif terhadap nilai perusahaan.

  1 :    

2.3.2.2 Pengaruh Profitabilitas Sebagai Variabel Moderasi dalam Hubungan antara Nilai Persediaan dengan Nilai Perusahaan.

  Rasio profitabilitas adalah rasio kemampuan memperoleh laba perusahaan tergantung dari laba dan modal mana yang diperhitungkan (Sitanggang, 2012). ROA menunujukan kinerja perusahaan dan dapat sebagai acuan dari para pihak eksternal yaitu investor berupa sinyal untuk arus kas masa depan perusahaan, karena ROA diperoleh dari net profit

  after tax, yang dapat menjadi dasar dari kalkulasi arus kas bersih

  (Alghifari, et al, 2013). Profitabilitas diduga memiliki pengaruh sebagai variabel moderasi (dapat memperkuat) hubungan antara nilai persediaan dengan nilai perusahaan. Nilai persediaan akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan apabila profitabilitas perusahaan tinggi (perusahaan mampu menghasilkan keuntungan). Dengan kata lain, nilai perusahaan tidak akan mengalami peningkatan apabila profitabilitas rendah (perusahaan tidak dapat menghasilkan keuntungan) meskipun nilai persediaan yang dilakukan oleh perusahaan baik.

  Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H : Hubungan antara nilai persediaan terhadap nilai perusahaan semakin

  2 kuat pada saat pofitabilitas tinggi.

       

     

                 

     

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Nilai Persediaan Terhadap Value of Firm dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderasi; Studi Empiris pada Perusahaan Farmasi Terdaftar di BEI

4 95 83

Pengaruh Pengungkapan CSR Dan GCG Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Profitabilitas Sebagai Moderating Variabel Studi Empiris Pada Perusahaan LQ45 Yang Terdaftar Di BEI Periode 2007-2010

5 107 123

Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan dengan Good Corporate Governance Sebagai Variabel Moderasi : Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI Tahun 2011-2013

0 78 98

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Keputusan Investasi - Pengaruh Keputusan Investasi, Keputusan Pendanaan, dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan Dengan Kebijakan Dividen sebagai Variabel Intervening pada Perusahaan Manufaktur yang

0 0 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Nilai Perusahaan - Pengaruh CAMEL & Indeks Corporate Governace Terhadap Nilai Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Investasi - Pengaruh Firm Size, Earning Per Share Dan Book To Market Ratio Terhadap Return Saham Dengan Kebijakan Deviden Sebagai Moderating Variabel Pada Perusahaan Pertambangan Batubara Yang Terdaftar

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Profitabilitas - Pengaruh Modal Kerja Dan Likuiditas Terhadap Profitabilitas Perusahaan Makanan Dan Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2013

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Modal - Pengaruh Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 1 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1. Signaling Theory - Analisis Pengaruh Economic Value Added (EVA) danLikuiditas Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Industri Pertambangan yang Terdaftar di BEI

0 0 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teoritis 1. Tinjauan Teoritis : Profitabilitas - Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Nilai Perusahaan, Dan Kualitas Audit, Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei

0 0 26