BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon - Respon Masyarakat Terhadap Program Pemulihan Tempat Tinggal Bagi Korban Erupsi Gunung Sinabung Oleh Badan Naional Penanggulangan Bencana (BNPB) Di Desa Sigarang-Garang Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon

  Respon adalah proses pengorganisasian rangsang. Rangsang-rangsang proksimal diorganisasikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi fenomenal dari ransang-rangsang oksimal itu. Proses inilah yang disebut respon (Scherer, dalam Sarwono, 1991:93).

  Rangsang atau stimulus adalah suatu hal yang rumit. Unsur yang pertama adalah rangsang proksimal (misalnya serangkaian gelombang cahaya yang dipantulkan oleh sebuah benda yang menyentuh retina mata), tetapi yang kita inderakan bukan rangsang proksimal melainkan kesan yang tertangkap oleh alat- alat indera. Jadi, menurut Scherer ada 3 macam rangsang, sesuai dengan adanya 3 elemen dari proses penginderaan, yaitu:

  1. Rangsang yang merupakan obyek-obyek dalam bentuk fisiknya ( rangsang distal).

  2. Rangsang sebagai keseluruhan hal yang tersebar dalam lapang proksimal (belum menyangkut proses sistem syaraf).

  3. Rangsang sebagai presentasi fenomenal (gejala yang dikesankan) dari obyek- obyek yang ada di luar.

  Respon adalah suatu reaksi baik positif atau negatif yang diberikan masyarakat. Respon akan timbul setelah seseorang atau sekelompok orang terlebih dahulu merasakan kehadiran suatu objek dan dilaksanakan, kemudian menginterpretasikan objek yang dirasakan itu. Berarti dalam hal ini respon pada dasarnya adalah pemahaman terhadap apa yang terjadi dilingkungan dengan manusia dengan tingkah lakunya, merupakan hubungan timbal balik saling terkait dan saling mempengaruhi. Orang dewasa telah mempunyai sejumlah besar unit untuk memproses informasi-informasi. Unit-unit ini dibuat khusus untuk menangani representasi fenomenal dari keadaan diluar yang ada dalam diri seorang individu. Lingkungan internal ini dapat digunakan untuk memperkirakan peristiwa-peristiwa yang terjadi diluar. Proses yang berlangsung secara rutin inilah yang dinamakan respon.

  Terdapat dua jenis yang mempengaruhi respon, yaitu

  a) Variabel struktur, yaitu faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik.

  b) Variabel fungsional, yaitu faktor- faktor yang terdapat dalam diri sipengamat misalnya kebutuhan susasana hati, pengalaman masa lalu (Sarwono, 1991: 47). Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat 3 faktor yang mempengaruhi respon seseorang, yaitu: a. Diri orang yang bersangkutan yang melihat dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh sikap, motif, kepentingan dan harapannya.

  b. Sasaran respon tersebut, berupa orang, benda atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap respon orang melihatnya.

  Dengan kata lain gerakan, suara, ukuran, tindakan dan cirri-ciri lain dari sasaran respon turut menentukan cara pandang orang.

  c. Faktor situasi, respon dapat dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana respon itu timbul pula mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam pembentukan atau tanggapan seseorang (Sarwono, 1991:35).

  Respon merupakan reaksi stimuli dengan membangun kesan pribadi yang berorientasi pada pengamatan masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. Respon tidak lahir begitu saja tetapi melalui proses pengambilan keputusan dari empat tahapan, yaitu:

  1. Kategori primitif, yaitu objek atau peristiwa yang diamati dan di isolasi berdasarkan ciri-ciri khusus.

  2. Mencari tanda, sipengamat secara tepat memeriksa lingkungan untuk mencari informasi-informasi tambahan yang mungkin hanya kategorisasi yang tepat.

  3. Konfirmasi, yakni terjadi setelah objek mendapatkan penggolongan sementara.

  4. Konfirmasi tuntas dimana pencaharian tanda-tanda diakhiri dan respon mulai muncul.

  Respon seseorang terhadap suatu objek juga dipengaruhi sejauh mana pemahaman terhadap objek tersebut. Suatu objek respon yang belum jelas atau belum nampak sama sekali tidak mungkin akan memberikan makna. Seseorang dilihat respon positifnya melalui tahap kognisi, afeksi dan psiko motorik.

  Sebaliknya, seseorang tersebut dapat dilihat respon negatifnya bila informasi yang didengar atau perubahan terhadap suatu objek tidak mempengaruhi tindakannya, atau malah menghindari dan membenci objek tersebut.

  Dollard dan Miller mengemukakan bahwa bahasa memegang peranan penting dalam pembentukan respon masyarakat. Respon-respon tertentu terikat dengan kata-kata, dan oleh karena itu ucapan dapat berfungsi sebagai mediator atau menentukan hierarki mana yang bekerja. Artinya sosialisasi yang menggunakan bahasa, baik lisan maupun tulisan merupakan media strategis dalam pembentukan respon masyarakat, apakah respon tersebut berbentuk respon positif atau negatif sangat bergantung pada sosialisasi dari objek yang akan direspon. Respon dalam penelitian ini akan diukur dari tiga aspek, yaitu persepsi, sikap, dan partisipasi.

  Persepsi merupakan suatu proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungan yang baik lewat penglihatan, pendengaran, perasaan, dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi. Persepsi terbentuk atas dasar data-data yang kita peroleh dari lingkungan yang diserap dari indera, serta sebagian lainnya diperoleh dari pengolahan ingatan berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Pengolahan ingatan ini mengacu pada suatu kolaborasi, transformasi dan kombinasi berbagai masukan ( Adi. 1999: 106).

  Persepsi individu akan mempengaruhi sikap individu terhadap suatu program pembangunan. Dalam suatu program pembangunan terkandung ide-ide baru atau cara-cara baru yang disosialisasikan kedalam suatu masyarakat, dengan harapan dapat mengubah cara berpikir dan cara bertindak masyarakat yang terkena program. Perubahan tersebut terproses dan terwujud dalam perubahan sikap.

  Sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau dia menghadapi suatu rangsangan tertentu (Sarwono, 1991: 20). Rangsangan yang di maksud dapat berupa rangsangan yang berbentuk fisik seperti halnya hasil-hasil dan usaha- usaha pembangunan.

  Perubahan sikap dapat mengambarkan bagaimana respon seseorang terhadap objek –objek tertentu, seperti perubahan lingkungan atas situasi lain.sikap yang muncul dapat positif, yakni cenderung menyenagi, mendekati, mengharapkan objek atau muncul sikap negatif yakni menghindari, membenci suatu objek.

  Partisipasi baeral dari bahasa inggris yaitu participation, artinya mengambil bagian.partisipasi adalah suatu proses sikap mental dimana orang- orang atau anggota masyarakat aktif menyumbang kreatifitas dan inisiatifnya dalam usaha meningkatkan kualitas hidupnya.

  1. partisipasi dalam aktifitas –aktifitas bersama dengan proyek pembangunan yang khusus 2. partisipasi sebagai individu diluar aktivitas –aktivitas bersama dalam pembangunan

  Bentuk partisipasi pertama masyarakat diajak,dipersuasi,diperintah,atau dipaksa dalam suatu proyek khusus,sedangkan dalam bentuk partisipasi yang kedua,adanya kemauan sendiri berdasarkan kesadaran bahwa jika dia ikut akan mempunyai manfaat .

  Bila dilihat dari jenis partisipasi, dapat di kelompokkan sebai berikut : a. Partisipasi dengan pikiran .

  b. Partisipasi dengan tenaga. c. Partisi dengan pikiran dan tenaga /partisipasi aktif.

  d. Partisipasi dengan keahlian.

  e. Pastisipasi dengan uang.

  f. Pastisipasi dengan jasa-jasa.

  Secara umum dapat dilihat rumusan faktor yang mempengaruhi pertisipasi masyarakat,yaitu: keadaan program masyarakat, kegiatan program pembangunan,dan keadaan alam sekitar.

  Ditinjau dari segi motivasinya,partisipasi masyarakat terjadi karena beberapa alasan: a. Takut terpaksa

  Dari segi motivasi yang pertama, partisipasi dilakukan dengan paksaan karena takut, biasanya akibat adanya perintah dari atasan sehingga masyarakat seakan akan - terpaksa untuk melaksanan rencana yang ditentukan.

  b. Ikut-ikutan motivasi partisipasi ikut-ikutan hanya didorong oleh rasa solidaritas yang tinggi diantara sesama masyarakat sebai perwujudan kebersamaan.

  c. Kesadaran Hal ini timbul dari kehendak pribadi anggota masyarakat, dilandasi oleh keinginan hati nurani. Partisipasi bentuk inilah yang diharapkan dapat dikembangkan dalam masyarakat. Dengan adanya partisipasi yang didasarkan atas kesadaran usaha, masyarakat diajak untuk memelihara dan merasa memilki objek pembangunan. Banyak kegagalan dalam program-program pembangunan hanya karena merasa tidak memiliki dan kewajiban untuk bersama-sama membangun dan memeliharanya.

  Dalam partisispasi, hal yang banyak mempengaruhi adalah luasnya pengetahuan masyarakat tentang suatu hal. Tingkat pengetahuan seseorang yang dimilikinya tentang suatu hal dapat menentukan suatu niat untuk melakukan kegiatan. Pengetahuan ini kemudian mempengaruhi sikap, niat dan perilaku.

  Adanya pengetahuan tentang manfaat tentang suatu hal akan menyebabkan seseorang mempunyai sikap yang positif terhadap hal tersebut. Niat untuk ikut serta dalam suatu kegiatan sangat tergantung apakah seseorang mempunyai sikap positif terhadap kegiatan tersebut. Adanya niat untuk melakukan suatu kegiatan akhirnya sangat menentukan apakah kegiatan itu benar-benar dilakukan. Kegiatan yang dilakukan inilah yang disebut sikap atau perilaku.

2.2 Bencana

2.2.1 Pengertian Bencana

  Menurut kamus besar bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan.

  Sedangkan bencana alam artinya bencana yang disebabkan oleh alam.

  Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana menyebutkan defenisi bencana sebagai berikut: Bencana dalah peristiwaatau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Defenisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang nomor 24 tahun 2007 juga mendefenisikan mengenai bencana alam, bencana non alam dan bencana sosial. Berikut defenisi jenis bencana:

  1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir kekeringan, angin topan dan tanah longsor.

  2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit.

  3. Bencana sosial adalah adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunikasi masyarakat dan terror.

  Menurut Bakormas PB (2007), bencana terjadi jika ada ancaman yang muncul karena kondisi kerentanan yang ada. Kejadian bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban ataupun kerusakan. Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari satu wilayah maka dihitung sebagai satu kejadian.

  Ancaman adalah suatu kejadian atau peristiwa yang berpotensi menimbulkan kerusakan, kehilangan jiwa manusia, kerusakan lingkungan dan menimbulkan dampak suatu kondisi yang ditentukan oleh psikologis. Kerentanan adalah suatu kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik sosial, ekonomi dan sosial budaya dan lingkungan yang mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana (Bakormas PB, 2007). Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami ( suatu peristiwa fisik,seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia.

  Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi serta memiliki kerentanan/ kerawanan yang juga tinggi tidak akan memberi dampak yang hebat/ luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap bencana. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah untuk menghindari bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan “ bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidak berdayaan.” Konsep ketahanan bencana merupakan evaluasi kemampuan system dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah dan menangani tantangan-tantangan serius yang akan hadir. Meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar jika diimbangi dengan ketahanan terhadap bencana yang cukup akan meminimalisir dampak yang ditimbulkan akibat bencana.

2.2.2 Konsep Bencana

  Adapun konsep bencana meliputi:

  a.Bencana Alam

  Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami ( suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia. Karena ketidak berdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Bencana alam juga dapat diartikan sebagai bencana yang diakibatkan oleh gejala alam.

  Klasifikasi bencana alam berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

  1. Bencana alam geologis Bencana alam ini disebabkan oleh gaya-gaya yang berasal dari dalam bumi ( gaya endogen). Yang termasuk dalam bencana alam geologis adalah gempa bumi, letusan gunung berapi, dan tsunami.

  2. Bencana alam klimatologis Bencana ini merupakan bencana alam yang disebabkan oleh faktor angin dan hujan. Contohbencana alam klimatologis adalah banjir, badai, banjir bandang, angin puting beliung, kekeringan dan kevakaran alami hutan (bukan ulah manusia).

  3. Bencana alam ekstra-terestrial Bencana ini adalah bencana alam yang terjadi diluar angkasa. Contoh: hantaman meteor. Bila benda-bemda langit mengenai permukaan bumi maka akan menimbulkan bencana alam yang dahsyat bagi penduduk bumi.

b. Bencana Non-alam

  Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang anta lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemic dan wabah penyakit (UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana, Bab 1 Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 3).

  Klasifikasi bencana non alam berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

  1. Kegagalan Teknologi/ Konstruksi Penyebab bencana kegagalan teknologi, antara lain: kebakaran, kegagalan/ kesalahan desain keselamatan pabrik, kesalahan prosedur pengoperasian pabrik, kerusakan komponen, kecelakaan transportasi dan dampak ikutan dari bencana alam.

  2. Epidemi Epidemi, wabah dan kejadian luar biasa merupakan ancaman yang diakibatkan oleh menyebarnya penyakit menular yang berjangkit disuatu daerah tertentu. Pada skala besar, epidemi atau wabah atau kejadian luar biasa dapat mengakibatkan meningkatnya jumlah penderita penyakit dan korban jiwa.

  Beberapa penyakit yang pernah terjadi di Indonesia dan sampai sekarang harus terus diwaspadai antara lain demam berdarah, malaria, flu burung, busung lapar dan HIV/AIDS. Wabah penyakit pada umumnya sangat sulit dibatasi penyebarannya, sehingga kejadian yang pada awalnya merupakan kejadian local dalam waktu singkat bisa menjadi bencana nasional yang banyak.

c. Bencana Sosial

  Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror (UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana, Bab 1 Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 4). Bencana sosial antara lain berupa kerusuhan sosial dan konflik sosial dalam masyarakat yang sering terjadi. Klasifikasi bencana sosial berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

  1. Kerusuhan atau konflik sosial Kerusuhan atau konflik sosial adalah suatu kondisi dimana terjadi huru- hara/kerusuhan atau perang disuatu daerah tertentu yang melibatkan lapisan masyarakat, golongan, suku ataupun masyarakat tertentu. Indonesia sebagai negara kesatuan pada dasarnya dapat mengandung potensi kerawanan akibat keaneka ragaman suku bangsa,bahasa, agama,ras dan etnis, golongan, hal tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap potensi timbulnya konflik. Dengan semakin marak dan melusanya konflik akhir-akhir ini, merupakan suatu pertanda menurunnya rasa nasionalisme di dalam masyarakat.

  2. Terorisme/ Sabotase Aksi terror/ sabotase adalah semua tindakan yang menyebabkan keresahan masyarakat, kerusakan bangunan, dan mengancam atau mebahayakan jiwa seseorang/ banyak orang oleh seseorang/golongan tertentu yang tidak bertanggung jawab. Aksi terror/ sabotase biasanya dilakukan dengan berbagai alas an dan berbagai jenis tindakan seperti pemboman suatu bangunan/tempat tertentu, penyerbuan tiba-tiba suatu wilayah, tempat dan sebagainya. Aksi terror/sabotase sangat sulit di deteksi atau diselidiki oleh pihak berwenang karena direncanakan seseorang/golongan secara diam-diam atau rahasia.

2.2.3 Jenis-jenis Bencana

  Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana 2010, jenis-jenis bencana antara lain:

  1. Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba.

  Mekanisme perusakan terjadi karena energi getaran gempa dirambatkan keseluruh bagian bumi. Dipermukaan bumi, getaran tersebut dapat menyebabkan kerusakan dan runtuhnya bangunan sehingga dapat menimbulkan korban jiwa. Getaran gempa juga dapat memicu terjadinya tanah longsor, runtuhan batuan, dan kerusakan tanah lainnya yang merusak permukiman penduduk. Gempa bumi juga menyebabkan bencana ikutan berupa, kecelakaan industri dan transportasi serta banjir akibat runtuhnya bendungan ataupun tanggul penahan lainnya.

  2. Tsunami diartikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut. Gangguan impulsif tersebut bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi pulkanik atau longsoran. Kecepatan tsunami yang naik kedaratan ( run-up) berkurang menjadi sekitar 25-100 km/jam dan ketinggian air.

  3. Letusan gunung berapi adalah merupakan bagian dari aktivitas vulaknik yang dikenal dengan istilah “erupsi”. Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan dengan zona kegempaan aktif sebab hubungan dengan batas lempeng. Pada batas lempeng inilah terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi sehingga mampu melelehkan material sekitarnya yang merupakan cairan pijar (magma). Magma akan mengintrusi batuan atau tanah disekitarnya melalui rekahan-rekahan mendekati permukiman bumi. Setiap gunung api memiliki karakteristik tersendiri jika ditinjau dari jenis muntahan atau produk yang dihasilkannya. Akan tetapi apapun jenis produk tersebut kegiatan letusan gunung api tetap membawa bencana bagi kehidupan. Bahaya letusan gunung api memiliki resiko merusak dan mematikan.

  4. Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau bantuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan penyusun lereng.

  5. Banjir dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar. Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba yang disebabkan oleh karena tersumbatnya sungai atau karena penggundulan hutan disepanjang sungai sehingga merusak rumah-rumah penduduk maupun menimbulkan korban jiwa.

  6. Kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh dibawah kebutuhan air baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan.

  7. Angin topan adalah pusaran angin kencang dengan kecepatan angin 120 km/jam atau lebih yang sering terjadi diwilayah tropis diantara garis balik utara dan selatan, kecuali di daerah-daerah yang sangat berdekatan dengan khatulistiwa. Angintopan disebabkan oleh perbedaan tekanan dalam suatu sistem cuaca . Angin paling kencang yang terjadi didaerah tropis ini umumnya berpusar dengan radius ratusan kilometer disekitar daerah sistem tekanan rendah yang ekstrim dengan kecepatan sekitar 20 km/jam.

  Di Indonesia dikenal dengan sebutan angin badai.

  8. Gelombang pasang adalah gelombang air laut yang melebihi batas normal dan dapat menimbulkan bahaya baik dilautan maupun di darat terutama daerah pinggir pantai. Umumnya gelombang air pasang terjadi karena adanya angin kencang atau topan, perubahan cuaca yang sangat cepat dank arena ada pengaruh dari grafitasi bulan maupun matahari. Kecepatan gelombang pasang sekitar 10-100 km/jam. Gelombang pasang sangat berbahaya bagi kapal-kapal yang sedang berlayar pada suatu wilayah yang dapat menenggelamkan kapal-kapal tersebut. Jika terjadi gelombang pasang dilaut akan menyebabkan tersapunya daerah pinggir pantai atau disebut dengan abrasi.

  9. Kegagalan teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelainan dan kesengajaan manusia dalam penggunaan teknologi atau industri.

  10. Kebakaran adalah situasi dimana suatu tempat atau lahan atau bangunan dilanda api serta hasilnya menimbulkan kerugian. Sedangkan lahan dan hutan adalah keadaan dimana lahan dan hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan lahan dan hutan serta hasil-hasilnya dan menimbulkan kerugian.

  11. Aksi teroe atau sabotase adalah semua tindakan yang menyebabkan keresahan masyarakat, kerusakan bangunan, dan mengancam atau membahayakan jiwa seseorang atau golongan tertentu yang tidak bertanggung jawab. Aksi terror atau sabotase biasanya dilakukan dengan berbagai alas an dan berbagai jenis tindakan seperti pemboman suatu bangunan/tempat tertentu, penyerbuan tiba-tiba suatu wilayah, tempat dan sebagainya. Aksi teror atau sabotase sangat sulit di deteksi atau diselidiki oleh pihak berwenang karena direncanakan seseorang atau golongan secara diam-diam dan rahasia.

  12. Kerusuhan atau konflik sosial adalah suatu kondisi dimana terjadi huru- hara atau kerusuhan,perang dan keadaan yang tidak aman disuatu daerah tertentu yang melibatkan lapisan masyarakat, golongan,suku, ataupun organisasi tertentu.

  13. Epidemi, wabah dan kejadian luar biasa merupakan ancaman yang diakibatkan oleh menyebarnya penyakit menular yang berjangkit disuatu daerah tertentu. Pada skala besar, epidemi atau wabah atau kejadian luar biasa dapat mengakibatkan meningkatnya jumlah penderita penyakit dan korban jiwa. Beberapa penyakit yang pernah terjadi di Indonesia dan sampai sekarang harus terus diwaspadai antara lain demam berdarah, malaria, flu burung, busung lapar dan HIV/AIDS. Wabah penyakit pada umumnya sangat sulit dibatasi penyebarannya, sehingga kejadian yang pada awalnya merupakan kejadian lokal dalam waktu singkat bisa menjadi bencana nasional yang banyak.

  2.2.4 Karakteristik Bencana

  Adapun karateristik bencana yaitu:

  a. Terdapat kerusakan pada pola kehidupan normal, kerusakan tersebut biasanya terlihat cukup parah, sebagai akibat dari kejadian yang mendadak dan tidak terduga, serta luasnya cakupan dan dampak dari bencana.

  b. Dampak bencana merugikan manusia baik bersifat langsung maupun tidak langsung, biasanya berupa kematian, kesakitan kesengsaraan maupun akibat negatif lainnya yang berdampak pada kesehatan masyarakat.

  c. Merugikan struktur sosial seperti kerusakan pada sistem pemerintahan, bangunan, komunikasi dan berbagai sarana dan prasarana pelayanan umum lainnya.

  d. Adanya pengungsi yang membutuhkan tempat tinggal atau penampungan, makanan, pakaian, bantuan kesehatan, dan pelayanan sosial yang terkadang tidak mencukupi dan kurang terkoordinasi ( Royan, 2004: 35).

  2.2.5 Pengurangan Resiko Bencana

  Pengurangan resiko bencana adalah salah satu sistem pendekatan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi serta mengurangi resiko yang diakibatkan oleh bencana. Tujuan utamanya untuk mengurangi resiko fatal dibidang sosial, ekonomi dan juga lingkungan alam serta penyebab pemicu bencana.

  Pengurangan Resiko Bencana (PRB) sangat dipengaruhi oleh penelitian masal pada hal-hal yang mematikan, dan telah dicetak/dipublikasikan sejak pertengahan tahun 1970. PRB merupakan konsep yang mencakup segala bidang, dan telah terbukti sulit untuk mendefenisikan atau menjelaskan secara rinci, namun cakupan idenya sangat jelas.

  Sebagai negara yang memiliki banyak wilayah rawan bencana, maka Indonesia sangat berkepentingan untuk menyusun dokumen Rencana Aksi Nasional (RAN) seperti diserukan oleh Resolusi PBB. Rencana Aksi Pengurangan Resiko Bencana yang selanjutnya disebut RAN-PRB, dalam perumusannya secara nasional telah melalui proses yang melibatkan berbagai pihak terkait ditingkat pusat dan daerah. Proses ini ditempuh sedemikian rupa karena RAN-PRB merupakan rencana terpadu yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah serta meliputi multi aspek sosial, ekonomi, budaya dan politik. Dalam implementasinya rencana ini akan disesuaikan dengan rencana pengurangan resiko bencana pada tingkat regional dan internasional.

  Masyarakat memainkan peran penting dalam RAN-PRB, karena masyarakat merupakan subjek, objek sekaligus sasaran utama upaya Pengurangan Resiko Bencana (PRB). Rencana aksi ini berupaya mengadopsi dan memperhatikan kearifan lokal dan pengetahuan tradisional yang ada dan yang tumbuh berkembang dalam masyarakat. Kedua aspek ini merupakan faktor penentu dalam keberhasilan upaya Pengurangan Resiko Bencana, mengingat banyaknya tradisi penanganan bencana yang telah ada dan berkembang di masyarakat. Sebagai subjek masyarakat diharapkan dapat secara aktif mendapatkan akses atau saluran informasi formal dan non-formal, sehingga upaya pengurangan resiko bencana secara langsung dapat melibatkan masyarakat. Pemerintah bertugas mempersiapkan sarana, pra-sarana dan sumber daya yang memadai untuk pelaksanaan rencana aksi ini. Kerjasama dalam pengurangan resiko bencana harus dilakukan secara lintas wilayah karena pada hakekatnya bencana tidak terbatasi oleh lingkup administratif atau kewilayahan tertentu (Prass. 2009: 3-4).

2.3 Korban Sinabung

2.3.1 Gunung Sinabung

  Di Sumatera Utara terdapat beberapa Gunung Api baik Gunung Api aktif maupun tidak aktif. Salah satu Gunung Api yang aktif di Sumatera Utara adalah Gunung Sinabung terletak didataran tinggi Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Gunung Sinabung telah tidur selama 400 tahun lamanya dan kemudian aktif pada tahun 2010, selanjutnya serangkaian Gunung Sinabung menunjukkan aktifitas signifikannya pada pertengan bulan September 2013. Letusan Gunung Sinabung adalah endapan magma yang keluar akibat dorongan gas yang bertekanan tinggi dari perut bumi. Letusan gunung api membawa batu dan abu yang dapat menyembur sampai 18 km sedangkan aliran lavanya bisa mencapai jarak 90 km. Bahaya Gunung Sinabung timbul dari material yang dikeluarkannya, baik benda padat, cair dan gas serta campuran diantaranya. Benda-benda tersebut cenderung merusak kerugian harta benda kehidupan masyarakat yang tinggal dekat kaki Gunung Sinabung. Bahaya Gunung Sinabung di bagi menjadi 2 (dua) kategori yaitu:

  1. Bahaya primer atau bahaya langsung Bahaya primer atau bahaya langsung adalah bahaya yang ditimbulkan secara langsung pada saat letusan gunung api terjadi. Hal ini disebabkan oleh material yang langsung dihasilkan seperti; aliran lava, lelehan batu pijar, aliran pirok lastika atau awan panas, jatuhan piroklastika atau hujan abu dan lontaran material pijar.

  2. Bahaya sekunder atau bahaya tidak langsung Bahaya sekunder atau bahaya tidak langsung adalah bahaya setelah letusan gunung api, yang berasal dari material yang dikeluarkannya seperti lahar. Lahar merupakan campuran air dan material letusan lainnya yang ukurannya berbeda-beda. Campuran ini mengalir menuruni lereng gunung dan terendap di dataran yang lebih rendah. Lahar terbentuk karena adanya hujan lebat pada saat atau setelah letusan terjadi.

2.3.2 Kesiap siagaan letusan Gunung Sinabung

  Untuk menghindari masyarakat dari bahaya letusan gunung sinabung maka pemerintah melakukan pengawasan dengan memberikan peringatan atau isyarat jika Sinabung mulai membahayakan kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Yang menjadi peringatan atau tingkat isyarat gunung sinabung adalah:

  1. Status awas Pada situasi ini Gunung Sinabung dalam keadaan siap meletus atau kritis. Jika ada penduduk yang tinggal disekitarnya, akan sangat mungkin terjadi bencana. Biasanya pemerintah melakukan pengawasan penuh dengan koordinasi non-stop 24 jam, dan wilayah berpenduduk direkomendasikan untuk dikosongkan.

  2. Status siaga Pada situasi ini Gunung Sinabung sudah menunjukkan tanda-tanda akan meletus, terjadi peningkatan kegiatan seismik. Letusan ini biasanya akan terjadi dalam dua minggu.

  3. Status waspada Status waspada pada Gunung Sinabung menunjukkan aktivitasnya yang cenderung diatas normal. Aktivitas ini menyangkut vulkanik, terdapat juga tanda-tanda aktivitas magma, tektonik dan hidrotermal.

  4. Status normal Jika situasi sudah normal itu berarti tidak ada gejala aktivitas magma.

  Yang dilakukan disini hanya pengamatan rutin, penelitian dan penyelidikan seperlunya (Usman,2009: 26-27).

2.3.3 Korban Sinabung

  Korban Sinabung adalah masyarakat yang tinggal di radius 2.5-7 km dari kaki Gunung Sinabung, atau masyarakat yang mengalami kerugian akibat dari letusan Gunung Sinabung. Meletusnya Gunung Sinabung mengakibatkan masyarakat mengalami kerugian besar, seperti kehilangan tempat tinggal, rusaknya tanaman yang menjadi mata pencaharian masyarakat, serta kehilangan anggota keluarga. Letusan Gunung Sinabung membuat masyarakat yang tinggal di radius 2.5-7 km harus tinggal di posko pengungsian hingga ada aba-aba dari pemerintah menyatakan bahwa status Sinabung sudah normal dan masyarakat sudah bisa kembali ke desa masing-masing.

  Saat ini beberapa desa yang berada di kawasan Gunung Sinabung sudah di perbolehkan untuk kembali ke desa masing-masing. Masyarakat yang tinggal di daerah radius 5 km kebawah belum di ijinkan untuk kembali karena rumah dan tempat tinggal mereka sudah hancur, sehingga mereka akan di relokasikan ke daerah yang lebih aman.

2.4 Peranan Pekerja Sosial dalan Menangani Korban Bencana Alam

  Pekerja sosial ditandai oleh usaha-usaha yang terorganisme melalui suatu rangkaian program, pelayanan-pelayanan, dan lembaga-lembaga baik pemerintah maupun bukan pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan mencegah atau mengurangi disfungsi sosial. Pekerja sosial tumbuh sebagai suatu kegiatan pemberian bantuan dalam bentuk pelayan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Pekerja sosial memerlukan keterlibatan dan partisipasi dan berbagai kategori personel seperti pekerja sosial professional, pekerja non profesional dalam bidang sosial, pekerja sukarela, pekerja-pekerja profesional dari bidang lain yang relevan (Mahuddin, 2007: 72).

  Adapun model-model pelayanan yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial dalam menangani korban bencana adalah: a. Advokasi

  Advokasi diperlukan untuk memastikan agar semua kebutuhan pengungsi dapat terpenuhi layak dan memadai. Kebutuhan-kebutuhan yang belum mencukupi dikomunikasikan dengan pihak pemerintah dan pihak-pihak lainnya agar dapat disediakan. b. Intervensi Keluarga Pelayanan ini utamanya dilakukan apabila keluarga yang bersangkutan mengalami kehilangan anggota keluarga (meninggal ) atau ada anggota keluarga yang sakit fisik (karena terkena material letusan gunung atau benda-benda lainnya), ataupun mengalami keguncangan.

  1. Terapi Kritis Pelayanan ini diberikan kepada individu-individu yang mengalami stress atau trauma karena kejadian bencana itu sendiri, karena kehilangan harta bendanya ataupun kehilangan anggota keluarganya.

  2. Fasilitasi Apabila pengungsi dipindahkan ke lokasi yang baru (relokasi) maka pekerja sosial perlu melakukan fasilitasi agar pengungsi dapat beradaptasi dengan lingkungan dan masyarakat didaerah yang baru. Demikian pula sebaliknya, pekerja sosial perlu melakukan pendekatan, penyuluhan, dan fasilitasi terhadap masyarakat di daerah tujuan yang baru agar dapat menerima kehadiran para pengungsi yang di alokasi kedaerah baru.

2.5 Pemulihan Tempat Tinggal

  Setelah terjadi bencana, harus dilakukan upaya-upaya untuk menormalkan kembali kehidupan yang mengalami kerusakan. Adapun hal-hal yang harus dilakukan setelah meletusnya Gunung Sinabung antara lain adalah: a. Rehabilitasi Rehabilitasi merupakan upaya langkah yang dilakukan setelah kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum, fasilitats sosial penting, dan menghidupkan kembali roda perekonomian. Rehabilitasi ini dilakukan melalui pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat di wilayah bencana dengan sasaran utama normalisasi atau berjalannya semua aspek pemerintahan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat pada wilayah bencana. Misalnya pembersihan jalan yang terisolasi atau tertutup abu vulkanik.

  b. Rekontruksi Rekontruksi merupakan program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial, dan ekonomi untuk mengembalikan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya. Pembangunan kembali ini dilakukan pada semua aspek, baik sarana dan prasarana, kelembagaan pada wilayah bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial,dan budaya. Kegiatan rekonstruksi yang efektif dan efisien memerlukan 5 hal, yaitu:

   Adanya pengakuan pemerintah terhadap kerugian proses pembangunan nasional yang diakibatkan oleh bencana.

   Adanya penaggung jawab, alokasi dana, dan koordinasi instansi terkait dalam melaksanakan berbagai kegiatan rekonstruksi yang diperlukan.

   Pembangunan sarana dan prasarana yang lebih aman sehingga ketahanan terhadap bencana dimasa depan lebih meningkat.

   Penerapan rancangan bangunan yang tepat dan pembangunan infrastruktur yang lebih baik dan tahan terhadap bencana.

   Pembangunan sarana dan prasarana peredam bencana dimasa mendatang.

  c. Pemulihan Pemulihan adalah proses pengembalian kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula dengan melakukan upaya memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar ( jalan, listrik, air bersih, pasar, puskesmas).

2.6 Kerangka Pemikiran

  Meletusnya Gunung Sinabung menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi masyarkat yang tinggal disekitarnya, seperti kehilangan tempat tinggal, kerusakan fasilitas umum dan hancurnya lahan perladangan yang menjadi sumber kehidupan mereka. Kondisi ini membuat masyarakat harus tinggal di posko-posko pengungsian sampai tempat tinggal mereka di perbaiki atau dibangun kembali oleh pemerintah supaya mereka dapat memulai kembali kehidupan yang baru seperti sebelum meletusnya Gunung Sinabung. Untuk membantu masyarakat kembali ke kehidupan semula Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) membuat program pemulihan tempat tinggal bagi Korban Erupsi Gunung Sinabung. Program ini berupa perbaikan rumah yang sudah hancur akibat abu vulkanik, perbaikan jalan, perbaikan listrik, dan pebaikan sarana umum seperti sekolah, tempat ibadah. Tujuan dari program ini adalah untuk membantu masyarakat dalam membangun kembali desa yang sudah hancur akibat letusan Gunung Sinabung

  Program pemulihan tempat tinggal bagi Korban Erupsi Gunung Sinabung ini dilakukan di beberapa desa yang berada di kawasan Gunung Sinabung salah salah satunya adalah Desa Sigarang-garang Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Program ini di lakukan untuk memulihkan kondisi tempat tinggal masyarakat yang sudah hancur supaya layak huni dan masyarakat Desa Sigarang- garang bisa menjalankan kehidupannya dengan normal.

  Untuk mengetahui respon masyarakat Desa Sigarang-garang Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo, maka dapat diukur dari tiga aspek yaitu persepsi, sikap dan partisipasi terhadap program pemulihan tempat tinggal Bagi Korban Erupsi Gunung Sinabung.

  Bagan Alur Pikir

  Program pemulihan tempat tinggal oleh BNPB bagi korban Erupsi Gunung Sinabung:

  1. Perbaikan rumah

  2. Perbaikan jalan

  3. Perbaikan listrik

  4. Sarana umum Masyarakat Desa Sigarang-garang Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

  Respon Persepsi: Sikap: Partisipasi: Pengetahuan dan Penilaian dan tanggapan Keterlibatan dan pemahaman tentang apa, masyarakat tentang program pemanfaatan masyarakat bagaimana, dan, manfaat pemulihan tempat tinggal. terhadap program pemulihan program pemulihan tempat tempat tinggal tinggal.

  Respon negatif Respon positif

2.7 Defenisi Konsep Dan Defenisi Operasional

2.7.1 Defenisi Konsep

  Defenisi konsep adalah batasan arti dan gambaran hubungan dari antara unsur-unsur yang ada di dalamnya ( Siagian 2011: 56).

  Suatu konsep merupakan sejumlah pengertian atau cirri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi dan hal-hal lain yang sejenis. Konsep diciptakan dengan mengelompokkan objek-objek atau peristiwa yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi ( Silalahi, 2009:112).

  Untuk memahami pengertian mengenai konsep-konsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:

  1. Respon masyarakat adalah suatu tingkah laku balas atau tindakan masyarakat yang merupakan wujud dari persepsi, sikap, dan partisipasi masyarakat terhadap suatu objek yang dapat dilihat melalui proses pemahaman, penilaian, suka atau tidak suka serta partisipasi terhadap objek permasalahan.

  2. Program pemulihan tempat tinggal adalah suatu program Badan Nasional Penaggulangan Bencana ( BNPB) yang mengupayakan perbaikan kembali tempat tinggal masyarakat korban Erupsi Gunung Sinabung. Dalam hal ini adalah perbaikan rumah, perbaikan jalan dan perbaikan listrik.

  3. Respon masyarakat terhadap program pemulihan tempat tinggal adalah segala tingkah laku masyarakat baik positif atau negative terhadap program pemulihan tempat tinggal yang berupa perbaikan rumah, perbaikan jalan dan perbaikan listrik, yang di ukur dari persepsi, sikap dan partisipasi.

  4. Desa Sigarang-garang Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo adalah salah satu desa yang menjadi korban Erupsi Gunung Sinabung, yang mana salah satu desa yang mendapat program pemulihan tempat tinggal.

2.7.2 Defenisi Operasional

  Untuk mempermudah pengukuran variabel penelitian, maka dibutuhkan penguraian defenisi operasional dari variabel yang akan diteliti. Selain itu juga, penguraian defenisi operasioanal ini bertujuan memberikan batasan-batasan pada objek yang akan diteliti.

  Respon masyarakat mengenai program pemulihan tempat tinggal di ukur dari: a. Persepsi masyarakat mengenai program pemulihan tempat tinggal bagi korban Erupsi Gunung Sinabung melalui:

  1. Pengetahuan masyarakat tentang apa program pemulihan tempat tinggal bagi Korban Erupsi Gunung Sinabung.

  2. Pengetahuan masyarakat tentang bagaimana program pemulihan tempat tinggal bagi korban Erupsi Gunung Sinabung.

  3. Pengetahuan masyarakat tentang manfaat program pemulihan tempat tinggal bagi korban Erupsi Gunung Sinabung. b. Sikap masyarakat terhadap program pemulihan tempat tinggal bagi korban Erupsi Gunung Sinabung.

  1. Penilaian masyarakat terhadap program pemulihan tempat tinggal bagi korban Erupsi Gunung Sinabung.

  2. Penolakan atau penerimaan masyarakat terhadap program pemulihan tempat tinggal bagi korban Erupsi Gunung Sinabung.

  3. Suka atau tidak suka masyarakat terhadap program pemulihan tempat tinggal bagi korban Erupsi Sinabung.

  4. Masyarakat mengharapkan atau menghindari program pemulihan tempat tinggal bagi korban Erupsi Sinabung.

  c. Partisipasi masyarakat terhadap program pemulihan tempat tinggal bagi korban Erupsi Gunung Sinabung.

  1. Intensitas keterlibatan dalam perencanaan dan pelaksanaan program pemuliha tempat tinggal bagi korban Erupsi Gunung Sinabung.

  2. Kualitas keterlibatan dalam perencanaan dan pelaksanaan program pemulihan tempat tinggal bagi korban Erupsi Gunung Sinabung.

  3. Pemanfaatan masyarakat akan hasil pembangunan fasilitas umum yang dibangun dalam program pemulihan tempat tinggal bagi korban Erupsi Gunung Sinabung.

Dokumen yang terkait

Dampak Ketebalan Abu Vulkanik Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Sifat Biologi Tanah Di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

3 73 65

Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)Kabupaten Karo dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung

17 161 128

Dampak Bencana Pasca Meletusnya Gunung Sinabung Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

17 231 126

Analisis Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Bpbd) Kabupaten Karo Dalam Upaya Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung Di Kabupaten Karo

7 129 257

Dampak Ketebalan Abu Vulkanik Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Sifat Biologi Tanah Di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

0 0 12

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA - Koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)Kabupaten Karo dalam Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung

0 0 14

Dampak Bencana Pasca Meletusnya Gunung Sinabung Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

0 1 18

Dampak Bencana Pasca Meletusnya Gunung Sinabung Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

0 1 45

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dampak - Dampak Bencana Pasca Meletusnya Gunung Sinabung Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

0 2 40

Dampak Bencana Pasca Meletusnya Gunung Sinabung Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Bekerah Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

0 1 9