BAB III PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI OBJEK PORNOGRAFI DALAM UU NO 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI A. DAMPAK PORNOGRAFI - Kajian Juridis Terhadap Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Ponografi Terhadap Perlindungan Anak Sebagai objek Tinda

BAB III PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI OBJEK PORNOGRAFI DALAM UU NO 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI A. DAMPAK PORNOGRAFI Di Indonesia, perkembangan zaman yang seiring dengan perkembangan

  ilmu pengetahuan menimbulkan berbagai masalah dan ancaman baru bagi anak baik secara fisik maupun psikis. Media internet yang dapat dengan mudah diakses oleh siapapun, tidak jarang menyajikan hal-hal yang tidak sepatutnya diketahui oleh seorang anak, seperti situs porno. Bahkan, tontonan sehari-hari dan film-film kartun yang seharusnya khas dunia anak mulai dibumbui dengan ucapan-ucapan yang tidak patut. Tragisnya, di zaman sekarang ini, anak tidak lagi bertindak sebagai penonton saja, namun juga turut menjadi pelaku. Kemudahan mengakses materi pornografi menyebabkan anak dapat mencontoh aktivitas seksual sesuai dengan adegan yang ditontonnya.

  Tidak hanya itu saja, bahkan ada gambar atau film serta video yang menjadikan anak sebagai model aktivitas seksual. Anak yang dijadikan model pornografi mengalami kerusakan perkembangan fisik dan psikis yang dapat mengahancurkan masa depannya. Mereka seringkali menjadi rendah diri bahkan mendapat masalah kesehatan mental yang parah. Terlebih lagi, mereka umumnya dikucilkan oleh masyarakat lingkungannya, dan diberi label sebagai anak yang tidak bermoral bahkan kehilangan haknya untuk memeproleh pendidikan. Pornografi anak yang menyebar luas akan meningkatkan berbagai kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh orang dewasa atau oleh sesama anak.

  Secara umum, ada beberapa dampak buruk yang timbul sebagai akibat

  

  kebiasaan mengonsumsi produk-produk pornografi, yaitu sebagai berikut : 1.

  Pornografi itu cenderung menyiksa diri Jika suguhan seperti itu tetap setia ditonton, sedang kecil kemungkinan bisa menikmati benda aslinya, sudah tentau akan merasa tersiksa.

  2. Pornografi itu pendakian tanpa ujung Pornografi akan terus mengajak kita mendaki, tanpa bisa berharap kelak akan sampai ke puncak. Jangan pernah berfikir bahwa produk-produk itu akan habis. Jika satu seri produk habis, akan segera muncul seri-seri bnerikutnya. Jika satu bentuk sudah membosankan, akan segera muncul bentuk-bentuk lain.

  3. Media pornografi akan menguras uang Anda Seandainya Anda telah membelanjakan seluruh uang yang anda miliki untuk membeli produk-produk pornografi, tidak berarti petualangan untuk memburu nikmat seks sesaat akan berakhir. Para pedagang pornografi punya 1001 macam cara untuk menguras uang kita.

  4. Pornografi akan menjatuhkan harga diri Sebagian besar produk pornografi dinikmati secar sembunyi-sembunyi. Sekali Anda ketahuan sedang asyik bergumul dengan benda-benda pornografi, harga diri Anda akan jatuh.

  5. Pornografi bisa menuntun seseorang menrjuni praktek seks bebas atau pelacuran.

  Kemudian ada pendapat lain mengatakan bahwa dampak pornografi

  

  lainnya adalah : 1.

  Pornografi memberi makan pada “keinginan mata” dan “keinginan daging” yang tidak akan pernah terpuaskan. Pornografi hanya akan membuat ‘penontonnya’ minta tambah, tambah, dan tambah lagi. Dengan mudah, pornografi memperbudak orang akan nafsunya dan membuka pintu terhadap segala jenis kejahatan seperti kemarahan, penyiksaaan, kekerasan, kepahitan, kebohongan, iri hati, pemaksaan, dan keegoisan. Kekuatan tersembunyi dibalik pornografi akan menunjukkan dirinya pada saat orang yang sudah terlibat berusaha menghentikan kebiasaannya. Tanpa bantuan, biasanya orang itu tidak berdaya untuk lepas.

  2. Pornografi membuat cara berpikir seseorang menjadi penuh dengan seks semata. Pikiran seks akan menguasai alam bawah sadar mereka. Gambar berbau seks akan melekat pada otak mereka, sehingga pada saat seseorang memutuskan untuk berhenti melihat pornografi-pun, gambar-gambar yang pernah ia lihat dimasa lalu akan bertahan sampai beberapa tahun bahkan selama-lamanya.

  3. Pornografi menjadi ajang promosi terhadap praktik seksual yang menyimpang. Contohnya, situs porno internet biasanya terhubung dengan situs porno yang lebih progresif seperti homoseks, pornografi anak, seks dengan hewan, perkosaan, seks dengan kekerasan dan lainnya. Ini akan membuat orang-orang tertentu terganggu secara mental dan tertantang untuk mencoba. Dengan demikian, makin banyaklah perilaku seks menyimpang di masyarakat.

  4. Pornografi membuat seseorang terpicu untuk lebih suka melayani diri sendiri dibanding orang lain. Masturbasi/onani adalah contohnya. Ini adalah tindakan pemenuhan nafsu pribadi yang bisa membuat seseorang sulit menerima dan memberi cinta yang sebenarnya pada orang lain. Pornografi biasanya membuat orang kecanduan masturbasi/onani.

  5. Pornografi akan membawa seseorang terhadap penggunaan waktu dan uang dengan sangat buruk. Sedikit ada waktu luang atau uang lebih, akan dihabiskan untuk memuaskan hawa nafsunya.

  6. Dengan sering melihat situs porno atau membeli film/majalah porno, orang- orang tersebut mendukung perkembangan industri pornografi yang biasanya dikelola oleh “kejahatan terorganisir” yang mencari dana dengan cara haram.

  7. Terbiasa melihat pornografi akan merusak hubungan orang tersebut dengan lingkungannya, dalam hal ini keluarga atau orang-orang terdekatnya. Pada hubungan pacaran, hubungan yang berkembang menjadi tidak sehat. Orang yang terlibat pornografi akan menyalahkan kekasihnya pada tindakan-tindakan seksual yang mereka lakukan. Padahal masalah itu terdapat pada pribadinya sendiri, dan pasangannya adalah si ‘korban’. Pada pasangan yang telah menikah, ini akan memicu ketidakpuasan seksual dan praktik seksual yang menyimpang sehingga mengarah ke arah ketidakharmonisan keluarga, bahkan perceraian.

  8. Dalam banyak kasus, pornografi membuat seseorang kehilangan daya kerjanya. Yang tadinya aktif dan kreatif bisa menjadi tidak fokus dalam pekerjaan.

  9. Pornografi dapat merusak hubungan seksual dengan pasangan karena terbiasa membayangkan orang lain dalam hubungan seksual. Imajinasi adalah salah satu efek pornografi yang sangat kuat. Nilai dan kemurnian seksual sesungguhnya menjadi rusak.

  10. Melihat pornografi akan membuat seseorang menjadi sering berbohong. Orang yang terikat pornografi akan menyimpan kebiasaannya ini sebagai rahasia, sehingga dengan berbohong ia dapat menyembunyikan rasa malunya dan menghindari kritik dari lingkungannya. Kemanapun ia pergi, ia akan cenderung memakai ‘topeng’.

11. Pornografi akan membawa seseorang pada konsekuensi spiritual yang serius.

  Tekanan dan kebingungan akan memenuhi hidupnya. Pornografi membawa kekuatan jahat yang akan mengontrol dan mendominasi pemirsanya. Sekali saja seseorang melihat pornografi, itu akan membawanya semakin dalam. Nilai moral yang benar makin lama makn pudar, sehingga timbul standar ganda yang membingungkan.

  Secara khusus, pornografi bukan hanya berdampak pada orang dewasa,

  

  pornografi juga memberikan beberapa dampak negatif terhadap anak yaitu :

   diakses tanggal 14 April 2009

  1. Pelecehan seksual

  Setelah melihat tayangan pornografi, biasanya orang yang bersangkutan lalu mencari cara untuk melampiaskan dorongan seksnya. Nah anak usia dini adalah individu yang sangat rentan terhadap pelecehan seksual, apalagi di Indonesia sendiri pendidikan seks untuk anak bagi sebagian besar orangtua masih tabu dan belum waktunya diberikan. Hasilnya anak sering menjadi korban pelampiasan seks oleh orang disekitarnya terutama yang dekat dengan anak, seperti kasus diatas ternyata pelecehan dilakukan sendiri oleh paman korban.

  Selain karena mudah dimanfaatkan, anak juga tidak tahu bahwa organ vital seharusnya tidak boleh ditunjukkan pada orang lain.

  2. Penyimpangan seksual

  Anak balita atau anak usia dini yang belum waktunya sudah melihat adegan atau tayangan hubungan intim suami istri atau tayangan –tanyangan porno lainnya, dan tidak ketahuan orangtua sehingga tidak langsung diberi pemahaman (dengan bahasa yang mudah dipahami anak tentu saja) ketika dewasa kelak bisa mengalami penyimpangan seksual, karena yang ada dalam benak anak adegan itu jorok, sakit, seram dan lain-lain.

  3. Sulit konsentrasi

  Bagaimana bisa konsentrasi kalau yang ada dalam pikiran anak adalah pikiran-pikiran kotor. Belum lagi kalau anak belum paham sehingga yang ada dalam otak anak adalah berbagai pertanyaan seputar adegan atau tayangan porno yang baru dia lihat. Ingat, konteksnya anak usia dini. Mana ada sih anak balita yang paham dengan adegan porno?Yang bahaya lagi, kalau sudah tertanam dalam otak maka untuk menghapus akan sangat sulit. Kenapa ? Karena seks merupakan kebutuhan dasar manusia. Anak yang sudah menemukan kenikmatan seks sebelum waktunya dan tertanam secara mendalam dalam pikirannya akan sulit untuk dihilangkan. Kasihan kan padahal masa depannya masih panjang, masih banyak dibutuhkan konsentrasi dalam hidupnya.

  4. Tidak percaya diri

  Anak bisa saja jadi tidak percaya diri, kenapa? Karena frame yang dia lihat dari maraknya tayangan TV atau bahkan lingkungan disekitarnya, ” kalau mau cantik dan punya banyak teman ya harus berpakaian terbuka ”, ” kalau berpakaian tertutup kuper gak gaul, ndeso ”. Besok-besok anak akan muncul PD-nya ketika berpakaian minim dan terbuka.

  5. Menarik Diri

  Anak yang mengalami pelecehan seksual atau kekerasan seksual biasanya cenderung menarik diri, tertutup dan minder. Apalagi kalau orangtua tidak segera mencari bantuan psikolog dan cenderung menyalahkan anak, memarahi atau menggunakan kekerasan. Dimasa depan bisa saja kemudian anak akan sangat membenci orang dengan jenis kelamin tertentu karena mengingatkan pada kejadian seram masa kecilnya.

  6.Meniru

  Anak usia dini adalah peniru ulung, apa yang dia lihat dan apa yang dia dengar dari orang dewasa dan lingkungannya akan ditiru. Anak kan belum tahu mana yang benar atau mana yang salah, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, yang mereka tahu orang dewasa adalah model atau sumber yang paling baik untuk ditiru. Bisa dibayangkan kan kalau isi tayangan TV, adegan porno di internet, HP, kelakuan orang-orang ditempat umum yang tidak bermoral ditiru mentah-mentah oleh anak?

  Beberapa dampak yang telah diuraikan tersebut, sudah semestinya menjadi ancaman besar bagi perkembangan norma agama dan norma kesusilaan di negara kita. Dalam hal ini, pornografi merupakan sarana yang paling besar pengaruhnya bagi kehancuran akhlak generasi muda.

  Dapat disimpulkan bahwa pengaruh pornografi terhadap orang-orang yang mengonsumsinya bertingkat, dipengaruhi oleh berbagai situasi dan kondisi. Paling tidak ada lima tingkat pengaruhh, yaitu sebagai berikut :

  

  a. Pengaruh paling kecil, pornografi akan mendorong seseorang berfantasi tentang hubungan seks dengan wanita. Karena tingkat birahi lebih tinggi, seseorang ingin memuaskan hal itu, namun ketika sarana-sarana ke arah kepuasan itu tidak ada, dia hanya mampu berfantasi (berkhayal).

  b. Pornografi mendorong praktek seks bebas. Laki-laki dan perempuan yang terikat hubungan pacaran (atau hal-hal serupa itu), kemudian mereka gemar mengonsumsi media-media pornografi, besar kemungkinan mereka akan melakukan hubungan seks bebas, sekali atau lebih. Dalam banyak kasus, produk-produk pornografi kerp menjadi sumber ide-ide mesum sebelum pasangn muda-mudi melakukan hubungan seks liar. c. Pornografi mendorong seseorang mencari pemuasan dengan wanita- wanita pelacur. Jika pada kasus seperti poin “b” perbuatan seks liar dilakukan dengan pacar, maka dalam kasus ini seks bebas dilakukan dengan “mitra komersial”, yaitu wanita pelacur. Ketika birahi sudah tinggi, lalu kesempatan melakukan seks bebas dengan pacar tertutup, hal itu bisa mendorong seseorang berfikir mencari wanita sewaan untuk diajak berbuat mesum. Tindakan seperti itu terutama ditempuh oleh laki-laki yang mempunyai uang.

  d. Pornografi akan memicu kekrasan seksual. Dalam kondisi tertentu, pornografi memicu tindakan kekerasan seksual (pemerkosaan) terhadap wanita. Dari media-media, kekrasan seperti itu dilakukan oleh laki-laki, sejak usia anak-anak sampai kakek-kakek. Menurut banyak laporan, pelaku tindakan-tindakan kekerasan ini rata-rata orang yang dekat dengan korban.

  e. Pornorafi mendorong penyimpangan orientasi seksual. Selain keburukan-keburukan seperti di atas, pornografi juga bisa mendorong penyimpangan orientasi kekerasan seksual. Melalui mediapornografi bisa muncul pedofilia (hubungan seks dengan anak-anak), sodomi (hubungan seks melalui anus), homoseksual, lesbian, bahkan hubungan seks dengan binatang. Ide-ide penyimpangan itu sepenuhnya diilhami dari media-media anti moral itu.

  

B. BENTUK-BENTUK TINDAKAN PENCEGAHAN PORNOGRAFI

ANAK

  Pornografi anak di Indonesia saat ini semakin marak dan semakin mengkhawatirkan. Kekhawatiran ancaman pornografi terhadap anak yang demikian besar tersebut bila tidak dicermati akan dapat merusak moral anak Indonesia. Akibatnya, akan banyak anak Indonesia yang terbius oleh pesona pornografi sehingga perkembangan mental dan moralnya akan mengganggu kualitas hidup dan prestesinya. Pornografi anak termasuk tindakan eksploitasi seksual komersial anak yaitu penggunaan seorang anak untuk tujuan-tujuan seksual guna menapatkan uang, barang atau jasa kebaikan bagi pelaku eksploitasi, perantara atau agen dan orang-orang lain yang mendapatkan keuntungan dari eksploitasi seksual terhadap anak. Dalam eksploitasi seksual komersial anak, seorang anak tidak hanya menjadi sebuah objek seks tetapi juga sebuah komoditas

   yang membuatnya berbeda dalam hal intervensi.

  Eksploitasi seksual komersial anak dalam bentuk apapun termasuk pornografi anak sangat membahayakan hak-hak seorang anak untuk menikmati masa remaja mereka dan kemampuan mereka untuk hidup produktif, berharga dan bermartabat. Tindakan tersebut dapat mengakibatkan dampak-dampak yang serius, seumur hidup, bahkan mengancam nyawa dan jiwa anak sehubungan dengan perkembangan-perkembangan fisik, psikologis, spiritual, emosional dan sosial serta kesejahteraannya. Walaupun dampaknya bervariasi berdasarkan pada 49 Tanya & Jawab Tentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak Sebuah Buku Saku situasi-situasi yang dihadapi anak-anak dan tergantung pada berbagai faktor seperti tahap perkembangan dan sifat lamanya serta bentuk kekerasan, tetapi semua anak yang mengalami eksploitasi seksual dan komersial akan menderita

   berbagai dampak negatif.

  Perlu diingat, gambaran moral anak Indonesia saat ini sangat menentukan kualitas hidup bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Oleh sebab itu diperlukan tindakan pencegahan untuk membatasi penyebaran pornografi di Indonesia. Dalam Pasal 15 Bab III tentang Perlindungan Anak UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dikatakan bahwa : “Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi”.

  Lebih lanjut lagi, Bab IV UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi mengatur secara khusus tentang pencegahan pornografi termasuk pornografi anak yang dibagi atas peran pemerintah dan masyarakat. Peran pemerintah tersebut diatur dalam Pasal 17 sampai Pasal 19.

  Pasal 17 Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi. Pasal 18 Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pemerintah

  berwenang : a. melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet; b. melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi; dan c. melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dari dalam maupun dari luar negeri, dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

  Pasal 19 Untuk melakukan upaya pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pemerintah Daerah berwenang : a.

  melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet di wilayahnya; b. melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya; c. melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya; dan d. mengembangkan system komunikasi, informasi, dan edukasi dalam rangka pencegahan pornografi di wilayahnya.

  Kemudian mengenai peran serta masyarakat diatur dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 22 UUU No. 44 Tahun 2008 tersebut.

  Pasal 20 Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, da penggunaan pornografi. Pasal 21

  (1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dapat dilakukan dengan cara : a. melaporkan pelanggar Undang-Undang ini; b. melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan; c. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur pornografi; d. melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap bahaya dan dampak

  (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  Pasal 22 Masyarakat yang melaporkan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21

  ayat (1) huruf a berhak mendapat perlindungan berdasarkan peraturan perundang- undangan.

  Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut, dapat dilihat bahwa UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi tidak hanya memuat pasal-pasal larangan tetapi memuat pula peran serta masyarakat dan pemerintah untuk mencegah penyebarluasan pornografi. Pasal 15 dikatakan “Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap pornografi”. Selanjutnya, dalam ketentuan umum pada Pasal 1 yang dimaksud dengan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.

  Untuk usia di bawah 18 tahun, akses pornografi oleh anak-anak kemungkinan dilakukan lewat Internet, dan tempat yang mudah dijangkau adalah Warnet. Bagi pemilik dan pengelola warnet berkewajiban mengawasi dan mencegah akses pornografi lewat internet, misalnya mengatur posisi komputer agar menyulitkan pengunjung warnet untuk mengakses situs porno, menggunakan software antipornografi, dan upaya lainnya.

  Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi dengan cara melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran melalui internet. Pemerintah daerah berwenang mengembangkan edukasi misalnya penyuluhan ke sekolah-sekolah tentang bahaya mencegah penyebarluasan pornografi dengan melaporkan pelanggaran, melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pornografi dan upaya pencegahannya. Peran serta masyarakat harus sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku, maksudnya masyarakat tidak boleh melakukan tindakan main hakim sendiri, tindakan kekerasan, razia (sweeping), atau tindakan melawan hukum lainnya, hal ini ditegaskan dalam Bagian Penjelasan UU Pornografi.

  Selain pemerintah daerah dan pusan serta masyarakat, untuk melaksanakan UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Aparat Penegak Hukum memiliki kewenangan untuk mencegah dan memberantas penyebaran produk pornografi.

  Berbagai upaya dapat dilakukan diantaranya melakukan razia (sweeping) di berbagai tempat termasuk pengguna komputer untuk memeriksa keberadaan produk pornografi, menindak para pembuat website pornografi, melakukan penyuluhan tentang bahaya pornografi dan sanksi pidana. Kewenangan Aparat tersebut dipertegas dalam Pasal 25 UU Pornografi tentang penyidikan bahwa penyidik berwenang membuka akses, memeriksa file komputer, jaringan internet, media optik, serta bentuk penyimpanan data elektronik lainnya. Pemilik data atau penyimpan data atau penyedia jasa layanan elektronik wajib menyerahkan atau

   membuka data elektornik yang diminta oleh Penyidik.

  51

http://ronny-hukum.blogspot.com/2009/04/tinjauan-aturan-tindak-pidana-dalam

C. PENEGAKAN DAN PERLINDUNGAN HAK ANAK YANG MENJADI

  

OBJEK PORNOGRAFI MENURUT UU NO. 44 TAHUN 2008

TENTANG PORNOGRAFI

  Undang-Undang No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi adalah suatu produk hukum berbentuk Undang-Undang yang mengatur mengenai pornografi. Undang-Undang ini disahkan menjadi Undang-Undang dalam Sidang Paripurna DPR RI pada tanggal 30 Oktober 2008. Namun, aturan hukum ini sejak awal sudah memancing kontroversi yang demikian besar di berbagai lapisan masyarakat baik sebelum maupun sesudah disahkan. Beberapa di antaranya adalah :

1. Ketua Umum Pucuk Pimpinan (PP) Muslimat Nahdlatul Ulama (NU)

  Khofifah Indar Parawansa mengatakan, Undang-Undang Pornografi diperlukan untuk menyelamatkan anak-anak dari bahaya pornografi. Menurut Khofifah, pornografi sangat mudah diakses anak-anak baik di tayangan televisi maupun diinternet. Karena itu dia mengusulkan agar Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) diberi kewenangan khusus dalam RancanganUndang-Undang Pornografi. “Untuk mengawasi dan mengontrol situs-situs porno yang sering muncul di berbagai sarana multi media SD hingga SMA” ujarnya. Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan ini juga mengatakan, RUU Pornografi harus disesuaikan dengan berbagai peraturan perundang-undangan lain yang sudah ada. Seperti dengan UUD 1945 agar

   tidak terjadi perdebatan, pro dan kontra.

  2. Sejumlah seniman, agamawan, dan aktivis yang tergabung dalam Komponen Rakyat Bali (KRB) menolak rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi sebagai pengganti RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi.

  Menurut I Gusti Ngurah Harta, koordinator Komponen Rakyat Bali (KBR), RUU Pornografi akan menggoyahkan keberadaan Indonesia sebagai bangsa yang plural, serta memiliki aneka kebudayaan dan standar yang berbeda dalam penilaian pornografi. “Sejumlah symbol suci dalam agama Hindu bahkan menampilkan ketelanjangan sebagai hal yang wajar dan alamiah dalam kehidupan manusia” tegas tokoh spiritual Bali itu. RUU tersebut juga dinilai berpotensi mengekang kreativitas seniman yang menganggap ketelanjangan sebagai inspirasi karya seni. RUU ini juga dinilai telah mendiskriminasikan

   kaum perempuan, karena perempuan jadi pihak yang paling bisa disalahkan.

  3. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendesak DPR segera mensahkan Rancangan Undang-Undang Pornografi. Ketua MUI Amidhan Shaberah mengatakan, pihak-pihak yang menentang pengesahannya berarti menentang penyelamatan bangsa dari pengikisan moral. Pengesahan tersebut sesuai dengan tujuan moral dan dasar Negara Pancasila. Berbagai kejahatan pornografi sudah memprihatinkan dan merusak budaya serta moral bangsa. Dengan adanya undang-undang yang mengatur, maka ada komponen yang menyelamatkan bangsa dari keterpurukan dan kehancuran. Forum meghargai

  Bhineka Tunggal Ika yang mengandung muatan-muatan positif demi

   terbangunnya nilai-nilai etika.

  4. Rancangan Undang-Undang (RUU) Pornografi bisa mengganggu etika dan estetika seni termasuk kesenian daerah di Indonesia yang beragam. “Karena itu rencana Pemerintah untuk mengesahkan RUU Pornografi harus benar- benar jelas mengenai batas-batasnya. Sehinga setelah disahkan jangan sampai UU tersebut mengekang kesenian masyarakat negeri ini” kata Widodo, M.Sn., dosen Jurusan Seni Drama, Tari dan Musik Universitas Negeri Semarang (Unnes). Menurut Widodo, RUU Pornografi secara umum memang sangat bagus, yaitu usaha Pemerintah guna membina moral bangsa Indonesia menuju kepada moral yang baik. Namun, pada dasarnya masalah moral itu bukan diatur oleh negara, tetapi moral itu kesadaran dari pribadi masing-masing, selain itu RUU ini bisa memecah kesatuan Bangsa Indonesia. “Bangsa kita ini bangsa yang majemuk, bukan terdiri dari satu golongan saja. Jika dalam RUU tersebut terdapat butir-butir yang mengancam kesatuan bangsa ini, maka

   hendaknya perlu dikaji ulang.

  5. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) kembali menyuarakan penolakan terhadap RUU Pornografi yang telah diubah tiga kali draftnya. Menurut Ketua Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan Komnas Perempuan, Azriana, draft terakhir RUU Pornografi memang telah diubah redaksionalnya, tetapi yang menjadi sorotan bukan pasal per pasal, karena RUU ini secara fundamental bermasalah karena 54

  http://www.tempointeraktif.com diakses tanggal 14 April 2009 pembentukannya berdasar paradigma yang keliru. Paradigma yang keliru tersebut, karena pornografi yang menjadi titik utama RUU ini diletakkan dalam kerangka moralitas, bukan dalam bingkai melindungi perempuan dan

   anak terhadap kekerasan dan eksploitasi seksual.

  6. Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin mengatakan, Muhammadiyah menyambut baik disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Pornografi menjadi Undang-Undang. UU Pornografi diperlukan untuk menghentikan maraknya aksi pornografi dan pornoaksi baik yang dilakukan langsung oleh masyarakat maupun melalui media massa yang mengarah kepada liberalisme. “Kita sepakat pornografi adalah perusak moral bangsa ini dan masyarakat kita, maka harus ada langka-langkah yang dilakukan untuk

   menghentikan semua itu yakni melalui UU tersebut,” katanya.

  7. Menteri Agama Maftuh Basyuni mengatakan setuju atas pengesahan RUU Pornografi. Menurutnya, RUU ini nondiskriminasi tanpa menimbulkan perbedaan ras, suku, dan agama. Substansi RUU juga dirasa tepat dan defenisi dirasa sangat jelas. RUU ini untuk melindungi masyarakat dan sebagai tindak

   lanjut UU perlindungan anak dan penyiaran.

  8. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta mengatakan, tidak ada alasan untuk menolak UU Pornografi yang baru saja disahkan oleh DPR, karena sudah banyak korban terutama dari kalangan perempuan dan anak-anak akibat pornografi tersebut. “Undang-Undang ini untuk melindungi bangsa dari dampak pornografi, jadi tidak ada alas an untuk menolak. Saya tidak tahu apa 56 57

http://www.kompas.com/edisi-17-oktober-2008, diakses tanggal 14 April 2009

http://www.antaranews.com/edisi-30-0ktober-2008 diakses tanggal 14 April 2009 alasan mereka menolak karena seharusnya dengan fakta kasus yang ada, sudah

  

  cukup menggugah untuk membuat undang-undang ini.” 9. Kekhawatiran banyak pihak soal munculnya dampak negatif hingga disintegrasi bangsa terkait disahkannya UU Pornografi, dinilai terlalu berlebihan karena UU ini tidak membatasi atau menghilangkan keragaman budaya yang ada di Indonesia . Penegasan ini disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Muhammad Nuh, terkait munculnya Pro Kontra di masyarakat soal keberadaan UU Pornografi tersebut.

  “Masyarakat tidak usah terlalu khawatir tentang kabar adanya penyatuan budaya atau hilangnya ragam budaya daerah karena munculnya UU Pornografi. Kabar seperti itu tidak betul,” katanya. “Bahkan, UU ini justru melindungi keberagaman adapt istiadat, ritual agama dan seni budaya yang ada di masyrakat,” tambah Nuh. “UU Pornografi dibuat dengan tujuan untuk

   menyelamatkan moral masyarakat, bangsa dan negara,” tegasnya.

  10. Pengesahan RUU Pornografi oleh DPR Kamis minggu lalu, masih menyisakan pro-kontra. Kali ini kelompok yang kontra datangnya dari Persekutuan Gereja-Gereja Kristen Provinsi Papua Barat dan Ketua DPRD Provinsi Papua. Mereka menolak pengesahan undang-undang tersebut. Dalam pertemuan ini, Koordinator Persekutuan Gereja-Gereja Papua Barat Andrikus Mofu mengancam akan keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) jika tuntutan mereka terhadap UU Pornografi tidak segera dipenuhi.

  Menurutnya, apabila undang-undang ini dilaksanakan di tanah Papua, akan 59 Ibid menimbulkan gejolak sosial dan konflik yang mengarah kepada pelanggaran hak asasi manusia. Selain itu, undang-undang ini bisa mematikan seni, budaya, suku dan bangsa Papua. Menurut Andrikus, rumusan Pasal 1 angka 1 dan 2 UU No. 44 Tahun 2008 tentang POrnografi sangat identik dengan masyarakat adat Papua. Berdasarkan catatannya, ada 265 (dua ratus enam puluh lima) suku masyarakat adat Papua yang memiliki tradisi, adat istiadat,

   seni dan budaya yang melekat dalam tatanan nilai-nilai kehidupan.

  11. Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kembali menegaskan sikapnya bahwa dirinya sangat setuju dan mendukung sikap penolakan terhadap pornografi, namun tidak harus dibarengi dengan melahirkan sebuah UU. Meskipun, membuat UU merupakan hak negara, namun pada prinsipnya bagaimana menyikapi pornografi merupakan hak dasar setiap anggota masyarakat. Menurut Gus Dur, saat ini memang ada pihak-pihak yang tak setuju dengan kebhinekaan dengan cara menganjurkan Rancangan Undang- Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP). Menurut mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut, siapa pun yang menginginkan RUU ini berarti dia menentang UUD 1945 karena UUD 1945 menyerahkan sepenuhnya urusan pornografi kepada ahlak, kepada

   masyarakat, kepada agama, dan bukan kepada negara.

  Dari berbagai pendapat tersebut, dapat dilihat bahwa berbagai pihak mendukung RUU ini karena ancaman tergerusnya moral bangsa ini oleh paparan 61

  

http://hukumonline.com/edisi-4-november-2008 diakses tanggal 14 April 2009 pornografi dan pornoaksi semakin mengkhawatirkan. Sebaliknya, berbagai pihak merasa khawatir kalau kemunculan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi ini akan mengusik kepentingan profesionalitas, budaya, sosial dan ekonomi. Bila disimak lebih cermat dengan segala kelebihan dan kekurangannya, mungkin UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi ini berkontribusi dalam melindungi kepentingan hak anak yang terabaikan.

  Kontroversi tersebut seharusnya dapat lebih diminimalkan bila harus melihat kepentingan yang lebih besar yaitu untuk melindungi moral bangsa dari ancaman pornografi terutama usia anak.

  Pengaturan pertama tentang Pornografi Anak dalam UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f yang dalam penjelasannya mengatakan bahwa Pornografi Anak adalah segala bentuk pornografi yang melibatkan anak atau yang melibatkan orang dewasa yang berperan atau bersikap seperti anak.

  Bukan hanya mengatur mengenai pengertian Pornografi Anak, namun dalam UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dalam Bab III diatur secara khusus tentang Perlindungan Anak yang terdiri dari Pasal 15 dan 16.

Pasal 15 Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah sedini mungkin pengaruh

  pornografi terhadap anak dan ketentuan ini menegaskan kembali terkait dengan perlindungan terhadap anak yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

  (1) Pemerintah, lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, keluarga, dan/atau masyarakat berkewajiban memberikan pembinaan, pendampingan , serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku pornografi.

  (2) Ketentuan mengenai pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

  Ketentuan ini sangat bermanfaat bagi perlindungan anak yang menjadi korban pornografi anak mengingat anak-anak yang telah dijadikan model pornografi akan mengalami gangguan dan kerusakan perkembangan fisik dan psikis yang dapat menghancurkan masa depan anak. Sebab, mereka seringkali menjadi rendah diri bahkan mendapat masalah kesehatan mental yang parah. Terlebih lagi, mereka umumnya dikucilkan oleh masyarakat di lingkungannya bahkan kehilangan hak untuk memperoleh pendidikan.

  Lebih lanjut, dalam Bab II mengenai Larangan dan Pembatasan UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dinyatakan secara tegas untuk tidak melibatkan anak dalam setiap aspek pornografi terlebih sebagai objek. Misalnya: a.

  Pasal 4 ayat(1) huruf f yang isinya memuat larangan memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakn pornografi yang secara eksplisit memuat pornografi anak; b.

  Pasal 11 yang isinya melarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek; c.

  Pasal 12 yang isinya melarang mengajak, membujuk, memanfatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk pornografi.

  Jika ketentuan tersebut dilanggar, Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi ini menetapkan secara tegas tentang bentuk hukuman dari pelanggaran pembuatan, penyebarluasan, dan pengunaan pornografi yang disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan yakni berat, sedang dan ringan, serta memberikan pemberatan tehadap perbuatan pidana yang melibatkan anak. Contohnya : Pasal 37dan Pasal 38 UU No. 44 Tahun 2008.

  Gambaran moral anak Indonesia saat ini sangat menentukan kualitas hidup masa depan bangsa ini. Harus dimaklumi, penerapan UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi ini pasti disertai kekhawatiran terhadap kelangsungan budaya, sosial, adat istiadat dan ekonomi yang terkorbankan. Tetapi, seharusnya kekhawatiran tersebut pasti dapat dipecahkan melalui jalan keluar yang lebih bijaksana. Kekhawatiran yang berlebihan tersebut mungkin dapat disikapi dengan bijak bila melihat dampak buruk pornografi yang mengancam generasi muda bangsa Indonesia. Kalaupun akhirnya, kekhawatiran tersebut tidak bisa dikesampingkan, mungkin dibutuhkn pengorbanan dari beberapa pihak yang merasa dirugikan untuk dilakukan evaluasi dalam satu kurun waktu tertentu. Bila memang kekhawatiran itu benar-benar terjadi, maka Pemerintah harus mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk mengatasinya. Kalau perlu dilakukan Judicial Review dan amandemen Undang-Undang bila terjadi masalah yang lebih berat.

  Tetapi semua pihak harus dapat berfikir positif dan lebih bijak dalam menyikapinya. Tampaknya sejauh ini mungkin tidak ada aturan positif yang malah merugikan. Kalaupun itu terjadi mungkin harus dikaji lebih arif bahwa benturan itu terjadi karena perilaku tersebut tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia yang beragama. Jangan sampai kontroversi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat membuat kita tidak menyadari bahwa harapan anak Indonesia terhadap UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi untuk melindungi mereka sangat besar.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

  

1. Sebelum diberlakukannya UU nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi,

  ketentuan pornografi sudah terlebih dahuludiatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (Pasal 282, 283 dan 283bis), UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU no 40 Tahun 1999 tentang Pers, UU no 23 Taun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Namun keseluruhan peraturan perundang-undangan ini tidak memuat keetntuan yang jelas bagi tindak pidana pornografi. Kemudian dikeluarkanlah UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang tidak hanya mengatur mengenai pornografi secara umum namun juga mengatur perlindungan anak dari tindakan pornografi anak. UU ini disahkan tanggal 30 Oktober 2008 yang terdiri dari 8 (delapan) Bab dan 45 (empat puluh lima) Pasal. Namun sedari awal UU no 44 Tahun 2008 ini sudah memanciong kontoversi yang demikian besar di kalangan masyarakat. Ada pihak yang mendukung dengan alasan terancamnya moral bangsa oleh paparan pornografi. Sebaliknya, berbagai pihak khawatir lahirnya UU ini mengakibatkan terkikisnya kepentingan ptrofesionalitas, budaya, sosial, dan terutama ekonimi menjadi terancam.

  2. Di Indonesia, perkembangan zaman yang seiring dengan perkembangan ilmu

  pengetahuan menimbulkan berbagai masalah dan ancaman baru bagi anak baik secara fisik maupun psikis. Media internet yang dapat dengan mudah diakses oleh siapapun, tidak jarang menyajikan hal-hal yang tidak sepatutnya diketahui oleh seorang anak, seperti situs porno. Tragisnya, di zaman sekarang ini, anak tidak lagi bertindak sebagai penonton saja, namun juga turut menjadi pelaku. Kemudahan mengakses materi pornografi menyebabkan anak dapat mencontoh aktivitas seksual sesuai dengan adegan yang ditontonnya. Pornografi anak yang menyebar luas akan meningkatkan berbagai kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh orang dewasa atau oleh sesama anak. Secara khusus, pornografi bukan hanya berdampak pada orang dewasa, pornografi juga memberikan beberapa dampak negatif terhadap anak yaitu :

1. Pelecehan seksual 2.

  Penyimpangan seksual 3. Sulit konsentrasi 4. Tidak percaya diri 5. Menarik Diri 6. Meniru

  Pornografi anak di Indonesia saat ini semakin marak dan semakin mengkhawatirkan. Kekhawatiran ancaman pornografi terhadap anak yang demikian besar tersebut bila tidak dicermati akan dapat merusak moral anak Indonesia. Akibatnya, akan banyak anak Indonesia yang terbius oleh pesona pornografi sehingga perkembangan mental dan moralnya akan mengganggu kualitas hidup dan prestesinya. Perlu diingat, gambaran moral anak Indonesia saat ini sangat menentukan kualitas hidup bangsa Indonesia di masa yang akan datang.

  Oleh sebab itu diperlukan tindakan pencegahan untuk membatasi penyebaran pornografi di Indonesia. Pengaturan pertama tentang Pornografi Anak dalam UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f yang dalam penjelasannya mengatakan bahwa Pornografi Anak adalah segala bentuk pornografi yang melibatkan anak atau yang melibatkan orang dewasa yang berperan atau bersikap seperti anak.

  Bukan hanya mengatur mengenai pengertian Pornografi Anak, namun dalam UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dalam Bab III diatur secara khusus tentang Perlindungan Anak yang terdiri dari Pasal 15 dan 16.

B. SARAN

  Gambaran moral anak Indonesia saat ini sangat menentukan kualitas hidup masa depan bangsa ini. Harus dimaklumi, penerapan UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi ini pasti disertai kekhawatiran terhadap kelangsungan budaya, sosial, adat istiadat dan ekonomi yang terkorbankan. Tetapi, seharusnya kekhawatiran tersebut pasti dapat dipecahkan melalui jalan keluar yang lebih bijaksana. Kekhawatiran yang berlebihan tersebut mungkin dapat disikapi dengan bijak bila melihat dampak buruk pornografi yang mengancam generasi muda bangsa Indonesia. Kalaupun akhirnya, kekhawatiran tersebut tidak bisa dikesampingkan, mungkin dibutuhkn pengorbanan dari beberapa pihak yang merasa dirugikan untuk dilakukan evaluasi dalam satu kurun waktu tertentu. Bila memang kekhawatiran itu benar-benar terjadi, maka Pemerintah harus mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk mengatasinya. Kalau perlu dilakukan Judicial Review dan amandemen Undang-Undang bila terjadi masalah yang lebih berat.

  Tetapi semua pihak harus dapat berfikir positif dan lebih bijak dalam menyikapinya. Tampaknya sejauh ini mungkin tidak ada aturan positif yang malah merugikan. Kalaupun itu terjadi mungkin harus dikaji lebih arif bahwa benturan itu terjadi karena perilaku tersebut tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia yang beragama. Jangan sampai kontroversi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat membuat kita tidak menyadari bahwa harapan anak Indonesia terhadap UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi untuk melindungi mereka sangat besar.

Dokumen yang terkait

Kajian Juridis Terhadap Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Ponografi Terhadap Perlindungan Anak Sebagai objek Tindakan Pornografi (Child Pornography)

0 31 121

Penerapan UU No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi Terhadap Penjual Vcd/Dvd Porno (Studi Putusan No. 1069/Pid.B/2010/Pn.Bdg)

5 89 91

SIKAP MAHASISWI BERJILBAB TERHADAP PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI

0 24 2

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG DIJADIKAN OBJEK TINDAK PIDANA PORNOGRAFI DI INTERNET

0 10 17

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG DIJADIKAN OBJEK TINDAK PIDANA PORNOGRAFI DI INTERNET

0 8 2

DAMPAK PORNOGRAFI TERHADAP PERKEMBANGAN MENTAL REMAJADI SEKOLAH

0 1 23

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN MANUSIA A. Pengaturan Perlindungan Anak Menurut UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia - Perlindungan Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Manus

0 0 31

KAJIAN JURIDIS TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK SEBAGAI OBJEK TINDAKAN PORNOGRAFI (CHILD PORNOGRAPHY) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar Sar

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Kajian Juridis Terhadap Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Ponografi Terhadap Perlindungan Anak Sebagai objek Tindakan Pornografi (Child Pornography)

0 0 16

BAB II PENGATURAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA - Kajian Juridis Terhadap Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Ponografi Terhadap Perlindungan Anak Sebagai objek Tindakan Pornografi (Child Pornography)

0 0 40