BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN MANUSIA A. Pengaturan Perlindungan Anak Menurut UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia - Perlindungan Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Manus

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN MANUSIA A. Pengaturan Perlindungan Anak Menurut UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada keberadaan manusia

  sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, pemerintah dan

  38 setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

  Dengan demikian, perlindungan terhadap HAM mencakup semua orang termasuk hak-hak anak.

  Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi HAM dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peringatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan

  39 serta keadilan.

  Hak-hak anak diatur dalam Pasal 52 sampai dengan Pasal 66 UUHAM. Jika dirangkum dalam ketentuan tersebut, maka terdapat hak-hak anak antara lain:

  1. Berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara.

  2. Hak anak dilindungi oleh hukum sejak dalam kandungan.

  3. Sejak kelahirannya, berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraan. 38

  4. Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

  5. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua dan atau wali.

  6. Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuannya sendiri.

  7. Setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua tua atau walinya sampai dewasa dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  8. Setiap anak berhak untuk mendapatkan orang tua angkat atau wali berdasarkan putusan pengadilan apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau karena suatu sebab yang sah tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai orang tua.

  9. Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain maupun yang bertanggung jawab atas pengasuh anak tersebut.

  10. Setiap anak berhak untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya secara bertentangan dengan kehendak anak sendiri, kecuali jika ada alasan dan ataran yang sah yang menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak.

  11. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya.

  12. Setiap anak berhak mencari, menerima, dam memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

  13. Setiap anak berhak untuk istirahat, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan dirinya.

  14. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan social secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mentak spiritualnya.

  15. Setiap anak berhak untuk tidak dilibatkan di dalam peristiwa peperangan, sengketa bersenjata, kerusuhan sosial, dan peristwa lain yang mengandung unsur kekerasan.

  16. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan mental spiritualnya.

  17. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotopika, dan zat adiktif lainnya.

  18. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

  19. Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.

  20. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya.

  21. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.

  22. Setiap berhak untuk membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.

  UUHAM cukup luas telah memberikan norma pengaturan perlindungan terhadap hak-hak anak sebagaimana di atas. Perlindungan terhadap HAM anak merupakan sebahagian instrumen dari perlindungan terhadap HAM. Berdasarkan rumusan pasal-pasal dalam UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

  (UU HAM), dirumuskan ada 3 (tiga) unsur penting perlindungan terhadap HAM

  40

  karena:

  1. HAM adalah hak yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia sehingga tidak dapat dicabut oleh siapapun.

  2. Sudah menjadi kewajiban asasi negara hukum dan pemerintah untuk menghormatinya, menjunjung tinggi dan memberikan perlindungan terhadap HAM warga negaranya.

  3. Kewajiban asasi setiap orang untuk menghormati dan menghargai hak asasi orang lain.

  Walaupun di negara hukum diakui perlindungan terhadap HAM tetapi pengakuan terhadap HAM tersebut dibatasi. Artinya jika siapa saja yang tidak menghormati hak asasi orang lain misalnya suatu tindakan melakukan perbuatan yang merugikan hak orang lain, maka hak asasi pelaku tersebut akan dicabut sementara waktu atau selamanya berdasarkan hukum yang berlaku.

  Pada prinsipnya HAM menyangkut hak seorang manusia yang sangat asasi yang tidak bisa diintervensi oleh manusia di luar dirinya atau oleh kelompok atau

  41

  oleh suatu lembaga-lembaga manapun untuk meniadakannya. HAM itu sendiri tidak bisa dipisahkan dari hak kodratnya sebagai manusia yang wajib dihormati

  42 dan dijunjung tinggi serta dilindungi oleh hukum dan pemerintahan.

  Sejak seorang masih berada dalam kandungan ibunya hingga dilahirkan dan sepanjang hidupnya hingga pada suatu saat meninggal dunia HAM itu telah ada. Hak asasi sebagai kerangka normatif, merupakan kewajiban negara untuk melindungi dan menghormati hak asasi setiap manusia yang berada dalam lingkup 40 Sahat Sinaga, ”Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Makalah disampaikan pada Diseminasi HAM, Medan, tanggal 15 Juli 2008, hal. 2. 41 A. Bazar Harahap dan Nawangsih, Hak Asasi Manusia dan Hukumnya, Jakarta, Perhimpunan Cendikiawan Indpenden Indonesia-Pecirindo, 2006, hal. 6-7. 42

  yurisdiksi sehingga menjadi prinsip umum yang melandasi hukum baik ditingkat internasional maupun nasional.

  Perlindungan terhadap HAM dalam UUHAM sama pentingnya dalam rangka mengembangkan pendekatan yang seimbang dan evektif untuk menanggulangi masalah perdagangan orang. Semua upaya yang dikembangkan negara harus selaras dengan kewajiban negara di bawah hukum internasional tentang HAM sebagaimana diaplikasikan dalam instrumen-instrumen hukum hak asasi terpenting dengan prinsip non diskriminasi.

  HAM di suatu negara berbeda dengan di negara lain dalam praktik penegakan hukumnya maupun dalam bentuk perlindungan dan pelaksanaan hukumnya. HAM yang harus ditegakkan itu haruslah disertai dengan perlindungan hukum baik dalam bentuk undang-undang maupun dalam peraturan.

  Perlu dipertegas bahwa HAM sebenarnya berlaku secara universal untuk semua orang dan di semua negara, namun dalam praktik penegakan hukum mengenai HAM dan bentuk perlindungannya berbeda di suatu negara dengan negara lain.

  HAM di Indonesia sudah dikenal sebagai norma dasar dalam UUD 1945 dan diatur pula dalam berbagai undang-undang maupun peratauran terkait lainnya yang pada prinsipnya setiap orang menjunjung tinggi HAM harus ditegakkan dan dilindungi, termasuk Negara/Pemerintah beserta aparatur hukumnya tidak boleh semena-mena terhadap seseorang.

  HAM telah diatur dalam UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UUHAM) dan terdapat dalam UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM (UUPHAM) yang mengartikan HAM sebagai hak yang paling dasar dan kodrati, melekat pada diri manusia, bersifat universil dan langgeng, oleh karena itu HAM dari sejak masih dalam kandungan harus dilindungi, dihormati, dan tidak boleh diabaikan.

  Masa depan bangsa ada pada kesejahteraan anak-anak saat ini. Begitu kata-kata yang sering terdengar bila membicarakan anak. Banyak anak yang memperoleh kesejahteraan di samping banyak pula anak-anak yang tidak beruntung dalam pemenuhan haknya. Tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya menjadi anak jalanan, buruh upah murahan, pemuas nafsu, pengamen, dan lain-lain. Anak tidak pernah meminta untuk dilahirkan melainkan kehendak orang tuanya, oleh karena itu, sangat naik sekali jika orang tua tidak memberikan

  43 perlindungan terhadap anak-anaknya.

  Perhatian terhadap perlindungan anak bukan saja sebagai upaya nasional bahkan PBB menempatkan suatu lembaga khusus penanganan anak yang disebut dengan (United International Children Education of Fund). Dengan demikian keseriusan terhadap upaya perlindungan anak merupakan esensi penting sebab di satu sisi anak merupakan generasi penerus bangsa, sedangkan di sisi lain anak

  44 sebagai posisi yang rentan menjadi korban perbuatan orang-orang tertentu.

  Usia dikatakan sebagai anak menurut Pasal 1 angka 5 UUHAM adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. 43 Pasal 41 UUHAM menentukan:

  (1) Setiap warga negara berhak atas jaminan social yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh.

  (2) Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.

  Dari ketentuan di atas bentuk perlindungan terhadap anak berupa perlakuan khusus. Selain anak-anak yang diperlakukan secara khusus termasuk setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, dan wanita hamil berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus. Hal ini berarti perhatian terhadap anak mesti diperlakukan secara khusus dan berbeda dengan perlakukan HAM terhadap orang dewasa.

  Suatu lembaga yang dihasilkan dari UUHAM khususnya dalam memberikan perlindungan hukum bagi anak-anak adalah munculnya Komnas HAM. Pengaturan Komnas HAM dalam UUHAM masih menunjukkan eksistensi lembaga yang hanya sebagai pemantau terhadap tindakan pelanggaran HAM.

  Hanya sekitar 24 persen ketentuan dalam UUHAM menempatkan Komnas HAM dalam struktur ketatanegaraan. Sehingga Komnas HAM tidak dapat banyak

  45 berbuat dalam masalah HAM di Indonesia.

B. Pengaturan Perlindungan Anak Menurut UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

  Perlindungan anak adalah suatu usaha yang mengadakan kondisi setiap

  46

  anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Hak-hak anak ditentukan 45 Suparman Marzuki, Pengadilan HAM di Indonesia Melanggengkan Impunity, dalam Pasal 4 s/d Pasal 18 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak antara lain:

  1. Berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

  2. Berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.

  3. Berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.

  4. Berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.

  5. Berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

  6. Berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

  7. Berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

  8. Berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

  9. Berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

  10. Berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan; serta perlakuan salah lainnya.

  11. Berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

  12. Berhak untuk memperoleh perlindungan dari: penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, dan pelibatan dalam peperangan.

  13. Berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

  14. Berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.

  15. Berhak untuk mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, dan membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

  16. Berhak atas kerahasiaan diri anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum.

  17. Berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

  Sedangkan kewajiban anak ditentukan dalam Pasal 19 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak antara lain setiap anak berkewajiban untuk menghormati orang tua, wali, dan guru; mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman; mencintai tanah air, bangsa, dan negara; menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

  Undang-undang yang khusus memberikan perlindungan terhadap anak adalah UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Undang-undang Perlindungan Anak ). Perlindungan anak dalam Undang-undang Perlindungan Anak segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

  47 kekerasan dan diskriminasi.

  Perlindungan anak dapat berupa perlindungan dalam bentuk hukum tertulis maupun tidak tertulis yang menjamin hak-hak terhadap anak benar-benar

  48

  dapat diberikan hak dan kewajibannya sebagai anak. Perlindungan anak lebih dipusatkan pada pemberian hak-hak anak yang diatur oleh hukum dan bukan kewajiban, mengingat secara hukum bahwa anak belum bisa dibebani

  49 kewajiban.

  Perlindungan anak dapat diartikan secara luas dan sempit. Dikatakan secara luas karena Undang-undang Perlindungan Anak menegaskan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya. Segala kegiatan 47 48 Pasal 1 angka 2 UUPA. dimaksud dapat berupa di luar dari ketentuan undang-undang yang pada pokoknya memberikan perlindungan kepada anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Sedangkan dalam pengertian sempit diartikan sebagai perlindungan yang dimaksud dalam ketentuan yuridis saja yaitu dalam Undang-undang Perlindungan Anak dan undang-undang lainnya.

  Negara atau Pemerintah dan masyarakat berkewajiban untuk bertanggung jawab memberikan dukungan, sarana, dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tuanya, wali, atau siapapun berhak mendapat perlindungan dari perlakuan dari bentuk diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, dan ketidakadilan serta perlakuan salah lainnya, termasuk hak dalam memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan,

  50 penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, dan lain-lain.

  Perlindungan anak dari tindakan perdagangan manusia menurut Undang- undang Perlindungan Anak diberikan perlindungan khusus bagi anak. Pasal 1 angka 15 Undang-undang Perlindungan Anak menentukan:

  Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

  Menurut Pasal 60 Undang-undang Perlindungan Anak perlindungan khusus terhadap anak dimaksud adalah anak dalam situasi darurat yaitu: anak yang menjadi pengungsi, anak korban kerusuhan, anak korban bencana alam, dan anak dalam situasi konflik bersenjata. Sebagaimana disinggung tadi bahwa salah satu bentuk perlakukan khusus terhadap anak yaitu anak yang diperdagangkan. Tetapi Undang-undang Perlindungan Anak tidak menentukan perlindungan khusus bagi anak yang diperdagangkan dalam kondisi tidak darurat sebagaimana dimaksud di atas. Dalam kondisi biasa misalnya anak tidak dalam kondisi darurat menurut ketentuan Pasal 60 Undang-undang Perlindungan Anak berarti perlindungan khusus tidak berlaku bagi anak.

  Pengaturan perlindungan khusus bagi anak hendaknya tidak mesti hanya diatur dalam situasi darurat saja yaitu: anak yang menjadi pengungsi, anak korban kerusuhan, anak korban bencana alam, dan anak dalam situasi konflik bersenjata. Tetapi di luar daripada situasi demikian perlindungan khusus tetap melekat pada diri anak-anak bangsa sebab anak sebagai generasi bangsa memegang peranan yang cukup penting dalam kehidupan negara. Di samping itu, anak merupakan posisi yang sangat lemah, jika anak diperlakukan sebagai objek perdagangan, sungguh sangat tidak manusiawi dan tidak bermoral bahkan dapat dikatakan lebih kejam dari perbuatan kejahatan lainnya.

  Pada usia anak-anak menjadi target utama untuk dijadikan objek perdagangan manusia. Sungguh sangat disayangkan di mana anak-anak tidak dapat menentukan jati dirinya sebagai anak yang berguna dan memiliki cita-cita oleh karena perilaku yang tidak peduli terhadap hak-hak anak. Transaksi-transaksi perdagangan manusia lebih menarik jika objek yang diperdagangkan itu pada usia

  51 anak-anak yang tidak lain tujuannya adalah untuk kebutuhan seksual.

  Dengan pertimbangan-pertimbangan demikian di atas, tepat kiranya jika perlindungan terhadap anak diatur secara khusus dalam bentuk semua eksploitasi terhadap hak-hak anak bukan saja dalam masalah situasi darurat tetapi dalam kondisi apapun anak harus diperlakukan perlindungan khusus karena pada usia anak adalah usia yang sangat tidak berdaya apa-apa. Kecuali dalam hal-hal tertentu misalnya perbuatan anak yang mengarah pada perbuatan orang dewasa misalnya anak yang sudah terbiasa dengan perbuatan amoral, tentu pemberian perlindungan khusus demikian perlu dipertimbangan.

  Dalam konsep perlindungan terhadap hak-hak anak sesungguhnya suatu bentuk penghormatan terhadap hak asasi manusia khususnya hak-hak setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, dan bahasa, status anak, urutan kelahiran anak, serta kondisi fisik atau mental, memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

  Undang-undang Perlindungan Anak seharusnya memberikan landasan hukum yang lebih tinggi daripada ketentuan yang sudah diatur saat ini antara lain memberikan perlindungan khusus terhadap semua perbuatan yang menyebabkan perkembangan anak terganggu. Undang-undang Perlindungan Anak belum secara komprehensip memberikan penghormatan tertinggi kepada anak dalam

  52 memberikan hak-haknya.

  Hak anak merupakan hak yang paling kodrati/hakiki. Tidak ada satupun halangan yang dapat ditujukan kepada anak untuk membatasi hak untuk berkembang walaupun anak tersebut ternyata mesti harus berurusan dengan perilaku pelanggaran hukum, namun hak-haknya sebagai insan anak tetap wajib diberikan. Dalam dalam hal penentuan usia anak saja masih berbeda-beda antar undang-undang yang satu dengan yang lainnya, belum lagi persoalan penegakan hukum perlindungan terhadap hak-hak anak tidak pernah habis-habisnya menjadi

  53 fenomena biasa dalam kehidupan di Indonesia saat ini.

  Undang-undang Perlindungan Anak mengamanatkan suatu lembaga khusus yaitu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang independen untuk mempercepat upaya-upaya perlindungan anak yang menyeluruh dan kompleks. Namun sekalipun lembaga indeoenden ini telah dilahirkan oleh Undang-undang Perlindungan Anak tetap saja permasalahan anak saat ini terus menjadi persoalan di mana-mana yang tidak pernah habis-habisnya, bahkan untuk

  52 menurunkan kuantitas permasalahan anak belum dapat diupayakan secara

  54 maksimal melalui KPAI ini.

C. Pengaturan Perlindungan Anak Menurut UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

  Selain daripada undang-undang tersebut di atas, secara khusus pengaturan anak sebagai korban tindak pidana perdagangan manusia diatur khusus di dalam UU No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UUPTPPO) yang diundangkan pada tanggal 19 April 2007.

  UUPTPPO mengatur tindak pidana perdagangan terhadap anak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5 UUPTPPO dipidana bagi setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi. Kemudian dalam Pasal 6 UUPTPPO dipidana bagi setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri dengan cara apapun yang mengakibatkan nak tersebut tereksploitasi dipidana dengan pidana.

  Tindak pidana perdagangan orang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2,

  Pasal 3, dan Pasal 4 UUPTPPO tidak tertutup kemungkinan pasal-pasal tersebut dilakukan terhadap anak-anak sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 17 UUPTPPO, jika tindak pidana sebagaimana di maksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan

  Pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).

  Kehadiran UUPTPPO ini disambut baik oleh masyarakat Indonesia dan komunitas internasional yang peduli terhadap masalah perdagangan orang.

  Pengundangan UU PTPPO ini merupakan suatu prestasi, karena dianggap sangat komprehensif dan mencerminkan ketentuan yang diatur dalam Protokol PBB.

  Indonesia sebagai negara yang menandatangani Protokol PBB, mempunyai kesepakatan dengan komunitas internasional tentang perdagangan orang sebagai kasus yang multi kompleks dan harus ditangani secara komprehensif. Upaya yang diatur dalam UUPTPPO melalui enam langkah penting yaitu: pencegahan, penindakan/pemberantasan, rehabilitasi sosial, perlindungan bagi korban, kerjasama, dan peran serta masyarakat. UUPTPPO sebagai salah satu produk kebijakan publik, maka harus memastikan isinya harus dapat mengakomodasi kepentingan publik.

  Hal ini dapat dicapai melalui serangkaian kegiatan advokasi secara luas dipahami sebagai upaya sistematik dan terorganisasi untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat. UUPTPPO merupakan produk hukum yang cukup komprehensif, karena tidak hanya mempidanakan perdagangan orang sebagai bentuk pelanggaran HAM, tetapi juga mengatur tentang pemberian bantuan kepada korban secara menyeluruh dan peran serta masyarakat dalam upaya-upaya pencegahan serta penanganan kasus. UU PTPPO juga merupakan pencerminan standar internasional, khusunya dalam pengertian perdagangan orang dan mengkedapankan prinsip-prinsip dan panduan tentang Human Rights and Human

  Trafficking yang direkomendasikan UNHCR dalam Laporan Komisi Tinggi Urusan HAM PBB kepada Dewan Ekonomi dan Sosial PBB.

  Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), khususnya perempuan dan anak, telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan terorganisasi maupun tidak terorganisasi. Melibatkan tidak hanya perorangan tetapi juga korporasi dan penyelenggara negara yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya, memiliki jangkauan operasi tidak hanya antar wilayah dalam negeri tetapi juga

  55 antar negara dan merupakan kejahatan transnational crime.

  Ketentuan mengenai larangan perdagangan orang pada dasarnya telah diatur dalam KUH Pidana, misalnya Pasal 297 KUH Pidana menentukan mengenai larangan perdagangan wanita dan anak laki-laki belum dewasa merupakan kualifikasi kejahatan, karena tindakan tersebut tidak manusiawi dan layak mendapatkan hukuman yang berat. Namun, ketentuan Pasal 297 tersebut, pada saat ini tidak dapat diterapkan secara lintas negara sebagai kejahatan internasional atau transnasional.

  Modus untuk dipekerjakan sebagai TKI di luar negeri rentan dialami oleh mereka yang bermaksud ingin memperoleh pekerjaan khususnya bagi kaum wanita. Janji-janji yang diberi oleh penyedia jasa ilegal untuk bekerja secara resmi

  56

  di luar negeri menjadi modus. Manisnya tawaran kerja ke luar negeri dengan

  57 pola perekrutan dengan bujuk rayu merupakan bagian dari pola TPPO.

55 Deputi Seswapres Bidang Politik, “Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

  dan Implementasi UU No 21 tahun 2007”, Makalah dalam Lokakarya Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Medan, Tanggal 10 Mei 2007, hal. 1. 56 http://nasional.kompas.com/read/2012/12/04/21555459/Mafia.TKI.Berkedok.Penempat an.Resmi., diakses tanggal 20 Februari 2013. Mafia TKI Berkedok Penempatan Resmi: Ditulis oleh Hamzirwan, Tanggal 23 April 2013. 57 http://www.bnp2tki.go.id/berita-mainmenu-231/7579-kepala-bnp2tki-dukung-

  Praktik-praktik perdagangan orang dalam UUPTPPO telah dikriminalisasi sebagai perbuatan yang dilarang. Modus-modus mempekerjakan seseorang calon TKI dapat berupa menjanjikan seseorang untuk bekerja namun ternyata janji tersebut berujung eksploitasi seksual. Seperti tersangka menjual korban dan menjadi pelayan seks komersial di Malaysia.

  58 Bahkan tindakan itu dapat berupa kekerasan, penculikan, penyekapan,

  pemalsuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetuujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan ekspolitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

  Dari beberapa ketentuan pasal-pasal dalam UUPTPPO terdapat beberapa ketentuan mengenai tindak pidana perdagangan orang yang terkait penempatan TKI yang bekerja di luar negeri. Apabila diperhatikan pengertian perdagangan orang sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 1 UUPTPPO dapat diyakini bahwa modus-modus penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri bisa mengarah pada peluang terjadinya tindak pidana perdagangan orang.

  Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan uang atau memberikan bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan ekspolitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

  59 58 http://www.tempo.co/read/news/2013/02/27/173464026/TKI-Korban-Perkosaan- Dituding-Serahkan-Badan, diakses tanggal 18 Februari 2013. TKI Korban Perkosaan Dituding Dalam pengertian di atas bentuk-bentuk tindakan yang mungkin dapat dilakukan oleh sipelaku seperti: tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan uang atau memberikan bayaran. Hal yang penting dipahami dalam tindak pidana perdagangan orang karena tujuannya untuk ekspolitasi atau mengakibatkan orang tereksploitas.

  Pengertian perdagangan orang dalam Pasal 1 angka 1 UUPTPPO di atas tidak jauh beda dengan rumusan dari protokol PBB dan mencakup ruang lingkup

  60

  tindak pidana perdagangan orang dalam rumusan KUH Pidana. Menurut Pasal

  26 UUPTPPO, persetujuan korban perdagangan orang tidak menghilangkan penuntutan tindak pidana. Sebab unsur tujuan merupakan tindak pidana formil.

  Artinya tindak pidana perdagangan orang cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur

  61 tindak pidana yang sudah dirumuskan dan tidak harus menimbulkan akibat.

  UUPTPPO sebagai salah satu produk kebijakan publik, maka harus dipastikan isinya dapat mengakomodasi kepentingan publik dengan upaya sistematik dan terorganisasi untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat. UUPTPPO tidak hanya mengkriminalisasi pelaku perdagangan orang sebagai bentuk pelanggaran HAM, tetapi juga mengatur tentang pemberian bantuan kepada korban secara menyeluruh dan peran serta masyarakat dalam upaya-upaya pencegahan serta penanganan kasus. 60

  UUPTPPO juga merupakan pencerminan standar internasional, khusunya dalam pengertian perdagangan orang dan mengkedapankan prinsip-prinsip dan panduan tentang Human Rights and Human Trafficking yang direkomendasikan

  UNHCR dalam Laporan Komisi Tinggi Urusan HAM PBB kepada Dewan

62 Ekonomi dan Sosial PBB.

  Untuk mengatasi perdagangan orang maka disusun peraturan perundang- undangan nasional, ratifikasi, konvensi internasional, dan melanjutkan usaha

  63 untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan masalah perdagangan orang.

  Kebijakan pengaturan dimaksud dibentuk karena tindak pidana perdagangan orang telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan baik terorganisasi maupun tidak terorganisasi, juga melibatkan tidak hanya perorangan tetapi juga korporasi dan penyelenggara negara yang menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya, memiliki jangkauan operasi tidak hanya antar wilayah dalam negeri tetapi juga

  64 antar negara dan merupakan kejahatan transnational crime.

  UUPTPPO dapat mengantisipasi dan menjerat semua jenis tindakan dalam proses, cara, atau semua bentuk eksploitasi yang mungkin terjadi dalam praktik perdagangan orang, baik yang dilakukan antar wilayah dalam negeri maupun antar negara, dan undang-undang ini lebih komprehensif dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan sebelumnya. Pada masa sekarang perkembangan

62 Pedoman Penegakan Hukum dan Perlindungan Korban Dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, International Organization for Migrantion, Jakarta, IOM, 2009, hal.

  1. 63 perdagangan orang diposisikan pada kondisi yang rentan dan atau tersubordinasi

  65 yakni perempuan dan anak.

  Bertambah maraknya masalah perdagangan orang di berbagai negara terutama negara-negara yang sedang berkembang, telah menjadi perhatian masyarakat internasional dan organisasi internasional, terutama PBB. Pemerintah Indonesia menandatangani Konvensi PBB tentang Pemberantasan Kejahatan Transnasional yang Terorganisasi (The United Nations Convention Against

  Transnational Organized Crime and Protocol To Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children) di Palermo-Italia tahun

  2000, menandakan bahwa Indonesia berkomitmen dalam melawan kejahatan transnasional yang terorganisasi, khususnya melawan kejahatan perdagangan

  66 wanita dan anak.

  Tindak pidana perdagangan orang pada masa sekarang telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi bahkan dilakukan dengan cara canggih dan sifatnya yang lintas negara yang dilakukan oleh perorangan, kelompok yang terorganisasi, maupun korporasi. Korbannya diperlakukan seperti barang yang dapat dibeli, dijual, dipindahkan, dan dijual kembali sebagai obyek komoditas yang menguntungkan pelaku.

  Aparat penegak hukum diharapkan dapat menindak pelaku dengan hukuman yang setimpal dengan pidana yang dilakukannya dan sesuai dengan

  67

  ketentuan hukum yang berlaku. Tindak pidana perdagangan orang pada 65 66 Diktum pada Menimbang alinea b UUPTPPO.

  prinsipnya merupakan kejahatan yang sangat merugikan dan membahayakan masyarakat, bangsa, dan negara serta dianggap melecehkan martabat bangsa.

  Pengaturan unsur-unsur tindak pidana yang memenuhi kebutuhan hukum masyarakat dan hukum internasional serta adanya ancaman pidana yang berat bagi pelaku tindak pidana. Pengaturan secara khusus mengenai penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dikecualikan dari ketentuan KUHAP misalnya digunakannya alat bukti elektronik dalam Pasal 29

68 UUPTPPO.

  UUPTPPO dapat mengantisipasi dan menjerat semua jenis tindakan dalam proses, cara, atau semua bentuk eksploitasi yang mungkin terjadi dalam praktik perdagangan orang, baik yang dilakukan antar wilayah dalam negeri maupun antar negara, dan undang-undang ini lebih komprehensif dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan sebelumnya termasuk KUH Pidana. Masalah perdagangan orang telah terjadi sejak abad IV dan berkembang terus pada abad

  XVIII. Pada masa sekarang perkembangan perdagangan orang yang beralih pada jenis manusia dan diposisikan pada kondisi yang rentan dan atau tersubordinasi yakni perempuan dan anak.

  Larangan perdagangan orang pada dasarnya telah diatur dalam KUH Pidana, misalnya Pasal 297 KUH Pidana menentukan mengenai larangan perdagangan wanita dan anak laki-laki belum dewasa merupakan kualifikasi kejahatan, karena tindakan tersebut tidak manusiawi dan layak mendapatkan hukuman yang berat. Namun, ketentuan Pasal 297 tersebut, pada saat ini tidak 68 Diatur pada Pasal 28 bab V UU TPPO. Penyelidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di dapat diterapkan secara lintas negara sebagai kejahatan internasional atau transnasional melainkan harus melalui penerapan UUPTPPO.

  Modus-modus penempatan TKI ilegal ke luar negeri dengan janji-janji untuk mempekerjakan seseorang dapat mengarah pada bentuk perdagangan orang khususnya anak-anak untuk dieksploitasi. Tentu saja harus dilihat pemenuhan unsur-unsur tindak pidana perdagangan orang harus terpenuhi. UUPTPPO memberikan landasan hukum yang menyeluruh dan terpadu bagi upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.

D. Pengaturan Perlindungan Korban Perdagangan Orang Dalam UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008 Pengaturan HAM dalam Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden.

  Ketentuan yang terdapat dalam peraturan pemerintah yaitu dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 1999 tentang Peradilan HAM. Ketentuan yang terdapat dalam Keputusan Presiden (Keppres) misalnya: Keppres No.181 Tahun 1998 tentang Pendirian Komisi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Wanita, Keppres No.129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 1998-2003 (Ran HAM) yang memuat rencana ratifikasi terhadap berbagai instrumen HAM PBB serta tindak lanjutnya, dan Keppres No.87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (Ran Peska).

  Perumusan HAM dalam perundang-undangan dan peraturan terkait lainnya pada dasarnya dilandasi oleh pemahaman suatu bangsa terhadap citra,

  

69

  harkat, dan martabat diri manusia dan lingkungan. Dalam perundang-undangan dimaksud melarang prakti-praktik perbudakan, praktik serupa perbudakan, perdagangan budak, perdagangan perempuan dan semua tindakan lain dengan

  70 tujuan serupa.

  Perlindungan HAM terhadap anak akibat perdagangan orang adalah wajib karena setiap anak berhak mendapat perlindungan dari perbuatan eksploitasi seksual, pelecehan, penculikan, perdagangan anak, dan berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat aditif lainnya, berkaitan dengan

  71 obat-obatan terlarang.

  Pasal 51-53 UUTPPO dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 pada tanggal 4 Februari 2008, bilamana korban mengalami penderitaan fisik maupun psikis akibat TPPO, pemerintah wajib menangani paling lambat 7 hari Sejak permohonan (Pasal 52 ayat 1 dan Pasal 53 jo Pasal 4 PP ini).

  Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 46 ayat (2) UU No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, ditetapkan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang.

  Kemudian juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (disingkat UUPSK). Pasal 37 UUPSK menentukan tindak pidana bagi setiap orang yang memaksakan kehendaknya baik menggunakan kekerasan maupun cara-cara tertentu, yang menyebabkan korban 69 70 Ibid, alinea IV dan V Pembukaan Tap. MPR No.XVII Tahun 1998.

  tidak memperoleh perlindungan atau korban tidak memberikan kesaksiannya pada tahap pemeriksaan tingkat manapun. Setiap orang yang melakukan pemaksaan kehendak sehingga mengakibatkan matinya korban, juga dipidana.

  Dipidana menurut Pasal 38 UUPSK bagi setiap orang yang menghalang- halangi dengan cara apapun, sehingga korban tidak memperoleh perlindungan atau bantuan. Dipidana menurut Pasal 39 UUPSK bagi setiap orang yang menyebabkan korban atau keluarganya kehilangan pekerjaan karena korban tersebut memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan.

  Kemudian perlindungan yang diatur dalam Pasal 40 UUPSK menyangkut dipidanya setiap orang yang menyebabkan dirugikannya atau dikuranginya hak- hak korban memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan. Dipidana pula bagi setiap orang dalam Pasal 41 UUPSK yang memberitahukan keberadaan korban yang tengah dilindungi dalam suatu tempat khusus yang dirahasiakan oleh LPSK.

  Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Dan Mekanisme Pelayanan Terpadu Bagi Saksi dan/Atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang, pada Pasal 54 dan Pasal 17 menegaskan:

  1. Dalam hal korban berada di luar negeri dan memerlukan perlindungan hukum akibat tindak pidana perdagangan orang, maka pemerintah Indonesia melalui perwakilannya di luar negeri, wajib melindungi pribadi dan kepentingan sorban dan mengusahakan untuk memulangkan korban ke Indonesia atas biaya negara (ayat 1).

  2. Dalam hal korban sorban warga negara asing yang berada di Indonesia, maka Pemerintah Indonesia mengupayakan perlindungan dan pemulangan ke negara asalnya melalui kordinasi dengan perwakilannya di Indonesia. (ayat 2).

  3. Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

  Perlindungan terhadap korban menurut PP ini serangkaian kegiatan untuk melakukan perlindungan bagi saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh instansi atau lembaga terkait sebagai satu kesatuan penyelenggaraan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, reintegrasi sosial, dan bantuan hukum bagi saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang.

  Korban yang berada di luar negeri dan memerlukan perlindungan hukum akibat tindak pidana perdagangan orang, korban atau keluarga korban, teman korban, dapat mengajukan permohonannya kepada Kepolisian, relawan pendamping atau pekerja sosial setelah korban melaporkan kasus yang dialaminya atau pihak lain yang melaporkannya kepada Kepolisian Negara RI.

  Pemohon rehabilitasi dapat dimintakan oleh korban atau kuasa hukumnya dengan melampirkan bukti laporan kasusnya kepada kepolisian. Harus diingat bahwa yang paling penting untuk memenuhi hak korban akan rehabilitasi medis (khususnya mereka yang membutuhkan) secepatnya setelah korban ditemukan.

E. Perda No.6 Tahun 2004 tentang Pencegahan Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak Sumatera Utara

  Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang rentan terjadi kegiatan ilegal perdagangan manusia dengan modus penempatan TKI ke luar negeri khususnya ke negara tetangga seperti negara Malaysia. Didukung dengan faktor letak geografis provinsi ini sangat dekat dengan negara Malaysia. Bahkan tidak terkecuali Provinsi Sumatera Utara juga termasuk wilayah yang rentan terjadi praktik-praktik perdagangan orang. Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang menyimpan banyak permasalahan kriminal

  72 dalam kaitannya dengan akses ke luar negeri.

  Provinsi Sumatera Utara merupakan menjadi salah satu pintu gerbang lalu lintas internasional di mana pada bagian utara provinsi ini berhadapan langsung dengan Selat Malaka dan Malaysia. Dengan letak geografisnya yang cukup strategis Provinsi Sumatera Utara rentan menjadi daerah asal perdagangan manusia. Posisi geografisnya memiliki akses langsung ke luar negeri baik melalui

  73 darat, laut, dan udara serta transportasi yang cukup mendukung.

  Propinsi Sumatera Utara memiliki 33 (tiga puluh tiga) Kabupaten/Kota

  2

  dengan luas wilayah keseluruhan mencapai 72.981,23 Km yang diidentifikasi

  74

  sebagai daerah rawan kriminal. Diantaranya Kota Madya Medan, Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Binjai, Pematang Siantar, Asahan, Batu Bara, Tanjung Balai, Langkat, Tebing Tinggi, Labuhan Batu, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Tengah diklasifikasikan sebagai daerah asal pengiriman para TKI. Medan, Belawan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Batu Bara, Tanjung Balai, dan Kabupaten Labuhan Batu sebagai daerah transit TKI illegal.

  Provinsi Sumatera Utara mempunyai lokasi yang strategis, baik melalui udara maupun laut, mempunyai banyak akses ke luar wilayah/ke luar negeri seperti Malaysia dan Singapura dengan pelabuhan-pelabuhan laut yang 72 Biro Pusat Statistik (BPS) Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011. 73 Rizki Amelia Febriani, “Batas Wilayah Darat dan Laut Indonesia Dengan Negara Lain”, http://rizkiamaliafebriani.wordpress.com/2012/06/09/batas-wilayah-darat-dan-laut-

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Perdagangan Orang Menurut Konvensi Hak Anak 1989

0 98 86

Keberadaan SKB 5 Menteri Dibandingkan Dengan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Dan UU Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999

7 207 98

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi di Pengadilan Negeri Medan)

1 78 149

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan Atas Eksploitasi Dan Tindak Kekerasan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

1 15 79

BAB II PENGATURAN HUKUM DI INDONESIA MENGENAI ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN A. Pengaturan Hukum Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana - Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putus

0 0 13

BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Bentuk-Bentuk Kekerasan terhadap Anak - Tinjauan Yuridi Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Yang Menyebabkan Kematian (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri

0 0 28

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH A. Undang-Undang No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana - Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Tindak Pidana Hubungan Seksual Sedarah (Studi Kasus

0 0 20

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG TRAFFICKING TERHADAP ANAK A. Pengertian Anak - Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Perdagangan Orang Menurut Konvensi Hak Anak 1989

0 5 24

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Perdagangan Orang Menurut Konvensi Hak Anak 1989

0 0 8

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN A. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) - Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Persetubuhan

0 20 33