PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN PRESTASI KERJA PADA ANGGOTA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA DENPASAR.
TESIS
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN KERJA
TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN PRESTASI
KERJA PADA ANGGOTA SATUAN POLISI PAMONG
PRAJA KOTA DENPASAR
ANAK AGUNG SAGUNG SISKARINI JAYANTI NIM. 1390662033
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(2)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia mempunyai peranan sangat penting dalam sebuah organisasi, sehingga organisasi seharusnya memiliki sumber daya manusia yang baik khususnya sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia disini adalah pegawai atau karyawan yang merupakan kekayaan (asset) utama dalam suatu organisasi, sehingga perlu dibina agar menghasilkan karyawan yang berkualitas dimana mampu untuk mencapai tujuan dari organisasi. Sudah selayaknya organisasi memperlakukan pegawai atau karyawannya secara manusiawi, karena perlu disadari bahwa pegawai atau karyawan merupakan mahluk hidup yang memiliki sifat, watak, harga diri, kepentingan serta motivasi yang berbeda-beda dalam melaksanakan tugas untuk mencapai prestasi kerja yang lebih baik.
Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai karyawan dalam mengemban tugas dan pekerjaan yang berasal dari organisasi. Faktor-faktor yang berkaitan dengan prestasi kerja adalah motivasi, kemampuan, pengetahuan, keahlian, pendidikan, pengalaman, pelatihan, minat, sikap kepribadian, kondisi-kondisi fisik dan kebutuhan fisiologis, kebutuhan sosial, serta kebutuhan egoistik. (Sutermeister, 1999:100).
Campbell (1999) menyatakan bahwa prestasi kerja merupakan fungsi dari pengetahuan, keterampilan, kemampuan, pengalaman, masa kerja dan motivasi diarahkan pada peran perilaku kerja, seperti tanggung jawab pekerjaan formal. Baugh
(3)
dan Roberts (1994) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen tinggi terhadap organisasinya maka mereka akan memiliki prestasi kerja yang tinggi.
Meyer., et al (1991) menyatakan komitmen organisasi adalah perasaan karyawan untuk tetap bertahan dalam organisasi, perasaan yang dihasilkan dari internalisasi tekanan normatif yang diberikan pada seorang individu sebelum masuk atau setelah masuk dalam organisasi. Karyawan berkomitmen memberikan kontribusi yang besar kepada organisasi dengan melakukan semua hak-hak dan kewajiban untuk pencapaian tujuan organisasi. Selain itu, pekerja yang berkomitmen untuk organisasi merasa senang menjadi bagian dari anggota organisasi tersebut, sehingga percaya terhadap organisasinya, dan berniat untuk melakukan apa yang terbaik bagi organisasi (George dan Jones, 1996:85).
Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi yaitu karakteristik personal yang terdiri dari usia, masa kerja, tingkat pendidikan, jenis kelamin, suku bangsa dan kepribadian berkolerasi dengan komitmen organisasi; Karakteristik yang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan memiliki sumbangan yang bermakna pada komitmen organisasi, karakteristik ini meliputi tantangan pekerjaan, konflik peran, dan ambiguitas peran; Pengalaman kerja memberikan kontribusi yang paling besar terhadap komitmen organisasi. Pengalaman kerja ini meliputi keterandalan organisasi, realisasi harapan, sikap rekan kerja yang positif terhadap organisasi, persepsi terhadap gaji, serta norma kelompok yang berkaitan dengan kerja keras (Steers, 1977).
Penelitian Khan et al. (2010) menyatakan affective commitment, continuance commitment, normative commitment terdapat berhubungan positif terhadap prestasi
(4)
kerja karyawan pada sektor minyak dan gas di pakistan. Darolia et al. (2010) menyatakan terdapat korelasi positif antara komitmen organisasi, dukungan organisasi dan kontribusi dalam organisasi juga mendukung prestasi kerja dari karyawan National Fertilizer Ltd, India. Clarke (2006), dalam penelitiannya pada unit keperawatan di Inggris menyatakan bahwa komitmen organisasi berhubungan positif dan tidak signifikan terhadap prestasi kerja, dimana affective commitment dan normative commitment berhubungan positif terhadap prestasi kerja namun sebaliknya untuk continuance commitment berhubungan negatif terhadap prestasi kerja. Komitmen karyawan memberikan kontribusi besar kepada organisasi karena merasa melakukan pekerjaan dan berperilaku untuk pencapaian tujuan organisasi. Selanjutnya, pekerja yang berkomitmen untuk organisasi merasa senang menjadi anggota organisasi, percaya terkadang organisasi serta nyaman untuk melakukan apa bagi organisasi (Sutanto, 1999).
Krausz., et al (1999) menyatakan bahwa baik tingkat pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja yang dapat mendukung para pekerja akuntan pada setiap pekerjaan yang akan diambil. Tyson (2012), menyatakan bidang keperawatan lebih memahami siswa Afrika yang memiliki pengalaman karena membantu siswa untuk mencapai hasil dalam menyelesaikan pendidikan keperawatannya. Jamaluddin (2014) menyatakan bahwa pengaruh pendidikan dan pengalaman kerja berperan dalam pencapaian prestasi kerja di kantor satuan polisi pamong praja kota kabupaten Gowa. Purnamasari (2014) menyatakan
(5)
pengalaman kerja yang dimiliki seseorang menunjang hasil kerja yang dicapai oleh karyawan PT Grahamas Intitirta.
Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan guna untuk mencapai sebuah tujuan. Upaya ini dilakukan untuk memperbaiki kontribusi produktif para karyawan dan mengembangkan sumber daya manusia menghadapi segala kemungkinan yang terjadi akibat perubahan lingkungan. Pendidikan merupakan syarat dasar seseorang untuk dapat mengembangkan diri ke arah yang lebih maju. Melalui jenjang pendidikan seseorang dibekali dengan pengetahuan baik yang berguna untuk mendidik moral maupun jasmani seseorang. Melalui pendidikan setiap orang di harapkan mampu untuk memiliki wawasan luas dan maju untuk nantinya dapat diterapkan pada dunia kerja. Kepandaian dalam bekerja dan kelincahan untuk menyelesaikan suatu masalah atau pekerjaan adalah tujuan dari dunia pendidikan (Sutrisno, 2009:62).
Pengalaman kerja adalah lamanya seseorang melaksanakan frekuensi dan jenis pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya (Syukur, 2001:74). Pengalaman kerja dijadikan suatu dasar atau acuan seorang karyawan dapat menempatkan diri pada kondisi yang tepat, berani mengambil resiko, mampu menghadapi tantangan dengan penuh tanggung jawab serta mampu berkomunikasi dengan baik terhadap berbagai pihak untuk tetap menjaga produktivitas, kinerja dan menghasilkan individu yang kompeten dalam bidangnya (Sutrisno, 2009:158).
(6)
Dinas Ketentraman Ketertiban dan Satuan Polisi Pamong Parja (Dinas Tramtib dan Sat-Pol PP) merupakan dinas yang membantu kepala daerah dalam menegakan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, serta menyelenggarakan Ketentraman dan Ketertiban Umum. Pelayanan yang diberikan berupa penyusunan program dan pelaksanaan ketentraman dan ketertiban umum, penegakkan Peraturan Daerah (Perda), penegakan Peraturan Kepala Daerah pelaksanaan kebijakan pemeliharaan serta penyelenggaraan Ketentraman dan Ketertiban Umum di daerah pelaksanaan kebijakan, penegakan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, pelaksanaan koordinasi pemeliharaan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum, penegakan peraturan daerah, peraturan kepala daerah dengan aparat kepolisian negara, pengawasan terhadap masyarakat agar mematuhi dan mentaati peraturan daerah serta peraturan dari kepala daerah.
Berdasarkan Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar, tugas dari satuan polisi pamong praja (Sat-Pol PP) di lapangan adalah menertibkan dan menindak warga masyarakat atau badan hukum yang menggangu ketentraman umum, melakukan pemeriksaan terhadap masyarakat atau badan hukum yang melakukan pelanggaran peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, melakukan tindakan refrensif non yustisi terhadap warga masyarakat atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, melaporkan kepada kepolisian negara atas ditemukan atau patut diduga adanya tindakan pidana yang bersifat pelanggaran atau kejahatan.
(7)
Berdasarkan UU No. 19 Tahun 2013 tentang Pakaian Dinas dan UU No. 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja, Kantor Sat-Pol PP memberikan bentuk dukungan organisasi kepada anggota Satuan Polisi Pamong Praja berupa pemberian atribut kerja serta penggunaan peralatan berupa sangkur (pisau), tameng serta pemberian finansial untuk resiko kerja bagi anggota sat-pol pp di lapangan. Dukungan organisasi yang dilakukan Dinas Tramtib dan Sat-Pol PP bertujuan untuk meningkatkan prestasi kerja serta memperhatikan jaminan keselamatan terhadap Anggota Sat-Pol PP yang bertugas dilapangan.
Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 berdasarkan Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 Tentang Kepegawaian Negeri Sipil mengatur tentang daftar Sasaran Kerja Pegawai (SKP) dimana sebagian penilaian menggunakan penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) yang mengatur tentang unsur-unsur yang dinilai mengenai kesetiaan, prestasi kerja, tanggungjawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, kepemimpinan serta komitmen. Adapun prestasi kerja menurut SKP adalah hasil kerja yang dicapai seorang pegawai negeri dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Pada umumnya prestasi kerja dipengaruhi oleh kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan disiplin kerja pegawai yang bersangkutan. Pegawai Satuan Polisi Pamong Praja dituntut untuk berperilaku kerja produktif yang disyaratkan untuk mencapai hasil kerja yang disepakati dan bukan hanya penilaian atas kepribadian seseorang Pegawai Negeri Sipil.
Dinas Ketentraman Ketertiban Dan Satuan Polisi Pamong Parja Kota Denpasar (Dinas Tramtib dan Sat-Pol PP) diharapkan untuk dapat bersikap produktif, profesional,
(8)
serta berkualitas, terlebih untuk saat ini masyarakat sudah sangat kritis dalam semua aspek. Sistem prestasi kerja dilaksanakan secara sistematis yang penekanannya pada tingkat pencapaian sasaran kerja pegawai atau tingkat capaian hasil kerja yang telah disusun dan disepakati bersama antara Pegawai Negeri Sipil dengan Pejabat Penilai. Dalam hal ini pegawai dituntut berperilaku kerja yang mempengaruhi prestasi kerja yang dievaluasi harus relevan serta berhubungan terhadap pelaksanaan tugas pekerjaan dalam jenjang jabatan setiap Pegawai Negeri sipil yang dinilai.
Penerapan sasaran kerja pegawai (SKP) dilaksanakan pada tahun 2014 di lingkungan kantor Dinas Tramtib dan Sat-Pol PP Kota Denpasar. Sasaran kerja pegawai lebih menargetkan hasil kerja lalu di laporkan kepada atasan, berbeda seperti DP3 yang langsung dinilai oleh atasan.
Prestasi Kerja pegawai Dinas Ketentraman Ketertiban dan Satuan Polisi Pamong Praja (Dinas Tramtib dan Sat-Pol PP) Kota Denpasar berdasarkan Sasaran Kerja Pegawai (SKP) belum mencapai target sasaran kerja di lapangan. Pencapaian sasaran kerja pegawai dapat dilihat pada Tabel 1.1.
(9)
Tabel 1.1 : Sasaran Kerja Dinas Ketentraman Ketertiban Dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar Tahun 2014
Sasaran Kerja Sat-Pol PP Di Lapangan
Kuant/Output Target Kerja (%) Hasil Kerja (%) Selisih (%) Menertibkan gelandangan dan
pengemis
290 kali 100% 214 kali (74%)
76 kali (-26%) Mengamankan penduduk pendatang
yang tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP)
435 kali 100% 348 kali (80%)
87 kali (-20%) Menertibkan Wanita Tuna Susila
(WTS)
125 kali 100% 100 kali (80%)
25 kali (-20%) Menertibkan pedagang kaki lima 208 kali 100% 176 kali
(85%)
32 kali (-15%) Mengamankan Orang terlantar dan
orang terlantar gila
290 kali 100% 232 kali (80%)
58 kali (-20%)
Sumber: Bag. Kepegawaian Dinas Tramtib dan Sat-Pol PP Kota Denpasar Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dijelaskan dari kelima sasaran prestasi kerja Anggota Sat-Pol PP Kota Denpasar di lapangan belum mencapai target dilapangan. Pencapaian target yang terendah terjadi pada sasaran kerja dalam menertibkan gelandangan dan pengemis. Hal ini menunjukkan prestasi kerja anggota sat-pol pp kurang baik karena belum mencapai target yang telah ditetapkan.
Fungsi dari dilaksanakan penertiban dan pengamanan yang dilakukan oleh Anggota Sat-Pol PP bertujuan untuk mengurangi penyakit masyarakat maka efek dari kurang tuntasnya penertiban dan pengamanan bisa berdampak terhadap masyarakat sehingga perlunya mengamankan masyarakat dari dampak-dampak yang terjadi seperti masih banyaknya pengemis dan orang terlantar hal ini menujukkan bahwa masih banyaknya kemiskinan terjadi disebabkan oleh pengemis dan orang terlantar kurang memiliki keterampilan yang dibutuhkan pasar kerja maupun memiliki keterampilan
(10)
khusus untuk membuka usaha sendiri. Masih adanya penduduk ilegal yang tidak memiliki kartu tanda penduduk dapat menyebabkan jumlah penduduk dan permasalahan kriminal yang terjadi tidak mudah terdeteksi sehingga penertiban yang dilakukan Anggota Sat-Pol PP mengurangi angka kriminal di suatu daerah. Masih adanya permasalahan pedagang kaki lima yang memotong badan jalan bahkan mengambil lahan trotoar yang diperuntukkan kepada pejalan kaki sehingga menimbulkan kurang kenyamanan di masyarakat sehingga perlunya melakukan penataan kembali agar tidak menganggu aktivitas masyarakat pada saat berada di jalanan dan akibat kurang tuntasnya menangani wanita tuna susila dapat menimbulkan wabah penyakit tertular seperti penyakit HIV/AIDS di masyarakat.
Komitmen organisasi yang di tanam pada diri setiap pegawai Dinas Tramtib dan Sat-Pol PP berguna untuk menjalankan setiap tugas yang di berikan, komitmen dalam menjalani segala tugas yang dijalankan diharapkan mencapai hasil kerja (prestasi kerja) sesuai dengan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) yang sesuai prosedur. Tuntutan yang semakin tinggi, setiap pegawai diwajibkan untuk memenuhi sasaran kerja pegawai (SKP) yang diperuntukkan kepada pegawai untuk memenuhi sasaran kerja yang tak hanya untuk organisasi namun untuk pribadi.
Pengaduan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang merasa ditertibkan bahkan masyarakat kepada Anggota Sat-Pol PP pada Kantor Dinas Tramtib dan Sat-Pol PP Kota Denpasar bertujuan untuk mengetahui kejadian-kejadian yang terjadi diluar dari prosedur kerja yang diberikan oleh Kepala Dinas. Data pengaduan dapat dilihat pada data tabel 1.2.
(11)
Tabel 1.2 : Data Pengaduan Masyarakat Pada Kantor Dinas Ketentraman Ketertiban Dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar Tahun 2014
Data Pengaduan Jumlah Pertahun
Kerusakan lapak pedagang yang dilakukan oleh Anggota Sat-Pol PP
14
Kekerasan kepada pelanggar yang dilakukan Anggota Sat-Pol PP tanpa disengaja
11
Kerusakan barang dagangan yang dilakukan oleh Anggota Sat-Pol PP
10
Tanggapan dari Anggota Sat-Pol PP dengan laporan masyarakat masih kurang
4
Total Data Pengaduan 43
Sumber: Bag. Kepegawaian Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dijelaskan dari keempat data pengaduan masyarakat kepada Anggota Sat-Pol PP, pengaduan yang banyak terjadi pada kerusakan lapak pedagang yang dilakukan Anggota Sat-Pol PP, yang menunjukkan bahwa pelaksanaan tugas dilakukan diluar dari SOP (Standar Operasional Prosedur). Kondisi ini mencerminkan masih rendahnya komitmen pegawai Anggota Sat-Pol PP untuk memberikan hasil yang terbaik bagi organisasi.
Penertiban yang dilaksanakan oleh Anggota Sat-Pol PP kepada masyarakat bertujuan agar masyarakat lebih sadar dengan keindahan kota sehingga terciptanya kota yang asri, teratur dan bersih. Banyaknya penolakan yang dilakukan oleh pelanggar membuat pekerjaan dari Anggota Sat-Pol PP tidak menjadi maksimal. Terjadinya permasalahan pengaduan yang dilakukan oleh pihak pelanggar kepada Anggota Sat-Pol
(12)
PP yaitu kerusakan lapak pedagang, kekerasan kepada pedagang, serta kerusakan barang dagangan diakibatkan penolakan yang berupa aksi bentrok, perkelahian bahkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh pihak pelanggar yang telah merasa dirugikan secara material.
Hampir sebagian besar dari pegawai negeri sipil pada Kantor Dinas Ketentraman Ketertiban dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar tidak mengenyam tingkat pendidikan di bangku perkuliahan. Sebagian besar merupakan lulusan SMA (Sekolah Menengah Atas) dan sederajatnya. Perlunya dukungan dalam peningkatan pendidikan di Kantor Dinas Tramtib dan Sat-Pol PP yang berguna untuk peningkatan kualitas kerja yang baik serta menghasilkan pegawai-pegawai yang memiliki prestasi kerja yang maksimal. Tingkat pendidikan pegawai pada Kantor Dinas Tramtib dan Sat-Pol PP dapat dilihat pada tabel 1.3.
Tabel 1.3 : Tingkat Pendidikan Pegawai Pada Kantor Dinas Ketentraman Ketertiban Dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar
Tingkat Pendidikan Pegawai
S2 6
S1 30
SMA/SLTA/SMEA/STM 107
SMP/SLTP 5
SD 5
Jumlah Pegawai 153
Sumber: Bag. Kepegawaian Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar Tahun 2016
Pada tabel 1.3 di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pegawai yang kurang sesuai dengan tugas yang diberikan menjadi masalah yang berarti yang perlu diperhatikan Dinas Ketentraman Ketertiban dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar khususnya pada Anggota Sat-Pol PP yang membutuhkan pegawai dengan
(13)
kualifikasi tertentu dan memiliki keterampilan khusus agar dapat bekerja dengan baik di lapangan.
Disamping tingkat pendidikan, pengalaman kerja yang dilihat dari masa kerja juga akan mempengaruhi kemampuan pegawai dalam melaksankan tugas dilapangan untuk lebih jelas, masa kerja dapat dilihat pada tabel 1.4.
Tabel 1.4 : Data Masa Kerja Anggota Sat-Pol PP Pada Kantor Dinas Ketentraman Ketertiban Dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar
Masa Kerja Pegawai Jumlah Pertahun
1-5 20
6-10 30
11-15 34
16-20 17
Jumlah Anggota Sat-Pol PP
101
Sumber: Bag. Kepegawaian Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar Tahun 2016
Berdasarkan tabel 1.4 menunjukkan bahwa ada pegawai Anggota Sat-Pol PP yang memiliki masa kerja yang kurang dari lima tahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya pengalaman pegawai dalam mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi dilapangan.
Pegawai diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya, seperti mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Dasar Polisi Pamong Praja (Diklatsar Sat-Pol PP), dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kantor Dinas Tramtib dan Sat-Pol PP memberikan pelatihan-pelatihan kepada anggota Sat-Pol PP bertujuan
(14)
memberikan materi dasar kepamongprajaan, keterampilan dasar kepamongprajaan, sikap dan perilaku kepamongprajaan. Pelatihan dasar ini berupa latihan dasar seperti latihan baris-berbaris, latihan fisik (olahraga), pembelaan diri serta pelatihan penggunaan atribut. Pemberian pelatihan-pelatihan dasar berdasarkan pengalaman yang terjadi di lapangan yang diakibatkan dari pelanggar yang tidak menerima di tindaklanjutti oleh pihak Anggota Sat-Pol PP, sehingga Anggota Sat-Pol PP yang berada dilapangan untuk bisa melindungi diri dari aksi-aksi kericuhan serta perlawanan dari pelanggar yang tidak mau menerima dengan berbagai alasan seperti merasa dirugikan akibat penyegelan serta pembongkaran yang dilakukan pihak Anggota Sat-Pol PP.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh pendidikan terhadap komitmen organisasi Anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar ?.
2. Bagaimana pengaruh pengalaman kerja terhadap komitmen organisasi Anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar ?.
3. Bagaimana pengaruh komitmen organisasi terhadap prestasi kerja Anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar ?.
4. Bagaimana pengaruh pendidikan terhadap prestasi kerja Anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar ?.
(15)
5. Bagaimana pengaruh pengalaman kerja terhadap prestasi kerja Anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar ?.
1.3 Tujuan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan yang telah dijabarkan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Untuk menganalisis pengaruh pendidikan terhadap komitmen organisasi Anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar
2. Untuk menganalisis pengaruh pengalaman kerja terhadap komitmen organisasi Anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar.
3. Untuk menganalisis pengaruh komitmen organisasi terhadap prestasi kerja Anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar.
4. Untuk menganalisis pengaruh pendidikan terhadap prestasi kerja Anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar.
5. Untuk menganalisis pengaruh pengalaman kerja terhadap prestasi kerja Anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan yang diperoleh dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi kegunaan teoritis dan praktis.
(16)
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan serta menambah ragam karya penelitian pada Magister Manajemen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis serta dapat menjadi sumbangan konseptual bagi peneliti sejenis sehingga dapat membandingkan teori-teori manajemen dengan kenyataan dilapangan khususnya tentang permasalahan Prestasi Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan sebuah informasi tentang prestasi kerja dan komitmen organisasi yang memadai pada Pemerintahan Kota Denpasar.
(17)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Prestasi Kerja
2.1.1 Pengertian Prestasi Kerja
Prestasi kerja (job performance) merupakan tingkat keberhasilan karyawan dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Prestasi kerja bukan merupakan karakteristik individu, seperti bakat, atau kemampuan, namun merupakan perwujudan dari bakat atau kemampuan itu sendiri. Prestasi kerja merupakan perwujudan dari kemampuan dalam bentuk nyata. Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai karyawan dalam mengemban tugas dan pekerjaan yang berasal dari organisasi. Faktor-faktor yang berkaitan dengan prestasi kerja adalah motivasi, kemampuan, pengetahuan, keahlian, pendidikan, pengalaman, pelatihan, minat, sikap kepribadian kondisi-kondisi fisik dan kebutuhan fisiologis, kebutuhan sosial, serta kebutuhan egoistik. (Sutermeister, 1999:100).
Prestasi kerja berkaitan dengan pencapaian hasil kerja dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Menurut teori di atas, prestasi kerja antara lain dipengaruhi oleh motivasi, yaitu keinginan/dorongan dalam melaksanakan pekerjaan; kemampuan, yaitu kondisi karyawan di mana karyawan tersebut dapat melaksanakan pekerjaannya; pengetahuan, yaitu mengenai ilmu pengetahuan yang diketahui karyawan; keahlian, yaitu keterampilan yang dimiliki oleh karyawan; pendidikan, yaitu pendidikan akademis yang dimiliki oleh karyawan; pengalaman, yaitu pekerjaan tersebut pernah dilakukan
(18)
oleh karyawan; minat, yaitu keinginan karyawan atas pekerjaan tersebut; sikap kepribadian, yaitu sikap tanggungjawab dan jujur dalam melaksanakan suatu pekerjaan; kondisi fisik, yaitu keadaan fisik pegawai yang sehat; kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan dasar manusia seperti kebutuhan psikologi, keamanan, sosial, harga diri dan aktualisasi diri.
Teori Campbell et al. (1993) mendefinisikan kinerja sebagai perilaku atau
tindakan yang relevan dengan pencapaian tujuan organisasi yang dapat ditingkatkan, yaitu, diukur. Selain itu, prestasi kerja didefinisikan sebagai apa yang dibayar untuk melakukan, atau apa yang harus dibayar untuk melakukannya. Teori menyatakan bahwa prestasi kerja diukur baik itu penilaian dari atasan, rekan, atau diri sendiri.
Campbell et al. (1993) teori lebih lanjut menyatakan bahwa kinerja adalah
multidimensi, dan bahwa setiap dimensi diwakili oleh kategori perilaku atau tindakan serupa. Teori ini berpendapat komponen kinerja yang lebih tinggi, yaitu,
1) kemampuan tugas-tugas tertentu,
2) kemampuan tugas pekerjaan tertentu (yaitu perilaku anggota organisasi), 3) tertulis dan kemampuan komunikasi lisan,
4) demonstrasi usaha,
5) pemeliharaan disiplin pribadi, 6) fasilitasi rekan dan tim kinerja, 7) pengawasan / kepemimpinan, 8) manajemen / administrasi.
(19)
Faktor-faktor penentu kinerja ada tiga jenis pilihan individu yaitu, pilihan untuk melakukan, pilihan tingkat usaha, dan pilihan waktu untuk usaha, yaitu, ketekunan seseorang.
Campbell (1999) berpendapat bahwa prestasi kerja merupakan fungsi dari pengetahuan, keterampilan, kemampuan, pengalaman dan motivasi diarahkan pada perilaku dan peran, seperti tanggung jawab pekerjaan formal.
Prestasi kerja adalah hasil kerja yang telah dicapai seseorang dari tingkah laku kerjanya dalam melaksanakan aktivitas kerja (Sutrisno, 2009:151). Prestasi kerja adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan (Rivai, 2011:274).
Dalam penelitian ini hanya diambil 2 (dua) faktor dari semua faktor prestasi kerja yang telah disebutkan diatas yaitu : (1) pendidikan dan (2) pengalaman kerja,. Hal ini berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap Kepala Satuan dan pegawai yang terkait yang menjadi persyaratan dalam Sasaran Kerja Pegawai sesuai dengan kondisi yang ada pada obyek penelitian yaitu Dinas Ketentraman Ketertiban Dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar. Sedangkan faktor lain yang tidak diambil dianggap tidak relevan dengan kondisi obyek penelitian.
2.1.2 Aspek-Aspek Yang Dinilai Dalam Prestasi Kerja
Dari aspek-aspek yang dinilai tersebut dapat dikelompokkan menjadi (Rivai, 2011 : 563).
(20)
1) Kemapuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan yang dimiliki, metode, teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.
2) Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan.
3) Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi, dan lain-lain.
2.1.3 Aspek- aspek yang mempengaruhi prestasi kerja
Berikut beberapa aspek yang mempengaruhi prestasi kerja yaitu (Sutrisno, 2009:152-153) :
1) Hasil kerja
Tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah dihasilkan dan sejauh mana pengawasan itu dilakukan.
2) Pengetahuan pekerjaan
Tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari hasil kerja.
(21)
Tingkat inisiatif selama melaksanakan tugas pekerjaan khususnya dalam hal penanganan masalah-masalah yang timbul.
4) Kecekatan mental
Tingkat kemampuan dan kecepatan dalam menerima instruksi kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja dan situasi kerja yang ada.
5) Sikap
Tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan tugas pekerjaan. 6) Disiplin waktu dan absensi
Tingkat ketepatan waktu dan tingkat kehadiran mencerminkan pribadi yang taat akan peraturan displin kerja.
Salah satu pertimbangan bagi seorang pegawai negeri sipil dalam berkarir ke sebuah jenjang jabatan yang lebih tinggi adalah berdasarkan penilaian prestasi kerja/daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) yang pada dasarnya adalah penilaian dari atasan langsungnya terhadap pelaksanaan pekerjaan pegawai negeri sipil yang bersangkutan serta menujukkan sasaran kerja pegawai (SKP) terkait. Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 berdasarkan Undang-Undang-Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 Tentang Kepegawaian Negeri Sipil mengatur tentang daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) yang dimana memuat tentang unsur-unsur yang dinilai mengenai kesetiaan, prestasi kerja, tanggungjawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, kepemimpinan serta komitmen. Semua instansi pusat dan daerah dapat melakukan penyusunan dan penilaian Sasaran Kerja Pegawai (SKP) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Kepala
(22)
Badan Kepegawaian Negara ini, sebagai dasar dalam penilaian unsur prestasi kerja yang terdapat dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Pegawai Negeri Sipil. Adapun penilaian prestasi kerja DP3 adalah hasil kerja yang dicapai seorang pegawai negeri dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Pada umumnya prestasi kerja dipengaruhi oleh kecakapan, pengalaman, kesungguhan, komitmen dan disiplin kerja pegawai yang bersangkutan. Pegawai Dinas Ketentraman Ketertiban Dan Satuan Polisi Pamong Praja dituntut untuk berperilaku kerja produktif yang disyaratkan untuk mencapai sasaran hasil kerja yang disepakati dan dilakukan penilaian atas kepribadian seseorang Pegawai Negeri Sipil.
2.1.4 Tujuan penilaian prestasi kerja
Prestasi kerja adalah sebagai hasil kerja yang telah dicapai seseorang dari tingkah laku kerjanya dalam melaksanakan aktivitas kerja. Informasi tentang tinggi rendahnya prestasi kerja seorang karyawan tidak dapat diperoleh begitu saja, tetap diperoleh melalui proses yang panjang yaitu melalui proses penilaian prestasi kerja (Sutrisno, 2009:151).
Penilaian prestasi kerja yang baik sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan, seperti:
1) Mendorong peningkatan prestasi kerja.
Dengan mengetahui hasil prestasi kerja, ketiga pihak yang terlibat dapat mengambil berbagai langkah yang diperlukan agar prestasi kerja para pegawai lebih meningkat lagi dimasa-masa yang akan datang.
(23)
2) Sebagai bahan pengambilan keputusan dalam pemberian imbalan.
Keputusan tentang siapa yang berhak menerima berbagai imbalan tersebut dapat didasarkan antara lain pada hasil penilaian atas prestasi kerja pegawai yang bersangkutan.
3) Untuk kepentingan mutasi pegawai
Prestasi kerja seseorang dimasa lalu merupakan dasar bagi pengambilan keputusan mutasi baginya dimasa depan, apapun bentuk muatsi tersebut seperti promosi, alih tugas, alih wilayah maupun demosi.
4) Guna menyusun program pendidikan dan pelatihan
Baik yng dimaksud untuk mengatasi berbagai kekurangan dan kelemahan maupun untuk mengembangkan potensi karyawan yang ternyata belum sepenuhnya digali dan yang terungkap melalui penilaian prestasi kerja.
5) Membantu para pegawai
Membantu para pegawai menentukan rencana karirnya dan dengan bantuan bagian kepegawaian menyusun program pengembangan karir yang paling tepat, dalam arti sesuai dengan kebutuhan para pegawai dan dengan kepentingan organisasi.
2.2 Komitmen Organisasi
2.2.1 Pengertian Komitmen Organisasi
Meyer., et al (1991) menyatakan komitmen organisasi adalah perasaan karyawan
(24)
internalisasi tekanan normatif diberikan pada seorang individu sebelum masuk atau setelah masuk dalam organisasi.
Komitmen organisasi didefinisikan sebagai perasaan kewajiban karyawan terhadap organisasinya, perasaan ini diberasal dari tekanan peraturan organisasi yang diberikan kepada individu tersebut (Darwin A, 2000).
Dessler (2003) menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan identifikasi karyawan terhadap persetujuan untuk mencapai misi unit atau misi organisasi.
Luthans (2006 : 236) menyatakan bahwa sebagai suatu sikap, maka komitmen organisasional sering didefinisikan sebagai
a) Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi bagian dari anggota organisasi tertentu
b) Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi c) Keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.
Ivancevich, Konopaske, dan , Matteson (2008 : 210) menyatakan bahwa komitmen organisasional merupakan suatu rasa identifikasi, keterlibatan, dan kesetiaan yang diekspresikan oleh karyawan terhadap organisasinya.
Colquitt, LePine, Wesson (2009) menyatakan komitmen organisasional mempengaruhi apakah seorang pegawai tetap bertahan menjadi anggota organisasi atau meninggalkan organisasi untuk mengejar pekerjaan lain. Karyawan meninggalkan organisasi dapat karena terpaksa atau sukarela. Meninggalkan organisasi secara sukarela terjadi ketika pegawai memutuskan untuk berhenti dari organisasi, sedangkan karyawan
(25)
yang meninggalkan organisasi karena terpaksa bisa terjadi ketika karyawan dipecat oleh organisasi karena alasan tertentu.
Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (2010 :183) menyatakan bahwa komitmen organisasional melibatkan tiga sikap, yaitu: identifikasi dengan tujuan organisasi; perasaan keterlibatan dalam tugas-tugas organisasi; serta perasaan loyalitas terhadap organisasi. Hal tersebut berarti karyawan yang berkomitmen terhadap organisasi memandang nilai dan kepentingan organisasi terintegrasi dengan tujuan pribadinya. Pekerjaan yang menjadi tugasnya dipahami sebagai kepentingan pribadi, dan memiliki keinginan untuk selalu loyal demi kemajuan organisasi.
Karyawan yang berkomitmen tinggi akan memiliki kinerja yang tinggi dan loyalitas untuk perusahaan. sebaliknya, karyawan yang cenderung memiliki komitmen rendah, kinerjanya pun rendah dan loyalitas yang kurang terhadap perusahaan
(Robbins., et al, 2013:543).
Berdasarkan beberapa teori diatas, dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori komitmen organisasi dari Allen dan Meyer (1991) yang menyatakan bahwa perasaan karyawan untuk tetap bertahan dalam terhadap organisasi, perasaan yang dihasilkan dari internalisasi tekanan normatif yang diberikan pada seorang individu sebelum masuk atau setelah masuk dalam organisasi.
2.2.2 Komponen Komitmen Organisasi
Menurut Meyer., et al (1991) menjelaskan tiga dimensi komitmen organisasi
(26)
1) Affective commitment, yang berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap
organisasinya, dimana anggota dengan affective commitment yang tinggi akan setia
terhadap organisasinya karena anggota memang memiliki keinginan untuk itu,
affective commitment terbentuk dari tiga hal yaitu karakteristik organisasi,
karakteristik individu dan pengalaman kerja.
2) Continuance commitment terkait dengan kesadaran anggota tentang investasi,
alternatif dan pertimbangan, yang dimaksud dengan investasi adalah segala sesuatu yang dianggap berharga bagi karyawan seperti waktu, usaha, uang yang harus dilepaskan jika meninggalkan organisasi sementara alternatif adalah kemungkinan masuk organisasi lain dan pertimbangan adalah saat dimana anggota organisasi mencapai kesadaran tentang dampak dari investasi dan alternatif.
3) Normative Commitment, adalah keterikatan untuk terus berada dalam organisasi
tersebut, normative commitment berkembang karena organisasi memberikan sesuatu
yang sangat berharga dan tidak dapat dibalas kembali oleh anggota organisasi.
Penelitian (Utami., et al 2013), komitmen organisasi terhadap prestasi kerja dibagi
menjadi tiga bagian yaitu Kemauan Karyawan , Kebanggaan Karyawan dan Kesetiaan Karyawan. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh parsial yang signifikan dari variabel Kesetiaan Karyawan terhadap variabel terikat yaitu variabel Pestasi Kerja Karyawan. Harahap dan Abdullah (2014) dalam penelitiannya adanya pengaruh positif dan signifikan komitmen organisasi dan pengalaman kerja terhadap Kinerja Pengelolan Keuangan Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
(27)
2.2.3 Faktor-faktor Penyebab Komitmen Organisasi
Steers (1977) mengembangkan faktor penyebab komitmen organisasi yang meliputi:
1) Karakteristik personal yang terdiri dari usia, masa kerja, tingkat pendidikan, jenis kelamin, suku bangsa dan kepribadian berkolerasi dengan komitmen organisasi.
2) Karakteristik yang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan memiliki sumbangan
yang bermakna pada komitmen organisasi. Karakteristik ini meliputi tantangan pekerjaan, konflik peran, dan ambiguitas peran.
3) Pengalaman kerja, pengalaman kerja memberikan kontribusi yang paling besar
terhadap komitmen organisasi. Pengalaman kerja ini meliputi keterandalan organisasi, realisasi harapan, sikap rekan kerja yang positif terhadap organisasi, persepsi terhadap gaji, serta norma kelompok yang berkaitan dengan kerja keras. Dalam penelitian ini hanya diambil 2 (dua) faktor dari semua faktor komitmen organisasi yang telah disebutkan diatas yaitu : (1) pendidikan dan (2) pengalaman kerja.
2.2.4 Proses dan Pengembangan Komitmen Organisasional
Komitmen organisasional pegawai merupakan proses yang berkesinambungan dan merupakan sebuah pengalaman individual pegawai. Sejumlah cara yang dapat dilakukan untuk membangun komitmen organisasional pegawai adalah melalui : (Priansa, 2014:237-239).
1. Make It Charismatic
Visi dan misi organisasi merupakan sesuatu yang karismatik, pijakan, dasar bagi setiap pegawai dalam berperilaku, bersikap, dan bertindak.
(28)
Segala sesuatu yang baik di organisasi dijadikan sebagai suatu tradisi yang terus menerus dipelihara, dijaga oleh generasi berikutnya.
3. Have Comprehensive Grievance Procedures
Bila ada keluhan atau komplain dari pihak luar ataupun dari internal organisasi maka organisasi harus memiliki prosedur untuk mengatasi keluhan tersebut secara menyeluruh.
4. Provide Extensive Two-Way Commucations
Jalinlah komunikasi dua arah di organisasi tanpa memandang rendah bawahan.
5. Create a Sense of Community
Jadikan semua unsur dalam organisasi sebagai suatu community di mana di
dalamnya ada nilai-nilai kebersamaan, rasa memiliki, kerja sama, berbagi, dan lain-lain.
6. Build Value-Based Homogeneity
Membangun nilai-nilai yang didasarkan adanya kesamaan. Setiap pegawai memiliki kesempatan yang sama, seperti untuk promosi maka dasar yang digunakan untuk promosi adalah kemampuan, keterampilan, minat, motivasi, kinerja, tanpa adanya diskriminasi.
7. Share and Share a Like
Sebaiknya organisasi membuat kebijakan di mana antara pegawai level bawah sampai pimpinan tidak terlalu berbeda atau mencolok dalam kompensasi yang diterima, gaya hidup, penampilan fisik, dan lain-lain.
(29)
Organisasi sebagai suatu community harus bekerja sama, saling berbagai, saling memberi manfaat dan memberi kesempatan yang sama pada pegawai. Semua pegawai merupakan suatu tim kerja. Semuanya harus memberikan kontribusi yang maksimal demi keberhasilan organisasi.
9. Get Together
Adakan acara-acara yang melibatkan semua pegawai sehingga kebersamaan bisa terjalin.
10. Support Employee Development
Hasil studi menunjukkan bahwa pegawai yang lebih memiliki komitmen terhadap organisasi bila organisasi memperhatikan perkembangan karier pegawai dalam jangka panjang.
11. Commit to Actualizing
Setiap pegawai diberi kesempatan yang sama untuk mengaktulisasikan diri secara maksimal di organisasi sesuai dengan kapasitas masing-masing.
12. Provide First Year Challenge
Pegawai masuk ke organisasi dengan membawa mimpi dan harapannya, serta kebutuhannya. Berikan bantuan yang konkret bagi pegawai untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya dan mewujudkan impiannya. Jika pada tahap-tahap awal pegawai memiliki persepsi yang positif terhadap organisasi, maka pegawai akan cenderung memiliki kinerja yang tinggi pada tahap-tahap berikutnya.
(30)
Ciptakan kondisi agar pegawai bekerja tidak secara menoton karena rutinitas akan menimbulkan perasaan bosan bagi pegawai. Hal ini tidak baik karena akan menurunkan kinerja pegawai.
14. Promote From Within
Bila ada lowongan jabatan, sebaiknya kesempatan pertama diberikan kepada pihak internal organisasi sebelum merekrut pegawai dari luar organisasi.
15. Provide Developmental Activities
Bila organisasi membuat kebijakan untuk merekrut pegawai dari dalam sebagai prioritas maka dengan sendirinya hal itu akan memotivasi pegawai untuk terus tumbuh dan berkembang personelnya, juga jabatannya.
16. The Question of Employee Security
Bila pegawai merasa aman, baik fisik maupun psikis, maka komitmen akan muncul dengan sendirinya.
17. Commit to People First Value
Membangun komitmen pegawai pada organisasi merupakan proses yang panjang dan tidak bisa dibentuk secara instan. Oleh karena itu organisasi harus benar-benar memberikan perlakuan yang benar pada masa awal pegawai memasuki organisasi dengan demikian pegawai akan mempunyai persepsi yang positif terhadap organisasi.
(31)
Data-data tentang kebijakan, visi, misi, semboyan, filosofi, sejarah, strategi, dan lain-lain organisasi sebaiknya dibuat dalam bentuk tulisan bukan sekedar bahasa lisan.
19. Hire Right Kind Managers
Bila pimpinan ingin menanamkan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, aturan-aturan, disiplin, dan lain-lain pada bawahan, sebaiknya pimpinan sendiri memberikan teladan dalam bentuk sikap dan perilaku sehari-hari.
20. Walk The Talk
Tindakan jauh lebih efektif dari sekedar kata-kata. Bila pimpinan ingin pegawainya berbuat sesuatu maka sebaiknya pimpinan tersebut mulai berbuat sesuatu, tidak sekedar kata-kata atau berbicara.
2.3 Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan guna mencapai tujuan. Upaya ini dilakukan untuk memperbaiki kontribusi produktif para karyawan dan mengembangkan sumber daya manusia menghadapi segala kemungkinan yang terjadi akibat perubahan lingkungan. Pendidikan merupakan syarat dasar seseorang untuk dapat mengembangkan diri ke arah yang lebih maju. Melalui jenjang pendidikan seseorang dibekali dengan pengetahuan baik yang berguna untuk mendidik moral maupun jasmani seseorang. Melalui pendidikan setiap orang di harapkan mampu untuk memiliki wawasan luas dan maju untuk nantinya dapat
(32)
diterapkan pada dunia kerja. Kepandaian dalam bekerja dan kelincahan untuk menyelesaikan suatu masalah / pekerjaan adalah tujuan dari dunia pendidikan. Tingkat pendidikan pada dasarnya akan mendukung pelaksanaan tugas dalam jabatannya secara profesional, khususnya dalam upaya penerapan kerangka teori, analisis maupun metodologi pelaksanaan tugas dalam jabatannya (Sutrisno, 2009:62).
Lembaga-lembaga pendidikan merupakan salah satu sumber utama rekrutmen tenaga kerja baru, baik yang menyelenggarkan pendidikan umum maupun pendidikan kejuruan. Perlu ditekankan bahwa yang dimaksud dengan lembaga pendidikan sebagai sumber rekrutmen tenaga kerja baru adalah yang menyelenggarakan pendidikan tingkat sekolah menengah tingkat atas dan pendidikan tinggi. Pembatasan ini didasarkan kepada pemikiran bahwa lembaga-lembaga pendidikan yang menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar pada tingkat sekolah dasar meluluskan anak-anak yang belum layak diperlukan sebagai pencari lapangan kerja (Siagian, 2015:120).
Berdasarkan pendapat ahli di atas maka pendidikan yaitu teknik penguasaan teori dan keterampilan dalam memutuskan suatu permasalahan yang berguna untuk mencapai suatu tujuan. Pendidikan dalam hasil kerja berfungsi untuk menunjang setiap pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan dan menambahkan kaya ragam konseptual pengetahuan yang dipelajari selama menempuh jenjang pendidikan yang ditempuh.
2.4 Pengertian Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja adalah lamanya seseorang melaksanakan frekuensi dan jenis tugas sesuai dengan kemampuannya (Syukur, 2001:74).
(33)
Pengalaman bekerja yang dimiliki seseorang, kadang-kadang lebih dihargai daripada tingkat pendidikan yang menjulang tinggi. Pepatah klasik mengatakan,
pengalaman adalah guru yang paling baik (experience is the best of teacher).
Pengalaman bekerja merupakan modal utama seseorang untuk terjun dalam bidang tertentu. Perusahaan yang belum begitu besar omset keluaran produksinya, cenderung lebih mempertimbangkan pengalaman bekerja daripada pendidikan yang telah diselesaikannya. Tenaga kerja yang berpengalaman dapat langsung menyelesaikan tugas dan pekerjaannya. Mereka hanya memerlukan pelatihan dan petunjuk yang relatif singkat. Sebaliknya, tenaga kerja yang hanya mengandalkan latar belakang pendidikan dan gelar yang disandangnya, belum tentu mampu mengerjakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan cepat. Mereka perlu diberikan pelatihan yang memakan waktu dan biaya tidak sedikit, karena teori yang pernah diperoleh dari bangku pendidikan kadang-kadang berbeda dengan praktek di lapangan pekerjaan (Siswanto, 2002:163).
Setiap orang dalam kehidupan pekerjaannya selalu berupaya melakukan hal terbaik agar dapat menunjukkan produktivitasnya. Tetapi di dalam dunia kerja, kadang hal itu menjadi sesuatu yang sulit karena terjadi beberapa kendala dan faktor baik eksternal maupun internal sehingga dapat mengganggu kinerja seseorang. Berpindah tempat kerja dengan suasana yang berbeda, rekan kerja, gaji, keamanan kerja, komunikasi dan fasilitas menjadi suatu pengalaman berharga bagi setiap orang. Pengalaman kerja inilah yang dijadikan suatu dasar / acuan seorang karyawan dapat menempatkan diri secara tepat kondisi, berani mengambil resiko, mampu menghadapi
(34)
tantangan dengan penuh tanggung jawab serta mampu berkomunikasi dengan baik terhadap berbagai pihak untuk tetap menjaga produktivitas, kinerja dan menghasilkan individu yang kompeten dalam bidangnya (Sutrisno, 2009:158).
Pengalaman yaitu suatu pelajaran yang pernah dialami seseorang pekerja/karyawan sebelum berada di tempat kerja sekarang. Sehingga hal tersebut dipakai sebagai acuan untuk menunjukkan hal yang terbaik dalam produktivitasnya.
Penelitian menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap efek latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja pada Kinerja yang Aparat Pengawas Intern Pemerintah (Ayura, 2013). Nur Rofi, (2012) menyatakan pengaruh pengalaman kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan dimana dengan begitu diharapkan memberi pelatihan, kursus, atau pengarahan yang sifatnya membangun agar karyawan dapat bekerja secara profesionalisme. Menurut (Risca, 2010) penelitian ini dilaksanakan untuk mempertegas bahwa dukungan tingkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman mengajar guru terhadap kinerja guru, agar penelitian ini dapat digeneralisasikan pada guru-guru di sekolah. Sedangkan Zulfiki (2009) dalam hasil penelitiannya ini membuktikan bahwa variabel menyatakan tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman dan motivasi berpengaruh secara simultan dan secara parsial terhadap kinerja auditor Inspektorat.
2.5 Struktur Golongan Dan Pangkat Pada Pegawai Negeri Sipil Di Indonesia
Menurut UU No. 43 Tahun 1999 perubahan UU No. 8 Tahun 1974, Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur Negara yang bertugas memberikan
(35)
pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu diperlukan PNS yang profesional, bertanggung jawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karir dengan titik berat pada sistem prestasi kerja. Hal ini akan memberi peluang bagi PNS yang berprestasi tinggi untuk meningkatkan kemampuannya secara profesional dan berkompetisi secara sehat. Dengan demikian pengangkatan dalam jabatan di lingkungan pegawai negeri harus didasarkan pada penilaian obyektif terhadap prestasi, kompetensi dan pelatihan yang diikuti PNS.
Pegawai Negeri Sipil / PNS memiliki golongan dan pangkat masing-masing yang secara berkala dan berjenjang akan meningkat setiap 4 (empat) tahun sekali. Khusus bagi pegawai fungsional seperti guru, dokter, dokter gigi, apoteker, dan lain sebagainya yang golongannya dapat naik setiap 2 (dua) tahun sekali.
Struktur Golongan dan Pangkat PNS di Indonesia :
Golongan Ia = Pangkat Juru Muda
Golongan Ib = Pangkat Juru Muda Tingkat 1 Golongan Ic = Pangkat Juru
Golongan Id = Pangkat Juru Tingkat 1 Golongan IIa = Pangkat Pengatur Muda
Golongan IIb = Pangkat Pengatur Muda Tingkat 1 Golongan IIc = Pangkat Pengatur
(36)
Golongan IIIa = Pangkat Penata Muda
Golongan IIIb = Pangkat Penata Muda Tingkat 1 Golongan IIIc = Pangkat Penata
Golongan IIId = Pangkat Penata Tingkat 1 Golongan IVa = Pangkat Pembina
Golongan IVb = Pangkat Pembina Tingkat 1 Golongan IVc = Pangkat Pembina Utama Muda Golongan IVd = Pangkat Pembina Utama Madya Golongan IVe = Pangkat Pembina Utama.
Setiap pegawai baru yang dilantik atau diputuskan sebagai Pegawai Negeri Sipil / PNS baik di pemerintah pusat maupun daerah akan diberikan Nomor Induk Pegawai atau NIP yang berjumlah 20 dijit angka, golongan dan pangkat sesuai dengan tingkat pendidikan yang diakui sebagai mana berikut di bawah ini :
Pegawai baru lulusan SD atau sederajat = I/a Pegawai baru lulusan SMP atau sederajat = I/b Pegawai baru lulusan SMA atau sederajat = II/a Pegawai baru lulusan D1/D2 atau sederajat = II/b Pegawai baru lulusan D3 atau sederajat = II/c Pegawai baru lulusan S1 atau sederajat = III/a
Pegawai baru lulusan S2 sederajad/S1 Kedokteran/S1 Apoteker = III/b Pegawai baru lulusan S3 atau sederajat = III/c.
(37)
(1)
diterapkan pada dunia kerja. Kepandaian dalam bekerja dan kelincahan untuk menyelesaikan suatu masalah / pekerjaan adalah tujuan dari dunia pendidikan. Tingkat pendidikan pada dasarnya akan mendukung pelaksanaan tugas dalam jabatannya secara profesional, khususnya dalam upaya penerapan kerangka teori, analisis maupun metodologi pelaksanaan tugas dalam jabatannya (Sutrisno, 2009:62).
Lembaga-lembaga pendidikan merupakan salah satu sumber utama rekrutmen tenaga kerja baru, baik yang menyelenggarkan pendidikan umum maupun pendidikan kejuruan. Perlu ditekankan bahwa yang dimaksud dengan lembaga pendidikan sebagai sumber rekrutmen tenaga kerja baru adalah yang menyelenggarakan pendidikan tingkat sekolah menengah tingkat atas dan pendidikan tinggi. Pembatasan ini didasarkan kepada pemikiran bahwa lembaga-lembaga pendidikan yang menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar pada tingkat sekolah dasar meluluskan anak-anak yang belum layak diperlukan sebagai pencari lapangan kerja (Siagian, 2015:120).
Berdasarkan pendapat ahli di atas maka pendidikan yaitu teknik penguasaan teori dan keterampilan dalam memutuskan suatu permasalahan yang berguna untuk mencapai suatu tujuan. Pendidikan dalam hasil kerja berfungsi untuk menunjang setiap pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan dan menambahkan kaya ragam konseptual pengetahuan yang dipelajari selama menempuh jenjang pendidikan yang ditempuh.
2.4 Pengertian Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja adalah lamanya seseorang melaksanakan frekuensi dan jenis tugas sesuai dengan kemampuannya (Syukur, 2001:74).
(2)
Pengalaman bekerja yang dimiliki seseorang, kadang-kadang lebih dihargai daripada tingkat pendidikan yang menjulang tinggi. Pepatah klasik mengatakan, pengalaman adalah guru yang paling baik (experience is the best of teacher). Pengalaman bekerja merupakan modal utama seseorang untuk terjun dalam bidang tertentu. Perusahaan yang belum begitu besar omset keluaran produksinya, cenderung lebih mempertimbangkan pengalaman bekerja daripada pendidikan yang telah diselesaikannya. Tenaga kerja yang berpengalaman dapat langsung menyelesaikan tugas dan pekerjaannya. Mereka hanya memerlukan pelatihan dan petunjuk yang relatif singkat. Sebaliknya, tenaga kerja yang hanya mengandalkan latar belakang pendidikan dan gelar yang disandangnya, belum tentu mampu mengerjakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan cepat. Mereka perlu diberikan pelatihan yang memakan waktu dan biaya tidak sedikit, karena teori yang pernah diperoleh dari bangku pendidikan kadang-kadang berbeda dengan praktek di lapangan pekerjaan (Siswanto, 2002:163).
Setiap orang dalam kehidupan pekerjaannya selalu berupaya melakukan hal terbaik agar dapat menunjukkan produktivitasnya. Tetapi di dalam dunia kerja, kadang hal itu menjadi sesuatu yang sulit karena terjadi beberapa kendala dan faktor baik eksternal maupun internal sehingga dapat mengganggu kinerja seseorang. Berpindah tempat kerja dengan suasana yang berbeda, rekan kerja, gaji, keamanan kerja, komunikasi dan fasilitas menjadi suatu pengalaman berharga bagi setiap orang. Pengalaman kerja inilah yang dijadikan suatu dasar / acuan seorang karyawan dapat menempatkan diri secara tepat kondisi, berani mengambil resiko, mampu menghadapi
(3)
tantangan dengan penuh tanggung jawab serta mampu berkomunikasi dengan baik terhadap berbagai pihak untuk tetap menjaga produktivitas, kinerja dan menghasilkan individu yang kompeten dalam bidangnya (Sutrisno, 2009:158).
Pengalaman yaitu suatu pelajaran yang pernah dialami seseorang pekerja/karyawan sebelum berada di tempat kerja sekarang. Sehingga hal tersebut dipakai sebagai acuan untuk menunjukkan hal yang terbaik dalam produktivitasnya.
Penelitian menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap efek latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja pada Kinerja yang Aparat Pengawas Intern Pemerintah (Ayura, 2013). Nur Rofi, (2012) menyatakan pengaruh pengalaman kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan dimana dengan begitu diharapkan memberi pelatihan, kursus, atau pengarahan yang sifatnya membangun agar karyawan dapat bekerja secara profesionalisme. Menurut (Risca, 2010) penelitian ini dilaksanakan untuk mempertegas bahwa dukungan tingkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman mengajar guru terhadap kinerja guru, agar penelitian ini dapat digeneralisasikan pada guru-guru di sekolah. Sedangkan Zulfiki (2009) dalam hasil penelitiannya ini membuktikan bahwa variabel menyatakan tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman dan motivasi berpengaruh secara simultan dan secara parsial terhadap kinerja auditor Inspektorat.
2.5 Struktur Golongan Dan Pangkat Pada Pegawai Negeri Sipil Di Indonesia Menurut UU No. 43 Tahun 1999 perubahan UU No. 8 Tahun 1974, Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur Negara yang bertugas memberikan
(4)
pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu diperlukan PNS yang profesional, bertanggung jawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karir dengan titik berat pada sistem prestasi kerja. Hal ini akan memberi peluang bagi PNS yang berprestasi tinggi untuk meningkatkan kemampuannya secara profesional dan berkompetisi secara sehat. Dengan demikian pengangkatan dalam jabatan di lingkungan pegawai negeri harus didasarkan pada penilaian obyektif terhadap prestasi, kompetensi dan pelatihan yang diikuti PNS.
Pegawai Negeri Sipil / PNS memiliki golongan dan pangkat masing-masing yang secara berkala dan berjenjang akan meningkat setiap 4 (empat) tahun sekali. Khusus bagi pegawai fungsional seperti guru, dokter, dokter gigi, apoteker, dan lain sebagainya yang golongannya dapat naik setiap 2 (dua) tahun sekali.
Struktur Golongan dan Pangkat PNS di Indonesia : Golongan Ia = Pangkat Juru Muda
Golongan Ib = Pangkat Juru Muda Tingkat 1 Golongan Ic = Pangkat Juru
Golongan Id = Pangkat Juru Tingkat 1 Golongan IIa = Pangkat Pengatur Muda
Golongan IIb = Pangkat Pengatur Muda Tingkat 1 Golongan IIc = Pangkat Pengatur
(5)
Golongan IIIa = Pangkat Penata Muda
Golongan IIIb = Pangkat Penata Muda Tingkat 1 Golongan IIIc = Pangkat Penata
Golongan IIId = Pangkat Penata Tingkat 1 Golongan IVa = Pangkat Pembina
Golongan IVb = Pangkat Pembina Tingkat 1 Golongan IVc = Pangkat Pembina Utama Muda Golongan IVd = Pangkat Pembina Utama Madya Golongan IVe = Pangkat Pembina Utama.
Setiap pegawai baru yang dilantik atau diputuskan sebagai Pegawai Negeri Sipil / PNS baik di pemerintah pusat maupun daerah akan diberikan Nomor Induk Pegawai atau NIP yang berjumlah 20 dijit angka, golongan dan pangkat sesuai dengan tingkat pendidikan yang diakui sebagai mana berikut di bawah ini :
Pegawai baru lulusan SD atau sederajat = I/a Pegawai baru lulusan SMP atau sederajat = I/b Pegawai baru lulusan SMA atau sederajat = II/a Pegawai baru lulusan D1/D2 atau sederajat = II/b Pegawai baru lulusan D3 atau sederajat = II/c Pegawai baru lulusan S1 atau sederajat = III/a
Pegawai baru lulusan S2 sederajad/S1 Kedokteran/S1 Apoteker = III/b Pegawai baru lulusan S3 atau sederajat = III/c.
(6)