Studi Deskriptif tentang Derajat Kompetensi Interpersonal pada Siswa Program Akselerasi si SMA "X" Bandung.

(1)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

ABSTRAK

Penelitian ini diadakan untuk mengetahui gambaran derajat kompetensi

interpersonal pada siswa program akselerasi di SMA “X” Bandung. Penelitian

ini dilakukan terhadap seluruh siswa akselerasi baik tahun pertama maupun tahun kedua yang berjumlah 28 orang.

Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah 40 item Interpersonal Competence Questionaire (ICQ) yang dikembangkan oleh Buhrmester (1988), namun dimodifikasi oleh peneliti menjadi 50 item. Setelah melalui proses validasi item, terdapat 36 item yang valid. Di samping itu reliabilitas alat ukur ini tergolong tinggi (0,789).

Hasil penelitian yang diperoleh adalah 82,14% siswa program akselerasi memiliki derajat kompetensi interpersonal yang tinggi dan 18,86% lainnya rendah. Selain itu siswa dengan derajat kompetensi interpersonal yang tinggi 84,64% mendapatkan dukungan berelasi dari teman sebaya dan 81,84% mendapatkan dukungan berelasi dari orang tua.

Peneliti mengajukan saran agar siswa akselerasi laki-laki di SMA “X” Bandung lebih mengembangkan kemampuan dalam membuka diri. Pihak sekolah juga disarankan untuk lebih melibatkan siswa akselerasi dalam kegiatan yang dapat mengembangkan keterampilan interpersonal. Di samping itu peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian lanjutan mengenai derajat kompetensi interpersonal siswa program akselerasi dengan subjek penelitian yang jumlahnya lebih besar, misalnya dengan populasi seluruh siswa akselerasi di kota Bandung.


(2)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

ABSTRACT

This study was conducted to describe the degree of interpersonal competence on accelerated program students at senior high school "X" Bandung. The research was conducted on the entire first-year either second year students, amounting to 28 people.

In this study measuring instruments used are 40 items Interpersonal Competence Questionnaire (ICQ) developed by Buhrmester (1988), but modified by researcher to 50 items. After going through the items validation process, there were 36 valid items. In addition, the reliability of this instrument was high (0.789).

The result of this study was 82,14% accelerated program students have a high degree of interpersonal competence and 18,86% are low. In addition, students with a high degree of interpersonal competence also have 84,64% support from peers and 81,84% support from parents.

Researcher propose suggestions for the male acceleration students in senior high school "X" Bandung to develop the ability to disclose themselves. The school is also advised to involve students in activities that can develop interpersonal skills. In addition, researcher suggest that further research should be conducted regarding the degree of interpersonal competence of accelerated program students which the amount of research subjects are greater, for example the entire acceleration students population in Bandung.


(3)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR ISI

Lembar Judul Lembar Pengesahan KATA PENGANTAR ABSTRAK

ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR SKEMA DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Identifikasi Masalah... 8

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian... 9

1.3.1. Maksud Penelitian... 9

1.3.2. Tujuan Penelitian... 9

1.4. Kegunaan Penelitian... 9

1.4.1. Kegunaan Teoretis... 9

1.4.2. Kegunaan Praktis... 9

1.5. Kerangka Pemikiran... 10


(4)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kompetensi Interpersonal... 18

2.1.1. Pengertian Kompetensi Interpersonal... 18

2.1.2. Aspek-Aspek Kompetensi Interpersonal... 20

2.1.3. Penelitian tentang Kompetensi Interpersonal di Indonesia... 24

2.1.4. Manfaat Kompetensi Interpersonal... 28

2.1.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kompetensi Interpersonal... 29

2.1.6. Kompetensi Interpersonal Remaja dalam Kaitannya dengan Teman Sebaya... 31

2.2 Remaja... 33

2.2.1. Pengertian Remaja... 33

2.2.2. Batasan Usia Remaja... 35

2.2.3. Ciri-ciri Masa Remaja... 35

2.2.4. Tugas-tugas Perkembangan Remaja... 40

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian... 42

3.2. Bagan Rancangan Penelitian... 42

3.3. Variabel Penelitian, Definisi Konseptual, dan Definisi Operasional... 43

3.3.1. Variabel Penelitian... 43

3.3.2. Definisi Konseptual... 43

3.3.3. Definisi Operasional... 43


(5)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

3.4.1. Alat Ukur Kompetensi Interpersonal... 44

3.4.1.1. Prosedur Pengisian... 46

3.4.1.2. Sistem Penilaian... 46

3.4.2. Data Pribadi dan Data Penunjang... 47

3.4.3. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 48

3.4.3.1. Validitas Alat Ukur... 48

3.4.3.2. Reliabilitas Alat Ukur... 48

3.5. Populasi... 49

3.5.1. Populasi Sasaran... 49

3.5.2. Karakteristik Populasi... 49

3.6. Teknik Analisis Data... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Populasi... 51

4.2. Data Penelitian... 52

4.3. Pembahasan... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 61

5.2. Saran... 62

DAFTAR PUSTAKA... 64

DAFTAR RUJUKAN... 66 LAMPIRAN


(6)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR TABEL

3.1. Tabel kisi-kisi alat ukur kompetensi interpersonal... 45

4.1. Tabel distribusi frekuensi jenis kelamin populasi... 51

4.2. Tabel distribusi frekuensi usia populasi... 51

4.3. Tabel distribusi frekuensi periode studi populasi... 52

4.4. Tabel distribusi frekuensi derajat kompetensi interpersonal... 52

4.5. Tabel tabulasi silang antara derajat kompetensi interpersonal dengan aspek-aspek kompetensi interpersonal... 53


(7)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR SKEMA

1.1. Skema Kerangka Pemikiran... 16 3.1. Skema Rancangan Penelitian... 42


(8)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Validitas Item Alat Ukur Kompetensi Interpersonal Lampiran 2 Kisi-Kisi Kuesioner Kompetensi Interpersonal

Lampiran 3 Kuesioner Kompetensi Interpersonal

Lampiran 4 Tabulasi Silang Data Pribadi dan Data Penunjang Lampiran 5 Program Akselerasi


(9)

1

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Sejak dilahirkan, manusia telah melalui serangkaian proses pendidikan yang berlangsung tanpa henti hingga ia meninggal dunia. Pada saat ini manusia juga menganggap bahwa pendidikan memegang peranan yang penting dalam berbagai ranah kehidupan. Misalnya dalam bidang pekerjaan, terkadang latar belakang pendidikan yang telah ditempuh individu masih menjadi tolok ukur dari kualitas dan kemampuan individu dalam bekerja (id.jobsdb.com). Individu juga mengharapkan dengan tingkat pendidikan yang baik, ia dapat memperoleh pekerjaan yang baik sehingga kualitas kehidupannya semakin baik pula. Oleh sebab itu, saat ini banyak orang berlomba-lomba mencapai puncak kehidupannya melalui jalur pendidikan.

Pendidikan dapat diperoleh melalui berbagai institusi, salah satunya yaitu sekolah. Sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran menurut tingkatannya, jurusannya, dan sebagainya (KBBI, 2011). Pada saat ini sekolah dihadapkan dengan berbagai fenomena berkaitan dengan peningkatan kemampuan siswa. Salah satunya adalah fenomena siswa dengan kecerdasan akademis yang sangat tinggi. Para siswa ini memiliki daya tangkap, daya nalar, serta kelincahan berpikir yang sangat baik


(10)

2

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA dibandingkan teman-teman seusianya, sehingga suatu materi pelajaran sudah dapat dikuasainya dalam waktu singkat. Apabila para siswa berbakat ini belajar dalam kelas yang kebanyakan teman-temannya tidak secepat dirinya dalam memahami suatu pelajaran, yang sering terjadi adalah siswa tersebut akan kurang termotivasi untuk menggunakan potensi kecerdasannya secara optimal sehingga prestasi akademiknya juga menjadi kurang optimal. Fenomena ini perlu ditanggapi oleh pihak sekolah sehingga kebutuhan akan pendidikan dapat terpenuhi sesuai dengan potensi dan kemampuan siswa. Oleh sebab itu beberapa sekolah mengadakan suatu program khusus bagi anak-anak berbakat tersebut, salah satunya yaitu kelas akselerasi.

Kelas akselerasi adalah kelas percepatan pembelajaran yang disajikan kepada siswa-siswi yang memiliki kemampuan lebih atau istimewa, dengan materi-materi atau kurikulum yang padat sehingga dalam waktu dua tahun siswa telah menyelesaikan pendidikannya (Nurbayani, 2011: 3). Dasar pelaksanaan kelas akselerasi di Indonesia adalah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

tahun 1989 pasal 5 ayat 4 yang berbunyi, “Warga negara yang memiliki potensi

kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus” (Depdiknas, dalam Nurbayani, hlm. 1). Di dalam pelaksanaannya, ternyata program akselerasi masih menuai perdebatan yang alot di antara para ahli pendidikan maupun masyarakat sampai saat ini. Di satu pihak, ada kalangan yang sangat mendukung karena program ini mampu mengoptimalkan potensi akademik siswa berbakat (Prof. Wilardjo, dalam Tuhusetya, 2008) dan juga mengoptimalkan efisiensi waktu tempuh studi sehingga siswa dapat mencapai


(11)

3

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA puncak tangga karier dengan lebih cepat pula. Di pihak lain banyak juga kalangan yang menentang program akselerasi, beberapa alasan di antaranya yaitu: pada umumnya program akselerasi lebih menekankan kemampuan intelektual dan mengejar nilai semata, sehingga siswa-siswi hanya menjadi pribadi yang “book smart” atau pandai secara teoretis, tetapi kurang memiliki pengalaman dan keterampilan di dalam hidup bermasyarakat atau “street smart” (www.urbandictionary.com). Selain itu menurut Ilman Soleh (2008), guru salah satu sekolah bertaraf internasional (SBI) di Yogyakarta, padatnya jam belajar dan banyaknya muatan pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa program akselerasi kerapkali merampas hak-hak anak yang pada usianya seharusnya mengisi masa

mudanya dengan “bermain” serta berinteraksi dengan lingkungan. Akibatnya

perkembangan emosi siswa menjadi kurang optimal. Hal ini ditandai dengan berbagai tingkah laku yang menunjukkan kekurang-mampuan siswa menghargai orang lain, berempati, mengendalikan nafsu, dan lain sebagainya. Padahal untuk dapat berhasil dalam hidupnya, individu tidak hanya memerlukan kecerdasan kognitif tetapi perlu juga didukung dengan kecerdasan emosional yang memadai (Goleman, 1999).

SMA “X” merupakan salah satu sekolah favorit di kota Bandung. SMA

“X” Bandung mengadakan program akselerasi sejak tahun 2002 sampai sekarang dan telah meluluskan kurang lebih sembilan angkatan siswa akselerasi dengan rata-rata jumlah siswa sekitar 11 orang per angkatan. Setiap hari Senin sampai dengan Jumat siswa program akselerasi datang pukul 06.25 bersamaan dengan siswa regular, tetapi mereka baru dapat pulang pada pukul 15.00, sedangkan siswa


(12)

4

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA regular sudah dapat pulang pukul 13.15. Dalam satu hari siswa akselerasi mengikuti 9-10 jam pelajaran, dengan lama belajar 45 menit untuk setiap jam pelajaran, dan diselang dengan dua kali istirahat masing-masing selama 20 menit. Kemudian setelah pulang siswa diberi tugas dan paket latihan soal yang cukup

banyak, mengikuti tempo pelajaran di kelas yang juga sangat cepat. SMA “X”

Bandung menetapkan standar nilai rata-rata minimal 75 untuk setiap mata pelajaran bagi para siswa program akselerasi. Apabila siswa tidak dapat mencapai standar nilai yang telah ditetapkan selama jangka waktu enam bulan, pihak sekolah akan memindahkan siswa tersebut ke kelas regular.

Dari segi lokasi, letak kelas akselerasi di SMA ”X” Bandung terpisah dari lingkungan siswa regular, sehingga siswa terbiasa bergaul hanya dengan teman-teman akselerasi lainnya. Sejak tahun 2010 sampai sekarang calon siswa-siswi akselerasi diharuskan memilih program akselerasi sejak mendaftarkan diri di

SMA “X”, sehingga siswa-siswi yang lulus seleksi akan langsung masuk ke kelas

akselerasi tanpa merasakan suasana belajar di kelas regular. Hal ini juga berpengaruh terhadap interaksi siswa akselerasi dengan siswa regular. Berdasarkan wawancara singkat dengan seorang siswa dari program regular, dirinya seringkali menilai siswa akselerasi sebagai siswa yang “kurang pergaulan” dan tidak asyik diajak bergaul. Sementara itu siswa akselerasi sendiri cukup enggan bergaul dengan siswa regular karena takut tidak sepaham dan dianggap paling pintar dalam segala hal.

Siswa akselerasi SMA “X” dihadapkan dengan dua tuntutan yang harus


(13)

5

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA yang cemerlang. Di sisi yang lain kebutuhan bergaul juga menjadi hal yang penting. Dengan bergaul seorang remaja dapat mencapai hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya, baik pria maupun wanita. Hal ini merupakan salah satu tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (Hurlock, 1980). Siswa-siswi akselerasi di SMA “X” juga menghayati hal serupa berkaitan dengan pergaulan. Berdasarkan survei awal terhadap 10 orang siswa program akselerasi, 10 siswa (100%) menyatakan bahwa pergaulan merupakan hal yang penting. Kesepuluh siswa menyatakan hal yang serupa karena didasari oleh beberapa alasan, di antaranya: 4 siswa (40%) menyatakan bahwa mereka membutuhkan orang lain / tidak dapat hidup sendiri, 3 siswa (30%) menyatakan bahwa seberapa luas koneksi seseorang menjadi faktor penentu keberhasilan dalam dunia kerja kelak, 1 siswa (10%) menyatakan bahwa pergaulan dapat menumbuhkan sikap saling tolong menolong, 1 siswa (10%) menyatakan bahwa pergaulan dapat membangun karakter / jati diri seseorang, serta 1 siswa (10%) tidak memberikan alasan.

Dari kesepuluh siswa tersebut semuanya menyatakan bahwa teman dekatnya selama berada di sekolah hanyalah teman-teman sekelasnya. Di dalam berhubungan dengan teman sekelas, terkadang siswa-siswi akselerasi menemukan beberapa masalah interaksi yang menonjol, di antaranya: 8 siswa (80%) mengeluhkan tentang masalah egoisme, 5 siswa (50%) mengeluhkan tentang masalah komunikasi (seperti ketidak-sepahaman, “tidak nyambung”, lambat mengerti, dan sebagainya), dan 3 siswa (30%) mengeluhkan tentang masalah


(14)

6

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA kemunafikan (seperti berbuat baik hanya karena ada maunya, berbohong untuk menutupi kesalahan diri sekaligus menjatuhkan orang lain, dan sebagainya).

Pada saat berinteraksi dengan orang lain, siswa akselerasi memerlukan kemampuan untuk menciptakan hubungan yang sehat. Kemampuan inilah yang disebut kompetensi interpersonal. Menurut Buhrmester (1988) kompetensi interpersonal adalah kemampuan untuk membangun dan memelihara hubungan interpersonal yang dekat sehingga dapat memenuhi kebutuhan sosial dan juga memfasilitasi pemenuhan kebutuhan individual. Kompetensi yang tinggi dalam menjalin hubungan intepersonal dapat dilihat dari lima aspek berikut.

Aspek yang pertama adalah kemampuan untuk berinisiatif dalam membina suatu hubungan. Melalui aspek ini ingin diketahui seberapa besar usaha siswa akselerasi untuk memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan dengan orang lain atau lingkungan sosial yang lebih luas. Dari survei awal yang telah dilakukan diperoleh data bahwa 6 siswa (60%) akan berinisiatif untuk berkenalan atau memperkenalkan diri, 2 siswa (20%) akan diam saja, dan 2 siswa (20%) akan melihat-lihat keadaan sebelum memperkenalkan diri pada saat ada orang yang belum dikenal di suatu lingkungan.

Aspek yang kedua adalah kemampuan dalam membuka diri. Dari aspek ini ingin diketahui seberapa jauh siswa akselerasi bersedia mengungkapkan informasi yang bersifat pribadi pada orang lain dalam hubungan interpersonal. Berdasarkan survei awal, 7 siswa (70%) lebih sering membicarakan hal-hal yang bersifat umum (seperti: idola, peristiwa, pelajaran, hobi dan kegemaran), sedangkan 3 siswa (30%) lebih sering menceritakan hal-hal yang bersifat pribadi (seperti:


(15)

7

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA rahasia, perasaan, masalah, keburukan diri sendiri atau orang lain) pada saat sedang bercengkerama dengan teman dekat.

Aspek yang ketiga adalah kemampuan untuk bersikap asertif. Melalui aspek ini ingin diketahui seberapa kuat siswa akselerasi mempertahankan hak-hak pribadi serta mengemukakan gagasannya dengan cara yang sesuai dan dapat diterima oleh orang lain. Dari survei awal, pada saat siswa akselerasi melihat perbuatan yang tidak disukai dari temannya, 5 siswa (50%) akan langsung menegur perbuatan temannya itu, 4 siswa (40%) tidak berani menegur, dan 1 siswa (10%) akan melihat-lihat keadaan sebelum menegur temannya.

Aspek yang keempat adalah kemampuan dalam memberikan dukungan emosional. Dari aspek ini ingin diketahui seberapa besar usaha siswa akselerasi dalam mengekspresikan perhatian, kesabaran, dan simpati kepada orang lain. Berdasarkan survei awal, 10 siswa (100%) akan mencoba menghibur, menenangkan, serta membantu teman yang sedang tertekan atau mengalami kesulitan.

Aspek yang kelima adalah kemampuan dalam mengatasi konflik yang muncul. Melalui aspek ini ingin diketahui seberapa besar usaha siswa akselerasi dalam menyusun suatu penyelesaian masalah sehingga tidak memperburuk hubungan dengan orang lain. Dari survei awal, pada saat siswa akselerasi sedang memiliki masalah dengan orang lain 5 siswa (50%) akan cenderung untuk membiarkan masalah itu sehingga belum terselesaikan sampai sekarang, sedangkan 2 siswa (20%) akan berusaha menyelesaikannya dengan memberi nasihat atau pengertian kepada temannya, 1 siswa (10%) akan meminta maaf, 1


(16)

8

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA siswa (10%) akan memberikan tekanan mental seperti menghasut teman-teman sekelasnya agar tidak berhubungan dengan teman tersebut, dan 1 siswa (10%) tidak memberikan respon atas pertanyaan ini.

Berdasarkan gambaran survei awal tersebut terdapat beberapa aspek kompetensi interpersonal yang belum optimal, seperti pada aspek kemampuan membuka diri, bersikap asertif, dan mengatasi konflik. Padahal kemampuan tersebut juga dibutuhkan oleh siswa akselerasi bukan hanya untuk jenjang pendidikan saat ini, melainkan juga untuk jenjang pendidikan selanjutnya hingga mereka hidup bermasyarakat. Apabila kemampuan interpersonal ini tidak dioptimalkan pada masanya, lambat laun siswa akselerasi akan cenderung menarik diri dari kehidupan pergaulan dan pada akhirnya setelah beranjak dewasa siswa akselerasi tidak dapat mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperolehnya untuk memajukan masyarakat. Oleh karena hal ini-lah peneliti tertarik untuk meneliti derajat kompetensi interpersonal pada siswa program

akselerasi di SMA “X” Bandung.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimanakah derajat kompetensi interpersonal pada siswa program akselerasi di SMA “X” Bandung.


(17)

9

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud Penelitian

Untuk memperoleh gambaran tentang derajat kompetensi interpersonal pada siswa program akselerasi di SMA “X” Bandung.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai gambaran derajat kompetensi interpersonal pada siswa program akselerasi di SMA “X” Bandung dan kaitannya dengan faktor-faktor lain yang memengaruhi.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis

1. Memberikan informasi mengenai gambaran derajat kompetensi interpersonal siswa program akselerasi bagi bidang ilmu Psikologi Sosial, Perkembangan, maupun Pendidikan.

2. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai kompetensi interpersonal dan program akselerasi dalam pendidikan.

1.4.2. Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada kepala sekolah SMA “X” Bandung untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan strategi yang tepat dalam membimbing siswa-siswi program akselerasi mengembangkan kemampuan-kemampuan interpersonal yang belum optimal.


(18)

10

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 2. Informasi ini dapat pula digunakan untuk membantu guru BK

di SMA “X” Bandung dalam menentukan langkah konkret dan

melaksanakan kegiatan pengembangan kemampuan interpersonal siswa program akselerasi.

3. Informasi ini juga dapat menjadi masukan bagi siswa program akselerasi di SMA “X” Bandung tentang kemampuan-kemampuan interpersonal yang tinggi maupun yang rendah, sehingga para siswa dapat lebih mengenal dirinya dan lebih terpacu untuk mengembangkan kemampuan interpersonal yang belum optimal dalam berinteraksi dengan lingkungan.

1.5. Kerangka Pemikiran

Masa remaja merupakan fase perkembangan yang penting karena individu mengalami peralihan dari masa kanak-kanak (childhood) menuju masa dewasa

(adulthood). Di dalam tahap transisi ini individu masih membawa pola perilaku

dan sikap dari tahap sebelumnya, namun individu juga tidak dapat memungkiri bahwa di dalam dirinya muncul keinginan untuk mencoba gaya hidup yang berbeda, serta menentukan pola perilaku, nilai-nilai, dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya. Hal ini menyebabkan ketidakjelasan status dan keraguan akan peran yang dijalankan individu, lalu pada akhirnya individu menghayati masa ini sebagai masa penuh masalah dan gejolak.

Seorang remaja menghadapi tugas-tugas perkembangan yang khas pada rentang usianya. Menurut Havighurst (Hurlock, 1980), tugas perkembangan


(19)

11

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA seorang remaja terdiri dari: (1) mencapai peran sosial sebagai seorang pria atau wanita, (2) mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya, baik pria maupun wanita, (3) menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif, (4) mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya, (5) mempersiapkan karier ekonomi untuk masa yang akan datang, (6) mempersiapkan perkawinan dan keluarga, dan (7) memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan berperilaku dan mengembangkan ideologi.

Salah satu tugas perkembangan remaja yaitu mengembangkan hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, merupakan tugas yang penting untuk dipenuhi pada masanya karena pada masa ini remaja banyak menerima pengaruh dari lingkungan, terutama lingkungan teman sebaya. Remaja yang berhasil memenuhi tugas perkembangan ini akan mampu mencapai kemandirian emosional, mampu mengembangkan hubungan yang lebih intim dengan lawan jenis, serta lebih terampil dalam berinteraksi di dalam masyarakat. Sedangkan remaja yang gagal memenuhinya akan cenderung menarik diri dalam berinteraksi dengan masyarakat, sulit mengembangkan hubungan intim dengan lawan jenis, serta memiliki ketergantungan emosional yang terlalu tinggi terhadap figur yang signifikan. Untuk dapat memenuhi tugas perkembangan ini, pada umumnya seorang remaja akan lebih banyak menjalin hubungan interpersonal dengan teman sebaya.

Kemampuan untuk membangun dan memelihara hubungan interpersonal yang dekat sehingga dapat memenuhi kebutuhan sosial dan memfasilitasi


(20)

12

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA pemenuhan kebutuhan individual inilah yang kemudian disebut sebagai kompetensi interpersonal (Buhrmester, 1988). Kemampuan ini dapat diukur melalui aspek-aspek tugas interpersonal, yaitu: (1) kemampuan untuk berinisiatif dalam membina suatu hubungan, (2) kemampuan dalam membuka diri, (3) kemampuan untuk bersikap asertif, (4) kemampuan dalam memberikan dukungan emosional, dan (5) kemampuan dalam mengatasi konflik yang muncul.

Kemampuan berinisiatif dalam membina suatu hubungan adalah kemampuan siswa untuk memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan sosial yang lebih luas. Siswa program akselerasi dengan derajat kompetensi interpersonal yang tinggi memiliki keberanian untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu kepada orang yang belum dikenal, berani meminta atau mengusulkan kepada teman untuk melakukan suatu aktivitas bersama-sama, serta berani menawarkan suatu hal yang terlihat menarik dan atraktif kepada teman. Sedangkan siswa dengan kompetensi interpersonal yang rendah cenderung takut untuk mulai memperkenalkan diri kepada orang yang belum dikenal, hanya menjadi pengikut dari kegiatan-kegiatan yang dicetuskan oleh teman, serta lebih senang mengerjakan banyak hal sendirian daripada harus berinteraksi dengan teman.

Kemampuan untuk membuka diri (self-disclosure) adalah kemampuan siswa untuk terbuka kepada orang lain dalam relasi interpersonal. Siswa program akselerasi dengan kompetensi interpersonal yang tinggi pada tahap hubungan tertentu akan bersedia memberikan informasi yang bersifat pribadi mengenai dirinya, seperti masalah pribadi, rahasia, atau kekurangan diri kepada temannya.


(21)

13

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Sedangkan siswa dengan kompetensi interpersonal yang rendah mudah merasa curiga dan tidak percaya kepada teman, lebih senang memendam sendiri permasalahan pribadi daripada menceritakannya kepada teman, berusaha menutup-nutupi perasaan yang sedang dialami, atau justru membesar-besarkan kelebihan diri untuk menutupi kelemahan diri dan agar lebih disegani oleh teman.

Kemampuan untuk bersikap asertif adalah kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi, mengemukakan gagasan dan keyakinannya secara jujur dengan cara yang sesuai dan dapat diterima. Siswa program akselerasi dengan kompetensi interpersonal yang tinggi memiliki keberanian untuk menegur teman yang tidak menepati janji, berani menolak ajakan teman yang bertentangan dengan nilai-nilai dirinya, serta berani menyatakan ketidaksenangan atau ketidaksetujuannya ketika teman memperlakukan siswa atau teman lain dengan sewenang-wenang. Sedangkan siswa dengan kompetensi interpersonal yang rendah akan cenderung membiarkan teman sekelasnya mengambil hak-hak pribadi siswa atau teman lain, tidak berani berkata tidak ketika diajak melanggar aturan, serta ketika melihat kesalahan teman sudah keterlaluan, siswa hanya mencari aman dengan tetap bungkam daripada harus berurusan dengan teman.

Kemampuan untuk memberikan dukungan emosional adalah kemampuan untuk mengekspresikan perhatian, kesabaran, dan simpati kepada orang lain yang sedang dalam keadaan tertekan atau bermasalah. Siswa program akselerasi dengan kompetensi interpersonal yang tinggi akan mampu mendengarkan keluh kesah teman dengan sabar dan penuh empati, turut membantu memberikan alternatif dalam mengatasi masalah, serta memberikan semangat kepada teman yang sedang


(22)

14

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA mengalami kegagalan. Sedangkan siswa dengan kompetensi interpersonal yang rendah akan cenderung tidak peduli dengan permasalahan teman dan tidak berusaha mencari alternatif untuk mengatasi masalah temannya, senang melihat kegagalan temannya dan secara tidak langsung semakin memojokkan kondisi temannya melalui perkataan, serta pada saat teman menceritakan masalahnya siswa tidak mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan siswa justru ingin supaya pembicaraan dengan temannya cepat berakhir.

Kemampuan mengatasi konflik yang muncul adalah kemampuan untuk menyusun suatu penyelesaian masalah dan mempertimbangkan kembali penilaian atas suatu masalah sehingga dapat meredakan ketegangan. Siswa program akselerasi dengan kompetensi interpersonal yang tinggi memiliki niat dan akan berusaha mencari cara terbaik dalam menyelesaikan masalah dengan teman, bersedia meminta maaf terlebih dahulu, mampu melihat persoalan dari sudut pandang lain, dan tidak melakukan suatu perbuatan yang justru akan memicu konflik yang semakin memburuk dengan temannya. Sedangkan siswa dengan kompetensi interpersonal yang rendah akan cenderung membiarkan permasalahan dengan temannya berlarut-larut tanpa diselesaikan dengan cara yang baik, siswa justru akan terus memelihara permusuhan dan tetap melihat permasalahan dari sudut pandang dirinya sendiri, sehingga siswa menganggap bahwa dirinya-lah yang benar dan tidak pernah meminta maaf kepada temannya.

Kompetensi interpersonal dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu jenis kelamin, dukungan dari orang tua, dan dukungan dari teman sebaya. Menurut Buhrmester (1996) pria lebih kompeten dalam kemampuan yang berbentuk instrumental


(23)

15

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

behavior, yaitu kemampuan berinisiatif dalam membina suatu hubungan dan

bersikap asertif. Sedangkan wanita lebih kompeten dalam kemampuan yang berbentuk expressive behavior, yaitu kemampuan memberikan dukungan emosional, kemampuan membuka diri, serta kemampuan menyelesaikan konflik yang muncul dalam suatu hubungan.

Pola relasi antara orang tua dengan anak juga memengaruhi kompetensi interpersonal yang dimiliki siswa. Orang tua yang memberikan dukungan kepada siswa dalam bergaul dengan teman-temannya sehingga memperoleh kesempatan untuk bergaul dalam lingkungan sosial, akan membuat siswa cenderung memiliki kompetensi interpersonal yang tinggi. Sedangkan orang tua yang kurang mendukung siswa untuk berelasi sosial membuat siswa tidak memperoleh kesempatan untuk membina hubungan yang lebih dekat lagi dengan teman-temannya, sehingga kompetensi interpersonal siswa cenderung menjadi rendah.

Dukungan teman sebaya juga tak dapat diabaikan dalam menumbuhkan kompetensi interpersonal siswa. Milen (dalam Strage, 1999) menemukan bahwa penerimaan dari teman sebaya dalam pergaulan akan berdampak terhadap anak. Teman sebaya yang hangat dan suportif dapat meningkatkan rasa percaya diri anak dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Dalam hal ini, siswa program akselerasi dengan teman sebaya yang memberikan keleluasaan untuk saling berinteraksi memiliki kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan perkembangan sosial, emosi, dan lebih mudah membina hubungan interpersonal. Sebaliknya siswa dengan teman sebaya yang dingin, individualis, serta membatasi terjadinya interaksi akan membuat siswa cenderung takut untuk memulai


(24)

16

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA interaksi, lalu siswa menjadi pasif dalam berinteraksi, dan pada akhirnya siswa akan menarik diri dari pergaulan. Hal tersebut dapat menghambat perkembangan sosial siswa sehingga derajat kompetensi interpersonalnya cenderung menjadi rendah.

Uraian kerangka pemikiran pada halaman-halaman sebelumnya dapat digambarkan secara singkat melalui skema berikut:

Skema 1.1. Kerangka Pemikiran

1.6. Asumsi

1. Setiap siswa akselerasi memiliki kelima aspek kompetensi interpersonal dalam diri mereka, yaitu kemampuan berinisiatif, kemampuan membuka diri, kemampuan bersikap asertif, kemampuan memberikan dukungan emosional, dan kemampuan mengatasi konflik yang muncul dalam hubungan interpersonal.

Kompetensi Interpersonal:

- Kemampuan berinisiatif

- Kemampuan membuka diri

- Kemampuan bersikap asertif

- Kemampuan memberikan dukungan emosional

- Kemampuan mengatasi konflik Faktor-faktor yang

memengaruhi: 1. Jenis kelamin 2. Dukungan orangtua 3. Dukungan teman sebaya

Rendah Tinggi Siswa Program Akselerasi SMA “X” Bandung Tugas perkembangan remaja


(25)

17

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 2. Perbedaan kompetensi interpersonal pada siswa akselerasi tersebut

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor jenis kelamin, dukungan dari orang tua, dan dukungan dari teman sebaya.

3. Pada siswa program akselerasi, terdapat siswa yang memiliki kompetensi interpersonal yang tinggi dan juga yang memiliki kompetensi yang rendah.


(26)

61

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data terhadap 28 siswa program akselerasi

di SMA “X” Bandung, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1) Sebagian besar (82,14%) siswa program akselerasi di SMA “X” Bandung memiliki derajat kemampuan yang tinggi dalam membangun dan memelihara hubungan interpersonal yang dekat.

2) Berdasarkan jenis kelamin, siswa laki-laki memiliki kemampuan yang tinggi dalam keempat aspek kompetensi interpersonal, kecuali pada aspek membuka diri. Sedangkan siswa perempuan memiliki kemampuan yang tinggi dalam kelima aspek kompetensi interpersonal.

3) Sebagian besar (84,64%) siswa dengan derajat kompetensi interpersonal yang tinggi memperoleh dukungan membina relasi interpersonal dari teman sebaya.

4) Sebagian besar (81,84%) siswa dengan derajat kompetensi interpersonal yang tinggi memperoleh dukungan membangun relasi interpersonal dari orang tuanya.


(27)

62

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, masih banyak ditemukan kekurangan dan keterbatasannya. Oleh karena itu peneliti mengajukan beberapa saran praktis, diantaranya:

1) SMA “X” Bandung tetap melanjutkan program akselerasi.

2) Siswa program akselerasi laki-laki perlu mengembangkan kemampuan dalam membuka diri. Kemampuan ini dapat dikembangkan dengan membentuk kelompok belajar maupun diskusi.

3) Pihak sekolah mengadakan program yang dapat mengembangkan keterampilan interpersonal para siswa program akselerasi, misalnya dengan melibatkan siswa akselerasi mengikuti perlombaan akademis maupun non-akademis di luar sekolah.

Selain itu peneliti mengajukan beberapa saran teoretis untuk menjadi bahan kajian untuk penelitian selanjutnya, diantaranya:

1) Melakukan pengkajian secara mendalam tentang fenomena masalah yang khas pada subjek penelitian, dalam hal ini siswa program akselerasi di

SMA “X” Bandung.


(28)

63

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 3) Melakukan penelitian lanjutan mengenai korelasi antara jenis kelamin dengan derajat kompetensi interpersonal pada siswa program akselerasi di SMA “X” Bandung.

4) Melakukan penelitian lanjutan mengenai korelasi antara dukungan orang tua dengan derajat kompetensi interpersonal pada siswa program akselerasi di SMA “X” Bandung.

5) Melakukan penelitian lanjutan mengenai perbedaan derajat kompetensi interpersonal antara siswa program akselerasi dengan siswa program regular di SMA “X” Bandung.

6) Melakukan penelitian lanjutan mengenai kemungkinan aspek-aspek yang lebih tepat maupun faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi derajat kompetensi interpersonal, khususnya pada siswa program akselerasi maupun pada siswa program-program khusus lainnya.

7) Melakukan penelitian lanjutan mengenai derajat kompetensi interpersonal pada siswa program akselerasi secara khusus di kota Bandung, sehingga memperoleh gambaran yang lebih utuh dan menyeluruh.


(29)

64

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Reni. 2004 dan Hawadi (Ed). Akselerasi. Jakarta: PT. Gramedi Widia Sarana Indonesia.

Bennis, W. G., dkk. 1968. Interpersonal Dynamics. Homewood, Illinois: The Dorsey Press.

Buhrmester, D., Furman, W., Witenberg, M., & Reis, H. 1988. Five Domains of Interpersonal Competence in Peer Relationships. Journal of Personality

and Social Psychology, Vol. 55, No. 6, 991-1008.

Calhoun, J.F., & Accocella, J.R. 1990. Psychology od Adjustment and Human

Relations. (Edisi Ketiga). New York: McGraw Hill Publishing Company.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

DeVito, J. A. 1996. The Interpersonal Communications Book (Seventh Edition). New York: Harper Collins College Publishers.

Feldman, J.M. 1999. Four Questions About Human Social Behavior. In J. Adamopoulos & Y. Kashima (Editrs.) Social Psychology and Cultural

Context: Essays in Honor of Harry C. Triandis. New York: Sage

Goleman, D. 1999. Working with Emotional Intelligence. London: Bloomsbury Publishing.

Grasha, A. F. 1987. Practical Application of Psychology. London: Scott, Foresman and Company.

Gunarsa, S. D. & Gunarsa, Y. S. D. 1988. Psikologi Perkembangan Anak dan

Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Hill, C.A. 1991. Seeking Emotional Support: The Influence of Affiliative Need and Partner. Journal of Personality and Social Psychology, 1: 112-121. Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan

Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga

Indonesia.

Kerlinger, Fred N. 1986. Asas-asas Penelitian Behavioral Edisi Ketiga. Terjemahan Gadjah Mada University Press. 1990. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press


(30)

65

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology: A Step-By-Step Guide For

Beginners. London : SAGE Publications Ltd.

Monks, F. J, et al. 1992, Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Munandar, S. C. U. 1999. Kreativitas & Keberbakatan Strategi Mewujudkan

Potensi Kreatif & Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nazir, Mohammad. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Pikunas. J. 1976. Human Development: An Emergent Science. Tokyo: McGrawHill Kogakusha.

Santrock, John. W. 1998. Adolescence, Seventh Edition. New York: Mc. GrawHill Companies Inc.

________________ 2004. Life Span Development. Jakarta : Erlangga Indonesia. Sears, D. O., Freedman, J.L., & Peplau, L. A. 1991. Psikologi Sosial. Terjemahan

M. Adryanto & S. Sokresno. Jakarta: Airlangga.

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Strage, Amy A. 1999. Social and Academic Integration and College Success: Similarities and Differences as a Function of Ethnicity and Family Educational Background. College Student Journal, Vol. 33, Issue 2, 198.


(31)

66

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR RUJUKAN

Apollo. 2010. Hubungan Antara Peran Jenis dengan Kompetensi Interpersonal

Pada Remaja. Jurnal Widya Warta No. 01 Tahun XXXIV, 23-38.

Astuti, Pudji. 2005. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Kompetensi Interpersonal

dengan Teman Sebaya pada Siswa Kelas I di SMA “X” Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Hanya Berkutat pada Tataran Kognitif. 2010. (Online), ( http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=65492, diakses pada tanggal 22 Januari 2011)

Idrus, Muhammad. 2007. Hubungan Antara Teman Sebaya dengan Kompetensi

Interpersonal Mahasiswa. Karya Ilmiah. Yogyakarta: Fakultas Psikologi

dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia.

Nurbayani, Siti. 2010. Program Percepatan Kelas (Akselerasi) Bagi Siswa yang

Memiliki Kemampuan Unggul. Karya Ilmiah. Bandung: Universitas

Pendidikan Indonesia.

Soleh, Ilman. 2008. Quovadis Akselerasi di Tingkat Pendidikan Dasar. (Online), (http://buah-penaku.blogspot.com/, diakses pada tanggal 4 April 2011) Tuhusetya, Sawali. 2008. Kelas Unggulan dan Akselerasi, Sebuah Tragedi.

(Online), ( http://sawali.info/2008/01/02/kelas-unggulan-dan-akselerasi-sebuah-tragedi/, diakses pada tanggal 22 Januari 2011)

Witono, Eko. 2010. Akselerasi dalam Dunia Pendidikan? Mungkinkah? (Online), (http://www.facebook.com/eko.witono, diakses pada tanggal 22 Januari 2011)


(1)

61 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data terhadap 28 siswa program akselerasi di SMA “X” Bandung, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1) Sebagian besar (82,14%) siswa program akselerasi di SMA “X” Bandung memiliki derajat kemampuan yang tinggi dalam membangun dan memelihara hubungan interpersonal yang dekat.

2) Berdasarkan jenis kelamin, siswa laki-laki memiliki kemampuan yang tinggi dalam keempat aspek kompetensi interpersonal, kecuali pada aspek membuka diri. Sedangkan siswa perempuan memiliki kemampuan yang tinggi dalam kelima aspek kompetensi interpersonal.

3) Sebagian besar (84,64%) siswa dengan derajat kompetensi interpersonal yang tinggi memperoleh dukungan membina relasi interpersonal dari teman sebaya.

4) Sebagian besar (81,84%) siswa dengan derajat kompetensi interpersonal yang tinggi memperoleh dukungan membangun relasi interpersonal dari orang tuanya.


(2)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, masih banyak ditemukan kekurangan dan keterbatasannya. Oleh karena itu peneliti mengajukan beberapa saran praktis, diantaranya:

1) SMA “X” Bandung tetap melanjutkan program akselerasi.

2) Siswa program akselerasi laki-laki perlu mengembangkan kemampuan dalam membuka diri. Kemampuan ini dapat dikembangkan dengan membentuk kelompok belajar maupun diskusi.

3) Pihak sekolah mengadakan program yang dapat mengembangkan keterampilan interpersonal para siswa program akselerasi, misalnya dengan melibatkan siswa akselerasi mengikuti perlombaan akademis maupun non-akademis di luar sekolah.

Selain itu peneliti mengajukan beberapa saran teoretis untuk menjadi bahan kajian untuk penelitian selanjutnya, diantaranya:

1) Melakukan pengkajian secara mendalam tentang fenomena masalah yang khas pada subjek penelitian, dalam hal ini siswa program akselerasi di SMA “X” Bandung.


(3)

63

3) Melakukan penelitian lanjutan mengenai korelasi antara jenis kelamin dengan derajat kompetensi interpersonal pada siswa program akselerasi di SMA “X” Bandung.

4) Melakukan penelitian lanjutan mengenai korelasi antara dukungan orang tua dengan derajat kompetensi interpersonal pada siswa program akselerasi di SMA “X” Bandung.

5) Melakukan penelitian lanjutan mengenai perbedaan derajat kompetensi interpersonal antara siswa program akselerasi dengan siswa program regular di SMA “X” Bandung.

6) Melakukan penelitian lanjutan mengenai kemungkinan aspek-aspek yang lebih tepat maupun faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi derajat kompetensi interpersonal, khususnya pada siswa program akselerasi maupun pada siswa program-program khusus lainnya.

7) Melakukan penelitian lanjutan mengenai derajat kompetensi interpersonal pada siswa program akselerasi secara khusus di kota Bandung, sehingga memperoleh gambaran yang lebih utuh dan menyeluruh.


(4)

64

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Sarana Indonesia.

Bennis, W. G., dkk. 1968. Interpersonal Dynamics. Homewood, Illinois: The Dorsey Press.

Buhrmester, D., Furman, W., Witenberg, M., & Reis, H. 1988. Five Domains of Interpersonal Competence in Peer Relationships. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 55, No. 6, 991-1008.

Calhoun, J.F., & Accocella, J.R. 1990. Psychology od Adjustment and Human Relations. (Edisi Ketiga). New York: McGraw Hill Publishing Company. Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

DeVito, J. A. 1996. The Interpersonal Communications Book (Seventh Edition). New York: Harper Collins College Publishers.

Feldman, J.M. 1999. Four Questions About Human Social Behavior. In J. Adamopoulos & Y. Kashima (Editrs.) Social Psychology and Cultural Context: Essays in Honor of Harry C. Triandis. New York: Sage

Goleman, D. 1999. Working with Emotional Intelligence. London: Bloomsbury Publishing.

Grasha, A. F. 1987. Practical Application of Psychology. London: Scott, Foresman and Company.

Gunarsa, S. D. & Gunarsa, Y. S. D. 1988. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Hill, C.A. 1991. Seeking Emotional Support: The Influence of Affiliative Need and Partner. Journal of Personality and Social Psychology, 1: 112-121. Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan

Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga Indonesia.

Kerlinger, Fred N. 1986. Asas-asas Penelitian Behavioral Edisi Ketiga. Terjemahan Gadjah Mada University Press. 1990. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press


(5)

65

Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology: A Step-By-Step Guide For Beginners. London : SAGE Publications Ltd.

Monks, F. J, et al. 1992, Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Munandar, S. C. U. 1999. Kreativitas & Keberbakatan Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif & Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nazir, Mohammad. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Pikunas. J. 1976. Human Development: An Emergent Science. Tokyo: McGrawHill Kogakusha.

Santrock, John. W. 1998. Adolescence, Seventh Edition. New York: Mc. GrawHill Companies Inc.

________________ 2004. Life Span Development. Jakarta : Erlangga Indonesia. Sears, D. O., Freedman, J.L., & Peplau, L. A. 1991. Psikologi Sosial. Terjemahan

M. Adryanto & S. Sokresno. Jakarta: Airlangga.

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Strage, Amy A. 1999. Social and Academic Integration and College Success: Similarities and Differences as a Function of Ethnicity and Family Educational Background. College Student Journal, Vol. 33, Issue 2, 198.


(6)

66

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Pada Remaja. Jurnal Widya Warta No. 01 Tahun XXXIV, 23-38.

Astuti, Pudji. 2005. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Kompetensi Interpersonal dengan Teman Sebaya pada Siswa Kelas I di SMA “X” Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Hanya Berkutat pada Tataran Kognitif. 2010. (Online),

(http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=65492, diakses pada tanggal 22 Januari 2011)

Idrus, Muhammad. 2007. Hubungan Antara Teman Sebaya dengan Kompetensi Interpersonal Mahasiswa. Karya Ilmiah. Yogyakarta: Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia.

Nurbayani, Siti. 2010. Program Percepatan Kelas (Akselerasi) Bagi Siswa yang Memiliki Kemampuan Unggul. Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Soleh, Ilman. 2008. Quovadis Akselerasi di Tingkat Pendidikan Dasar. (Online), (http://buah-penaku.blogspot.com/, diakses pada tanggal 4 April 2011) Tuhusetya, Sawali. 2008. Kelas Unggulan dan Akselerasi, Sebuah Tragedi.

(Online), (http://sawali.info/2008/01/02/kelas-unggulan-dan-akselerasi-sebuah-tragedi/, diakses pada tanggal 22 Januari 2011)

Witono, Eko. 2010. Akselerasi dalam Dunia Pendidikan? Mungkinkah? (Online), (http://www.facebook.com/eko.witono, diakses pada tanggal 22 Januari 2011)