Studi Kasus Mengenai Coping Process pada Orang Tua dari Penderita Skizofrenia di Bandung.

(1)

-i-

Universitas Kristen Maranatha

Abstrak

Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui mengenai coping process pada orangtua dari penderita skizofrenia di Kota Bandung. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah berupa studi kasus. Subjek dalam penelitian ini berjumlah dua orang, yaitu kasus NS dan TN yang merupakan perempuan dewasa madya atau ibu dari penderita skizofrenia.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan alat ukur utama berupa wawancara yang menggunakan kerangka wawancara semi terstruktur dan dengan alat bantu tape recorder.

Alat ukur yang digunakan berupa kerangka wawancara yang dibuat oleh peneliti berdasarkan teori coping stress dari Lazarus (1984) yang disesuaikan dengan situasi yang dapat dihadapi oleh subjek penelitian. Untuk tingkat kepercayaan terhadap kerangka wawancara, peneliti menggunakan pemeriksaan dari dua orang ahli yaitu dari bidang pendidikan dan praktisi psikologi. Data yang diperoleh diolah melalui teknik koding untuk mendapatkan tema dan dinamika dari coping process.

Berdasarkan hasil analisis data, maka didapatkan bahwa dari kedua kasus, terdapat pola yang khas yang menyertai kedua kasus yaitu di mana dalam berespon selalu diiringi dengan trial dan error dalam hal penanganan cara medis dan alternatif. Selain itu, terdapat faktor dari segi ekonomi yang memiliki pengaruh besar terhadap penanganan dari orangtua penderita skizofrenia.


(2)

Universitas Kristen Maranatha Abstract

This research was conducted aim to find out about the coping process of the parents of schizophrenics in Bandung. Research design that researcher used in this study is case study. Subjects in this study is two people, case of NS and TN which are middle adult women or mothers of schizophrenics.

The study was conducted using qualitative methods using main tool of interviews using semi-structured guide interview with help by tape recorder.

The guide interview is made by researcher based on stress coping theory by Lazarus (1984) which adapted into situation faced by the subjects. Researcher also used expert’s help to check the guide interview. The expert are from two different field : education and psychology practitioners. The data obtained were processed through coding technique to get dynamics of the coping process.

Based on the results of data analysis, it was found from the two cases, there are distinctive patterns that accompany both cases, is trial and error in the handling of medical and alternative ways.Besides, researcher found that economic factor have a n influence to coping strategy of parents of schizophrenics.


(3)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR SKEMA ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 9

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1 Maksud Penelitian ... 10

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 10

1.4Kegunaan Penelitian... 10

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 10

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 11

1.5Kerangka Pikir ... 11


(4)

Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stress ... 20

2.1.1 Pengertian Stress ... 20

2.1.2 Penilaian Kognitif ... 22

2.1.3 Coping ... 27

2.2 Skizofrenia ... 38

2.2.1 Definisi Skizofrenia ... 38

2.2.2 Prevalensi Skizofrenia ... 41

2.2.3 Gejala Serangan Skizofrenia ... 41

2.2.4 Ciri-ciri Utama Skizofrenia ... 44

2.2.5 Sub Tipe Skizofrenia ... 50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1Rancangan Penelitian ... 54

3.2Skema Rancangan Penelitian ... 55

3.3Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 55

3.3.1 Variabel Penelitian... 55

3.3.2 Definisi Operasional ... 55

3.4 Alat Ukur ... 56

3.4.1 Wawancara ... 56

3.4.2 Data Penunjang ... 57


(5)

Universitas Kristen Maranatha

3.6 Teknik Analisis Data ... 58

3.7 Validitas dan reliabilitas alat ukur... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 62

4.2 Kasus NS ... 63

4.3 Kasus TN ... 79

4.4 Perbandingan Kasus NS dan TN ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 97

5.2 Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 100

DAFTAR RUJUKAN ... 101 LAMPIRAN


(6)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Tabel gambaran kedua subjek penelitian ... 62 Table 4.2 Tabel wawancara dengan NS ... 64 Tabel 4.3 Tabel wawancara dengan TN ... 80


(7)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR SKEMA

Skema 1.1 Skema Kerangka Pikir ... 18 Skema 3.1 Skema Rancangan Penelitian ... 55


(8)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 – Letter of Consent ... (1)

LAMPIRAN 2 – Kerangka Wawancara ... (3)

LAMPIRAN 3 – Jadwal Kegiatan Pengambilan Data ... (7)

LAMPIRAN 4 – Hasil Wawancara (Verbatim dan Koding) NS ... (8)


(9)

-1-

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai tingkah laku manusia. Pengetahuan di bidang psikologi secara khas digunakan untuk melihat dan menindaklanjuti masalah kesehatan mental, serta memahami dan menyelesaikan masalah-masalah di berbagai bidang yang berbeda dalam aktivitas manusia. Salah satu contoh dalam hal ini adalah konseling yang dapat dilakukan di sekolah, keluarga, maupun perusahaan.

Salah satu bidang kajian dari psikologi adalah Psikologi Klinis. Area psikologi klinis mengintegrasikan ilmu pengetahuan, teori, dan praktik untuk memahami, memprediksi, serta mengurangi maladjustment, disability, dan discomfort dalam rangka meningkatkan penyesuaian diri manusia, adjustment, dan personal development (APA,2011).

Di Indonesia sendiri terdapat berbagai permasalahan yang mucul dan dapat memicu gangguan psikis, diantaranya masih kurangnya sumber daya manusia pencipta lapangan kerja, sementara hal ini tidak berimbang dengan jumlah pencari kerja (Burhani, 2010). Hal ini menyebabkan meningkatnya kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat, misalnya pengangguran yang meningkat atau kurang mampunya seseorang dalam


(10)

-2-Universitas Kristen Maranatha menyesuaikan diri di masyarakat dapat memicu munculnya stres, tekanan, depresi, dan dapat juga mengganggu mental individu sampai dengan tingkat yang berat, misalnya muncul perilaku-perilaku abnormal.

Salah satu bentuk gangguan jiwa atau mental yang abnormal adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah satu nama umum untuk sekelompok reaksi psikotis yang dicirikan dengan pengunduran atau pengurungan diri, gangguan pada kehidupan emosional dan afektif, dan bergantung pada tipe serta adanya halusinasi, delusi, tingkah laku negativistis, dan kemunduran atau kerusakan yang progresif (Chaplin, 1981).

Skizofrenia merupakan gangguan psikologis yang paling berhubungan dengan pandangan populer tentang gila atau sakit mental. Hal ini seringkali menimbulkan rasa takut, kesalahpahaman, dan penghukuman, bukannya simpati dan perhatian. Skizofrenia menyerang jati diri seseorang, memutus hubungan yang erat antara pemikiran dan perasaan serta mengisinya dengan persepsi yang terganggu, ide yang salah, dan konsepsi yang tidak logis (Nevid, Rathus, & Greene, 2003).

Episode akut dari skizofrenia ditandai dengan waham, halusinasi, pikiran yang tidak logis, pembicaraan yang tidak koheren, dan perilaku yang aneh. Di antara episode-episode akut, orang yang mengalami skizofrenia tetap tidak dapat berpikir secara jernih dan kehilangan respon emosional yang sesuai terhadap orang-orang dan peristiwa-peristiwa dalam hidupnya. Mereka berbicara dengan nada yang mendatar dan menunjukkan sedikit ekspresi, apabila ada (Mandal,


(11)

-3-Universitas Kristen Maranatha Pandey, & Prasad, 1998 dalam Nevid, Rathus, & Greene, 2003). Mereka pun gagal untuk berfungsi sesuai peran yang diharapkan sebagai pelajar, pekerja, pasangan, dan keluarga serta komunitas mereka menjadi kurang toleran terhadap perilaku mereka yang menyimpang. (Keith, Regier, & Rae, 1991 dalam Nevid, Rathus, & Greene, 2003).

Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2011), skizofrenia mempengaruhi sekitar 24 juta orang yang menyebar di seluruh dunia, di mana skizofrenia tidak mengenal batasan gender, kelompok sosial ekonomi, lokasi geografis, status pendidikan, kasta dan komunitas. Skizofrenia yang merupakan suatu bentuk gangguan jiwa yang parah mempengaruhi sekitar 7 orang dari 1000 populasi orang dewasa, terutama pada kelompok usia 15-35 tahun. Studi populasi dari Skizofrenia di seluruh dunia telah menunjukkan laju dari kejadian adalah 0.1 sampai 0.4 per 1000 populasi setiap tahunnya (WHO, 2006). Dapat juga dilihat bahwa jumlah dari kasus-kasus skizofrenia baru sebagian besar seimbang dengan daerah dan budaya lainnya.

Peningkatan angka kejadian skizofrenia juga berbanding lurus dengan peningkatan jumlah populasi penduduk. Persentase dari penderita skizofrenia di Indonesia sendiri diperkirakan sebanyak 2,5% dari total penduduk indonesia (Sigit, 2001) dengan jumlah sekitar 5.150.000 orang pada tahun 2000 dan 5.940.000 orang pada tahun 2010. Selain itu, pelayanan yang diberikan dalam penanganan terhadap kesehatan jiwa pun kurang berkembang. Di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, tercatat sebanyak 90% dari penderita skizofrenia tidak


(12)

-4-Universitas Kristen Maranatha mendapatkan penanganan yang tepat. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan ini semakin berkembang sehingga perlu mendapat perhatian.

Dengan keterbatasan yang dimiliki oleh seorang penderita skizofrenia, mereka membutuhkan bantuan orang lain untuk dapat memenuhi kebutuhannya dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Bantuan ini bisa didapatkan di dalam keluarga maupun orang lain dalam keluarga. Seseorang yang memberikan perhatian untuk orang lain yang sakit atau orang yang tidak mampu disebut caregiver (http//caregiver.org). Perhatian tersebut diberikan kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan, bahkan biasanya orang tersebut bergantung pada caregiver-nya.

Caregiver sendiri dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu caregiver formal dan caregiver informal (http//caregiver.org). Caregiver formal adalah individu yang menerima bayaran untuk memberikan perhatian, menyediakan kebutuhan fisik, maupun bantuan atau kenyamanan, serta perlindungan dan pengawasan terhadap individu lain. Contoh dari caregiver formal adalah perawat yang bekerja di rumah sakit jiwa, wisma, atau panti yang menampung penderita kelainan jiwa. Caregiver informal adalah caregiver yang menyediakan bantuan pada individu lain yang memiliki hubungan pribadi dengannya, seperti hubungan keluarga, teman, ataupun tetangga. Pengertian caregiver informal ini dapat disamakan dengan caregiver keluarga.

Keluarga inti, yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak, adalah orang-orang yang pada umumnya tinggal bersama dan memiliki hubungan saling


(13)

-5-Universitas Kristen Maranatha melindungi dan saling menyayangi satu sama lain. Hubungan ini tentu saja tidak terelakkan lagi karena terikat oleh pertalian darah. Di antara hubungan dalam keluarga inti, terdapat salah satu yang signifikan yaitu hubungan antara orangtua dan anaknya.

Menurut penelitian, mayoritas caregiver skizofrenia adalah orangtua diikuti oleh saudara kandung dan pasangan. Penelitian ini juga menjelaskan mayoritas caregiver skizofrenia adalah wanita yang berumur 41-60 tahun (Djamiko,2005) dan diatas 50 tahun (Irawati,2005) atau orang-orang yang berada pada rentang umur dewasa madya. (Djamiko,2005 dan Irawati,2005 dalam Nadya, 2009)

Sekarang ini, orang tua juga menjadi semakin terlibat dalam penanganan anaknya yang merupakan penderita skizofrenia. Walaupun tanggung jawab tersebut bisa menjadi tantangan bagi para orang tua, namun orang tua sering dilaporkan mengalami perasaan-perasaan berupa terbebani dan kesulitan dalam menghadapi situasi ini. Perasaan ini dapat mempengaruhi strategi orang tua dalam mengatasi stressnya. (St-Hilaire, Hill, Docherty, 2007)

Ketika seorang anggota di dalam suatu keluarga menderita skizofrenia maka akan juga mempengaruhi peran dari anggota-anggota di dalam keluarga tersebut. Hal ini disebabkan oleh perubahan kepribadian dan ketidaksesuaian sosial yang berat pada penderita skizofrenia (Sadock&Sadock, 2003). Pengaruh yang dialami seumur hidup terhadap finansial, sosial dan emosional yang dimiliki


(14)

-6-Universitas Kristen Maranatha oleh individu penderita skizofrenia memiliki pengaruh yang signifikan pada keluarga mereka. (Brady, Mccain, 2005).

Orangtua dari penderita skizofrenia tersebut dapat secara langsung terpengaruh secara emosi maupun fisik dikarenakan perilaku dari penderita skizofrenia tersebut. Penderita skizofrenia mungkin akan melakukan ancaman fisik terhadap orangtuanya sendiri, seperti memukul, melempar dengan barang, dan sebagainya. Menghadapi ancaman fisik dan penganiayaan yang dilakukan oleh penderita skizofrenia terhadap orangtuanya, mungkin saja akan berpengaruh secara emosi, misalnya meninggalkan perasaan yang terluka (Wolfson, 2007). Ditambah lagi dengan gagalnya individu penderita skizofrenia tersebut untuk berinteraksi dalam lingkungan secara normal yang akan membuat individu tersebut tidak bisa bekerja sehingga keluarga mereka akan menghadapi beban yang berat.

Terdapat pandangan dari masyarakat umum di mana masih ada unsur stigma dan diskriminasi yang cukup kental terjadi dalam masyarakat Indonesia. Banyak yang masih menyangka bahwa penyakit ini adalah akibat dari salah didik orangtua, berbahaya, tidak bisa disembuhkan, dan identik dengan retardasi mental, sehingga masyarakat cenderung mengucilkan individu yang menderita skizofrenia. Padahal sesungguhnya dukungan sosial pada masa ini sangat dibutuhkan bagi keluarga yang salah satu anggota keluarganya menderita skizofrenia. (Irmansyah, 2003)


(15)

-7-Universitas Kristen Maranatha Berbagai masalah harus dihadapi oleh orangtua dari individu penderita skizofrenia, mulai dari kebingungan melihat anaknya yang berubah, mencari berbagai alternatif penyembuhan sebelum akhirnya datang ke psikiater, sampai stigmatisasi dari masyarakat. Beban dan penderitaan keluarga serta ketidaktahuan mereka dalam menghadapi gejala yang timbul akan melahirkan sikap dan emosi yang keliru dan berdampak negatif pada diri mereka sendiri. Biasanya orangtua dari individu penderita skizofrenia tersebut menjadi emosional, bahkan bersikap bermusuhan dan tidak menunjukkan sikap hangat yang dibutuhkan oleh orangtuanya yang penderita skizofrenia. (Sadock&Sadock, 2003).

Ketika orangtua dari individu penderita skizofrenia ini dihadapkan pada berbagai tuntutan dan stressor yang mengancam dalam kesehariannya, maka hal ini akan sangat mempengaruhi kepribadiannya di masa yang akan datang. Dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang dihadapi, orangtua dari penderita skizofrenia perlu suatu cara untuk menanggulangi stresnya atau yang dikenal dengan coping.

Coping-process merupakan perubahan yang konstan dari upaya kognitif dan tingkah laku, untuk mengelola tuntutan eksternal dan internal yang dinilai sebagai beban atau sebagai sesuatu yang menghabiskan atau melampaui sumber daya individu atau membahayakan keberadaan dan kesejahteraannya (Lazarus, Folkman, 1984). Orangtua dari individu penderita skizofrenia akan berupaya dalam mengubah pemikiran maupun tingkah laku untuk mengatasi hambatan yang dialami sehubungan dengan anaknya. Dalam menghadapi situasi yang berkaitan dengan anaknya, orangtua dapat menggunakan dua bentuk coping tergantung dari


(16)

-8-Universitas Kristen Maranatha penilaian orangtua dan situasi yang ada yaitu emotion-focused form of coping, yang berpusat pada emosi maupun menggunakan problem-focused form of coping, yang berpusat pada masalah.

Berdasarkan data survei awal yang diperoleh dari hasil wawancara semi terstruktur dengan dua orang orangtua dari individu penderita skizofrenia, didapatkan data-data sebagai berikut. Subjek pertama mengungkapkan bahwa pada saat menjalani kehidupannya dengan tinggal bersama orangtua yang menderita skizofrenia, banyak gejolak emosional yang muncul, mulai dari marah, jengkel, kesal, ingin mengamuk, dan sebagainya. Selain itu terdapat rasa malu pula terhadap teman dan masyarakat sekitar. Hal ini ditambah pula dengan adanya ancaman terhadap fisik mereka sewaktu-waktu dan tidak terduga. Hal ini membuat individu mengalami tekanan. Di dalam proses menghadapi tekanan tersebut, dimulai dengan menyangkal keberadaan anaknya sendiri dan tidak ingin dikenalkan terhadap orang lain. Namun seiring berjalannya waktu subjek kemudian menerima keadaan ini menjadi bagian dari kehidupannya dan ketika tekanan itu muncul kembali subjek menghadapinya dengan mengendalikan emosi. Subjek juga merasa dengan banyaknya pengalaman ini, pengendalian emosi mereka menjadi semakin baik, hal ini juga dikarenakan toleransi mereka terhadap perilaku abnormal itu sendiri.

Subjek kedua mengungkapkan pula adanya gejolak emosional yang muncul, terutama rasa marah dan malu terhadap tetangga di sekitar. Gejolak emosional ini muncul terus menerus pada saat menghadapi tingkah laku dari anaknya. Namun, hal yang membuat subjek paling merasa tertekan adalah beban


(17)

-9-Universitas Kristen Maranatha finansial yang harus ditanggung oleh subjek. Subjek pun berespon dengan mengatakan tidak bisa menerima keadaan dan berharap untuk tidak tinggal bersama dengan penderita skizofrenia, dan dalam tingkah lakunya tetap menghindari hubungan dengan penderita skizofrenia. Tingkah laku menghindar ini membuat subjek jarang melakukan kontak dengan anaknya.

Berdasarkan fakta-fakta, literatur dan survei awal yang telah dipaparkan di atas, peneliti ingin meneliti dan melihat lebih lanjut mengenai strategi penanggulangan stress dari orangtua penderita skizofrenia. Oleh karena itu peneliti memilih judul penelitian “Studi Kasus mengenai Coping process pada Orangtua dari Individu dengan Skizofrenia di Kota Bandung” dan berharap penelitian ini dapat berguna dari segi akademis maupun segi praktisnya, di mana pada penelitian ini ingin menyoroti coping process pada orangtua dari individu penderita skizofenia, dan dapat menemukan fenomena yang menarik dari orangtua dari individu penderita skizofrenia.

1.2Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui mengenai coping process pada orangtua penderita skizofrenia di kota Bandung dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.


(18)

-10-Universitas Kristen Maranatha

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh dan mendapatkan gambaran mengenai coping process pada orangtua penderita skizofrenia di kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh dan mendapatkan gambaran mengenai dinamika dari coping process dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada orangtua penderita skizofrenia di kota Bandung.

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : a. Bidang Akademik

Memberikan informasi yang memperkaya bidang keilmuan kepada seluruh civitas akademika, khususnya yang berada di lingkungan Psikologi Klinis mengenai coping process pada orangtua dari individu penderita skizofrenia

b. Bidang Penelitian

Memberikan masukan, pertimbangan, referensi dan ajakan bagi peneliti lain, khususnya dalam bidang psikologi klinis untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan coping process pada orangtua dari individu penderita skizofrenia.


(19)

-11-Universitas Kristen Maranatha

1.4.2 Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak, antara lain: - Memberikan informasi kepada lembaga-lembaga yang berkaitan dengan

bidang klinis atau yang langsung menangani penderita skizofrenia, agar dapat melakukan langkah yang tepat untuk keluarga, khususnya orangtua dari penderita skizofrenia.

- Memberikan informasi kepada keluarga, khususnya kepada orangtua dari penderita skizofrenia sehingga dapat diberikan konseling atau ditindaklanjuti apabila diperlukan.

1.5Kerangka Pemikiran

Menjadi orangtua dari penderita skizofrenia mengakibatkan tekanan yang berbeda-beda pada masing-masing subjek dalam hal penerimaan maupun dalam hal realisasinya. Dampak-dampak yang disebabkan karena memiliki orangtua individu penderita skizofrenia diantaranya seperti ketakutan akan ancaman fisik maupun psikologis yang dapat ditimbulkan dari penderita skizofrenia, adanya stigmatisasi dan diskriminasi dari masyarakat sekitar dan rasa malu terhadap masyarakat sekitar, konflik peran, dan juga bagaimana dinamika antara karakteristik individu dan orangtua individu penderita skizofrenia akan menimbulkan dampak bagi orangtua itu sendiri.

Ketakutan akan ancaman fisik dapat berupa perasaan khawatir akan dipukul atau diserang sewaktu-waktu. Selain itu, ancaman psikologis berupa perasaan tertekan di mana keadaan tidak berjalan sesuai dengan apa yang


(20)

-12-Universitas Kristen Maranatha diharapkan oleh individu, selain itu muncul gejolak emosional seperti rasa marah, sedih, darikecewa dikarenakan perilaku dari anaknya. Dinamika yang terjadi dapat menimbulkan keadaan menjadi semakin memburuk maupun membaik.

Kasuya, Polgar-Bailey, dan Takeuchi (2000) menyatakan anggota keluarga biasanya menerima tanggung jawab untuk memberikan perhatian bagi kerabatnya yang menderita penyakit kronis, misalnya skizofrenia. Biasanya keluarga melakukannya karena alasan emosional dan ekonomi bukan karena mereka memang mampu atau merasa nyaman dengan jenis perawatan yang harus diberikan (Kasuya, Polgar-Bailey, & Takeuchi, 2000). Mereka biasanya diharapkan menjalankan peran tanpa memperhatikan konsekuensi emosional, fisik, dan keuangan yang mungkin terjadi.

Gangguan juga ditemukan pada orang tua dari anak dengan gangguan spektrum skizofrenia maupun depresif. Orang tua digambarkan mengalami hambatan dalam kehidupan keluarga mereka, hubungan dengan orang lain, waktu luang, dan fungsi kerja. Gangguan maternal yang cukup signifikan diasosiasikan dengan ketidakhadiran hubungan intim dan kekronisan anak. (Asarnow, Horton, 1990)

Masalah-masalah yang dihadapi ini disebut dengan personal stressor, di mana stressor mempengaruhi secara individual dari orangtua individu penderita skizofrenia, dapat atau tidak dapat diprediksi, akan tetapi memiliki pengaruh kuat dan membutuhkan upaya coping yang cukup besar dari individu tersebut. Di samping itu, masalah ini juga dapat menjadi background stressor bagi individu,


(21)

-13-Universitas Kristen Maranatha mengingat bahwa orangtua menjadi bagian dari keluarga yang dapat menjadi masalah sehari-hari dalam kehidupan.

Walaupun stressor berdampak kecil namun apabila berlangsung terus menerus, dapat menyebabkan iritasi dan menimbulkan stress negatif pada individu (Lazarus, Folkman, 1984). Apabila orangtua dari individu penderita skizofrenia gagal menyelesaikan ataupun mencari bantuan dalam mengatasi stressor ini, maka dapat menyebabkan kerusakan yang berjangka waktu lebih lama.

Masalah-masalah ini, yaitu stigma, rasa malu, ancaman terhadap fisik, emosional dan sebagainya akan dinilai oleh orangtua individu penderita skizofrenia lewat proses penilaian kognitif, yaitu primary appraisal, di mana orangtua dari individu penderita skizofrenia akan menilai apakah peristiwa tersebut mengancam kesejahteraannya. Orangtua dari individu penderita skizofrenia akan mengambil keputusan apakah masalah yang menimpanya adalah kejadian yang tidak relevan (irrelevant), positif-tidak berbahaya (benign-positive), atau menimbulkan stress (stressful).

Orangtua dari individu penderita skizofrenia menilai kejadian tidak relevan apabila melihatnya sebagai kejadian yang tidak mengganggu keberadaannya, tidak bertentangan dengan norma, kebutuhan, dan komitmennya. Penilaian positif tidak berbahaya akan diberikan apabila hasil dari kejadian dinilai oleh orangtua individu penderita skizofrenia ditafsirkan positif, yaitu bila memelihara atau memperbaiki kesejahteraan individu. Penilaian ini akan ditandai dengan emosi yang menyenangkan seperti gembira, senang, tenang.


(22)

-14-Universitas Kristen Maranatha Ketika orangtua dari individu yang menderita skizofrenia menilai bahwa hal ini menimbulkan stress (stressful) bagi dirinya, maka individu akan mengkategorikan masalah ini menjadi harm/loss, threat, atau challenge. Ketika dianggap sebagai harm/loss, maka orangtua dari individu penderita skizofrenia akan mengalami kehancuran harga diri, baik sosial ataupun personal atau kehilangan sesuatu yang berharga. Orangtua individu penderita skizofrenia yang melihat masalah sebagai threat, mengalami emosi negatif seperti cemas, takut, dan marah, namun situasi yang dihadapi masih dapat diantisipasi dan belum benar-benar terjadi. Sedangkan ketika masalah dilihat oleh orangtua dari penderita skizofrenia sebagai challenge, maka akan memungkinkan mobilisasi untuk melakukan coping. Hal inilah yang akan turut menentukan derajat stress pada orangtua dari penderita skizofrenia.

Tidak hanya sampai di sana, akan ada penilaian kedua yang dinamakan secondary appraisal, di mana orangtua dari individu penderita skizofrenia akan melakukan evaluasi akan sumber-sumber yang dimiliki dalam mengatasi stress dalam hubungannya dengan stigma, rasa malu, ancaman psikis dan emosional yang dihadapinya, apa yang mungkin dan dapat dilakukan dari setiap masalah yang dihadapi. Hal ini menyangkut penilaian orangtua dari individu penderita skizofrenia akan pilihan coping, kemungkinan apa yang dicapai dari coping yang dipilih, serta kemungkinan bahwa individu dapat menggunakan suatu coping tertentu atau serangkaian coping yang efektif. Penilaian ini sangat penting bagi terbentuknya mekanisme coping dan penyesuaian terhadap penderita skizofrenia yang merupakan orangtuanya.


(23)

-15-Universitas Kristen Maranatha Setelah dilakukan penilaian sekunder (secondary appraisal), orangtua dari individu penderita skizofrenia akan mengeluarkan respon coping yang merupakan strategi penanggulangan stress yang terbagi ke dalam 2 jenis, yaitu problem-focused form of coping yang terfokus pada masalah dan emotion-problem-focused form of coping yang terfokus pada emosi.

Adapun ketika dilakukan problem solving, upaya yang muncul dapat berupa reaksi agresif untuk mengubah keadaan atau dengan melakukan usaha-usaha tertentu yang bertujuan mengubah keadaan diikuti pendekatan analitis dalam menyelesaikan masalah, misalnya dengan mencari pengobatan yang tepat dan perawatan yang seharusnya dilakukan oleh individu serta keluarga yang bersangkutan.

Sedangkan respon emotional regulation yang muncul dapat berupa bereaksi dengan dukungan dari pihak luar, bereaksi dengan menumbuhkan kesadaran akan perannya dalam permasalahan yang dihadapinya sekarang serta berusaha mendudukkan segala sesuatu sebagaimana mestinya, tidak melibatkan diri dalam permasalahan, misalnya bersikap tidak peduli akan permasalahan saudaranya, melakukan regulasi yang baik dalam perasaan maupun tindakan, menghindar dan melarikan diri dari masalah yang sedang dihadapi, dan menciptakan makna positif dalam diri yang bertujuan untuk pengembangan diri termasuk hal-hal yang bersifat religius, misalnya dengan berpikir bahwa semua hal pasti ada hikmahnya.

Dalam melakukan strategi dan berespon terhadap stress, terdapat faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan strategi coping, di antaranya adalah


(24)

-16-Universitas Kristen Maranatha faktor internal dan eksternal. Faktor internal di antaranya adalah coping style yang biasanya subjek gunakan. Faktor eksternal di antaranya sumber-sumber nyata seperti uang dan waktu, besarnya dukungan dari lingkungan sosial terhadap individu, dan stressor lain dalam kehidupan individu seperti peristiwa besar dalam hidup, misalnya perceraian orangtua atau peristiwa sehari-hari dalam kehidupan individu. Faktor-faktor diatas akan menentukan strategi dari orangtua penderita skizofrenia untuk problem solving maupun emotional regulation.

Ketika dilakukan coping ini, akan ada penilaian yang mengikuti penilaian sebelumnya yang disebut dengan reappraisal, di mana reappraisal akan menunjukkan perubahan yang terjadi karena didasari oleh masuknya informasi baru baik yang bersumber dari lingkungan, yang dapat menahan atau memperkuat tekanan bagi orangtua dari individu penderita skizofrenia. Apabila jenis coping tersebut tidak sesuai dengan situasi yang ada, maka coping dapat dikatakan tidak efektif dan individu akan mencari jalan lain atau berespon kembali terhadap stres tersebut.

Orangtua dari individu penderita skizofrenia dalam menghadapi masalahnya akan mengikuti mekanisme coping tertentu berdasarkan pengalamannya dan akan melakukan penyesuaian. Hal ini akan berdampak pada hasil akhir dari coping. Apabila coping efektif, maka akan menyebabkan psychological functioning, namun ketika coping tidak efektif, maka akan menyebabkan psychological distress. Psychological functioning adalah di mana mental individu dapat berfungsi secara normal, sedangkan keadaan psychological distress adalah keadaan dimana mental individu penuh tekanan dan gejolak


(25)

-17-Universitas Kristen Maranatha emosional. Ketika coping tidak mengubah keadaan menjadi lebih baik ataupun buruk, individu akan kembali pada aktivitasnya yang sebelumnya.

Untuk lebih jelas mengenai alur pemikiran peneliti, dapat dilihat pada skema kerangka pemikiran di halaman selanjutnya


(26)

-1-

Universitas Kristen Maranatha 1.1 Skema kerangka berpikir

Primary Appraisal Situasi yang dihadapi

oleh Orangtua dari Penderita Skizofrenia -Stigma, rasa malu -Ancaman terhadap fisik

-Ancaman Emosional -Tanggung jawab

Jenis Coping:

- Emotion-focused form of coping - Problem-focused form of coping Orangtua dari penderita

skizofrenia (yang memiliki peran signifikan dalam penanganan anaknya)

Coping Responses Faktor yang mempengaruhi :

-Eksternal

Sumber-sumber nyata Dukungan sosial

Stressor kehidupan yang lain -Internal

Coping style yang biasa digunakan Coping Outcomes :

-Psychological functioning -Resumption of usual activities -Psychological distress Derajat Stress Secondary Appraisal Reappraisal Person factor


(27)

-19-Universitas Kristen Maranatha

1.6Asumsi

1. Derajat stress pada orangtua dari individu penderita skizofrenia berbeda-beda tergantung penghayatan mereka terhadap sejumlah perubahan lingkungan yang mereka nilai sebagai tuntutan atau mungkin melebihi coping resources yang dimilikinya.

2. Penilaian kognitif terdiri dari penilaian primer (primary appraisal), penilaian sekunder (secondary appraisal), dan reappraisal yang dipengaruhi oleh faktor-faktor.

3. Keadaan stress yang dimiliki orangtua dari individu penderita skizofrenia memiliki intensitas yang berbeda-beda karena penilaian kognitif terhadap situasi dan sumber-sumber coping yang berbeda pula.

4. Terdapat dua jenis coping dilihat dari konsentrasinya, yaitu problem-focused form of coping dan emotion-focused form of coping. 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan respon coping terdiri dari faktor internal, yaitu coping style yang biasa digunakan

dan faktor eksternal yang terdiri dari sumber-sumber nyata, dukungan sosial, stressor kehidupan yang lain.

6. Efektifitas dari coping yang dilakukan oleh orangtua dari individu penderita skizofrenia tergantung bagaimana kesesuaian antara jenis coping dan situasi.


(28)

-97-

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan daripada hasil penelitian, maka dapat ditarik suatu gambaran umum mengenai coping process pada orangtua penderita skizofrenia di kota Bandung dengan kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat pola yang khas yang menyertai kedua kasus. Pola tersebut adalah yang pertama upaya untuk melibatkan penanganan secara medis dan pengobatan alternatif. Apabila penanganan secara medis tidak efektif maka subjek akan beralih ke pengobatan alternatif. Sebaliknya apabila pengobatan alternatif tidak membuahkan hasil maka subjek akan kembali ke penanganan secara medis. Mengingat pula tingkat kesembuhan anak dari subjek yang tidak bisa diprediksi dan ketidakjelasan akan kemungkinan sembuhnya anak, membuat para orang tua dari penderita skizofrenia mencoba berbagai alternatif yang ada yang diharapkan dapat menolong kesembuhan dari anak mereka. Faktor ekonomi juga menjadi hal yang berpengaruh besar terhadap apa yang akan dilakukan berkaitan dengan situasi yang dihadapi oleh orang tua daari penderita skizofrenia.

2. Dalam kasus NS, dinamika dari proses coping yang ada pada awalnya tidak membawa perubahan yang berarti bahkan terkadang menjadi lebih buruk,


(29)

-98-Universitas Kristen Maranatha karena tujuannya mengubah kondisi anak yang menderita skizofrenia, namun ketika coping diarahkan untuk mengubah pemikiran dan cara pandang seluruh keluarga, hal tersebut membawa perubahan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.

3. Dalam kasus NT, dinamika dari proses coping yang dilakukan pada awalnya, membuat situasi semakin bertambah buruk, dengan penanganan yang kurang tepat dan dipengaruhi oleh sumber-sumber coping yang belum tersedia dan constraint baik berupa personal maupun tingkat ancaman yang parah, hal ini membuat orang tua semakin di bawah tekanan, khususnya menonjolnya rasa takut sehingga terdapat sebuah titik di mana mereka hanya pasrah dan merasa tidak berdaya, hingga adanya social support yang mendukung ke arah yang lebih baik.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoretis

1. Penelitian ini lebih banyak mengungkapkan tentang faktor situasional yang mempengaruhi stress dan coping stress dari orang tua penderita skizofrenia. Penelitian selanjutnya diharapkan membahas lebih dalam mengenai personal factors yang secara teoritis juga memberikan kontribusi terhadap stress dan coping stress dari orang tua penderita skizofrenia.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk memahami dinamika proses coping dari orang tua penderita skizofrenia, sehingga dapat


(30)

-99-Universitas Kristen Maranatha memperkaya pokok bahasan mengenai strategi penanggulangan stress yang dilakukan oleh orang tua penderita skizofrenia.

5.2.2. Saran Praktis

1. Bagi subjek penelitian, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai umpan balik untuk memahami pola penanggulangan stress yang mereka lakukan serta efektivitas dari penerapan pola tersebut sehingga mereka dapat memberikan respon yang tepat dalam menghadapi kondisi yang dialami oleh anaknya yang menderita skizofrenia

2. Bagi para profesional seperti perawat, psikolog klinis, psikiater, dan pekerja sosial yang terlibat dalam penanganan kasus skizofrenia, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam menangani kasus serupa khususnya yang berhubungan dengan keterlibatan orang tua dari penderita.


(31)

-100-

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Kazuya, R., Polgar-Baley, P. & Takeuchi, R. 2000. Caregiver burden and burnout. A guide for primacy care physicians. Postgraduate Medicine.

Lazarus, R.S., Folkman, S. 1984 Stress, Appraisal, and Coping. Springer Publishing Company.

Moleong, L.J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nasution, S. 1996. Metode Penelitian Naturalistik- Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nazir, Moh. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Nevid, J.S., Rathus, S.A., Greene, B. 2005. Psikologi Abnormal: Edisi ke 5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Nietzel, M.T., Bernstein, D.A., Milich, R. 1998. Introduction to Clinical Psychology: Fifth Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Poerwandari, K. 2001. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3).

Santrock, John W. 2007. Life Span Development, Perkembangan Masa Hidup (5th Edition). Jakarta : Penerbit Erlangga.

Strauss, Anselm. 1990. Basics of Qualitative Research. California : Sage Publications, Inc.

Taylor, Shelley E. 1999. Health Psychology : 4th Edition. Singapore : McGraw Hill International.

Yin, Robert. 2003. Case Study Research :Design and Methods : 3rd Edition . California : Sage Publications, Inc.


(32)

-101-

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

American Psychologist Association. About clinical psychology. (online). (htt p://www.apa.org/divisions/div12/aboutcp.html, diakses 12 Maret 2011) Asarnow, Horton. 1990. Coping and stress in families of child psychiatric

inpatients: parents of children with depressive and schizophrenia spectrum disorders. (online). (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub med/224 9496, diakses 30 september 2011)

Badan Pusat Statistik. 2001. Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010. (online). (http://www.bps.go.id/tab_sub/vi ew.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=12&notab=1, diakses 13 Maret 2011)

Brady, N., Mccain, G.C. 2005. Living with Schizophrenia : A Family Perspective. (online). (http://www.medscape.com/viewarticle/499269, diakses 11 Nopember 2010)

Burhani, Ruslan. 2010. Indonesia Kekurangan Manusia Pencipta Lapangan Kerja. (online). (http://antaranews.com/berita/1291937001/indonesia-kekuranga n-manusia-pencipta-lapangan-kerja, diakses 13 Maret 2011)

Irmansyah. 2003. Faktor Genetika pada Skizofrenia. Kompas. (online) (http://www.unisosdem.org/kliping_detail.php?aid=3220&coid=1&caid= 56, diakses 10 September 2010)

Sigit, Gaib M. 2001. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia : Wadah untuk Penderita Skizofrenia. (online). (http://www.pdpersi.co.id/?show=detailn ews&kode=694&tbl=cakrawala, diakses 15 Maret 2011)

St-Hilaire, Hill, Docherty. 2007. Coping in parents of schizophrenia patients with differing degrees of familial exposure to psychosis. (online). (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17632250, diakses 30 September 2011)

Widyanti, Irma Nadya. 2009. Gambaran kebahagiaan dan karakteristik positif (strength and virtue) pada wanita dewasa madya yang menjadi caregiver informal penderita skizofrenia. Skripsi : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Wolfson, Jeanie. 2007. "Well Sibling" Syndrome: Siblings of the Children With Severe Mental Illness. (online). (http://www.schizophrenia.com/sznews/a rchives/005118.html, diakses 3 Nopember 2010)


(33)

-102-

Universitas Kristen Maranatha World Health Organization : Regional Office for South-East Asia. 2006. Schizophrenia :Youth’s Greatest Disabler-Introduction. (online). (http://www.searo.who.int/en/Section1174/Section1199/Section1567/Sec tion1827_8048.htm, diakses 11 September 2010)

World Health Organization : Regional Office for South-East Asia. 2006. Schizophrenia :Youth’s Greatest Disabler-Some facts and figures. (online).(http://www.searo.who.int/en/Section1174/Section1199/Section1 567/Section1827_8054.htm, diakses 11 September 2010)

World Health Organization : Regional Office for South-East Asia. 2006. Schizophrenia :Youth’s Greatest Disabler-A disabling disease. (online). (http://www.searo.who.int/en/Section1174/Section1199/Section1567/Sec tion1827_8056.htm, diakses 11 September 2010)

World Health Organization. 2011. (online). Schizophrenia. http://www.who.int/mental_health/management/schizophrenia/en/, diakses 15 Maret 2011)

Yaktus, T.R. 1997. Young Adult Sibling Relationship. A disertation. (online)

http://www.scribd.com/doc/22711512/Young-Adult-Sibling-Relationships, diakses 9 September 2010)

Yulianti H., Linda. 2001. Jangan Kucilkan Penderita Gangguan Jiwa. (online). (http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=647&tbl=cakrawala, diakses 10 September 2010)


(1)

-97-

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan daripada hasil penelitian, maka dapat ditarik suatu gambaran umum mengenai coping process pada orangtua penderita skizofrenia di kota Bandung dengan kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat pola yang khas yang menyertai kedua kasus. Pola tersebut adalah yang pertama upaya untuk melibatkan penanganan secara medis dan pengobatan alternatif. Apabila penanganan secara medis tidak efektif maka subjek akan beralih ke pengobatan alternatif. Sebaliknya apabila pengobatan alternatif tidak membuahkan hasil maka subjek akan kembali ke penanganan secara medis. Mengingat pula tingkat kesembuhan anak dari subjek yang tidak bisa diprediksi dan ketidakjelasan akan kemungkinan sembuhnya anak, membuat para orang tua dari penderita skizofrenia mencoba berbagai alternatif yang ada yang diharapkan dapat menolong kesembuhan dari anak mereka. Faktor ekonomi juga menjadi hal yang berpengaruh besar terhadap apa yang akan dilakukan berkaitan dengan situasi yang dihadapi oleh orang tua daari penderita skizofrenia.

2. Dalam kasus NS, dinamika dari proses coping yang ada pada awalnya tidak membawa perubahan yang berarti bahkan terkadang menjadi lebih buruk,


(2)

Universitas Kristen Maranatha karena tujuannya mengubah kondisi anak yang menderita skizofrenia, namun ketika coping diarahkan untuk mengubah pemikiran dan cara pandang seluruh keluarga, hal tersebut membawa perubahan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.

3. Dalam kasus NT, dinamika dari proses coping yang dilakukan pada awalnya, membuat situasi semakin bertambah buruk, dengan penanganan yang kurang tepat dan dipengaruhi oleh sumber-sumber coping yang belum tersedia dan constraint baik berupa personal maupun tingkat ancaman yang parah, hal ini membuat orang tua semakin di bawah tekanan, khususnya menonjolnya rasa takut sehingga terdapat sebuah titik di mana mereka hanya pasrah dan merasa tidak berdaya, hingga adanya social support yang mendukung ke arah yang lebih baik.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoretis

1. Penelitian ini lebih banyak mengungkapkan tentang faktor situasional yang mempengaruhi stress dan coping stress dari orang tua penderita skizofrenia. Penelitian selanjutnya diharapkan membahas lebih dalam mengenai personal factors yang secara teoritis juga memberikan kontribusi terhadap stress dan coping stress dari orang tua penderita skizofrenia.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk memahami dinamika proses coping dari orang tua penderita skizofrenia, sehingga dapat


(3)

-99-Universitas Kristen Maranatha memperkaya pokok bahasan mengenai strategi penanggulangan stress yang dilakukan oleh orang tua penderita skizofrenia.

5.2.2. Saran Praktis

1. Bagi subjek penelitian, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai umpan balik untuk memahami pola penanggulangan stress yang mereka lakukan serta efektivitas dari penerapan pola tersebut sehingga mereka dapat memberikan respon yang tepat dalam menghadapi kondisi yang dialami oleh anaknya yang menderita skizofrenia

2. Bagi para profesional seperti perawat, psikolog klinis, psikiater, dan pekerja sosial yang terlibat dalam penanganan kasus skizofrenia, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam menangani kasus serupa khususnya yang berhubungan dengan keterlibatan orang tua dari penderita.


(4)

-100-

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Kazuya, R., Polgar-Baley, P. & Takeuchi, R. 2000. Caregiver burden and burnout. A guide for primacy care physicians. Postgraduate Medicine.

Lazarus, R.S., Folkman, S. 1984 Stress, Appraisal, and Coping. Springer Publishing Company.

Moleong, L.J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nasution, S. 1996. Metode Penelitian Naturalistik- Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nazir, Moh. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Nevid, J.S., Rathus, S.A., Greene, B. 2005. Psikologi Abnormal: Edisi ke 5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Nietzel, M.T., Bernstein, D.A., Milich, R. 1998. Introduction to Clinical Psychology: Fifth Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Poerwandari, K. 2001. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3).

Santrock, John W. 2007. Life Span Development, Perkembangan Masa Hidup (5th Edition). Jakarta : Penerbit Erlangga.

Strauss, Anselm. 1990. Basics of Qualitative Research. California : Sage Publications, Inc.

Taylor, Shelley E. 1999. Health Psychology : 4th Edition. Singapore : McGraw Hill International.

Yin, Robert. 2003. Case Study Research :Design and Methods : 3rd Edition . California : Sage Publications, Inc.


(5)

-101-

DAFTAR RUJUKAN

American Psychologist Association. About clinical psychology. (online). (htt p://www.apa.org/divisions/div12/aboutcp.html, diakses 12 Maret 2011) Asarnow, Horton. 1990. Coping and stress in families of child psychiatric

inpatients: parents of children with depressive and schizophrenia spectrum disorders. (online). (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub med/224 9496, diakses 30 september 2011)

Badan Pusat Statistik. 2001. Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010. (online). (http://www.bps.go.id/tab_sub/vi ew.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=12&notab=1, diakses 13 Maret 2011)

Brady, N., Mccain, G.C. 2005. Living with Schizophrenia : A Family Perspective. (online). (http://www.medscape.com/viewarticle/499269, diakses 11 Nopember 2010)

Burhani, Ruslan. 2010. Indonesia Kekurangan Manusia Pencipta Lapangan Kerja. (online). (http://antaranews.com/berita/1291937001/indonesia-kekuranga n-manusia-pencipta-lapangan-kerja, diakses 13 Maret 2011)

Irmansyah. 2003. Faktor Genetika pada Skizofrenia. Kompas. (online) (http://www.unisosdem.org/kliping_detail.php?aid=3220&coid=1&caid= 56, diakses 10 September 2010)

Sigit, Gaib M. 2001. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia : Wadah untuk Penderita Skizofrenia. (online). (http://www.pdpersi.co.id/?show=detailn ews&kode=694&tbl=cakrawala, diakses 15 Maret 2011)

St-Hilaire, Hill, Docherty. 2007. Coping in parents of schizophrenia patients with differing degrees of familial exposure to psychosis. (online). (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17632250, diakses 30 September 2011)

Widyanti, Irma Nadya. 2009. Gambaran kebahagiaan dan karakteristik positif (strength and virtue) pada wanita dewasa madya yang menjadi caregiver informal penderita skizofrenia. Skripsi : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Wolfson, Jeanie. 2007. "Well Sibling" Syndrome: Siblings of the Children With Severe Mental Illness. (online). (http://www.schizophrenia.com/sznews/a rchives/005118.html, diakses 3 Nopember 2010)


(6)

Universitas Kristen Maranatha World Health Organization : Regional Office for South-East Asia. 2006. Schizophrenia :Youth’s Greatest Disabler-Introduction. (online). (http://www.searo.who.int/en/Section1174/Section1199/Section1567/Sec tion1827_8048.htm, diakses 11 September 2010)

World Health Organization : Regional Office for South-East Asia. 2006. Schizophrenia :Youth’s Greatest Disabler-Some facts and figures. (online).(http://www.searo.who.int/en/Section1174/Section1199/Section1 567/Section1827_8054.htm, diakses 11 September 2010)

World Health Organization : Regional Office for South-East Asia. 2006. Schizophrenia :Youth’s Greatest Disabler-A disabling disease. (online). (http://www.searo.who.int/en/Section1174/Section1199/Section1567/Sec tion1827_8056.htm, diakses 11 September 2010)

World Health Organization. 2011. (online). Schizophrenia. http://www.who.int/mental_health/management/schizophrenia/en/, diakses 15 Maret 2011)

Yaktus, T.R. 1997. Young Adult Sibling Relationship. A disertation. (online)

http://www.scribd.com/doc/22711512/Young-Adult-Sibling-Relationships, diakses 9 September 2010)

Yulianti H., Linda. 2001. Jangan Kucilkan Penderita Gangguan Jiwa. (online). (http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=647&tbl=cakrawala, diakses 10 September 2010)