Studi kasus mengenai strategi coping stres pada penderita HIV/AIDS di Yogyakarta.

(1)

ix

ABSTRAK

Studi Kasus Mengenai

Strategi Coping Stres Pada Penderita HIV/AIDS Di Yogyakarta

Christina Thomas Sari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih dalam mengenai coping stres yang dilakukan orang dengan HIV/AIDS atau ODHA. Penggalian informasi dilakukan melalui wawancara, yakni tentang latar belakang terinfeksi, stressor pada ODHA, kemudian mengarah kepada informasi inti, yakni tentang jenis strategi coping yang sering dilakukan untuk mengurangi tekanan yang ditimbulkan oleh status ODHA.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus kepada dua orang subyek penelitian. Karakteristik subyek dalam penelitian ini adalah orang yang benar-benar terinfeksi HIV, jenis kelamin laki- laki atau perempuan, kategori usia yang dipakai adalah sesuai dengan usia yang rawan terinfeksi HIV/AIDS, yaitu usia 20-28 tahun. Subyek penelitian diperoleh secara personal dimana hubungan peneliti dengan subyek dekat, identitas subyek seperti nama, tempat tinggal, dan sebagian nama tokoh-tokoh yang banyak terkait dalam kehidupan subyek akan disamarkan untuk menjaga kerahasiaan subyek. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua sumber bukti, yakni dokumen, dan wawancara. Wawancara penelitian, selain dilakukan terhadap subyek, juga dilakukan terhadap informan lain yakni orang yang mengetahui kesehariannya.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ODHA memiliki kecenderungan untuk melakukan Emotion focus coping dan Problem focus coping Strategi Emotion focus coping yang diantaranya; mengikuti kegiatan di LSM untuk membangun kepercayaan diri dan mencari dukungan dari sesama ODHA sehingga mereka dapat merealisasikan kenyataan yang diterimanya. Selain itu usaha mendekatkan dirinya kepada Tuhan merupakan wujud dalam mencoba pasrah terhadap kondisinya. Strategi kedua yang digunakan berupa Problem focus coping yang dilakukan subyek dapat dilihat melalui usaha subyek mencari saran dan informasi tentang HIV/AIDS melalui brosur atau buku dari rumah sakit atau LSM sebagai upaya subyek mengetahui lebih dalam tentang penyakit HIV/AIDS Kata kunci : ODHA, coping stres, strategi coping stres, emotion focus coping, problem focus coping


(2)

x

ABSTRACT

Case Study on

Coping Strategy toward Stress in HIV/AIDS Sufferers in Yogyakarta

Christina Thomas Sari Faculty of Psychology Sanata Dharma University

Yogyakarta

This research was conducted to know deeper the coping stress which is experienced by HIV/AIDS infected person or ODHA. The gaining of information was conducted through interview, i.e. concerning on the background of contagion, stressor in ODHA, then direct toward the core information, i.e. concerning on the type of coping strategies which is often experienced to reduce the depression which is emerging from status of ODHA.

This research used qualitative research by method of case study toward the two research subjects. The characteristic of subjects in this research were people who actually infected by HIV, the types of sex were male or female, age category used was appropriate with the HIV/AIDS tend-to infected age, i.e. 20-28 years old. The subjects in this research were gained personally where the relation of the researcher with the subjects is close; the identity of the subjects such as name, living site, and most of the name of persons that closely related in subjects’ life will be kept in secret to keep the confidentially of subjects. The collection of data in this research was conducted using two verification sources, i.e. document, and interview. The research interviews were both conducted with the subjects and also with other informants who were persons knowing the daily life of the subject.

The result of this research revealed that HIV/AIDS sufferers have tendencies to employ emotion focus coping and problem focus coping. The strategy is emotion focus coping, such as; joining any activities in NGO (Non- Governmental Organization) to build their self confidence and look for any support from people who are also ODHA, thus they could realize the reality they accept. In addition, their effort to make them close to God is a result of their submission to their condition as ODHA. The second strategy which was used is problem focus coping which is employed by subjects could be seen from the efforts of subjects in looking for any recommendation and information concerning on HIV/AIDS through brochures or books from hospital or NGO as subject’s effort to know deeper on the HIV/AIDS disease

Keywords : ODHA, coping stress, strategy of coping, emotion focus coping and problem focus coping.


(3)

i

STUDI KASUS MENGENAI

STRATEGI COPING STRES PADA PENDERITA HIV / AIDS DI YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Christina Thomas Sari NIM : 029114072

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan penuh cinta, aku mempersembahkan karya ini kepada-Nya, pembimbing di setiap langkahku

Sahabat yang selalu menolongku, di saat aku tertawa dan menangis

Kepada bapak serta ibu yang telah membimbingku melalui kasih sayang dan membuat semuanya menjadi berharga

Aku juga mempersembahkan karya ini kepada semua orang yang telah membantu menyempurnakan karya ini


(7)

v

Saat Badai Datang:

Pilihlah untuk mengasihi daripada membenci.

Pilihlah untuk tersenyum daripada

mengernyitkan dahi

Pilihlah untuk membangun daripada

menghancurkan.

Pilihlah untuk bertekun daripada menyerah.

Pilihlah untuk memuji daripada bergosip.

Pilihlah untuk menyembuhkan daripada melukai.

Pilihlah untuk memberi daripada mencengkeram.

Pilihlah untuk berbuat daripada menunda.

Pilihlah untuk mengampuni daripada mengutuk.

Pilihlah untuk berdoa daripada berputus asa.

Pilihlah untuk bertahan daripada mengakhirinya.

Pilihlah untuk menjadi teguh daripada bimbang.

Pilihlah untuk tenang daripada menjadi panik.

Pilihlah untuk berjiwa besar daripada ciut nyali.

Pilihlah untuk tertawa daripada depresi.

Pilihlah untuk berharap daripada kecewa.

Pilihlah untuk merasa damai daripada rasa galau.


(8)

vi

Dia Tahu yang Terbaik….

Kita melihat apa yang kelihatan sekarang..

Namun Allah melihatnya jauh lebih daripada itu..

Jadi mengapa kita selalu mengeluh?

Kita selalu ingin matahari bersinar, tapi Ia tahu bahwa hujan harus turun.

Kita menyukai suara tawa dan sorak sorai ke ceriaan,

Tapi hati kita akan hilang kelembutannya,

Jika kita tidak pernahmenitikkan air mata.

Allah Bapa sering menguji kita dengan penderitaan dan kepedihan.

Ia menguji bukan untuk menghukum kita, melainkan untuk menolong kita

untuk menghadapi hari esok.

Karena pohon yang sedang tumbuh akan menjadi kuat apabila mereka tahan

terhadap terpaan badai.

Dan sayatan tajam sebuah pahat akan membuat marmer jadi lebih indah dan

berbentuk.

Allah Bapa tidak pernah menyakiti kita tanpa tujuan dan Ia tidak pernah

menyia-nyiakan kita.

Karena setiap kehilangan yang Ia ijinkan selalu diikuti dengan berkat.

Dan ketika kita hitung berkat melimpah yang Allah Bapa berikan, tidak ada

alasan bagi kita untuk menggerutu dan tidak ada waktu untuk meratap,

Karena Allah Bapa kita mengasihi anak-anakNya dan tahu yang terbaik bagi

kita.


(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Christina Thomas Sari

Nomor Mahasiswa : 029114072

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

STUDI KASUS MENGENAI STRATEGI COPING STRES PADA

PENDERITA HIV / AIDS DI YOGYAKARTA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupaun memberikan royalty kepada saya selamA tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyatan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 19 Maret 2008 Yang menyatakan


(10)

viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang sudah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, ... Penulis


(11)

ix

ABSTRAK

Studi Kasus Mengenai

Strategi Coping Stres Pada Penderita HIV/AIDS Di Yogyakarta

Christina Thomas Sari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih dalam mengenai coping stres yang dilakukan orang dengan HIV/AIDS atau ODHA. Penggalian informasi dilakukan melalui wawancara, yakni tentang latar belakang terinfeksi, stressor pada ODHA, kemudian mengarah kepada informasi inti, yakni tentang jenis strategi coping yang sering dilakukan untuk mengurangi tekanan yang ditimbulkan oleh status ODHA.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus kepada dua orang subyek penelitian. Karakteristik subyek dalam penelitian ini adalah orang yang benar-benar terinfeksi HIV, jenis kelamin laki- laki atau perempuan, kategori usia yang dipakai adalah sesuai dengan usia yang rawan terinfeksi HIV/AIDS, yaitu usia 20-28 tahun. Subyek penelitian diperoleh secara personal dimana hubungan peneliti dengan subyek dekat, identitas subyek seperti nama, tempat tinggal, dan sebagian nama tokoh-tokoh yang banyak terkait dalam kehidupan subyek akan disamarkan untuk menjaga kerahasiaan subyek. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua sumber bukti, yakni dokumen, dan wawancara. Wawancara penelitian, selain dilakukan terhadap subyek, juga dilakukan terhadap informan lain yakni orang yang mengetahui kesehariannya.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ODHA memiliki kecenderungan untuk melakukan Emotion focus coping dan Problem focus coping Strategi Emotion focus coping yang diantaranya; mengikuti kegiatan di LSM untuk membangun kepercayaan diri dan mencari dukungan dari sesama ODHA sehingga mereka dapat merealisasikan kenyataan yang diterimanya. Selain itu usaha mendekatkan dirinya kepada Tuhan merupakan wujud dalam mencoba pasrah terhadap kondisinya. Strategi kedua yang digunakan berupa Problem focus coping yang dilakukan subyek dapat dilihat melalui usaha subyek mencari saran dan informasi tentang HIV/AIDS melalui brosur atau buku dari rumah sakit atau LSM sebagai upaya subyek mengetahui lebih dalam tentang penyakit HIV/AIDS Kata kunci : ODHA, coping stres, strategi coping stres, emotion focus coping, problem focus coping


(12)

x

ABSTRACT

Case Study on

Coping Strategy toward Stress in HIV/AIDS Sufferers in Yogyakarta

Christina Thomas Sari Faculty of Psychology Sanata Dharma University

Yogyakarta

This research was conducted to know deeper the coping stress which is experienced by HIV/AIDS infected person or ODHA. The gaining of information was conducted through interview, i.e. concerning on the background of contagion, stressor in ODHA, then direct toward the core information, i.e. concerning on the type of coping strategies which is often experienced to reduce the depression which is emerging from status of ODHA.

This research used qualitative research by method of case study toward the two research subjects. The characteristic of subjects in this research were people who actually infected by HIV, the types of sex were male or female, age category used was appropriate with the HIV/AIDS tend-to infected age, i.e. 20-28 years old. The subjects in this research were gained personally where the relation of the researcher with the subjects is close; the identity of the subjects such as name, living site, and most of the name of persons that closely related in subjects’ life will be kept in secret to keep the confidentially of subjects. The collection of data in this research was conducted using two verification sources, i.e. document, and interview. The research interviews were both conducted with the subjects and also with other informants who were persons knowing the daily life of the subject.

The result of this research revealed that HIV/AIDS sufferers have tendencies to employ emotion focus coping and problem focus coping. The strategy is emotion focus coping, such as; joining any activities in NGO (Non- Governmental Organization) to build their self confidence and look for any support from people who are also ODHA, thus they could realize the reality they accept. In addition, their effort to make them close to God is a result of their submission to their condition as ODHA. The second strategy which was used is problem focus coping which is employed by subjects could be seen from the efforts of subjects in looking for any recommendation and information concerning on HIV/AIDS through brochures or books from hospital or NGO as subject’s effort to know deeper on the HIV/AIDS disease

Keywords : ODHA, coping stress, strategy of coping, emotion focus coping and problem focus coping.


(13)

xi

KATA PENGANTAR

Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih, karena berkat kasih bimbingan-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun dan dibuat untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam proses penyusunannya dari awal hingga akhirnya selesai, telah melibatkan banyak pribadi yang memberikan bantuan dengan tulus, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengungkapkan rasa terima kasih kepada :

1. GOD The Almighty in Jesus Christ…yang selalu memberikan pelangi di setiap badai, senyum di setiap air mata, berkat di setiap cobaan dan jawab di setiap doaku.

2. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Agnes Indar E., S.Psi., Psi., M.Si, selaku Dosen pembimbing Skripsi. Terima kasih banyak telah memberikan waktu, kritik saran serta mendengarkan keluh kesah saya selama ini, terlebih kesempatan yang sangat berarti dalam proses penyelesaian penyusunan skripsi ini.

4. Nimas Eki Suprawati S.Psi., Psi, selaku dosen pembimbing akademikku dan dosen penguji. Terima kasih ibu untuk bimbingannya selama saya menjadi anak didik ibu, dan terima kasih atas kesabaran yang ibu berikan dalam mengoreksi kesalahan saya untuk me njadi lebih baik.


(14)

xii

5. Ml. Anantasari, S. Psi., M. Si. Selaku dosen penguji skripsi, terimakasih atas koreksi yang diberikan guna memperbaiki hasil karya tulis saya. 6. Mas Gandung, dan Mbak Nanik yang dengan sabar melayani untuk

urusan kesekretariatan. Dan Pak Gik yang selalu semangat dan pantang merasa lelah, terimakasih atas pelayanannya selama kuliah di psikologi. 7. My Beloved parent. Terima kasih untuk segala sesuatunya, terlebih

dukungan, doa serta harapan yang tak akan pernah lekang oleh waktu. Inilah karya kecilku yang tidak sempurna yang bisa saya persembahkan buat Bapak dan Ibu. My little Angle..Tasya and Hayu. Terima kasih untuk turut memberi warna dan menjadi pemecah keheninganku… My beloved Sist n bro..(Aneen+Rien+chutie n why) yang sudah dengan sukarela mau menjadi tempat berkeluh kesah dan masih mau saja jadi tempat untuk berantem.

8. Keluarga besar Kulon Progo dan Wonosari….terima kasih untuk doanya ya…akhirya skripsinya kelar juga…

9. Keluarga besar Gondolayu dan Godean…terima kasih untuk doa yang tidak pernah habisnya dan mau menjadi My second family….

10.My magical boy…selaku papahnya Malvin, terima kasih banyak sudah memberiku doa, saran dan selalu memantau perkembangan skripsinya…he…nggga cepek-capek ya pak???

11.My Only…(mas By and B 1646 X). Terima kasih untuk selalu menemaniku disaat aku sedang rapuh dan jatuh, untuk selalu menjadi


(15)

xiii

bagian dari hidupku dan aku berharap banget untuk bisa laluin sisa hidupku lagi denganmu…

12.TN dan IN, terimakasih banyak atas partisipasi yang sudah diberikan, karya ini kupersembahkan pada kalian.

13.All my best friend in “Sekar Ayu”..Dewie yang kesannya kalem tapi aslinya ramai..thanks sudah mau jadi persinggahan kalau lagi capai ma lapar ya…sering-sering ya wie. Iunt..orang yang jadi teman seperjuanganku di kampus.. you’re is my precious friends, mas Danang..karenamu aku jadi gila..mba aning, pita, wiwin, wiwik, asih, prima, mba dyah, irna, nining, mba rya..thanks a lot yaw.

14.Mas edi, pongkey, mas Wa2N, co Alex.. yang selalu siap sedia menemani nggarap dan ngomel- ngomel saat sindrom kemalesanku melanda..matur suwun banget ya loph you all guys.., Chay BanOe..karenamu insomniaku jadi sembuh…thanks banget ya, mas Nico..aku bahagia sudah mengenal kamu..

15.“Mami” Alvon dan segenap lentera terimakasih atas usahanya untuk membawaku ke dalam keluarga besar Lentera dan melihat lebih jauh kehidupan malam, mami benar kalau tak semuanya tampak indah.

16. Dementia yang tak lelah dengan kritik dan koreksinya meskipun kadang jauh dari tema..he..he..thanks banget buat dukungannya ya

17.Keluarga besar Pakubon n kwarasan- Zico..makasih untuk memberiku figure yang nyenengin ya n thanks untuk kebangunan rohaninya…thinuz,.Beno..Boby,Jimmy..makasih buat sejengkal kenangan


(16)

xiv

dan kesan dewasamu yang patut kucontoh…Rooney+marThin selamat berpoligami ya…kak Emu, kak Milo, Eric ma Itin, Mache Tabhita, Felix, kak jack..makasih udah turut me warnai hidupku..dan untuk semuanya..tak ada orang yang bisa nyaingin anehnya kalian lho….kapan kita makan papeda lagi? hidup Papua..

18.Keluarga GKJ Demakijo, GKJ Sawokembar, Alithea dengan semua ornament2nya yang menjadi panutan hidupku…terimakasih atas segalanya yang pernah diberikan.

19.Semua teman-temanku yang ngga bisa ku sebut satu-persatu…aku beruntung mengenal kalian…dan terimakasih karena kalian mau menerimaku dalam kehidupan kalian….terima kasih banyak.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu dengan terbuka penulis menerima kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan penelitian ini.

Semoga skripsi ini berguna bagi semua pihak yang berkepentingan untuk membacanya, terima kasih.


(17)

xv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI... xv

DAFTAR TABEL……….. xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 9

C. TUJUAN PENELITIAN ... 9

D. MANFAAT PENELITIAN... 10

BAB II. DASAR TEORI ... 11

A. COPING STRES ... 11


(18)

xvi

2. Sumber stres ... 13

3. Faktor yang mempengaruhi stres……… ... 17

4. Reaksi stres ... 18

5. Coping stres………. .. 22

6. Sumberdaya Coping……… ... 24

7. Strategi Coping………. . 27

8. Faktor yang Mempengaruhi Strategi Coping Stres……….... 32

B. PENDERITA HIV/AIDS ... 34

1. Pengertian HIV/AIDS ... 34

2. Penularan HIV/AIDS ... 38

3. Dampak yang dialami pengidap HIV/AIDS ... 40

4. Reaksi Terhadap Sumber Stres ... 41

C. COPING STRES PADA PENDERITA HIV/AIDS……… 42

D. PERTANYAAN PENELITIAN………. . 45

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 46

A. JENIS PENELITIAN ... 45

B. BATASAN ISTILAH……….. ... 47

C. SUBJEK PENELITIAN... 48

D. METODE PENGUMPULAN DATA... 49

E. METODE ANALISIS DATA... 51

F. KEABSAHAN DATA ... 54

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57


(19)

xvii

B. HASIL PENELITIAN... 58

1. Deskripsi Subjek Penelitian... 59

2. Pelaksanaan dan perolehan Data... 59

C. PEMBAHASAN ... 98

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

A. KESIMPULAN ... 104

B. SARAN ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 107

LAMPIRAN ... 110

A. Transkrip Verbatim Wawancara Subjek I... 111


(20)

xviii

DAFTAR TABEL

TABEL I. Pedoman Umum Wawancara... 50 TABEL II. Coding bentuk Coping Stres……….... 54 TABEL III. Data Subjek………... ... 59 TABEL IV. Ringkasan gambaran Coping Stres terhadap penderita


(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan realita dewasa ini, kasus HIV/AIDS meningkat secara drastis baik di Indonesia maupun dunia. Hal ini dapat membahayakan kehidupan manusia bahkan mengancam keselamatan dunia, karena HIV/AIDS merupakan penyakit yang mematikan dan belum ada obatnya secara pasti. Di Indonesia sendiri masalah ini sudah merupakan masalah yang sangat besar dan harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah, karena harus segera ditanggulangi. Berdasarkan data di RSUP Dr Sardjito tahun 2005, hingga Maret lalu tercatat ada 15 penderita yang berobat ke RSUP Dr Sardjito. Data dari Dinas Kesehatan DIY (Kompas, 24 februari 2005), menyebutkan jumlah penderita HIV/AIDS di yogyakarta meningkat hampir 200 persen pada tahun 2004, yaitu mencapai 34 orang penderita HIV, dari 13 orang pada tahun 2003.

Diperkirakan masih cukup banyak orang yang telah terinfeksi HIV/AIDS, namun belum tercatat. Keadaan seperti itu biasa disebut dengan “Fenomena Gunung Es” atau seperti gunung es di laut yang hanya pucuknya saja yang terlihat (sementara tubuh gunung es yang jauh lebih besar tersembunyi dalam laut). Berdasarkan teori gunung es diperkirakan pada saat ini telah ada sekitar 200.000 orang mengidap HIV/AIDS di Indonesia (dalam Menghadang Mentari pun tak Peduli, 1997). Seperti halnya Vietnam dan China, epidemi HIV/ AIDS di


(22)

Indonesia masih digolongkan baru timbul. Para pakar memperkirakan ada sekitar 90.000 sampai 230.000 orang di Indonesia yang sudah terjangkit penyakit ini.

Melihat kenyataan ini, kasus HIV/AIDS menjadi keprihatinan dunia remaja. Fakta di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito dan data yang ada di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Wirogunan Yogyakarta menunjukkan, penderita HIV/AIDS sebagian besar narapidana yang ada di LP dan yang masuk rumah sakit sebagian besar berstatus mahasiswa yang rata-rata usianya 20-28 tahun. Banyak pihak menduga, penyebaran infeksi HIV/AIDS berkait dengan penyalahgunaan Narkoba (Narkotika dan Obat-obatan Terlarang) dan pelaku seks bebas.

Mengingat sebagian besar penderita HIV/AIDS adalah kalangan mahasiswa, Yogyakarta adalah salah satu kota yang mendukung peningkatan kasus tersebarnya virus HIV/AIDS dimana Yogyakarta merupakan kota pelajar yang sering disinggahi pelajar dari luar kota untuk kepentingan pendidikan. Pengaruh yang sudah ada di masyarakat maupun yang datang dari luar membuat sebagian pelajar melakukan penyimpangan yang ditujukan pada penggunakan narkoba sehingga tanpa disadari bahwa kesehatan pelajar terancam dengan meluasnya penyebaran virus HIV/AIDS.

Saat kita dinyatakan terinfeksi suatu penyakit, banyak hal dalam kehidupan kita dapat berubah. Apalagi jika infeksi itu sifatnya berjangka panjang seperti HIV. ODHA ( Orang dengan HIV/AIDS ) sebaiknya mengambil sikap sejak awal. ODHA sangat rentan terhadap sikap orang lain yang merendahkan, menghakimi, mengucilkan, dan melanggar hak asasi. Hal ini dapat terjadi sejak


(23)

menjalani tes sampai hari- hari bahkan tahun-tahun berikutnya. Dalam kehidupan sehari- hari sebagai ODHA, mereka menjadi pasien yang aktif, hal ini dikarenakan karena belum ada penyembuhannya sehingga mereka ikut memikirkan jalan keluar lain agar jiwa dan raga mereka tetap sehat. Mereka mencari berbagai cara hidup sehat, berusaha mengikuti kemajuan obat-obatan, dan dapat menentukan pilihan hidupnya sendiri. Dokter pun dapat kekurangan pengetahuan. Dokter dapat merasakan ketidakpastian mengenai bagaimana seharusnya menangani HIV/AIDS, memantau kesehatan penderita, dan ikut mendampingi perkembangan penderita agar mereka dapat hidup lebih lama.

Telah diketahui sejak lama bahwa orang yang hidup dengan HIV, seperti pasien lain dengan penyakit kronis, mungkin mengalami suatu bentuk gangguan psikiatri (kejiwaan) selama perjalanan penyakitnya. Bagi penderita HIV/AIDS sendiri hidup dengan menyandang status sebagai ODHA adalah suatu penderitaan yang sangat berat karena semua mengetahui bahwa sampai detik ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan penyakit HIV/AIDS (Pelkesi, 1995). Mereka merasa seolah–olah telah “dijatuhi hukuman mati”. Keadaan ini masih ditambah lagi dengan adanya diskriminasi dari kalangan masyarakat sehingga korban HIV/AIDS akan mulai merasa dijauhi oleh orang lain, dimana hal ini merupakan realitas yang menyedihkan. Derita mentalnya semakin menjadi–jadi setelah ia mengetahui bahwa ia adalah korban penyakit yang membawa kematian. Semakin banyak korban berjatuhan hari demi hari, dan orang yang terjangkit virus HIV/AIDS dapat menularkannya kepada orang lain meskipun mereka sendiri belum menunjukkan gejala–gejalanya.


(24)

Cerita-cerita anonim dari orang yang telah terbukti positif mengidap HIV seolah mengharu biru dan mengubah keberanian menjadi kepanikan, dan ketabahan menjadi ketidakberdayaan. Selama belum ada obat untuk menyembuhkannya serta tidak ada vaksin untuk mengebalkan tubuh terhadap penyakit tersebut, hanya ada satu jalan yang dapat kita perbuat, yaitu melakukan tindakan-tindakan preventif (Inu. W, 2005). Tidak adanya tindakan yang efektif, maka pasien harus diberi perlakuan yang penuh rasa kasih sayang dan respek terhadap kemanusiaan mereka. Sesuai dengan pengalaman mereka, ketika mereka mengetahui bahwa mereka mengidap HIV, maka mereka sangat putus asa sehingga mempengaruhi hidupnya secara drastis. Namun demikian, di tengah-tengah suasana yang sarat dengan ketidakpedulian, ambivalensi, rasa bersalah, inilah mereka berusaha bertahan (Pelkesi,1995).

Bagi orang yang terinfeksi HIV/AIDS, maka akan terjadi kekacauan pada seluruh aspek. Relasinya akan diliputi suasana putus asa, ketakutan, serta pengucilan, selain itu akan timbul konflik sehingga dia akan merasakan adanya ketidakharmonisan di dalam hubungannya dengan orang lain. Keadaan ini selanjutnya akan merusak segala aspek kehidupannya dan menimbulkan kecemasan yang berlebihan tentang masa depannya dan kehidupannya nanti. Bahkan ada juga yang tidak siap untuk menerima keadaan dirinya bahwa dia telah terinfeksi HIV, mereka juga merasa bahwa dunia yang ditinggalinya sekarang adalah ancaman bagi kehidupannya, karena untuk langkah selanjutnya mereka harus mengatur pola hidupnya agar mereka dapat memperpanjang hidup mereka. Orang yang terinfeksi tidak boleh sembarangan mengkomsumsi makanan karena


(25)

terdapat kemungkinan makanan tersebut dapat memicu penyebaran virus yang ada di dalam tubuh penderita, maka mereka harus pintar memilih makanan yang sesuai dengan anjuran untuk penderita HIV/AIDS. Selain itu mereka juga tidak diperkenankan untuk merokok dan melakukan aktifitas di malam hari, karena 80% virus ini menyerang paru-paru penderita, maka dari itu, mereka harus mengatur pola hidup mereka (Montagnier, 1987).

Perubahan aspek hidup yang dialami penderita HIV/AIDS menimbulkan dampak bagi si penderita, beberapa dampak yang ditimbulkan adalah dampak psikis, fisik, maupun sosial. Mereka akan mengalami stres karena berbagai tekanan tentang bayangan kematian dan derita yang akan dialaminya nant i (Supit. B, 1995).

Adapun jenis tekanan psikologi utama pada penderita HIV/AIDS adalah sebagai berikut; mereka mengalami kecemasan mengenai rasa tidak pastinya tentang penyakit yang diderita, perkembangan dan pengobatannya, merasa cemas dengan berbagai gejala- gejala baru, merasa cemas dengan prognosisi dan ancaman kematian dan serangan panik. Mereka juga akan depresi sehingga merasa sedih, tidak berdaya, merasa rendah diri, bersalah, tidak berharga, putus asa, berkeinginan untuk bunuh diri, sulit tidur, hilang nafsu makan, merasa terisolasi dan berkurangnya dukungan sosial, merasa ditolak oleh sosial, dan merasa malu dengan adanya stigma sebagai penderita AIDS.

Orang HIV positif tidak meminta keistimewaan di dalam ruang kehidupannya, tetapi minta diperlakukan sama dengan warga masyarakat lainnya. Tetapi yang sering terjadi adalah perlakuan diskriminasi di dalam dunia


(26)

kesehatan, menjadi objek pemberitaan dan pengobatan oleh pengobat modern dan tradisional, atau menjalani tes darah tanpa konseling. Orang dengan HIV positif juga dijadikan aset oleh LSM, dan peneliti memperlakukan orang HIV positif tanpa etika penelitian yang semestinya. Secara umum telah terbukti bahwa penyakit HIV berhubungan dengan tekanan sosial dan kehidupan tertentu, seperti stigma (cap buruk), yang mungkin mempengaruhi seseorang menjadi stres. Stres pada ODHA juga dikaitkan dengan perasaan bahwa kesehatannya buruk, rasa sakit kronis, dan kehilangan daya ingat serta konsentrasi. Lamanya suasana hati yang lesu, kegelisahan, atau kemarahan mungkin biasanya menjadi bagian dari penyesuaian terhadap penyakit, tetapi perkembangan depresi yang parah bukanlah sesuatu yang normal, sebagaimana diagnosis stres parah dihubungkan dengan berbagai penyakit, suasana hati yang lesu harus dilihat sebagai bagian dari kumpulan gejala seperti rasa senang yang hilang, perasaan bersalah atau tidak berharga, dan memikirkan kematian.

Hal yang paling penting bagi orang yang menderita HIV/AIDS terhadap kondisinya dapat mengubah konsep diri yang telah mereka miliki sebelumnya, sehingga mereka melakukan penolakan–penolakan terhadap apa yang mereka alami saat ini dan mempengaruhi penerimaan dirinya. Beberapa peneliti menyatakan bahwa penderita HIV/AIDS merasa dirinya ditolak dan diasingkan oleh orang–orang sekitarnya, diteror oleh penyakitnya dan tertekan oleh adanya kepercayaan bahwa penyakit ini adalah penyakit kutukan dan akan menularkannya kepada orang–orang yang dekat dengan penderita. Hal ini menyebabkan penderita HIV/AIDS tidak mendapatkan kebutuhan akan dukungan


(27)

sosial (Wortman & Dunkel, 1979). Banyak penderita HIV/ AIDS yang masih belum bisa menerima kondisi seperti itu sehingga mereka mempunyai kecenderungan untuk stres dan bertindak semaunya sendiri, hal itu dilakukannya karena mereka berpikir bahwa hidup mereka tak akan bertahan lama dan mereka akan melakukan apapun yang mereka inginkan. Perasaan sendirian dan terabaikan ini membuat penderita semakin merasa rendah diri dan tidak berharga, penerimaan dari lingkungan akan ikut mempengaruhi bagaimana penderita menerima dirinya. Penolakan–penolakan yang dia alami akan semakin menguatkan penilaian negatifnya terhadap dirinya sendiri. Dari tekanan yang diperoleh tersebut dapat menimbulkan stres pada penderita.

Stres merupakan suatu respon dari hadirnya suatu peristiwa. Segala sesuatu yang menyebabkan perubahan dalam hidup kita dapat menimbulkan stres. Stres juga merupakan bagian dari hidup kita yang tidak mungkin dihindari dan sampai level tertentu dibutuhkan oleh manusia untuk kela ngsungan hidupnya (Handoyo, 2001). Stres atau kondisi apa pun yang membebani pikiran dapat menganggu keseimbangan metabolisme tubuh. Contoh yang paling sering adalah gangguan pada koordinasi saraf pada saluran pencernaan. Pada orang stres, gejalanya adalah diare. Ini terjadi karena gerakan usus yang diatur oleh saraf menjadi lebih cepat daripada biasanya. Akibatnya, timbul gejala seperti nyeri perut atau diare, sulit berkonsentrasi, hilangnya minat atau rasa senang, sedih, putus asa, perasaan bersalah berlebihan, atau merasa tidak berguna.

Menurut Douglas (1991), stres terjadi ketika seseorang tidak dapat mengatasi problem yang disebabkan oleh tekanan yang dialaminya. Demikian


(28)

juga pada seseorang saat tekanan tentang kenyataan yang didapat bahwa kualitas hidup mereka terancam oleh penyakit tersebut, otomatis akan mengalami apa yang disebut stres. Secara umum, stres yang terjadi akan memperburuk proses metabolisme normal tubuh. Pada akhirnya gangguan metabolisme tersebut dapat menjadi suatu stressor dari dalam tubuh yang dapat menimbulkan stres pada sistem imun. Status turunnya kompetensi fungsi imun yang diinduksi oleh stres menyebabkan kita menjadi rentan terhadap infeksi dan memungkinkan berbagai penyakit dapat terjadi (Dossier, 1989).

Stres terhadap status AIDS akan menuntut ODHA untuk memiliki ketrampilan mengolah stres akibat dampak yang ditimbulkan saat ODHA menyandang statusnya. Untuk mengurangi dampak dari stressor yang mengancam kualitas hidup ODHA, mereka menggunakan coping stres. Coping stres adalah cara yang dilakukan untuk mengatasi situasi atau problem yang dianggap sebagai tantangan, ketidakadilan atau merugikan maupun sebagai ancaman. Coping stres memberikan ke mampuan ODHA untuk mengelola stres akibat statusnya. Ketika berhadapan dengan stressor yang dapat mengancam hidup, ODHA akan mencoba beradaptasi. Mekanisme coping dalam diri ODHA akan mulai berperan, mereka akan menimbang dan menilai berat ringannya stresor dan kemampuan diri sendiri. Coping stres dapat dilakukan tergantung dari kekuatan kepribadian serta pengalaman belajar yang dimiliki oleh individu tersebut, dengan itu maka stres dapat dihadapi. Apabila seorang ODHA tidak memiliki

kemampuan untuk melakukan coping stres, maka stressor yang muncul mempunyai kemungkinan

yang lebih besar bagi seorang ODHA untuk mengalami stres. Hal itu dikarenakan ODHA tidak


(29)

Carver, Sceiser, dan Weintraub (dalam Buari, 2000) mengemukakan ada dua macam strategi coping stres, yaitu emotional focused coping dan problem focused coping. Seseorang melakukan emotional focused coping diantaranya dengan lebih mendekatkan diri pada Tuhan, atau mencari komunitas yang sama dengan mereka untuk mencari dukungan. Selain melakukan emotional focused coping, seseorang juga melakukan strategi problem focused coping, seperti mencari informasi tentang penyakit HIV/AIDS melalui lembaga swadaya masyarakat dan rumah sakit.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, yaitu dengan melihat fenomena penderita HIV/AIDS di Yogyakarta dan pentingnya suatu kesehatan mental untuk mengatasi stres pada orang yang telah terinfeksi, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang strategi coping stres yang digunakan oleh penderita HIV/AIDS di Yogyakarta.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui strategi coping stres yang digunakan pada penderita HIV/AIDS di Yogyakarta


(30)

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, dari segi ilmu pengetahuan,

a. Penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang strategi coping stres pada penderita HIV/AIDS guna memberi sumbangan ilmu bagi psikologi klinis dan ilmu psikologi pada umumnya.

b. Manfaat bagi penulis, penelitian ini merupakan kesempatan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman serta dapat menerapkan pengetahuan yang diperoleh semasa kuliah dan dapat membantu kita untuk memahami strategi coping stres yang dialami oleh orang yang terinfeksi HIV/AIDS.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi:

a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi LSM dan pemerhati masalah- masalah penderita HIV/AIDS mengenai strategi coping stres yang yang digunakannya serta menjadikan pengetahuan tentang HIV/AIDS sebagai referensi untuk pendampingan ODHA.

b. Bagi subyek penelitian agar mereka dapat mengetahui dan memperdalam informasi tentang strategi coping stres terhadap HIV/AIDS sehingga mereka mampu memahami usaha apa saja yang dapat dilakukan untuk mengurangi kondisi stres yang muncul.

c. Bagi masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan tentang para penderita HIV/AIDS sehingga dapat memahami keadaan orang yang terinfeksi HIV/AIDS.


(31)

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Coping Stres 1. Pengertian stres

Secara umum stres adalah reaksi fisiologis dan psikologis yang terjadi jika seseorang merasakan ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuannya untuk mengatasi tuntutan tersebut (Cranwell- ward dalam Iswinarti dan Haditono,1999)

Pendapat ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Novaco (1994), dkk bahwa stres muncul pada saat terjadi ketidakseimbangan antara tuntutan lingkungan dan kemampuan individu untuk melakukan respon yang adekuat terhadap tuntutan tersebut. Tuntutan tersebut menurut Spielberger (dalam Spielberger & Sarason,1986) berasal dari lingkup eksternal yang mengenai seseorang, misalnya objek-objek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang berbahaya.

Menurut Douglas (1991), stres terjadi ketika seseorang tidak dapat mengatasi problem yang disebabkan oleh tekanan yang dialaminya. Tryer (1980) menyatakan bahwa stres yang terjadi dalam tubuh individu tergantung kemampuan penyesuaian diri yang dimiliki. Handoyo (2001) menyatakan bahwa stres pada tingkat tertentu merupakan stimulasi yang baik bagi seseorang untuk berkembang, namun apabila tingkatnya sangat tinggi


(32)

dan seseorang tidak mampu lagi menghadapinya, stres menjadi awal malapetaka.

Bernard (dalam Handoyo,2001) membagi stres menjadi Eustress, yaitu stres yang memberi pengaruh ya ng baik, dan distress, yaitu stres yang memberi pengaruh yang menyakitkan. Pembagian ini senada dengan yang dikemukakan oleh Robbins (1989) dimana stres yang positif akan menawarkan perolehan yang potensial, dan sebaliknya, stres yang akan menyebabkan terganggunya produktifitas sehingga dapat mengganggu kehidupan seseorang.

Stres muncul lantaran lingkungan memberikan stimulus yang negatif, sehingga timbullah perasaan takut, cemas dan marah, serta perasaan tidak mampu untuk menerima apa yang akan terjadi pada dirinya. Didalam menjalankan aktifitasnya, individu terkadang dihinggapi aneka macam perasaan yang membuat merasa tertekan. Bahkan terkadang individu merasa takut terhadap apa yang belum diketahuinya secara pasti dan jelas. Individu tersebut merasa takut gagal untuk melakukan suatu tindakan (Santrock, 1996).

Hal, kejadian, peristiwa, orang keadaan dan lingkungan yang dirasa mengancam atau merugikan disebut stressor. Jika dipandang dari segi luar dan hal-hal yang menjadi sumber stres, stres dimengerti sebagai rangsangan (stimulus). Orang yang mengalami stres, dapat memusatkan perhatian pada tanggapan (response) terhadap hal-hal yang dinilai mendatangkan stres. Tanggapan orang terhadap sumber stres dapat mendatangkan stres.


(33)

Tanggapan orang terhadap sumber stres dapat menggejala pada psikologis dan fisiologis. Tanggapan itu disebut strain, yaitu tekanan atau tegangan. Kenyataannya orang yang mengalami stres secara psikologis menderita tekanan dan ketegangan yang membuat pola berpikir, emosi, dan perilakunya kacau, menjadi gugup dan gelisah (Santrock, 1996).

Karakteristik lain, selain intensitas yang menjadikan suatu situasi, peristiwa lebih atau kurang menimbulkan stres adalah lamanya atau jangka waktu terjadinya penyebab stres tersebut, terduganya atau tidaknya suatu peristiwa, besar atau kecilnya kontrol seseorang atas peristiwa tersebut dan lamanya dampak peristiwa yang dirasakan oleh seseorang.

Dari pandangan di atas, diketahui bahwa stres merupakan suatu bentuk respon yang muncul akibat hal tertentu, dimana seseorang tidak dapat mengatasi problem yang disebabkan oleh tekanan yang dialaminya, yaitu adanya ketidakseimbangan antara tuntutan lingkungan dengan kemampuan seseorang.

2. Sumber stres

Handoyo (2001) mengungkapkan adanya tiga unsur stres, yang pertama adalah Stressor, yaitu sumber stres yang menyangkut dirinya sendiri atau orang lain atau lingkungan hidup atau stimulus yang mendorong kebutuhan beradaptasi, yang kedua The Stressed Person, yaitu orang yang mengalami stres yang kemudian melakukan berbagai respon secara fisiologis maupun psikologis untuk mengalami stres, yang ketiga adalah Transaction,


(34)

yaitu hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara orang yang sedang mengalami stres dengan keadaan yang penuh stres.

Chider (1983) membagi karakteristik stimulus yang dapat menjadi stressor bagi individu:

a. Berlebihan (overload)

Sebuah stimulus dikatakan berlebihan ketika stimulus tersebut terjadi secara sangat intens sehingga sulit diadaptasi oleh individu.

b. Konflik

Konflik terjadi ketika stimulus secara simultan menimbulkan dua atau lebih kemungkinan respon yang ambigu, karena tidak memberikan pilihan yang tepat untuk dipilih.

c. Tidak terkontrol

Individu memiliki kecenderungan untuk memiliki kontrol atas hal- hal yang terjadi dalam hidup mereka, namun tidak semua kejadian disebabkan oleh perilaku atau kemauan individu tersebut.

Handoyo (2001), menggolongkan sumber stres dapat dalam bentuk-bentuk:

a. Krisis : yaitu perubahan/peristiwa yang timbul mendadak dan menggoncangkan keseimbangan seseorang diluar jangkauan daya

penyesuaian sehari-hari. Misalnya: krisis di bidang usaha, hubungan keluarga dan sebagainya.


(35)

b. Frustrasi :Frustrasi adalah kegagalan dalam usaha pemuasan kebutuhan-kebutuhan/dorongan naluri, sehingga timbul kekecewaan. Frutrasi timbul bila niat atau usaha seseorang terhalang oleh rintangan-rintangan (dari luar: kelaparan, kemarau, kematian, dan sebagainya dan dari dalam: lelah, cacat mental, rasa rendah diri dan sebagainya) yang menghambat kemajuan suatu cita-cita yang hendak dicapainya.

c. Konflik :Konflik adalah pertentangan antara 2 keinginan/dorongan yaitu antara kekuatan dorongan naluri dan kekuatan yang mengendalikan dorongan-dorongan naluri tersebut. Ada empat bentuk konflik berdasarkan nilai dari dorongan (Handoyo, 2001):Approach- Approach conflik, yaitu konflik yang dialami oleh seseorang yang harus memilih dua hal yang sama-sama diinginkan. Avoidance- Avoidance konflik, yaitu ketika seseorang harus memilih dua hal yang sama-sama tidak diinginkannya. Approach- Avoidance konflik terjadi saat satu hal memiliki suatu yang menarik sekaligus suatu yang tidak disukai. Double Approach- Avoidance, yaitu ketika seseorang menghadapi dua alternatif yang memiliki suatu yang menyenangkan sekaligus tidak menyenangkan

d. Tekanan :Stres dapat ditimbulkan tekanan yang berhubungan dengan tanggung jawab yang besar yang harus ditanggungnya. (Dari dalam diri sendiri: cita-cita, kepala keluarga, dan sebagainya dan dari luar:


(36)

istri yang terlalu menuntut, orangtua yang menginginkan anaknya berprestasi).

Pada manusia, terdapat sembilan penyebab stres yang teratas (berikut nilainya), seperti terdapat dalam skala tingkat stres yang dikemukakan oleh Holmes dan Rayes (dalam Bootzin, loftus & Sajonc, 1983) adalah:

a. Kematian pasangan (100)

b. Perceraian (73)

c. Perpisahan dalam perceraian (65)

d. Dipenjara (63)

e. Penyakit parah atau kecelakaan berat (53)

f. Pernikahan (50)

g. Kehilangan pekerjaan (47) h. Rekonsiliasi pernikahan (45)

i. Pensiun (45)

Semua penyebab stres tersebut, bila diperhatikan berhubungan dengan sebuah perubahan. Manusia dengan kemampuan berpikirnya, memandang perubahan tersebut sebagai suatu yang mengancam dan menimbulkan stres. Hal ini selanjutnya akan menimbulkan kebutuhan untuk beradaptasi, yaitu keinginan untuk mengatasi perubahan tersebut atau mempertahankan kondisi (yang dirasa nyaman) seperti sebelum terjadi perubahan. Seringkali seseorang cenderung untuk terus memikirkan perubahan tersebut, menyesali kejadian yang menyebabkan perubahan itu


(37)

atau khawatir tentang lebih banyak memungkinkan perubahan yang akan dihadapi di masa yang akan datang. Bagaimanapun, stres telah ada sejak awal keberadaan species kita dan telah menjadi bagian dari kehidupan kita. Kita tidak mungkin hidup tanpa stres, tapi kita juga harus belajar untuk hidup bersamanya.

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan penjabaran sebelumnya adalah bahwa sumber stres sering diartikan sebagai suatu jenis stimulus tertentu, baik bersifat fisik maupun psikologis, yang mengakibatkan suatu tuntutan atas diri kita yang mengancam kesejahteraan kita dan menuntut kita untuk beradaptasi dengan cara tertentu. Bentuk- bentuk sumber stres antara lain ada empat macam yaitu; krisis, frustrasi, konflik, dan tekanan.

3. Faktor yang mempengaruhi stres

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi apakah suatu stimulus dari lingkungan menyebabkan stres atau tidak bagi seseorang (Handoyo, 2001).

a. Faktor pertama adalah proses penilaian kognitif, yaitu proses yang memungkinkan individu untuk mengevaluasi apakah stimulus yang diterimanya relevan dengan kemampuannya (Folkman dalam handoyo, 2001). Korshin (1976) menyatakan bahwa proses kognitif adala h proses mental dalam menilai stressor serta kemampuan diri untuk mengatasi stressor. Hal inilah yang menyebabkan adanya individual


(38)

differences dimana sesuatu yang dianggap sebagai sebuah stressor oleh seseorang individu belum tentu merupakan stressor bagi individu lain. b. Kedua adalah self control, faktor ini berkaitan dengan bagaimana

seseorang memberikan respon atas sebuah stimulus yang ia terima dari lingkungan. Lebih tepatnya, hal ini berhubungan dengan kemampuan penyesuaian diri.

c. Yang ketiga adalah dukungan sosial yang menjadi bagian penting dalam upaya untuk menanggulangi stres. Dukungan sosial adalah sebagai kesenangan, bantuan, atau keterangan yang diterima seseorang melalui hubungan formal dangan yang lain atau kelompok (Suwarto, 1996).Selye (1976) memperkuat pendapat tersebut dengan menyatakan bahwa dukungan sosial dapat mengurangi perasaan tertekan dan ketidakpuasan pada saat seseorang dihadapkan pada tekanan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi stres adalah penilaian kognitif, self control, dan dukungan sosial.

4. Reaksi terhadap Stres

Munculnya stres akan menimbulkan konsekuensi tertentu pada seseorang secara umum, Luthans (1985) membagi reaksi terhadap stres menjadi tiga kategori.


(39)

a. Deviasi Fisiologis

Cox (dalam Handoyo, 2001) mengungkapkan bahwa stres dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik yang berupa penyakit yang sudah diderita sebelumnya, atau menjadi memicu timbulnya penyakit tertentu. Costello (dalam Ariyani, 1998) membagi terganggunya pola-pola normal dari aktivitas fisiologis menjadi dua jenis, yaitu:

1) Simptom Otot Skeletal, meliputi ketegangan, kegoncangan, kelemahan, dan rasa sakit.

2) Simptom Organ Dalam, meliputi detak jantung yang semakin cepat, kencing berlebihan, sakit perut, nafas pendek-pendek. Sejalan dengan Costello et.al., Atkinson, dan Colleman (dalam Iswinarti & Haditono, 1999) merinci reaksi fisiologis ini melalui gejala fisik seperti pusing, sakit kepala, capai, lelah, sakit perut, mual- mual, berdebar-debar, dada sakit, dan keluar keringat dingin.

Braham (dalam Handoyo, 2001) meringkas gejala stres dalam bentuk sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, berubah selera makan, tekanan darah tinggi, atau serangan jantung, dan kehilangan energi.


(40)

b. Deviasi Psikologis

Secara garis besar, terganggunya fungsi psikologis dari individu yang menderita stres dapat dibagi dalam dua kategori:

1) Reaksi Emosional

Menurut Braham (dalam Handoyo, 2001) individu yang mengalami stres biasanya menampakkan gejala seperti marah-marah, mudah tersinggung, dan terlalu sens itif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah- ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan bermusuhan serta kelesuan mental.

Cox (dalam Handoyo, 2001) mendeskripsikan reaksi ini berupa kegelisahan, agresi, kelesua n, kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran dan harga diri yang rendah. 2) Reaksi Kognitif

Braham (dalam Handoyo, 2001) menyebut kategori ini sebagai gejala intelektual yang meliputi mudah lupa, kacau pikiran, daya ingat menurun, sulit berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.

Menurut Cox (dalam Handoyo, 2001) konsekuensi kognitif ini berupa ketidakmampuan mengambil keputusan, kurangnya konsentrasi dan peka terhadap ancaman.


(41)

c. Deviasi Perilaku

Penyimpangan pada perilaku ini juga bisa dirinci dalam dua bagian, yaitu:

1) Perilaku Secara Personal

Penyimpangan perilaku ini lebih tertuju pada diri individu secara pribadi. Cox (dalam Handoyo, 2001) melihat gejala peningkatan komsumsi alkohol dan rokok, tidak nafsu makan atau bahkan makan berlebihan, penyalahgunaan obat-obat, menurunnya semangat untuk berolahraga yang berakibat pada pola diet dan timbulnya beberapa penyakit.

2) Perilaku Secara Interpersonal

Pada kategori ini, penyimpangan perilaku lebih mengarah pada hubungan individu dalam hubungan dengan orang lain. Braham (dalam Handoyo, 2001) menyebutkan adanya sikap acuh dan mendiamkan orang lain, menurunkan kepercayaan terhadap orang lain, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.

Berdasarkan uraian di atas, maka ditarik sebuah sebuah kesimpulan bahwa reaksi stres adalah keadaan yang terjadi sebagai respon dari individu terhadap tuntutan lingkungan. Ada tiga jenis reaksi terhadap stres yaitu Fisiologi, Psikologi, dan Perilaku


(42)

5. Coping stres

Lazarus (1984) menge mukakan suatu cara yang dilakukan untuk mengatasi situasi atau problem yang dianggap sebagai tantangan, ketidakadilan atau merugikan maupun sebagai ancaman disebut sebagai coping. Selain itu lazarus juga mendefinisikan coping adalah usaha yang berorientasi pada tindakan intrapsikis untuk mengendalikan atau menguasai, menerima, melemahkan serta memperkecil pengaruh lingkungan, tuntutan internal dan konflik tersebut melampaui kemampuan seseorang. Coping stres adalah cara yang digunakan individu dalam menghadapi atau mengatasi masalah dan juga merupakan usaha kognitif dan behavioral dari individu untuk memodifikasi, menahan atau menghilangkan stressor yang mengancam mereka. Ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan stres, individu akan mencoba beradaptasi, mekanisme coping dalam diri individu tersebut akan mulai berperan. Cara inilah yang menentukan besar kecilnya dampak stres tersebut. Usaha coping yang dilakukan, baik itu yang berfungsi untuk meredakan emosi maupun yang berfungsi untuk memecahkan masalah, pada dasarnya keduanya mengarah pada beberapa tujuan. Menurut Folkman dan Lazarus, (1984) tujuan umum dari coping adalah; mengurangi hal- hal yang membahayakan dari situasi dan kondisi lingkungan, menyesuaikan diri terhadap kejadian-kejadian negatif yang dijumpai dalam kehidupan nyata, mempertahankan citra diri yang positif, mempertahankan keseimbangan emosional serta meneruskan hubungan yang memuaskan bagi orang lain.


(43)

Mekanisme coping akan segera berperan ketika individu mulai mencoba beradaptasi terhadap situasi yang menimbulkan stres. Selye (dalam Passer dan Smith, 2004), mengemukakan mengenai tiga fase coping terhadap rangsangan dalam diri manusia, yaitu:

a. Fase Alarm

Ketika suatu kejadian yang tidak biasa muncul, keluaran (output) energi akan mengalami penurunan untuk jangka waktu yang pendek, yaitu ketika kejadian tersebut dicerna oleh pikiran seseorang.

b. Fase Adaptasi

Selanjutnya, keluaran energi tersebut meningkat melebihi batas normal, ketika seseorang berusaha mengatasi situasi tersebut, maka individu tersebut akan mengalami keterbangkitan yang semakin kuat. Respon adaptasi pada meliputi menghindar atau melarikan diri, melakukan perlawanan, supresi emosi, terpaku atau belajar.

c. Fase Kelelahan

Pada akhinya energi yang tersedia pada individu berkurang dan kemampuannya untuk berfungsi secara efektif menurun. Pada fase inilah ketegangan emosional dan fisik dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang lebih parah.

Menurut pandangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi coping adalah usaha yang berorientasi pada tindakan intrapsikis untuk mengendalikan atau menguasai, menerima, melemahkan serta memperkecil pengaruh.


(44)

6. Sumberdaya Coping

Sumberdaya yang dapat dimanfaatkan dalam penanganan stres secara efektif dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman (1984):

a. Kesehatan dan Energi: suatu yang memungkinkan individu tetap bertahan pada tahap resistensi yang merupakan Coping Stage, tanpa memasuki tahap kelelahan.

b. Keyakinan yang positif dapat berupa self-image dan sikap ya ng positif, yang akan memungkinkan seseorang memikirkan strategi terbaik yang akan ditempuhnya.

c. Internal locus of control yaitu suatu perasaan bahwa seseorang memiliki kontrol yang signifikan terhadap berbagai kejadian dalam hidupnya. d. Kemampuan sosia lnya berguna untuk mengetahui perilaku yang sesuai

bagi situasi tertentu, mampu mengekspresikan diri dan selalu memiliki simpanan atau sumber topik pembicaraan.

e. Dukungan sosial: orang-orang terdekat seperti keluarga dan teman dapat membantu dengan ikut memastikan bahwa seseorang yang mengalami stres tetap menjaga kesehatannya, menjadi pendengar yang baik bagi mereka, menemani dan meyakinkan bahwa mereka sangat berarti dan memberi dukungan psikologis lain.

f. Sumberdaya material: dapat berupa uang yang dapat meningkatkan jumlah pilihan yang tersedia untuk mengurangi sumber stres.


(45)

Seorang pakar dalam management stres, dr. Donald Tubesing (dalam Ulery, 2000), mengemukakan empat ketrampilan yang harus dikuasai dalam mengelola stres, yaitu:

a. Self-care skills

Ketrampilan ini mencakup segala sesuatu yang dilakukan seseorang terhadap atau bagi dirinya sendiri yang membawa kebaikan baginya. Secara umum, semakin baik kondisi fisik seseorang, semakin besar peluangnya untuk menangkis dan menangani stres yang datang, dan semakin cepat ia pulih dari stres yang dialaminya. Kesehatan yang baik sangat berpengaruh secara positif terhadap sikap, tingkat energi, kemampuan berpikir, self-image dan sistem kekebalannya. Beberapa ketrampilan yang mendukung dan kesehatan yang baik antara lain olahraga, pengaturan berat badan, pola makan yang sehat, dan istirahat. b. Personal management skills

Kategori ini mencakup ketrampilan dalam hal penetapan tujuan, perencanaan, pengaturan waktu, menetapkan tahapan aktifitas sesuai kondisi pribadi dan klarifikasi nilai- nilai serta prioritas pribadi. Ketrampilan pengelolaan pribadi ini sangat tidak ternilai dalam memberikan seseorang perasaan bermakna dan arah dalam hidupnya. Kejelasan dalam nilai- nilai dan kemampuan management waktu membantu seseorang membuat prioritas tentang apa yang penting dan membantu mereka untuk memahami cara yang terbaik memanfaatkan waktu dalam memenuhi tujuan.


(46)

c. Attitude skills

Cara seseorang memandang sesuatu dapat mempengaruhi tingkat stresnya. Hubungan ilmiah antara sikap yang positif dan kesehatan yang baik, termasuk sistem kekebalan yang berfungsi baik, tidak dapat menaruh harapan yang realistis, mengkaji ulang pikiran-pikiran negatif menjadi lebih positif, keyakinan dan rasa humor. Aktifitas spiritual juga dapat memanfaatkan iman, rasa syukur yang positif. Persekutuan, pelayanan dan perspektif positifnya mengenai pengalamannya.

d. Relationship skills

Memiliki hubungan yang positif dengan orang yang bersedia mendengarkan, ketimbang menceramahi, memberi peluang untuk melepaskan, menikmati dan beristirahat dari stres dan ketegangan yang dialami sehari- hari. Ketrampilan yang baik dalam menjalin hubungan harus bersifat dua arah. Seorang seyogyanya tidak hanya berbicara, tapi juga mendengarkan yang lain.

e. Network skills

Network skills merupakan ketrampilan untuk menggunakan suatu sistem untuk memperoleh bantuan dalam mengelola stres. Terkadang seseorang perlu berpaling pada sebuah lembaga atau institusi untuk memperoleh bantuan. Misalnya lembaga konseling, gereja atau bahkan lembaga hukum.


(47)

Berdasarkan penjabaran sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa sumberdaya coping adalah sumberdaya yang dapat dimanfaatkan dalam penanganan stres secara efektif yang dipergunakan untuk meminimalkan mengurangi hal-hal yang membahayakan dari situasi dan kondisi lingkungan, menyesuaikan diri terhadap kejadian-kejadian negatif yang dijumpai dalam kehidupan nyata, mempertahankan citra diri yang positif, mempertahankan keseimbangan emosional serta meneruskan hubungan yang memuaskan bagi orang lain.

7. Strategi Coping Stres

Sejumlah peneliti mengatakan bahwa respon coping yang diberikan individu memegang peran yang sangat penting dalam menentukan makna dan pengaruh dari kejadian-kejadian dalam hidupnya yang dapat menimbulkan stres. Salah seorang ahli, yaitu Folkman dan Lazarus, (1984) mengemukakan pentingnya mempelajari peran individu dalam menilai stressor, dan bagaimana individu tersebut aktif bertahan untuk melawan ancaman atau bahaya yang diasosiasikan dengan stressor. Selain itu Klauer dan Filipp (dalam Schwarzer, 1989) mengidentifikasikan lima strategi coping yang digunakan sebagai dimensi dalam sebuah analisis fakor: (1) Mencari integrasi sosial, (2) refleksi atau mediasi, (3) meminimalkan ancaman, (4) berpaling pada agama, (5) mencari informasi.

Carver, Sceiser, dan Weintraub (dalam Buari, 2000) menggolongkan srtategi coping menjadi tigabelas bentuk yang terdiri atas lima


(48)

bentuk strategi coping yang tergolong dalam Problem Focused Coping (PFC) dan delapan bentuk strategi coping yang tergolong dalam Emotion Focused Coping (EFC).

a. Problem-Focused Coping: yaitu strategi ya ng mencoba untuk menghadapi dan menangani langsung tuntutan dari situasi atau upaya untuk mengubah situasi tersebut strategi yang tergolong dalam Problem Focused Coping meliputi:

1) Active coping atau coping aktif, merupakan salah satu bentuk coping yang ditandai dengan adanya langkah nyata yang dilakukan individu untuk menyelesaikan atau menghadapi masalah, berjuang untuk menyelesaikan masalah serta adanya keputusan untuk mengambil langkah yang bijaksana sebagai pemecahan masalah. 2) Planning atau membuat perencanaan, merupakan bentuk coping

yang ditandai dengan adanya usaha untuk memikirkan cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi stressor atau dapat juga berupa usaha untuk membuat rencana penyelesaian masalah.

3) Suppression of competing activities atau menekan aktifitas tandingan, merupakan salah satu bentuk coping yang ditandai dengan adanya usaha individu untuk mengurangi perhatian dari aktivitas lain sehingga individu dapat lebih memfokuskan diri pada permasalahan yang sedang dihadapi.

4) Restraint coping atau menunggu waktu yang tepat untuk bertindak, merupakan salah satu bentuk coping yang ditandai


(49)

dengan usaha individu untuk menunggu waktu dan kesempatan yang tepat untuk bertindak. Individu berusaha untuk menahan diri dan tidak tergesa- gesa dalam bertindak.

5) Seeking social support for instrumental reason atau mencari dukungan sosial untuk alasan instrumental, merupakan salah satu bentuk coping yang terwujud dalam usaha individu untuk mencari saran, bantuan dan informasi dari orang lain yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.

b. Emotion-focused coping: dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan diitmbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan. Strategi yang tergolong dalam Emotion-focused coping meliputi:

1) Seeking social support for emotional reason atau mencari dukungan sosial untuk alasan emosional, merupakan salah satu bentuk coping yang ditandai dengan adanya usaha individu untuk mencari dukungan moral, simpati dan pemahaman dari orang lain. 2) Positive reinterpretation atau penilaian kembali secara positif,

ditandai dengan adanya usaha untuk memaknai semua kejadian yang dialami sebagai suatu kenyataan ya ng harus dihadapi.

3) Acceptance atau penerimaan, diartikan sebagai adanya sikap untuk menerima kejadian dan peristiwa sebagai suatu kenyataan yang harus dihadapi.


(50)

4) Denial atau penyangkalan, merupakan usaha individu untuk menolak atau menyangkal kejadian sebagai sebuah kenyataan yang harus dihadapi.

5) Turning to religion atau berpaling pada agama, merupakan salah satu bentuk coping yang ditandai oleh adanya usaha untuk mencari kenyamanan dan rasa aman dengan cara berpaling pada agama. Biasanya diwujudkan dalam doa, meminta bantuan pada Tuhan dan adanya sikap pasrah pada Tuhan.

6) Focusing on and venting emotions atau berfokus pada emosi dan penyaluran emosi, merupakan salah satu bentuk coping yang ditandai dengan adanya usaha untuk meningkatkan kesadaran akan adanya tekanan emosional dan secara bersamaan melakukan upaya untuk menyalurkan atau meluapkan perasaan tersebut.

7) Behavioral disengagement atau pelepasan secara perilaku, merupakan salah satu bentuk coping yang ditandai dengan adanya penurunan usaha untuk menghadapi stressor (menyerah pada situasi yang dialami). Bentuk coping ini juga dikenal dengan istilah putus asa.

8) Mental Disengagement atau pelepasan secara mental, merupakan usaha individu untuk mengalihkan perhatian dari permasalahan yang dialami dengan melakukan aktivitas lain seperti berkhayal atau tidur.


(51)

Lazarus dan Folkman, (1984) lebih mengembangkan aspek strategi coping tersebut menjadi:

1) Cautiousness atau kehati- hatian, yaitu strategi yang mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan masalah dan selali bersikap hati-hati sebelum bertindak.

2) Instrumental Action merupakan bentuk strategi yang selalu membuat perencanaan penyelesaian secara logis.

3) Negotiation adalah bentuk strategi yang mencoba menyelesaikan masalahnya dengan cara melakukan pendekatan terhadap sumber masalah.

4) Escapism atau pelarian dari masalah adalah bentuk strategi yang selalu menghindari masalah dengan cara berkhayal, makan, minum- minuman dan merokok.

5) Minimisation atau menganggap kecil adalah bent uk strategi yang menganggap bahwa masalah itu tidak ada.

6) Self blame atau menyalahkan diri sendiri adalah bentuk strategi yang menyalahkan dan menghukum diri sendiri serta menyesali apa yang sudah terjadi.

7) Seeking meaning atau pencarian makna kegagala n yang dialaminya bagi dirinya serta melihat segi-segi yang penting dalam kehidupan, seperti mencoba untuk menemukan jawaban masalah melalui kepercayaan yang dianutnya.


(52)

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan penjabaran sebelumnya adalah strategi coping yang dipakai dalam penelitian ini adalah strategi coping yang dikemukakan oleh Carver, Sceiser, dan Weintraub yang mengelola stres ke dalam dua kelompok besar seperti Problem-Focused Coping, dan Emotion-Focused Coping.

8. Faktor yang Mempengaruhi Strategi Coping Stres

Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan fisik atau energi, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan sosial dan materi seperti yang dikemukakan passer & Smith (2004).

a. Kesehatan Fisik

Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar

b. Keyakinan atau pandangan positif

Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi coping tipe yaitu: problem-solving focused coping


(53)

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.

d. Keterampilan sosial

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat.

e. Dukungan sosial

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya. f. Materi

Dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.

Berdasarkan beberapa kategori strategi coping yang dikemukakan di atas, terlihat bahwa sesungguhnya usaha coping yang dilakukan tidak harus selalu mengarah pada penyelesaian masalah secara tuntas. Yang lebih penting dari itu adalah bagaimana dengan usaha coping yang dilakukan individu dalam menghadapi stres, individu tersebut dapat bertahan untuk tidak terlalu larut


(54)

dalam masalah yang dihadapinya, maka penelitian ini akan memakai salah satu strategi coping dari penelitian Carver, Sceiser, dan Weintraub.

B. Penderita HIV/AIDS 1. Pengertian HIV/AIDS

Perjalanan kasus HIV/AIDS pertama kali terjadi sekitar tahun 1981 oleh ahli kesehatan di kota Los Angeles, Amerika Serikat (Kompas 23 Mei 2003). Ketika sedang melakukan sebuah penelitian kasus seri terhadap empat pemuda/mahasiswa. Ternyata dalam tubuh keempat pemuda tadi ditemukan penyakit phenumonia yang disertai dengan penurunan kekebalan tubuh (Imunitas).

AIDS sendiri adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang dalam bahasa Indonesia kurang lebih adalah Sindrom Cacat Kekebalan Dapatan, artinya cacat kekebalan tubuh akibat suatu penyakit yang didapat dalam perjalanan hidup penderita (Pelkesi, 1995). AIDS adalah sejenis penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh disebabkan oleh jenis virus yang khas untuk penyakit ini. Penyakit ini bukan sejenis penyakit keturunan yang diwariskan dari orangtua pada anak-anaknya melainkan penyakit yang didapat dalam perjalanan hidup seseorang. Akibat penurunan daya tahan tubuh penderita, maka berbagai kuman dan jazad renik, yang dalam keadaan normal dapat ditahan dengan baik, akan menyerbu ke dalam darah dan jaringan-jaringan tubuh penderita tersebut.


(55)

Kuman-kuman tersebut dikatakan bersifat “opportunistic” karena mereka memanfaatkan kesempatan yang terbuka untuk menyerbu dan berkembang biak. Beberapa sel abnormal (kanker) memanfaatkan pula kesempatan tersebut untuk memperbanyak diri dan menyebabkan kanker. Manifestasi klinis penyakit ini bukan merupakan gejala gangguan sistem kekebalan tubuh itu sendiri melainkan gejala penyakit infeksi dan kanker oportunistis tersebut yang akan menimbulkan kumpulan gejala klinis (sindrom) yang menentukan tingkat keparahan penyakit AIDS. Montagnier (dalam Rasad.1987) mengungkapkan bahwa jarang sekali terjadi bahwa suatu kejadian telah menarik perhatian media penerbit sedemikian besarnya seperti pada AIDS.

Dengan arti yang lain, sebelum orang menderita AIDS, tubuhnya terlebih dahulu telah terjadi kerusakan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya kerusakan sistem kekebalan tubuh ini, penderita akan menjadi peka terhadap infeksi termasuk kuman yang dalam keadaan normal sebenarnya tidak berbahaya.

Pengidap AIDS sebagian besar penderita sebelumnya terinfeksi virus HIV. Penyakit ini merupakan penyakit kedua yang menyebabkan kematian pada pria kelompok usia 25 sampai 44 tahun (Rachimhadhi, 1996:24)

Gejala penyakit penderita AIDS mirip dengan penyakit biasa seperti demam, bronchitis, dan flu. Akan tetapi, pada penyakit ini biasanya lebih parah dan berlangsung pada waktu yang lama. Richardson mengemukakan gejala umum AIDS mencakup hal sebagai berikut:


(56)

a. Kelelahan yang sangat, yang berlangsung selama beberapa minggu tanpa sebab yang jelas.

b. Demam tanpa sebab yang jelas, menggigil kedinginan atau berkeringat berlebihan di malam hari, berlangsung beberapa minggu.

c. Hilangnya berat badan lebih dari lima kg dalam waktu kurang dari dua bulan.

d. Pembengkakan kelenjar, terutama di leher atau ketiak.

e. Sariawan atau terdapat sejenis bisul dan luka bernanah di mulut atau tenggorokan. Sariawan adalah sejenis infeksi yang umumnya terjadi di vagina, mengakibatkan keluarnya cairan berwarna putih yang mengganggu. Pada lelaki, jamur ini mungkin timbul berupa bintik-bintik putih yang mengganggu di ujung penis atau munculnya kotoran putih yang keluar dari anus.

f. Diare terus-menerus.

g. Nafas menjadi pendek, lambat laun menjadi buruk setelah beberapa minggu, disertai batuk kering yang tidak diakibatkan oleh rokok dan berlangsung lebih lama daripada batuk karena flu berat.

h. Bisul atau jerawat baru, berwarna merah muda atau ungu, biasanya tidak sakit, muncul di kulit bagian mana saja, termasuk di mulut atau kelopak mata.

Dalam banyak kasus luka- luka tersebut dapat juga timbul organ bagian dalam seperti selaput paru-paru, usus, atau anus. Awalnya, luka-luka itu tampak seperti luka melepuh berdarah atau memar, tetapi tidak memucat jika


(57)

ditekan dan tidak hilang. Biasanya luka melepuh ini adalah salah satu bentuk kanker kulit yang dikenal dengan leaposis sarcoma. Untuk beberapa alasan yang tidak sepenuhnya dipahami, kanker ini bukanlah gejala umum pada perempuan yang menderita AIDS.

Human Immunadeficiency Virus (HIV) yaitu suatu virus menyerang sistem kekebalan tubuh (Richardson, 2002 : 1). Jika sistem kekebalan tubuh rusak, tubuh menjadi rentan terhadap infeksi dan kanker, apabila sistem kekebalan tubuhnya baik dapat menangkis penyakit tersebut. HIV secara terus menerus memperlemah sistem kekebalan tubuh dengan cara menyerang dan menghancurkan kelompok sel darah putih tertentu yaitu sel T – helper, sel ini berperan penting pada pencegahan infeksi. HIV tidak hanya merusak sistem kekebalan tubuh saja, tetapi juga merusak otak dan sistem saraf pusat.

Virus ini akan diderita seumur hidup oleh si penderita dan sangat mudah menular melalui berbagai macam cara, yaitu hubungan heteroseksual, entah dari laki- laki ataupun dari perempuan (Richardson, 2002). Selain melalui jarum suntik, perempuan yang terinfeksi HIV juga dapat menularkannya pada anak-anak selama kehamilannya. Hal yang perlu diingat adalah bahwa tidak semua orang yang terinfeksi HIV langsung menunjukkan gejala klinik, bahkan si penderita virus tersebut tidak mengetahui, apalagi keluarga maupun lingkungannya dia tinggal. Bisa dibayangkan penularan virus ini akan berkembang dengan pesat. Untuk mengetahui terinfeksi HIV diperlukan uji klinis yang berulang untuk memastikan positif HIV. Di sisi lain, bila si pengidap HIV tersebut mengetahui uji klinisnya menunjukkan bahwa


(58)

dia reaktif, dia tidak mau memberitahukan kepada orang lain termasuk orang terdekat, karena dia tidak mau dikucilkan atau tidak diterima oleh keluarga dan masyarakat. HIV merupakan virus penyebab AIDS, namun tidak semua penderita akhirnya mengidap AIDS, berdasarkan studi yang pertama menunjukkan, sekitar satu dari sepuluh orang yang tertular virus ini akhir nya menderita AIDS. Berdasarkan studi tentang penyakit ini, dalam tujuh tahun studi terakhir menunjukkan bahwa 30% orang yang terinfeksi HIV akan terjangkit AIDS karena waktu antara infeksi dan munculnya gejala memakan waktu beberapa tahun, maka waktu pun akan memperlihatkan bahwa angka 30% juga terlalu rendah (Richardson, 2002)

2. Penularan virus HIV/AIDS

Dalam penularan atau transmisi pengidap AIDS disebabkan oleh berbagai faktor seperti yang dikemukakan pelkesi (1995). Faktor- faktor transmisi tersebut antara lain:

a. Penularan seksual

Cara hubungan seksual ono-genital merupakan perilaku seksual yang beresiko tinggi bagi penularan HIV, oleh karena mukosa rectum sangat tipis dan mudah sekali mengalami perlukaan saat melakukan hubungan seksual secara ono-genital. Dari perhitungan statistik, resiko tertular HIV melalui hubungan seksual 0.1% - 1%. Hal yang menarik perhatian adalah kemungkinan penularan yang dilakukan, artinya ada yang baru beberapa kali saja dengan pengidap HIV telah dapat tertular.


(1)

395 396 397 398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436

kamu?

Dulu..tapi sekarang biasa aja..gimana ya..satu yang bikin aku kuat sampai sekarang ini ya mas BU itu..dulu aku mikir kenapa satu-satunya kebahagiaanku diambil Tuhan..jadi kalau sekarang aku harus iri dengan orang lain kenapa?

Toh kalau aku besok matinya gara- gara penyakit ini, aku nanti bisa ketemu mas BU lagi kok..

Berarti kalau begitu kamu ngga menyesal dengan keadaan kamu sekarang?

Engga..menyesal kenapa? Tuhan udah kasih seperti ini kok..kalau iri..kadang ya..palagi pas liat orang yang pacaran bisa langgeng sampai nikah sampai nenek- nenek juga..kok aku ngga..tapi kadang aku pengen marah ma Tuhan napa aku di posisi yang kayak gini..ya minimal kalau udah ditinggal mati ya udah,ngga pake ditinggali sakit juga

(EFC .Fove)

O iya..tadi kamu bilang kamu 2 kali konseling di Lentera kan? Adakah manfaat yang bisa diambil dari konseling itu?

Konseling kemaren cuma bantu aku dikit kok..awalnya aku cuma minta pendapatnya tentang gimana baiknya aku harus ngomong sama ibukku atau engga..trus yang kedua aku aku curhat ya yang sekitar-sekitar itu aja..ya mbantu- mbantu dikit lah..kadang kalau aku mikir bikin stres juga kalo harus ngadepin sendirian, makanya cari temen yang bisa diajakin kompromi masalah ini

(EFC. Scser)

Pernah ngga ikut kegiatan disana? Engga..

Kalau boleh tahu apa sih yang biasanya jadi pikiran kamu saat konseling?

Kepikiran mas BU..kepikiran kalau nanti akhirnya ibukku tahu jadinya gimana..aku kasian juga sama ibukku, mungkin ibuk pikir aku ini anaknya yang ngga bisa macem- macem ya, tapi kalo ibu tahu aslinya aku gimana..

Kalau dulu kan aku lebih sering kepikiran mas BU..tapi sekarang aku takut kedepanku nantinya..apa bisa aku nyenengin ati ibukku, apa bisa nanti aku ketemu sama orang yang tahu keadaanku..sekarang aku jadi ngeri sendiri kalau aku mbayangin besok aku bakalan sakit kayak BU…duh ibukku mesti gelo ri.. Terus kalau kamu sedang kepikiran hal itu, gimana cara mengatasinya?

Aku berdoa aja ri..Tuhan pasti ada maksud nempatin aku di posisi kayak gini, aku nerima kok,toh ini juga yang terbaik buat aku. Tuhan juga pasti kasih jalan kok..kadang aku nangis sendiri..ceritanya protes kali ya sama Tuhan..atau kalau engga aku

(EFC.Tr) (EFC.A) (EFC.


(2)

437 438 439 440 441 442 443 444 445 446 447 448 449 450 451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 474 475 476 477

ke makamnya mas BU curhat kayak orang gila..lha ngomong sendiri..tapi sekarang dah jarang..

Fove) Pernah ngga saat kamu stres, kamu melakukan hal yang negatif?

Dulu aku setahun minum ekstra joss rutin 3 kali sehari lho..ngga tahu kenapa. Pertama minum biasa- biasa aja, trus ketagihan. tapi dulu kesannya aku pengen cari penyakit biar cepet mati..aku bingung kudu ngapa lagi. Kalau udah HIV kan mau ngga mau kan jadi ringkih,jadi cepet sakit to? Daripada nanti ngrepoti orang?

Mendingan mati cepet-cepet.. Sekarang masih minum itu?

Engga..

Trus bisa berhentinya gimana?

Ketahuan bapak...lha dulu kalau ngga minum tuh rasanya lemes je..tapi akhirnya bisa juga kok. Wong dah niat

Kok kamu bisa punya pikiran seperti itu?

Ya sekarang bayangkan aja, kalau ditinggal mati pacarnya tuh rasanya kayak apa sih, belum aku kena HIV dari dia..mungkin kamu ngga ngerti ri..aku pengen ngga percaya sama semuanya pas itu, ya mas BU, ya penyakitku..rasanya cuma pengen mati. Aku ngga mau bilang sama ibukku soalnya aku ngga pengen semuanya berubah..aku ngga pengen ada yang takut dekat-dekat aku, apalagi kasihan..aku ngga mau, anggap aja aku ngga kena apa-apa..

(EFC.D)

Semenjak kamu punya HIV, ada ngga permasalahan yang muncul?

Maksude (berbisik pelan..)?

Ya maksudnya seperti tadi kamu bilang kamu ngga pengen percaya kalau kamu punya sakit, atau kenyataan yang kamu tutupin dari ibu? Apakah semua itu ngga membuat kamu bermasalah?

Ho’o sih..maksudnya..susah juga kalau terusan gini. Pengen cerita palagi kalo dah mentok tuh lho..rasanya…tapi kalau bilang pasti jadi runyem..moso ngrepotin bapak terus? Aku ngga enak..susah pokoke

Lalu, bisa jelaskan lagi tentang rasa tidak percaya dengan mas BU atau penyakitmu tadi?

Itu gara-gara kemarin dah bingung mau gimana..pikirku kalau aku nganggep mas BU lagi kerja di Surabaya, aku jadi ngga stres banget..jadi aku mikirnya mas BU ngga meninggal…

Lalu, penyakit kamu itu, kamu melakukan cara yang sama biar ngga terlalu stress?

He’em..aku ngeri kalo besok ibukku tahu, trus kalau aku sakit kayak mas BU..tapi yang paling ngeri pas aku sering liat internet

(PFC. Scsir)


(3)

478 479 480 481 482 483 484 485 486 487 488 489 490 491 492 493 494 495 496 497 498 499 500 501 502 503 504 505 506 507 508 509 510 511 512 513 514 515 516 517 518 519

banyak kasus dikucilkan sama orang lain, malah ada yang diasingkan sama keluarganya..makanya aku ngga mau kejadian kayak gitu meski kalau ta simpen sendiri rasanya..berat..

Trus, gimana cara kamu mengatasi permasalahan yang timbul akibat adanya status kamu sebagai ODHA?

Aku kalau dah mentok paling ke Ganjuran (salah satu tempat ibadah)..doa disana..biasanya gitu..kalau ngga ya cerita sama mbakku atau bapak..

(EFC.Tr) (EFC. Scser) Bapak?bapak kamu?

Bapaknya mas BU.. Lalu?

Ya itu..padahal kalau bisa jalan sama IN ya malah lebih baik..lha sama-sama punya kan?

(EFC. Scser) Lalu, mengapa kamu milih cara itu?

Ya karena aku lebih tenang aja kalau dah doa disana..aku kalau mau nakal bisa aja lho, pengen nyoba yang belum pernah ta coba, tapi kalo ujung- ujungnya dikirain anak nakal mendingan ngga usah aja..soalnya aku ngga ngerti umurku sampai kapan kan? Tapi kasihan ibukku nanti..mendingan jadi orang biasa aja..biar jadi pertimbangan masuk sorga atau neraka..hiihh..jadi ngeri sendiri

(EFC. Bd)

Gimana dengan jalan dengan IN atau cerita dengan bapak atau kakak kamu?

Ya sekedar pengen curhat aja, biar ngga kepikiran banget..

Sekarang apa saja yang dirasa membantu dalam penanganan kamu untuk menyelesaikan masalah kamu itu?

Apa ya..ya kalau sekarang aku lebih deket sama Tuhan, mungkin aku lebih tenang aja kalau lagi ngedepin masalah atau apalah..aku mikir semua orang udah ndukung aku kok..orang aku juga ngga suka macem- macem, jadi mereka percaya aku..palagi ibu..aku pengen jadi anaknya ibu yang baik..

Kalau yang menyulitkan?

Yang menyulitkan ya perasaanku ini..aku ngga betah kalau harus nyimpen sendiri..tapi kalau aku cerita bisa bikin runyem mendingan ta simpen aja..

Kalau memang ngga betah mendingan cerita sama ibu…

Pengen sih… tapi aku ngga bisa ri..aku juga ngga enak kalau sering cerita sama bapak..sekarang aku kalau ke rumahnya mas BU malah dadi isin dewe gara-gara penyakitku ki..rasanya dah beda..aku jadi minder kalau ketemu orang rumah, kecuali pas IN ada..tapi aku ngga bisa to ngrepoti bapak ibu lagi..kadang ri..kalo lagi sendirian, kadang nangis dewe..takut ngadepin sendirian..aku wedi je ri..

(EFC. Fove)


(4)

520 521 522 523 524 525 526 527 528 529 530 531 532 533 534 535 536 537 538

Lalu, apa harapan kamu sekarang?

Harapanku..bisa mengulang waktu trus ngga ketemu mas BU..jadi kan ngga kena HIV kayak sekarang ini..enak aja..ya pengennya ya sekarang berjalan apa adanya aja..yang udah terjadi ya mau digimana’in to? Yang penting sekarang gimana caranya lebih ati2 aja biar ngga gampang sakit..gimana besok bisa nyenengin dan buat ibukku bangga sama aku..

Kalau boleh jujur, aku sekarang takut sendiri kalau mbayangin aku bakalan kayak mas BU..aku belum siap mati je..tiap aku mikir kalo umurku ngga panjang jadi ngeri, mbo’o akhirnya ketemu mas BU tapi sumpah aku ngga bisa

(EFC. Fove)

Mungkin akan lebih baik kalau kamu terus terang sama ibu, tapi itu hak kamu sih..

Engga. Mendingan tetep kayak gini aja

Ya sudah. Semoga semuanya bisa berjalan dengan lancar aja ya.. Doanya aja ri..thanks lho

Udah selesai wawacaranya, ngga kerasa kan? Besok kalau aku masih butuh sedikit informasi lagi ngga papa kan?

Nyantai aja…udah bener nih?

Wawancara 2 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Terimakasih buat waktunya ya, kemarin kebetulan datanya masih kurang, jadi sekarang konfirmasi lagi..sory ngrepoti ya.

Ngga papa..

Dimulai dari saat kamu nerima hasil tesnya, apa yang kamu rasakan saat itu?

Dulu aku nerimanya ngga pengen percaya kalau aku juga kena itu..udah mas BU ngga ada, sekarang ganti aku yang kena tapi aku

ngga kenapa- napa.. Kalau ngga salah habis itu kamu ke makam pacarmu ya? Lalu

perasaan kamu setelah kamu nyandang status sebagai ODHA gimana?

Kalau dulu aku pede aja soalnya aku bisa cepet nyusul mas BU..ngga papa malahan

Kalau sekarang? Apa ada perbedaan?

He’em ri…sekarang isinya cuma takut terus.. Lha kenapa?

Dulu kan aku mikir ga papalah kalau kena, tapi sekarang kan dah lama..jadi lama- lama aku ngeri kalau mbayangin besok aku niru mas BU..aku ngga mau mati muda


(5)

21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62

menyandang status ini, antara lain kesehatan yang menurun, relasi kamu..sekarang gimana?

Ya masih sekitar itu..aku sekarang ngga bisa terlalu mikir soalnya takut sakit. Trus kadang iri juga sama orang yang pacaran tapi mereka bisa langgeng..ngga dipisahin kayak gini

Lalu, gimana dengan hubungan kamu dengan orang lain. Kenapa?

Ya apakah status itu ngga pengaruh pada hubungan kamu dengan orang lain?

Jelaslah, pastinya aku jadi minder kalau ada yang deket..palagi cowok tapi kalau udah gitu tergantung akunya jaga diri biar ngga nular..tapi malah bikin stres sendiri soalnya aku mikir aku ini kayak penyakit aja..

Lalu bagaimana sikap kamu terhadap orang lain setelah kamu punya status ini?

Ngga gimana- gimana..o itu aku pengen perawate ta tulari…(subyek tertawa kecil)

Lha kenapa?

Salahe kok sentimen kalau jatahnya aku minta obat. Palagi pas aku tes darah wah..marai emosi..kadang pengen ae tapi jahat ya..makane sekarang kalau aku minta obat mending langsung pak wid

Memangnya reaksi perawatnya seperti apa ? Marai emosi..kayaknya dah pernah ta critain to? Seperti wawancara pertama itu ya?

He’em..ya itu pas aku tes itu

Lalu reaksi orang terhadap status kamu?

Biasa aja kok..perawatnya ngga diitung lho ya. Kayak bapak, IN, ibunya mas BU biasa..masih kayak dulu..

Bisa ceritakan masalah yang sering muncul saat kamu sudah punya status ini?

Apa ya? Aku masih ngga bisa cerita sama ibuk kalau aku kena HIV. Tapi kalau gini terus aku yang ngga bisa. Kalau aku kebayang mas BU aku pengen cerita sama ibuk, paling engga aku bisa lega. Tapi kalau inget posisinya ibuk yang banyak pikiran aku yang ngga tega. Kalau cuma cerita sama IN atau bapaknya mas BU kan ngga bisa plong banget..kalau dah gitu aku nganggep aja aku ngga sakit apa-apa..

Maksudnya gimana dengan nganggep ngga sakit apa-apa?

Ya aku ngga mau tau kalau aku kena HIV. Kalau aku mikir sakit terus aku pasti jadi takut keluar rumah..jadi streslah..apalah..mendingan aku mikir aku punya sakit yang biasa


(6)

63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83

aja jadi ngga terlalu stres, aku mikir juga kalau nanti orang pada ngerti aku kena pasti takut deket-deket aku. Aku ngga mau

Lalu bagaimana kamu mengatasi permasalahan itu?

Berdoa..aku yakin Tuhan kasih rencana yang indah ri..kalau pengen jalan ya jalan aja..paling aku dolan tempat IN curhat.. Lalu,sebenarnya apa manfaat kemarin kamu sempat ke LSM? Ya cari orang yang enak buat curhat dong, aku kan ngga aktif di sana, kalau ngga bisa curhat sama orang rumah aku mendingan cari orang yang sama biar ngga kepikiran terus.

Kenapa kamu memilih cara seperti itu?

Biar tenang aja..mau gimana ujung-ujungnya kalau lagi ada masalah pasti larinya ke Tuhan to?

Apa yang kamu rasakan menbantu atau menyulitkan dalam menangani masalah

Yang membantu ya kalau doa kan bisa kapan aja aku bisa..tapi yang susah ya ini mau sampai kapan aku nyimpen dari ibukku. Lalu harapan kamu sekarang apa?

Bisa jadi anak baik..hehe..ya seperti kemarin aja..aku pengen mbahagiain ibukku, pengen sehat, pengen apa ya..

Ok, terimakasih ya buat informasinya, semoga cukup.. Kapan kapan aja ri