PENGEMBANGAN MODUL IPA BERBASIS STML PADA TEMA “BRIKET PELEPAH SALAK PONDOH” UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 TEMPEL.

(1)

THE DEVELOPING OF SCIENCE MODULE BASED ON SCIENCE, TECNOLOGY, SOCIETY, AND ENVIRONMENT BY THE THEME

OF “BRIKET PELEPAH SALAK PONDOH ” TO INCREASE THE

STUDENTS’ PROCESS SKILL OF GRADE VII IN JUNIOR HIGH SCHOOL 1ST TEMPEL

By:

Muhammad Labib Ridlo NIM. 12312241015

ABSTRACT

This research aims to find out the advisability of the science modules based on Science, Tecnology, Society, and Environment (STML) by the theme of “Briket Pelepah Salak Pondoh” which has been developed. It also aims to find out the increasing of students’ process skill after use the result of developed module.

The method of this research is R&D method (Research and Development). This research takes place in SMP N 1 Tempel especially for science learning. The instruments of this research are including: validation sheets of science module, questions set of pre-test and post-test, observation sheets of students’ process skill, questionnaires of students’ response toward developed science module, and the implementation sheets of STML learning approach. The data is analyzed by using descriptive analysis techniques to find out the advisability of the module based on the suggestions and assessment score from the validator, gain score of the increased students’ process skill, the increasing of percentage of student’s process skill on each meeting, students’ responses on the module based on the suggestions, assessment score of the response, and the percentage of the implementation of STML learning approach.

The result of this research shows that the developed science module is suitable to be used in learning process. It is categorized in excellent level. Furthermore, the developed module is able to increase the students’ process skill with medium level categorization in the acquisition of gain score. Meanwhile, based on the observation’s result, it can be concluded that the result of process skill is increase from adequate category to good category.

Keywords: module for natural science, Sains-Tecnology-Society-Environment (STML), process skill, Junior high school students


(2)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan di sekolah tidak terlepas dengan adanya kegiatan pembelajaran yang menjadi kegiatan utama dalam proses pendidikan. Kegiatan pembelajaran dalam pendidikan, khususnya pendidikan formal yang berlangsung di sekolah, merupakan interaksi aktif antara guru dan siswa. Tugas dan tanggung jawab utama seorang guru adalah mengelola pembelajaran agar berjalan dengan efektif yang ditandai dengan adanya keterlibatan aktif diantara dua subjek pembelajaran.

Guru sebagai penginisiatif awal dan pengarah serta pembimbing, sedangkan siswa sebagai peran yang terlibat aktif untuk memperoleh perubahan diri dalam pembelajaran di kelas. Peran guru dalam proses pembelajaran, bukanlah mendominasi, tetapi membimbing dan mengarahkan siswa untuk aktif memperoleh pemahamannya berdasarkan segala informasi yang siswa temukan dari lingkungannya. Dengan adanya siswa yang aktif diharapkan kegiatan proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik.

Proses kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah khususnya untuk mata pelajaran IPA sekolah menengah pertama (SMP) masih bersifat teoritis atau terpisah-pisah, belum adanya penerapan masalah yang dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA terpadu menjadi salah satu model pembelajaran yang dapat diterpakan pada siswa SMP. Pembelajaran IPA secara terpadu diharapkan dapat memberikan pengalaman kepada siswa


(3)

tentang suatu pembelajaran yang bermakna. Bermakna diartikan sebagai dalam pembelajaran terpadu siswa akan mendapat konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami.

Berdasarkan hasil observasi, dalam kegiatan pembelajaran guru di SMP N 1 Tempel masih memegang peran utama, sehingga kegiatan pembelajaran cenderung berpusat pada guru. Sebagai konsekuensinya siswa cenderung mendengarkan ceramah kemudian menyalin catatan yang diberikan oleh guru, sehingga siswa masih banyak kurang aktif untuk mencari pengetahuannya sendiri. Proses pembelajaran tersebut berdampak pada terbatasnya kesempatan siswa untuk mengeksplorasi sumber pengetahuannya secara luas. Siswa hanya terpaku pada materi yang diberikan oleh guru. Sebagian besar kendala yang dihadapi guru dalam pembelajaran IPA terpadu adalah sumber belajar yaitu bahan ajar. Bahan ajar yang beredar sudah terpadu, tetapi pada materi yang disajikan masih terpisah-pisah satu dengan lainnya dan belum tampak keterkaitan antara kompetensi dasar yang satu dengan yang lainnya.

Abdul Majid (2013: 176) berpendapat bahwa, modul merupakan sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru, sehingga minimal modul berisi paling tidak tentang segala komponen dasar bahan ajar. Hal tersebut selaras dengan pendapat Andriani, yang mengemukakan bahwa kegunaan modul dalam proses pembelajaran antara lain sebagai penyedia informasi dasar,


(4)

karena dalam modul disajikan berbagai materi pokok yang masih bisa dikembangkan lebih lanjut, sebagai bahan intruksi atau petunjuk bagi siswa, serta sebagai bahan pelengkap dengan ilustrasi dengan foto yang komunikatif. Disamping itu, kegunaan lainnya adalah menjadi petunjuk mengajar yang efektif bagi guru serta menjadi bahan untuk berlatih bagi siswa dalam melakukan penelitian sendiri (self assessment) (Belawati: 2003).

Salah satu cara yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA terpadu adalah menggunakan pembelajaran yang bertema. Pembelajaran bertema yang dimaksudkan adalah memadukan beberapa bidang studi atau bidang kajian IPA yaitu fisika, kimia dan biologi dengan menggunakan sebuah tema. Tema yang digunakan diupayakan tepat dengan keseharian siswa supaya aktif dalam pembelajaran serta menumbuhkan sikap kreatifitas pada siswa. Tema yang diangkat adalah tema yang berhubungan dalam kehidupan sehari-hari maupun masalah yang berhubungan dengan masyarakat. Tema yang dimaksudkan menggunakan tema berbasis Sains-Teknologi-Masyarakat-Lingkungan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan mengaplikasikan kajian teori yang telah diperoleh serta mempraktekannya.

Hasil observasi yang dilakukan pada kecamatan Tempel memberikan informasi bahwa kecamatan Tempel yang mempunyai keunggulan lokal berupa salak pondoh. Hampir setiap warga Tempel mempunyai kebun salak pondoh. Bagian yang banyak dimanfaatkan dari tanaman salak pondoh


(5)

adalah buahnya, sedangkan pemanfaatan bagian dari pohon salak pondok yang belum dilakukan secara maksimal diantaranya adalah pelepah salak pondoh. Pelepah salak pondoh banyak ditemukan di sekitar pohon salak. Hal tersebut dikarenakan supaya berbuah dengan baik, pelepah daun salak yang sudah tua perlu dipotong. Daun salak berduri biasanya dibiarkan saja dibawah pohon sampai menjadi kompos. Proses ini memerlukan waktu yang lama. Petani salak di Tempel memang biasa memanen buah salak tetapi belum mempunyai cukup teknologi untuk mengelola sampah pelepahnya. Pelepah tersebut hanya sebagai sampah yang hanya dibiarkan oleh masyarakat. Permasalahan tersebut relevan dengan materi IPA kelas VII yaitu terkait tentang bagaimana cara mengelola lingkungan.

Permasalahan di kecamatan Tempel tersebut, memberikan peluang untuk mengangkat suatu tema yang berhubungan dengan pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat-Lingkungan. Dalam hal ini tema yang berkaitan antara pembelajaran IPA dan Sains-Teknologi-Masyarakat-Lingkungan diantaranya adalah Briket. Tema tersebut terpilih karena dalam proses pembuatan briket berkaitan dengan kajian sains yaitu Fisika, Kimia dan Biologi. Selain itu, pembuatan briket dapat mengurangi pencemaran lingkungan maupun kerusakan lingkungan.

Melalui tema pembuatan briket tersebut diharapkan siswa mampu mengaplikasikan konsep serta dapat memunculkan keterampilan sains dalam pembuatan briket. Keterampilan sains yang diharapkan salah satunya adalah keterampilan proses. Keterampilan proses berkaitan dengan


(6)

pendekatan STML karena keterampilan proses masuk dalam salah satu tujuan dari pendekatan STML yang mencakup lima domain. Lima domain tersebut meliputi domain konsep, proses, aplikasi, kreativitas dan sikap. Keterampilan proses merupakan proses ilmiah dimana siswa mampu mempelajari sains sesuai apa yang ahli sains lakukan yaitu melalui pengamatan, klasifikasi, inferensi, merumuskan hipotesis dan melakukan eksperimen. Namun dari observasi pembelajaran IPA yang dilakukan di SMP N 1 Tempel masih berorientasi pada penguasaan teori dan hafalan-hafalan konsep atau materi, sehingga keterampilan proses sains kurang diterapkan guru. Oleh karena itu, peneliti mengambil tema “Briket dari pelepah salak pondoh” sebagai tema yang diangkat untuk dijadikan modul yang berbasis STML untuk meningkatkan keterampilan proses siswa.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut.

1. Proses pembelajaran IPA masih didominasi oleh penguasaan teori dan hafalan-hafalan atau materi IPA.

2. Belum adanya inovasi modul dengan menggunakan basis STML, khususnya di SMP N 1 Tempel.

3. Masih minimnya aktivitas ilmiah berupa keterampilan proses dalam pembelajaran IPA.

4. Pembelajaran IPA di SMP N 1 Tempel belum dilaksanakan secara terpadu namun masih terpisah-pisah antara Fisika, Biologi dan Kimia.


(7)

C.Pembatasan Masalah

Berpedoman masalah-masalah yang sudah diidentifikasi peneliti membatasi penelitian pada poin 2 dan 3 yaitu :

1. Belum adanya inovasi modul dengan menggunakan basis STML, khususnya di SMP N 1 Tempel.

2. Masih minimnya aktivitas ilmiah berupa keterampilan proses dalam pembelajaran IPA.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang dikemukakan sebelumnya maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kelayakan modul IPA berbasis STML dengan tema

“Briket Pelepah Salak Pondoh” yang dikembangkan sebagai bahan ajar?

2. Apakah modul IPA berbasis STML tema “Briket Pelepah Salak

Pondoh” yang dikembangkan dapat meningkatkan keterampilan proses siswa kelas VII SMP N 1 Tempel ?

E. Tujuan Penelitian

Berpedoman pada rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian, yaitu sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui kelayakan modul IPA berbasis STML dengan tema

“Briket Pelepah Salak Pondoh” yang dikembangkan sebagai bahan ajar .


(8)

2. Untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses siswa dengan menggunakan modul IPA berbasis STML dengan tema “Briket Pelepah

Salak Pondoh”.

F. Spesifikasi Produk dan Pembatasan Pengembangan

Spesifikasi produk yang diharapkan dalam penelitian pengembangan adalah sebagai berikut.

1. Modul pembelajaran IPA berbasis STML disajikan secara tematik

dengan tema “Briket Pelepah Salak Pondoh”.

2. Modul berisi materi tambahan di luar Kompetensi Dasar untuk memperkaya pengetahuan siswa terhadap materi yang telah diberikan. 3. Modul IPA menggunakan pendekatan

Sains-Teknologi-Masyarakat-Lingkungan disusun sesuai dengan komponen isi, penyajian materi, kebahasaan, dan kegrafisan.

4. Modul yang dikembangkan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan proses siswa.

5. Tema yang dikembangkan pada modul ini adalah “Briket Pelepah Salak

Pondoh” dengan menghubungkan konsep pada Kompetensi Dasar 5.1 (menjelaskan hubungan bentuk energi dan perubahannya, prinsip

“usaha dan energi” serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari) dengan Kompetensi Dasar 7.4 (mengaplikasikan peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan), serta Kompetensi Dasar 4.4 (mengidentifikasi terjadinya reaksi kimia melalui percobaan sederhana).


(9)

G. Manfaat Penelitian

Hasil pengembangan modul pembelajaran IPA Terpadu berbasis berbasis STML dengan tema “Briket Pelepah Salak Pondoh” diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya. 1. Bagi Siswa

a. Dengan adanya modul siswa dapat menilai dirinya sendiri sesuai dengan kemampuannya.

b. Siswa dapat belajar sesuai dengan waktu yang dipunyai. c. Siswa dapat belajar sesuai dengan cara belajar yang dimiliki. d. Meningkatkan kemandirian belajar siswa.

e. Menambah pengetahuan siswa. 2. Bagi Guru

a. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai gambaran perangkat pembelajaran dan bahan pertimbangan dalam melaksanakan pembelajaran IPA secara terpadu.

b. Sebagai referensi dalam melaksanakan pembelajaran IPA secara terpadu.

3. Bagi Sekolah

a. Menambah perbendaharaan modul pembelajaran yang berbasis STML untuk meningkatkan ketrampilan proses siswa.

b. Memberikan wawasan serta dukungan dalam kegiatan pembelajaran IPA secara terpadu.


(10)

4. Bagi peneliti

a. Memperkaya bidang pengetahuan IPA Terpadu. b. Sebagai acuan pengembangan modul berikutnya. H. Definisi Operasional

Menghindari kemungkinan meluasnya penafsiran terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka perlu disampaikan definisi istilah yang akan digunakan dalam penelitian pengembangan ini :

1. Modul adalah sebuah bahan belajar bagi siswa yang disusun secara sistematis berdasarkan kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa sesuai tingkat pengetahuan serta dapat dipelajari oleh siswa secara perseorangan.

2. STML merupakan suatu pendekatan yang mengkaitkan sains, teknologi, masyarakat dan lingkungan secara terintegrasi untuk memecahkan suatu permasalahan/ isu-isu dalam pembelajaran, diwujudkan dalam bentuk pendekatan atau materi pelajaran, dikembangkan untuk meningkatkan litersi ilmiah individu agar mengerti bagaimana sains, teknologi, masyarakat, lingkungan berpengaruh satu sama lain serta untuk meningkatkan kemampuan menggunakan pengetahuan dalam membuat keputusan.


(11)

3. Kelayakan adalah kriteria penentuan apakah suatu subjek layak untuk digunakan atau tidak, kelayakan yang digunakan ditinjau dari aspek kelayakan isi, kegrafisan, kebahasaan dan penyajian.

4. Keterampilan proses adalah terampil dalam penemuan dan pengembangan beberapa keterampilan yang memberi kesempatan pada siswa agar memperoleh fakta, konsep, prinsip maupun pengembangan sikap dan nilai.

5. Modul IPA berbasis STML merupakan bahan belajar IPA bagi siswa yang disusun secara sistematis mengkaitkan sains, teknologi, masyarakat dan lingkungan secara terintegrasi dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa sesuai fungsi dan tujuan modul serta karakter dan komponen modul, dengan mengikuti langkah-langkah pembelajaran dari pendekatan STML yaitu: pendahuluan dikemukakan isu-isu atau masalah, pembentukan/pengembangan konsep, aplikasi konsep dalam kehidupan, pemantapan konsep serta penilaian

6.

Briket adalah bahan bakar alternatif minyak atau elpiji yang menyerupai arang yang dapat dibakar yang digunakan sebagai bahan bakar untuk memulai dan mempertahankan nyala api.


(12)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A.Kajian Teori

1. Hakikat IPA

Kata “Sains” biasa diterjemah dengan Ilmu Pengetahuan Alam

yang berasal dari kata natural science. Natural artinya alamiah dan berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Sains secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan tentang alam atau yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Ruang lingkup sains seperti yang ada dalam kurikulum pendidikan di Indonesia adalah Sains (untuk sekolah dasar), Sains Biologi, Sains Fisika, Sains Kimia, sains Bumi dan Antariksa (Patta Bundu, 2006: 9).

Trianto (2012: 137) menjelaskan bahwa IPA meliputi tiga bidang ilmu dasar, yaitu Biologi, Fisika dan Kimia. Bidang Biologi mempelajari tentang makhluk hidup dan proses kehidupannya, Kimia mempelajari tentang materi dan sifatnya, serta Fisika mempelajari tentang energi dan perubahannya. IPA lahir dan berkembang melalui langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep.

Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan maka pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu seperti yang diungkapkan Prihantoro Laksmi (dalam


(13)

a. Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap ilmiah;

b. Menanamkan sikap hidup ilmiah;

c. Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan;

d. Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemunya;

e. Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Pusat Kurikulum, 2007: 4). Jadi, dapat dikatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah tiga bidang ilmu dasar yaitu biologi, fisika, dan kimia serta pengetahuan yang didapatkan melalui proses penemuan berupa


(14)

fakta, konsep atau prinsip pada alam sekitar serta berkembang melalui proses ilmiah.

2. Model Keterpaduan Pembelajaran IPA

Salah satu kunci pembelajaran terpadu yang terdiri atas beberapa bidang kajian adalah menyediakan lingkungan belajar yang menempatkan siswa mendapat pengalaman belajar yang dapat menghubungkan konsep-konsep dari berbagai bidang kajian. Pengertian terpadu di sini mengandung makna menghubungkan IPA dengan berbagai bidang kajian (Carin dalam Pusat Kurikulum, 2007: 11).

Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit tematisnya, menurut Fogarty (1991: 61-65) terdapat sepuluh model keterpaduan IPA. Kesepuluh model tersebut adalah: (a) fragmented, (b) connected, (c) nested, (d) sequenced, (e) shared, (f) webbed, (g) threaded, (h) integrated, (i) immersed, dan (j) networked. Merujuk model pembelajaran terpadu di atas, terdapat empat bentuk model yang sesuai untuk dikembangkan dalam pembelajaran IPA. Keempat model yang dimaksud adalah model keterhubungan (connected), model jaring laba-laba (webbed), model shared dan model keterpaduan (integrated). Tabel 1 menggambarkan perbandingan deskripsi, kelebihan, dan keterbatasan antara model connected, webbed, shared dan integrated.


(15)

Tabel 1. Empat Model Pembelajaran IPA Terpadu yang Potensial untuk Diterapkan

Model Karakteristik Kelebihan Keterbatasan

integrated Membelajarkan

konsep pada

beberapa KD yang

beririsan atau

tumpang tindih hanya konsep yang

beririsan yang

dibelajarkan

 Pemahaman

terhadap konsep lebih utuh (holistik)  Lebih efisien  Sangat

kontekstual

KD-KD yang

konsepnya beririsan tidak selalu dalam semester atau kelas yang sama

Menuntut wawasan dan

penguasaan materi

yang luas

Sarana-prasarana, misalnya buku belum mendukung

Shared Membelajarkan

semua konsep dari

beberapa KD,

dimulai dari konsep

yang beririsan

sebagai unsur

pengikat  Pemahaman terhadap konsep utuh  Efisien  Kontekstual

KD-KD yang

konsepnya beririsan tidak selalu dalam semester atau kelas yang sama

Menuntut wawasan dan

penguasaan materi

yang luas

Sarana-prasarana, misalnya buku belum mendukung

Webbed Membelajarkan

beberapa KD yang berkaitan melalui sebuah tema

 Pemahaman

terhadap konsep utuh  Kontekstual  Dapat dipilih

tema-tema menarik yang dekat dengan kehidupan

KD-KD yang

konsepnya berkaitan tidak selalu dalam semester atau kelas yang sama

Tidak mudah

menemukan tema

pengait yang tepat.

connected Membelajarkan

sebuah KD,

konsep-konsep pada KD

tersebut dipertautkan dengan konsep pada KD yang lain

 Melihat permasalahan

tidak hanya

dari satu

bidang kajian  Pembelajaran dapat

mengi-kuti KD-KD

dalam standar isi

Kaitan antara bidang

kajian sudah tampak

tetapi masih didominasi

oleh bidang kajian

tertentu

(Sumber: Fogarty, 1991: xv)


(16)

Apabila guru hendak melakukan pembelajaran terpadu dalam IPA, sebaiknya memilih tema yang menghubungkaitkan antara IPA dengan lingkungan, teknologi serta masyarakat dan memilih model keterpaduan yang sesuai. Berdasarkan karakteristik tersebut maka model keterpaduan pembelajara IPA yang peneliti gunakan adalah webbed hal ini dikarenakan pada pembelajarkan beberapa KD yang berkaitan melalui sebuah tema yaitu brupa tema “briket pelepah salak pondoh” dipertautkan dengan konsep pada KD yang lain dan adanya hubungan bidang biologi, fisika serta kimia.

3. Modul

a. Pengertian Modul

Sumber belajar (learning resource) menurut Abdul Majid (2013: 170-171), ditetapkan sebagai informasi yang disajikan dan disimpan dalam berbagai bentuk media yang dapat membantu siswa dalam belajar sebagai perwujudan dari kurikulum. Sumber belajar ini dapat dikategorikan antara lain: tempat atau lingkungan alam sekitar, benda, orang, buku, serta peristiwa dan fakta yang terjadi. Sumber belajar harus diorganisir melalui satu rancangan agar guru maupun siswa dapat memanfaatkan sebagai sumber belajar yang lebih bermakna. Association for Educational Communications Technology (AECT) mendefinisikan sumber belajar adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh siswa dalam belajar baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga


(17)

mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajarnya (Daryanto, 2010:60-61).

Pengertian modul dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 924) adalah kegiatan program belajar mengajar yang dapat dipelajari oleh siswa dengan bantuan yang minimal dari guru, meliputi perencanaan tujuan yang akan dicapai secara jelas, penyediaan materi pelajaran, alat yang dibutuhan dan alat untuk penilai, serta pengukuran keberhasilan siswa dalam penyelesaian pelajaran. Menurut Iif Khoiru Ahmadi (2011:171) pembelajaran dengan modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh siswa disertai pedomann penggunaannya untuk guru.

Sementara itu, Surahman dalam Andi Prastowo (2011: 105) mendefinisikan bahwa modul adalah suatu program pembelajaran terkecil yang dapat dipelajari oleh siswa secara perseorangan (self intructional). Abdul Majid (2013: 176) mengartikan modul yaitu sebuah buku yang ditulis dengan tujuan siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru, sehingga modul berisi paling tidak tentang segala komponen dasar bahan ajar.

Purwanto (2007:9) berpendapat bahwa modul ialah bahan belajar yang dirancang secara sistematis berdasarkan kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dan memungkinkan dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu tertentu.


(18)

Dalam buku ini yang disebut sebagai modul dibatasi pada “Bahan

Belajar Tercetak”. Berdasar pengertian dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa modul adalah sebuah bahan belajar bagi siswa yang disusun secara sistematis berdasarkan kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa sesuai tingkat pengetahuan serta dapat dipelajari secara perseorangan.

b. Fungsi Modul

Menurut Andi Prastowo (2011: 107-109), modul memberikan beberapa fungsi, yaitu :

1) Bahan ajar mandiri

Maksudnya penggunaan modul dalam proses pembelajaran berfungsi meningkatkan kemampuan siswa untuk belajar sendiri tanpa tergantung kepada kehadiran guru.

2) Pengganti fungsi pendidik

Maksudnya, modul sebagai bahan ajar yang harus mampu menjelaskan materi pembelajaran dengan baik dan mudah dipahami oleh siswa sesuai tingkat pengetahuan dan usia mereka. Sementara, fungsi penjelas sesuatu tersebut juga melekat pada guru. Maka, penggunaan modul bisa berfungsi sebagai pengganti fungsi atau peran pendidik.


(19)

3) Sebagai alat evaluasi

Maksudnya, dengan modul, siswa dituntut untuk dapat mengukur dan menilai sendiri tingkat penguasaannya terhadap materi yang telah dipelajari. Dengan demikian, modul juga sebagi alat evaluasi. 4) Sebagai bahan rujukan bagi siswa

Maksudnya, karena modul mengandung berbagai materi yang harus dipelajari oleh siswa, maka modul juga memiliki fungsi sebagai bahan rujukan bagi siswa. Berdasarkan fungsi modul tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi modul adalah sebagai pengganti pendidik, sebagai alat evaluasi, dan sebagai rujukan bagi siswa. c. Tujuan Modul

Adapun tujuan penyusunan atau pembuatan modul antara lain:

1) Agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru.

2) Agar peran guru tidak terlalu dominan dan otoriter dalam kegiatan pembelajaran.

3) Melatih kejujuran guru.

4) Mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar siswa. Bagi siswa yang kecepatan belajarnya tinggi, maka mereka dapat belajar lebih cepat serta menyelesaikan modul dengan lebih cepat pula. Dan, sebaliknya bagi yang lambat, maka mereka dipersilahkan untuk mengulanginya kembali.


(20)

5) Agar siswa mampu mengukur sendiri tingkat penguasaan materi yang telah dipelajari. Dari penjelasan tersebut bahwa tujuan modul adalah menjadikan siswa lebih aktif dan peran guru tidak terlalu dominan atau otoriter dalam kegiatan pembelajaran.

d. Karakteristik Modul

Karakteristik modul menurut pandangan Vembrianto (1985:36), terdapat lima karakteristik dari bahan ajar. Pertama modul merupakan unit (paket) pengajaran terkecil dan lengkap. Kedua, modul memuat rangkaian belajar yang direncanakan dan sistematis. Ketiga, modul memuat tujuan belajar (pengajaran) yang dirumuskan secara eksplisit dan spesifik. Keempat, modul memungkinkan siswa belajar sendiri (independent),karena modul memuat bahan yang bersifat self-instructional. Kelima, modul adalah realisasi pengakuan perbedaan individual, yakni salah satu perwujudan pengajaran individual (Andi Prastowo, 2011: 110).

Departemen Pendidikan Nasional (2008:2-7) memberikan pedoman bahwa modul yang dikembangkan harus memperhatikan karakteristik yang diperlukan yaitu:

1) Self Instructional

Melalui modul tersebut siswa mampu membelajarkan diri sendiri, tidak bergantung pada pihak lain.


(21)

2) Self Contained

Seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuannya adalah memberikan kesempatan siswa mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh.

3) Stand Alone (berdiri sendiri)

Modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran lain.

4) Adaptive

Modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

5) User Friendly

Modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Artinya : Setiap instruksi dan paparan informasi yang disajikan harus dapat membantu dan bersahabat dengan siswa. Peneliti dapat mewujudkannya dengan menggunakan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti dan menggunakan istilah yang umum digunakan serta dengan tampilan yang menarik.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik modul yang utama adalah self instructional, self contained, stand alone, adaptive, user friendly.


(22)

e. Struktur Modul

Struktur modul dapat bervariasi, tergantung pada karakter materi yang akan disajikan, ketersediaan sumberdaya dan kegiatan belajar yang akan dilakukan. Secara umum modul harus memuat paling tidak:

1) Judul

2) Petunjuk belajar (Petunjuk siswa/guru) 3) Kompetensi yang akan dicapai

4) Content atau isi materi 5) Informasi pendukung 6) Latihan-latihan

7) Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK) 8) Evaluasi/Penilaian (Depdiknas, 2008: 25)

Struktur modul menurut Bambang Sutedjo(2008: 36) adalah sebagai berikut :

a. Pendahuluan

b. Kegiatan belajar, yang meliputi 1) Judul.

2) Tujuan. 3) Materi pokok.

4) Uraian materi, berisi penjelasan, contoh ilustrasi, aktivitas, tugas/latihan.

5) Tes. c. Penutup

1) Rangkuman, aplikasi, tindak lanjut, kaitan dengan modul berikutnya.


(23)

3) Daftar pustaka. 4) Kunci tes.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa komponen modul meliputi.

a) Judul.

b) Petunjuk untuk peserta didik dan guru. c) Pendahuluan.

d) Kegiatan yang harus dikerjakan peserta didik (kegiatan belajar, info IPA, latihan soal, lember kerja peserta didik).

e) Rangkuman.

f) Glosarium atau daftar kata penting. g) Kunci jawaban.

h) Daftar pustaka.

4. Sains-Teknologi-Masyarakat-Lingkungan

a. Pengertian Sains-Teknologi-Masyarakat-Lingkungan

Sains merupakan proses kegiatan yang dilakukan para saintis untuk memperoleh pengetahuan dan sikap terhadap proses kegiatan tersebut (Patta Bundu, 2006: 10). Sains berhubungan erat dengan proses pembelajaran. Proses pembelajaran tersebut disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang ada. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk melaksanakan pembelajaran adalah pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat. Istilah yang sains teknologi yang diterjemahkan dari bahasa inggris “science technology society”, yang pada awalnya dikemukakan oleh John Ziman dalam bukunya Teaching and Learning about science and societ . Pembelajaran science technology society berarti menggunakan teknologi sebagai


(24)

Sains-Teknologi-Masyarakat atau dalam bahasa inggrisnya science technology society ini dirasa penting bagi pembelajaran di Indonesia. Hal ini ditunjukkan apabila pengetahuan yang diberikan atau dipelajari di lingkungan sekolah dirasa ada manfaatnya dalam kehidupan peserta didik, maka akan termotivasi serta mempunyai keinginan untuk mempelajari pengetahuan tersebut lebih banyak lagi. Oleh sebab itu, pembelajaran IPA dengan pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat memang benar-benar diperlukan dalam pembelajaran di sekolah. Ada beberapa istilah yang memang mempunyai kesamaan istilah dengan pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat. Istilah tersebut dikemukakan oleh para para praktisi pendidikan diantaranya science technology society yang dierjemahkan dari Sains-Teknologi-Masyarakat (STM atau SATEMAS atau ITM), Science Environment Technology (SET) dan Science Environment Technology Society (SETS) yang biasa disingkat salingtemas.

STML suatu pendekatan merupakan cara pandang untuk memecahkan suatu permasalahan dalam pendidikan sains. Sains-Teknologi-Masyarakat-lingkungan berusaha untuk menjembatani materi yang dibahas di dalam kelas dengan situasi dunia nyata diluar kelas yang menyangkut perkembangan teknologi dan situasi sosial kemasyarakatan (Indrawati, 2010: 20).

Sains-Teknologi-Masyarakat-Lingkungan menurut Yager (1998: 276) merupakan perekat yang mengkaitkan sains, teknologi,


(25)

masyarakat dan lingkungan secara terintegrasi. STML merupakan salah satu alternatif konsep untuk penyempurnaan dan penyesuaian pendidikan sains dewasa ini. Konsep ini dapat diwujudkan dalam bentuk pendekatan atau materi pelajaran. STML dikembangkan untuk meningkatkan litersi ilmiah individu agar mengerti bagaimana sains, teknologi, dan masyarakat, berpengaruh satu sama lain serta untuk meningkatkan kemampuan menggunakan pengetahuan dalam membuat keputusan. Dengan demikian, individu tersebut dapat menghargai sains dan teknologi dalam masyarakat dan mengerti keterbatasan-keterbatasannya (Uus Toharudin, 2011: 89).

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan STML merupakan suatu pendekatan yang mengkaitkan sains, teknologi, masyarakat dan lingkungan secara terintegrasi untuk memecahkan suatu permasalahan/ isu-isu dalam pembelajaran, diwujudkan dalam bentuk pendekatan atau materi pelajaran, dikembangkan untuk meningkatkan litersi ilmiah individu agar mengerti bagaimana sains, teknologi, masyarakat, lingkungan berpengaruh satu sama lain serta untuk meningkatkan kemampuan menggunakan pengetahuan dalam membuat keputusan.

b. Tujuan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Lingkungan

Indrawati (2010: 21-22), tujuan penggunaan pendekatan STML secara umum agar peserta didik memiliki kemampuan.


(26)

1) Menghubungkan realitas sosial dengan topik pembelajaran di dalam kelas;

2) Menggunakan berbagai jalan/perspektif untuk menyikapi berbagai isu/situasi yang bekembeng di masyarakat berdasarkan pandangan ilmiah; dan

3) Menjadikan dirinya sebagai warga masyarakat yang memiliki tanggung jawab sosial.

Tujuan pendekatan STML secara khusus untuk mencapai lima domain. Domain-domain itu meliputi domain konsep, proses, aplikasi, kreativitas,dan sikap.

1) Domain Konsep

Domain konsep memfokuskan pada muatan sainsnya. Domain ini meliputi fakta–fakta, prinsip, penjelasan-penjelasan, teori,-teori, dan hukum.

2) Domain Proses

Domain ini menekankan pada bagaimana proses memperoleh pengetahuan yang dilakukan oleh para saintis. Domain ini meliputi proses-proses sains yang disebut keterampilan proses sains, yaitu mengamati, mengklasifikasi, mengukur, menginferasi, memprediksi, mengenali variabel, menginterpretasikan data, merumuskan hipotesis, mengkomunikasikan, memberi definisi operasional, dan melakukan eksperimen.


(27)

3) Domain Aplikasi

Domain ini menekankan pada penerapan konsep-konsep dan ketrampilan-ketrampilan dalam memecahkan masalah sehari-hari, misalnya menggunakan proses-proses ilmiah dalam memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, memahami dan menilai laporan media massa mengenai pengembangan pengetahuan, pengembalian keputusan yang berhubungan dengan kesehatan pribadi, gizi, dan gaya hidup yang didasar atas pengetahuan/konsep-konsep sains.

4) Domain Kreativitas

Domain kreativitas terdiri atas interaksi yang kompleks dari ketrampilan-ketrampilan dan proses-proses mental. Dalam konteks ini, kreativitas terdiri atas empat langkah, yaitu tantangan terhadap imajinasi, (melihat adanya tantangan), inkubasi, kreasi fisik, dan evaluasi.

5) Domain Sikap

Domain ini meliputi pengembangan sikap-sikap positif terhadap sains pada umumnya, kelas sains, kegunaan belajar sains, dan guru sains, serta yang tidak kalah pentingnya adalah sikap positif terhadap diri sendiri.

Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat-Lingkungan merupakan pendekatan yang mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang secara utuh dibentuk dalam diri


(28)

individu sebagai peserta didik dengan harapan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pelaksanaan pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat-Lingkungan ada beberapa langkah yang meski dilaksanakan sebagaimana dalam bagan berikut :

Gambar 1. Langkah Pembelajaran menggunakan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat-Lingkungan

(Sumber: Anna Podjiadi, 2010:126) a. Pendahuluan

Tahap pertama dalam model pembelajaran Sains-Teknlogi-Masyarakat-Lingkungan adalah pendahuluan. Tahap ini yang menjadi ciri khas pada model pembelajaran Sains-Teknologi-Masyarakat-Lingkungan. Pada tahap pendahuluan dikemukakan isu-isu atau masalah yang ada dimasyarakat dapat digali oleh siswa. Tahap ini


(29)

disebut inisiasi atau mengawali, memulai, dan dapat pula disebut invitasi yaitu mengajak atau mengundang siswa untuk memutuskan perhatian pada pembelajaran. Apersepsi dalam kehidupan juga dapat dilakukan yaitu mengaitkan peristiwa yang telah diketahui siswa dengan materi yang akan dibahas, sehngga tampak adanya kesinambungan pengetahuan karena diawali hal-hal yang telah diketahui siswa sebelumnya dan ditekankan pada keadaan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

b. Pembentukan/Pengembangan Konsep

Tahap kedua adalah tahap pembentukan atau pengembangan konsep. Pada tahap ini guru dapat menggunakan bebrapa metode dan pendekatan agar dapat menyampaikan konsep dengan baik. Pada tahap ini kemungkinan secara berangsur-angsur siswa menyadar bahwa konsep yang dimiliki sebelumnya kurang tepat. Pada akhir tahap kedua diharapkan melalui kontruksi dan rekontruksi siswa menemukan konsep yang benar.

c. Aplikasi Konsep dalam Kehidupan.

Pada tahap ketiga berbekal pada pemahaman konsep di tahap kedua siswa dapat melakukan anlisis isu atau penyesuaian masalah yang disebut dengan aplikasi konsep dalam kehidupan. Tahap ketiga merupakan tahap aplikasi konsep sehingga konsep-konsep yang telah dipelajari dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap


(30)

ini guru perlu meluruskan apabila terjadi miskonsepi selama kegiatan belangsung.

d. Pemantapan Konsep

Pemantapan konsep merupakan tahap keempat pada pelaksanaan pembelajaran dengan model Sains-Teknologi-Masyarakat-Lingkungan. Namun, jika pada tahap ketiga tidak terjadi miskonsepsi selama pembelajaran dan diakhir pembelajaran guru tidak perlu melakukan pemantapan konsep atau tahap keempat tidak perlu dilakukan.

e. Penilaian

Tahap penilaian merupakan tahap terakhir dalam model pembelajaran. Pada tahap ini guru melekukan evaluasi terhadap proses pembelajaran dan juga kemampuan siswa dalam menerima materi yang telah diajarkan. Hal ini juga dapat digunakan sebagai tolak ukur tingkat pemahaman siswa dalam menerima materi yang telah disampaikan oleh guru. Dari penjelasan tersebut bahwa tujuan pendekatan STML meliputi domaian konsep, proses, aplikasi kreativitas dan sikap. Tahapan pendekatan STML meliputi: pendahuluan, pengembangan konsep, aplikasi konsep dalam kehidupan, pemantapan konsep dan penilaian.

Berdasarkan literatur yang peneliti peroleh dapat disimpulkan Modul IPA berbasis STML merupakan bahan belajar IPA bagi siswa yang disusun secara sistematis mengkaitkan sains, teknologi,


(31)

masyarakat dan lingkungan secara terintegrasi dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa sesuai fungsi dan tujuan modul serta karakter dan komponen modul dengan mengikuti langkah-langkah pembelajaran dari pendekatan STML yaitu: pendahuluan dikemukakan isu-isu atau masalah, pembentukan/pengembangan konsep, aplikasi konsep dalam kehidupan, pemantapan konsep serta penilaian.

5. Keterampilan Proses

a. Pengertian Keterampilan Proses

Ada beberapa alasan yang melandasi perlunya diterapkan keterampilan proses dalam kegiatan belajar mengajar menurut Conny Semiawan (1985:14-15) yaitu:

1) Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa

2) Para ahli psikologi umumnya sependapat bahwa anak-anak mudah memahami konsep-konsep dan abstrak jika disertai contoh-contoh yang konkrit

3) Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak

4) Dalam proses belajar mengajar seyogyanya perkembangan konsep tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.


(32)

Keterampilan proses menurut Anna Podjiadi (2010:78) berarti keterampilan pada pendekatan ini berati terampil memproses perolehan menggunakan proses-proses mental, termasuk ketrampilan yang sebenarnya didasari oleh kegiatan mental seseorang. Ketrampilan-ketrampilan dasar yang dimaksud antara lain adalah mengobservasi menghitung, mengukur mengklasifikasi, membuat hipotesis dan lain-lain.

Sains dan pembelajaran sains tidak hanya sekedar pengetahuan yang bersifat ilmiah saja, melainkan terdapat dimensi-dimensi ilmiah penting menjadi bagian sains. Pertama adalah muatan sains (contet of science) berisi fakta, konsep, hukum, dan teori-teori. Kajian inilah yang menjadi objek kajian ilmiah manusia. Dimensi kedua adalah proses dalam melakukan aktivitas ilmiah dan sikap ilmiah dari aktivitas sains. Proses dalam melakukan aktivitas-aktivitas yang terkait dengan sains disebut dengan ketrampilan proses sains (science procces skills). Jadi mengajarkan ketrampilan proses sains pada siswa sama artinya dengan mengajarkan ketrampilan yang nantinya akan mereka gunakan dalam kehidupan keseharian mereka. Dimensi ketiga dari sains adalah dimensi yang terfokus pada karakteristik sikap dan watak ilmiah. Dimensi ini meliputi keingintahuan seseorang dan besarnya daya imajinasi seseorang, juga antusiasme yang tinggi untuk mengajukan pertanyaan dan permaslahan.sikap lain yang juga harus dimiliki seorang ilmuwan adalah sikap menghargai terhadap


(33)

metode-metode dan nilai-nilai di dalam sains (Muh. Tahwil & Liliasari, 2014:7-8).

Berdasarkan pandangan IPA sebagai proses dalam pembelajaran IPA saat ini digunakan ketrampilan proses. Pendekatan ketrampilan proses sains dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan ketrampilan-ketrampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya ialah ada dalam diri siswa. Senada dengan tersebut Kurniati (2001) dalam Muh. Tahwil & Liliasari (2014:8) mengungkapkan bahwa pendekatan ketrampilan proses sains adalah pendekatan yang memberi kesempatan pada siswa agar menemukan fakta, membangun konsep-konsep, melalui kegiatan dan atau pengalaman-pengalaman seperti ilmuwan.

Keterampilan proses menurut pandangan IPA adalah wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemapuan mendasar yang pada prinsipnya ialah ada dalam diri siswa. Muh. Tahwil & Liliasari (2014:8) mengartikan keterampilan proses menekanpan pada penumbuhan dan pengembangan sejumlah keterampilan tertentu pada diri siswa sehingga mampu memproses informasi untuk memperoleh fakta konsep maupun pengembangan konsep dan nilai.


(34)

Dimyati (2006:139) mengemukakan bahwa keterampilan proses adalah suatu wahana penemuan dan pengembangan fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahuan, sehingga akan mengembangkan sikap dan nilai ilmuan pada diri siswa.

Conny Semiawan (1985:18) mendefinisikan keterampilan proses merupakan keterampilan yang menjadi roda penggerak penemuan dan penembangan fakta dan konsep serta penumbuh dan pengembangan sikap dan nilai.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses adalah terampil dalam penemuan dan pengembangan beberapa keterampilan yang memberi kesempatan pada siswa agar memperoleh fakta, konsep, prinsip maupun pengembangan sikap dan nilai.

b. Macam-Macam Keterampilan Proses

Ada bebrapa keterampilan dalam keterampilan proses menurut Funk dalam Dimyati (2006:140), keterampilan-keterampilan proses tersebut terdiri dari keterampilan-keterampilan dasar (basic skill) dan keterampilan-keterampilan terintegrasi (integrated skill.) Keterampilan-keterampilan dasar terdiri dari enam keterampilan yakni: mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Sedangkan keterampilan-keterampilan terintegrasi terdiri dari: mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk grafik,


(35)

menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisa penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian, dan melaksanakan eksperimen.

Guru memegang peranan penting dalam pengembangan ketrampilan proses. Secara umum perana guru adalah melibatkan ssiswa dengan berbagai pengalaman yang membentu mengembangkan ketrampila proses dimiliki. Hadiat (Patta Bundu, 2006: 31) mengemukakan sejumlah keterampilan proses dengan ciri-cirinya yang perlu dilatihkan pada siswa di sekolah. Keterampilan proses tersebut tertuang pada Tabel 2.

Tabel 2 Keterampilan Proses dan Ciri Aktivitasnya No. Keterampilan Proses Ciri Aktivitas

1. Observasi (Mengamati)

Menggunakan alat indera sebanyak mungkin, mengumpulkan fakta yang relevan dan memadai

2. Klasifikasi (menggolongkan

Mencari perbedaan, mengontraskan, mencari kesamaan, membandingkan, mencari dasar penggolongan

3. Aplikasi Konsep (Menerapkan

Konsep)

Menghitung , menjelaskan peristiwa, menerapkan konsep yang dipelajari pada situasi baru

4. Prediksi (meramalkan)

Mengunakan pola, menghubungkan pola yang ada, dan memperkirakan peristiwa yang akan terjadi

5. Interpretasi (Menafsirkan)

Mencatat hasil pengamatan, menghubungkan hasil pengamatandan membuat kesimpulan 6. Menggunakan Alat Berlatih menggunakan alat/bahan, menjelaskan

mengapa dan bagaimana alat digunakan 7. Eksperimen

(Merencanakan dan melakukan

Menentukan alat dan bahan yang digunakan, menentukan variabel, menentukan apa yang diamati, diukur, menentukan langkah kegiatan,


(36)

No. Keterampilan Proses Ciri Aktivitas

Percobaan) menentukan bagaiamana data diolah dan disimpulkan

8. Mengkomunikasikan Membaca grafik, tabel atau diagram, menjelaskan hasil percobaan, dan menyampaikan laporan secara sitematis

9. Mengajukan Pertanyaan

Bertanya, meminta penjelasan, bertanya tentang latar belakang hipotesis

Sumber : Modifikasi dari hadiat, Keterampilan proses Sains, beberapa topik penataran guru sains (jakarta:P3TK Depdikbud. 1988:29-30)

B.Kajian Keilmuan

Penyusunan modul IPA yang dikembangkan berpedoman pada SK dan KD KTSP IPA SMP dan disesuaikan dengan materi IPA yang sedang dibelajarakan pada semseter genap. Tema yang diambil yaitu “Briket

Pelepah Salak Pondoh”. Berikut adalah peta kompetensi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Peta Kompetensi Pembelajarn IPA BIDANG

IPA

SK KD SUB MATERI

BIOLOGI 7. Memahami

saling

ketergantungan dalam

ekosistem

7.4 Mengaplikasikan peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan PENGELOLAAN TERHADAP PENCEMARAN LINGKUNGAN

FISIKA 5. Memahami

peranan usaha, gaya, dan energi dalam kehidupan sehari-hari

5.3 Menjelaskan hubungan bentuk energi dan perubahannya, prinsip

“usaha dan energi” serta

penerapannya dalam kehidupan sehari-hari BENTUK ENERGI SERTA PENERAPANNYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI


(37)

BIDANG IPA

SK KD SUB MATERI

KIMIA 4. Memahami

berbagai sifat dalam perubahan fisika dan kimia

4.4Mengidentifikasi terjadinya reaksi kimia melalui percobaan sederhana

MENGIDENTIFIKASI REAKSI KIMIA PEMBAKARAN BRIKET

TEMA “BRIKET PELEPAH SALAK PONDOH”

Model Keterpaduan : Webbed

1. Dampak Penggunaan Bahan Bakar Fosil terhadap Lingkungan a. Pencemaran Air

Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting fauna dan makhluk hidup lainnya. Manusia memerlukan air tidak hanya sebagai zat makanan untuk mendukung metabolisme tubuh, melainkan juga untuk kepentingan lainnya. Penyediaan air untuk kehidupan di bumi diatur atlau mengikuti suatu siklus hidrologi, yaitu suatu siklus yang menggambarkan sirkulasi air secara terus-menerus melalui proses alami (Kementrian lingkungan hidup RI, 2010: 11).

Pencemaran air adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsur, atau komponen lainnya ke dalam air sehingga menyebabkan kualitas air terganggu. Kualitas air yang terganggu ditandai dengan perubahan bau, rasa, dan warna.

b. Pencemaran Udara

Bahan bakar fosil juga menjadi penyumbang utama peningkatan suhu di bumi. Penggunaan berbagai macam bahan bakar fosil untuk kebutuhan rumah tangga, industri dan transportasi telah membuat


(38)

perubahan pada kondisi iklim dunia. Penggunaan bahan bakar fosil tersebut telah meningkatkan konsentrasi Gas Rumah Kaca.

Beberapa jenis gas yang terperangkap di atmosfer dan berfungsi seperti atap rumah kaca yang mampu meneruskan radiasi gelombang panjang matahari, namun menahan radiasi inframerah yang diemisikan oleh permukaan bumi. Gas-gas yang dimaksud antara lain adalah Karbon diokasida (CO2), Metan (CH4), Nitrous Oksida (N2O), Hydrofluorokarbon (HFCs), Perfluorokarbon (PFCs) dan Sulfur heksaflorida (SF6).

Peningkatkan gas kaca tersebut akan menyebabkan fenomena pemanasan global. Pemanasan global yaitu naiknya temperatur rata-rata di permukaan bumi. Pemanasan global ini sendiri akan mengakibatkan perubahan iklim yaitu perubahan pada unsur-unsur iklim seperti naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya penguapan di udara berubahnya pola curah hujan dan tekana udara yang pada akhirnya akan merubah pola iklim di dunia.

Pencemaran udara menurut Mien Arifa’i (2004: 348) adalah adanya gas atau aerosol yang bukan unsur normalnya, atau kandungan berlebihan unsur renik seperti sulfur dioksida, karbon monoksida, debu dan lainnya dalam udara.

c. Pencemaran Tanah

Selain pencemaran air dan udara, bahan bakar fosil juga menyebabkan pencemaran tanah. Pencemaran tanah adalah keadaan di


(39)

mana polutan (bahan pecemar) masuk dan merubah lingkungh an tanah alami, sehingga terjadi penurunan kualitas tanah. Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial atau pada lokasi tambang bahan bakar. Sebagai contoh pada pertambangan batu bara di Kalimantan.

Pencemaran tanah sangat erat hubungannya dengan pencemaran air. Air yang tercemar akan menyebabkan tercemarnya tanah yang terkena air tersebut. Oleh karena itu, bahan yang menyebabkan pencemaran air sesungguhnya merupakan bahan pencemar tanah juga. Selain bahan pencemar yang larut dalam air, pencemar tanah yang lainnya adalah bahan-bahan padat yang tidak bisa diuraikan, seperti plastik, keramik, genting, gelas, dan kaca.

Oleh karena bahan-bahan tersebut sangat sulit diuraikan, tanah yang banyak mengandung bahan-bahan tersebut menjadi tercemar dan tidak subur. Sampah plastik merupakan sampah yang perlu mendapatkan penanganan serius. Plastik memang sangat praktis digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari bungkus, alat-alat rumah tangga, alat sekolah, dan bahan bangunan. Sayangnya, plastik-plastik bekas seringkali dibuang sembarangan sehingga mengotori air dan tanah. 2. Briket

a. Pengertian

Briket menurut Ismun Uti Adan (1998: 11) adalah gumpalan yang terbuat dari bahan lunak yang dikeraskan. Sedangkan briket pelepah


(40)

salak pondoh adalah briket yang dibuat dari pelepah salak pondoh. Briket pelepah salak pondoh ini dapat digunakan sebagai bahan bakar. Bahan bakar adalah istilah populer media untuk menyalakan api yang dapat bersifat alami dan buatan. Bahan bakar alami seperti kayu bakar, batu bara dan minyak bumi, sedangkan bahan bakar buatan misalnya gas alam cair dan listrik. Briket termasuk dalam bahan bakar yang sifatnya alami yang sama fungsinya sama seperti batu bara dan arang. Briket juga biasanya digunakan untuk memasak, sehingga dapat pula digunakan sebagi pengganti minyak tanah atau liquified petroleum gas (LPG). Atas dasar itulah briket dikatakan sebagai bahan bakar pengganti sumber energi yang berasal dari fosil yaitu minyak bumi.

Pemanasan dengan menggunakan briket pelepah salak pondoh ini termasuk pemansan alami yang dapat digunakan sebagai pengganti minyak tanah yang harganya saat ini mulai melambung. Keunggulan briket pelepah salak pondoh ini salah satunya adalah biayanya cukup murah, alat yang digunakan dalam pembuatan briketpun sederhana, serta bahan baku langsung dari alam tanpa membeli.

b. Pembuatan Briket

Proses pembuatan briket dapat dilakukan dengan cara sederhana atau mesin yang diperuntukkan industri pembuatan briket. Keduanya memiliki langkah-langkah yang sama, hanya saja dengan menggunakan mesin lebih cepat dan dan mudah daripada menggunakan alat sederhana. Langkah-langkahnya adalah (1) memilah sampah pelepah salak pondoh


(41)

(2) pengarangan/prolisis, (3) penghancuran (4) pencampuran (5) pencetakan dan (6) pengeringan.

a. Memilah Sampah Pelepah Salak Pondoh

Pertama adalah pemilihan pelepah yang sudah kering. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pada proses pirolisis secara bersama-sama akan menjadi arang.

b. Pengarangan/Pirolisis

Proses pengarangan atau disebut dengan pirolisis, yaitu peristiwa penguraian material dengan menggunakan sedikit oksigen. Pirolisis dengan temperatur tinggi dapat menghasilkan karbon sebagai residu atau disebut dengan karbonisasi. Karbonisasi merupakan pemanasan suatu material organik pada temperatur relatif tinggi tanpa oksigen yang cukup dalam proses pembakaran untuk menghasilkan arang karbon. Selama proses pirolisis harus dijaga supaya tidak ada udara yang keluar masuk secara bebas. Udara yang terlibat dalam pengarangan mengakibatkan hasil pengarangan disertai dengan abu. c. Penghancuran

Arang yang telah terbentuk melalui proses pengarangan kemudian dihancurkan dengan cara ditumbuk atau digiling sampai berbentuk serbuk. Hal ini dilakukan supaya memudahkan saat proses pencampuran arang dengan bahan perekat agar dapat bercampur rata. d. Pencampuran


(42)

Proses ini diawali dengan menambahkan perekat, bahan yang digunakan untuk merekatkan serbuk arang yaitu tepung kanji. Selanjutnya mencampurkan serbuk arang dengan kanji dan diaduk hingga merata. Kemudian menambahkan air panas secukupnya agar membentuk adonan briket yang lengket. Penambahan perekat yang berlebihan dapat menyebabkan sulitnya briket menyala saat pembakaran. Sehingga diusahakan adonan serbuk arang dengan kanji dapat bercampur secara merata.

e. Pencetakan

Tahap selanjutnya adalah pencetakan yaitu setelah adonan siap kemudian mencetaknya. Briket dapat berbentuk bulat, silinder maupun kotak tergantung cetakannnya. Mutu briket sebagai bahan bakar dipengaruhi oleh bahan baku, kadar air dan tekanan pengempaan saat pencetakan. Pengempaan dengan tekanan tinggi selalu menghasilkan mutu briket yang baik, dikarenakan briket yang sangat padat menurunkan efisiensi pembakaran dan menyulitkan penggunaan.

f. Pengeringan

Proses pengeringan merupakan proses menghilangkan kadar air. Kadar air briket mempengaruhi nilai kalor yang dihasilkan yaitu panas yang tersimpan dalam briket terlebih dahulu digunakan untuk menguapkan air dalam briket sebelum menghasilkan panas yang digunakan untuk pembakaran. Pengeringan dapat dilakukan selama


(43)

2-3 hari sampai briket benar- benar kering. Briket yang kering massanya akan lebih ringan dari pada briket yang belum mengalami pengeringan.

3. Energi a. Pengertian

Energi yang biasa didefinisikan sebagai kemampuan melakukan usaha adalah sesuatu yang dipunyai zat yang dapat melakukan sesuatu. Bila suatu benda mempunyai energi, maka benda ini dapat mempe-ngaruhi benda lain dengan jalan melakukan kerja padanya. Besar kecilnya energi yang dimiliki suatu benda ditentukan oleh pengaruh yang ditimbulkan benda yang melakukan kerja itu pada lingkungannya (Nanang Ruhyat, 2002: 1).

Satuan Intenasional standar untuk energi yaitu Joule (J), diturunkan dari energi kinetik. Satu joule = 1 kg m2/detik 2. Setara dengan jumlah energi yang dipunyai suatu benda dengan massa 2 kg dan kecepatan 1 m/detik. Dalam mengacu pada energi yang terlibat dalam reaksi antara pereaksi dengan ukuran molekul biasanya digantikan satuan yang lebih besar yaitu kilojoule (Kj ). Satu kilojoule = 1000 joule (1 Kj = 1000 J). Dengan diterimanya SI, sekarang joule (atau kilojoule) lebih disukai dan kalori didefinisi ulang dalam satuan SI. Sekarang kalori dan kilokalori didefinisikan secara eksak 1 kal = 4,184 J , 1 kkal = 4,184 kJ. (Nanang Ruhyat, 2002: 7).


(44)

b. Bentuk Energi

Bentuk-bentuk energi menurut Purwanto (2007:70) adalah sebagi berikut.

1) Energi kinetik merupakan energi yang dihasilkan oleh sebuah benda ataupun objek yang bergerak. contohnya adalah baling-baling kipas, sebuah mobil yang bergerak yang menghasilkan hembusan angin ataupun bola yang ditendang yang dapat memecahkan kaca.

2) Energi potensial merupakan sebuah energi yang dimiliki oleh benda karena letak atau kedudukan benda tersebut serta timbul karena adanya gaya tarik menarik dan tolak menolak.

3) Energi cahaya adalah energi yang dimiliki dan dihasilkan dari radiasi gelombang elektromagnetik. Salah satu energi cahaya terbesar adalah matahari, matahari merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup.

4) Energi nuklir adalah bentuk energi yang terdapat dalam inti atom suatu unsur atau zat. Adapun energi nuklir biasanya terjadi karena adanya reaksi fusi didalam atom & unsur radioaktif seperti uranium. Energi nuklir ini dimanfaatkan sebagai sumber energi pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir.

5) Energi listrik ini timbul jika adanya perpindahan muatan listrik. Listrik adalah salah satu bentuk energi terbesar dan paling banyak digunakan, karena kita selalu membutuhkan listrik setiap harinya.


(45)

Contohnya untuk menghidupkan lampu, memasak nasi, menyetrika pakaian.

6) Energi bunyi merupakan energi yang dihasilkan oleh getaran atau gesekan sebuah benda. Seperti contoh senar gitar yang dipetik, gendang yang dipukul.

7) Kalor (heat) adalah perpidandahan energi termal antara dua benda yang suhunya berbeda. Energi kalor dapat diperoleh dari beberapa energi, misalnya energi kimia pada pembakaran bahan bakar.

4. Reaksi kimia a. Pengertian

Salah satu kegunaan pokok dalam kehidupan sehari-hari dari reaksi kimia adalah "produksi" dari energi-energi yang dibutuhkan untuk semua tugas yang kita lakukan. Pembakaran dari bahan bakar seperti minyak dan batu bara dipakai untuk pembangkit listrik. Bensin yang dibakar dalam mesin mobil akan menghasilkan, kekuatan menyebabkan mobil berjalan. Bila kita mempunyai kompor gas berarti kita membakar gas metan yang menghasilkan panas untuk memasak. Dan melalui urutan reaksi yang disebut metabolisms, makanan yang dimakan akan menghasilkan energi yang kita perlukan untuk tubuh agar berfurigsi (Nanang Ruhyat, 2002:5).

Reaksi kimia dapat dituliskan dalam bentuk persamaan reaksi. Persamaan reaksi menggambarkan reaksi kimia yang terjadi atas rumus kimia pereaksi dan hasil reaksi disertai koefisien masing-masing. Pada


(46)

reaksi kimia satu zat atau lebih dapat diubah menjadi zat jenis baru. Zat-zat yang bereaksi disebut pereaksi (reaktan) dan Zat-zat-Zat-zat yang dihasilkan disebut hasil reaksi (produk). Bagaimana jika pereaksi dan produk reaksi lebih dari satu? Misalkan zat A direaksikan dengan zat B menghasilkan zat C dan D. Penulisan persamaan reaksinya menjadi: perubahan yang terjadi dapat dijelaskan dengan menggunakan rumus kimia zat yang terlibat dalam reaksi dinamakan persamaan reaksi. Perhatikan contoh reaksi kimia pembakarn gas metana berikit ini:

CH4(g) + 4O2(g)  CO2(g) + 2H2O(g)

Selain (g) sebagai simbol gas, ada beberapa simbol lain yang menandakan wujud zat yaiatu (s) solid/padatan, (aq) aquos/terlarut dalam air, dan (l) liquid/larutan. Bilangan yang mendahului rumus kimia zat dalam persamaan reaksi tersebut dinamakan koefisisen reaksi. Berdasar contoh diatas bahwa koefisien gas metana adalah 1, oksigen 4, karbon dioksida 1 dan koefisisen H2O adalah 2.

Salah satu tujuan pentingnya persamaan reaksi adalah dalam merencanakan percobaan, yang mana persamaan reaksi memungkinkan kita menetapkan hubungan kuantitatif yang terjadi di antara pereaksi dan hasil reaksi dan merupakan topik yang akan diulas dalam halaman-halaman berikut ini. Untuk membantu pengertian ini, maka persamaan reaksi harus seimbang, yang berarti reaksi harus mengikuti hukum konservasi massa di mana jumlah setiap macam atom di kedua sisi anak panah harus sama (Nanang Ruhyat, 2002:2).


(47)

b.

Ciri reaksi kimia 1) Timbulnya Gas

Banyak reaksi kimia menghasilkan zat baru yang ditandai terbentuknya gas pada suhu kamar. Sebagai contoh, apabila kapur tulis dimasukkan ke dalam larutan asam klorida encer, maka akan timbul gelembung-gelembung gas yang keluar dari larutan. Gelembung-gelembung gas tersebut merupakan zat baru (gas karbon dioksida) hasil reaksi antara larutan asam klorida dan kapur.

2) Terbentuknya Endapan

Banyak reaksi kimia menghasilkan zat baru yang tidak berwujud gas pada suhu kamar, melainkan berupa endapan. Sebagai contoh, jika kita meniupkan napas ke dalam air kapur, air kapur yang tadinya jernih akan menjadi keruh. Kekeruhan ini terjadi karena terbentuknya zat baru berupa endapan putih. Endapan putih ini merupakan hasil reaksi antara zat yang ada dalam udara hasil pernapasan kita dan air kapur.

3) Timbulnya Perubahan Warna

Banyak reaksi kimia yang terjadi tidak disertai oleh timbulnya endapan atau gas, tetapi ditandai oleh timbulnya warna yang baru. Sebagai contoh, adanya perubahan warna adalah jika kita memanaskan lempeng tembaga yang berwarna merah dengan serbuk belerang yang berwarna kuning. Setelah dipanaskan maka akan terbentuk zat baru yang berwujud padatan berwarna hitam.


(48)

4) Timbulnya Perubahan Suhu

Timbulnya perubahan suhu dapat juga menjadi petunjukterjadinya reaksi kimia. Sebagi contoh, jika kita memasukkan sedikit kapur tohor ke dalam air yang terdapat dalam tabung reaksi, kita akan merasakan suhu air yang terdapat dalam tabung tersebut meningkat. Pada peristiwa ini telah terbentuk zat baru hasil reaksi antara air dan kapur tohor.

C.Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan modul IPA Terpadu yang akan dibuat adalah penelitian pengembangan modul oleh Aji Setiawan (2014), berdasarkan hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa pengembangan modul IPA Terpadu dengan pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat layak sebagai bahan ajar. Hal ini dapat diketahui dari hasil persentase validasi ahli materi, ahli media dana guru IPA yaitu 90,76 %, 89,28 %, dan 84,26 dengan hasil sangat Baik (SB). Selanjutnya penelitian ini juga relevan dengan penelitian yang dilakukan Kornelia Hedika (2013), berdasarkan penelitiannya dapat disimpulkan bahwa pengembangan Modul IPA Terpadu dapat meningkatkan ketrampilan proses yaitu observasi meningkat 48% kategori tinggi, ketrampilan ketrampilan klasifikasi 40,4% kategori sedang, ketrampilan mengukur 48,0 % kategori tinggi, ketrampilan prediksi 41,2% dalam kategori sedang.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Aji Setiawan dan Kornelia Hendika, pembelajaran IPA dengan modul STML layak dan


(49)

mampu meningkatkan ketrampilan proses sains siswa. Oleh karena itu, peneliti akan mengembangkan modul IPA Terpadu berbasis STML dengan tema yang dikembangkan mengangkat isu dan permasalahan yang sering terjadi di lingkungan sekitar. Pengembangan modul IPA Terpadu dengan

tema “Briket Pelepah Salak Pondoh” ini diharapkan dapat meningkatkan

ketrampilan proses yaitu dengan menggabungkan hasil penelitian yang relevan.

D. Kerangka Berpikir

Bahan ajar yang digunakan di SMP belum menyajikan materi IPA secara terintegrasi. Hal ini menyebabkan pembelajaran IPA kurang efektif. Pembelajaran yang masih berorientasi pada penguasaan teori dan hafalan konsep berakibat pada rendahnya keterampilan proses. Selain itu, agar proses belajar lebih mengena, perlu dipilih materi pembelajaran yang bermakna dengan memberikan objek dan fenomena yang muncul di lingkungan masyarakat. Serta tidak semua objek dan fenomena yang muncul dapat dibelajarkan secara langsung, maka perlu media pembelajaran yaitu modul. Agar penyampaian objek dan fenomena lingkungan masyarakat dapat dikaji sesuai konsep IPA maka pendekatan yang cocok adalah Sains-Teknologi-Masyarakat-Lingkungan dengan harapan mempu meningkatkan keterampilan proses pada peserta didik. Berikut adalah bagan kerangka berpikir seperti pada Gambar 2.


(50)

Kualitas pembelajaran IPA di sekolah, menanamkan kepada siswa rasa cinta terhadap lingkungan, sains teknologi masyarakat,

Peningkatan kualitas guru, kemampuan siswa bahan ajar yang berkualitas, sarana dan prasarana belajar,dan pendekatan pembelajaran

yang digunakan seta perbaikan pada sistem penilaian pendidikan

Pengembangan modul IPA Terpadu berbasis Sains-Teknologi-Masyarakat-Lingkungan dengan tema “Briket pelepah salak pondoh”

untuk meningkatkan keterampilan proses siswa

1. Pembelajaran IPA belum dilaksanakan secara terpadu tetapi masih terpisah-pisah.

2. Bahan ajar yang digunakan masih terbatas yaitu dari buku pegangan sekolah sehingga lingkungan dan alam belum sepenuhnya mendukung pembelajaran.

3. Pembelajaran masih terpusat di dalam kelas dengan sistem ceramah, alat-alat di laboratorium belum dimanfaatkan dengan baik sehingga siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran 4. Penekanan keterampilan proses sains dalam pembelajaran IPA

masih rendah.

Perlu dikembangkan bahan ajar yang menggunakan pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat-Lingkungan untuk meningkatkan ketrampilan

proses siswa

Didukung oleh:

Ditemukan masalah

Upaya yang dilakukan

Langkah yang diambil


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN A.Model Pengembangan

Penelitian ini menggunakan metode Research and Development (R & D). Metode penelitian ini digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji kelayakan produk tersebut. Kegiatan penelitian diintegrasikan selama proses pengembangan produk. Model penelitian pengembangan ini menggunakan model penelitian R & D yaitu melalui 4-D model. Mengacu 4-D model terdiri dari empat tahapan penelitian yaitu; (1) pendefinisian (define), (2) perancangan (design), (3) pengembangan (develop), (4) penyebaran (disseminate).

Penelitian ini dimaksudkan untuk menghasilkan modul IPA dengan berbasis STML pada tema “Briket Pelepah Salak Pondoh” untuk meningkatkan keterampilan proses siswa SMP. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa instrumen validasi modul, angket respon siswa sebelum dan sesudah menggunakan modul, lembar observasi dan soal test untuk mengetahui ketrampilan proses siswa.

B.Prosedur Penelitian

Pengembangan modul ini dilakukan secara bertahap sesuai dengan langkah 4-D model seperti pada gambar 3.


(52)

(Sumber:diadaptasi dari Thiagarajan, et.al,1975: 5) Gambar 3. Langkah Pengembangan Modul

Define

Develop Design

Analisis Awal

Analisis Konsep Analisis Tugas

Spesifikasi Tujuan Analisis Siswa

Penyusunan Tes Acuan Kriteria

Pemilihan Format

Desain Modul pembelajaran (Draft I)

Revisi III Uji Coba Lapangan Validasi Dosen Ahli dan Guru IPA

Produk modul Akhir

Revisi II

Draft III

Disseminate Penyebaran


(53)

1. Pendefinisian (define)

Kegiatan pada tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran diawali dengan analisis ujung depan sampai Spesifikasi tujuan.

a. Analisis Awal

Tahap ini adalah mempelajari masalah yang dihadapi guru dalam menentukan kemungkinan alternatif bahan belajar yang lebih efektif dan efesien.

b. Analisis siswa

Tahap ini adalah mempelajari kebutuhan siswa melalui kompetensi yang akan dipelajari.

c. Analisis tugas

Tahap ini adalah mengidentifikasi ketrampilan utama yang diperoleh siswa sesuai tugas yang terkandung dalam bahan pembelajaran.

d. Analisis konsep

Tahap ini adalah mengidentifikasi konsep-konsep utama yang akan diajarkan.

e. Spesifikasi Tujuan Pembelajaran

Spesifikasi tujuan dilakukan untuk menentukan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan dipelajari dan juga sebagai dasar dalam menentukan isi Modul.


(54)

2. Perancangan (design)

a. Penyusunan Tes Acuan Kriteria

Pada tahap ini, peneliti menyusun instrumen yang digunakan untuk menilai kelayakan dan keefektifan Modul yang dikembangkan (instrumen validasi), serta menyusun instrumen untuk menilai keterampilan proses siswa (instrumen tes).

b. Pemilihan Format Modul, Pengumpulan Referensi dan Desain Awal Pemilihan format modul dilakukan agar modul yang akan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan siswa dan sesuai dengan pembelajaran IPA. Selanjutnya mengumpulkan berbagai referensi yang berkaitan dengan materi yang akan diringkas dalam modul. Berbagai referensi digunakan agar tidak ada kesalahan konsep dalam modul hasil pengembangan. Setelah itu, mendesain awal bentuk modul yang akan dikembangkan.

c. Desain Modul Pembelajaran

Pembuatan desain modul pembelajaran dilakukan setelah mendesain awal bentuk modul yang akan dikembangkan. Peneliti mendesain modul pembelajaran semenarik mungkin supaya siswa termotivasi membacanya dan mempelajarinya sehingga terbentuk menjadi draft I.


(55)

d. Dosen Pembimbing

Pada tahap ini adalah mengkonsultasikan hasil rancangan awal modul yang telah dikembangkan peneliti kepada dosen pembimbing. Selanjutnya merevisi produk yan telah dikembangkan sesuai saran sehingga terbentuk draft II.

3. Pengembangan (Develop)

Tahap pengembangan adalah tahap implementasi dari perencanaan produk yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menghasilkan produk akhir Modul. Adapun langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.

a. Penilaian Dosen Ahli dan Guru IPA

Penilaian adalah tahap yang penting dalam mengembangkan Modul, sebab melalui tahapan ini modul yang dikembangkan diuji kelayakannya oleh dosen ahli dan guru IPA. Masukan, saran, dan perbaikan dari hasil validasi selanjutnya digunakan untuk memperbaiki modul Draft II sehingga didapatkan modul Draft III yang sudah direvisi sebelum diujicobakan.

b. Uji Coba Lapangan

Pada tahap ini, peneliti melakukan uji coba lapangan menggunakan Modul Draft III. Adapun tujuan dari uji coba lapangan adalah untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses siswa setelah menggunakan modul hasil pengembangan.


(56)

c. Revisi

Berdasarkan data hasil uji coba maka peneliti melakukan evaluasi dan revisi untuk memperbaiki modul Draft III sehingga dihasilkan produk akhir (Modul Draft IV).

d. Produk Akhir

Setelah melakukan revisi dan pengalaman dilangan dan telah direvisi maka menghasilkan produk akhir draft IV untuk disebarluaskan.

4. Tahap Penyebaran (Disseminate)

Langkah ini merupakan tahap akhir dari penelitian pengembangan. Tahap diseminasi dilakukan untuk menyebarluaskan produk Modul yang telah dikembangkan. Dalam penelitian ini, penyebaran Modul hasil pengembangan dilakukan secara terbatas, yaitu diberikan kepada guru IPA di SMP Negeri 1 Tempel.

C. Uji Coba Produk

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian pengembangan ini dilakukan pada bulan Februari 2016. Lokasi penelitian ini di SMP Negeri 1 Tempel.

2. Subjek dan objek penelitian a. Subjek

Subjek uji coba dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VII D SMP N 1 Tempel. Peneliti mengambil sampel satu kelas sebagai subjek uji coba produk pengembangan dengan jumlah 32 siswa.


(57)

b. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah modul IPA berbasis STML pada tema

“Briket Pelepah Salak Pondoh” untuk meningkatkan keterampilan proses siswa SMP yang digunakan dalam pembelajaran IPA.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini meliputi: teknik angket, teknik observasi, dan teknik tes.

a. Teknik Angket

Teknik angket digunakan untuk mengumpulkan data berupa penilaian terhadap kelayakan modul. Angket yang akan diisi oleh dosen ahli dan guru IPA adalah lembar validasi kelayakan modul dan kelayakan soal yang terdapat di dalam modul. Serta penilaian respon siswa terhadap modul IPA hasil pengembangan.

b. Teknik Observasi

Teknik observasi digunakan untuk mengumpulkan data berupa peningkatan keterampilan proses yang muncul dalam proses pembelajaran saat menggunakan modul.

c. Teknik Tes

Teknik tes dilakukan untuk mengumpulkan data pencapaian ketrampilan proses siswa. Tes yang digunakan berupa pilihan ganda. Data yang diperoleh digunakan sebagai penguatan pencapaian keterampilan proses.


(58)

4. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa lembar validasi, lembar angket, lembar observasi, dan lembar soal.

a. Lembar validasi

Lembar validasi yang digunakan ada dua macam yaitu lembar validasi kelayakan modul dan soal yang terdapat dalam modul.

Tabel 4. Kisi-Kisi Validasi Modul IPA

No. Aspek Penilaian Jumlah Indikator Nomor Indikator

1. Kelayakan 5 1 s.d. 5

2. Kebahasaan 3 6 s.d. 8

3. Penyajian 3 9 s.d. 11

4. Kegrafisan 4 12s.d. 15

b. Lembar Angket

Lembar angket berupa angket respon siswa terhadap penggunaan modul yang dikembangkan.

Tabel 5. Kisi-Kisi Angket Respon Siswa terhadap Modul IPA No. Aspek Penilaian Jumlah Indikator Nomor

Indikator

1. Kelayakan 8 1 s.d. 8

2. Kebahasaan 2 9 s.d. 10

3. Penyajian 2 11 s.d. 12

4. Kegrafisan 4 13 s.d. 16

c. Lembar observasi

Lembar observasi digunakan untuk menilai keterampilan proses siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan Modul IPA terhadap aspek keterampilan proses yang akan dibelajarkan. Aspek keterampilan proses yang diukur merupakan keterampilan proses IPA


(1)

59 5. Teknik Analisis Data

a. Data kelayakan modul

Teknik analisis data untuk kelayakan modul melalui lembar validasi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Tabulasi semua data yang diperoleh untuk setiap aspek penilaian, indikator, maupun butir penilaian modul dari setiap penilai.

b. Menghitung rata-rata skor dari setiap komponen aspek penilaian dengan menggunakan rumus :

X = Keterangan :

X = skor rata-rata n = jumlah penilai

c. Mengubah skor rata-rata menjadi nilai dengan kategori. Untuk mengetahui kualitas modul hasil pengembangan, maka dari data yang mula-mula berupa skor diubah menjadi data kualitatif (data interval) dengan skala lima. Adapun acuan pengubahan skor menjadi skala lima tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengubahan Skor menjadi Skala Lima

No. Rentang Skor Nilai Kategori

1 X > x + 1,80 Sbi A Sangat Baik

2 x + 0,60 SBi < X ≤ x + 1,80 Sbi B Baik 3 x – 0,60 SBi < X ≤ x + 0,60 Sbi C Cukup 4 x – 1,80 SBi < X ≤ x – 0,60 Sbi D Kurang

5 X ≤ x – 1,80 Sbi E Sangat Kurang

(Sumber: Eko Putro W., 2009: 238) Keterangan:

X = skor aktual (skor yang dicapai) xi = rerata skor ideal

xi = (skor maksimal ideal + skor minimal ideal) SBi = simpangan baku skor ideal


(2)

60 SBi = (skor maksimal ideal − skor minimal ideal)

skor maksimal ideal = Σ butir kriteria × skor tertinggi skor minimal ideal = Σ butir kriteria × skor terendah

b. Soal pretest-posttest

Data yang diperoleh melalui lembar pretest dan posttest untuk mengukur kemampuan ketrampilan proses dianalisis dengan menggunakan normalized gain. Normalized gain merupakan metode yang baik untuk menganalisis hasil pretest dan posttest. Normalized gain digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil tes siswa dari pretest ke posttest. Menurut Hake (1999:4), normalized gain dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

G =

Hasil perhitungan diinterpretasikan dengan menggunakan indeks gain (g) menurut klasifikasi Hake (1999: 1) dapat dilihat pada tabel 9 .

Tabel 9. Kriteria Gain

Indeks Gain Interpretasi

g > 0,70 Tinggi

0,30 < g ≤ 0,70 Sedang

g ≤ 0,30 Rendah

c. Analisis Lembar Observasi Keterampilan Proses Siswa

Keterampilan proses siswa dianalisis dengan menghitung presentase keterampilan proses siswa setiap pertemuan. Presentase keterampilan proses siswa dihitung dengan rumus:


(3)

61 Keterangan:

NP = nilai presentase (%) R = skor mentah

SM = skor maksimum

Persen keterampilan berpikir kritis peserta didik kemudian diubah menjadi data kualitatif dengan menggunakan kriteria pada Tabel 10.

Tabel 10. Konversi Persentase Keterampilan Proses

No Presentase (%) Kategori

1 X> 80 Sangat Baik

2 60< X≤ 80 Baik

3 40 < X ≤ 60 Cukup

4 20 < X ≤ 40 Kurang

5 X≤20 Sangat Kurang

(Sumber: Eko Putro Widoyoko, 2009: 242) d. Analisis Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Lembar keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Sains, Teknologi, Masyarakat, Lingkungan (STML) dianalisis dengan caa menghitung persentase keterlaksanaan pembelajaran setiap pertemuan dengan rumus:

Persen keterlaksanaan pembelajaran selanjutnya diubah menjadi data kualitatif dengan menggunakan kriteria pada Tabel 11.

Tabel 11. Konversi Presentase Keterlaksanaan Pembelajaran

No Presentase (%) Kategori

1 X> 80 Sangat Baik

2 60< X≤ 80 Baik

3 40 < X ≤ 60 Cukup

4 20 < X ≤ 40 Kurang

5 X≤20 Sangat Kurang


(4)

105 DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid. (2013). Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Aji Setiawan. (2014). Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis Sains-Teknologi-Masyarakat dengan tema pembuatan kompos sebagai sarana berpikir kreatif siswa SMP/MTs. Skripsi, tidak dipublikasikan.Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Diakses tanggal 15 A .

Andi Prastowo. (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif Menciptakan Metode Pembelajaran Yang Menarik Dan Menyenangkan. Yogyakarta:Diva Press

Anna Poedjiadi. (2010). Sains Teknologi Masyarakat.Bandung:Pps UPI & PT Remaja Rosdakarya.

Bambang Sutedjo. (2008). Pengembangan Bahan Ajar dan Media. Artikel akses di http://tedjo21.files.wordpress.com.pdf diakses pada 15 Oktober 2015 Belawati, Dewi Padmo, Purwanto, dan Ida Melati Sadjati (2003). Pengembang

Bahan Ajar.Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Conny Semiawan. (1985). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta : PT Gramedia IKAPI.

Daryanto. (2010). Belajar dan Mengajar. Bandung: Yrama Widya.

Depdiknas. (2007). Pedoman Memilih Menyusun Bahan Ajar dan Teks Mata Pelajaran. Jakarta :

Depdiknas. (2008). Panduan pengembangan Bahan Ajar dan Teks Mata Pelajaran. Jakarta : Direktorat pembinaan Sekolah Menengah Atas

Depdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Dimyati, Mujiono. (2006). Belajar dan Pembelajran. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.

E. Rahayu, H. Susanto, D. Yulianti. (2011). Pembelajaran sains dengan pendekatan keterampilan proses Untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir Kreatif siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011): 106-110. Diakses pada tanggal 19 April 2015, dari http://journal.unnes.ac.id.


(5)

106 Eko Putro Widoyoko. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis

bagi Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fogarty, R. (1991). How to Integrate the Curricula. Palatine Illionis: Skylight Publising Inc.

Hake, Richard R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. Diakses pada tanggal 19 April 2015, dari: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf.

Iif Khoiru Ahmadi, Sofan Amri, Hendro Ari Setyo dan Tatik Elisah. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi KTSP. Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya. Indrawati. (2010). Sains Teknologi Masyarakat untuk Guru SD.

Bandung:PPPPTK IPA.

Ismun Uti Adan. (1998). Membuat Briket Bioarang. Yogyakarta:Kanisius

Kementrian lingkungan hidup RI. (2010). Status Lingkungan Hidup Indonesia 2010. Jakarta:Kementrian Lingkungan Hidup

Kornelia Hendika. (2013). Pengembangan Modul IPA Terpadu dengan Tema Baterai Alami untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Siswa SMP. Skripsi:UNY.

Muh. Tawil & Liliasari. (2014). Keterampilan-Keteramilan Sains Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran IPA. Makasar: Badan Penerbit UNM.

M A f ’ ( ) Kamus Biologi. Jakarta: Balai Pustaka.

Nanang Ruhyat. (2002). Modul 3 Reaksi Kimia dan konsep molekul, Kimia Teknik. Bandung: Pusat Pengembangan Bahan Ajar-Umb. Nanang Ruhyat. (2002). Modul 7 Energi dan Perubahannya, Kimia Teknik.

Bandung: Pusat Pengembangan Bahan Ajar-UMB.

Nurul Hidayah, Iin Astarinugrahini d L M ( ) ” C ” Alternatf Briket Bioarang Terbarukan Berbahan Buah Ketapang Yang Ramah Lingkungan..Jurnal Pelita.(Volume IX, Nomor 1). Hlm.74-89. Patta Bundu. (2006). Penilaian Keterampilan Proses Dan Sikap Ilmiah Dalam

Pembelajaran Sains-Sd. Jakarta: direktorat pendidikan tinggi direktur ketenagaan.


(6)

107 Pusat Kurikulum. (2007). Panduan Pengembangan Pembelajaran Ipa Terpadu Sekolah Menengah Pertama / Madrasah Tsanawiyah (SMP/Mts). Diakses pada tanggal 20 April 2015 dari http://suaidinmath.files.wordpress.

Purwanto Bsc. (2007). Ensiklopedi Fisika.Bandung: PT Kiblat Buku Utama. Purwanto, Aristo Rahayu dan Suharto Lasmono. (2007). Pengembangan Modola.

Jakarta : PUSPEKKOM Depdiknas

Thiagarajan, Sivasailam, Dorothy S. Semmel & Melvyn I.Semmel. (1975). Instructional development for training teachers of exceptional children. Indiana : Indiana University

Trianto. (2012). Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta : Bumi Aksara.

Uus Toharudin, Sri Hendrawati, Andrian Rustaman (ed). (2011). Membangun Literasi Peserta Didik. Bandung:humaniora penerbit buku pendidikan.


Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU BERPENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES PADA TEMA BUNYI DI SMP KELAS VIII

2 14 159

Pengembangan Modul IPA Berbasis PBL Tema Biogas untuk Meningkatkan Ketrampilan Berpikir Kritis Siswa SMP Kelas VII.

0 0 16

Pengembangan Modul IPA Berbasis Keterampilan Proses Sains Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas VII SMP Pada Materi Kalor.

0 0 19

Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis Inkuiri Terbimbing dengan Tema Alat Pendengaran Manusia untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Sambungmacan.

0 0 16

PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU SMP/MTs KELAS VII BERBASIS INKUIRI TERBIMBING PADA TEMA PEMANASAN GLOBAL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS.

0 2 10

PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU BERBASIS INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP DENGAN TEMA AIR LIMBAH RUMAH TANGGA.

0 0 14

PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU BERBASIS INKUIRI TERBIMBING DENGAN TEMA KEJU UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMP KELAS VII.

0 0 18

PENGEMBANGAN LKS IPA BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VII SMP.

1 5 79

PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU BERBASIS INKUIRI TERBIMBING DENGAN TEMA KEJU UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMP KELAS VII | Rahmanto | Inkuiri 7837 16413 1 SM

0 1 12

Pengembangan Modul Pembelajaran IPA dengan Tema “Pencemaran Lingkungan” untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP Kelas VII

0 0 5