PENGGUNAAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) BERBASIS MASALAH DALAM PEMBELAJARAN IPA SECARA INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA SEKOLAH DASAR.

(1)

PENGGUNAAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) BERBASIS MASALAH DALAM PEMBELAJARAN IPA SECARA INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS

SISWA SEKOLAH DASAR

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Dasar

Oleh Usep Soepudin

NIM 1103989

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

==========================================================

PENGGUNAAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) BERBASIS MASALAH DALAM PEMBELAJARAN IPA SECARA INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS

SISWA SEKOLAH DASAR

Oleh Usep Soepudin S.Pd UPI Bandung, 2011

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Usep Soepudin 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

Lembar Pengesahan Tesis

PENGGUNAAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS)

BERBASIS MASALAH DALAM PEMBELAJARAN IPA

SECARA INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN LITERASI

SAINS SISWA SEKOLAH DASAR

Oleh: Usep Soepudin

NIM 1103989 Disetujui oleh: Pembimbing I,

Dr. Wahyu Sopandi, M.A NIP 196605251990011001

Pembimbing II,

Dr. Andi Suhandi, M. Si NIP 196908171994031003

Ketua Program Studi Pendidikan Dasar Pasca Sarjana UPI,

Dr. Hj. Ernawulan Syaodih, M.Pd NIP 1965 5100 1199 8022 001


(4)

PENGGUNAAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) BERBASIS MASALAH DALAM PEMBELAJARAN IPA SECARA INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS

SISWA SEKOLAH DASAR Usep Soepudin (1103989)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan atas dasar masalah yang ditemukan di lapangan terkait dengan rendahnya literasi sains siswa anak-anak Indonesia yang menduduki peringkat 35 dari 49 negara peserta. Salah satu penyebabnya adalah pembelajaran IPA yang selama ini dilakukan tidak menyentuh seluruh aspek sains yaitu konten, proses dan konteks sebagian besar masih berorientasi pada konten. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan literasi sains antara siswa yang mendapatkan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah dalam Pembelajaran IPA dengan siswa yang mendapatkan Lembar Kerja Siswa (LKS) Konvensional dalam pembelajaran IPA pada materi sifat-sifat cahaya. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu dengan disain pretest posttest kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan literasi sains siswa yang mendapatkan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah dalam pembelajaran IPA dengan siswa yang mendapatkan Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak berbasis masalah dalam pembelajaran IPA. Perbedaan tersebut terlihat signifikan setelah dilakukan uji dua beda rerata N-gain dengan uji Mann-Whitney. Berdasarkan perbandingan rata-rata N-gain kedua kelas dapat disimpulkan bahwa Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah lebih meningkatkan kemampuan literasi sains dibandingkan penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak berbasis masalah dalam pembelajaran IPA. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar membuat bahan ajar Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah pada materi yang berbeda serta tingkat kelas yang berbeda agar menambah khajanah hasil penelitian.

Kata Kunci: LKS Berbasis Masalah, LKS tidak berbasis masalah, Pembelajaran IPA Secara Inkuiri, Literasi Sains


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi Masalah Penelitian ... 7

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 8

D. Pertanyaan Penelitian ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran IPA ... 10

B. Pembelajaran Inkuiri ... 11

C. Literasi Sains Indonesia ... 12

D. Literasi Sains ... 14

E. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 16

F. Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah ... 17

G. Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak Berbasis Masalah ... 19

H. Perbedaan LKS tidak BM dan LKS Berbasis Masalah ... 20

I. Bahan Ajar ... 21

J. Hasil Penelitian Relevan ... 22


(6)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian ... 26

B. Subyek Penelitian ... 27

C. Definisi Operasional ... 27

D. Waktu Penelitian ... 29

E. Variabel Penelitian ... 30

F. Instrumen Penelitian ... 30

1. Tes Kemampuan Literasi ... 30

2. Instrumen Nontes ... 37

G. Prosedur Penelitian ... 38

H. Teknik Pengumpulan Data ... 39

I. Teknik Pengolahan Data ... 40

1. Pengolahan Data Hasil Tes Kemampuan Literasi Sains ... 40

2. Pengolahan Data Nontes ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Peningkatan Kemampuan Literasi Sains Siswa ... 43

B. Aktivitas Siswa dan Guru dalam Pembelajaran IPA Secara Inkuiri ... 54

C. Tanggapan Siswa Terhadap Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah ... 55

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 63

B. Saran ... 64

C. Keterbatasan ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman TABEL 2.1 Perbedaan LKS tidak Berbasis Masalah dan LKS

Berbasis Masalah ..………. 20

TABEL 2.2 Analisis Hasil Penelitian yang Relevan... 22

TABEL 3.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 29

TABEL 3.2 Hasil Perhitugan Kecocokan Butir Soal oleh Ahli ... 32

TABEL 3.3 Kriteria Reliabilitas Butir Soal ... 33

TABEL 3.4 Kriteria Daya Pembeda Butir Soal ... 35

TABEL 3.5 Hasil Analisis Daya Pembeda Ujicoba Tes Kemampuan Literasi Sains ……… 35

TABEL 3.6 Kriteria Indeks Kemudahan Butir Soal ………. 36

TABEL 3.7 Hasil Analisis Indeks Kemudahan Ujicoba Tes Kemampuan Literasi Sains ... 36

TABEL 3.8 Gain yang Dinormalisasi ... 40

TABEL 3.9 Klasifikasi Interpretasi Persentase Skala Sikap ... 42

TABEL 4.1 Statistik Deskriptif Data Tes Awal ... 44

TABEL 4.2 Statistik Deskriptif Data Tes Akhir ... 44

TABEL 4.3 N-gain Kelas Eksperimen dan Kontrol ……… 45

TABEL 4.4 Statistik Deskriptif Data Gain Dinormalisasi ... 46

TABEL 4.5 Uji Normalitas Data Gain Dinormalisasi ... 47

TABEL 4.6 Uji Perbedaan Rata-rata Gain Dinormalisasi ... 48 TABEL 4.7 Tabel Peningkatan Literasi Sains Pada Aspek Konten . 49


(8)

TABEL 4.8 Tabel Peningkatan Literasi Sains Pada Aspek Proses ... 50 TABEL 4.9 Tabel Peningkatan Literasi Sains Pada Aspek Konteks 51 TABEL 4.10 Presentase Jawaban Hasil Observasi Guru ... 55 TABEL 4.11 Tanggapan Siswa Terhadap Bahan Ajar (LKS Berbasis

Masalah) ... 56 TABEL 4.12 Tanggapan Siswa Terhadap Pelaksanaan Pembelajaran

... 57 TABEL 4.13 Tanggapan Siswa Terhadap LKS Berbasis Masalah


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A ... 72

A.1 Peta Konsep Materi Cahaya ... 72

A.2 Silabus Materi Cahaya ... 72

A.3 LKS 1 ... 72

A.3 LKS 2 ... 72

A.3 LKS 3 ... 72

A.3 LKS 4 ... 72

A.3 LKS 5 ... 72

A.4 RPP Inkuiri Materi Cahaya ... 72

Lampiran B ... 73

B.1 Kisi-kisi Penulisan Soal Literasi Sains ... 73

B.2 Soal Tes Akhir Literasi Sains Materi Cahaya ... 73

B.3 Soal Tes Awal Literasi Sains Materi Cahaya ... 73

B.4 Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 73

B.5 Lembar Observasi Guru ... 73

B.6 Skala Sikap Siswa ... 73

B.7 Pedoman Wawancara ... 73

Lampiran C ... 74

C.1 Data Analisis Hasil Uji Coba Soal Literasi Sains ... 74

C.2 Validitas Butir Soal Literasi Sains oleh Ahli ... 74

C.3 Reliabilitas Soal Literasi Sains ... 74

C.4 Daya Pembeda ... 74

C.5 Taraf Kemudahan ... 74

C.6 Skor Tes Awal dan Akhir Kelas Eksperiment ... 74

C.7 Skor Tes Awal dan Akhir Kelas Kontrol ... 74

C.8 Hasil Observasi Guru ... 74

C.9 Hasil Observasi Siswa ... 74

C.10 Hasil Skala Sikap ... 74


(10)

C.12 Gain & N-gain ... 74

Lampiran D ... 75

D.1 SK Pembimbing ... 75

D.2 Surat Izin Penelitian ... 75

D.3 Surat Permohonan Kesediaan Judgment ... 75

D.4 Surat Keterangan Sudah Judgment Instrument ... 75

D.5 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 75


(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Di Indonesia, pemahaman tentang pembelajaran sains yang mengarah pada pembentukan literasi sains peserta didik, tampaknya masih belum sepenuhnya dipahami dengan baik oleh para guru pengajar sains. Hal ini dapat dilihat dari informasi diagnostik yang diberikan oleh Trend in International Mathematics and Science Study (TIMSS) menyatakan bahwa pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan kemampuan literasi sains siswa. Hal ini terungkap dari skor rata-rata prestasi literasi sains anak Indonesia dan ranking literasi sains berdasarkan hasil Trend in International Mathematics and Science Study (TIMSS) berada pada tahapan terendah (Low Internasioanl Benchmark) di bawah rata-rata internasional yaitu peringkat 35 dari 49 negara peserta Toharudin dkk (2011).

Dari informasi tersebut bahwa pencapaian peserta didik Indonesia masih jauh di bawah kemampuan peserta didik Negara-negara lain di dunia. Padahal literasi sains penting untuk dikuasai oleh peserta didik dalam kaitannya dengan cara peserta didik itu dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat moderen yang sangat bergantung pada teknologi dan kemajuan, serta perkembangan ilmu pengetahuan. Poedjiadi (2005) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki kemampuan literasi sains dan teknologi adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep sains yang diperoleh dalam pendidikan sesuai dengan jenjangnya, mengenal produk teknologi yang ada di sekitarnya, beserta dampak baik, maupun penggunaan produk teknologi dan pemeliharaannya, kreatif dalam membuat hasil teknologi yang disederhanakan sehingga, para peserta didik mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai dan budaya masyarakat setempat. Pengembangan literasi sains sangat penting karena dapat memberi konstribusi bagi kehidupan sosial dan


(12)

ekonomi, serta untuk memperbaiki pengambilan keputusan di tingkat masyarakat dan personal (Laugksch, 2000).

Pentingnya pemahaman terhadap literasi sains telah banyak penelitian yang dilakukan untuk menilai literasi sains baik terhadap guru maupun siswa. Pada tahun 2006, Shwartz, et.al (2006), melakukan penelitian untuk menilai perkembangan literasi kimia siswa SMA pada pelajaran kimia dasar dan kimia lanjutan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa umumnya literasi sains yang dimasukkan ke pembelajaran dalam memahami konsep kimia dan mamfaatnya terhadap tingkatan fungsional literasi sains ternyata baru dalam menjelaskan fenomena secara kimia, dan tidak cukup berperan terhadap multidimensi literasi, yaitu membaca dan memahami artikel pendek dalam bidang kimia.

Hal tersebut tidak sejalan dengan hakikat pembelajaran literasi sains, yang menekankan pada kemampuan siswa untuk mengkaji fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, padahal dengan adanya kemampuan ini menghubungkan pengetahuan sains yang dipelajarinya dengan fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar mereka. Sejalan dengan hal tersebut di atas, Darliana (2007) mengatakan bahwa pendekatan fenomena alam mengandung cara berpikir dan bersikap dalam sains yang mengacu pada komponen-komponen alam yang dipelajari dalam sains, serta dapat digunakan untuk meningkatkan kompetensi siswa dalam memahami konsep-konsep sains, menyelesaikan masalah, dan pengkajian perkembangan teknologi di masyarakat. Literasi sains menekankan pada kemampuan siswa dalam mengkaji fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan data studi PISA rendahnya literasi sains siswa Indonesia disebabkan pembelajaran yang masih konvensional dan bertumpu pada penguasaan konseptual siswa serta berorientasi pada tes akhir. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Toharudin, dkk (2011) penguasaan guru berlatar belakang pendidikan D2 PGSD (UPI) Bandung, Bogor, Jakarta, dan Bali terhadap keterampilan proses sains dan aplikasinya dalam pembelajaran masih rendah. Begitu juga pemahaman guru SD di Kabupaten Bandung terhadap hakikat sains dan kemunculan hakikat sains dalam proses pembelajaran masih rendah, serta


(13)

3

kemampuan guru MI di Banda Aceh dalam menyusun penilaian dengan memunculkan aspek inkuiri dalam evaluasi pembelajaran sains masih rendah.

Keadaan ini diperkuat oleh temuan di lapangan yang memperlihatkan kurang oftimalnya guru dalam memanfaatkan bahan ajar LKS dalam pembelajaran. Sejalan dengan hal tersebut, Subiantoro dalam Muhammad (2011) mengatakan bahwa Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak berfungsi optimal selain hanya untuk latihan soal-soal, penyampaian informasi yang sarat dan dominan satu arah dari guru dengan ceramah, sedikitnya kesempatan dan ruang bagi siswa untuk berinteraksi dengan objek dan persoalan serta pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah gambaran umum proses pembelajaran yang ada di sekolah. Demikian juga, beberapa peneliti lain menganalisis mengenai Lembar Kerja Siswa (LKS) ternyata belum sepenuhnya membantu siswa dalam menemukan capaian-capain dalam pembelajaran sains.

Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurohmayani (2009) tentang kemunculan kompetensi dalam Lembar Kerja Siswa (LKS), menunjukkan bahwa konsep yang terakomodasi dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) hanya sebesar 30,86%. Selain itu, Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dianalisis kurang mengembangkan konsep yang dituntut oleh kompetensi dasar. Aspek yang paling banyak dimunculkan pada Lembar Kerja Siswa (LKS) berdasarkan Kompotensi Dasar adalah aspek psikomotor 40,86% dan afektif sebanyak 29,03%. Di samping itu, rendahnya literasi sains dapat pula disebabkan karena proses pembelajaran sains yang terjadi di Indonesia masih menitikberatkan pada aspek hafalan materi (konten), menghafal konsep, teori, dan hukum tanpa diikuti pemahaman yang bisa digunakan siswa dalam kehidupan nyata mereka.

Akibatnya, IPA sebagai proses, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam pembelajaran. Padahal implikasi yang diharapkan dari guru, guru sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan di sekolah adalah dapat memahami pembelajaran seperti apa yang dapat merangsang siswa untuk berinkuiri ilmiah. Rendahnya mutu hasil belajar sains peserta didik menunjukkan bahwa proses pembelajaran sains di sekolah-sekolah Indonesia telah mengabaikan perolehan kepemilikan literasi sains peserta didik.


(14)

Kondisi ini menuntut adanya pembenahan dan pembaharuan dengan segera dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran sains; khususnya di tingkat pendidikan dasar. Pentingnya pembenahan dan pembaharuan di sekolah dasar karena, ditingkat ini peserta didik untuk pertama kali mengenal literasi sains. Dikarenakan pembelajaran IPA di sekolah dasar khususnya harus menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa agar dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA juga hendaknya diarahkan agar siswa dapat berbuat dan berinkuiri, sehingga dapat membantu siswa memperoleh pemahaman yang lengkap dan mendalam mengenai alam sekitar. Kegiatan pembelajaran IPA yang dilakukan guru seharusnya dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam mengajukan pertanyaan serta mencari jawaban atas pertanyaan tersebut melalui cara-cara yang sistematis.

Dengan demikian, pembelajaran IPA seharusnya dilakukan secara inkuiri ilmiah (scientific inkuiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah, serta mengkomunukasikannya kepada orang lain. Dengan demikian, pembelajaran IPA hendaknya ditekankan pada pemberian pengalaman langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Sebab pembelajaran secara inkuiri ilmiah dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keahlian mereka yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Akibat rendahnya mutu hasil belajar sains peserta didik, ini menunjukkan proses pembelajaran sains di sekolah-sekolah Indonesia telah mengabaikan perolehan kepemilikan literasi sains peserta didik.

Toharudin dkk (2011) mengatakan bahwa model pembelajaran yang membangun literasi sains di antaranya adalah Pendekatan Sains Terpadu, Sains Teknologi Masyarakat (STM), Pembelajaran Kontekstual (CTL), dan Problem Based Learning (PBL). Lebih spesifiknya penemuan/pembahasan berdasarkan penelitian mengenai model pembelajaran yang dapat meningkatkan literasi sains telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu di antaranya adalah; Robbert dan Gott dalam penelitiannya yang berjudul A framework for practical work, argumentation and scientific literacy, mengatakan bahwa dalam pendidikan sains


(15)

5

yang terpenting adalah bagaimana siswa belajar langsung melalui praktik di lapangan.

Salah satu komponen yang bisa diukur untuk mengakses kemampuan literasi sains siswa adalah dengan mengakses kemampuan inkuiri. Wenning (2007) dalam jurnalnya Assessing Inquiry Skills As a Component Scientific Literacy mengatakan bahwa kemampuan literasi sains dapat diketahui dengan mengukur kemampuan inkuiri siswa. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (2006) menyatakan bahwa pembelajaran IPA di SD/MI harus dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry), ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kemampuan bekerja ilmiah, bersikap ilmiah, dan dapat mengkomunikasikannya sebagai komponen penting dalam kecakapan hidup.

Inkuiri merupakan pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas dan pemberian pengalaman belajar secara langsung pada siswa. Dengan begitu, siswa dapat meningkatkan pemahaman siswa dan siswa berkesempatan untuk mengaplikasikan ilmu sehingga menguatkan literasi sainsnya. Agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan efektif serta dapat meningkatkan literasi sains siswa, maka untuk menyiasatinya diperlukan kreatifitas guru.

Pembelajaran secara inkuiri ini akan membawa dampak belajar bagi perkembangan mental positif siswa sebab melalui pembelajaran ini, siswa mempunyai kesempatan yang luas untuk mencari dan menemukan sendiri apa yang dibutuhkannya terutama dalam pembelajaran yang bersifat abstrak. Untuk memudahkan guru dalam pencapaian literasi sains siswa sekolah dasar diperlukan upaya guru untuk melaksanakan pembelajaran inkuiri ilmiah dengan baik.

Pembelajaran inkuiri ilmiah dapat terlaksana dengan baik, apabila guru mampu membuat bahan ajar sederhana buatan sendiri yang merangsang siswa untuk berinkuiri. Bahan ajar yang dimaksud yaitu Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah. Di mana isi dari Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah tersebut menuntut siswa untuk melakukan percobaan. Sehingga proses pembelajaran inkuiri dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah aktivitas kerja siswa ketika belajar berlangsung melalui praktik di


(16)

lapangan dapat lebih efektif dan lebih terarah. Hal tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Toharudin, dkk, (2011) mengatakan bahwa agar siswa dapat menerapkan hasil belajarnya dalam kehidupan sehari-hari, Lembar Kerja Siswa (LKS) yang disiapkan guru hendaknya dapat meningkatkan pemahaman siswa dan siswa berkesempatan untuk mengaplikasikan ilmu sehingga menguatkan literasi sainsnya. Pendekatan sains yang mengembangkan literasi sains diharapkan dapat lebih cepat melek sains dan teknologi dalam kehidupan nyata.

Selanjutnya, perlu dikembangkan bahan ajar yang dapat menunjang kegiatan percobaan siswa seperti Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah. Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam menuntun siswa untuk memahami masalah dan mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk mengemukakan pendapatnya dan siswa dapat menemukan konsep melalui kegiatan percobaan. Sementara itu, untuk dapat meningkatkan literasi sains siswa, maka dalam pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah juga perlu dilengkapi dengan menggunakan model pembelajaran. Tentunya model pembelajaran tersebut dapat mendukung kegiatan percobaan. Salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengoptimalkan cara belajar dan mengembangkan daya nalar siswa adalah model pembelajaran inkuiri.

Karena dengan pembelajaran IPA secara inkuiri menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah, diharapkan siswa lebih cepat mengaplikasikan pengetahuan sainsnya dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan masalah sehari-hari terutama yang menyangkut dengan sains. Berdasarkan uraian di atas, salah satu upaya untuk meningkatkan literasi sains siswa, adalah diperlukannya penyempurnaan strategi pembelajaran sains yang sesuai dengan tujuan dan hakikat sains itu sendiri. Hal yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan dan hakekat sains adalah dengan mengefektifkan pembelajaran sains dengan dukungan bahan ajar buatan guru berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah yang berhubungan serta


(17)

7

disesuaikan (link and match) dengan masalah-masalah yang ada di lingkungan sekitar siswa.

Bertolak dari beberapa permasalahan di atas, maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah dalam Pembelajaran IPA secara Inkuiri untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa Sekolah Dasar. Selanjutnya, perlu ditelusuri landasan teoritik dan empiriknya agar dapat digunakan sebagai dasar memecahkan masalah, kurangnya pemahaman literasi sains siswa dalam pendidikan sains di Sekolah Dasar.

Adapun aspek yang diukur untuk mengetahui adanya peningkatan literasi sains penulis mengidentifikasi tiga dimensi besar literasi sains dalam pengukurannya, yakni aspek konten (pengetahuan), konteks, dan proses (kompetensi) sains Windiyariani (2011).

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Hasil temuan terhadap permasalahan yang telah diparkan di atas maka penulis perlu menginfentarisasi masalah supaya dapat menentukan batasan permasalahan sehingga dapat terjadi pemfokusan teori dan variabel serta kaitan antar variabel yang diteliti. Adapun permasalahan yang ada pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Rendahnya literasi sains siswa Indonesia yang menduduki peringkat ke 35 dari 49 negara peserta.

2. Pembelajaran ipa masih konvensional dan bertumpu pada penguasaan konseptual siswa serta berorientasi pada tes akhir.

3. Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak berfungsi optimal selain hanya untuk latihan soal-soal, penyampaian informasi yang sarat dan dominan satu arah dari guru dengan ceramah, juga sedikitnya kesempatan dan ruang bagi siswa untuk berinteraksi dengan objek dan persoalan serta pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi.


(18)

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana peningkatan kemampuan literasi sains siswa sekolah dasar yang menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah dalam pembelajaran IPA secara inkuiri dibandingkan dengan siswa yang menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak berbasis masalah dalam pembelajaran IPA secara inkuiri”

D. Pertanyaan Penelitian

Bertitik tolak dari rumusan masalah di atas, maka diambil beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan literasi sains antara siswa yang mendapatkan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah dalam pembelajaran IPA secara Inkuiri, dengan siswa yang mendapatkan Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak berbasis masalah dalam pembelajaran IPA secara Inkuiri?

2. Bagaimana aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran IPA secara Inkuiri dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah? 3. Bagaimana tanggapan siswa terhadap Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis

Masalah dalam pembelajaran IPA secara Inkuiri?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini secara rinci adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji dan menganalisis data peningkatan kemampuan literasi sains untuk mendapatkan gambaran peningkatan kemampuan literasi sains siswa antara siswa yang menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah dalam pembelajaran IPA secara Inkuiri dengan siswa yang menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak berbasis masalah dalam Pembelajaran IPA secara Inkuiri.


(19)

9

2. Mengkaji dan menganalisis data aktivitas guru dan siswa untuk mendapatkan gambaran aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran IPA secara Inkuiri dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah. 3. Mengkaji dan menganalisis data tanggapan siswa untuk mendapatkan

gambaran tanggapan siswa terhadap Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah dalam pembelajaran IPA secara inkuiri.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan masukan yang berarti kepada para mahasiswa yang melakukan penelitian selanjutnya dalam memilih model pembelajaran IPA di kelas untuk meningkatkan literasi sain siswa, serta dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang penggunaan lembar kerja siswa berbasis masalah dalam proses pembelajaran IPA di SD.


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian eksperimen semu. Karena dalam penelitian ini, subyek yang diteliti merupakan siswa-siswi yang sudah terdaftar dengan kelasnya masing-masing, sehingga tidak dimungkinkan untuk membuat kelompok baru secara acak. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ruseffendi (2005) bahwa “pada eksperimen semu subjek tidak dikelompokan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa adanya”.

Pada penelitian ini peneliti tidak mengelompokkan subjek secara acak tetapi, dilakukan pengetosan, karena siswa yang dijadikan subyek penelitian merupakan siswa yang mempunyai kemampuan yang sama dilihat dari rata-rata hasil ujian akhir sekolahnya. Ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada kelompok eksperimen yang mendapatkan pembelajaran secara inkuiri menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah dan kelompok kontrol mendapatkan pembelajaran secara inkuiri menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak berbasis masalah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui secara mendalam mengenai pengaruh dari pembelajaran IPA secara inkuiri menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah terhadap peningkatan literasi sains siswa.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain pretest-posttest kelompok kontrol. Desain penelitian tersebut berbentuk:

Kelas Pretest Treatment Posttest

Experimen O X1 O

Kontrol O X2 O

(Sudjana, 2010) Keterangan:

O = Kemampuan literasi sains

X1 = Penggunaan LKS Berbasis Masalah dalam pembelajaran IPA secara inkuiri


(21)

27

Pada desain penelitian ini, peneliti melakukan pemilihan kelas dengan dilakukan pengetosan, karena siswa yang dijadikan subyek penelitian merupakan siswa yang mempunyai kemampuan yang sama dilihat dari rata-rata hasil ujian akhir sekolahnya, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai subjek penelitian. Selanjutnya, masing-masing kelas penelitian diberi tes awal dan tes akhir (O) dengan instrumen yang sama. Kelas eksperimen diberi perlakuan pembelajaran IPA secara inkuiri menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah (X1) dan kelas kontrol mendapat pembelajaran IPA secara

inkuiri menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak berbasis masalah (X2).

B. Subyek Penelitian

Subyek pada penelitian ini dipilih siswa kelas V SD Kartika X-3 Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat yang terdiri dari tiga kelas, dari ketiga kelas tersebut dipilih dua kelas dengan ditunjuk secara langsung yang memiliki kemampuan sains yang relatif sama berdasarkan dari hasil UAS sebelumnya.

Alasan dipilih siswa kelas V dengan asumsi bahwa mereka sudah dapat beradaptasi dengan model pembelajaran baru dan tidak mengganggu program sekolah untuk menghadapi ujian kenaikan kelas. Setiap kelas untuk kelompok kontrol dan eksperimen dipegang oleh guru yang dianggap memiliki keterampilan mengajar yang sama. Untuk menjaga agar cara-cara pengajaran pada setiap unit penelitian relatif sama, setiap guru dalam kelompok kelas eksperimen diberikan pengarahan melalui beberapa pertemuan dan latihan pengajaran yang langsung dibimbing oleh peneliti.

C. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini digunakan beberapa istilah, untuk memudahkan makna dan interpretasi terhadap istilah tersebut, maka diperlukan definisi operasional dari istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya sebagai berikut.

1. Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah adalah suatu bahan ajar yang menuntut adanya aktivitas siswa, yang susunan langkah kerjanya diawali


(22)

dengan menyajikan suatu masalah/fenomena yang ada di lingkungan sekitar siswa (masalah-masalah praktis). Adapun isi tahapan yang ada dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah adalah sebagai berikut.

a. Penyajian masalah, yaitu melaksanakan kegiatan menemukan masalah dan mendefinisikan masalah.

b. Merumuskan Masalah, yang menyangkut kegiatan mengumpulkan fakta-fakta, yang dilanjutkan pada membuat pertanyaan.

c. Dugaan Sementara, yaitu berupa kegiatan membuat dugaan sementara

terhadap rumusan masalah di atas.

d. Langkah Percobaan, yang menyangkut kegiatan menguji dugaan sementara (jawaban sementara) melalui sebuah percobaan sederhana, mulai dari memilih bahan, menggunakan alat yang dilanjutkan dengan pengamatan.

e. Membuat Simpulan, yaitu berupa menarik simpulan dari hasil diskusi yang ditemukan pada saat melakukan percobaan dan pengamatan.

2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) tidak berbasis masalah adalah lembar kerja yang disusun oleh penerbit untuk membantu meningkatkan kemampuan siswa dalam menafsirkan dan menjelaskan secara lengkap objek dan peristiwa yang dipelajarinya. Adapun isi tahapan yang ada dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak berbasis masalah adalah sebagai berikut.

a. Tidak diawali dari permasalahan yang ada di lingkungan sekitar siswa b. Petunjuk kegiatan siswa hanya untuk memahami (tidak membentuk

konsep yang dipelajari)

c. Siswa hanya memikirkan bagian-bagian yang diberitahukan.

d. Pengerjaan LKS diberi tahu apa yang harus diamatinya, dicatat, dan ditafsirkan

e. Siswa tidak dilatih untuk mengetahui prosedur ilmiah dalam kegiatan percobaan.

3. Pembelajaran IPA (Sains) adalah proses pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan proses pemahaman konsep, aplikasi konsep,


(23)

29

sikap ilmiah, serta mendasarkan kegiatan pembelajaran IPA (sains) pada isu-isu yang sedang berkembang di masyarakat.

4. Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

5. Literasi sains adalah kemampuan seseorang untuk memahami sains, mengkomunikasikan sains (lisan dan tulisan), serta menerapkan pengetahuan sains untuk memecahkan masalah sehingga memiliki sikap dan kepekaan yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya dalam mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sains. Aspek yang akan diukur untuk mengetahui adanya peningkatan literasi sains, yakni aspek konten (pengetahuan), konteks, dan proses (kompetensi) sains. Peningkatan kemampuan literasi sains yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g factor (N-gain).

D. Waktu Penelitian

Penelitian mulai dari perencanaan (pembuatan proposal) hingga penyelesaian laporan penelitian (tesis) dilakukan mulai bulan November 2012 sampai dengan Juli 2013. Berikut rincian pelaksanaan penelitian yang disajikan dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1

Waktu Pelaksanaan Penelitian

No Waktu Kegiatan

1 November 2012 – Desember 2012

Penyusunan Proposal Seminar Proposal 2 Januari 2013 –

Februari 2013

Perbaikan Proposal dan Pengajuan Dosen pembimbing.

3 Maret 2013 – Mei 2013

Penyusunan perangkat pembelajaran Pelaksanaan Studi Pendahuluan Pelaksanaan pra-penelitian 4 Juni 2013 – Juli 2013 Pelaksanaan tes awal

Pelaksanaan pembelajaran Pelaksanaan tes akhir Pelaksanaan tes skala sikap Pengolahan data


(24)

E. Variabel Penelitian

Sugiyono (2007) mengatakan bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Untuk itu, variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) (X) dalam pembelajaran IPA secara inkuiri. sedangkan variabel terikatnya (dependent) yaitu kemampuan literasi sains siswa (Y). Adapun Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak berbasis masalah sebagai fungsi kontrol terhadap penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah dalam pembelajaran IPA secara inkuiri di Sekolah Dasar. Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah diharapkan mampu meningkatkan kemampuan literasi sains siswa, karena dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah dapat terus melatih kemampuan berpikirnya terkait konten materi yang diaplikasikan dengan kehidupan nyata (konteks) melalui proses yang dialaminya sendiri (observasi/pengamatan).

F. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua jenis instrumen, yaitu (1) instrumen tes dan (2) nontes. Instrumen tes terdiri atas seperangkat soal untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa. Sedangkan instrumen nontes adalah lembar observasi, lembar wawancara, dan skala sikap siswa. Penyusunan instrumen ini dikembangkan melalui beberapa tahap, yaitu: tahap pembuatan instrumen, tahap judgment dari ahli, dan tahap uji coba instrumen (untuk tes kemampuan literasi sains siswa). Uji coba instrumen dilakukan untuk melihat kualitas soal terkait dengan kesesuaian antara indikator dengan alat ukur yang digunakan, serta validitas butir tes, reliabilitas tes, daya pembeda butir tes, dan tingkat kemudahan butir tes. Berikut instrumen penelitian yang akan digunakan.

1. Tes Kemampuan Literasi Sains

Instrumen utama yang digunakan untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa yaitu berupa soal tes kemampuan literasi sains siswa sebelum dan sesudah proses pembelajaran dengan materi sifat-sifat cahaya. Tipe butir soal yang


(25)

31

dikembangkan adalah pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban yang berjumlah 20 soal. Penyusunan instrumen dimaksud untuk mengumpulkan data yang diperlukan dan untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Dalam penyusunan tes diawali dengan penyusunan kisi-kisi soal, dilanjutkan dengan menyusun soal dan aturan pemberian skor. Sebelum soal tes kemampuan literasi sains digunakan, terlebih dahulu divalidasi oleh ahli untuk melihat kesahihan instrumen dengan materi yang akan diujikan, dan kebenaran kunci jawaban serta kejelasan soal tes dari segi bahasa, redaksi, sajian, dan kesesuaian soal dengan indikator yang akan dicapai.

Tahapan selanjutnya setelah instrumen memenuhi validitas muka dan validitas isi, kemudian soal tes ini diujicobakan kepada siswa yang tidak termasuk ke dalam sampel penelitian. Setelah uji instrumen dilaksanakan, kemudian dilakukan penskoran terhadap jawaban siswa untuk setiap butir soal serta untuk mengetahui kelayakan dari tes kemampuan literasi sains itu sendiri yaitu untuk melihat validitas butir soal, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kemudahan butir soal. Uji coba instrumen dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Analisis Validitas Butir Soal

Validitas butir tes bertujuan untuk mengetahui sejauh mana alat tes mengukur apa yang hendak diukur. Hal ini sesuai dengan pendapat Suherman (2003) yang menyatakan bahwa validitas instrumen adalah ketepatan dari suatu instrumen atau alat pengukuran terhadap konsep yang akan diukur, sehingga suatu instrumen atau alat pengukuran terhadap konsep yang diukur dikatakan memiliki taraf validitas yang baik jika betul-betul mengukur apa yang hendak diukur.

Untuk menguji validitas butir soal dilakukan proses validasi yang dilakukan oleh empat orang ahli di antaranya adalah tiga orang dosen dan satu orang guru sains di SD. Dua orang dosen yang ahli di bidang materi, satu orang dosen ahli di bidang materi IPA sekolah dasar, dan satu lagi guru sains di sekolah dasar.

Adapun perhitungan kecocokan terhadap validitas isi dilakukan dengan menghitung besarnya persentase pada pernyataan cocok, yaitu “persentase kecocokan suatu butir dengan tujuan/indikator berdasarkan penilaian guru/dosen


(26)

ahli” (Noer dalam Susetyo, 2011). Butir tes dinyatakan valid jika kecocokannya dengan indikator mencapai 100%. Adapun rumus yang digunakan adalah;

x 100% (Noer dalam Susetyo, 2011)

dimana;

f = frekuensi cocok menurut penilai

∑ = jumlah penilai

Tabel 3.2

Hasil Perhitungan Kecocokan Butir Soal oleh Ahli No Item Persentase

(%) Validitas

1 100 Valid

2 100 Valid

3 100 Valid

4 100 Valid

5 100 Valid

6 100 Valid

7 100 Valid

8 100 Valid

9 100 Valid

10 100 Valid

11 100 Valid

12 100 Valid

13 100 Valid

14 100 Valid

15 100 Valid

16 100 Valid

17 100 Valid

18 100 Valid

19 100 Valid

20 100 Valid

Dari hasil penilaian yang dilakukan oleh ahli tersebut, ada beberapa masukan yang disampaikan di antaranya adalah sebagai berikut. Untuk penilaian terhadap kisi-kisi soal tes awal dan akhir terhadap peningkatan literasi sains siswa, keempat para ahli memberikan penilaian sebagian besar soal sudah sesuai dengan


(27)

33

apa yang ingin dicapai (indikator), baik dari segi keterwakilan materi yang diajarkan, komposisi penyebaran soal terhadap ketiga aspek literasi sains yang hendak diukur. Artinya, dari 20 butir soal para ahli mengatakan valid karena, berdasarkan perhitungan menunjukkan hasil penilaiannya mencapai 100%. Di samping itu, ada beberapa masukan terhadap soal yang belum tepat sehingga perlu adanya perubahan bentuk soal ataupun redaksi soal. Dari hasil penilaian yang diperoleh dari keempat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk validitas butir soal, dinyatakan valid.

b. Analisis Reliabilitas Tes

Reliabilitas suatu alat eveluasi (tes) dikatakan reliabel, jika hasil evaluasi tersebut memberikan hasil yang tetap untuk subjek yang sama (konsisten), kalaupun mengalami perubahan tetapi perubahan itu tidak signifikan (Ruseffendi, 1991). Dalam penelitian ini, untuk menghitung reliabilitas tes digunakan analisis cronbach-alpha, sedangkan perhitungannya menggunakan perangkat lunak Excel. Sementara itu klasifikasi besarnya koefisien reliabilitas mengacu pada kategori yang diajukan Guilford (Ruseffendi, 1998) seperti pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Kriteria Reliabilitas Butir Soal Koefisien reliabilitas ( ) Interpretasi

0,20 Derajat reliabilitas sangat rendah 0,20 < r11 0,40 Derajat reliabilitas rendah

0,40 < 0,70 Derajat reliabilitas sedang 0,70 < 0,90 Derajat reliabilitas tinggi 0,90 < 1,00 Derajat reliabilitas sangat tinggi

Dari hasil perhitungan diperoleh sebesar 0,89. Dengan demikian berdasarkan kriteria di atas, maka reliabilitas instrumen tes tersebut termasuk ke dalam kategori tinggi. Artinya, derajat ketetapan (reliabilitas) tes tersebut akan memberikan hasil yang relatif sama jika diteskan kembali kepada subjek yang sama pada waktu yang berbeda.


(28)

c. Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berada pada kelompok atas dengan siswa yang berada pada kelompok bawah.

Untuk menghitung daya pembeda dilakukan dengan bantuan program excel, sedangkan rumus yang digunakan adalah merujuk pada Arikunto (2001) sebagai berikut.

(Arikunto, 2001) Keterangan:

J : Jumlah peserta tes

JA : Banyaknya peserta kelompok atas

JB : Banyaknya peserta kelompok bawah

BA : Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu

dengan benar

BB : Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu

dengan benar

PA : Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan

benar

PB : Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu

dengan benar

Kriteria daya pembeda butir soal yang digunakan diuraikan pada Tabel 3.4 (Arikunto, 2001).


(29)

35

Tabel 3.4

Kriteria Daya Pembeda Butir Soal

Daya Pembeda (DP) Interpretasi

Sangat baik

Baik

Cukup

Jelek

Sangat jelek

Berdasarkan hasil perhitungan, daya pembeda untuk setiap soal disajikan dalam Tabel 3.5.

Tabel 3.5

Hasil Analisis Daya Pembeda Ujicoba Tes Kemampuan Literasi Sains

No Item DP Interpretasi

1 0,33 Cukup

2 0,29 Cukup

3 0,52 Baik

4 0,33 Cukup

5 0,38 Cukup

6 0,24 Cukup

7 0,33 Cukup

8 0,48 Baik

9 0,29 Cukup

10 0,24 Cukup 11 0,33 Cukup 12 0,29 Cukup 13 0,33 Cukup

14 0,43 Baik

15 0,43 Baik

16 0,48 Baik

17 0,33 Cukup

18 0,43 Baik

19 0,29 Cukup


(30)

d. Analisis Tingkat Kemudahan

Analisis tingkat kemudahan ini bertujuan untuk mengetahui sukar atau mudahnya soal yang digunakan. Perhitungan indeks kemudahan dilakukan dengan bantuan program Excel, sedangkan untuk mengetahui tingkat kemudahan suatu

soal digunakan rumus yang mengacu pada ketentuan yang diajukan oleh Ar ikunto (2001) sebagai berikut:

(Arikunto, 2001) Keterangan:

IK : Indeks Kemudahan

B : Banyaknya siswa yang menjawab dengan benar JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes

Adapun klasifikasi indeks kemudahan menurut Arikunto (2001) ditunjukkan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6

Kriteria Indeks Kemudahan Butir Soal

Indeks Kemudahan (IK) Interpretasi 0,70 < IK  1,00 Soal mudah 0,30 < IK  0,70 Soal sedang 0,00 < IK  0,30 Soal sukar

Berdasarkan hasil perhitungan, indeks kemudahan untuk setiap soal disajikan dalam Tabel 3.7.

Tabel 3.7

Hasil Analisis Indeks Kemudahan Ujicoba Tes Kemampuan Literasi Sains

No Item IK Interpretasi

1 0,83 Mudah

2 0,86 Mudah

3 0,69 Sedang 4 0,31 Sedang


(31)

37

No Item IK Interpretasi

5 0,81 Mudah

6 0,36 Sedang

7 0,4 Sedang

8 0,48 Sedang

9 0,86 Mudah

10 0,88 Mudah

11 0,5 Sedang

12 0,71 Sedang 13 0,69 Sedang 14 0,69 Sedang 15 0,79 Mudah 16 0,52 Sedang 17 0,83 Mudah 18 0,74 Sedang 19 0,81 Mudah 20 0,74 Sedang

Dengan demikian, melihat hasil analisis secara keseluruhan dari validitas butir soal, reliabilitas tes, daya pembeda butir soal, dan tingkat kemudahan butir soal, maka instrumen tes kemampuan literasi sains memenuhi kriteria dari tes yang kualitasnya baik. Secara umum, tujuan dari instrumen tes kemampuan literasi sains ini adalah untuk mengukur sejauh mana kemampuan literasi sains siswa kelas V SD. Selain itu, tes dimaksudkan untuk mengetahui tingkat perbedaan tes kemampuan literasi sains siswa dengan melakukan perlakuan yang berbeda.

2. Instrumen Nontes a. Skala Sikap Siswa

Instrumen ini digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah dalam pembelajarn IPA secara inkuiri. Instrumen ini dibuat dengan berpedoman pada aspek-aspek skala sikap. Langkah pertama dalam menyusun skala sikap adalah membuat kisi-kisi, selanjutnya dilakukan uji validitas isi butir skala sikap dengan meminta pertimbangan rekan mahasiswa guru SD, dua orang dosen PGSD, dan satu dosen Pascasarjana SPs UPI, setelah itu di konsultasikan kepada dosen pembimbing.


(32)

Skala sikap siswa ini terdiri atas empat pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Instrumen ini diberikan setelah semua pokok bahasan selesai diajarkan. Pemberian skor setiap pilihan dari pernyataan skala sikap siswa ini ditentukan secara aposteriori yaitu skala dihitung berdasarkan jawaban responden (Mulyana, 2005). Dengan menggunakan cara ini, skor SS, S, TS, STS dari setiap pertanyaan dapat berbeda-beda tergantung pada sebaran respon siswa. Setelah skala tersebut ditentukan skor setiap itemnya, kemudian dihitung dan dicocokkan dengan sebaran respon siswa. Proses perhitungannya menggunakan perangkat lunak MS-Exel for window. b. Lembar Observasi

Lembar observasi dimaksudkan untuk melihat aktivitas siswa dan aktivitas guru selama pembelajaran. Pengamatan ini dilakukan oleh peneliti sebagai orang yang terlibat aktif dalam pelaksanaan tindakan dan dibantu oleh beberapa observer. Alat yang digunakan adalah lembar observasi sebagai alat bantu untuk menganalisis dan merefleksi setiap pembelajaran, terhadap keterlaksanaan penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah dalam pembelajaran IPA secara inkuiri.

c. Pedoman Wawancara

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan pada siswa kelas eksperimen, yaitu siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan pembelajaran secara inkuiri dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kesulitan selama pembelajaran, tanggapan atau sikap siswa secara lisan terhadap pembelajaran yang telah dilakukan yang pernyataan-pernyataannya tidak tercakup dalam skala sikap.

G. Prosedur Penelitian

Secara garis besar penelitian ini meliputi dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahapan-tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Tahap persiapan, meliputi:


(33)

39

b. Memilih sampel kelas dari sekolah level menengah, dan mengambil dua kelas yang dibagi dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. c. Melakukan uji penilaian oleh ketiga dosen ahli dan satu orang guru sains

sekolah dasar.

d. Menguji cobakan tes kemampuan literasi sains di luar sampel penelitian, namun sudah mendapatkan materi yang sudah diajarkan.

2. Tahap pelaksanaan, meliputi:

a. Memberikan tes awal dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa sebelum diberikan perlakuan. Tes diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b. Melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah dalam pembelajaran IPA secara inkuiri pada kelas eksperimen dan pembelajaran menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak berbasis masalah dalam pembelajaran IPA secara inkuiri pada kelas kontrol.

c. Melaksanakan tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui terdapat perbedaan peningkatan kemampuan literasi sains siswa setelah memperoleh perlakuan.

d. Memberikan skala sikap siswa, lembar observasi, dan wawancara pada kelas eksperimen.

e. Menganalisis data sehingga diperoleh temuan-temuan dan menyusun laporan hasil penelitian.

H. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui tes, skala sikap, lembar observasi, dan wawancara. Data yang berkaitan dengan kemampuan literasi sains siswa dikumpulkan melalui tes (tes awal dan tes akhir). Sedangkan data yang berkaitan dengan aktivitas dan sikap siswa dikumpulkan melalui skala sikap, lembar observasi, dan wawancara.


(34)

I. Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data selanjutnya diolah melalui tahapan sebagai berikut.

1. Pengolahan data hasil tes kemampuan literasi sains Data hasil tes diolah melalui tahapan berikut:

a. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem penskoran yang digunakan

b. Membuat tabel yang berisikan skor tes hasil kemampuan literasi sains siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

c. Peningkatan kemapuan literasi sains yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g factor (N-gain)

(Hake dalam Meltzer, 2002)

Keterangan : Spost = skor postes

Spre = skor pretes

Smaks = skor ideal

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi dari Hake dalam Meltzer (2002) seperti pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8

Gain yang Dinormalisasi Besar Gain Interpretasi

g > 0,70 Tinggi 0,30 < g 0,70 Sedang

g 0,30 Rendah

d. Melakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov, sedangkan perhitungannya menggunakan perangkat lunak SPSS-16 for window.


(35)

41

e. Melakukan uji homogenitas untuk mengetahui tingkat kehomogenan distribusi populasi data tes atau untuk mengetahui beberapa varians populasi sama atau tidak dengan menggunakan uji statistik levene dengan bantuan perangkat lunak SPSS-16 for window.

f. Melakukan uji hipotesis penelitian

Uji hipotesis dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata, setelah data diuji berdistribusi normal dan homogen, maka menggunakan uji t dengan bantuan perangkat lunak SPSS-16 for window. Apabila data yang diperoleh tidak berdistribusi normal, maka pengujiannya menggunakan non parametrik pengganti uji t yaitu uji Mann-Whitney. Uji Mann-Whitney adalah uji nonparametrik yang cukup kuat sebagai pengganti uji-t, dalam hal distribusi t tidak terpenuhi. Yang diuji adalah keberartian perbedaan perlakuan pada dua buah sampel bebas yang diambil dari satu atau dua buah populasi (Ruseffendi, 1998).

2. Pengolahan Data Nontes a. Skala Sikap Siswa

Skala sikap diolah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Teknik yang digunakan untuk penyekoran angket menurut Suherman (2003) sebagai berikut.

1) Untuk pernyataan yang positif (favorable), jawaban: SS diberi skor 5, S diberi skor 4, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1

2) Untuk pernyataan yang negatif (unfavorable), jawaban: SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 4, dan STS diberi skor 5

Data skala sikap yang diperoleh, dihitung dan ditabulasi yang selanjutnya diinterpretasikan ke dalam kalimat berdasarkan jumlah persentase jawaban sangat setuju dan setuju (SS + S). Hendro (Maulana, 2002) mengatakan bahwa klasifikasi interpretasi perhitungan persentase setiap kategori seperti terlihat pada tabel 3.9.


(36)

Tabel 3.9

Klasifikasi Interpretasi Persentase Skala Sikap Besar Presentase Interpretasi

0 % Tidak ada

1% - 25 % Sebagian kecil 26 % - 49 % Hampir setengahnya

50 % Setengahnya

51% - 75 % Sebagian besar 76 % - 99 % Pada umumnya

100 % Seluruhnya

b. Menganalisis Data Hasil Observasi Guru dan Siswa

Menganalisis data hasil observasi dilakukan dengan mengelompokkan pernyataan positif (jawaban ya) dan pernyataan negatif (jawaban tidak). Kemudian menghitung persentasenya dengan rumus:

100%

f

P X

n

c. Menganalisis Hasil Wawancara

Data yang telah terkumpul dari hasil wawancara ditulis dan diringkas berdasarkan permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini. Data ini dapat memperkuat hasil temuan dari hasil pengolahan nilai tes dan skala sikap siswa dengan cara mencocokan data hasil tes, skala sikap, dan hasil wawancara.

Keterangan: P = presentasi jawaban f = jumlah jenis komentar n = jumlah pernyataan


(37)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari data tes dan non tes, maka diperoleh simpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan literasi sains antara siswa yang

mendapatkan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah dalam pembelajaran IPA secara Inkuiri, dengan siswa yang mendapatkan Lembar Kerja Siswa (LKS) tidak berbasis masalah dalam pembelajaran IPA secara Inkuiri. Hal ini dapat dilihat dari perolehan nilai sig.uji Mann-Whitney sebesar 0,006 < 0,05 yang artinya Ho ditolak. Peningkatan tertinggi pada kelas eksperimen terjadi pada aspek konten sains dengan N-gain untuk kelas eksperimen sebesar 0,62 dengan kategori sedang, sedangkan N-gain yang diperoleh oleh kelas kontrol sebesar 0,43 dengan kategori sedang. Selain pada aspek konten, terjadi peningkatan juga pada aspek proses sains dengan N-gain sebesar 0,52 dengan kategori sedang, sedangkan N-gain untuk kelas kontrol sebesar 0,42 dengan kategori sedang. Aspek konteks sains untuk kelas eksperimen dengan N-gain sebesar 0,42 dengan kategori sedang, sedangkan untuk kelas kontrol memperoleh N-gain sebesar 0,28 dengan kategori rendah. Ini menunjukkan bahwa Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah telah memberikan peningkatan kemampuan literasi sains aspek konten lebih baik terhadap pelajaran IPA pada materi sifat-sifat cahaya.


(38)

2. Pelaksanaan pembelajaran sifat-sifat cahaya dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah dalam pembelajaran IPA secara inkuiri dapat berlangsung dengan proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan dan dilaksanakan sesuai dengan tahapan inkuiri. Dimana dalam proses pembelajaran ini siswa dapat memahami permasalahan/penomena yang akan diujicobakan pada percobaan sederhana menjadi lebih bermakna. Guru hanya berperan sebagai fasilitator, mengarahkan, dan memotivasi siswa. Peran guru seperti ini dapat meningkatkan motivasi dan antusias siswa dalam belajar. Hal ini terlihat dari aktivitas dan interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa yang berkembang lebih baik dari pembelajaran sebelumnya.

3. Sikap siswa terhadap penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah dalam pembelajaran IPA secara inkuiri pada umumnya menunjukkan tanggapan setuju terhadap pertanyaan yang ada pada Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah. Siswa berpendapat bahwa pembelajaran yang diterapkan telah memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif, meningkatkan minat dan motivasi belajar, serta membantu siswa menemukan konsep berdasarkan percobaan sehingga materi pembelajaran lebih mudah dipahami. Dengan kata lain, pembelajaran IPA secara inkuiri dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah dapat meningkatkan sikap positif terhadap IPA. Hal ini ditunjukkan melalui pendapat siswa baik skala sikap maupun hasil wawancara.


(39)

65

B. Saran

Adapun saran yang diberikan terkait penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Pembelajaran dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah dalam pembelajaran IPA secara inkuiri ini dapat dijadikan salah satu alternatif untuk guru dalam membuat bahan ajar sendiri yang dapat merangsang serta mendorong siswa dalam pembelajarannya untuk berinkuiri. Sebab dengan membuat bahan ajar yang berbasis masalah dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar yang berdampak pada meningkatnya literasi sains siswa. Namun, perlu disiapkan alokasi waktu yang cukup untuk memberikan penataran/bimbingan kepada guru yang akan meenggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah dalam pembelajaran IPA secara inkuiri guna memperoleh hasil yang maksimal agar dalam pelaksanaan pembelajaran mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan.

2. Bagi mahasiswa calon guru di LPTK diharapkan lebih banyak menggunakan rujukan dari jurnal yang terkait dengan penggunaan bahan ajar yang dapat merangsang siswa untuk berinkuiri ilmiah yang berdampak pada meningkatnya literasi sains siswa sekolah dasar.

3. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan perluasan pada indikator serta perlu dilakukan pengembangan pembelajaran serupa pada materi sains lainnya.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Adisendjaja, Y H. (-). Analisis Buku Ajar Biologi SMA Kelas X di Kota Bandung Berdasarkan Literasi Sains. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/19551219198 0021-YUSUF_HILMI_ADISENDJAJA/

PENELITIAN_ANALISIS_BUKU_LITERASI_SAINS.pdf. [7 april 2013]. Ardiyanti, Y. (2011). Penggunaan LKS (Lembar Kerja Siswa) Terbuka untuk

Meningkatkan Pemahaman Konsep, Ketreampilan Proses Sains (KPS) dan Berfikir Kreatif Siswa SMA Pada Konsep Pencemaran Lingkungan. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Arifin, R. F, (2011). Penggunaan Software Asesmen Portopolio Pada Tema

Pembelajaran “Energi dalam Ekosistem” untuk Meningkatkan Kemampuan

Literasi Sains Siswa SMP. Tesis SPS UPI Bandung; Tidak Diterbitkan.

Amir, S A. (2012). Model Lembar Kerja Siswa (LKS) Berorientasi Inkuiri untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa Melalui Pembelajaran Hidrolisis Garam Dengan metode Praktikum. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Amir, A.f. (2012). “Model Lembar Kerja Siswa (LKS)Berorientasi Inkuiri untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa

MelauiPembelajaran Hidrolisis Garam dengan Metode Praktikum”. Tesis

SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Arifin. Z, (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. A. S. Susanta. E, (1997). Jenis, Bentuk, dan Kaidah Penulisan Tes Prestasi

Belajar. Bandung: IKIP Bandung.

Arikunto, S. (2001). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara

Asy’ari, M. (2006). Penerapan Pendekatan Sain-Teknologi-Masyarakat Dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

BSNP. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.


(41)

67

Darliana. (2006). “Percobaan IPA SMP dan SMA”. Bandung: Dirjen PMPTK Depdiknas. Bandung

Darliana (2007). Pendekatan Fenomena Mengatasi Kelemahan Pembelajaran IPA. [Online]. Tersedia: http://www.p4tkipa.org. [7 april 2013].

Depdiknas. (2009). Materi Pelatihan KTSP. Tidak diterbitkan.

Depdiknas. (2006). Kurikulum 2006: Standar Kompetensi, Mata Pelajaran Kimia, Sekolah Mnengah Atas dan Mdrasah Aliyah, Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2004). Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.

Firman, H. (2007). Laporan Analisis Litersi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional Tahun 2006. Jakarta: Pusat Penelitian Pendidikan Balitbang Depdiknas.

Fogarty, R. (1997). Problem –Based Learning and Other Curriculum Models for the Multiple Intelligences Classroom. Illinois: Sky LightTraining and Publishing, Inc.

Gardner, H. (1999(b)). Intelligences Reframed: Multiple intelligences for the 21st century. New York: Basic Books.

Hedegaard, M. (1994). The zone of proximal development as basis for instruction. dalam Moll, L.C. (Ed): Vygotsky and Education: Instructional Implications and Applications of Sociohistorical Psychology. Cambridge: University Press. pp. 349-371.

Inquiry Page. (2004). Inquiry Process. Tersedia http://www.inquiry.uiuc.edu/inquiry/process.php3.

Karli, H. & Yuliariatiningsih, S. M. (2002). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Bina Media Informasi.


(42)

Laughksch, R. C. (2000). Scientific Literacy: A Conceptual Overview. John Wiley and Sons, Inc. 71-91.

Litbang. (2013). PISA (PROGRAMME FOR INTERNATIONAL STUDENT ASSESSMENT). Online. Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/home/ index.php/puspendik/survei-internasional-pisa. [7 April 2013].

Meltzer, D.E. (2002). Addendum to: The Relationship Between Mathematics

Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible “Hidden

Variable” in Diagnostics Pretest Scores. [Online]. Tersedia:

http://www.physics.iastate.edu/per.docs/sddendum_on_normalized_gain. (9 oktober 2006)

Muhammad, M. (2011). Analisis Ketepatan Instruksi Kegiatan Dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) Mata Pelajaran Sains Kelas 1-6 Sekolah Dasar. Tesis SPS UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

NCES. (2012). Overview PISA. [Online]. Tersedia: http://nces.ed.gov/ surveys/pisa/. [19 februari 2013].

Newby, T.J., Stepich, D.A., Lehman, J.D., Russell, J.D. (2000). Instructional Technology for Teaching and Learning. Designing Instruction, Integrating Computers, and Using Media (second edition). New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

OECD-PISA. (2003). First Results from PISA 2003 (executive summary) www.pisa.oecd.org

PISA. (2006). Assessing, Scientific, Reading And Mathematical Literacy. OECD Publishing.

Poejiadi, A. (2005). Sains Teknologi Masyarakat: Pendekatan Pembelajaran Kontektual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Retmana, L. R, (2010). Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Sains Siswa SMP. Tesis SPS UPI Bandung : Tidak Diterbitkan

Ruseffendi, E.T.. (1998). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.


(43)

69

Rustaman, N. Firman, H., dan Kardiwarman. (2004). Ringkasan Eksekutif: Analisis PISA Bidang Literasi Sains. Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Depdiknas.

____________. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta. Lainnya. Bandung : Tarsito.

Safitri, Y I. (2009) Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri dengan Media LKS untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Pokok

Larutan Penyangga Dan Hidrolisis Garam Siswa Kelas XI IPA”. Tesis tidak

diterbitkan, Universitas Negeri Semarang.

Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.

Savoie, J. M. & Hughes, A. S. (1994). Problem-Based Learning as Classroom Solution. Educational Leadership, November, pp. 54-57.

Setiawan. W. (2010). Kumpulan Jurnal (Sebuah Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Pemanfaatan Multimedia). Bandung. Penerbit: FPMIPA UPI

Shwartz, Y. et al,. (2006). “The Use Of Scientific Literacy Taxonomy For Assessing The Development Of Chemical Literacy Among High-School

Students”. Chemical Educational Research and Practice. 7. (4). 203-225.

Sudiatmika, A.A. I.R, (2010). “Pengembangan Alat Ukur Tes Literasi Sains

Siswa SMP dalam Konteks Budaya Bali”. Desertasi SPs UPi: Tidak

Diterbitkan.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Jurdikmat FPMIPA UPI.

Sujanem, R. (2006). Optimalisasi Pendekatan STM dengan Strategi Belajar Berbasis Masalah Dalam Pembelajaran Fisika Sebagai Upaya Mengubah Miskonsepsi, Meningkatkan Literasi Sains Dan Teknologi Siswa. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXIX April 2006.


(44)

Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Prenada Media Group.

Toharudin, U. (2010). Kajian Pengembangan Bahan Ajar Berorientasi Literasi Sains Untuk Pendidikan Dasar. Disertasi SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Toharudin, U., Hendrawati, S., Rustaman, A. (2011). Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung: PT Humaniora

Tudge, J. (1994). Vygotsky, the zone of proximal development, and peer collaboration: Implication for classroom practice. Dalam Moll, L.C. (Ed): Vygotsky and Education: Instructional Implications and Applications of Sociohistorical Psychology. Cambridge: University Press.

Utami, H P. (2010) Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran INKUIRI terbimbing (GUIDED INQUIRI) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA N I Temon Kulon Progo. Tesis SPs UNY: Tidak Diterbitkan.

Uyanto, S. S. (2006). Pedoman Analisis Data Dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Putra, S. R. (2013). Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains. Jogjakarta. Penerbit: Diva Press

Putri, S. U. dkk. (2012). Jurnal Pendidikan Dasar. Bandung.

Windyariani, S. (2011). Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Multimedia Interaktif Pada Tema Perubahan Iklim Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Wilson, B. G. & Cole, P. (1996). Cognitive Teaching Models. Dalam Jonassen, D. H. (Ed): Handbook of Research for Educational Communication and Technology. London: Prentice Hall International. pp. 601-621.

Wenning, C. J. (2007). Assessing Inquiry Skills As a Component Scientific Literacy. Illnois State University Physics Dept. Tersedia [online]: http://www.phy.ilstu.edu/pte/publications/assessing_scinq.pdf. [19 Maret 2013].


(45)

71

Yunita Diana Iswari 2010 Kegiatan Laboratorium Berbasis Pemecahan Masalah Pada Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Tersedia dihttp://khusnulnisa.blogspot.com/2013/05/bahan-ajar-pengertian-bahan-ajar-bahan_9. html Diakses tanggal 1 Februari pukul 12.10 Tahun 2014.

Tersedia dihttp://maghfirohmariam.blogspot.com/2013/05/bahan-ajar.html diakses tanggal 1 Februari pukul 12.00 Tahun 2014.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adisendjaja, Y H. (-). Analisis Buku Ajar Biologi SMA Kelas X di Kota Bandung

Berdasarkan Literasi Sains. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/19551219198 0021-YUSUF_HILMI_ADISENDJAJA/

PENELITIAN_ANALISIS_BUKU_LITERASI_SAINS.pdf. [7 april 2013].

Ardiyanti, Y. (2011). Penggunaan LKS (Lembar Kerja Siswa) Terbuka untuk

Meningkatkan Pemahaman Konsep, Ketreampilan Proses Sains (KPS) dan Berfikir Kreatif Siswa SMA Pada Konsep Pencemaran Lingkungan. Tesis

SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Arifin, R. F, (2011). Penggunaan Software Asesmen Portopolio Pada Tema

Pembelajaran “Energi dalam Ekosistem” untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Sains Siswa SMP. Tesis SPS UPI Bandung; Tidak Diterbitkan.

Amir, S A. (2012). Model Lembar Kerja Siswa (LKS) Berorientasi Inkuiri untuk

Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa Melalui Pembelajaran Hidrolisis Garam Dengan metode Praktikum. Tesis

SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Amir, A.f. (2012). “Model Lembar Kerja Siswa (LKS)Berorientasi Inkuiri untuk

Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa MelauiPembelajaran Hidrolisis Garam dengan Metode Praktikum”. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Arifin. Z, (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. A. S. Susanta. E, (1997). Jenis, Bentuk, dan Kaidah Penulisan Tes Prestasi

Belajar. Bandung: IKIP Bandung.

Arikunto, S. (2001). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara

Asy’ari, M. (2006). Penerapan Pendekatan Sain-Teknologi-Masyarakat Dalam

Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan

Nasional.

BSNP. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


(2)

Darliana. (2006). “Percobaan IPA SMP dan SMA”. Bandung: Dirjen PMPTK Depdiknas. Bandung

Darliana (2007). Pendekatan Fenomena Mengatasi Kelemahan Pembelajaran

IPA. [Online]. Tersedia: http://www.p4tkipa.org. [7 april 2013].

Depdiknas. (2009). Materi Pelatihan KTSP. Tidak diterbitkan.

Depdiknas. (2006). Kurikulum 2006: Standar Kompetensi, Mata Pelajaran Kimia,

Sekolah Mnengah Atas dan Mdrasah Aliyah, Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2004). Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.

Firman, H. (2007). Laporan Analisis Litersi Sains Berdasarkan Hasil PISA

Nasional Tahun 2006. Jakarta: Pusat Penelitian Pendidikan Balitbang

Depdiknas.

Fogarty, R. (1997). Problem –Based Learning and Other Curriculum Models for

the Multiple Intelligences Classroom. Illinois: Sky LightTraining and

Publishing, Inc.

Gardner, H. (1999(b)). Intelligences Reframed: Multiple intelligences for the 21st

century. New York: Basic Books.

Hedegaard, M. (1994). The zone of proximal development as basis for instruction. dalam Moll, L.C. (Ed): Vygotsky and Education: Instructional Implications

and Applications of Sociohistorical Psychology. Cambridge: University

Press. pp. 349-371.

Inquiry Page. (2004). Inquiry Process. Tersedia http://www.inquiry.uiuc.edu/inquiry/process.php3.

Karli, H. & Yuliariatiningsih, S. M. (2002). Implementasi Kurikulum Berbasis


(3)

Laughksch, R. C. (2000). Scientific Literacy: A Conceptual Overview. John Wiley and Sons, Inc. 71-91.

Litbang. (2013). PISA (PROGRAMME FOR INTERNATIONAL STUDENT

ASSESSMENT). Online. Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/home/

index.php/puspendik/survei-internasional-pisa. [7 April 2013].

Meltzer, D.E. (2002). Addendum to: The Relationship Between Mathematics

Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diagnostics Pretest Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.iastate.edu/per.docs/sddendum_on_normalized_gain. (9 oktober 2006)

Muhammad, M. (2011). Analisis Ketepatan Instruksi Kegiatan Dalam Lembar

Kerja Siswa (LKS) Mata Pelajaran Sains Kelas 1-6 Sekolah Dasar. Tesis

SPS UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

NCES. (2012). Overview PISA. [Online]. Tersedia: http://nces.ed.gov/ surveys/pisa/. [19 februari 2013].

Newby, T.J., Stepich, D.A., Lehman, J.D., Russell, J.D. (2000). Instructional

Technology for Teaching and Learning. Designing Instruction, Integrating Computers, and Using Media (second edition). New Jersey: Prentice-Hall,

Inc.

OECD-PISA. (2003). First Results from PISA 2003 (executive summary) www.pisa.oecd.org

PISA. (2006). Assessing, Scientific, Reading And Mathematical Literacy. OECD Publishing.

Poejiadi, A. (2005). Sains Teknologi Masyarakat: Pendekatan Pembelajaran

Kontektual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Retmana, L. R, (2010). Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif untuk

Meningkatkan Kemampuan Literasi Sains Siswa SMP. Tesis SPS UPI

Bandung : Tidak Diterbitkan

Ruseffendi, E.T.. (1998). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.


(4)

Rustaman, N. Firman, H., dan Kardiwarman. (2004). Ringkasan Eksekutif:

Analisis PISA Bidang Literasi Sains. Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang

Depdiknas.

____________. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta. Lainnya. Bandung : Tarsito.

Safitri, Y I. (2009) Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri dengan Media LKS

untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Pokok Larutan Penyangga Dan Hidrolisis Garam Siswa Kelas XI IPA”. Tesis tidak diterbitkan, Universitas Negeri Semarang.

Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.

Savoie, J. M. & Hughes, A. S. (1994). Problem-Based Learning as Classroom Solution. Educational Leadership, November, pp. 54-57.

Setiawan. W. (2010). Kumpulan Jurnal (Sebuah Upaya Meningkatkan Kualitas

Pembelajaran IPA Melalui Pemanfaatan Multimedia). Bandung. Penerbit:

FPMIPA UPI

Shwartz, Y. et al,. (2006). “The Use Of Scientific Literacy Taxonomy For

Assessing The Development Of Chemical Literacy Among High-School Students”. Chemical Educational Research and Practice. 7. (4). 203-225. Sudiatmika, A.A. I.R, (2010). “Pengembangan Alat Ukur Tes Literasi Sains

Siswa SMP dalam Konteks Budaya Bali”. Desertasi SPs UPi: Tidak Diterbitkan.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Jurdikmat FPMIPA UPI.

Sujanem, R. (2006). Optimalisasi Pendekatan STM dengan Strategi Belajar

Berbasis Masalah Dalam Pembelajaran Fisika Sebagai Upaya Mengubah Miskonsepsi, Meningkatkan Literasi Sains Dan Teknologi Siswa. Jurnal

Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXIX April 2006.


(5)

Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Prenada Media Group.

Toharudin, U. (2010). Kajian Pengembangan Bahan Ajar Berorientasi Literasi

Sains Untuk Pendidikan Dasar. Disertasi SPS UPI Bandung: Tidak

Diterbitkan.

Toharudin, U., Hendrawati, S., Rustaman, A. (2011). Membangun Literasi Sains

Peserta Didik. Bandung: PT Humaniora

Tudge, J. (1994). Vygotsky, the zone of proximal development, and peer collaboration: Implication for classroom practice. Dalam Moll, L.C. (Ed):

Vygotsky and Education: Instructional Implications and Applications of Sociohistorical Psychology. Cambridge: University Press.

Utami, H P. (2010) Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran INKUIRI

terbimbing (GUIDED INQUIRI) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA N I Temon Kulon Progo. Tesis SPs UNY: Tidak Diterbitkan.

Uyanto, S. S. (2006). Pedoman Analisis Data Dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Putra, S. R. (2013). Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains. Jogjakarta. Penerbit: Diva Press

Putri, S. U. dkk. (2012). Jurnal Pendidikan Dasar. Bandung.

Windyariani, S. (2011). Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Multimedia Interaktif

Pada Tema Perubahan Iklim Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP.

Tesis SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Wilson, B. G. & Cole, P. (1996). Cognitive Teaching Models. Dalam Jonassen, D. H. (Ed): Handbook of Research for Educational Communication and

Technology. London: Prentice Hall International. pp. 601-621.

Wenning, C. J. (2007). Assessing Inquiry Skills As a Component Scientific

Literacy. Illnois State University Physics Dept. Tersedia [online]:

http://www.phy.ilstu.edu/pte/publications/assessing_scinq.pdf. [19 Maret 2013].


(6)

Yunita Diana Iswari 2010 Kegiatan Laboratorium Berbasis Pemecahan Masalah

Pada Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan

Tersedia dihttp://khusnulnisa.blogspot.com/2013/05/bahan-ajar-pengertian-bahan-ajar-bahan_9. html Diakses tanggal 1 Februari pukul 12.10 Tahun 2014.

Tersedia dihttp://maghfirohmariam.blogspot.com/2013/05/bahan-ajar.html diakses tanggal 1 Februari pukul 12.00 Tahun 2014.