DAMPAK REVOLUSI SOSIAL TERHADAP KERAJAAN PANEI DI SIMALUNGUN.

(1)

DAMPAK REVOLUSI SOSIAL TERHADAP

KERAJAAN PANEI DI SIMALUNGUN

SKRIPSI

D i a juka n U n t uk M em en uhi Seba gi a n P er sy a r a t a n M em per oleh Gela r Sa r ja n a P en di di ka n

OLEH

HERMADI SANTOSO

NIM : 309 421 004

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

(3)

(4)

ABSTRAK

Hermadi Santoso “Dampak Revolusi Sosial Terhadap Kerajaan Panei di Simalungun”, skripsi, Medan, Fakultas Ilmu Sosial, Jurusan Pendidikan sejarah, Universitas Negeri Medan.

Penulisan ini bertujuan untuk mengatahui peristiwa Revolusi sosial yang terjadi di Kerajaan panei di Simalungun, faktor penyebab revolusi sosial serta dampak dari revolusi sosial terhadap Kerajaan Panei.

Untuk memperoleh data-data tersebut, penulis mengadakan pendekatan deskriptif kualitatif. Metode yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) dan studi

kepustakaan dengan menggunakan wawancara langsung kepada key informan

(keluarga/kerabat kerajaan) yang masih ada yaitu dengan mengajukan pertanyaas-pertanyaan agar keterangan-keterangan yang diperlukan dapat diperoleh dengan jelas. Wawancara yang dibutuhkan mengenai peristiwa revolusi sosial di Kerajaan Panei.

Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa yang menjadi pelopor Revolusi sosial di Kerajaan Panei adalah BHL (Barisan Harimau Liar) yang dimana mereka juga menjadi eksekutor peristiwa Revolusi Sosial itu. Revolusi Sosial membawa dampak bagi kerajaan Paanei. Baik dari segi politik, ekonomi dan sosial. Dimana revolusi sosial ini juga yang menyebabkan kehancuran Kerajaan Panei.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa Revolusi Sosial yang terjadi pada tanggal 3 Maret 1946 tersebut adalah yang menjadi penyebab runtuhnya Kerajaan Panei.


(5)

i

DAFTAR ISI

ABSTRAK...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...v

BAB. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1

B. Identifikasi Masalah...5

C. Pembatasan Masalah...6

D. Rumusan Masalah...6

E. Tujuan Penelitian...6

F. Manfaat Penelitian...7

BAB. II. KAJIAN PUSTAKA A. Kerangka Teori...8

1. Teori Revolusi...8

2. Teori Revolusi Sosial...10

B. Kerangka Berpikir...14

BAB. III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian...16

B. Lokasi Penelitian...17

C. Sumber Data...17

D. Teknik Pengumpulan Data...18

E. Teknik Analisis Data...20

BAB. IV. PEMBAHASAN A. Gambaran Utama Lokasi Penelitian...21


(6)

ii

B. Kondisi Politik, Ekonomi, dan Sosial Kerajaan Panei

Sebelum Meletusnya Revolusi Sosial...25

1. Kedatangan Bangsa Asing...33

a. Kedatangan Belanda...33

b. Kedatangan Jepang...35

C. Faktor Penyebab Terjadinya Revolusi Sosial di kerajaan Panei...38

D. Proses Terjadinya Revolusi Sosial di kerajaan Panei...46

E. Dampak Revolusi Sosial Terhadap Kerajaan Panei...57

1. Politik...61

2. Ekonomi...59

3. Sosial...66

G. Peninggalan Kerajaan Panei yang masih ada Sampai Saat Ini...71

BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...75

B. Saran...77

DAFTAR PUSTAKA...79


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, rahmat dan kasih karunia yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Jurusan Pendidikan Sejarah pada Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan. Dalam rangka memenuhi syarat tersebut, penulis telah menyusun sebuah skripsi dengan judul “Dampak Revolusi Sosial Terhadap Kerajaan Panei di Simalungun”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan keterbatasan kemampuan, pengetahuan, materi dan pengalaman penulis. Penulis, dengan tidak mengurangi rasa hormat mengharapkan kritik dan saran maupun sumbangan pemikiran dari berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang mnedukung penyelesaian skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri Medan.

2. Bapak Drs. Restu, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

3. Ibu Dra. Lukitaningsih, M.Hum selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah dan juga selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan bagi penulis selama mengikuti perkuliahan di Jurusan sejarah. Dan juga terimakasih kepada ibu Dra. Hafnita SD Lubis, M.Si selaku sekretaris Jurusan Pendidikan Sejarah. 4. Bapak Dr. Hidayat, M.S selaku dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia memberikan waktu, tenaga dan pemikiran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.


(8)

5. Ibu Dra. Flores Tanjung, M.A dan Bapak Drs. Yushar Tanjung, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Kamen Purba selaku Key Informan dalam penulisan Skripsi ini,

terimakasih buat informasi dan masukannya.

7. Ibuku tercinta R. Parapat, walaupun hanya sebentar sempat melihat q kuliah, namun penulis akan berusaha memberikan yang terbaik dan membuat ibu bangga melihatnya disana. Buat ayahku, terima kasih buat biaya yang telah ada dan juga maaf buat sikapku selama ini. Buat Kakak Rita Sirait, Santi Sirait, Desi, Tari, terimakasih buat bantuan biaya dan dukungannya yang telah diberikan selama penulis kuliah. Juga buat lae M. Nababan dan S. Siahaan yang turut membantu penulis selama menjalani perkuliahan.

8. Bere-bereku tercinta, Grace, Marcell, dan Habel terimakassih buat keceriaan dan senyuman yang diberikan yang mampu membangkitkan semangat penulis.

9. Buat teman terbaik penulis Josua rambe yang cantik, terima kasih buat dukungan dan semangat yang kamu berikan. Maaf udah sering numpang dikosmu. Semoga kita bisa berteman baik selamanya dan kamu tetap cantik dan terwujud cita-citamu menjadi salah satu angel di Victoria’s secret.

10.Teman-teman seperjuangan di Jurusan Pendidikan Sejarah’09 (UNIMED); Mila,

Warzukni, Nurhayati, Okaria, Ervina, Hotnida, Monalisa, Ramot, Sunerdianto dan seluruh rekan seperjuangan di Jurusan Pendidikan Sejarah’09 (UNIMED) reguler yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

11.Teman-teman kost gang Bilal, Kak Linda, Kak Esa, Mami, terimakasih buat semangat


(9)

Tiada lain harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi kita semua, khususnya bagi mahasiswa Universitas Negeri Medan.

Atas bantuan yang diberikan, penulis mengucapkan terimakasih. Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan Berkat dan Kasih-Nya kepada kita semua.

Medan, Juli 2013

Hermadi Santoso


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan bukan hanya merupakan kisah sentral dalam sejarah Indonesia, melainkan unsur yang kuat dalam persepsi bangsa Indonesia tentang dirinya sendiri. Semua usaha yang tidak menentu untuk mencari identitas-identitas baru, untuk persatuan dalam menghadapi kekuasaan asing, dan untuk tatanan sosial yang lebih adil tampaknya akhirnya membuahkan hasil pada masa-masa sesudah Perang Dunia II. Untuk pertama kalinya di dalam kehidupan kebanyakan rakyat Indonesia, segala sesuatu yang serba paksaan yang berasal dari kekuasaan asing hilang secara tiba-tiba.

Setelah proklamasi 17 Agustus 1945 di Jakarta, ternyata ada di berbagai daerah yang tidak mendukung proklamasi kemerdekaan tersebut, diantaranya adalah daerah Sumatera Timur khususnya penguasa-penguasa tradisional. Sikap para raja dan sultan masih tetap bersikukuh untuk mempertahankan posisinya sebagai penguasa dan tidak mau beralih dari sistem pemerintahan autokrasi ke sistem pemerintahan yang demokrasi.

Sumatera Timur tepatnya di Simalungun telah terbentuk 4 wilayah partuanon saat dikumandangkannya kemerdekaan Indonesia. Keempat partuanon itu adalah Kerajaan Siantar, Kerajaan Tanoh Jawa, Kerajaan Panei, dan Kerajaan Dolok Silau. Namun setelah campur tangan Belanda, dalam aturan-aturan kerajaan, maka terbentuklah 3 kerajaan baru. Kerajaan tersebut yakni Kerajaan Raya, Kerajaan Purba dan Kerajaan Silima Kuta. Ketujuh kerajaan ini merupakan kerajaan yang tidak mendukung proklamasi kemerdekaan tersebut. Karena mereka masih kukuh mempertahankan posisi posisi mereka sebagai penguasa .


(11)

Dengan adanya tindakan dari tiap kerajaan-kerajaan tersebut, maka terjadilah Revolusi Sosial diamana ini bertujuan untuk menumpas semua kekuasaan para raja-raja dan bangsawan yang ada di Sumatera Timur termasuk di Kerajaan Panei.

Revolusi sosial di Sumatera Utara tidak terlepas dari sikap sultan-sultan, raja-raja dan kaum feodal pada umumnya, yang tidak begitu antusias terhadap kemerdekaan Indonesia karena setelah Jepang masuk, pemerintah Jepang mencabut semua hak istimewa kaum bangsawan dan lahan perkebunan diambil alih oleh para buruh. Kaum bangsawan tidak merasa senang dan berharap untuk mendapatkan hak-haknya kembali dengan bekerja sama dengan Belanda/NICA, sehingga semakin menjauhkan diri dari pihak pro-republik.

Sementara itu pihak pro-republik mendesak kepada komite nasional wilayah Sumatera Timur supaya daerah istimewa seperti Pemerintahan swapraja/kerajaan dihapuskan dan menggantikannya dengan pemerintahan demokrasi rakyat sesuai dengan semangat perjuangan kemerdekaan. Namun pihak pro-repbulik sendiri terpecah menjadi dua kubu; kubu moderat yang menginginkan pendekatan kooperatif untuk membujuk kaum bangsawan dan kubu radikal yang mengutamakan jalan kekerasan dengan penggalangan massa para buruh perkebunan.

Revolusi sosial menghasilkan begitu banyak pembunuhan, pembantaian, dan kekacauan. Seorang menteri dari kalangan republikan yang tak punya portofolio dan wakil gubernur Sumatera, yang berasal dari luar Sumatera, justru bertindak sebagai promotor. Selama terjadinya revolusi sosial, ratusan orang-orang penting dan intelektual Sumatra Timur dibantai dengan cara mengerikan. Kekacauan dan penjarahan meledak. Ratusan pribumi ditangkap dan dijebloskan di kamp-kamp, betapapun selama lebih dari satu tahun penyelidikan yuridis telah membuktikan bahwa mereka tidak bersalah. Sebuah dokumen


(12)

Belanda memperkirakan bahwa revolusi sosial ’46 ini menelan korban pembunuhan sebanyak 1200 orang di Asahan. Belum lagi terhitung di daerah lainnya.

Kasus revolusi sosial yang terjadi di Sumatera Timur itu betul-betul suatu gerakan yang sudah direncanakan secara matang oleh kelompok-kelompok yang punya kepentingan demi pembungihangusan para kaum bangsawan (raja-raja) di Sumatera Timur. Pembantaian atas kaum bangsawan Simalungun ini memang sejarah yang sulit diterima logika. Dengan tuduhan sebagai “antek penjajah” yang dialamatkan kepada kaum bangsawan Sumatera Timur, dan atas tuduhan ini dijadikan dasar untuk tindakan pembantaian, perampokan bahkan pemerkosaan. Perbuatan keji, amoral dan tidak manusiawi, tindakan manusia-manusia yang tidak ber-Tuhan.

Di Sumatera Timur, kelompok-kelompok bersenjata yang sebagian besar terdiri atas orang-orang Batak dan dipimpin oleh kaum kiri, menyerang raja-raja Batak Simalungun pada bulan Maret 1946. Penangkapan-penangkapan dan perampokan-perampokan terhadap para raja segera berubah menjadi pembantaian yang mengakibatkan tewasnya beratus-ratus bangsawan Sumatera Timur, diantaranya penyair Amir Hamzah.

Revolusi sosial meletus pada bulan Maret-April 1946, lebih berkecamuk di daerah Simalungun, di mana banyak jatuh korban di pihak raja-raja, pegawai dan penghulu-penghulu yang memegang peranan dalam aksi-aksi penindasan rakyatitu, yakni dipelopori oleh A. E. Saragih alias Saragih Ras pimpinan Barisan Harimau Liar yang terkenal dan Urbanus Pardede dari PKI (yang menjadi Bupati Kabupaten Simalungun pertama sesudah revolusi sosial tersebut.

Pada tanggal 3 Maret 1946 tengah malam meletuslah “Revolusi Sosial” di berbagai wilayah di Sumatera Timur. Jutaan nyawa para bangsawan di Sumatera Timur harus dicabut paksa ditangan gerombololan Revolusi yang mengatasnakaman pro-Republik Indonesia.


(13)

Mereka menyebutkan bahwa para Sultan, Raja, Datuk ataupun Tuan adalah musuh perjuangan Rakyat Republik Indonesia. Benteng Feodalisme harus dihancurkan dari Sumatera Timur. Tanggal 3 Maret 1946, Revolusi Sosial di Sumatera Timur kemudian pecah. Akhirnya dengan mulus, gerakan revolusi memaksa penghapusan otonomi kekuasaan Sultan, Raja dan Tuan di Sumatera Timur secara resmi diproklamirkan. Revolusi sosial menyisakan cerita pembantaian jutaan nyawa, pemenggalan jutaan kepala di Sumatera Timur.

Revolusi Sosial yang melanda Sumatera Timur semuanya mempunyai dampak samapi ke desa-desa. Menurut keterangan A. E. Saragih (seorang anak raja Simalungun) sebenarnya revolusi sosial semula akan dilaksanakan secara serempak pada tanggal 3 Maret 1946 yang dimulai jam 00:00 tengah malam diseluruh Sumatera Timur.

Pada pukul 00:00 tanggal 3 Maret beralih ke 4 Maret 1946 telah terjadi peristiwa apa yang dikenal dengan revolusi sosial di Sumatea Timur. Dalam peristiwa ini, raja-raja (sultan-sultan) dikabarkan menjadi korban penyembelihan, demikian pula keluarga-keluarga mereka. Harta-harta mereka juga dirampas Said (2006:4).

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang peristiwa “DAMPAK REVOLUSI SOSIAL TERHADAP KERAJAAN PANEI

DI SIMALUNGUN”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dikemukakan beberapa identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Kondisi Politik, ekonomi, sosial kerajaan Panei.

2. Pengaruh revolusi sosial di Sumatera Timur terhadap kerajaan Panei. 3. Berlangsungnya Revolusi Sosial di Sumatera Timur.


(14)

4. Dampak revolusi sosial dan peninggalan di Kerajaan Panei yang masih dapat ditemukan sampai saat ini.

C. Pembatasan masalah

Karena luasnya masalah yang dibahas, maka peneliti membatasi permasalahan dalam penelitian ini agar lebih terarah dan terfokus. Oleh karena itu, penelitian dibatasi berdasarkan identifikasi masalah, yaitu dampak Revolusi Sosial Terhadap Kerajaan Panei di Simalungun. Penelitian ini terfokus yaitu saat dimana terjadinya revolusi sosial di kerajaan Panei di Simalungun yakni pada tanggal 3 Maret 1946. Aspek yang diteliti dalam penelitian ini yakni aspek sebab terjadinya Revolusi sosial, dan dampak yang diakibatkan Revolusi Sosial terhadap kerajaan Panei di Simalungun.

D. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah kondisi Sosial, Politik, Ekonomi sebelum Revolusi Sosial di Kerajaan Panei?

2. Apakah yang menjadi faktor penyebab terjadinya Revolusi Sosial di Kerajaan Panei? 3. Bagaimana proses berlangsungnya Revolusi Sosial di Keajaan Panei?

4. Bagaimana dampak revolusi Sosial di Kerajaan Panei dan apa saja peninggalan-peninggalan yang dapat ditemukan hingga saat ini?

E. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kondisi Politik, Ekonomi, dan Sosial kerajaan Panei sebelum meletusnya Revolusi Sosial.


(15)

3. Untuk mengetahui proses terjadinya peristiwa Revolusi Sosial di Kerajaan Panei.

4. Untuk mengetahui dampak Revolusi Sosial terhadap Kerajaan Panei dalam bidang Politik, Ekonomi, dan Sosial.

F. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :

1. Memberi pengetahuan dan wawasan bagi peneliti dan pembaca tentang peristiwa Revolusi Soaial di Kerajaan Panei.

2. Memberi pengetahuan kepada penulis dan pembaca tentang pengaruh Revolusi Sosial terhadap Kerajaan Panei.

3. Memberi wawasan kepada peneliti tentang penulisan sebuah karya ilmiah. 4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian


(16)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kondisi politik kerajaan Panei pada masa sebelum terjadinya revolusi sosial yaitu dim ana

Pada masa Kerajaan Marpitu, pemerintahan Kerajaan Panei yaitu dimana Pemimpin Kerajaan Panei dibantu oleh sebuah dewan yang dinamakan “HARAJAAN” yaitu berupa Kabinet yang terdiri dari pembesar-pembesar Negeri atau orang-orang besar Kerajaan. Pada masa kerajaan Marpitu, sudah semakin jelas bentuk dan tugas-tugas pemerintahan Kerajaan Panei dibandingkan pada masa Raja Maroppat. Namun, wilayah kekuasaan Panei semakin berkurang setelah masuknya pengaruh Belanda, sebab politik licik Belanda berhasil memecah belah wilayah-wilayah yang sebelumnya termasuk kedalam Kerajaan Panei. Pada bidang ekonomi yakni dimana pada masa kekuasaan Belanda, sistem kapitalisme diterapkan. Mau tidak mau sejumlah peraturan ditetapkan oleh Belanda bagi pihak Kerajaan. Setelah kedatangan Jepang, sistem ekonomi berubah. Dimana Jepang mengharuskan sistem ekonomi perang. Ini bertujuan untuk membantu Jepang yang saat itu memang sedang perang dalam perang Asia-Pasifik. Pada bidang sosial dimana Dalam urusan adat istiadat dipimpin langsung oleh Raja yang dibantu oleh “Partuha Maujana” dan “Datu”. Urusan pertahanan dipimpin oleh Raja sebagai Panglima dan dibantu oleh Panglima Tentara. Urusan peradilan juga dipimpin langsung oleh Raja sebagai hakim tertinggi.

2. Setelah Proklamasi Indonesia diumumkan, masalah daerah swapraja ini diatur menurut Undang-Undang Dasar, dijadikan “Daerah Istimewa”. Disamping sultan-sultan dan raja-raja ada wakil pemerintahan Republik Indonesia. Pemerintahan harus dilaksanakan secara sistem demokrasi. Walaupun para sultan-sultan dan raja-raja tersebut telah mengetahui hal


(17)

itu, namun mereka tetap melaksanakan pemerintahan daerahnya menurut sistem lama yang telah usang. Pada saat mendengar berita kemerdekaan tersebut para penguasa tradisional di Sumatera Timur menunjukkan sikap dualisme. Disatu sisi mereka mengharapkan kemblainya kekuasaan Belanda yang diharapkan bisa mengembalikan hak-hak istimewanya yang sempat terampas pada masa pemerintahan Jepang. Hal inilah yang menyulut awal terjadinya revolusi sosial.

3. Seluruh daerah swapraja Simalungun telah diamuk oleh badai Revolusi Sosial. Revolusi sosial melandan simalungun pada tanggal 3 Maret tepat tengah malam yaitu pukul 00.00 sampai tanggal 4 Maret. Laporan yang pertama sampai dibawa rakyat yang kemudian diceking kebenanrannya oleh siasat-siasat TRI, menyatakan bahwa revolusi sosial itu telah terjadi di Silimakuta, Panei, Purba dan Raya. Raja Panei telah dibunuh demikian juga dengan Raja Raya dan Raja Purba masih ditahan. Dengan aksi revolusi sosial ini, maka Kerajaan Panei hancur dan runtuh.

4. Dampak politik dari Revolusi sosial yang terjadi di Kerajaan Panei yaitu dimana sistem demokrasi akhirnya dapat dipakai. Dampak ekonomi dari Revolusi sosial di Kerajaan Panei dimana rakyat akhirnya dapat sebebas-bebasnya berusaha dan melakukan aktivitas ekonomi tanpa adanya campur tangan dari raja lagi. Dampak sosial dari Revolusi sosial di Kerajaan Panei dimana akhirnya kedudukan bangsawan dan rakyat akhirnya sama rata. Tidak ada lagi yang namanya stratifikasi sosial. Peninggalan Kerajaan Panei yang masih tersisa saat ini yaitu hanya berupa sisa pondasi kerajaan. Selebihnya telah habis dibakar saat terjadinya revolusi sosial.

B. Saran

Sejarah merupakan salah satu yang sangat penting dan berguna bagi setiap orang. Sebab dengan mempelajari sejarah, dia akan memngingat masa lalu dan belajar dari masa


(18)

lalunya sehingga masa depannya lebih baik dari yang telah terjadi. Dari Revolusi sosial yang terjadi di Sumatera Timur kita dapat belajar untuk berbuat dan bertindak lebih baik lagi. Kita bissa lebih matang dalam mengambil tindakan dengan memikirkan apa dampak yang akan terjadi dari apa yang telah kita lakukan.

Setelah adanya Revolusi Sosial, dimana tidak adanya lagi perbedaan antara kaum bangsawan dan rakyat biasa, diharapkan masyarakat Simalungun yang dikenal santai dan tidak mau bekerja keras lebih semangat lagi dan mampu bersaing untuk menjadi sosok yang tangguh. Kedudukan sekarang sama rata, jadi tidak ada lagi alasan untuk tidak bekerja keras dan memiliki semangat yang tinggi untuk maju. Karena dengan itulah kita mampu diakui dan dihargai oleh siapa saja yang menganggap diri kita rendah.

Disamping itu, kita tahu bahwa Revolusi Sosial yang terjadi di Simalungun begitu berdampak bagi setiap masyarakat Simalungun. Diharapkan perhatian pemerintah yang serius bagi masyarakat/Kerajaan yang mengalami Revolusi Sosial. Perhatian itu dapat berupa pembangunan situs kerajaan yang tak terurus. Misalnya pada Kerajaan Panei, lokasi tempat berdirinya Kerajaan Panei dulunya sangat tidak terurus. Karena apabila situs Kerajaan tersebut dipelihara dan dibangun, masyarakat akan lebih tertarik mengunjungi lokasi tempat berdirinya Kerajaan itu dulunya yang bisa menambah pengetahuan Sejarah masyarakat yang dulunya tidak tahu. Disini saya juga mengharapkan agar masyarakat Panei dan masyarakat Simalungun lebih mencintai dan memelihara Sejarah daerahnya sendiri.


(19)

1

DAFTAR PUSTAKA

Saragih, Sortaman. 2008. Orang Simalungun. Depok: CV. Citama Vigora.

Jauhari, Imam B. 2012. Teori Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Raya, Juandaha, dan Erond L. Damanik. 2011. Kerajaan Siantar. Pematang Siantar: Ihutan Bolon Hasadaon Damanik Boru Pakon Panagolan Siantar Simalungun.

Reid, Anthony J.S. 1996. Revolusi Nasional Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Husni, M. Lah. 1983. Revolusi sosial 1946. Medan: Usaha Veteran.

J. Moleong, Lexi. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Dr. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Ricklefs M.C. 2009. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Permesta.

Said, Prabudi. 2006. Berita Peristiwa 60 Tahun WASPADA. Medan: PT. Prakarsa Abadi Press.


(20)

2

Raya, Juandaha. 2012. Revolusi Sosial Berdarah di Simalungun Tahun

1946-1947.

1996. Perjuangan Menegakkan dan Mempertahankan Kemerdekaan Republik

Indonesia di Sumatera Utara. Medan: Tim Khusus Pembangunan Tatengger

Sumatera Utara.

Edisaputra. 1978. Simalungun Yogyanya Sumatera. Medan: Pemerintah Tingkat II.

Edisaputa. 1987. Sumatera Dalam Perang Kemerdekaan. Jakarta: Yayasan Bina Satria-45.

T.B.A. Purba, Tambak. 1983. Sejarah Simalungun. P. Siantar: Penerbit jalan Danau Singkarak.


(1)

3. Untuk mengetahui proses terjadinya peristiwa Revolusi Sosial di Kerajaan Panei.

4. Untuk mengetahui dampak Revolusi Sosial terhadap Kerajaan Panei dalam bidang Politik, Ekonomi, dan Sosial.

F. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :

1. Memberi pengetahuan dan wawasan bagi peneliti dan pembaca tentang peristiwa Revolusi Soaial di Kerajaan Panei.

2. Memberi pengetahuan kepada penulis dan pembaca tentang pengaruh Revolusi Sosial terhadap Kerajaan Panei.

3. Memberi wawasan kepada peneliti tentang penulisan sebuah karya ilmiah. 4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kondisi politik kerajaan Panei pada masa sebelum terjadinya revolusi sosial yaitu dim ana Pada masa Kerajaan Marpitu, pemerintahan Kerajaan Panei yaitu dimana Pemimpin Kerajaan Panei dibantu oleh sebuah dewan yang dinamakan “HARAJAAN” yaitu berupa Kabinet yang terdiri dari pembesar-pembesar Negeri atau orang-orang besar Kerajaan. Pada masa kerajaan Marpitu, sudah semakin jelas bentuk dan tugas-tugas pemerintahan Kerajaan Panei dibandingkan pada masa Raja Maroppat. Namun, wilayah kekuasaan Panei semakin berkurang setelah masuknya pengaruh Belanda, sebab politik licik Belanda berhasil memecah belah wilayah-wilayah yang sebelumnya termasuk kedalam Kerajaan Panei. Pada bidang ekonomi yakni dimana pada masa kekuasaan Belanda, sistem kapitalisme diterapkan. Mau tidak mau sejumlah peraturan ditetapkan oleh Belanda bagi pihak Kerajaan. Setelah kedatangan Jepang, sistem ekonomi berubah. Dimana Jepang mengharuskan sistem ekonomi perang. Ini bertujuan untuk membantu Jepang yang saat itu memang sedang perang dalam perang Asia-Pasifik. Pada bidang sosial dimana Dalam urusan adat istiadat dipimpin langsung oleh Raja yang dibantu oleh “Partuha Maujana” dan “Datu”. Urusan pertahanan dipimpin oleh Raja sebagai Panglima dan dibantu oleh Panglima Tentara. Urusan peradilan juga dipimpin langsung oleh Raja sebagai hakim tertinggi.

2. Setelah Proklamasi Indonesia diumumkan, masalah daerah swapraja ini diatur menurut Undang-Undang Dasar, dijadikan “Daerah Istimewa”. Disamping sultan-sultan dan raja-raja ada wakil pemerintahan Republik Indonesia. Pemerintahan harus dilaksanakan secara sistem demokrasi. Walaupun para sultan-sultan dan raja-raja tersebut telah mengetahui hal


(3)

itu, namun mereka tetap melaksanakan pemerintahan daerahnya menurut sistem lama yang telah usang. Pada saat mendengar berita kemerdekaan tersebut para penguasa tradisional di Sumatera Timur menunjukkan sikap dualisme. Disatu sisi mereka mengharapkan kemblainya kekuasaan Belanda yang diharapkan bisa mengembalikan hak-hak istimewanya yang sempat terampas pada masa pemerintahan Jepang. Hal inilah yang menyulut awal terjadinya revolusi sosial.

3. Seluruh daerah swapraja Simalungun telah diamuk oleh badai Revolusi Sosial. Revolusi sosial melandan simalungun pada tanggal 3 Maret tepat tengah malam yaitu pukul 00.00 sampai tanggal 4 Maret. Laporan yang pertama sampai dibawa rakyat yang kemudian diceking kebenanrannya oleh siasat-siasat TRI, menyatakan bahwa revolusi sosial itu telah terjadi di Silimakuta, Panei, Purba dan Raya. Raja Panei telah dibunuh demikian juga dengan Raja Raya dan Raja Purba masih ditahan. Dengan aksi revolusi sosial ini, maka Kerajaan Panei hancur dan runtuh.

4. Dampak politik dari Revolusi sosial yang terjadi di Kerajaan Panei yaitu dimana sistem demokrasi akhirnya dapat dipakai. Dampak ekonomi dari Revolusi sosial di Kerajaan Panei dimana rakyat akhirnya dapat sebebas-bebasnya berusaha dan melakukan aktivitas ekonomi tanpa adanya campur tangan dari raja lagi. Dampak sosial dari Revolusi sosial di Kerajaan Panei dimana akhirnya kedudukan bangsawan dan rakyat akhirnya sama rata. Tidak ada lagi yang namanya stratifikasi sosial. Peninggalan Kerajaan Panei yang masih tersisa saat ini yaitu hanya berupa sisa pondasi kerajaan. Selebihnya telah habis dibakar saat terjadinya revolusi sosial.

B. Saran

Sejarah merupakan salah satu yang sangat penting dan berguna bagi setiap orang. Sebab dengan mempelajari sejarah, dia akan memngingat masa lalu dan belajar dari masa


(4)

lalunya sehingga masa depannya lebih baik dari yang telah terjadi. Dari Revolusi sosial yang terjadi di Sumatera Timur kita dapat belajar untuk berbuat dan bertindak lebih baik lagi. Kita bissa lebih matang dalam mengambil tindakan dengan memikirkan apa dampak yang akan terjadi dari apa yang telah kita lakukan.

Setelah adanya Revolusi Sosial, dimana tidak adanya lagi perbedaan antara kaum bangsawan dan rakyat biasa, diharapkan masyarakat Simalungun yang dikenal santai dan tidak mau bekerja keras lebih semangat lagi dan mampu bersaing untuk menjadi sosok yang tangguh. Kedudukan sekarang sama rata, jadi tidak ada lagi alasan untuk tidak bekerja keras dan memiliki semangat yang tinggi untuk maju. Karena dengan itulah kita mampu diakui dan dihargai oleh siapa saja yang menganggap diri kita rendah.

Disamping itu, kita tahu bahwa Revolusi Sosial yang terjadi di Simalungun begitu berdampak bagi setiap masyarakat Simalungun. Diharapkan perhatian pemerintah yang serius bagi masyarakat/Kerajaan yang mengalami Revolusi Sosial. Perhatian itu dapat berupa pembangunan situs kerajaan yang tak terurus. Misalnya pada Kerajaan Panei, lokasi tempat berdirinya Kerajaan Panei dulunya sangat tidak terurus. Karena apabila situs Kerajaan tersebut dipelihara dan dibangun, masyarakat akan lebih tertarik mengunjungi lokasi tempat berdirinya Kerajaan itu dulunya yang bisa menambah pengetahuan Sejarah masyarakat yang dulunya tidak tahu. Disini saya juga mengharapkan agar masyarakat Panei dan masyarakat Simalungun lebih mencintai dan memelihara Sejarah daerahnya sendiri.


(5)

1 DAFTAR PUSTAKA

Saragih, Sortaman. 2008. Orang Simalungun. Depok: CV. Citama Vigora.

Jauhari, Imam B. 2012. Teori Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Raya, Juandaha, dan Erond L. Damanik. 2011. Kerajaan Siantar. Pematang Siantar: Ihutan Bolon Hasadaon Damanik Boru Pakon Panagolan Siantar Simalungun.

Reid, Anthony J.S. 1996. Revolusi Nasional Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Husni, M. Lah. 1983. Revolusi sosial 1946. Medan: Usaha Veteran.

J. Moleong, Lexi. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Dr. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Ricklefs M.C. 2009. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Permesta.

Said, Prabudi. 2006. Berita Peristiwa 60 Tahun WASPADA. Medan: PT. Prakarsa Abadi Press.


(6)

2 Raya, Juandaha. 2012. Revolusi Sosial Berdarah di Simalungun Tahun

1946-1947.

1996. Perjuangan Menegakkan dan Mempertahankan Kemerdekaan Republik

Indonesia di Sumatera Utara. Medan: Tim Khusus Pembangunan Tatengger

Sumatera Utara.

Edisaputra. 1978. Simalungun Yogyanya Sumatera. Medan: Pemerintah Tingkat II.

Edisaputa. 1987. Sumatera Dalam Perang Kemerdekaan. Jakarta: Yayasan Bina Satria-45.

T.B.A. Purba, Tambak. 1983. Sejarah Simalungun. P. Siantar: Penerbit jalan Danau Singkarak.