EFEKTIVITAS METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE PAIRED STORY TELLING DALAM PEMBELAJARAN SAKUBUN.

(1)

xv DAFTAR ISI ABSTRAK……… KATA PENGANTAR………. DAFTAR ISI……… DAFTAR TABEL……… DAFTAR LAMPIRAN………... i xiii xv xvii xix BAB I PENDAHULUAN………

I.1 Latar Belakang Masalah………. I.2 Rumusan dan Batasan Masalah……….. I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian………... I.4 Definisi Operasional……… I.5 Anggapan Dasar………... I.6 Hipotesis……… I.7 Metodologi Penelitian……… I.8 Sistematika Penulisan……….

1 1 5 6 7 9 9 10 13 BAB II LANDASAN TEORI……….

II.1 Metode Pembelajaran……… II.2 Pembelajaran Paired Story Telling………. II.3 Menulis………..………... II.4 Pembelajaran Sakubun...………. II.5 PenelitianTerdahulu……… 15 10 35 39 42 45


(2)

xvi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………. III.1 Metode Penelitian……… III.2 Populasi dan Sampel……….. III.3 InstrumenPenelitian………... III.4 Teknik PengolahanData...………

46 46 47 48 74 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN….……….

IV.1 Deskripsi Data………. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. V.1 Kesimpulan……….. V.2 Saran……… DAFTAR PUSTAKA………. LAMPIRAN-LAMPIRAN………. RIWAYAT HIDUP………

78 78 111 111 116 119


(3)

1 BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain. Memang terkadang kita menggunakan bahasa bukan untuk menyampaikan isi pikiran kepada orang lain, tetapi hanya ditujukan pada diri sendiri, seperti saat berbicara sendiri baik yang dilisankan maupun hanya di dalam hati. Akan tetapi, yang paling penting adalah ide, pikiran, hasrat dan keinginan tersebut dituangkan melalui bahasa. (Sutedi, 2008:2)

Dalam mempelajari suatu bahasa ada empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam keempat keterampilan itu, menulis adalah hal yang dirasa sangat sulit bagi pembelajar. Seperti halnya pada bahasa Jepang ada yang disebut sakubun dalam bahasa Indonesia dapat diartikan dengan mengarang.

Dalam bahasa Jepang ada yang disebut huruf kana (hiragana-katakana) dan juga kanji. Bagi pembelajar pemula bahasa Jepang, akan mempunyai kesulitan dalam membaca dan menuliskan huruf-huruf tersebut. Karena hal tersebutlah banyak pembelajar merasa kesulitan dalam menulis apalagi untuk membuat sakubun.

Tetapi terkadang pembelajar merasa sulit dalam mengarang karena harus mempunyai banyak ide agar dapat dituangkan dalam karangannya sendiri karena


(4)

2 itu pengajar harus melakukan sedikit perubahan dalam metode pengajaran yaitu pembelajaran yang inovatif, yang melibatkan pembelajar dalam pembelajaran yang salah satu caranya yaitu dengan cara berkelompok (pembelajaran kooperatif).

Semua metode pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide bahwa siswa yang bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya (Slavin ,2008). Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur yang harus diterapkan, yang meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok (Lie, 2003:30).

Pelaksanaan model Cooperative Learning membutuhkan partisipasi dan kerjasama dalam kelompok pembelajaran. Cooperative Learning dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong-menolong dalam beberapa prilaku sosial. Tujuan utama dalam penerapan model belajar mengajar Cooperative Learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok (Isjoni, 2010:21)

Pembelajaran kooperatif begitu banyak macamnya namun masih banyak guru yang masih condong menggunakan metode ceramah. Karena kebanyakan pengajar enggan menerapkan sistem kerjasama di dalam kelas karena beberapa


(5)

3 alasan. Alasan yang utama adalah kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika mereka ditempatkan dalam grup (Lie, 2008:28). Tetapi jika sistem kerjasama ini diterapkan dalam pembelajaran bahasa asing mungkin akan menarik karena dalam kenyataannya jika seorang pengajar bahasa asing khususnya bahasa Jepang menggunakan metode yang berbeda maka pembelajar pun akan bersemangat. Karena itu metode kerjasama (Cooperative Learning) ini mungkin akan membantu pembelajar dalam pembelajaran bahasa Jepang khususnya pembelajaran sakubun.

Seperti halnya dalam Skripsi yang berjudul “Efektivitas Metode Diskusi Kelompok dalam Pembelajaran Mengarang” yang ditulis oleh Nunik Nur Rahmi Fauziah (2009), menjelaskan bahwa menggunakan teknik berkelompok lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan metode pengajaran konvesional.

Tetapi penulis akan menggunakan metode kooperatif tipe bercerita berpasangan (Paired Story Telling) dalam membuat karangan. Karena metode Paired Story Telling ini adalah metode kooperatif yang dikembangkan sebagai pendekatan interaktif antar siswa, pengajar dan bahan pelajaran (Lie,1994). Teknik ini bisa digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun bercerita. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis,

mendengarkan dan berbicara.

Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Dalam kegiatan ini, siswa dirangsang untuk


(6)

4 mengembangkan kemampuan berpikir dan kemampuan berimajinasi. Hasil pemikiran mereka akan dihargai, sehingga siswa merasa makin terdorong untuk belajar dan menambah motivasinya. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Bercerita berpasangan bisa digunakan untuk suasana tingkatan usia anak didik. Penulis pun telah membaca beberapa buku dan skripsi yang mengangkat keefektifan suatu metode kooperatif dalam kelasnya. Seperti pada skripsi yang ditulis oleh Nuril Nur Alif (2009) yang berjudul “Pembelajaran Menulis Karangan Narasi dengan menggunakan Teknik Paired Story Telling (Eksperimen pada siswa Kelas VII SMPN12 Bandung)” , menjelaskaan keefektifan dari teknik Paired Story Telling yaitu terbukti dapat meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi siswa secara signifikan, dari kemampuan asal siswa yang rendah untuk menulis karangan narasi dalam pelajaran bahasa Indonesia.

Penulis merasa ingin melakukan penelitian menggunakan metode Paired Story Telling ini dalam pembelajaran sakubun, karena pembelajaran yang pernah dilakukan selama belajar sakubun di kelas oleh penulis adalah merasa sulit untuk mendapatkan ide dalam mengarang. Kondisi yang dirasakan adalah mengarang itu sulit apalagi untuk mengarang dalam menggunakan bahasa Jepang. Dengan keadaan seperti ini banyak mahasiswa kurang menyukai pelajaran sakubun. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal sangat sulit karena itu prestasi mahasiswa dalam pembelajaran sakubun sangat beragam.


(7)

5 Karena latar belakang masalah tersebut penulis bermaksud menulis skripsi dengan judul “EFEKTIFITAS METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE PAIRED STORY TELLING DALAM PEMBELAJARAN SAKUBUN” I.2. Identifikasi masalah

I. 2.1 Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagia berikut:

1. Bagaimana kemampuan mengarang bahasa Jepang mahasiswa sebelum dilakukan metode Cooperative Learning tipe Paired Story Telling ? 2. Bagaimana kemampuan mengarang bahasa Jepang mahasiswa sesudah

dilakukan metode Cooperative Learning tipe Paired Story Telling ? 3. Bagaimana efektivitas metode Cooperative Learning tipe Paired Story

Telling (bercerita berpasangan) dalam meningkatkan kemampuan mengarang mahasiswa ?

4. Bagaimana kesan mahasiswa setelah diberikan perlakuan (treatment) terhadap metode Paired Story Telling dalam pembelajaran sakubun? I. 2.2 Batasan masalah

1. Penelitian ini hanya menguji coba keefektifan metode Paired Story Telling dalam mata kuliah sakubun semester enam.

2. Metode Cooperative Learning tipe Paired Story Learning hanya untuk mengukur kemampuan mengarang mahasiswa tingkat tiga semester enam Pendidikan Bahasa Jepang UPI.


(8)

6 I. 3. Tujuan dan manfaat

I. 3.1 Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kemampuan mengarang mahasiswa sebelum dilakukan metode Paired Story Telling.

2. Untuk mengetahui kemampuan mengarang mahasiswa sesudah dilakukan metode Paired Story Telling.

3. Untuk mengetahui efektivitas dari metode Paired Story Telling dalam mata kuliah sakubun tingkat tiga semester enam.

4. Untuk mengetahui kesan mahasiswa terhadap metode Paired Story Telling dalam pembelajaran sakubun.

I. 3. 2 Manfaat penilitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat bagi mahasiswa adalah penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan agar mahasiswa semakin bersemangat dalam mengarang bahasa Jepang. Dan memberikan suasana yang berbeda dalam pengajaran bahasa, serta sebagai rujukan dalam membuat sakubun agar lebih mudah .

2. Manfaat bagi pengajar dari hasil penelitian ini adalah menjadi salah satu rujukan bagi pengembangan kegiatan pembelajaran sakubun.


(9)

7 I. 4. Definisi Operasional

1. Efektivitas

Menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah “Keadaan yang berpengaruh, hal yang berkesan, kemanjuran dan kemurapan, keberhasilan (tentang usaha, tindakan).” (Ali, Lukman, 1991:456) Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan efektivitas adalah pengaruh penggunaan metode Cooperative Learning tipe Paired Story Telling dalam pembelajaran sakubun terhadap kemampuan menulis sakubun mahasiswa.

2. Cooperative Learning adalah secara sederhana yang berasal dari kata “cooperative” yang berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim. Jadi, Cooperative Learning dapat diartikan belajar bersama-sama saling membantu antara satu dengan yang lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan (Isjoni, 2010: 6). Sedangkan menurut Slavin (2008 ) Cooperative Learning adalah pembelajaran yang merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran.


(10)

8 Dalam penelitian ini metode yang dilakukan dalam pembelajaran sakubun adalah menggunakan metode Cooperative Learning atau bekerjasama dalam membuat sakubun, mahasiswa saling bekerjasama. 3. Paired Story Telling adalah teknik pembelajaran yang memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa. Dalam teknik ini guru memberikan teks karangan menjadi dua bagian yaitu bagian awal dan akhir. Siswa diminta berpasanagan lalu guru memberikan teks karangan bagian awal kepada siswa pertama, dan teks bagian akhir pada siswa yang kedua. Dari sana dapat terlihat siswa yang mendapat teks bagian awal dengan siswa yang mendapat teks bagian akhir. Siswa bekerjasama untuk memberikan informasi mengenai bagian yang dibacanya dengan menuliskan kata kunci. Dari kegiatan itu siswa dapat menyelesaikan sebuah karangan secara utuh dengan bantuan kata kunci yang telah diberikan oleh pasangan pada bagian yang belum diketahui atau bagian yang tidak terbaca (Lie, 2003: 71). Dalam penelitian ini Paired Story Telling adalah salah satu tipe dari metode Cooperative Learning yang di terapkan dalam pembelajaran sakubun dalam penelitian ini mahasiswa saling melengkapi karangan mereka bersama temannya secara berpasangan.

4. Sakubun adalah keterampilan membuat karangan-karangan tertentu dari menulis kalimat pendek yang sangat sederhana sampai pada


(11)

9 penulisan karya ilmiah dan sebagainya, (Sudjianto). Sakubun sepadan dengan istilah mengarang dalam Bahasa Indonesia.

Dalam penelitian ini yaitu mata kuliah sakubun tingkat tiga semester enam.

I. 5. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dari penelitian ini adalah :

1. Sakubun merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari oleh mahasiswa bahasa Jepang. Sakubun dalam istilah bahasa Indonesia adalah mengarang. Pelajaran ini dianggap sangat sulit karena dalam mata pelajaran ini dituntut untuk menguasai seluruh aspek kebahasaan mulai dari penguasaan pola kalimat, kosakata, partikel, huruf kanji dan sebagainya. (Nunik, 2009).

2. Penggunaan teknik pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan kualitas belajar siswa.

I. 6. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Ho : Jika metode Paired Story Telling dalam pembelajaran mengarang

diterapkan maka kemampuan mengarang mahasiswa tidak akan meningkat.


(12)

10 Hk : Jika metode Paired Story Telling dalam pembelajaran mengarang diterapkan maka kemampuan mengarang mahasiswa akan meningkat.

I. 7. Metode Penelitian

I. 7.1 Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Eksperimen (metode eksperimen semu) yang dilaksanakan tanpa adanya kelas pembanding (Suharsimi Arikunto, 1997 : 80). Desain eksperimen yang digunakan adalah one group before after atau pre-test and post-test group design. Yaitu peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap satu kelompok subjek dengan dua kondisi observasi yang dilaksanakan tanpa adanya kelompok pembanding, sehingga setiap subjek merupakan control atas dirinya sendiri (Suryana, 1996 : 11).

O1 X O2

Keterangan:

O1 : Pre-test

X : Treatment atau perlakuan

O2 : Post-test


(13)

11 I. 7.2 Populasi dan sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002:108). Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa Jepang UPI.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2003:109). Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa Jepang tingkat tiga tahun ajaran 2009/2010. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa Jepang tingkat tiga kelas A sebagai kelas eksperimen.

I. 7.3 Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam yaitu instrumen berupa tes dan non tes. Intrumen yang berupa tes adalah tes dan instrumen berupa non tes adalah angket.

1.Tes adalah alat ukur yang diberikan kepada individu untuk mendapat jawaban yang diharapkan baik secara tertulis, lisan maupun perbuatan (Sudjana dan Ibrahim 1989:100). Tes yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah pretest dan posttest yang bertujuan untuk mengetahui hasil belajar mahasiswa terhadap pelajaran sakubun bahasa Jepang yang menggunakan dan tidak menggunakan metode Cooperative Learning tipe Paired Story Telling.

2.Angket dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pendapat mahasiswa Pendidikan Bahasa Jepang tingkat tiga UPI terhadap


(14)

12 penggunaan metode Cooperative Learning tipe Paired Story Telling sebagai alat bantu dalam pembelajaran sakubun.

I. 7.4 Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terbagi pada dua teknik yaitu :

1. Tes

Tes yang dilakukan berupa pretest dan postest. Pretest ini dilakukan untuk mengukur kemampuan mahasiswa sebelum diterapkan metode pembelajaran, hal ini pun sebagai pembanding kemampuan mahasiswa dalam menulis sakubun. Sementara postest dilakukan sebagai hasil akhir setelah diterapkan metode Paired Story Telling. 2. Angket

Pengumpulan data dengan angket dilakukan pada saat setelah dilakukannya posttest. Dari situ dapat diketahui pendapat dan kesan mahasiswa tentang metode Paired Story Telling. Hal ini juga menjadi alat bantu untuk mengukur efektivitas metode Paired Story Telling. I. 7.5 Teknik pengolahan data

Setelah data diperoleh dilanjutkan pada proses pengelolaan data. Data yang diperoleh berupa hasil tes khusus dan hasil angket. Hasil tes khusus masuk pada data kuantitatif, dan hasil angket masuk pada data kualitatif. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan t hitung dengan langkah-langkah sebagai berikut :


(15)

13 1. menentukan gain (d) antara pretest dan posttest

2. mencari nilai rata-rata (mean) dari kedua variabel 3. mencari jumlah kuadrat deviasi

4. mencari t hitung

5. Interpretasi dengan t tabel I. 8. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN l.1 Latar Belakang I.2 Rumusan Masalah I.3 Tujuan Penelitian I.4 Anggapan dasar I.5 Hipotesis

I.6 Metode Penelitian

I.7 Lokasi dan Sampel Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA / KERANGKA TEORITIS

Pada bab ini menjelaskan tentang Pengertian Metode Pembelajaran, Metode Pembelajaran Bahasa, Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning), Pembelajaran Paired Story Telling, Pengertian menulis dan pembelajaran sakubun.


(16)

14 BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini mengemukakan tentang metode Quasi Ekperimen, objek penelitian, teknik pengumpulan data dan pengolahan data.

BABIV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini mengemukakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Yaitu efektivitas metode Paired Story Telling pada pembelajaran sakubun dan kesan dari mahasiswa tentang metode Paired Story Telling.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini menarik kesimpulan dari hasil data yang telah diperoleh dan memberikan saran secara umum.


(17)

15 BAB II

LANDASAN TEORITIS

II.1 Metode Pembelajaran

II.1.1 Pengertian Metode Pembelajaran

Metode yaitu cara yang sistematik yang digunakan untuk mencapai tujuan yang akan dicapai (Pasaribu& Simanjuntak, 1993: 13-14). Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidikan untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar (Isjoni, 2010).

Metode pembelajaran atau kyoojuhou merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan belajar mengajar yang perlu dikuasai oleh pengajar. Istilah metode kadang-kadang tertukar dengan istilah pendekatan atau teknik pembelajaran. Pemilihan metode pembelajaran tentu saja tidak dapat dilakukan dengan baik, bila pengajar tidak mengetahui metode pembelajaran yang ada. Dengan menggunakan variasi beberapa metode, diharapkan tidak membosankan bagi pembelajar, serta dapat mengatasi masalah yang dihadapi oleh pengajar pada situasi atau kondisi tertentu dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar (Danasasmita,2009:25)

Ada yang mengatakan metode berarti cara untuk mencapai tujuan. Ada juga yang menyatakan bahwa metode pembelajaran mengandung makna yang luas dan diartikan sebagai suatu cara yang menyeluruh dalam mencapai tujuan


(18)

16 pembelajaran. Pendapat lain menyatakan bahwa metode pembelajaran adalah cara penentuan bahan ajar yang akan disampaikan kepada pembelajar.

Metode pembelajaran bersifat prosedural dan menggambarkan suatu prosedur bagaimana caranya untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Para ahli pendidikan berpendapat, tidak ada metode pengajaran yang dianggap paling tepat diantara metode-metode yang ada. Setiap metode pembelajaran pada dasarnya memiliki karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahannya.

Dasar-dasar metodologi pengajaran (Engkoswara,1998) dalam Danasasmita mengemukakan lima prinsip dalam metode pembelajaran; yaitu

1. Azas maju berkelanjutan, yang artinya memberi kemungkinan kepada murid untuk mempelajari sesuatu sesuai dengan kemampuannya,

2. Penekanan pada balajar sendiri, artinya pembelajar diberi kesempatan untuk mempelajari dan mencari sendiri bahan pelajaran lebih banyak dari pada yang diberikan oleh pengajar,

3. Bekerja secara team, dimana pembelajar dapat mengerjakan sesuatu pekerjaan yang memungkinkan bermacam-macam kerjasama,

4. Multidisipliner, artinya memungkinkan pembelajar untuk mempelajari sesuatu meninjau dari berbagai sudut, serta

5. Fleksibel, dalam arti dapat dilakukan menurut keperluan dan keadaan.

Tempat yang pasti untuk menentukan pemaknaan dalam pendidikan adalah dalam bentuk “pemaknaan aktif”yang beragam. Dengan menempatkan anak didik


(19)

17 dalam kerangka kerja suatu masalah yang sebenernya, dan dengan menempatkan tanggung jawab untuk suatu solusi atas anak didik, kita memberikan pembelajaran yang penuh makna dan pengaruhnya akan bisa segera dirasakan. (Boeree, 2006:62).

Pada dasarnya metode pembelajaran adalah cara untuk mencapai tujuan dalam materi pembelajaran. Sehingga seorang pengajar agar dapat mencapai tujuan dalam pembelajaran harus mempunyai metode yang tepat untuk mencapai hal tersebut.

Selain itu, suatu metode pembelajaran dapat saja dianggap tepat dan baik oleh seorang pengajar untuk menyampaikan suatu pokok bahasan tertentu dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran, tetapi ada kalanya tidak berhasil dengan baik manakala digunakan oleh pengajar lain. Hal ini sesuai dengan penjelasan dalam Nihongo Kyouiku Jiten(日本語教育辞典, 1982) yaitu, “Kyoujuhou wa iroiro aruga, you wa ikani Nihongo o nouritsutekini kuokatekini shidoushieru ka ni aru no deatte, sono zettaina kyoujuhou wa nai.”(教授法 いろいろある 要 い 日本語を能率的 効果的 指

導し得る ある あっ そ 絶対的 教授法 い )

(Danasasmita, 2009: 26).

Dengan demikian pengajar harus menguasai metode pembelajaran yang tepat dan sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri. Karena jika seorang pengajar salah dalam menggunakan metode akan muncul masalah dalam pembelajaran.


(20)

18 II.1.2 Metode Pembelajaran Bahasa

Metode pembelajaran bahasa secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yakni 1) metode pembelajaran bahasa petama (bahasa ibu) dan 2) metode pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing. Diantara kedua metode pembelajaran bahasa ini metode pembelajaran bahasa kedua lebih banyak ragamnya. Metode-metode pembelajaran bahasa kedua antara lain metode terjemahan, metode langsung, metode berlitz, metode realis, metode alamiah, metode linguistik, metode audio lingual, metode pilihan dan lain-lain. Perkembangan metode pembelajaran bahasa asing termasuk bahasa pembelajaran Jepang sebagai bahasa asing sangat dipengaruhi oleh perkembangan metode pembelajaran bahasa Eropa (Danasasmita, 2009:27).

Lebih lanjut Danasasmita memaparkan ada beberapa metode dalam pembelajaran bahasa yang banyak dikenal oleh penagajar bahasa asing yaitu :

1. Metode terjemahan

Metode terjemahan merupakan metode yang banyak digunakan dalam pengajaran bahasa asing. Prinsipnya bahwa bahasa asing yang dipelajari dan disebut juga bahasa target ini dapat dicapai dengan latihan-latihan terjemahan dari bahasa yang diajarkan atau ditargetkan kedalam bahasa ibu pembelajar atau sebaliknya. Karena itu latihan terjemahan merupakan latihan utama dalam pengajaran bahasa asing.


(21)

19 2. Metode langsung

Metode langsung adalah metode yang didasarkan pada metode Gouin. Pengembangan selanjutnya metode ini hanya beberapa bagian saja yang digunakan. Kegiatana belajar mengajar yang menggunakan metode langsung dalam pelaksanaanya tidak menggunakan bahasa ibu pembelajar sebagai bahasa pengantar (Danasasmita, 2009:30)

Tujuan metode langsung adalah agar sejak awal pengajaran pembelajaran dapat belajar berfikir dalam bahasa yang sedang dipelajari. Oleh karena itu, dengan menggunakan metode ini pengajar harus berupaya menciptakan suasana dalam kelas sebagaimana yang terdapat dalam masyarakat bahasa yang dipelajari. Hal ini sekaligus pengajar harus berupaya agar pembelajar dapat belajar berbahasa sebagaimana bahasa ibunya.

Prinsip-prinsip metode langsung adalah :

1) Tujuan pengajaran yang ingin dicapai adalah penguasaan dan pengembangan bahasa yang berakar dalam hubungan langsung antara pengalaman dan ekspresi dengan bersumber pada bahasa lisan.

2) Bahasa ibu pembelajar tidak digunakan sebagai bahasa pengantar, karena hubungan langsung antara pengalaman dan ekspresi pembelajar dapat dijaga.

3) Penguasaan pola kalimat dan cara pemakainnya disampaikan secara induktif.


(22)

20 4) Sebagian besar waktu digunakan untuk latihan bercakap-cakap dan

kondisi kelas diciptakan kedalam suasana belajar yang kondusif. 3. Metode Berlitz

Metode berlitz adalah salah satu contoh lain metode pembelajaran bahasa yang menganut metode langsung dalam kegiatan belajar mengajar bahasa asing. Prinsip dasar yang menjadi landasan metode ini adalah sebagai berikut :

1) Selalu menjaga hubungan langsung antara bahasa yang diajarkan dengan pikiran pembelajar.

2) Tidak menggunakan sama sekali bahasa ibu pembelajar sebagai bahasa pengantar.

3) Kata-kata benda konkret diajarkan dengan menggunakan media benda asli atau tiruannya, dan atau gambar.

4) Materi pelajaran sejak awal diajarkan secara lisan. 4. Metode Realis

Berdasarkan prinsip metode realis, mempelajari bahasa harus dilakukan sebagaimana tingkah laku berbahasa yang sesungguhnya.

Ciri-ciri utama dari metode realis adalah :

1) Sejak awal pelajaran diupayakan agar pembelajar dapat menggunakan bahasa yang dipelajarinya sebagaimana yang dilakukan oleh penutur aslinya.


(23)

21 2) Bahasa dipandang sebagai reaksi manusia terhadap alam sekitarnya.

Semua ini diajarkan kepada pembelajar.

3) Metode realis baik sekali digunakan dalam usaha menumbuhkan penguasaan bahasa, karena latihan-latihan yang diberikan sesuai dengan pola-pola tingkah laku berbahasa yang sesungguhnya dalam masyarakat pemakai bahasa tersebut.

5. Metode Alamiah

Prinsip Metode Alamiah atau Customary Method bahwa mengajar bahasa harus seperti kebiasaan anak-anak belajar bahasa ibunya. Proses alamiah itulah yang menjadi landasan dalam setiap langkah yang diciptakan oleh pengajar dalam kegiatan belajar mengajar bahasa di sekolah. Proses alamiah yang dilalui oleh pembelajar dapat digambarkan sebagai berikut :

1) Kata benda, kata sifat, kata kerja yang dipelajari selalu dikaitkan dengan benda, sifat dan tindakan sebenarnya seperti yang dinyatakan oleh kata-kata tersebut.

2) Pembelajar mempelajari sesuatu mula-mula melalui apa yang didengarnya, bukan melalui apa yang dilihatnya.

3) Bahasa yang dipelajari adalah bahasa yang hidup, bahasa yang terpakai dalam percakapan sehari-hari.

6. Metode Linguistik

Metode Linguistik dipandang sebagai metode pengajaran bahasa yang termodern. Metode Linguistik berlandaskan pada pendekatan ilmiah. Prinsip-prinsip metode pengajaran ini adalah sebagai berikut :


(24)

22 1) Bahan yang diajarkan berdasarkan atas analisa deskriptif bahasa yang akan diajarkan dan bahasa ibu pembelajar, sehingga diketahui dengan jelas persamaan dan perbedaan kedua bahasa itu dalam hal bunyi-bunyi bahasanya, kosakatanya, strukturnya.

2) Sistem bunyi bahasa harus diajarkan lebih dahulu.

3) Pelajaran tentang kosakata harus dimanfaatkan untuk pengajaran bunyi-bunyi bahasa dan penyusunan pola kalimat.

4) Secara otomatis titik berat pembelajaran difokuskan pada penguasaan keterampilan bahasa lisan.

7. Metode Audio Lingual

Metode Audio Lingual mulai dikenal sejak tahun 1940-an di Amerika. Metode Audio Lingual, pada umumnya menggunakan pendekatan Oral Approach. Ciri khas dari Oral Approach adalaha digunakan latihan-latihan Pattern practice atau Mim-mem (meniru dan mengingat). Metode Audio Lingual berorientasi pada hasil analisis struktur bahasa dan perbandinganya antara bahasa ibu pembelajar dengan bahasa asing yang dipelajarinya, menentukan pola kalimat yang harus dipelajarinya serta membiasakan bahasa yang baru dipelajarinya dengan menggunakan latihan drill terutama Pattern practice. Pembelajar dituntut menirukan dan mengingat atau menghafal materti pengajaran yang telah diperolehnya. Materi pembelajaran diberikan dari yang mudah, bertahap ke materi yang sulit.


(25)

23 Cara pemakaian metode Audio Lingual adalah sebagai berikut :

1) Latihan pattern practice dilakukan dalam tempo yang sesuai dengan keadaan.

2) Kosakata baru diajarkan dengan melalui pemakaian pola kalimat yang telah diajarkan sebelumnya.

3) Pemakaian pola kalimat di luar yang telah diajarkan bukan merupakan hal yang salah.

8. Metode Pilihan (Metode Elektik)

Metode Elektik adalah metode yang dipakai pada kegiatan belajar mengajar berupa gabungan bagian-bagian terbaik dari berbagai metode. Bahasa ibu dalam kegiatan belajar yang menggunakan metode ini kadang-kadang dipakai sebagai bahasa pengantar untuk memberikan penjelasan-penjelasan dan terjemahan seperlunya guna memperlancar proses belajar mengajar, menghindari salah paham dan mencegah pemborosan waktu.

Empat aspek keterampilan berbahasa yang diajarkan umumnya dengan urutan pelajaran mendengar, pelajaran berbicara, pelajaran membaca, dan pelajaran menulis (mengarang). Kegiatan belajar mengajar mencakaup latihan-latihan untuk keterampilan mendengar, bercakap, membaca, menulis dan tanya jawab. Metode elektik dapat dikatakan suatu metode yang fleksibel dan mudah disesuaikan dengan kebutuhan.

Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan dalam pembelajaran bahasa asing ternyata bukan hanya pengajaran


(26)

24 konvesional saja. Telah banyak metode yang digunakan oleh pengajar bahasa asing agar pembelajar tidak merasa kesulitan dalam mempelajari bahasa asing. Dari proses-proses pembelajaran metode tersebut pengajar dapat memilih metode yang dianggap paling mudah untuk pengajaran bahasa asing karena dalam proses pembelajaran setiap metode berbeda.

II.1.3 Metode Pembelajaran Bahasa Jepang

Dalam buku yang ditulis oleh Danasasmita menjelaskan ada beberapa contoh metode pembelajaran bahasa Jepang bagi orang asing, menurut Kimura (1998) dalam kyoujuhou Nyuumon, antara lain metode pengajaran Langsung Yamaguchi Kiichiro, metode Naganuma Naoe, ASTP.

Metode Pengajaran Langsung Yamaguchi Kiichiro pertama kali diujicobakan di Taiwan. Prinsip dasar metode Yamaguchi yaitu,

1) Pengajaran bahasa dimulai dengan belajar mendengar dan berbicara 2) Selama kegiatan belajar mengajar tidak digunakan penerjemahan

3) Pengajar berupaya agar pembelajar menjiwai ungkapan dalam bahasa Jepang sehingga mereka dapat mengutarakan ide atau pikirannya dalam bahasa Jepang.

Metode pembelajaran Naganuma Naoe yaitu metode pembelajaran bahasa Jepang untuk pembelajar dewasa. Metode ini sejak tahap awal diajarkan kata-kata abstrak untuk keperluan pekerjaan atau kehidupan di masyarakat Jepang. Pokok-pokok metode pembelajaran Naganuma Naoe adalah :


(27)

25 1) Pada tahap awal kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dengan bahasa lisan, berdasarkan bimbingan ucapan dengan waktu yang disediakan selama 180 jam

2) Penjelasan kata kaidah tatabahasa yang diperlukan dan materi pengajaran kanji diberikan terjemahannya dalam bahasa Inggris

3) Kegiatan belajar mengajar lebih menitik beratkan pada latihan drill melalui teknik tanya jawab.

Metode pengajaran ASTP adalah metode ketika perang Pasifik berlangsung, Amerika Serikat membuka Army Speciallized Training Programs, suatu program training khusus bagi Angkatan Darat Amerika untuk kepentingan perang, program ini disingkat menjadi ASTP. Pada program tersebut di dalamnya terdapat program pengajaran bahasa Jepang.

Program ASTP dapat menghasilkan banyak tentara AS yang menguasai bahasa Jepang. Alasan keberhasilan metode pembelajaran bahasa Jepang pada program ASTP dapat dirinci sebagai berikut :

1) Program ASTP dibuat secara terencana dan dilaksanakan secara intensif.

2) Materi latihan yang diberikan oleh para informan jumlahnya banyak. 3) Latihan diberikan pada kelas kecil atau jumlah pembelajarannya


(28)

26 4) Peserta program training terdiri atas prajurit pilihan dari orang-orang

cerdas.

5) Sering diadakan tes dan disertai ancaman bagi yang prestasinya jelek dikembalikan ke pasukannya atau dikirim kembali ke medan tempur. Salah satu alasan yang paling utama keberhasilan dari program pengajaran bahasa Jepang ASTP adalah adanya upaya yang gigih dari para peserta program tersebut. Mereka yang tidak mencapai prestasi yang sesuai dengan target yang ditentukan akan dikirim ke medan tempur. Walaupun demikian, keberhasilan dari program tersebut, cara pengajaran bahasa Jepang yang digunakan pada program ASTP, selanjutnya disebut orang metode pembelajaran bahasa Jepang ASTP. II .1.4 Pembelajaran Kooperatif

A. Metode pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah semua metode pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide bahwa siswa yang bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya (Slavin ,2008). Dalam Cooperative Learning ada bermacam-macam model, ada yang disebut STAD ( Student Team-Achievement Division), TGT (Teams Games- Tournament), TAI (Team Accelerated Intruction), CIRC (Cooperative Integreted Reading and Composition), dan lain-lain. Agar kelompok kerja berjalan ada dua teori yang mempengaruhinya yaitu teori motivasi dan teori kognitif.


(29)

27 1. Teori Motivasi

Deutch (1949) mengidentifikasikan tiga struktur tujuan yaitu kooperatif, dimana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu memberi kontribusi pada pencapaian tujuan anggota yang lain, kompetitif, dimana usaha berorientasi-tujuan dari tiap individu menghalangi pencapain tujuan anggota lainnya, dan individualistik dimana usaha berorientasi-tujuan dari tiap individu tidak memiliki konsekuensi apa pun bagi pencapain tujuan anggota lainnya. Dari presfektif motivisional (seperti yang dikemukakan Johson dkk.,1981 dan slavin,1983a), struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi dimana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka bisa sukses. Oleh karena itu , untuk meraih tujuan personal mereka, anggota kelompok harus membantu teman satu timnya.(Slavin,2008).

2. Teori Kognitif

Teori motivasi sangat berpengaruh dalam pembelajaran koopertatif menekankan pada derajat perubahan tujuan kooperatif mengubah insentif bagi siswa untuk melakukan tugas-tugas akademik, teori kognitif menekankan pada pengaruh dari kerjasama itu sendiri (apakah kelompok tersebut mencoba meraih tujuan kelompok atau tidak). Ada beberapa teori kognitif yang berbeda yang terbagi menjadi dua kategori utama : teori pembangunan dan teori elaborasi kognitif.


(30)

28 1. Teori Pembangunan:

Asumsi dasar dari teori pembangunan adalah bahwa interaksi di antara para siswa berkaitan dengan tugas-tugas yang sesuai meningkatkan penguasaan mereka terhadap konsep kritik (Damon, 1984; Murray, 1982). Vygotsky (1978, hal 86) dalam slavin mendefinisikan wilayah pembangunan paling dekat sebagai “jarak antara level pembangunan aktual seperti ditentukan oleh penyelesaian masalah secara independen dan level pembanguna yang potensial seperti yang ditentukan melalui penyelesaian masalah dengan bantuan dari orang dewasa. Dalam pandangannya, kegiatan kolaboratif di antara anak-anak mendorong pertumbuhan karena anak-anak yang usianya sebaya lebih suka bekerja di dalam wilayah pembangunan paling dekat satu sama lain, prilaku yang diperlihatkan di dalam kelompok kolaborasi lebih berkembang daripada yang dapat mereka tunjukan sebagai individu.

2. Teori elaborasi Kognitif.

Penelitian dalam bidang psikologi kognitif telah menemukan bahwa jika informasi ingin dipertahankan di dalam memori dan berhubungan dengan informasi yang sudah ada di dalam memori orang yang belajar harus terlibat dalam semacam pengaturan kembali kognitif atau elaborasi, dari materi (Wittock,1987).


(31)

29 Salah satu cara elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan materinya kepada orang lain. Penelitian terhadap pengajaran oleh teman lama menemukan adanya keuntungan pencapaian yang diterima oleh pengajar maupun yang diajar (Devin-Sheehan, Feldman, dan Allen, 1976).

Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial (Lie, 2003:27). Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima unsur yang harus diterapkan, yang meliputi; saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok (Lie, 2003:30).

Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi guru. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.


(32)

30 Tabel 2.1: Langkah-langkah Cooperative Learning

Hufad (2002:110) menyatakan bahwa terdapat tujuh langkah Cooperative Learning yaitu:

Fase Aktivitas guru

Fase-1

Pre –test

Guru menyiapkan seperangkat alat tes sesuai dengan materi yang akan disampaikan

Fase -2

Menyampaikan tujan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yamg ingin dicapai dan memotivasi siswa

Fase -3

Menyajikan informasi

Guru menyajiakan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan

Fase -4

Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok-kelompok belajar dan bagaimana caranya membantu setiap kelompok belajar agar melakukan transisi secara efisien

Fase -5

Membimbing kelompok kerja dan

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka


(33)

31

belajar mengerjakan tugas

Fase -6

Posttest (evaluasi)

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau

masing-masing kelompok

mempersentasikannya Fase -7

Tindak lanjut

Guru mencari cara untuk mengahargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok serta memberikan rekomendasi sesuai hasil yang diperoleh.

B. Menurut Lie, 2008, tipe –tipe pembelajaran kooperatif diantaranya adalah :

1) Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning) Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.


(34)

32 2) Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL, Problem Based Learning) Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dappat berpikir optimal.

3) TGT (Teams Games Tournament)

Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bias berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamika kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskusi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut, santun. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas.

4) STAD (Student Teams Achievement Division)

STAD adalah salah satu model pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan membuat skor perkembangan tiap


(35)

33 siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward.

5) NHT (Numbered Head Together)

NHT adalah salah satu tipe dari pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan memberi reward.

6) Jigsaw

Model pembelajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks seperti berikut ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahas bagian tertentu, tiap kelompok bahan belajar sama, buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok asal, pelaksanaan tutorial pada kelompok asal oleh anggota kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.


(36)

34

7) TPS (Think Pairs Share)

Model pembelajaran ini tergolong tipe kooperatif dengan sintaks: Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja kelompok dengan cara berpasangan sebangku-sebangku (think-pairs), presentasi kelompok (share), kuis individual, buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.

8) GI (Group Investigation)

Model kooperatif tipe GI dengan sintaks: Pengarahan, buat kelompok heterogen dengan orientasi tugas, rencanakan pelaksanaan investigasi, tiap kelompok menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, contoh: mengukur tinggi pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di dalam sekolah, jenis dagangan dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah), pengoalahn data penyajian data hasi investigasi, presentasi, kuis individual, buat skor perkembangan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.

9) CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition) Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara koperatif –kelompok. Sintaksnya adalah: membentuk kelompok heterogen 4 orang, guru memberikan wacana bahan bacaan sesuai dengan materi bahan ajar, siswa bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci, memberikan tanggapan) terhadap wacana kemudian menuliskan hasil kolaboratifnya, presentasi hasil kelompok, refleksi.


(37)

35 10)Talking Stick

Sintak pembelajarana ini adalah: guru menyiapkan tongkat, sajian materi pokok, siswa membaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada siswa dan siswa yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari guru, tongkat diberikan kepada siswa lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan seterusnya, guru membimbing kesimpulan-refleksi-evaluasi.

11)Make-AMatch

Guru menyiapkan kartu yang berisi persoalan-permasalahan dan kartu yang berisi jawabannya, setiap siswa mencari dan mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap siswa mencari kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya siswa yang benar mendapat nilai-reward, kartu dikumpulkan kembali dan dikocok, untuk babak berikutnya pembelajaran seperti babak pertama, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

II .2 Pembelajaran Paired Story Telling

A. Bercerita Berpasangan.

Menurut Savage (1996:222) dalam pembelajaran kooperatif diperlukan keputusan dari guru untuk mengambil langkah-langkah sebagai berikut: a. Menentukan topik yang akan digunakan dalam kerja kelompok. b. Membuat keputusan tentang ukuran dan komposisi kelompok. c. Menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan.


(38)

36 e. Memberikan saran penyelesaian masalah yang cocok. f. Evaluasi serta memberikan saran-saran. Dalam metode pembelajaran kooperatif siswa juga bisa belajar dari sesama teman. Guru lebih berperan sebagai fasilitator. Tentu saja, ruang kelas juga perlu ditata sedemikian rupa, sehingga menunjang pembelajaran kooperatif. Tentu saja, keputusan guru dalam penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah :

a. Ukuranruang kelas b. Jumlah siswa

c. Tingkat kedewasaan siswa

d. Toleransi guru dan kelas sebelah terhadap kegaduhan dan lalu lalang siswa

e. Toleransi masing-masing siswa terhadap kegaduhan dan lalu lalang siswa f. Pengalaman guru dalam melaksanakan metode pembelajaran gotong royong

g. Pengalaman siswa dalam melaksanakan pembelajaran gotong royong. Seperti telah diungkapkan, tidak semua kerja kelompok bisa dianggap sama dengan model pembelajaran kooperatif. Pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk membina pembelajar dalam mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengan pembelajar lainnya. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif yaitu pengelompokkan, semangat kooperatif, dan penetaan ruang kelas.


(39)

37 B. Pembelajaran Kooperatif Tipe Bercerita Berpasangan Teknik mengajar Bercerita Berpasangan (Paired Story Telling) dikembangkan sebagai pendekatan interaktif antara siswa, pengajar, dan bahan pelajaran (Lie, 1994). Teknik ini bisa digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun bercerita. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara. Bahan pelajaran yang paling cocok digunakan dalam teknik ini adalah yang bersifat naratif dan deskriptif. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan dipakainya bahan-bahan yang

lainnya.

Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Dalam kegiatan ini, siswa dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan kemampuan berimajinasi. Buah-buah pemikiran mereka akan dihargai, sehingga siswa merasa makin terdorong untuk belajar. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Bercerita berpasangan bisa digunakan

untuk suasana tingkatan usia anak didik.

Menurut Lie, 2003, tahap-tahap pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan antara lain :

1) Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi dua bagian.


(40)

38 2) Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Pengajar bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru. Dalam kegiatan ini, pengajar perlu menekankan bahwa memberikan tebakan yang benar bukanlah tujuannya. Yang lebih penting adalah kesiapan mereka dalam mengantisipasi bahan pelajaran yang akan diberi hari itu.

3) Siswa dipasangkan.

4) Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama. Sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua.

5) Kemudian siswa disuruh mendengarkan atau membaca bagian mereka masing-masing.

6) Sambil membaca atau mendengarkan, siswa disuruh mencatat dan mendaftar beberapa kata atau frasa kunci yang ada dalam bagian masing-masing. Jumlah kata/frasa bisa disesuaikan dengan panjang teks bacaan. 7) Setelah selesai membaca, siswa saling menukar daftar kata/frasa kunci

dengan pasangan masing-masing.

8) Sambil mengingat-ingat atau memperhatikan bagian yang telah dibaca atau didengarkan sendiri, masing-masing siswa berusaha untuk mengarang


(41)

39 bagian lain yang belum dibaca atau didengarkan (atau yang sudah dibaca atau didengarkan pasangannya) berdasarkan kata-kata atau frasa-frasa kunci dari pasangannya. Siswa yang telah membaca atau mendengarkan bagian yang pertama berusaha untuk menuliskan apa yang terjadi selanjutnya. Sedangkan siswa yang membaca atau mendengarkan bagian yang kedua menuliskan apa yang terjadi sebelumnya.

9) Tentu saja, versi karangan sendiri ini tidak harus sama dengan bahan yang sebenarnya. Tujuan kegiatan ini bukan untuk mendapatkan jawaban yang benar, melainkan untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar dan mengajar. Setelah selesai menulis, beberapa siswa bisa diberi kesempatan untuk membacakan hasil karangan mereka.

10) Kemudian, pengajar membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut.

11) Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari itu. Diskusi bisa dilaksanakan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.

II .3 Menulis

Seperti yang telah kita ketahui bahwa ada empat aspek keterampilan berbahasa yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca,keterampilan menulis.


(42)

40 Menulis adalah sebagai suatu kegiatan berbahasa dengan menghasilkan huruf, kata, kalimat dengan menggunakan pena, pinsil, bolpoin, yang ditampilkan diatas kertas, kain, papan dan sebagainya. “Kamus Umum Bahasa Indonesia (2001:1547). Sakubun adalah keterampilan membuat karangan-karangan tertentu dari menulis kalimat pendek yang sangat sederhana sampai pada penulisan, karya ilmiah, dan sebagainya (Sudjianto). Sakubun diartikan mengarang dalam bahasa Indonesia. Karangan adalah tulisan yang pada hakikatnya kumpulan dari beberapa paragraf yang tersusun dengan sistematis, koheren, unity, ada bagian utama pengantar, isi, dan penutup ada progress. Semua memperbincangkan sesuatu secara tertulis dalam bahasa yang sempurna (Djago, Tarigan 19991:42).

Dalam penilaian terhadap hasil karangan mempunyai kelemahan pokok yaitu rendahnya kadar objektivitas. Bagaimanapun juga kadarnya unsur subjektivitas penilai pasti berpengaruh. Penilaian yang dilakukan terhadap karangan siswa biasanya bersifat holoistis, imprisif dan selintas. Jadi, penilaian yang bersifat menyeluruh berdasarkan kesan yang diperoleh dari membaca karangan selintas. Penilaian yang demikian jika dilakukan oleh orang ahli dan berpengalaman memang (sedikit banyak) dapat dipertanggung jawabkan. Akan tetapi, keahlian itu belum tentu dimiliki oleh guru sekolah (Nuril, 2009).

Kategori-kategori yang pokok hendaknya, meliputi : 1. Kualitas dan ruang lingkup isi

2. Organisasi dan penyajian isi 3. Gaya dan bentuk bahasa


(43)

41 4. Mekanik : tata bahasa, ejaan, tanda baca, kerapihan tulisan, dan

kebersihan.

5. Respon afektif guru terhadap karya tulis (Nuril, 2009).

Kimura dalam Nihongo Kyoujuhou (Nunik,2009) menuliskan bahwa karangan terbagi kedalam beberapa bentuk, diantaranya :

1. Karangan tiruan, yaitu karangan yang diambil dari apa yang kita lihat di sekitar. Dan biasanya topik karangan telah ditentukan sebelumnya. 2. Karangan ringkasan, yaitu karangan yang dibuat dengan meringkas

sumber yang pernah dibaca.

3. Karangan kesan setelah membaca, yaitu karangan yang hampir mirip dengan karangan ringkas. Hanya saja dalam karangan ini ditambahkan dengan kesan pembaca secara personal.

4. Karangan pengalaman, yaitu karangan yang menceritakan pengalaman pribadi seperti dalam bentuk catatan harian, catatan perjalanan, surat laporan dan sebagainya.

5. Karangan hasil pemikiran, yaitu karangan yang mengungkapkan yang berdasarkan pemikiran secara abstrak, tingkatan dari bentuk karanagan ini merupakan yang paling tinggi dalam hal mengekspresikan kata-kata.

Dalam hal ini penulis akan menggunakan karangan tiruan karena bahan untuk mengarang telah ditentukan sebelumnya.


(44)

42 Pengembangan kemampuan menulis dalam bahasa Jepang menurut Ogawa dalam Nihongo Kyouiku Jiten (Ogawa, 1993: 639) terbagi dalam tiga tahap yaitu :

1. Tahap dasar (Shokyuu)

Dalam tahap ini siswa diharapkan dapat menuliskan huruf kana dan kanji antara 300-500 huruf, penggunaan pola kalimat- kalimat dasar, kosakata dan pengetahuan tentang tata bahasa.

2. Tahap Intermediate (Chuukyuu)

Tahap ini merupakan lanjutan dari pengembangan menulis dari tahap dasar dengan menggunakan pola kalimat-kalimat dasar yang telah dikembangkan, mempelajari pola kalimat baru dan isi dari karangan menjadi lebih spesifik.

3. Tahap Advance (Joukyuu)

Dalam tahap ini pembelajar diharapkan sudah dapat menulis sebuah laporan serta mengungkapkan tema secara teoritis.

Dalam hal ini penulis menggunakan tahap intermediate karena yang menjadi sample adalah mahasiswa tingkat tiga semester enam.

II .4 Pembelajaran Sakubun

II .4.1 Sakubun bagi Pembelajar

Bagi pembelajar sakubun dianggap sulit karena dalam mata pelajaran ini dituntut untuk menguasai seluruh aspek kebahasaan yang mencakup penguasaan pola kalimat, kosakata, partikel, huruf kanji dan lain-lain. Ketika aspek-aspek tersebut tidak dikuasai dengan baik, maka sudah dipastikan hal tersebut akan


(45)

43 menghambat proses pembelajaran. Termasuk peserta didik akan mengalami kesulitan dalam menuangkan ide dan gagasan dalam bentuk tulisan.

Ketika mengarang penulis dituntut juga untuk dapat menuangkan hasil pemikirannya dengan jelas agar pembaca yang membaca pun merasakan apa yang penulis itu tulis karena pembaca tidak berada di hadapannya.Selain itu kesulitan yang dialami oleh pembelajar dalam sakubun adalah tingginya kontribusi pengaruh bahasa pertama ke dalam bahasa kedua.

Selama perkuliahan sakubun penulis pun mempunyai kendala dalam pembelajaran sakubun seperti ketika membuat sakubun ada teman yang bertanya untuk dibuatkan kalimat dari bahasa ibu kedalam bahasa Jepang hal itu dapat membuyarkan konsentrasi dalam membuat sakubun karena pengajar meminta membuat sakubun secara individu.

Selain itu banyak mahasiswa yang merasa bosan dengan pembelajaran sakubun selama ini karena setiap minggu pengajar meminta membuat sakubun. Hal itu membuat banyak mahasiswa asal-asalan dalam membuat sakubun.

Menurut Sutedi, untuk mengenali dan mengurangi masalah pengajaran sakubun, terlebih dahulu harus mengenali bagaimana kondisi pembelajar di kelas. Dilihat dari kemampuan mengarangnya, ada empat tipe pembelajar yang biasa muncul dikelas.

a. Pembelajar yang bisa mengarang (menulis dalam bahasa Indonesia) dan memiliki kemampuan berbahasa Jepang cukup memadai,


(46)

44 sehingga bisa menuangkan ide dan gagasan ke dalam bahasa Jepang dengan kesalahan yang relatif kecil (Tipe A)

b. Pembelajar yang bisa mengarang dalam bahasa Indonesia, tetapi tidak memiliki kemampuan berbahasa Jepang yang cukup, sehingga tidak bisa menuangkan ide dan gagasannya ke dalam bahasa Jepang dengan baik (Tipe B)

c. Pembelajar yang tidak bisa mengarang tetapi memiliki kemampuan berbahasa Jepang untuk menulis kalimat bahasa Jepang (Tipe C) d. Pembelajaran yang tidak bisa mengarang dan juga tidak memiliki

kemampuan berbahasa Jepang yang cukup (Tipe D). (Sutedi,2008:34-35)

II .4.2 Sakubun bagi pengajar

Masalah yang muncul dalam pemberian latihan adalah latihan mengarang secara individu (tanpa kelompok) kurang memberikan peluang pada pembelajar kelompok bawah untuk mengimbangi perkembangan siswa yang lainnya.

Sedangkan dalam pengoreksian karangan masalah yang muncul lebih banyak. Pada proses pengkoreksisan secara individu kurang bisa mencegah munculnya kesalahan yang sama pada pembelajar yang lain. Lalu kelas yang besar jadi kendala besar bagi pengajar. Pengajar sakubun yang baik harus mengoreksi karangan siswanya untuk kemudian dikembalikan lagi sebagai bahan feedback untuk perbaikan selanjutnya.


(47)

45 Selain itu pengajaran sakubun dengan menggunakan buku paket, kurang memberikan porsi latihan secara produktif; dalam penilaian, pengajar sering terpengaruh dengan bentuk kalimat (benar tidaknya kalimat) saja, sementara komposisi hampir terabaikan; dan kurangnya media pembelajaran dalam pengajaran sakubun (Sutedi, 2008).

II .5 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nuril Nur Alif jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia tahun 2009 dalam skripsinya yang berjudul “Pembelajaran Menulis Karangan Narasi dengan menggunakan Teknik Paired Story Telling” dengan hasil yang didapat adalah efektif, dari situlah penulis ingin mengaplikasikannya dalam pembelajaran mengarang dalam bahasa Jepang.

Selain itu dalam pembelajaran mengarang dalam bahasa Jepang pernah diteliti juga oleh Nunik Nur Rahmi Fauziah dalam skripsi yang berjudul “Efektivitas Metode Diskusi Kelompok dalam Pembelajaran Mengarang” yang menjadi salah satu bahan acuan bagi penulis dalam penelitian ini.


(48)

46

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Metode Eksperimen adalah metode untuk menguji efektivitas dan efisiensi dari suatu pendekatan, metode, teknik, atau media pengajaran dan pembelajaran, sehingga hasilnya bisa diterapkan jika memang baik, atau tidak digunakan jika memang tidak baik dalam pengajaran yang sebenarnya (Sutedi, 2009 : 54).

Pada penelitian ini menggunakan Quasi Eksperimen yaitu, penelitian yang mendekati percobaan sungguhan dimana tidak mungkin mengadakan kontrol atau manipulasi semua variabel yang relevan. Harus ada kompromi dalam menentukan validitas internal dan eksternal sesuai dengan batasan-batasan yang ada (Nazir, 2005:73).

Alasan menggunakan metode Quasi Eksperimen ini karena pada kenyataannya keadaan atau situasi yang tidak memungkinkan digunakannya kelas kontrol dalam penelitian ini. Karena situasi seperti itulah penulis memilih Quasi Eksperimen yaitu hanya menggunakan satu kelas.

Desain eksperimen yang digunakan adalah One-Group-Pretest-Posttest. Dalam kegiatan ujicoba tidak menggunakan kelompok kontrol. Desain ini


(49)

47

dilakukan dengan membandingkan hasil pretest dan posttest pada kelompok yang diujicobakan. Model yang digunakan dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 3.1: Desain Penelitian

O1 X O2

Keterangan : O1 = Pretest

X = Treatment atau perlakuan O2 = Posttest

(Arikunto, 2002:78) III .2 Populasi dan Sampel

III .2.1 Populasi dan Sampel

Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian (Akdon,2008:96). Data penelitian bisa bersumber dari manusia atau bukan manusia, manusia yang dijadikan sebagai sumber data disebut dengan populasi (Sutedi,2009 : 147).

Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili untuk dijadikan sumber data. Jadi pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah mahasiswa


(50)

48

Pendidikan Bahasa Jepang yang menjadi sampel adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa Jepang tingkat tiga semester enam. Jumlah mahsiswa tingkat tiga adalah 70 orang yang terdiri dari dua kelas yaitu kelas A dan kelas B. Pada umumnya level bahasa Jepang tingkat tiga semester enam adalah lulus level tiga Nihongo Nouryoukushiken atau N-4. Pada penelitian ini penulis hanya menggunakan kelas A sebagai sampel yang jumlah siswanya 35 orang. Prestasi rata-rata mata kuliah sakubun pada kelas A termasuk pada kategori Baik.

III .3 Instrumen dan teknik pengumpulan data

III .3.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yaitu alat yang digunakan untuk mengumpulkan atau menyediakan berbagai data yang diperlukan dalam kegiatan penelitian. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa tes dan angket.

III .3.1.1 Tes

Dalam penelitian ini, tes diberikan pada saat pretest dan posttest pada kelas eksperimen. Tes awal (pretest) yang diambil adalah untuk mengetahui kemampuan dasar mahasiswa dalam pembelajaran sakubun tidak menggunakan metode Paired Story Telling, nilai pretest ini diambil dari hasil belajar atau prestasi mahasiswa pada Ujian Tengah Semester (UTS), sedangkan tes akhir (posttest) untuk mengetahui kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran sakubun dengan menggunakan teknik Paired Story Telling setelah mereka diberi perlakuan (treatment).


(51)

49

Karena pretest dan posttest merupakan perintah membuat karangan karena itu penelitian initidak perlu menguji validitas dan reabilitas soal tersebut.

Sakubun yang dibuat berasal dari buku sakubun -身近 ピック 表現練 習- Japanese Topical Composition from Speaking to Writing, C&P 日本語教育 教 研究会編. Dan rekomendasi dari dosen pembimbing.

Format Soal

Buatlah sebuah karangan denagn ketentuan sebagai berikut : 1. Panjang karangan minimal terdiri atas 3 paragraf

2. Memerhatikan penggunaan ejaan

3. Memerhatikan kesesuaian isi dengan tema karangan 4. Memerhatikan hubungan antar paragraf

Soal Pertemuan Pertama Bagian Pertama

イン ネ ア人 食文化

現在 イン ネ ア人 食文化 変わ ま スー ー

い い 食 物 売 いま 以前 イン ネ ア人


(52)

50

夜 飯 ikan asin 食 ま 肉 少 食 ま

牛乳や ター 乳製品 ほ 食 ま 有 イン

ネ ア料理 rendangやayam betutu 料理 普通 イン

ネ ア人 あま 食 ま

スー ー 世界中 食 物 買う ま 野菜や魚や肉 生 料 冷凍食品やインスタン 食品 あ ま ... ... ... ...

Bagian dua

イン ネ ア人 食文化

... ... ... ... ...

イン ネ ア 昔 比 経済的 豊 食 変わ

ま 肉 食 人 多 乳製品 使う


(53)

51

やス ゲテイ 食 ま 食 豊 身長 均 いぶ 高 ま 食 変化 人々 健康 影響 与 えま 最近 糖尿病や痛風 病気 多 ま

Soal Pertemuan kedua Bagian pertama

イン ネ ア 義務教育

イン ネ ア 義務教育 中学 3 生ま 16 歳ま イン ネ ア 学校 6 中学校 高校 3 イン ネ ア 義務教 育 う 日本 義務教育 イン ネ ア 場合 学 校 中学校入学 時 試験 あ ま 中学校 高校 入 時 入学試験 あ ま そ 試験 国家試験 呼 いま 大学 進学 高校 3 生 朝 7時 夕方6時ま 勉強 ま 高校

業 大学 入 大学入学試験 受 ま

... ... ...


(54)

52

... ...

Bagian kedua

イン ネ ア 義務教育

... ... ... ... ...

高校3 生 学校 勉強 大変 毎日 朝 夜ま 勉強 ま 宿題やテス あ ま 試験科目 多い 入学試験 合

格 勉強 ま 国家試験 出 科目

国語 英語 数学 普段 合格 塾や予備校 通 いま イン ネ ア 大学 進学数率 50%以内 言わ ま 進 学 い人 家 い 人 いま 就職 人 いま イン ネ ア

私立大学 あ 国立大学 入学試験 落 人 私立 大学 入 人 少 い 私立大学 入学試験 あま い そう

Soal Posttest


(55)

53

イン ネ ア 結婚 情

イ ン ネ ア 人 以 前 誰 結 婚 当 前 1960 ま 男性 女性 ほ 全部 イン ネ ア人 結婚 結婚 い人 割合 一 ーセン い ほ 国 比 非常

そ 特 女性 十五歳 いま 結婚

三十歳 い 結婚 い い女性 人々 オ ール ミス 呼 1995 十五 歳 三 十歳 女性 半分 結婚 い い 誰 結婚 当 前 女性

早 結婚 い いう考え方 いぶ 変わ

... ... ... ...

Soal bagian kedua

イン ネ ア 結婚 情

... ... ...


(56)

54

... ...

伝統的 見合い 形式 変わ い 以前 親戚や知 合い 見合い 相手 紹 最近 相手 紹 会社

登録 人 多 い ま 最近 婚 多 い 1995 約 十 万組 夫 婦 婚 以前 イン

ネ ア 婚 い 少 そ 珍

人々 結婚や 婚 い 考え方 大 変わ 後 家族 形 変わ い う

Penilaian karangan hasil dari posttest adalah sebagai berikut : Tabel 3.2 : Format Penilaian Karangan

Aspek penilaian Skala nilai bobot skor

1 2 3 4 5 1. Kebahasaan

a. Kosakata b. Ejaan c. Tata bahasa

2 2 3


(57)

55

2. Isi karangan

a. Kesesuaian isi-tema b. Pengembangan isi c. Kualitas isi

3 3 3 3. Teknik karangan

a. Pengembangan paragraf b. Hubungan antar paragraf

2 2

Jumlah 20 100

Skala nilai

1 = Sangat kurang 2 = Kurang 3 = Cukup 4 = Baik


(58)

56

Deskripsi Skala Penilaian Karangan 1. Bahasa Karangan

a. Ejaan

5 = Tidak terdapat kesalahan ejaan (sempurna) 4 = Terdapat sedikit kesalahan ejaan

3 = Terdapat kesalahan ejaan yang tidak bersifat konstan 2 = Banyak terdapat kesalahan ejaan dan bersifat konstan

1 = Banyak sekali kesalahan ejaan yang mencerminkan ketidaktahuan dan ketidakpedulian.

b. Kosakata / diksi

5 = Penggunaan kata atau istilah sesuai dengan konteks, dan bervariasi 4 = Penggunaan kata atau istilah sesuai dengan konteks, namun tidak bervariasi

3 = Penggunaan kata atau istilah kurang tepat tetapi tidak mengganggu pemahaman

2 = Penggunaan kata atau istilah tidak tepat dan mengganggu pemahaman

1 = Banyak kata atau istilah yang tidak tepat dan penggunaannya tidak sesuai dengan konteks.


(59)

57

c. Tata bahasa

5 = Penggunaan pola kalimat dan tata bahasa sesuai dengan konteks, dan bervariasi

4 = Penggunaan pola kalimat dan tata bahasa sesuai dengan konteks, namun tidak bervariasi

3 = Penggunaan pola kalimat dan tata bahasa kurang tepat tetapi tidak mengganggu pemahaman

2 = Penggunaan pola kalimat dan tata bahasa tidak tepat dan menggangu pemahaman

1 = Banyak pola kalimat dan tata bahasa yang tidak tepat dan penggunaanya tidak sesuai dengan konteks.

2. Isi karangan

a. Kesesuaian Isi – tema

5 = Seluruh isi karangan sesuai isi - tema

4 = Isi karangan sesuai dengan tema walaupun ada hal-hal yang tidak perlu dimasukan kedalam karangan

3 = Sebagian isi karangan tidak ada hubungannya dengan tema

2 = Banyak sekali isi karangan yang tidak ada hubungannya dengan tema


(60)

58

1 = Hampir semua isi karangan menyimpang dari tema b. Pengembangan isi

5 = Isi karangan sangat lengkap karena tema karangan dikembangkan secara maksimal

4 = Pengembangan tema kurang maksimal tetapi ada hal-hal yang dianggap perlu berdasarkan tema

3 = Isi karangan agak kurang tapi masih dapat diterima 2 = Banyak hal-hal yang seharusnya ada tapi tidak ada 1 = Tidak ada pengembangan isi karangan

c. Kualitas Isi

5 = Isi karangan betul-brtul berbobot

4 = Isi karangan bagus tapi kurang berbobot

3 = Isi karangan cukup bagus meskipun ada hal-hal yang kurang 2 = Isi karangan dangkal dan tidak berbobot

1 = Isi karangan sangat dangkal 3. Teknik Karangan

a.Pengembangan paragraf


(61)

59

4 = Ada beberapa paragraf kurang dikembangkan

3 = Jumlah paragraf yang dikembangkan hampir sama dengan jumlah paragraf yang tidak dikembangkan

2 = Hampir semua paragraf kurang dikembangkan

1 = Selain tidak dikembangkan, paragraf tidak memenuhi syarat b. Hubungan antar-paragraf

5 = Paragraf berikutnya merupakan kelanjutan dari paragraf sebelumnya dengan kata penghubung yang tepat sehingga karangan berkembang dengan harmonis dan enak dibaca

4 = Hubungan antar paragraf sudah baik, hanya terganggu oleh kata penghubung yang tidak diperlukan

3 = Ada beberapa paragraf yang tidak ada hubungannya dengan paragraf berikutnya

2 = Banyak paragraf yang tidak saling berhubungan

1 = Semua paragraf dalam karangan tidak saling berhubungan

III.3.1.2 Angket

Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau


(62)

60

hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006:151). Angket yang digunakan berupa angket tertutup yaitu jawabanya telah tersedia sehingga responden tinggal memilihnya.

Format Angket

Nama :

Kelas : Jenis Kelamin : L/P

1. Apakah Anda sebelum masuk Perguruan Tinggi pernah belajar bahasa Jepang ?

a. Ya b. Tidak

2. Bagi yang menjawab ya dimana Anda pernah belajar ?

a. SMP b. SMA c. Tempat kursus d. Belajar Sendiri e. Lain-lain...

3. Berapa lama anda belajar bahasa Jepang ?

a. 1 tahun b. 2 tahun c. 3 tahun d. Lebih dari 3 tahun e. Lain-lain...

4. Bagaimana kegiatan belajar sakubun yang selama ini telah dilakukan ? (jawaban boleh lebih dari 1)


(63)

61

b. Dosen memberi beberapa tema lalu mahasiswa memilih tema dan menuliskanya

c. Membuat sakubun dengan berkelompok

d. Dosen memberikan gambar lalu mahasiswa membuat sakubun sesuai dengan gambar

e. Lain-lain...

5. Bagaimana kesan Anda terhadap pembelajaran sakubun yang telah dilakukan ?

a. Sangat terbantu b. Cukup terbantu c. Kurang terbantu d. Tidak sama sekali

6. Apakah dengan metode terdahulu prestasi Anda meningkat ?

a. Sangat meningkat b. Cukup meningkat c. Kurang meningkat d. Tidak meningkat

7. Apakah anda mengetahui metode Paired Story Telling ?

a. Ya b. Tidak

8. Apakah dalam pembelajaran sakubun pengajar pernah menggunakan metode tersebut ?

a. Ya b. Tidak

9. Bagaimana kesan anda tentang metode Paired Story Telling ? Kelebihan metode Paired Story Telling

No. Sangat

setuju

Setuju Tidak setuju


(64)

62

1. Dengan metode Paired Story Telling saya lebih mudah membuat karangan

2. Dengan metode Paired Story Telling saya lebih bersemangat untuk membuat sakubun

3. Dengan metode Paired Story Telling pembendaharaan kosakata dan Kanji bertambah

4. Dengan metode Paired Story Telling muncul banyak ide

5. Dengan metode Paired Story Telling dapat berdiskusi dengan satu kelompok

6. Dengan metode Paired Story Telling saya mengetahui kesalahan tata bahasa

7. Dengan Metode Paired Story Telling saya lebih percaya diri untuk membuat sakubun


(65)

63

8. Dengan metode Paired Story Telling saya dapat menulis sakubun lebih panjang dari biasanya

9. Lain-lain...

Kelemahan metode Paired Story Telling

No. Sangat

setuju

Setuju Tidak setuju 1. Metode Paired Story Telling tidak

memunculkan ide-ide karena harus melanjutkan cerita sehingga sulit untuk menggabungkan antar paragrafnya

2. Karena metode ini berpasangan sehingga saya tidak bebas mengungkapkan ide

3. Dengan metode Paired Story Telling ini saya sulit menemukan


(66)

64

ide-ide sendiri

4. Metode ini sulit, membosankan dan tidak menarik

5. Dengan metode ini saya tidak yakin akan kemampuan saya dalam membuat sakubun

6. Lain-laian...

10.Apakah Anda ingin melanjutkan metode Paired Story Telling ?

a. Ya b. Tidak

11. Sebutkan alasannya...

III.3.2 Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan selama tiga minggu, yaitu pada tanggal 12 April, 19 April, dan 3 Mei 2010.

Sebelum mengajar seorang pengajar harus mempunyai rencana dalam pembelajaran. Agar tujuan pembelajaran tercapai, adapun susunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas selama tiga minggu adalah sebagai berikut :


(67)

65

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Pertama

Nama Tempat : Universitas Pendidikan Indonesia (Jurusan Pendidikan

Bahasa Jepang)

Mata Pelajaran : Sakubun

Kelas/Semester : Kelas 3A/6

Alokasi waktu : 2 x 50 menit (1 pertemuan)

A. Tujuan Pembelajaran

Mahasiswa mampu menuliskan karangan dengan menggunakan metode Paired Story Telling.

B. Materi Pembelajaran

Tema yang akan dipelajari adalah tentang Makanan Indonesia

C. Metode Pembelajaran

Cooperative Learning (Paired Story Telling)

D. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Alur/Waktu Materi/Langkah Pembelajaan Sumber/

Media

授業 入

Pengantar

A. Kegitan Awal


(68)

66

5 Menit - Membaca absensi mahasiswa

- Menginformasikan target pembelajaran

Absen

基本練習

Pengenalan Materi dan Latihan Dasar

20 Menit

B. Kegiatan Inti

- Penjelasan tentang materi/brainstroming tentang makanan Indonesia.

- Mengungkapkan kosakata – kosakata yang berhubungan dengan materi pembelajaran.

- Menjelaskan Langkah – langkah menggunakan metode Paired Story Telling yaitu :

Pengajar membagi teks menjadi dua bagian, yaitu bagian awal dan bagian akhir.

Membuat kelompok berpasangan (1 kelompok terdiri dari 2 orang)

Pengajar memberikan teks bagian awal pada siswa pertama dan teks bagian akhir pada siswa kedua. Mahasiswa bekerjasama memberikan informasi

mengenai bagian yang dibacanya dengan

menuliskan kata kuncinya.

Dari situ mahasiswa dapat menyelesaikan sebuah karangan secara utuh dengan bantuan kata kunci yang telah diberikan oleh pasangan pada

Buku

Papan tulis dan spidol


(69)

67

bagian yang belum diketahui atau bagian yang tidak terbaca.

Tugas Kelompok

60 menit

Tugas :

Mahasiswa diminta menuliskan kosakata kunci kemudian saling ditukar dengan pasangannya lalu membuatnya menjadi sakubun

Kesimpulan

5 Menit

C. Kegiatan Akhir

- Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mempersentasikan karangannya

- Menyimpulkan pelajaran

- Menutup pelajaran


(70)

68

Nama Tempat : Universitas Pendidikan Indonesia (Jurusan Pendidikan

Bahasa Jepang)

Mata Pelajaran : Sakubun

Kelas/Semester : Kelas 3A/6

Alokasi waktu : 2 x 50 menit (1 pertemuan)

A. Tujuan Pembelajaran

Mahasiswa mampu menuliskan karangan dengan menggunakan metode Paired Story Telling.

C. Materi Pembelajaran

Tema yang akan dipelajari tentang Pendidikan di Indonesia

C. Metode Pembelajaran

Cooperative Learning (Paired Story Telling)

E. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Alur/Waktu Materi/Langkah Pembelajaan Sumber/

Media

授業 入

Pengantar

5 Menit

A. Kegitan Awal

- Mengucapkan salam

- Membaca absensi mahasiswa

- Menginformasikan target pembelajaran


(71)

69

基本練習

Pengenalan Materi dan Latihan Dasar

20 Menit

B. Kegiatan Inti

- Penjelasan tentang materi/brainstroming tentang pendidikan di Indonesia.

- Mengungkapkan kosakata – kosakata yang berhubungan dengan materi pembelajaran.

- Menjelaskan Langkah – langkah menggunakan metode Paired Story Telling yaitu :

Pengajar membagi teks menjadi dua bagian, yaitu bagian awal dan bagian akhir.

Membuat kelompok berpasangan (1 kelompok terdiri dari 2 orang)

Pengajar memberikan teks bagian awal pada siswa pertama dan teks bagian akhir pada siswa kedua. Mahasiswa bekerjasama memberikan informasi

mengenai bagian yang dibacanya dengan

menuliskan kata kuncinya.

Dari situ mahasiswa dapat menyelesaikan sebuah karangan secara utuh dengan bantuan kata kunci yang telah diberikan oleh pasangannya pada bagian yang belum diketahui atau bagian yang tidak terbaca.

Buku

Papan tulis dan spidol


(72)

70

Tugas Kelompok

60 menit

Tugas :

Mahasiswa diminta menuliskan kosakata kunci kemudian saling ditukar dengan pasangannya lalu membuatnya menjadi sakubun

Kesimpulan

5 Menit

C. Kegiatan Akhir

- Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mempersentasikan karanganya

- Menyimpulkan pelajaran

- Menutup pelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Ketiga

Nama Tempat : Universitas Pendidikan Indonesia (Jurusan Pendidikan


(73)

71

Mata Pelajaran : Sakubun

Kelas/Semester : Kelas 3A/6

Alokasi waktu : 2 x 50 menit (1 pertemuan)

A. Tujuan Pembelajaran

Mahasiswa mampu menuliskan karangan dengan menggunakan metode Paired Story Telling.

D. Materi Pembelajaran

Tema yang akan dipelajari mengenai Pernikahan di Indonesia (Posttest)

C. Metode Pembelajaran

Cooperative Learning (Paired Story Telling)

F. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Alur/Waktu Materi/Langkah Pembelajaan Sumber/

Media

授業 入

Pengantar

5 Menit

A. Kegitan Awal

- Mengucapkan salam

- Membaca absensi mahasiswa

- Menginformasikan target pembelajaran


(1)

c. Dengan metode Paired Story Telling memunculkan banyak ide. d. Dengan metode Paired Story Telling dapat berdiskusi dengan satu

kelompok.

e. Dengan metode Paired Story Telling lebih percaya diri untuk membuat sakubun.

f. Metode ini karena berpasangan sehingga dapat menambah ide yang lain.

g. Metode ini tidak sulit, tidak membosankan dan menarik. Kelemahan metode Paired Story Telling :

a. Metode Paired Story Telling tidak memunculkan ide-ide karena harus melanjutkan cerita sehingga sulit untuk menggabungkan antar paragrafnya.

b. Dengan metode Paired Story Telling sulit untuk menemukan ide-ide sendiri.

c. Dengan metode Paired Story Telling tidak mengetahui kesalahan tata bahasa.

d. Dengan metode Paired Story Telling tidak dapat menulis sakubun lebih panjang dari biasanya.

4. Setelah penulis menganalisis hasil tes dan angket, sebagian besar mahasiswa yang memilih tidak ingin melanjutkan metode Paired Story Telling adalah mahasiswa yang berada pada tingkat atas berdasarkan nilai UTS (Ujian Tengah Semester). Sedangkan mahasiswa yang memilih ingin melanjutkan metode Paired Story Telling adalah


(2)

mahasiswa yang ada pada tingkat bawah berdasarkan nilai UTS (Ujian Tengah Semester). Berdasarkan hal tersebut penulis menduga bahwa mahasiswa yang berada pada tingkat atas sudah mampu mengembangkan karangannya sendiri secara mandiri, sedangkan mahasiswa yang berada pada tingkat bawah dalam membuat karangan harus lebih diarahkan.


(3)

V.2 Saran

1. Untuk Pengajar

Banyak metode yang dapat digunakan untuk pembelajaran sakubun. Bukan hanya metode Paired Story Telling atau metode konvesional saja, diperlukan banyak metode yang menarik untuk lebih memotivasi mahasiswa dalam pembelajaran sakubun. sesuai dengan karakteristik kelas (mahasiswa). Oleh karena itu pengajar diharapkan menggunakan metode-metode yang lebih bervariasi dan menerapkan metode yang paling mudah dan paling efektif meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menulis karangan. Sakubun merupakan salah satu mata kuliah yang paling sulit bagi pembelajar, sehingga penting bagi pengajar mencari metode yang tepat

2. Untuk Mahasiswa

Diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan metode ini lebih baik, baik secara individu maupun secara kelompok pada pembelajaran yang lain seperti dalam pembelajaran choukai atau dokkai.

3. Untuk penelitian selanjutnya

a. Dalam penelitian metode yang digunakan adalah Quasi Eksperimen dimana hanya menggunakan satu kelas tanpa ada kelas kontrol. Sehingga untuk penelitian selanjutnya agar dapat menggunakan


(4)

Eksperimen Murni dengan menggunakan kelas eksperimen dan kelas kontrol, untuk menguji metode ini lebih dalam.

b. Seperti bab sebelumnya telah dipaparkan bahwa metode ini dapat digunakan dalam pembelajaran lainnya seperti pada pembelajaran choukai atau dokkai. Sehingga untuk penelitian selanjutnya agar dapat menerapkan metode ini pada pembelajaran lainnya dengan keefektivitasan metode Paired Story Telling ini.

c. Sakubun adalah mata kuliah yang sangat sulit, maka dari itu untuk penelitian selanjutnya agar dapat mengujicobakan metode yang lebih menarik dan efektif untuk mata kuliah sakubun.

d. Untuk penelitian selanjutnya perlu diujicobakan metode Paired Story Telling yang lebih mudah dalam proses pelaksanaannya dan mengemasnya lebih menarik.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta.

Alif, Nuril Nur (2009). Pembelajaran Menulis Karangan Narasi dengan Menggunkan Teknik Paired Story Telling. Skripsi UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Booere, C. George (2009). Metode Pembelajaran dan Pengajaran. Terjemahan dari Shaleh, Abdul Qodir. Yogyakarta : Ar-ruzz Media.

Danasasmita, Wawan (2009). Metodelogi Pembelajaran Bahasa Jepang. Bandung : Rizky press.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1989). Kamus Besar Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Drd, Anas Sudijono (2001): Pengantar Statistik Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada.

Fauziah, Nunik Nur Rahmi (2009). Pembelajaran Sakubun dengan Teknik Diskusi Berkelompok. Skripsi UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Isjoni (2010). Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung : Alfabeta.

Lie, Anita (2008). Cooperative Learning mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Matsuura, Kenji. (1994). Kamus Bahasa Jepang-Indonesia. Kyoto: Kyoto


(6)

Maulida, Dita (2009). Pengaruh Penggunaan Media Foto pada Pembelajaran Menulis dalam Bahasa Jepang. Skripsi UPI Bandung : tidak diterbitkan. Sutedi, Dedi (2008). Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang Edisi Revisi.

Bandung : humaniora.

Sutedi, Dedi(2009). Pengantar Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang. Bandung :

Sutedi, Dedi(2008). Upaya untuk Mengatasi Masalah dalam Pembelajaran Sakubun. Seminar : Model Pembelajaran Bahasa Jepang Berbasis IT. UPI Bandung.

Slavin, Robert E.(2009). Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik.Bandung: Nusa Media.

http://lutfizulfi.wordpress.com/2008/09/26/model-model-pembelajaran-inovatif-untuk-digunakan-guru/

-身 近 ト ピ ッ ク よ る 表 現 練 習- Japanese Topical Composition from