MAKNA UPACARA ADAT ETNIK WAROPEN : Studi Etnografi Sebagai Nilai Budaya Pendidikan IPS.

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemahaman mengenai peranan pendidikan dalam pembangunan nasional di Indonesia, harus didahului dengan pengetahuan tentang latar belakang sosial budaya bangsa Indonesia. Pengetahuan yang cukup mengenai hal-hal tersebut, akan dapat memberikan pengertian kepada semua pendidik, betapa berat fungsi pendidik dalam proses pembangunan nasional.

Pendidikan nasional dihadapkan pada dampak globalisasi yakni kemajuan iptek dan perluasan pergaulan manusia yang menyebabkan terjadinya krisis nilai pada anak bangsa. Tidak perlu menolak globalisasi, yang penting adalah bagaimana kita mengakomodasinya ke dalam pola dan perilaku kita sesuai dengan nilai dan budaya. Perlunya kesadaran yang tinggi serta wawasan yang luas sehingga sadar membutuhkan globalisasi tetapi kita juga dapat memilih informasi atau nilai mana yang sesuai dengan nilai budaya.

Menurut Mulyana (2004:146) bahwa pendidikan sangat memerlukan pendidikan nilai karena gejala-gejala kehidupan saat ini yang disebabkan oleh arus globalisasi berpotensi mengikis jati diri bangsa. Nilai-nilai kehidupan yang dipelihara menjadi goyah bahkan berangsur hilang. Perambatan budaya luar yang kurang ramah terhadap budaya pribumi pada


(2)

gilirannya menuntut peran pendidikan nilai untuk benar-benar menjamin lahirnya generasi yang tangguh secara intelektual maupun moral.

Makna pendidikan yang penuh dengan muatan nilai-nilai bergeser pada pemaknaan pengajaran yang berkonotasi sebagai transfer pengetahuan. Hal ini berdampak langsung terhadap pembentukan kepribadian peserta didik. Otak siswa yang selalu diberikan pengetahuan baku menyebabkan siswa tersebut kurang kritis dan kreatif. Selain itu, terabaikan sistem nilai dalam proses pembelajaran mengakibatkan ketimpangan intelektual dengan emosional yang pada gilirannya hanya akan melahirkan peserta didik yang kurang peduli terhadap lingkungannya.

Lingkungan peserta didik harus dapat dijadikan sumber belajar dan laboratorium pembelajarannya. Peserta didik dengan mengenal lingkungannya dapat mengenal kehidupan sosial budayanya. Pengetahuan tentang kehidupan sosial budaya peserta didik dapat dijadikan sebagai materi kearifan lokal dalam pembelajaran IPS, sehingga nilai kearifan lokal dapat menjadi acuan dalam mengatasi masalah sosial.

Bangsa Indonesia yang mendiami kepulauan nusantara ini merupakan masyarakat yang majemuk, baik dalam arti adat istiadat, suku bangsa maupun agama-agama yang dianutnya. Keragaman tersebut, akan menghasilkan proses sosialisasi dan enkulturasi. Menurut Linton (Haviland, 1999:338) mengemukakan bahwa enkulturasi adalah warisan sosial sebagai hasil belajar umat manusia yang dijaga. Selanjutnya dikatakan bawa nilai-nilai dasar yang menjiwai (etos) masing-masing akan dipengaruhi oleh


(3)

keyakinan, tradisi, adat istiadat dan agama, sehingga dalam pendidikan, perlu semua tetap dijaga kelestariannya, diwariskan secara turun temurun kepada generasi berikut dan secara bulat mencerminkan kekayaan kebudayaan nasional yang sesuai dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Kaitan dengan upaya pewarisan budaya melalui pendidikan yang mengkaji tentang kehidupan sosial dan budaya adalah Pendidikan IPS, dan arti penting nilai-nilai yang ada dan terkandung di dalam budaya itu, untuk dijadikan modal dasar pembangunan. Kebudayaan dan pendidikan saling berkontribusi. Dalam hal ini, kajian nilai budaya tentunya menjadi penting dan harus mendapat perhatian. Mengkaji aspek nilai budaya bertujuan agar dapat menyelami beberapa gejala yang berpengaruh penting dalam proses pendidikan. Dalam kehidupan masyarakat banyak sistem nilai. Sistem nilai yang dianut sesuai dengan filsafat hidup yang menjadi pedoman.

Keterkaitan antara konsep-konsep tersebut, sebagai upaya memahami dan mengidentifikasi lebih mendalam mengenai nilai budaya suatu masyarakat harus mendapat perhatian secara lebih seksama. Sebab, umumnya orang merasa kesulitan dalam melihat nilai-nilai secara obyektif. Nilai-nilai yang disetujui oleh suatu masyarakat dalam sebuah kebudayaan cenderung bersifat umum dan karena itu sulit untuk disadari secara penuh. Pengamalan nilai-nilai tersebut dirasakan akan memberikan sesuatu yang baik menurut kebudayaannya. Tetapi apakah hal itu akan menjadi acuan bagi setiap individu dalam masyarakat tersebut dewasa ini, khususnya generasi muda ?


(4)

Upacara Adat sebagai nilai budaya merupakan hal yang positif, karena sangat dijunjung oleh masyarakatnya. Menurut Hasan (1995:95) bahwa kebudayaan tanpa masyarakat sebagai pendukungnya tak mungkin terwujud. Dengan demikian individu, masyarakat dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan. Sehingga tidaklah berlebihan bila dikatakan upacara etnik Waropen merupakan cerminan budaya mereka, karena mencakup unsur: ritual, kesenian, ketangkasan, keteladanan, hiburan rakyat.

Cerminan budaya etnik Waropen yang dilaksanakan dalam upacara adat menggunakan simbol-simbol seperti yang disebut Geertz (1992a: vii):

Kebudayaan adalah sesuatu hal semiotik: hal-hal yang berhubungan dengan simbol yang tersedia di depan umum dan dikenal oleh warga masyarakat yang bersangkutan. Simbol adalah sesuatu yang perlu ditangkap (ditafsir) maknanya dan pada giliran berikutnya diwariskan kepada warga masyarakatnya, diwariskan kepada anak cucu dan ditularkan pada yang lainnya… pada antropolog.

Terintegrasinya simbol budaya Waropen dalam upacara adapt, dapat diketahui budaya masyarakatnya, maupun pergeseran pada pelaksanaannya. Hampir semuanya menggunakan simbol berupa benda aktivitas ritual, perilaku sosial dan sebagainya. Makna yang terdapat pada upacara adat etnik Waropen itu berupa nilai-nilai agama, perlindungan, identitas diri maupun wujud ide.

Unsur upacara adat ini terdiri dari tempat, waktu, benda-benda, perbuatan yang dilakukan oleh pelaku upacara seperti : berdoa, makan bersama, bersaji, menari dan menyanyi, dan lain-lain (Koentjaraningrat, 1992 : 262). Dalam melakoni kegiatan upacara itu disebut kelakuan keagamaan atau religious behavior yang baku atau religious ceremonies/rites. Kelakuan


(5)

keagamaan itu dapat dilihat pada sistem dalam setiap upacaranya, seperti pada upacara kehamilan tujuh bulan, kelahiran, pemotongan rambut, pelobangan telinga, pemasangan gelang kaki, pelobangan hidung, perkawinan, serta upacara kematian.

Berdasarkan tradisi etnik Waropen, upacara adat merupakan upacara yang dinantikan, hal ini berhubungan persepsi keramat, simbol keteladanan, simbol kewibawaan dan identitas diri yang terpola dalam norma dan nilai-nilai masyarakat, sebagai bentuk subjek lambang yang dipergunakan pada upacara adat. Linton (Koentjaraningrat, 1990:97) mengemukakan bahwa budaya upacara adat etnik Waropen ini termasuk budaya Cover (cover culture) karena merupakan inti dari suatu kebudayaan yang berisi sistem nilai budaya, keyakinan-keyakinan keagamaan yang dianggap keramat. Beberapa adat yang sudah dipelajari sangat dini dalam proses sosialisasi individu warga masyarakat dan kebudayaan fisik berupa benda-benda atau alat yang dipergunakan serta ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, rekreasi yang memberi kenyamanan. Selanjutnya Linton menegaskan bahwa bagian dari suatu kebudayaan yang lambat berubahnya dan sulit diganti dengan unsur-unsur asing adalah bagian covert culture.

Budaya cover pada etnik Waropen, disadari atau tidak, mereka mengakui eksistensi dari nilai budaya tersebut, yang memberikan dampak bagi perkembangan budaya yang bersangkutan. Sehingga hasil pemikiran, adat istiadat, keyakinan yang mereka anut berhubungan dengan pengorganisasian masyarakat, sistem norma dan nilai-nilai yang terkandung


(6)

di dalamnya menjadi pegangan bagi etnik Waropen. Adapun prasyarat sistem upacaranya terdiri dari unsur adaptasi, untuk mencapai tujuan, integrasi para anggota.

Pada kehidupan etnik Waropen menghargai aturan adat walaupun tidak tertulis, pengaturan ketertiban sosial, ketaatan individu terjadi dengan otomatis karena mempunyai sentimen kejiwaan yang merangsang mereka berperilaku sesuai dengan kebutuhan. Sentimen perilaku individu dipengaruhi oleh kehidupan masyarakatnya, yang diekspresikan dalam waktu tertentu dan dapat diteruskan oleh generasi berikutnya. Dipertegas oleh Merton (Kaplan dan Manners, 2002:80), bahwa ritual atau upacara keagamaan berfungsi laten yang dilakukan merupakan penggalakan solidaritas kelompok.

Pelaksanaan upacara adat Waropen nampak peranan dan pertalian yang erat antara tokoh dan anggota masyarakat. Pola perilaku sosial dalam kehidupan masyarakat ini pada hakekatnya penggambaran dari sistem pengetahuan, kepercayaan dan kesadaran sosial mereka, kesemuanya merupakan bentuk kesadaran manusia tentang sitem kehidupan kosmosnya, baik hubungan sosial sebagai objektivitas kehidupan pribadi maupun dengan manusia lainnya. Dengan demikian, Geertz (1989:33) mengemukakan bahwa

Setiap ritus religius tak peduli betapa otomatis atau konvensional-nya kelihatannya mencakup perpaduan simbolis etis dari pandangan dunia. Ritus suasana hati dan motivasi-motivasi di suatu pihak dipertemukan dengan konsep metafisis pihak lain, yang akhirnya membentuk kesadaran spiritual masyarakat.

Berdasarkan paparan itu maka upacara adat etnik Waropen mem-punyai arti simbolik dan filosofis yang melambangkan budaya tradisional, yaitu sebagai tanda syukur, keteladanan, kewibawaan, keselamatan,


(7)

kemandirian, kebahagiaan, persatuan, perikemanusiaan, tanggung jawab, solidaritas, kejujuran, kasih sayang, ketulusan, kesetiaan, keadilan sosial, dan doa.

Arti simbolik dari budaya di atas adalah nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut dan nilai-nilai itu merupakan nilai-nilai IPS, sehingga sangatlah penting untuk dikaji dalam pendidikan IPS. Relevansinya seperti dalam upacara kehamilan tujuh bulan, bermakna nilai keselamatan; dalam upacara kelahiran, bermakna nilai syukur, upacara pemotongan rambut, penikaman telinga serta pemasangan gelang kaki, bermakna nilai tanggung jawab dan penghargaan; upacara pelobangan hidung, juga bermakna nilai tanggung jawab; upacara perkawinan, bermakna nilai ketulusan, kesetiaan dan kebahagiaan; upacara kematian, menggambarkan makna nilai yang kewibawaan, keteladanan seseorang semasa hidupnya. Nilai budaya tersebut hidup dalam etnik Waropen dan bersifat emic sehingga perlu dikaji serta diintegrasikan dalam pengajaran nilai pendidikan IPS.

Keterkaitan dengan nilai budaya, realitas pada etnik Waropen mempunyai anggapan, apabila upacara adat dilaksanakan akan tercipta rasa aman bagi kehidupannya yang bersumber dari perasaan pengingkaran terhadap budaya leluhur mereka.

Lebih lanjut, mampukah tradisi upacara adat ini memberikan kontribusi yang positif dalam wahana lestarinya nilai budaya dalam gerak dan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian berkembang pesat.


(8)

Di lain pihak, permasalahan upacara adat ini dapat dikaji banding dan ditelusuri secara mendalam melalui sumber nilai yang berlaku secara universal dan mendasar, dari ajaran agama, pribadi dan masyarakat itu sendiri. Sebagai tindak lanjut dari kedudukan upacara adat yang merupakan nilai budaya dapat ditempatkan pada proporsi yang sebenarnya, dalam arti tidak terjadi perbenturan sistem nilai, seperti telah disebutkan di atas.

Berkaitan dengan upaya pengembangan pendidikan IPS, secara eksplisit membahas permasalahan masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan IPS dalam pembelajarannya harus memperhatikan tujuan, materi, metode agar masyarakat dijadikan sumber pembelajaran, sehingga tujuan pendidikan nasional dapat terpenuhi. Selanjutnya keterkaitan dengan masyarakat sebagai sumber pembelajaran, agar dapat mengetahui nilai-nilai dalam masyarakat tersebut dapat dikaji melalui pengajaran nilai di sekolah, seperti nilai budaya pada etnik Waropen. Dengan demikian pendidikan IPS sangatlah penting karena dapat mentransformasikan nilai budaya pada individu lain khususnya peserta didik.

Ketertarikan penulis untuk meneliti upacara adat etnik Waropen, didasarkan pada fenomena empirik yang berhubungan dengan makna upacara adat yang merupakan budaya Waropen dan bagaimana budaya dapat berintegrasi dalam pendidikan IPS. Sehingga krisis nilai budaya yang terjadi dewasa ini pada anak didik kita dapat diatasi. Realitas nilai budaya luhur pada etnik Waropen mulai terkikis. Hal ini berarti telah terjadi pergeseran nilai, namun apakah sebagai dampak dari globalisasi? Adapun hal lain yang


(9)

menarik untuk diteliti mengingat sebagai sistem keyakinan, apakah upacara adat merupakan pemujaan religi atau agama, mempunyai fungsi integrasi, tertib sosial dan solidaritas.

Apakah mempunyai hubungan dengan solidaritas pada sang pencipta. Perihal yang penting dalam penelitian ini adalah menginvetarisir budaya etnik Waropen, mencari fungsi dari perilaku sosial dengan berbagai atribut symbol di dalamnya, yang semuanya memiliki makna sebagai nilai budaya yang harus ditransformasikan dalam pendidikan IPS. Dengan demikian sumber daya manusia yang berkualitas dapat terpenuhi.

Pelaksanaannya mencerminkan aktualisasi dan apresiasi masyarakat terhadap upacara adat etnik Waropen berupa: ritual, pelaku, benda, tempat dan peristiwa upacara.

B. Rumusan Masalah

Agar masalah pokok yang diteliti menjadi jelas, secara ringkas akan dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah ragam atau jenis upacara adat pada etnik Waropen? 2. Bagaimanakah makna penggunaan unsur-unsur upacara yaitu tempat,

waktu, benda-benda, perilaku manusianya dalam pelaksanaan upacara adat etnik Waropen?

3. Bagaimanakah makna dan nilai upacara adat etnik Waropen dalam kaitannya dengan pengembangan nilai budaya pendidikan IPS?


(10)

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini ingin mengungkap dan merumuskan berbagai nilai budaya upacara adat pada etnik Waropen. Secara khusus tujuan tersebut adalah:

1. Untuk mengetahui ragam upacara adat pada etnik Waropen.

2. Memperoleh makna upacara adat etnik Waropen dalam kaitannya dengan pendidikan IPS.

3. Untuk meningkatkan pengajaran nilai dalam pendidikan IPS.

D. Manfaat Penelitian

Sejalan dengan tujuan penelitian, manfaat penelitian tentang nilai budaya upacara adat pada etnik Waropen, sebagai berikut:

1. Dari segi teoretis, antara lain:

Menemukan konsep-konsep atau teori-teori kebudayaan lokal yang dapat dikembangkan dalam pengajaran IPS.

2. Dari segi praktis, antara lain

a. Agar nilai atau makna upacara adat dapat diintegrasikan ke dalam pengajaran nilai pendidikan IPS di sekolah secara khusus dan secara umum persekolahan di Indonesia.

b. Menjadi rujukan para pendidik dalam memberikan materi dan metode pelajaran IPS sesuai dengan masalah yang ditemukan di masyarakat.


(11)

E. Klarifikasi Konsep

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menjelaskan konsep-konsep dalam judul ini, peneliti akan menjelaskan konsep-konsep di bawah ini: 1. Makna

Kata “makna” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 703)

adalah apa isyarat itu? Atau pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Berdasarkan pengertian ini, maka yang dimaksud dengan makna pada penelitian ini adalah pertanda atau simbol yang diberi pengertian olek etnik Waropen dalam pelaksanaan upacara adat.

2. Upacara Adat

Upacara adalah rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu menurut adat suatu masyarakat. Darwis (2008:3) mengemukakan bahwa kata “adat” mengandung dua pengertian, apabila kata “adat” yang diucapkan tidak mengandung sanksi, berarti adat dalam arti kebiasaan. Mengucapkan “adat” mengandung sanksi, maka kata adat mengandung arti hukum. Dengan demikian adat berarti hukum.

Adat adalah kebiasaan-kebiasaan sosial yang secara tradisi berlaku dalam sebuah masyarakat. Adat fungsional dalam masyarakat karena adat tersebut berisikan aturan-aturan yang acuannya adalah pedoman etika, moral, atau nilai-nilai budaya, yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Adat berlaku dalam suatu masyarakat tidak berubah atau lestari selama masyarakat tersebut masih berpegang pada pedoman etika dan moral bagi kehidupan mereka. Perubahan nilai budaya pedoman etika atau moral suatu masyarakat


(12)

akan merubah isi dan aturan-aturan yang ada dalam masyarakat tersebut. Kata adat yang teradatkan atau adat yang sudah menjadi tradisi atau kebiasaan yang berlaku umum dalam masyarakat pendukungnya, sedangkan adat yang berlaku khusus mencerminkan makna dan peristiwa khusus seperti istilah adat perkawinan dan sebagainya (Suparlan, 2005 :82).

Pengertian di atas, menunjukkan upacara adat adalah rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu menurut kebiasaan suatu masyarakat yang dijunjung dan dihargai. Upacara adat dalam yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ritual yang dilakukan oleh etnik Waropen.

Ensiklopedia ilmu-ilmu sosial menyebutkan bahwa ritual seperti agama adalah rangkaian perilaku yang relatif tetap, sehingga ritual tidak bersifat individual. Hanya ritual ada terbagi dua yaitu ritual rakyat dan ritual teologi. Dalam ritual yang dilaksanakan oleh etnik Waropen adalah ritual rakyat atau folk religion.

3. Etnik Waropen

Istilah “etnik”, etnisitas berasal dari bahasa Yunani, etnos, yang dapat diartikan sebagai masyarakat atau bangsa. Istilah ini merupakan istilah baru. Kamus istilah sosiologi (1980:30 ) mencantumkan kelompok etnik di dalamnya, dan dijelaskan sebagai “kelompok yang memiliki tradisi kebudayaan tersendiri dan perasaan identitas sebagai suatu bagian dari masyarakat luas”.

Ensiklopedia ilmu-ilmu sosial (2000:308) menjelaskan arti istilah etnik atau etnisitas (ethnicity) adalah suatu penggolongan dasar dari suatu


(13)

organisasi sosial yang keanggotaannya didasarkan pada kesamaan asal, sejarah dan dapat meliputi kesamaan budaya, agama dan bahasa. Etnisitas dibedakan dari ras karena ras didasarkan pada warisan biologis.

4. Nilai Budaya

Nilai budaya diartikan diartikan sebagai konsepsi, eksplisit atau implisit, yang menjadi ciri khusus seseorang atau sekelompok orang, mengenai hal-hal yang diinginkan yang mempengaruhi pemilihan dari berbagai cara-cara, alat-alat dan tujuan-tujuan perbuatan yang tersedia.

Menurut Kluckhohn (1951:97) mengemukakan bahwa sebagai konsepsi umum yang terorganisasi, mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal-hal yang diingini dan tak diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan antara orang dengan lingkungan dan sesama manusia (Ranjabar, 2006:109).

Dengan demikian, pengertian nilai budaya upacara adat pada etnik Waropen yang dimaksudkan dalam penelitian ini, adalah konsepsi umum dan persepsi etnik Waropen tentang nilai budaya yang terkandung dari upacara adat. Konsepsi dan persepsi tersebut baik secara eksplisit atau implisit, yang mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang (dalam etnik Waropen) dan erat hubungannya dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal-hal yang diingini dan tak diingini yang bertalian dengan hubungan antara orang dengan lingkungan dan sesama manusia.


(14)

F. Paradigma Penelitian

Paradigma penilitian ini menggunakan kerangka berpikir yang digambarkan dalam bentuk bagan, sebagai berikut:

Peristiwa Upacara

Makna Simbol Religi, Estetika, Filosofi Pelaku Upacara Adat

Makna Simbol Religi, Estetika, Filisofi.

- Kehamilan 7 (tujuh) Bulan - Kelahiran

- Pemotongan Rambut - Pelobangan Telinga - Pemakaian Gelang Kaki - Pelobangan Hidung - Perkawinan

- Kematian

RITUAL

Pendidikan Nilai dalam IPS

Tempat, Waktu Upacara Benda

Upacara

Tujuan

Pendidikan IPS

- Integrasi - Tertib Sosial - Solidaritas - Pengetahuan - Komunikasi - Mediasi


(15)

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metodologi adalah proses, prinsip-prinsip dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban. Dengan berdasar pada pengertian tersebut dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Lincoln dan Guba (1985:39) mengemukakan:

Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia pada kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.

Dalam tradisi penelitian kualitatif, Creswell (1998:5) mengklasifikasikan adanya lima tradisi studi kualitatif, yaitu: penelitian biografi, fenomenologi, grounded theory, studi etnografi, dan studi kasus.

Sesuai dengan rumusan masalahnya, maka penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan studi etnografi pada setting etnik yaitu etnik Waropen, Papua. Penggunaan studi etnografi ini mengingat dalam penelitian ini rumusannya adalah mendeskripsikan dan memberikan eksplanasi secara detail fenomena budaya yang dapat diproleh dari partisipan penelitian secara alamiah. Fenomena yang dimaksud adalah berkenaan dengan pengetahuan, nilai-niai, keyakinan-keyakinan, norma-norma, tradisi-tradisi atau kebiasaan-kebiasaan, simbol-simbol, bahasa, praktek kehidupan sehari-hari (Goetz and LeComte, 1984:3).


(16)

etnografi, yaitu: pertama, menekankan eksplorasi tentang hakikat suatu fenomena sosial tertentu dan bukan menguji hipotesis tentang fenomena tersebut; kedua, kecenderungan untuk bekerja dengan data yang tidak terstruktur yakni data yang belum di-coding di saat pengumpulannya, berdasarkan seperangkat kategori analisis yang tertutup; ketiga, investigasi terhadap sejumlah upacara, bahkan sangat mungkin hanya satu upacara, namun dilakukan secara rinci; keempat, analisis data melibatkan penafsiran langsung terhadap makna dan fungsi tindakan manusia. Hasil analisis ini umumnya mengambil bentuk deskripsi dan penjelasan verbal.

B. Jenis, Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, baik yang berhubungan dengan jenis-jenis upacara adat, makna penggunaan unsur-unsur upacara adat (tempat, waktu, benda-benda, dan perilaku manusia) dalam pelaksanaan upacara adat etnik Waropen, maupun dalam kaitannya dengan pengembangan nilai budaya dalam pendidikan IPS. Data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan teknik-teknik, observasi, wawancara, studi literatur, dan studi dokumentasi. Penelitian kualitatif, khususnya studi etnografi, pada umumnya menggunakan manusia sebagai alat utama untuk pengumpulan data lapangan (key human instrument). Sebab itu, dalam prakteknya, peneliti sendiri menjadi alat utama pengumpulan data, baik data mengenai ragam atau jenis upacara adat etnik Waropen, makna penggunaan unsur-unsur upacara adat yaitu


(17)

adat, dan bagaimana makna dan nilai upacara adat dalam kaitannya dengan pengembangan pendidikan nilai budaya dalam pendidikan IPS. Peneliti berperan sebagai key human instrument, pengumpulan data juga akan didukung oleh alat-alat pengumpulan data lainnya, yaitu pedoman studi kepustakaan dan pedoman wawancara dengan tokoh-tokoh dan warga masyarakat. Penggunaan human instrument yaitu penulis sendiri sebagai alat utama pengumpul data sesuai dengan pemikiran Lincoln dan Guba (1985:193-194) tentang alasan-alasannya sebagai berikut:

1) Hanya manusia yang dapat merasakan dan segera memberikan tanggapan terhadap tanda atau petunjuk tentang orang dan lingkungan yang ada.

2) Daya kemampuan menyesuaikan diri yang tinggi pada manusia, sehingga ia dapat mengumpulkan informasi mengenai banyak hal pada berbagai tingkatan secara simultan.

3) Tekanan yang holistik memerlukan insrumen yang mampu menangkap fenomenon dengan segala konteksnya secara menyeluruh.

4) Manusia mampu berfungsi dengan kompeten dan simultan baik di ranah pengetahusn proposisional maupun dalam pengetahuan yang dikumpulkan berdasarkan pengalaman (propositional and tacit knowledge).

5) Manusia mampu memproses data segera setelah dikumpulkan, langsung mengembangkan hipotesis dan mencobanya dengan responden di tempat itu juga.

6) Manusia memiliki kemampuan unik untuk menyimpilkan data di tempat, dan langsung dapat meminta penjelasan, perbaikan dan uraian yang lebih jelas dari responden.

7) Kemungkinan jawaban yang tidak lazim atau aneh dapat diselidiki lebih jauh oleh instrumen manusia, bukan hanya untuk validitasnya akan tetapi terlebih penting untuk mencapai tingkat pengertian yang lebih tinggi dari pada yang mungkin dilakukan oleh alat yang bukan manusia.


(18)

Menurut Lincoln dan Guba (1985:267) bahwa peneliti sebagai human instrument, pengumpulan data dilakukan dengan berbagai cara dan teknik, dan berasal dari sumber-sumber-sumber, misalnya catatan, dokumen, dan sisa-sisa catatan tentang kegiatan manusia yang tertinggal dan dapat dimanfaatkan untuk menambah wawasan peneliti.

Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan sebanyak mungkin tentang makna upacara adat serta nilai budaya sebagai upaya pengembangan pendidikan IPS yang dibatasi dalam suatu ruang lingkup etnik Waropen Papua. Peneliti belajar mengucapkan bahasa Waropen, dengan tujuan untuk mempermudah peneliti dalam berkomunikasi dan memaknai data. Peneliti mengadakan pengamatan (observasi), wawancara mendalam dengan sumber informasi yang telah ditetapkan yang berlangsung dalam kondisi yang wajar (natural) dan dilakukan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dengan memperhatikan aspek kedalaman dan kesahihan (validitas) data dan informasi yang diperoleh dari lapangan. Data dan informasi yang dikumpulkan peneliti adalah dengan menggunakan beberapa teknik diantaranya sebagai berikut: a. Pengamatan

Salah satu alat pengumpul data lainnya dalam studi etnografi adalah pengamatan atau observasi. Dengan melakukan pengamatan, maka daya kemampuan untuk menangkap motivasi, kepercayaan, kepedulian, perhatian, perilaku yang tidak sadar, dan kebiasaan subyek yang diteliti diperbesar. Observasi juga memungkinkan peneliti melihat sudut pandang subyek dalam


(19)

yang dihayatinya yang berlangsung dalam keadaan lingkungan yang wajar. Pengamatan juga membuka peluang bagi peneliti, untuk memikirkan secara instrospektif reaksi-reaksi emosional subyek, dengan sumber data serta berlandaskan tacit knowledge baik dari peneliti sendiri maupun dari subyek.

Teknik pengamatan pada pelaksanaan upacara adat dalam penelitian ini diharapkan dapat mengungkap fakta-fakta secara lebih mendalam dan leluasa. Kajian mengenai makna upacara adat sebagai pengembangan nilai budaya pendidikan IPS dalam lingkup pada etnik Waropen di Papua, merupakan penelitian yang membutuhkan pengamatan perilaku manusia secara langsung. Dengan demikian peneliti akan memperoleh data mengenai bagaimana etnik Waropen memaknai budaya mereka, sehingga peneliti dapat mengungkapkan nilai kearifan lokal pada masyarakat tersebut.

Pemerolehan data dengan cara pengamatan dilakukan terhadap pelaksanaan upacara adat etnik Waropen sebagai sumber data. Pengamatan difokuskan pada jenis upacara, penggunaan unsur-unsur upacara yaitu: tempat, waktu, benda-benda, dan perilaku manusia Waropen. Pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan bentuk informal. Bekal yang digunakan untuk mengadakan pengamatan yang paling utama adalah pengamatan langsung peneliti sambil melakukan pencatatan upacara-upacara adat.

Peneliti juga menggunakan catatan lapangan yang bertujuan untuk mencatat informasi dari informan yang peneliti wawancarai secara langsung.


(20)

atau penjelasan dari para informan yang ada kaitannya dengan jenis, unsur-unsur, makna serta nilai dalam upacara adat sebagai pengembangan nilai budaya pendidikan IPS. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan (1) peneliti berusaha memahami konteks upacara adat secara keseluruhan, sehingga peneliti dapat memperoleh gambaran secara holistik; (2) peneliti memperoleh pengalaman secara langsung yang memungkinkan peneliti memperoleh hal-hal baru yang belum diungkap oleh literatur sebelumya; (3) dan peneliti dapat memperoleh hasil tentang jenis, unsur-unsur, makna serta nilai yang berbentuk simbol dalam upacara adat.

b. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada informan dengan cara tanya jawab secara tanya jawab secara tatap muka. Maksud dilakukan wawancara, seperti dikemukakan oleh Lincoln and Guba (1985:266) antara lain untuk mendapatkan informasi tentang perorangan, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain. Danandjaja (1994:101) mengemukakan bahwa teknik bertanya dalam wawancara dikategorikan ke dalam dua golongan, yakni 1) wawancara berstruktur: seorang peneliti harus menyusun daftar pertanyaan terlebih dahulu sebelum terjun ke lapangan; 2) wawancara tidak berstruktur: seorang peneliti tidak perlu menyusun daftar pertanyaan yang ketat. Namun peneliti dituntut memiliki pengetahuan cara atau aturan wawancara.


(21)

adalah wawancara dengan format berstruktur dengan menggunakan pedoman wawancara yang berfokus pada jenis upacara adat, unsur-unsur dalam upacara adat, dan makna serta nilai dalam upacara adat yang diwujudkan dalam simbol. Wawancara dilakukan terhadap para informan yaitu tokoh adat, masyarakat biasa, dan pihak-pihak yang terkait dengan masalah penelitian ini (identitas informan dilampirkan pada bagian akhir laporan penelitian). Alat yang digunakan dalam wawancara adalah alat perekam (HP) dan catatan lapangan.

Pengumpulan data yang berupa informasi yang berkaitan dengan jenis, unsur-unsur dan makna serta nilai dalam upacara adat yang diwujudkan melalui simbol tersebut, dideskripsikan, ditafsirkan, dan selanjutnya diklarifikasikan sesuai dengan aspek-aspek budaya masyarakat Waropen yang terfokus pada lingkup masalah dan tujuan penelitian ini.

c. Studi Dokumentasi

Teknik ini merupakan telaahan atau pengkajian atas dokumen-dokumen seperti foto-foto yang dapat memberikan kontribusi terhadap penelitian yang dilakukan. Peneliti menggunakan catatan tentang kehidupan social budaya berupa laporan tertulis dari tim kerja Universitas Cenderawasih, untuk menambah wawasan dan mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data.

Peneliti menggunakan kamera foto dan alat perekam (HP) untuk merekam jalannya upacara pada setiap pelaksanaan upacara adat. Hal ini


(22)

makna serta nilai dalam upacara adat. Berkaitan dengan foto Bogdan and Biklen (1982:102) mengemukakan bahwa dua kategori foto dapat dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif yaitu foto yang dihasilkan orang lain dan foto yang dihasilkan sendiri.

d. Studi Literatur

Studi ini sebagai alat pengumpul data untuk mengungkap berbagai teori yang relevan dengan permasalahan yang diteliti sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Teknik yang digunakan adalah mempelajari sejumlah literature berupa buku, jurnal untuk memperoleh informasi mengenai masalah dan tujuan penelitian.

C. Subyek dan Lokasi Penelitian

Subyek dalam penelitian ini terdiri atas pihak-pihak yang berdasarkan pertimbangan, dinilai memiliki kualitas dan ketepatan untuk berperan sebagai subyek yang representatif, sesuai dengan tuntutan karakteristik masalah serta metodologinya. Kriteria pemilihannya didasarkan atas profesi, pengalaman, kemampuan, wawasan aktual histories dan antisipatoris tentang masalah yang akan diteliti. Subyek dalam penelitian ini adalah sejumlah tokoh adat dan masyarakat biasa.

Lokasi penelitian dilaksanakan di daerah Waropen, Papua terletak di Teluk Cenderawasih. Daerah Waropen merupakan kabupaten baru yang baru dimekarkan dari wilayah Kabupaten Yapen Waropen. Sekarang Kabupaten


(23)

Yapen dengan ibukota Serui dan Kabupaten Waropen dengan ibukota Botawa.

Etnis Waropen tersebar di sembilan distrik, yakni Distrik Urei Faisei, Distrik Waropen Bawah, Distrik Fafado, Distrik Demba, Distrik Koweda, Distrik Saudate, Distrik Kamarsano, Distrik Inggerus dan Distrik Kirihi. Lima distrik yaitu Distrik Urei Faisei, Waropen Bawah, Fafado, Demba, Koweda ditetapkan sebagai lokasi penelitian. Penetapan wilayah penelitian pada lima kecamatan karena lokasi penyebaran delapan komunitas asli etnik Waropen (Waropen Kai) yaitu Wonti, Risei Sayati, Wounui, Nubuai, Sanggei, Paradoi, Mambui, dan Waren yang mengikuti pemekaran wilayah distrik. Pada delapan komunitas etnik Waropen masih ditemukan atau sering diselenggarakan ritual atau upacara adat. Selain itu, lokasinya mudah dijangkau karena terletak di pinggir pantai. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat di lima distrik ini adalah bahasa Waropen dialek Kai yang digunakan oleh penduduk Waropen yang mendiami desa-desa sekitar Waren sampai Sasora yang letaknya di sekeliling pesisir pantai.

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini agar memperoleh hasil yang diinginkan maka harus ada perencanaan yang baik pula, oleh karena itu dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan pelaporan.


(24)

Tahap persiapan atau pra lapangan meliputi tahap penelitian pendahuluan dan tahap penyusunan proposal penelitian serta pengurusan surat perijinan penelitian. Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan pra penelitian (studi pendahuluan) guna melihat permasalahan yang berkenaan dengan makna upacara adat nilai sebagai upaya pengembangan nilai budaya pendidikan IPS yang dibatasi dalam suatu ruang lingkup pada etnik waropen di kabupaten Waropen Papua.

Tujuan dari kegiatan pra penelitian ini adalah mendapatkan informasi dan data awal mengenai aspek-aspek yang diteliti sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Berdasarkan hasil kegiatan pra penelitian dengan ditunjang beberapa sumber kepustakaan yang relevan, peneliti kemudian menetapkan permasalahan yang berkaitan dengan makna upacara adat sebagai upaya pengembangan nilai budaya pendidikan IPS yang dibatasi dalam suatu ruang lingkup pada etnik waropen di papua.

2 Tahap Pelaksanaan

Tahap ini kegiatannya terpusat pada studi lapangan yang sesungguhnya, artinya kegiatan di lapangan difokuskan seluruhnya terhadap sumber data dalam rangka memperoleh data dan informasi dari aspek yang diteliti yang sesuai dengan harapan penelitian ini.


(25)

Peneliti melaporkan hasil penelitian dari lapangan sesuai teknik yang digunakan dalam bentuk laporan tertulis. Peneliti setelah memperoleh data, kemudian menyusun, mendeskripsikan, mengeksplanasi dan menganalisis data serta melaporkan dalam bentuk laporan ilmiah.

E. Analisis dan Validasi Data

Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara terus-menerus (continue) dari awal sampai akhir penelitian. Pada dasarnya upacara adat sebagai wacana mempresentasikan makna dan nilai budaya melalui simbol-simbol yang nampak pada unsur-unsur dalam upacara yang disampaikan oleh para pelaku dalam berinteraksi. Berdasarkan kenyatan itu, Maka analisis data hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan tiga alur kegiatan yang terjadi bersamaan yaitu: diawali dengan reduksi data, kemudian penyajian data, dan terakhir penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman 1992:15-21). Adapun ketiga alur tersebut adalah sebagai berikut: 1 Reduksi Data

Penataan data mentah yang berupa jenis upacara, unsur-unsur upacara, makna serta nilai didasarkan pada hasil pembacaan data berupa simbol dan pemahaman atas sumber data berupa jenis, unsur, makna dan nilai dalam upacara adat sebagai pengembangan nilai budaya pendidikan IPS.


(26)

Pemilahan data didasarkan pada hasil pengamatan, catatan lapangan, wawancara sesuai dengan karakteristik informasi kaitannya dengan rumusan masalah. Setelah data dan informasi diperoleh dari lapangan direduksi, kemudian langkah selanjutnya adalah mendisplay data yaitu menyajikan data secara jelas dan singkat. Penyajian data secara jelas dan singkat ini bertujuan agar dapat melihat gambaran keseluruhan dari hasil penelitian atau bagian-bagian tertentu dari hasil penelitian tersebut.

3 Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Analisis data dikerjakan per sumber dan per butir masalah, yakni jenis, unsur, makna dan nilai berupa simbol dalam upacara adat. Analisis ini dilakukan hingga dapat mengahasilkan analisis yang utuh dan menyeluruh mengenai makna upacara adat etnik Waropen sebagai pengembangan nilai budaya pendidikan IPS.

Pengujian kesahihan data (validitas data), dibutuhkan cara untuk dapat memenuhi kredibilitas data. Beberapa cara dapat dilakukan agar kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya maka dalam penelitian menggunakan cara sebagai berikut:

a Triangulasi Data

Triangulasi merupakan teknik pemerikasaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Jadi tujuannya adalah mencek kebenaran data


(27)

Langkah-langkah yang dilakukan dalam triangulasi data sebagai berikut :

1) Triangulasi data dilakukan dengan pihak yang berkompeten yaitu para informan, dalam hal ini para tokoh adat atau pemuka masyarakat Waropen, nara sumber lainnya yang memahami tentang hakikat upacara adat. Hal ini diperlukan agar keseluruhan proses penelitian benar-benar tepat sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Selain itu, untuk menghindari terjadinya interpretasi data yang bias.

2) Data tentang upacara adat yang telah dikumpulkan, kemudian disusun dalam bentuk korpus data. Korpus data yang memuat upacara adat ini diperikasa ketepatan dan kelengkapannya. Ketepatan dan kelengkapan data penelitian diperiksa dengan cara: (a) membaca dan menelaah berkali-kali sumber data penelitian agar diperoleh pemahaman makna; (b) membaca dan mengkaji dengan teliti berbagai sumber hasil penelitian terdahulu tentang budaya Waropen sebagai bahan informasi; (c) melakukan pengamatan secara tekun, ajeg, berkesinambungan, cermat dan terperinci terhadap berbagai fenomena yang berhubungan dengan upacara adat yaitu jenis, unsur dan makna dan nilai upacara adat.

b Member Check

Tujuan dari member check adalah agar informasi yang peneliti peroleh dan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan. Data yang telah diperoleh peneliti selanjutnya dilakukan pengujian secara kritis melalui member check ini, yang dapat


(28)

mengecek kebenaran data yang telah disusun. Dalam hal ini, tokoh adat atau pemuka masyarakat yang menjadi subyek penelitian; dan (2) pengecekan korpus data ini dilakukan terus-menerus dan berulang-ulang selama proses penelitian berlangsung.

c Audit Trail

Tahap ini merupakan tahap pemantapan, yang dimaksudkan untuk membuktikan kebenaran data yang disajikan dalam laporan penelitian. Tahapan ini merupakan hasil analisis data tentang , jenis, unsur-unsur dan makna serta nilai dalam upacara adat sebagai pengembangan nilai buadaya pendidikan IPS diperiksa dan diteliti kebenarannya, keakuratannya, dan kelengkapannya oleh peneliti rekan sejawat. Langkah ini didasarkan pada pemikiran bahwa hasil analisis data dapat diklarifikasi dengan pihak lain yang relevan, misalnya kolega peneliti yang memahami masalah dan tujuan penelitian ini sebelum ditetapkan sebagai simpulan akhir.

Untuk memudahkan penelusuran terhadap keotentikan data yang ada, setiap data yang ditampilkan disertai dengan keterangan yang menunjukan sumbernya sehingga mudah dalam menelusuri sumber data yang ada.


(29)

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Sesuai dengan rumusan masalah penelitian ini, maka tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah untuk: (l) mengetahui dan memaknai ragam upacara adat etnik Waropen, (2) memperoleh makna upacara adat etnik Waropen dalam kaitannya dengan pendidikan IPS. (3) meningkatkan pengajaran nilai dalam pendidikan IPS

Berdasarkan uraian-uraian yang disajikan dalam bagian deskripsi dan analisis hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa upacara adat etnik Waropen mengandung nilai-nilai luhur yang dapat membangun mental spiritual warga masyarakat Waropen. Nilai-nilai luhur tersebut perlu dikembangkan dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pendidikan IPS, baik nilai-nilai dalam perspektif etik, eduktif, filosofis, estetik, mupun religius. Dalam kaitannya dengan tujuan penelitian ini, maka berdasarkan hasil-hasil penelitian sebagaimana telah disajikan dalam Bab IV dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam kehidupan etnik Waropen, siklus kehidupan yang secara tradisional

dilakukan upacara adat saira dan dan upacara adat untuk orang meninggal (munaba). Ragam upacara adat saira adalah pada masa hamil (tujuh bulan), kelahiran, potong rambut, melubangi (penikaman) telinga, pemakaian gelang kaki, pelobangan hidung, perkawinan dan upacara kematian (munaba). Dahulu, upacara-upacara adat ini dilakukan sebagai upaya


(30)

suatu tingkat perkembangan ke tingkat perkembangan berikutnya; namun seiring dengan perkembangan masyarakat, modernisasi, dan pengaruh keagamaan, sebagian upacara adat itu mengalami pergeseran makna, yakni sebagai ungkapan rasa syukur karena telah melewati suatu tingkatan perkembangan dalam daur hidup dan sekaliguas memohon keselamatan untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Pada prinsipnya hampir setiap upacara adat didasarkan pada nilai-nilai luhur (moral, etika, estetika, dan religius) dan fungsi sosial yang ingin diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, seiring dengan datangnya pengaruh dari luar khususnya pengaruh gereja (kristiani), sebagian dari upacara adat tersebut sudah ditinggalkan. Beberapa upacara yang masih dilaksanakan dalam masyarakat Waropen sampai sekarang yaitu upacara adat untuk pemotongan rambut, pelobangan (penikaman) telinga, dan perkawinan dalam kategori upacara adat saira, dan upacara adat untuk orang meninggal (munaba).

2. Upacara adat mengandung makna simbol yang memiliki nilai-nilai yang berfungsi sebagai norma dan cita-cita bagi pendukungnya. Mereka meyakini sehingga nilai-nilai budaya tersebut menjadi pedoman dalam bertingkah laku.

3. Upacara adat etnik Waropen pada hakikatnya relevan dan dapat berkontribusi langsung pada pendidikan IPS, baik sebagai konten, pendekatan, maupun sekaligus sebagai sebagai tujuan, khususnya dalam pembelajaran nilai-nilai luhur yang ingin diaplikasikan seperti nilai ; a) Cinta Tuhan dan alam


(31)

kemandirian; c) Kejujuran; d) Hormat dan santun; e) Kasih Sayang, Kepedulian dan Kerjasama; f) Percaya Diri, Kreatif, Kerja Keras dan Pantang menyerah; g) Keadilan dan Kepemimpinan; h) Baik dan Rendah Hati; i) Toleransi, Cinta Damai dan Persatuan. Nilai-nilai tersebut merupakan pilar dalam pembentukan sikap dan karakter anak bangsa yang bermoral.

4. Nilai-nilai luhur budaya di atas sangat relevan dengan nilai dalam pendidikan IPS, sehingga nilai- nilai tersebut menjadi perisai yang selalu menjaga atau memelihara jati diri seseorang dalam menghadapi modernisasi yakni arus globalisasi.

5. Pendidikan nilai dalam IPS membantu peserta didik untuk mengkomunikasikan nilai yang dimiliki kepada orang lain secara terbuka. Membantu peserta didik untuk menggunakkan kemampuan berpikir dan sikap rasional dan kesiapan untuk mengkaji perasaan, nilai dan pola perilaku dirinya sendiri. Dalam pembelajaran nilai siswa dapat diarahkan untuk menggunakan teknik atau model bermain peran, simulasi, latihan analisis melalui kelompok diskusi. Pembelajaran nilai harus melalui kegiatan praktek sosial dalam masyarakat sesuai dengan kajian nilai-nilai luhur budaya.

6. Melalui pengintegrasian nilai budaya dari makna upacara adat etnik Waropen sebagai wahana pengembangan pengajaran nilai budaya dalam pendidikan IPS, pada hakikatnya dapat ditingkatkan melalui pengajaran


(32)

bahwa anak akan merasa penting untuk menggali, menganalisis, mewariskan, dan melestarikan serta pengembangan budaya etnik Waropen.

B. Implikasi Penelitian

Berdasarkan pada kesimpulan yang ditarik dari hasil-hasil penelitian ini, maka pada bagian ini dikemukakan beberapa implikasinya terhadap pengembangan kurikulum pendidikan IPS.

Berdasarkan pada temuan penelitian mengenai relevansi nilai-nilai luhur upacara adat etnik Waropen dengan karakteristik pendidikan IPS, maka siswa harus dilibatkan secara langsung dalam proses pembelajaran IPS, yakni dalam penyelidikan-dan-penemuan tentang pola-pola tindakan dalam kehidupan, konten dan proses-proses belajar, pemrosesan informasi, pemecahan masalah dan pengambilan-keputusan, dan pengembangan dan analisis nilai dan aplikasinya dalam tindakan sosial.

Situasi dan kondisi yang menggambarkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran upacara adat tertentu, dapat dilakukan mulai dari penyelidikan-dan-penemuan pola-pola tindakan (search for patterns), mempelajari konten dan proses-proses belajar, pemrosesan informasi, pemecahan masalah dan pembuatan-keputusan, sampai pada pengembangan dan analisis nilai-nilai dan aplikasinya dalam tindakan sosial serta peningkatan dalam pengajaran nilai pada pendidikan IPS.


(33)

Berdasarkan pada temuan-temuan sebagaimana dirumuskan dalam bagian kesimpulan penelitian ini, maka peneliti menyampaikan beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada pihak-pihak pemerintah (pejabat propinsi, dan kabupaten), kepala sekolah, guru pendidikan IPS, tokoh masyarakat, dan penelitian lanjutan. 1. Rekomendasi kepada Pihak Pemerintah

Upaya pemerintah dalam menggali, mengsosialisasikan, daan melestarikaan khasanah budaya etnik dari seluruh wilayah Nusantara, selain dilakukan dengan menstimulasi masyarakat untuk melestarikan budaya lokal khususnya upacara adat lokal, tidak kalah pentingnya melakukan pendekatan terpadu dan dengan menggalang kerjasama yang sinergis antardinas/instansi terkait dalam rangka melestarikan dan mengembngkan budaya etnik lokal, termasuk upacara adat etnik Waropen. Salah satu pendekatannya adalah dengan menyelenggara-kan training untuk peningkatan mutu sekolah dan guru-guru dalam memanfaatkan upacara adat dalam implementsi kurikulum IPS.

2. Kepala-kepala sekolah baik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) maupun pendidikan menengah (SMA) agar meningkatkan kemampuan manajerial dalam mendorong guru-guru IPS untuk mengintegrasikan nilai-nilai budaya upacara-upacara adat etnik lokal ke dalam implementasi kurikulum IPS tanpa mengabaikan pengajaran nilai-nilai luhur yang bersifat universal. Hal ini dapat dilakukan mengingat budaya lokal juga memiliki nilai-nilai luhur yang tidak kalah pentingnya dengaan nilai-nilai budaya lokal serta pengajaran nilai.


(34)

memanfaatkan budaya lokal khususnya upacara-upacara adat sebagai konten, pendekatan, dan sekligus sebagai tujun pembelajaran IPS. Pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan mengintegrasikan nilai budaya khususnya upacara-upacara adat etnik lokal ke dalam kurikulum pembelajaran IPS melalui pengajaran nilai.

4. Tokoh-tokoh masyarakat khususnya dari etnik Waropen dapat memanfaatkan temuan-temuan penelitin ini untuk meningkatkan pandangan dan kompetensinyaa dalam memberikan keteladanan dan kepemimpinan bagi warga masyarakat, dan membina kerjasama sinergis dengan warga masyarakat dan dengan pejabat-pejabat dari instansi-instansi terkait dalam rangka pelestarian budaya dan upacara-upacara adat.

5. Mengingat penelitian ini memiliki keterbatasan sesuai dengan tema yang dingkat tentang makna upacara adat etnik Waropen dan kontribusinya terhadap pengembangan pendidikan IPS, maka pihak peneliti lanjutan dapat memperluas dan/atau memperdalam kajiannya agar diperoleh temuan-temuan penelitian yang lebih komprehensif tentang makna upacara adat dari budaya lokal dan kontribusinya terhadap pengembangan pendidikan pada umumnya.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, P. dan Hammersley, M and (1983). Ethnography Principles in Practice. London and New York: Tavistock Publications

Bakker, SJ. J.W.M. (1984). Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.

Barth, F. (1988). Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)

Boelaars, J. (1992). Manusia Irian: Dahulu, sekarang, Masa Depan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Bogdan, C. R. And Biklen, K.S. (1982). Qualitative Research for Education : An Introduction to Theori and Methods. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Creswell, W. J. (1988). Qualitative Inquiry and Researh Design : Choosing Among Five Tradision. California : Thousand Oask.

Danandjaja, J. (1988). Antropologi Psikologi, Teori, Metode dan Sejarah Perkembangannya. Jakarta: Rajawali Press.

Darwis, R. (2008). Hukum Adat. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Dharmojo, (2000). Penuturan Cerita Waropen Irian Jaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Dharmojo, (2005). Sistem Simbol Dalam Munaba Waropen papua. Jakarta: Pusat Bahasa.

Geertz, C. (1986). Mojokuto (Dinamika Sosial Sebuah Kota di Jawa). Jakarta: PT Temprint.

Geertz, C. (1989). Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Terjemahan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Geertz, C. (1992)a. Tafsir Kebudayaan. Terjemahan. Yogyakarta: Kanisius. Geertz, C. (1992)b. Kebudayaan dan Agama. Terjemahan. Yogyakarta: Kanisius. Goetz , J.P and LeCompte, M.D (1984). Ethnography and Qualitative Design in


(36)

Hasan, H. S. (1995) Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, Dirjend Dikti Depdikbud.

Haviland, A. W. (1999). Antropologi. Jakarta: Erlangga.

Held, J. G. (1957). The Papuas of Waropen. The Netherlands: Institute for International Cultural Relations.

Hidayah, Z. (1997). Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: LP3ES Indonesia.

Jarolimek, J. (1977). Social Studies in elementary Education. New York: Macmillan Publishing co. Inc.

Johnson, D.P. (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jilid 1 dan 2. Jakarta: PT. Gramedia.

Kama, Abdul. H. (2007). Bunga Rampai Pendidikan Nilai. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.

Kaplan, D. and Manners, A. R. (2002). Teori Budaya, Terjemahan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Keesing, M. R. (1981). Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer. Jakarta: Erlangga.

Kuper, A. J. (2000). Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Koentjaraningrat dan Bactiar, W. H. (1963). Penduduk Irian Barat. Jakarta: Universitas Indonesia.

Koentjaraningrat. (1990). Sejarah Teori Antropologi II. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).

Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Koentjaraningrat. (2004)a. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:

Djambatan.

Koentjaraningrat. (2004)b. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kluckhohn, C. (1951), The Study of Culture. New York: Stanford University Press.


(37)

Lincoln dan Guba. (1985). Naturalistic Inquiry. California: Baverly Hills.

MacKenzie, N. (1996). A Guide to the Social Science. New York: The New American Library.

Mansoben, R. J. (1995). Sistem Politik Tradisional di Irian Jaya. Jakarta: LIPI. Muchtar, Suwarma Al. (2001). Pendidikan Masalah Sosial Budaya. Bandung:

Gelar Pustaka Mandiri.

Muchtar, Suwarma Al. (2004). Pengembangan Berpikir dan Nilai Dalam Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.

Muchtar, Suwarma Al. (2006). Strategi Pembelajaran Pendidikan IPS. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia..

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta Mutakin, A. (2005). Hakekat Manusia Dalam Dinamika Sosial Budaya.

Bandung: Jurusan Pendidikan Geografi-FPIPS-UPI.

Mutakin, A. (2006). Individu, Masyarakat, dan Perubahan Sosial. Bandung: FPIPS-UPI.

NCSS. (1972) In Search of a Scope and Sequence for Social. Washington DC. NCSS. (1994). Curriculum Standards for Social Studies Expectations of

Excellence. Washington DC.

Paloma, M. (1984). Sosiologi Kontemporer. Terjemahan Yayasan Solidaritas Gadja Mada. Jakarta: CV Rajawali.

Ranjabar, J. (2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia: Suatu Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia.

Ritzer, G dan Goodman, D.J. (2006). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Saifuddin, F. A. (2006). Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis

Mengenai Paradigma. Jakarta: Prenada Media Group.

Salim, Agus. (2006). Teori dan Paradigma : Penelitian Sosial. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Sanusi, A. (1971). Studi Sosial di Indonesia. Bandung: IKIP.


(38)

Spradley, P. J. (1979) The Ethnographic Interview. California : Wadsworth Thomson Learning.

Sulaeman, M. (1993). Ilmu Budaya Dasar: Suatu Pengantar. Bandung: Eresco. Sumaatmadja, N. (1984). Metodologi Pengajaran IPS. Bandung: Alumni.

Sumaatmadja, N. (1966). Manusia Dalam Kontek Sosial Budaya dan Lingkungan Hidup. Bandung: Alfabeta.

Supardan, Dadang. (2008). Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta : Bumi Aksara Suparlan, P. (2005). Suku Bangsa dan Hubungan Antar Suku Bangsa. Jakarta:

YPKIK.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Seokanto, S. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press. Van Gennep, A. (1960). The Rites of Pasage. London: Original Edn.

William, R. (1982). Values The Concept values. New York: The Millan Co. & The Free Press.


(1)

C. Rekomendasi

Berdasarkan pada temuan-temuan sebagaimana dirumuskan dalam bagian kesimpulan penelitian ini, maka peneliti menyampaikan beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada pihak-pihak pemerintah (pejabat propinsi, dan kabupaten), kepala sekolah, guru pendidikan IPS, tokoh masyarakat, dan penelitian lanjutan. 1. Rekomendasi kepada Pihak Pemerintah

Upaya pemerintah dalam menggali, mengsosialisasikan, daan melestarikaan khasanah budaya etnik dari seluruh wilayah Nusantara, selain dilakukan dengan menstimulasi masyarakat untuk melestarikan budaya lokal khususnya upacara adat lokal, tidak kalah pentingnya melakukan pendekatan terpadu dan dengan menggalang kerjasama yang sinergis antardinas/instansi terkait dalam rangka melestarikan dan mengembngkan budaya etnik lokal, termasuk upacara adat etnik Waropen. Salah satu pendekatannya adalah dengan menyelenggara-kan training untuk peningkatan mutu sekolah dan guru-guru dalam memanfaatkan upacara adat dalam implementsi kurikulum IPS.

2. Kepala-kepala sekolah baik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) maupun pendidikan menengah (SMA) agar meningkatkan kemampuan manajerial dalam mendorong guru-guru IPS untuk mengintegrasikan nilai-nilai budaya upacara-upacara adat etnik lokal ke dalam implementasi kurikulum IPS tanpa mengabaikan pengajaran nilai-nilai luhur yang bersifat universal. Hal ini dapat dilakukan mengingat budaya lokal juga memiliki nilai-nilai luhur yang tidak kalah pentingnya dengaan nilai-nilai budaya lokal serta pengajaran nilai.


(2)

3. Berdasarkan temuan-temuan penelitian ini, guru-guru pendidikan IPS dapat memanfaatkan budaya lokal khususnya upacara-upacara adat sebagai konten, pendekatan, dan sekligus sebagai tujun pembelajaran IPS. Pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan mengintegrasikan nilai budaya khususnya upacara-upacara adat etnik lokal ke dalam kurikulum pembelajaran IPS melalui pengajaran nilai.

4. Tokoh-tokoh masyarakat khususnya dari etnik Waropen dapat memanfaatkan temuan-temuan penelitin ini untuk meningkatkan pandangan dan kompetensinyaa dalam memberikan keteladanan dan kepemimpinan bagi warga masyarakat, dan membina kerjasama sinergis dengan warga masyarakat dan dengan pejabat-pejabat dari instansi-instansi terkait dalam rangka pelestarian budaya dan upacara-upacara adat.

5. Mengingat penelitian ini memiliki keterbatasan sesuai dengan tema yang dingkat tentang makna upacara adat etnik Waropen dan kontribusinya terhadap pengembangan pendidikan IPS, maka pihak peneliti lanjutan dapat memperluas dan/atau memperdalam kajiannya agar diperoleh temuan-temuan penelitian yang lebih komprehensif tentang makna upacara adat dari budaya lokal dan kontribusinya terhadap pengembangan pendidikan pada umumnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, P. dan Hammersley, M and (1983). Ethnography Principles in Practice. London and New York: Tavistock Publications

Bakker, SJ. J.W.M. (1984). Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.

Barth, F. (1988). Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)

Boelaars, J. (1992). Manusia Irian: Dahulu, sekarang, Masa Depan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Bogdan, C. R. And Biklen, K.S. (1982). Qualitative Research for Education : An Introduction to Theori and Methods. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Creswell, W. J. (1988). Qualitative Inquiry and Researh Design : Choosing Among Five Tradision. California : Thousand Oask.

Danandjaja, J. (1988). Antropologi Psikologi, Teori, Metode dan Sejarah Perkembangannya. Jakarta: Rajawali Press.

Darwis, R. (2008). Hukum Adat. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Dharmojo, (2000). Penuturan Cerita Waropen Irian Jaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Dharmojo, (2005). Sistem Simbol Dalam Munaba Waropen papua. Jakarta: Pusat Bahasa.

Geertz, C. (1986). Mojokuto (Dinamika Sosial Sebuah Kota di Jawa). Jakarta: PT Temprint.

Geertz, C. (1989). Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Terjemahan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Geertz, C. (1992)a. Tafsir Kebudayaan. Terjemahan. Yogyakarta: Kanisius. Geertz, C. (1992)b. Kebudayaan dan Agama. Terjemahan. Yogyakarta: Kanisius. Goetz , J.P and LeCompte, M.D (1984). Ethnography and Qualitative Design in


(4)

Hasan, H. S. (1995) Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, Dirjend Dikti Depdikbud.

Haviland, A. W. (1999). Antropologi. Jakarta: Erlangga.

Held, J. G. (1957). The Papuas of Waropen. The Netherlands: Institute for International Cultural Relations.

Hidayah, Z. (1997). Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: LP3ES Indonesia.

Jarolimek, J. (1977). Social Studies in elementary Education. New York: Macmillan Publishing co. Inc.

Johnson, D.P. (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jilid 1 dan 2. Jakarta: PT. Gramedia.

Kama, Abdul. H. (2007). Bunga Rampai Pendidikan Nilai. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.

Kaplan, D. and Manners, A. R. (2002). Teori Budaya, Terjemahan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Keesing, M. R. (1981). Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer. Jakarta: Erlangga.

Kuper, A. J. (2000). Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Koentjaraningrat dan Bactiar, W. H. (1963). Penduduk Irian Barat. Jakarta: Universitas Indonesia.

Koentjaraningrat. (1990). Sejarah Teori Antropologi II. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).

Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Koentjaraningrat. (2004)a. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:

Djambatan.

Koentjaraningrat. (2004)b. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kluckhohn, C. (1951), The Study of Culture. New York: Stanford University Press.


(5)

Lincoln dan Guba. (1985). Naturalistic Inquiry. California: Baverly Hills.

MacKenzie, N. (1996). A Guide to the Social Science. New York: The New American Library.

Mansoben, R. J. (1995). Sistem Politik Tradisional di Irian Jaya. Jakarta: LIPI. Muchtar, Suwarma Al. (2001). Pendidikan Masalah Sosial Budaya. Bandung:

Gelar Pustaka Mandiri.

Muchtar, Suwarma Al. (2004). Pengembangan Berpikir dan Nilai Dalam Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.

Muchtar, Suwarma Al. (2006). Strategi Pembelajaran Pendidikan IPS. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia..

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta Mutakin, A. (2005). Hakekat Manusia Dalam Dinamika Sosial Budaya.

Bandung: Jurusan Pendidikan Geografi-FPIPS-UPI.

Mutakin, A. (2006). Individu, Masyarakat, dan Perubahan Sosial. Bandung: FPIPS-UPI.

NCSS. (1972) In Search of a Scope and Sequence for Social. Washington DC. NCSS. (1994). Curriculum Standards for Social Studies Expectations of

Excellence. Washington DC.

Paloma, M. (1984). Sosiologi Kontemporer. Terjemahan Yayasan Solidaritas Gadja Mada. Jakarta: CV Rajawali.

Ranjabar, J. (2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia: Suatu Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia.

Ritzer, G dan Goodman, D.J. (2006). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Saifuddin, F. A. (2006). Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis

Mengenai Paradigma. Jakarta: Prenada Media Group.

Salim, Agus. (2006). Teori dan Paradigma : Penelitian Sosial. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Sanusi, A. (1971). Studi Sosial di Indonesia. Bandung: IKIP.

Silzer, P.J dan Helja Heikkinen. (1991). Index of Irian Jaya Language. Jayapura: Uncen-SIL.


(6)

Spradley, P. J. (1979) The Ethnographic Interview. California : Wadsworth Thomson Learning.

Sulaeman, M. (1993). Ilmu Budaya Dasar: Suatu Pengantar. Bandung: Eresco. Sumaatmadja, N. (1984). Metodologi Pengajaran IPS. Bandung: Alumni.

Sumaatmadja, N. (1966). Manusia Dalam Kontek Sosial Budaya dan Lingkungan Hidup. Bandung: Alfabeta.

Supardan, Dadang. (2008). Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta : Bumi Aksara Suparlan, P. (2005). Suku Bangsa dan Hubungan Antar Suku Bangsa. Jakarta:

YPKIK.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Seokanto, S. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press. Van Gennep, A. (1960). The Rites of Pasage. London: Original Edn.

William, R. (1982). Values The Concept values. New York: The Millan Co. & The Free Press.