PERKEMBANGAN POLITIK APARTHEID PADA MASA PEMERINTAHAN FREDERIK WILLEM DE KLERK TAHUN 1989-1994.
PERKEMBANGAN POLITIK APARTHEID DI REPUBLIK AFRIKA SELATAN PADA MASA PEMERINTAHAN FREDERIK WILLEM DE
KLERK TAHUN 1989 - 1994
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Sejarah
Oleh
Veygi Yusna
0802582
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
(2)
Halaman Hak Cipta
Perkembangan Politik Apartheid Di Republik Afrika Selatan Pada Masa Pemerintahan Frederik Willem De Klerk Tahun 1989 - 1994
Oleh Veygi Yusna
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Veygi Yusna 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
Perkembangan Politik Apartheid di Republik Afrika Selatan Pada Masa Pemerintahan Frederik Willem de Klerk Tahun 1989-1994
Oleh: Veygi Yusna
0802582
Disetujui dan disahkan oleh: Pembimbing I
Dra. Murdiyah Winarti, M. Hum. NIP. 19600529 199702 1 001
Pembimbing II
Farida Sarimaya, S. Pd. , M. Si. NIP. 19710604 200501 2 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah
Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd NIP. 19570408 198403 1 003
(4)
ABSTRAK
Skripsi dengan judul Perkembangan Politik Apartheid Pada Masa Pemerintahan Frederik Willem de Klerk Tahun 1989-1994 berisi mengenai gambaran perkembangan politik apartheid di Afrika Selatan dari awal abad 20 sampai dihapuskannya politik tersebut pada masa pemerintahan Presiden Frederik Willem de Klerk tahun 1989-1994. Pemikiran mengenai konsep apartheid ini diterapkan pada masa pemerintahan Daniel F. Malan dan tetap berlaku sampai pada tahun pertama pemerintahan Presiden De Klerk. Namun, politik apartheid mendapatkan protes dari pribumi Afrika Selatan dan dunia internasional karena dipandang merugikan dan melanggar hak-hak asasi manusia. Dalam menanggapi protes dan desakan yang terus berdatangan dari berbagai pihak, maka pemerintahan Presiden De Klerk menghapuskan politik apartheid yang dimulai dari tahun 1991. Adapun yang menjadi inti permaslahan pada skripsi ini adalah
““Bagaimanakah perkembangan apartheid di Republik Afrika Selatan pada masa
pemerintahan Frederik Willem de Klerk di Afrika Selatan dari tahun 1989 –
1994?”. Inti permasalahan ini kemudian dibagi tiga pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Bagaimana kondisi sosial dan politik Afrika Selatan pada abad 20? 2. Bagaimanakah kondisi sosial dan politik di Republik Afrika Selatan pada masa pemerintahan Frederik Willem De Klerk tahun 1989 – 1991? 3. Bagaimanakah proses penghapusan kebijakan apartheid dilihat dari aspek sosial dan politik pada masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk tahun 1989 – 1994?.
Metode yang penulis gunakan pada skripsi adalah metode historis dengan melakukan empat langkah penelitian yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Tahap heuristik atau pengumpulan data penulis melakukan teknik studi literatur yaitu mengkaji sumber-sumber yang relevan dengan kajian penulis. Pada masa pemerintahan Presiden de Klerk politik apartheid masih berlaku pada tahun-tahun pertama. Tetapi disebabkan banyaknya desakan-desakan dari dalam amupun luar Afrika Selatan, pada tahun 1991 Presiden de Klerk membebaskan tahanan politik, yaitu Nelson Mandela dan aktivis anti-apartheid lainnya yang sudah sejak dulu berjuang melawan apartheid dengan melakukan gerilya, pemogokan secara terang-terangan dan bahkan di dalam penjara. Kemudian tahapan selanjutnya, Presiden de Klerk melakukan negosiasi dengan Mandela beserta rekan-rekan untuk menentukan sistem peraturan abru di Afrika Selatan yang bebas dari unsur apartheid. Setelah melalui berbagai hambatan, seperti terjadi kerusuhan di berbagai daerah di Afrika Selatan, akhirnya disepakati keputusan bahwa Afrika Selatan akan dipegang oleh pemerintahan transisi yang berlaku pada periode berikutnya dan ditentukan oleh pemilihan umum. Pemilihan umum tersebut dilaksanakan tanggal 26 April 1994 dan melibatkan semua lapisan masyarakat Afrika Selatan tanpa terbatas pada ras. Hasil pemilihan umum tahun 1994 dimenagkan oleh Nelson Mandela, kandidat dari partai ANC (African
National Congress). Hal tersebut membuktikan bahwa politik apartheid telah
(5)
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
1.5.Sistematika Penulisan ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Diskriminasi Rasial ... 9
2.2. Konsep Apartheid ………... 13
2.3. Teori Konflik ………... 17
2.3.1 Teori Konflik Ralf Dahrendorf ……… 17
2.3.2 Teori konflik Lewis A. Coser …... 19
2.3.3 Teori Pertentangan Kelas Karl Marx ………... 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 22
3.1. Persiapan Peneletian ... 24
3.1.1. Penentuan dan Pengajuan Topik Penelitian ... 24
3.1.2. Konsultasi... 24
3.2. Pelaksanaan Penelitian ………...……… 26
3.2.1. Pencarian dan Pengumpulan Sumber (Heuristik) ………..……….. 26
3.2.2. Kritik dan Analisis Sumber ……….. 28
3.2.3 Penafsiran dan Penjelasan Fakta ………...……… 30
3.2.4 Historiografi dan Laporan Penelitian ………...………. 33
BAB IV KONFLIK APARTHEID DI AFRIKA SELATAN ... 35
4.1 Kondisi Sosial dan Politik di Afrika Selatan Abad 20 ... 35
4.1.1 Gambaran Umum Politik Apartheid Awal Abad 20 ... 35
4.1.2. Politik Apartheid di Afrika Selatan …... 40
(6)
4.3. Proses Penghapusan Politik Apartheid di Afrika Selatan ... 60
4.4. Dampak Penghapusan Politik Apartheid di Republik Afrika Selatan …….. 65
4.3.1. Pemerintahan Transisi Afrika Selatan ………... 65
4.3.2. Berakhirnya Politik Apartheid di Afrika Selatan ………. 70
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 77
5.1. Keimpulan ... 77
5.2. Rekomendasi ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 80
LAMPIRAN ... 84
1. Tabel Hasil Pemilu Afrika Selatan Tahun 1994 ……….. 84
2. Tabel Hasil Pemilu Afrika Selatan Setiap di Tiap Provinsi 1994 …………... 85
3. Peta Politik Afrika Selatan Pasca Penghapusan Apartheid ………. 89
4. Daniel F. Malan (Penerap Konsep Apartheid) ... 90
5. Hendrik Verwoerd (Penerapan Politik Apartheid) ………... 91
6. Nelson Mandela ……… 92
7. Frederik Willem de Klerk (Penghapusan Politik Apartheid) ……….. 93
(7)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Kebijakan politik yang dikeluarkan oleh pemerintah biasanya menimbulkan berbagai permasalahan yang berawal dari ketidakpuasan suatu golongan masyarakat, misalnya yang terkonsentrasi pada suatu daerah dan menuntut adanya otonomi yang lebih besar atas daerahnya sendiri. Untuk kasus Republik Afrika Selatan contohnya, kebijakan politik yang menimbulkan ketidakpuasan atau ditentang oleh sekelompok masyarakat tertentu adalah penerapan kebijakan politik apartheid.
Kebijakan politik apartheid merupakan kebijakan politik rasial yang telah diterapkan di Uni Afrika Selatan, suatu negara otonomi di dalam pemerintahan Kerajaan Inggris yang berdiri pada tanggal 31 Mei 1910. Kebijakan politik ini membatasi hak legislatif masyarakat kulit hitam. Sepanjang tahun 1920 – 1940, gerakan nasionalis Afrikaner mempunyai suatu kekhawatiran terhadap persaingan yang terjadi dengan masyarakat kulit hitam dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga sampai pada akhirnya dengan dukungan mayoritas Afrikaner, National
Party memenangkan pemilu tahun 1948 pada platform apartheid. Sejak
kemenangan pada pemilu tersebut Afrika Selatan dipegang oleh rezim apartheid. Pemerintahan memberlakukan kebijakan ini di mana ketika Afrika Selatan diproklamasikan sebagai negara kulit putih dan kelompok ras lain, selain kulit putih tidak memiliki hak – hak politik penuh. Secara hukum, semua ras tersebut memiliki ruang terpisah dan fasilitas terpisah, tidak ada percampuran. Pendidikan yang diberikan pun akan disesuaikan dengan peran status orang tersebut di dalam masyarakat. Hendrik F. Verwoerd, perdana menteri Afrika Selatan yang menjabat dari tahun 1958 sampai terbunuhnya tahun 1966, berpendapat bahwa kesalahan besar jika Afrika Selatan hidup dalam kesejajaran dan persamaan hak. Merujuk pada pendapat bahwa negara Afrika Selatan adalah negara kulit putih, suatu sensus nasional dilaksanakan pada tahun 1980 menunjukkan bahwa 60 % penduduk Afrika Selatan merupakan kelompok masyarakat kulit hitam dan dari
(8)
sisa 20 % populasi lain, kelompok masyarakat kulit putih hanya mempunyai presentase 16 %. Oleh sebab itu, sulit untuk menyatakan bahwa negara Afrika Selatan merupakan negara kulit putih.
Penekanan untuk menghapuskan kebijakan apartheid yang berdatangan dari berbagai pihak, baik internal maupun internasional, tidak menyurutkan pemerintahan untuk segera menghapuskan kebijakan ini, misalkan pada pemerintahan Pieter Willem Botha yang berkuasa dari tahun 1984 – 1989. Pemerintahan Botha memberlakukan reformasi terbatas dalam menanggapi tekanan tersebut. Reformasi terbatas ini diterapkan dalam konsep pemerintahan multiras, tetapi tetap terdapat pemisahan rasial di dalamnya. Konstitusi yang berlaku ini menyebutkan bahwa terdapat tiga ras di Afrika Selatan yaitu kelompok masyarakat kulit putih, Asia, dan berwarna lainnya tanpa termasuk masyarakat kulit hitam. Botha berharap dengan memberlakukan konstitusi seperti ini akan meningkatkan dukungan terhadap pemerintahannya agar bisa bertahan melawan tekanan – tekanan yang datang.
Namun pada kenyataannya, konstitusi yang diberlakukan Notha malah mendatangkan protes yang lebih banyak. Kecaman terus berdatangan dari internal Afrika Selatan dan internasional. Para penentang ini berpendapat bahwa dengan melembagakan dan mengesampingkan kelompok mayoritas masyarakat kulit hitam tidak akan melemahkan penekanan dan protes secara signifikan. Bentuk protes melawan konstitusi ini terwujud dalam penghancuran kantor dan gedung pemerintahan, serta rumah polisi dan dewan kota kulit hitam yang dianggap sebagai kolaborator rezim apartheid.
Pemogokan tenaga kerja dan serangkaian teror di dalam wilayah perkotann terjadi sebagai bentuk protes dan keluhan ekonomi dan politik. Pada tahun 1987 pasukan bersenjata dari ANC dan PAC menyusup ke perbatasan Afrika Selatan dari basis pertahanan mereka di Angola, Mozambik, dan Zimbabwe. Melihat kondisi yang kacau ini, pemerintahan Botha memberlakukan keadaan darurat dengan mengirimkan pasukan untuk menyerang mereka yang menentang
apartheid ke basis mereka di negara – negara tetangga. Tindakan represif pemerintahan Botha mampu meredam kekacauan dalam jangka pendek,tetapi
(9)
mendatangkan permasalahan lain. Tindakan pemerintahan menjadi berita utama politik dunia dan banyak pihak yang mengutuk tindakan yang sudah diambil pemerintahan Botha. Afrika Selatan mengalamai inflasi kronis karena banyak investor asing yang menarik diri.
Menghadapi situasi seperti ini, pemerintahan Afrika Selatan selanjutnya, yaitu Frederik Willem de Klerk (1989 – 1994) yang menggantikan Botha setelah pengunduran dirinya pada tahun 1989 karena penyakit stroke yang dideritanya, merasakan perlu adanya suatu reformasi besar – besaran jika ingin Afrika Selatan kembali stabil dalam perekonomian maupun perpolitikan. Frederik Willem de Klerk berkomitmen bahwa dirinya akan mempercepat reformasi hukum di Afrika Selatan.
Reformasi tersebut ia tunjukkan pada keadilan rasial. Pada pidato pertamanya, dirinya mengemukakan bahwa Afrika Selatan bukan negara rasis dan akan melakukan negosiasi mengenai masa depan negara tersebut, serta akan mengakhiri kebijakan politik apartheid. Sebagai bentuk tanggapan terhadap tuntutan dari dalam dan luar Afrika Selatan, de Klerk pada tahun 1990 dan 1991 mencabut dasar – dasar kebijakan apartheid seperti undang – undang pemisahan fasilitas, undang – undang tanah, masalah undang – undang registrasi kependudukan, reformasi hak – hak politik, ekonomi, pendidikan dan mengumumkan kebebasan Nelson Mandela. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintahan Frederik Willem de Klerk ini mendapatkan tantangan berupa situasi sosial dan politik Afrika Selatan yang bergejolak. Terjadi kekacauan di berbagai tempat yang menimbulkan korban yang tidak sedikit jumlahnya. Bagi sebagian besar masyarakat, mereka menginginkan kebijakan apartheid tidak direformasi, melainkan digulingkan sepenuhnya.
Atas usaha gigihnya bersama Nelson Mandela, pada tahun 1993 de Klerk dihadiahi nobel perdamaian dengan keberhasilannya menghapuskan kebijakan
apartheid dan meletakkan azas yang kokoh bagi Republik Afrika Selatan.
Berdasarkan pada latar belakang yang dituliskan oleh penulis, timbul rasa ingin tahu dan ketertarikan penulis terhadap alasan Frederik Willem de Klerk menghapuskan kebijakan apartheid padahal de Klerk sendiri merupakan
(10)
golongan ras kulit putih yang seharusnya mempertahankan kedudukan serta kepentingan kulit putih di Republik Afrika Selatan yang merupakan kelompok minoritas dan upaya – upaya yang dilakukan de Klerk ketika menghapuskan kebijakan apartheid. Ketertarikan terhadap hal tersebut mendorong penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai situasi Afrika Selatan pada masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk dengan mengangkat skripsi yang berjudul
“Perkembangan Politik Apartheid di Republik Afrika Selatan Pada Masa Pemerintahan Frederik Willem De Klerk Tahun 1989 –1994.”
1.2Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan salah satu tahap di antara sejumlah tahap penelitian yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan penelitian. Rumusan masalah atau research questions diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena.Mengingat pentingnya kedudukan rumusan masalah di dalam kegiatan penelitian sampai muncul suatu anggapan bahwa rumusan masalah adalah separuh dari kegiatan penelitian.
Perumusan masalah penelitian dapat dibedakan dalam dua sifat, meliputi perumusan masalah deskriptif, apabila tidak menghubungkan antar fenomena, dan perumusan masalah eksplanatoris, apabila rumusannya menunjukkan adanya hubungan atau pengaruh antara dua atau lebih fenomena. Oleh sebab itu, berdasarkan pada hal – hal yang telah disampaikan oleh penulis sebelumnya, terdapat beberapa permasalahan yang akan menjadi kajian di dalam penulisan karya tulis ilmiah ini. Adapun yang menjadi permasalahan pokok dalam karya
tulis ilmiah dengan judul “Perkembangan Politik Apartheid di Republik Afrika Selatan Masa Frederik Willem De Klerk Pada Tahun 1989 – 1994.” adalah
“Bagaimanakah perkembangan apartheid di Republik Afrika Selatan pada masa
pemerintahan Frederik Willem de Klerk di Afrika Selatan dari tahun 1989 –
1994?”
Sementara itu untuk mengarahkan kajian penelitian di dalam karya tulis ilmiah ini, penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut.
(11)
2. Bagaimanakah kondisi sosial dan politik di Republik Afrika Selatan pada masa pemerintahan Frederik Willem De Klerk tahun 1989 – 1991?
3. Bagaimanakah proses penghapusan kebijakan apartheid dilihat dari aspek sosial dan politik pada masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk tahun 1991 – 1994?
4. Bagaimanakah dampak yang ditimbulkan dari penghapusan politik
apartheid di Republik Afrika Selatan?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Memperoleh gambaran mengenai kondisi sosial politik Afrika Selatan pada masa pemerintahan Pieter Willem Botha tahun 1984 – 1989. Gambaran awal ini meliputi tokoh pencetus ideologi apartheid, pemberlakuan ideologi
apartheid, dan sekilas gambaran kondisi sosial dan politik di Republik
Afrika Selatan pasca diberlakukannya ideologi apartheid dari masa pemerintahan Hendrik Verwoerd sampai pemerintahan Pieter W. Botha. 2. Mengidentifikasi kondisi sosial dan politik pada masa pemerintahan
Frederik Willem de Klerk tahun 1989 – 1994. Kondisi sosial dan politik ini meliputi peristiwa – peristiwa yang terjadi di dalam pemerintahan Frederik Willem De Klerk dari tahun 1989 – 1994.
3. Memperoleh gambaran tentang realisasi kebijakan apartheid pada masa Frederik Willem de Klerk tahun 1989 – 1991. Realisasi ini maksudnya akan membandingkan antara kebijakan yang diambil pada masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk dengan realisasinya di dalam kehidupan masyarakat Republik Afrika Selatan, sehingga bisa dilihat berbagai perbedaan atau penyimpangannya.
4. Memperoleh gambaran mengenai dampak yang ditimbulkan dari dihapuskannya politik apartheid di Republik Afrika Selatan oleh pemerintahan F. W. de Klerk.
(12)
1.4Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi semua pihak, terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang sejarah sosial dan politik, serta diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai peranan Frederik Willem de Klerk di dalam menghapuskan kebijakan apartheid di Republik Afrika Selatan. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengajarkan toleransi dan saling menghargai antar satu sama lain tanpa melihat identitas suatu bangsa didasarkan pada ras, budaya, agama, ideologi dan lain – lain.
2. Memberikan gambaran mengenai proses masuknya ideologi apartheid ke Republik Afrika Selatan.
3. Memberikan gambaran mengenai kondisi sosial politik di Afrika Selatan sebelum pemerintahan Frederik Willem de Klerk dan pada saat berlangsungnya pemerintahan Frederik Willem de Klerk tahun 1989 - 1994. 4. Memberikan pemaparan mengenai realisasi kebijakan apartheid pada masa pemerintahan Frederik Willem De Klerk di Republik Afrika Selatan tahun 1989 – 1990.
5. Memberikan penjelasan mengenai dampak – dampak dihapuskannya kebijakan apartheid oleh Frederik Willem de Klerk terhadap kondisi sosial politik di Republik Afrika Selatan selama pemerintahannya berlangsung dari tahun 1989 – 1994.
6. Memberikan pemaparan mengenai proses penghapusan kebijakan apartheid di Republik Afrika Selatan oleh pemerintahan Frederik Willem de Klerk tahun 1989 – 1994. Selain itu, memberikan pemaparan tahapan – tahapan perubahan undang – undang apartheid dari tahun 1989 – 1994.
7. Memperkaya pembelajaran di sekolah mengenai peristiwa – peristiwa seputar Perang Dunia II, sesuai dengan materi pembelajaran Sejarah Kelas XII Program IPS Semester II Standar Kompetensi “Menganalisis Perkembangan Sejarah Dunia Sejak Perang Dunia II sampai dengan
(13)
Perkembangan Mutakhir” dengan Kompetensi Dasar 2.2 yaitu “Kemampuan menganalisis perkembangan mutakhir dunia.”
1.5Sistematika Penyusunan
Adapun sistematika dalam menyusun karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut.
Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah mengenai dinamika
apartheid dari awal kemunculan sampai pada tahapan penghapusan kebijakan
diskriminasi rasial. Selain itu akan dijelaskan pula mengenai kondisi sosial dan politik di Afrika Selatan sebelum pemerintahan dan sedikit gambaran pada masa berlangsungnya pemerintahan Frederik de Klerk. Agar permasalahan tidak melebar maka dibuatkan rumusan masalah sehingga dapat dikaji secara khusus di dalam penulisan ini. Pada akhir bab ini akan dimuat mengenai sistematika penulisan yang akan menjadi kerangka dan pedoman di dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
Bab II Tinjauan Pustaka, pada bab ini dipaparkan mengenai sumber – sumber buku dan sumber lainnya, seperti jurnal, yang digunakan sebagai referensi yang dianggap relevan dengan tema penelitian. Kemudian peneliti akan menjelaskan mengenai konsep diskriminasi rasial, apartheid, dan pendekatan teori yang digunakan oleh peneliti, yaitu teori konflik yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf. Selain itu, dijelaskan pula tentang beberapa kajian dan penelitian terdahulu mengenai kondisi sosial dan politik sebelum dan setelah penerapan kebijakan Frederik de Klerk di Afrika Selatan.
Bab III Metodologi Penelitian, pada bab ini diuraikan mengenai serangkaian tahapan yang ditempuh penulis ketika melakukan penelitian guna mendapatkan data dari sumber yang relevan dengan permasalahan yang sedang dikaji. Adapun metode yang digunakan adalah metode historis dan teknik yang digunakan adalah studi literatur.
Bab IV Pembahasan, penulis akan memaparkan kembali sekilas mengenai kondisi sosial politik di Afrika Selatan sebelum pemerintahan serta saat pemerintahan Frederik de Klerk berlangsung. Kemudian penulis akan
(14)
menguraikan lebih rinci mengenai kondisi sosial dan politik di Republik Afrika Selatan pada masa pemerintahan Frederik Willem De Klerk tahun 1989 – 1994. Selain itu, akan dipaparkan pula mengenai kebijakan yang diambil oleh pemerintahan Frederik Willem De Klerk serta pengaruh dari penerapan kebijakan yang diambil tersebut. Penulis juga akan memaparkan faktor - faktor dan proses dihapuskannya kebijakan politik apartheid.
Bab V Kesimpulan, merupakan bagian terakhir dari rangkaian penulisan karya ilmiah yang berisi kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan di dalam rumusan masalah. Direkomendasikan pula kepada pembaca mengenai nilai – nilai yang dapat diambil dari penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti.
(15)
BAB III
METODE PENELITIAN
Suatu penelitian dapat berhasil baik atau tidak baik tergantung dari data yang diperoleh. Kualitas suatu penelitian didukung pula oleh proses pengolahan yang dilakukan. Oleh sebab itu, diperlukan suatu metode dalam melakukan suatu penelitian agar diperoleh data dan kualitas pengolahan yang baik. Dalam bab III penulis akan memaparkan secara rinci mengenai metode yang peneliti gunakan di dalam menyusun skripsi ini, dari mulai persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, sampai pada tahapan penganalisisan data.
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara alamiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. setiap penelitian mempunyai tujuan dan kegunaan tertentu. Secara umum tujuan penelitian ada tiga macam yaitu yang bersifat penemuan, pembuktian, dan pengembangan. Penemuan berarti data yang diperoleh dari penelitian itu adalah data yang betul – betul baru yang sebelumnya belum pernah diketahui. Pembuktian berarti data yang diproleh itu digunakan untuk membuktikan adanya keragu-raguan terhadap informasi atau pengetahuan tertentu. Pengembangan berarti memperdalam dan memperluas pengetahuan yang ada. Melalui penelitian manusia dapat menggunakan hasilnya. Secara umum data yang diperoleh dari penelitian dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah.
Peneliti menggunakan metode historis pada saat menyusun skripsi ini. Metode historis merupakan suatu metode yang lazim dipergunakan dalam penelitian sejarah, di mana dilakukan pengkajian, penjelasan, dan penganalisaan secara kritis terhadap rekaman (dokumen) serta peninggalan masa lampau (Sjamsudin, 2007 : 17 – 19). Begitu pula dengan penjelasan Louis Gottschalk (1982: 32) metode historis merupakan suatu proses pengkajian, penjelasan dan menganalisis secara kritis rekaman serta peninggalan masa lalu. Metode historis digunakan karena data – data yang digunakan hanya dapat diperoleh melalui studi literatur. Data studi literature ini penulis peroleh dari buku, jurnal, artikel di dalam majalah dan surat kabar yang sesuai dengan kajian yaitu mengenai kebijakan
(16)
apartheid yang berlaku di Republik Afrika Selatan pada masa pemerintahan
Frederik Willem de Klerk pada tahun 1989 – 1994.
Langkah – langkah yang penulis gunakan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Memilih topik yang sesuai. Penulis memilih topik penelitian yang berhasil menarik minat dan layak untuk dipublikasikan. Penulis memilih topik mengenai kontoversi kebijakan apartheid yang berlaku di Republik Afrika Selatan pada masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk tahun 1989 – 1994 karena ingin mengetahui realisasi kebijakan tersebut sampai pada tahapan penghapusan kebijakan yang rasial ini.
2. Mengusut semua bukti yang sesuai dengan topik yang dipilih. Penulis mencari semua bukti atau sumber yang dianggap sesuai dengan permasalahan mengenai kenijakan apartheid. Penulis melakukan pencarian semua sumber tertulis, baik buku, jurnal dan artikel di dalam surat kabar mengenai kebijakan apartheid dan kondisi sosial dan politik di Republik Afrika Selatan pada masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk tahun 1989 – 1994.
3. Membuat catatan penting dan sesuai dengan topik ketika penelitan sedang dilakukan. Penulis mencatat hal – hal penting dan sesuai dengan topik skripsi yang terdapat pada semua sumber yaitu mengenai kebijakan
apartheid dan kondisi sosial dan politik di Republik Afrika Selatan pada
masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk tahun 1989 – 1994.
4. Mengevaluasi semua bukti yang telah terkumpulkan. Penulis memilih bukti yang kuat dan sesuai dari semua sumber yang didapatkan mengenai kebijakan apartheid dan kondisi sosial dan politik di Republik Afrika Selatan pada masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk tahun 1989 – 1994.
5. Menyusun hasil – hasil penelitian ke dalam sistematika yang telah dipersiapkan sebelumnya.
6. Menyajikan hasil penelitian tersebut secara menarik dan mudah dimengerti (Sjamsudin, 2007: 89 – 90).
(17)
Adapun teknik yang digunakan penulis dalam mengkaji permasalahan pada skripsi ini adalah teknik kajian literatur. Studi literatur dilakukan dengan membaca kemudian mengkaji semua sumber tertulis yang sesuai dengan permasalahan. Penulis mencari fenomena yang terjadi di dalam masyarakat Republik Afrika Selatan, khususnya masyarakat pribumi kulit hitam yang menjadi objek direalisasikannya kebijakan apartheid. Hal ini penulis lakukan sehubungan dengan keterbatasan waktu, sumber dan biaya yang penulis miliki.
3.1 Persiapan Penelitian
3.1.1 Penentuan dan Pengajuan Topik Penelitian
Tahap penentuan dan pengajuan topik merupakan awal dari kegiatan penelitian. Penulis mengajukan judul penelitian kepada pihak Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) agar bisa diketahui apakah judul yang diajukan sudah ada yang meneliti sebelumnya atau belum. Setelah judul disetujui dan diberikan SK pengantar untuk dosen pembimbing, penulis menyusun rancangan penelitian yang selanjutnya harus dipresentasikan di dalam seminar proposal untuk menentukan, mengarahkan, dan memberi masukan terhadap judul dan rancangan penelitian yang diajukan oleh penulis. Tahap selanjutnya, rancangan penelitian ini diperbaiki sesuai dengan masukan dosen pembimbing dan dosen lainnya yang ikut memberikan masukan pada saat seminar, kemudian judul serta rancangan disetujui dan disahkan oleh pihak TPPS, maka penulis sudah bisa melakukan penelitian terhadap kajian yang dipilih oleh penulis.
3.1.2 Konsultasi
Konsultasi merupakan proses bimbingan yang dilakukan oleh peneliti kepada dosen pembimbing I dan II. Konsultasi ini penting karena mendiskusikan tentang permasalahan yang dikaji dan juga pemberian saran dan masukan dari dosen pembimbing mengenai konsep – konsep yang akan dijelaskan, sumber – sumber apa saja yang harus didapatkan penulis, tatacara penyusunan laporan penelitian dan juga rumusan masalah di dalam penelitian apakah sesuai dengan tema yang dikaji atau tidak. Berdasarkan pada konsultasi yang dilakukan oleh
(18)
penulis dengan dosen pembimbing I dan II, penulis mendapatkan arahan dan masukan yang membantu di dalam menyelesaikan penelitian serta penyusunan skripsi ini.
Penulis melakukan konsultasi bimbingan dengan Pembimbing II pada tanggal 25 September 2012, setelah sebelumnya penulis sudah menyerahkan draft bimbingan untuk bab I, II, dan III. Berdasarkan hasil konsultasi tersebut penulis mendapatkan catatan dari Pembimbing II untuk memperbaiki beberapa bagian – bagian tertentu yang sudah diberikan penjelasan khusus dan konten skripsi yang perlu ditambahkan lebih banyak lagi. Penulis melakukan konsultasi lanjutan tanggal 18 Oktober 2012, dan hasil konsultasi tersebut bahwa draft yang sudah diserahkan satu minggu sebelumnya dinilai sudah cukup komprehensif, tetapi masih perlu ada beberapa bagian yang harus diperbaiki oleh penulis.
Ketika konsultasi tanggal 19 Oktober 2012 yang dilakukan oleh penulis dengan Pembimbing I, terdapat beberapa perbaikan yang harus dilakukan pada bab I Pendahuluan. Bagian yang harus diperbaiki tersebut adalah latar belakang masalah dan bagian rumusan masalah. Selanjutnya adalah bagian bab II Tinjauan Pustaka, yaitu sumber – sumber yang harus dicantumkan oleh penulis merupakan sumber mengenai apartheid dan terjadi perubahan pada penjelasan mengenai konsep kebijakan yang dirubah menjadi penjelasan mengenai konsep diskriminasi
rasial. Bagian terakhir yang harus diperbaiki penulis adalah bab III Metodologi
Penelitian, yaitu pada sub-bab Penafsiran dan Penjelasan Fakta di mana penulis harus memberikan penafsiran mengenai hal – hal yang bersifat faktual yang terjadi di Republik Afrika Selatan yang sesuai dengan kajian penelitian yang dilakukan oleh penulis saat ini.
Pada tahapan bimbingan selanjutnya, penulis melakukan revisi pada bagian latar belakang masalah mengenai penambahan keterangan tahun dan menghapuskan biografi tokoh. Pada bagian rumusan masalah penulis mengganti rumusan masalah pertama menjadi bagaimana kondisi sosial politik di Afrika Selatan pada masa pemerintahan Pieter Williem Botha tahun 1984 – 1989. Penulis juga menambahkan penjelesan mengenai konsep diskriminasi rasial.
(19)
Setelah melakukan penambahan penjelasan mengenai konsep diskriminasi
rasial, penulis kembali melakukan bimbingan pada tanggal 4 Desember 2012.
Hasil bimbingan kali ini adalah penulis masih harus menambahkan penjelasan mengenai konsep diskriminasi rasial sebanyak 2 halaman atau lebih. Selain itu penulis harus menambahkan teori yang digunakan pada saat menyusun skripsi ini, jangan hanya terpaku pada teori konflik yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf. Penulis juga disarankan untuk menggunakan teori konflik yang dikemukakan oleh Lewis A. Coser dan juga pemikiran Karl Marx. Pada bagian bab 3 pembimbing sudah merasa cukup bagus. Kemudian pembimbing menyarankan setelah selesai menambahkan penjelasan – penjelasan dari beliau, penulis bisa mengerjakan bab selanjutnya yaitu bab 4 dan bab 5.
3.2. Pelaksanaan Penelitian
3.2.1. Pencarian dan Pengumpulan Sumber (Heuristik)
Tahapan ini merupakan tahap awal penelitian bagi penulis. Penulis mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan dalam mengkaji permasalahan penelitian di dalam skripsi ini. Berdasarkan pada rumusan masalah penelitian maka data yang diperlukan adalah data mengenai kondisi sosial dan politik di Republik Afrika Selatan pada masa pemerintahan sebelum dan sesudah Frederik Willem de Klerk berkuasa, kebijakan apartheid, bagaimana realisasi kebijakan tersebut dan dampak – dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut.
Di dalam penelitian ini, penulis akan mencoba menganalisis tahapan perubahan undang – undang yang berlaku dan bentuk realisasinya di Republik Afrika Selatan sebelum dan sesudah Frederik Willem de Klerk berkuasa agar bisa didapatkan gambaran perbandingan dan proses perubahan undang – undang tersebut. Hal tersebut bisa penulis dapatkan dari studi literatur melalui jurnal – jurnal dan buku yang telah diperoleh penulis, baik koleksi pribadi maupun hasil pencarian dari berbagai tempat dan browsing internet. Penulis melakukan kunjungan ke beberapa perpustakaan, di antaranya Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) serta Museum Konferensi Asia Afrika, dan meminta
(20)
bantuan kepada teman yang berada di luar Bandung untuk mendapatkan sumber yang diperlukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Pada kunjungan pertama ke Museum Konferensi Asia Afrika, penulis tidak mendapatkan satu pun sumber dikarenakan komputer di dalam museum mengalami gangguan. Lalu kunjungan kedua yang dilakukan oleh penulis,
didapatkan sumber buku yang berjudul “Langkah Menuju Kebebasan : Surat –
Surat dari Bawah Tanah” karya Nelson Mandela. Ketika melakukan kunjungan
ke Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), penulis menemukan buku yang berjudul “Teori – Teori Sosiologi” karya Prof. Dr. Nasrullah Naszir, M. S. , buku “Teori Sosiologi Modern” karya Bernard Raho, SVD, buku “Modern
Africa” yang diedit dan dikomentari oleh Peter J. M. McEwan dan Robert B.
Sutcliffe. Selain itu, penulis menggunakan buku – buku koleksi pribadi, di antaranya buku Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika karya Dr. Abdul Hadi Adnan, Sejarah Afrika karya Darsiti Suratman, Afrika Selatan :
Catatan Sebuah Perjalanan di Bumi Nelson Mandela karya T. Hasan Basri, Metode Sejarah karya Helius Sjamsudin, dan Kewarganegaraan Multikultural
karya Will Kymlicka.
Penulis berupaya mencari sumber jurnal dengan meminta bantuan kepada teman penulis yang berada di luar kota Bandung. Penulis berhasil mendapatkan duplikasi jurnal yang berjudul “Indicators of political liberty, property rights and
political instability in South Africa: 1935–97. International Review of Law and
Economics.” karya J. T. Fedderkea dan kawan – kawan. Selain jurnal, teman
penulis juga memberikan pinjaman buku yang berjudul “Art and The End of
Apartheid” karya John Peffer, “Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik”
karya Edi Suharto. Selain sumber jurnal dan buku, penulis mendapatkan duplikat artikel dari surat kabar Pikiran Rakyat yang berjudul “Pemerintahan Transisi di
Afsel Tidak Mudah : Pertikaian Sesama Kulit Hitam Masih Jadi Kendala” edisi
Selasa, 3 Mei 1994 dan “Kerusuhan Politik Tewaskan 20 Orang” edisi 11 Juli 1990.
Selain sumber – sumber yang sudah dikemukakan tersebut penulis meminjam koleksi teman yaitu buku “7 Tokoh Kunci Nazi : Penentu Sejarah
(21)
Jerman dan Penyebab Perang Dunia II” karya Luger Ballack yang terbit tahun 2007. Penulis pun mendapatkan duplikat buku “Selected Writings in Sociology
and Social Philosophy” karya Tom Bottmore dkk. Ketika menjelaskan teori
Coser, penulis menggunakan sumber buku yang berjudul “George Simmel” dan ”
The Function of Social Conflict” serta “Continuities in the Study of Social
Conflict” karya Lewis Coser.
3.2.2. Kritik dan Analisis Sumber
Kritik dan analisis sumber diperlukan agar penulis bisa mendapatkan data yang sesuai dengan permasalahan yang dikaji di dalam skripsi ini. Pada metode historis dikenal dengan melakukan kritik eksternal dan internal (Sjamsudin, 2007: 132). Helius Sjamsudin mengatakan bahwa “kritik eksternal ialah cara
melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek –aspek “luar” dari sumber sejarah.”
Fungsi dari kritik eksternal memeriksa keaslian dan integritas sumber sejarah yang diperole, sedangkan kritik internal adalah kritik yang lebih
ditekankan kepada aspek “dalam” yaitu isi sumber (Sjamsudin, 2007: 143). Kritik
eksternal dan internal ini penulis lakukan terhadap buku, jurnal, serta artikel yang penulis peroleh dari surat kabar dan majalah.
Pada skripsi ini, penulis tidak melakukan kritik eksternal secara ketat, karena penulis tidak mengkaji arsip-arsip (sumber primer). Ketika melakukan kritik eksternal, penulis hanya melihat tahun penerbitan pada sumber buku yang diperoleh penulis, yaitu mengambil sumber buku dengan tahun penerbitan yang lebih baru (kontemporer).
Penulis juga melakukan kritik internal pada buku “Art and The End of Apartheid,” karya John Peffer menjelaskan bahwa apartheid:
“….the removal of African families from their farm and placing them
in “native reserves” ; the segregation of living, working, and recreational space within cities; the classifications of Africans as “temporary sojourners”
within cities; and a range of laws restricting interactions between the races, including the separations of public services and amenities (petty
(22)
Pada intinya bahwa bentuk kebijakan apartheid yang dibuat oleh pemerintahan Republik Afrika Selatan adalah dengan mengusir kelompok mayoritas pribumi kulit hitam dari tempat tinggal mereka, memisahkan kehidupan mereka dari kelompok minoritas kulit putih, tempat untuk berekreasi, hukum yang membatasi interaksi antara ras, termasuk pemisahan pelayanan dan berbagai fasilitas umum lainnya.
Hal – hal mengenai pemisahan ini juga terdapat pada buku “Kewargaan
Multikultural” karya Will Kimlycka. Kimlycka (2011: 33) menjelaskan bahwa :
“Para Afrikaner di Afrika Selatan juga mempunyai konsep
kebangsaan berbasiskan keturunan. Mereka berupaya untuk melarang perkawinan campur antar ras dan mengucilkan anak hasil perkawinan itu (Coloureds) dari lingkungan tempat tinggal mereka dan organisasi, bahkan walau bahasa dan kebudayaan para Coloureds itu secara esensial identik dengan bahasa dan budaya mereka (pembatasan dalam hal tempat tinggal, yang menurut dugaan bertujuan melindungi kebudayaan Afrikaner, tidak pernah diberlakukan bagi orang – orang kulit putih berbahasa Inggris yang
tidak dapat sama sekali berbahasa Afrikaner).”
Berdasarkan pada kedua kutipan tersebut, terlihat pemisahan yang dimaksud, yaitu fasilitas dan layanan umum, tempat rekreasi, lingkungan tempat tinggal dan organisasi, bahkan sampai pada yang dipergunakan. Oleh sebab itu, penulis merasa perlu memasukkan kedua kutipan tersebut ke dalam skripsi ini.
Penjelasan lainnya mengenai kebijakan apartheid, sebagai bentuk penguatan penjelasan penulis menguitip penjelasan yang terdapat pada buku
“Modern Africa”, Schreiner (1965: 229) mengungkapkan bahwa :
“There are certain basic facts that stand out in the South African scene today. Non – Whites outnumber Whites by more than 4 to 1 and increase more rapidly. Apart from a small group representation of Coloured persons in the Cape Province, the non – Whites are voteless and all political power is by law concentrated in the hands of the Whites. The racial groups, though predominating respectively in different areas, are thoroughly mixed
up throughout the country, both territotially and economically.”
Kutipan tersebut menjelaskan terdapat fakta dasar bahwa di Afrika Selatan yaitu terjadi peningkatan jumlah kulit berwarna dengan perbandingan 4:1 lebih banyak daripada kelompok kulit putih. Walaupun sudah dibentuk perwakilan untuk kulit berwarna di Provinsi Cape, tetapi perwakilan tersebut tidak diberikan
(23)
hak untuk dipilih dalam perpolitikan. Hal tersebut dikarenakan semua konsentrasi hukum berada di tangan pemerintahan yang dipegang oleh kelompok kulit putih.
Kritik internal lainnya yang dilakukan oleh penulis adalah mengenai hal – hal faktual yang terjadi di Republik Afrika Selatan seputar kebijakan apartheid. Pada artikel surat kabar Pikiran Rakyat yang berjudul ““Kerusuhan Politik
Tewaskan 20 Orang” dikemukakan bahwa di daerah Sebokeng, sebelah selatan
Johanesburg, telah terjadi kerusuhan politik yang menyebabkan jatuh korban tewas 20 orang. Kejadian tersebut mengancam terlaksananya perundingan antara pemerintahan Republik Afrika Selatan dengan para pemimpin anti-apartheid. Pihak polisi menilai bahwa unjuk rasa yang dilakukan oleh para aktivis
anti-apartheid tersebut melanggar UU keadaan darurat yang telah diberlakukan di
Republik Afrika Selatan yang telah berusia tiga tahun. Penjelasan mengenai kerusuhan dan pemberlakuan UU keadaan darurat tersebut didukung dengan penjelasan pada buku ““Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika” karya Abdul Hadi Adnan yang menjelaskan bahwa :
Pengaturan kependudukan dan pembagian wilayah yang sangat merugikan kelompok pribumi kulit hitam menyulut masalah yang besar di Republik Afrika Selatan. Banyak terjadi kekacauan di berbagai tempat, seperti peristiwa Soweto dan Sharperville. Dikarenakan hal tersebut, maka pemerintahan Republik Afrika Selatan memberlakukan keadaan darurat (Adnan, 2008: 89).
Menurut pandangan penulis informasi yang bersifat faktual tersebut bisa dijadikan sebagai penguat bukti bahwa telah terjadi kerusuhan yang besar sehingga diberlakukannya UU keadaan darurat di Republik Afrika Selatan pada masa pemerintahan Frederik Willem de Klerk yang berlangsung dari tahun 1989
– 1994.
3.2.3 Penafsiran dan Penjelasan Fakta
Ketika tahapan heuristik dan kritik telah dilalui oleh penulis, maka tahapan selanjutnya adalah melakukan penafsiran dan penjelasan terhadap fakta – fakta yang penulis peroleh. Pada tahap penafsiran, penulis mencoba merangkaikan setiap fakta – fakta dan informasi yang diperoleh penulis sebelumnya menjadi satu
(24)
– kesatuan yang utuh, juga berusaha menghilangkan unsur subjektivitas dan berusaha seobjektif mungkin menjelaskan fakta dan informasi. Berdasarkan pada sumber – sumber yang sudah penulis peroleh, dapat disimpulkan bahwa kebijakan pada intinya merupakan program yang dibuat oleh pemerintahan untuk merealisasikan tujuan dari negara bersangkutan. Kebijakan yang dibuat atau diambil oleh pemerintahan dalam suatu negara biasanya berkaitan erat dengan kegiatan politik dan sosial, serta kebijakan yang diambil ini bisa menimbulkan dampak pada kehidupan masyarakatnya.
Kebijakan politik merupakan sistem konsep atau aturan resmi yang dibuat oleh pemerintahan di dalam suatu negara yang diadikan sebagai landasan atau pedoman politik negara, misalkan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak. Sedangkan kebijakan sosial adalah sistem konsep atau aturan resmi yang dibuat pemerintah sebagai landasan atau pedoman dalam pemeliharaan, perubahan, dan penciptaan kondisi kehidupan yang kondusif untuk kesejahteraan manusia. Contoh dari jenis kebijakan politik dan sosial ini adalah pemberlakuan kebijakan apartheid di Republik Afrika Selatan. Apartheid merupakan suatu kebijakan politik dan sosial yang ditetapkan oleh pemerintahan Republik Afrika Selatan pada masa Hendrik Verwoerd pada tahun 1958, di mana inti dari kebijakan tersebut adalah pemisahan dan bersifat diskriminasi.
Konsep diskriminasi mengaju kepada suatu ketidakadilan dan pembatasan, pelecehan, atau pengucilan didasarkan pada perbedaan manusia menurut agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik yang berdampak pengangguran, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya. Wujud dari konsep diskriminasi berupa perlakuan yang berbeda yang didasarkan pada kelompok, dapat juga dilakukan dengan perilaku menyerang atau menyakiti anggota kelompok lain. Diskrimasi mencakup perilaku apa saja, yang berdasarkan perbedaan yang dibuat berdasarkan alamiah atau pengkategorian masyarakat dan tidak ada hubungannya dengan kemampuan individu atau jasanya.
(25)
Pemberlakuan kebijakan yang dinilai berbagai pihak sebagai kebijakan rasialis (bersifat diskriminasi rasial) ini mempengaruhi seluruh aspek kehidupan di Republik Afrika Selatan, terutama dalam kondisi sosial dan politik. Kondisi sosial dan politik di Republik Afrika Selatan memang bergejolak dari awal pemerintahan kulit putih berkuasa. Konflik kepentingan yang menjadi latar belakang dalam pertikaian antara kelompok minoritas kulit putih dengan mayoritas kulit hitam. Kelompok mayoritas kulit hitam menginginkan persamaan dengan kelompok minoritas kulit putih dalam segala aspek kehidupan.
Keinginan untuk mendapatkan persamaan ini dianggap sebagai ancaman bagi kepentingan kelompok minoritas kulit putih yang berkuasa. Benturan – benturan kepentingan ini pada akhirnya mendatangkan kekacauan – kekacauan di Republik Afrika Selatan dan memerlukan suatu rekonsiliasi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Contoh dari kekacauan yang terjadi tersebut adalah kerusuhan politik di Sebokeng, daerah sebelah selatan dari Johanesburg. Kerusuhan ini terjadi karena polisi yang hadir pada unjuk rasa yang dilakukan oleh para aktivis apartheid tersebut menembaki mereka dan menyebabkan korban tewas berjumlah 20 orang. Pihak polisi menilai bahwa para pengunjuk rasa tersebut telah melanggar UU keadaan darurat yang telah berlaku selama tiga tahun.
Kerusuhan yang terjadi di daerah Sebokeng tersebut mengancam terlaksananya perundingan yang telah direncanakan antara pemerintahan dengan para pemimpin gerakan anti-apartheid yang dijadwalkan bulan depan. Tetapi konflik tidak hanya terjadi antara kelompok minoritas kulit putih dengan kelompok mayoritas kulit hitam, melainkan juga terjadi antara kelompok mayoritas kulit hitam dengan kelompok mayoritas kulit hitam lainnya dalam memperebutkan kekuasaan politik ketika akan dilaksanakannya pemilihan umum multiras pertama di Republik Afrika Selatan.
Ketika mengkaji dan menganalisis permasalahan pada skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan teori sosial, yaitu teori konflik Ralf Dahrendorf. Teori konflik Ralf Dahrendorf ini menyatakan bahwa pertentangan kelompok sebagai satu bentuk konflik dan sebagai sumber perubahan sosial. Kelompok sosial
(26)
tersebut yaitu, mereka yang berkuasa dan yang dikuasai (dalam hal ini pemerintahan kulit putih Republik Afrika Selatan dengan masyarakat pribumi kulit hitam).
Selain teori Ralf Dahrendorf, penulis juga menggunakan dua teori lainnya, yaitu teori konflik Lewis A. Coser dan Pemikiran Karl Marx yang menjadi dasar bagi terbentuknya teori konflik. Teori Lewis A. Coser ini mengemukakan bahwa konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya. Kemudian pemikiran Karl Marx mengenai teori pertentangan antar kelas yang dielaborasikan oleh Dahrendorf dan Coser ini menjadi dasar dari teori – teori konflik yang sudah penulis jelaskan sebelumnya. Karl Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke- 19 di Eropa di mana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar. Pada kasus konflik kebijakan apartheid di Afrika Selatan, penulis menempatkan kelompok minoritas kulit putih sebagai kaum borjuis sedangkan kelompok mayoritas kulit hitam sebagai kaum proletar.
3.2.4 Historiografi dan Laporan Penelitian
Penyusunan skripsi ini bersifat deskriftif – analitik yaitu mengungkapkan kondisi sosial dan politik di Republik Afrika Selatan sebelum dan sesudah pemerintahan Frederik Willem de Klerk berkuasa, kejadian – kejadian pada masyarakat Republik Afrika Selatan, terutama masyarakat pribumi kulit hitam, realisasi dan akibat kebijakan apartheid. Sistematika penyusunan skripsi ini untuk kebutuhan studi tingkat sarjana, sehingga penulis sesuaikan dengan pedoman penulisan karya tulis ilmiah yang diterbitkan oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Berdasarkan petunjuk yang penulis peroleh dari pedoman penyusunan karya tulis ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
(27)
Bandung, maka sistematika skripsi ini terdiri dari lima bagian yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, kajian teori dan pembahasan, serta kesimpulan.
(28)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang penulis paparkan pada bab ini merujuk pada jawaban-jawaban permasalahan penelitian yang telah dikaji pada bab sebelumnya. Oleh sebab itu, terdapat beberapa hal yang menjadi kesimpulan penulis sebagai berikut. Konsep apartheid sebenarnya sudah muncul semenjak kedatangan penjelajah Eropa di Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Tetapi pada saat itu belum dikenal dengan sebutan apartheid. Konsep apartheid baru dikenal pada tahun 1930 dengan pengemuka Eiselen. Pada perkembangannya konsep apartheid dijadikan sebagai politik pemerintahan Afrika Selatan pada masa pemerintahan Daniel F. Malan dan ditetapkan serta diterapkan lebih tegas masa Hendrik Verwoerd menjabat sebagai Perdana Menteri di Afrika Selatan tahun 1948.
Perjuangan pribumi kulit hitam Afrika Selatan dalam menghapuskan politik
apartheid ini mendapatkan tantangan dari pemerintahan dengan adanya peraturan
yang kejam dan penanganan protes dengan menggunakan senjata api. Perjuangan pribumi kulit hitam dipimpin oleh tokoh apartheid, seperti Nelson Mandela. Mandela berjuang dengan aksi damai dan secara gerilyawan, tetapi Mandela ditangkap oleh pemerintah apartheid disebabkan menjadi dalang dari beberapa pemogokan kerja dan dituduh melakukan sabotase terhadap pemerintahan Afrika Selatan. Mandela pun dimasukan ke dalam penjara dengan vonis hukuman seumur hidup.
Pasca penangkapan Mandela, perjuangan pribumi Afrika Selatan tidak terhenti di situ. Selama di dalam penjara, Mandela mendirikan Universitas Nelson Mandela dan mendidik para aktivis anti-apartheid yang ikut dipenjara. Para aktivis tersebut diberikan ilmu pengetahuan mengenai politik dan dibiarkan mengutarakan ide-idenya dalam perpolitikan. Kondisi di luar penjara juga begitu kacau. Protes berdatangan dari berbagai pihak, seperti internal pribumi Afrika Selatan dan pihak asing, untuk segera membebaskan tahanan politik serta menghapuskan politik apartheid. Menanggapi desakan tersebut, akhirnya pada
(29)
tahun 1991 masa pemerintahan Presiden de Klerk, Nelson Mandela beserta rekan-rekan dibebaskan dari penjara dan segera dijanjikan akan diadakan negosiasi dengan pemerintahan untuk menghapuskan politik apartheid.
Tahap pertama, pemerintahan Presiden de Klerk menghapuskan beberapa kebijakan seperti kepemilkan tanah dan fasilitas terpisah. Tahap selanjutnya dilakukan referendum peraturan tahun 1992 dan disetujui oleh parlemen. Selama proses negosiasi, pemerintahan Presiden de Klerk dihadapkan dengan kerusuhan yang terjadi di beberapa daerah, seperti Natal, dan sempat memberlakukan kondisi darurat serta menurunkan personil bersenjata untuk meredam kerusuhan tersebut. Setelah melakukan negosiasi yang terbilang cepat, pemerintahan beserta para aktivis anti-apartheid mengambil keputusan bahwa di Afrika Selatan akan diberlakukan pemerintahan transisi pada periode pemerintahan berikutnya, yaitu periode tahun 1994. Fungsi dari pemerintahan transisi ini adalah melakukan rekonsiliasi dan rekonstruksi pemerintahan dari apartheid menjadi pemerintahan yang nonrasial.
Pada tahun 1994, Afrika Selatan memasuki periode pemerintahan baru, oleh sebab itu sebagai hasil dari pertemuan sebelumnya, diadakan pemilihan umum pertama di Afrika Selatan yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat tanpa berdasarkan kepada ras. Hasil pemilihan umum tersebut adalah kemenangan Nelson Mandela dari partai ANC dan resmi menjadi presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan. Pemerintahan Mandela melibatkan semua lapisan masyarakat dalam perwakilan dalam pemerintahan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pemilihan umum merupakan bukti bahwa politik apartheid telah berakhir.
Berdasarkan pada pendekatan teori konflik Coser, pada kasus Afrika Selatan merupakan wujud dari ketidakpuasan masyarakat terhadap peraturan yang ada sehingga pribumi kulit hitam menuntut hak-hak dasar mereka agar dikembalikan. Hal tersebut mendatangkan perubahan secara cepat di dalam struktur masyarakat karena konflik tersebut bersifat intensif (beradasarkan teori Dahrebdorf), terlihat pada perubahan secara cepat dalam perpindahan politik pemerintahan apartheid menjadi pemerintahan yang demokratis multirasial.
(30)
5.2 Rekomendasi
Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada pembelajaran sejarah di lembaga persekolahan khususnya pada tingkat Sekolah Menengah Atas karena sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD)
“Menganalisis Perkembangan Sejarah Dunia Sejak Perang Dunia II sampai
dengan Perkembangan Mutakhir” dengan Kompetensi Dasar 2.2 yaitu
“Kemampuan menganalisis perkembangan mutakhir dunia.” Kasus pengahapusan
politik apartheid merupakan hal yang mutakhir, karena jika melihat waktu terjadinya penghapusan tersebut adalah periode 1990-an. Oleh sebab itu, peristiwa penghapusan politik apartheid ini bisa dijadikan sebagai bahan ajar tambahan sejarah di sekolah-sekolah dengan menjelaskan proses penghapusan dan rentetan peristiwa yang terjadi ketika penghapusan politik apartheid berlangsung. Selain itu, dari pembelajaran dengan materi konflik apartheid, siswa bisa mendapatkan nilai bahwa perlakuan diskriminatif dalam kehidupan mendatangkan konflik yang berkepanjangan dan merugikan objek yang dijadikan perlakuan diskriminatif. Siswa juga bisa mengetahui kalau dengan adanya perlakuan diskriminatif bisa menghancurkan integritas bangsa.
Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam penelitian ini ialah nilai cinta tanah air, patriotisme, toleransi, nasionalisme, saling menghargai dan menghormati, serta yang utama menurut penulis adalah nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan. Cinta tanah air, jiwa patriotisme dan nasionalisme ini tergambarkan pada perjuangan masyarakat pribumi kulit hitam Afrika Selatan dalam membebaskan diri dan mendapatkan hak-hak mereka yang hilang disebabkan berlakunya politik apartheid. Toleransi, saling menghargai dan menghormati serta nilai-nilai demokrasi bisa terlihat pada pemilihan umum multiras pertama di Afrika Selatan tahun 1994. Pemilihan umum ini melibatkan semua lapisan masyarakat. Berdasarkan kasus konflik apartheid, penulis berpendapat bahwa hal yang membuat kehidupan ini bernilai adalah dengan menghargai perbedaan yang dimiliki oleh setiap orang. Namun hal yang paling penting adalah perdamaian dunia di mana tidak ada diskriminasi rasial seperti yang penulis kaji dalam penelitian ini.
(31)
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, S. Z. (2004). Kebijakan Publik. Jakarta : Yayasan Pancur Siwah.
Adnan, A. H. (2008). Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika. Bandung : Angkasa.
Ballack, L. (2007). 7 Tokoh Kunci Nazi : Penentu Sejarah Jerman dan Penyebab
Perang Dunia II. Jakarta : Visimedia.
Barker, C. (2000). Cultural Studies : Teori dan Praktek. Yogyakarta : Kreasi Wacana.
Basri, T. H. (2006). Afrika Selatan : Catatan Sebuah Perjalanan di Bumi Nelson
Mandela. Bandung : Humaniora.
Bottomore, T. dkk. (1979). Karl Marx : Selected Writtings in Sociology and
Social Philosphy. Victoria : Penguin Books.
Budiarjo, M. (1986). Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia.
Coser, L. (1967). Continuities in The Study of Social Conflict. New York : Free Press.
Coser , L. (1965). George Simmel. Eaglewood Cliffts, New Jersey : Prentice Hall.
Coser, L. (1956). The Function of Social Conflict. New York : Free Press.
Ismaun. (2005). Pengantar Belajar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana
(32)
Thung J. L. (1999). Tinjauan Kepustakaan tentang Etnis Cina di Indonesia,
Retrospeksi dan Rekonteskstualisasi Masalah Cina. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Kymlicka, W. (2011). Kewarganegaraan Multikultural. Jakarta : Pustaka LP3S.
Magnis, F. (1997). Ringkasan Sejarah Marxisme dan Komunisme. Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya.
McEwan, P. J. M. dan Suchclift, R. B.(1965). Modern Africa. New York: Thomas Y. Crowell.
Narasi. (2006). Heroes of Freedom and Humanity. Yogyakarta: Penerbit Narasi.
Nazsir, N. (2008). Teori – Teori Sosiologi. Bandung: Widya Padjajaran.
Poloma, M. (1994). Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Peffer, J. (2009). Art and The End of Apartheid. Minneapolis : University of Minnesotta Press.
Raho, B. (2007). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustakarya.
Sjamsudin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Ombak.
Soeratman, D. (2012). Sedjarah Afrika. Yogyakarta : Ombak.
Stapleton, T. J. (2010). A Military History of South Africa. Santa Barbara : Praeger.
Suharto, E. (2008). Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
(33)
Suparlan, P. (1999). Masyarakat Majemuk dan Hubungan antar Suku Bangsa,
Masalah Cina. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Supardan, D. (2009). Pengantar Ilmu Sosial : Sebuah Kajian Pendekatan
Struktural. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Theodorson, G. A. dan Theodorson, A. G. (1979). A Modern Dictionary of
Sociology. New York : Barnes & Noble Books.
_____. (1994, 3 Mei). Pemerintahan Transisi di Afsel Tidak Mudah : Pertikaian
Sesama Kulit Hitam Masih Jadi Kendala. Pikiran Rakyat, hal. ____.
_____. (1990, 28 Maret). Kerusuhan Politik Tewaskan 20 Orang. Pikiran Rakyat, hal. _____.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Win. (2003, Kamis 10 April). Karena Merasa Dilecehkan, Penghayat Kepercayaan Mengadu ke Komnas HAM. Kompas. Hal 7.
Sumber Internet:
Henrard, K. (____). Para Pengungsi di Afrika Selatan: Strategi Pemindahan
Secara Paksa dan Apartheid (1), [Online].
Tersedia:http://www.law.kuleuven.be/jura/art/32n4/henrard.htm [24 Desember 2012]
Johnson, B. (2012). Apartheid. [Online]. Tersedia:
http://worldnews.about.com/od/adg/apartheid.htm [4 Febuari 2012]
____. (2013). Eastern Cape. [Online]. Tersedia:
http://en.wikipedia.org/wiki/Eastern_Cape [21 Januari 2013]
____. (2013). Gauteng. [Online]. Tersedia:http://en.wikipedia.org/wiki/Gauteng [21 Januari 2013]
(34)
____. (2012). Kwazulu-Natal. [Online]. Tersedia:
http://en.wikipedia.org/wiki/KwaZulu-Natal [21 Januari 2013]
____. (2013). Norhtern Cape. [Online]. Tersedia:
http://en.wikipedia.org/wiki/Northern_Cape [21 Januari 2013]
____. (2012). North Province (South African Province). [Online]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/North_West_(South_African_province) [21 Januari 2013]
____. (2012). South African General Election 1994. [Online]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/South_African_general_election,_1994 [10 Januari 2012]
____. (2013). Western Cape. [Online]. Tersedia:
http://en.wikipedia.org/wiki/Western_Cape [21 Januari 2013]
____. (_________). Pendidikan di Afrika Selatan. [Online]. Tersedia: http://countrystudies.us/south-africa/56.htm [24Desember 2012]
Sumber Jurnal:
Fedderkea, J. T. et. al. (2001). “Indicators of political liberty, property rights and political instability in South Africa: 1935–97”. Dalam International Review
of Law and Economics. 21, (3), 103-134.
Johnson, W. R. (2009). Education: Keystone of Apartheid. Dalam Anthropology
& Education Quarterly. 23, (13), 214-237.
Youn Mee, C. et. al. (2005). Kekerasan Vigilantism dalam Tatanan Sosial. Dalam
(1)
78
Veygi Yusna, 2013
Perkembangan Politik Apartheid Pada Masa Pemerintahan Frederik Willem de Klerk Tahun 1989-1994
tahun 1991 masa pemerintahan Presiden de Klerk, Nelson Mandela beserta rekan-rekan dibebaskan dari penjara dan segera dijanjikan akan diadakan negosiasi dengan pemerintahan untuk menghapuskan politik apartheid.
Tahap pertama, pemerintahan Presiden de Klerk menghapuskan beberapa kebijakan seperti kepemilkan tanah dan fasilitas terpisah. Tahap selanjutnya dilakukan referendum peraturan tahun 1992 dan disetujui oleh parlemen. Selama proses negosiasi, pemerintahan Presiden de Klerk dihadapkan dengan kerusuhan yang terjadi di beberapa daerah, seperti Natal, dan sempat memberlakukan kondisi darurat serta menurunkan personil bersenjata untuk meredam kerusuhan tersebut. Setelah melakukan negosiasi yang terbilang cepat, pemerintahan beserta para aktivis anti-apartheid mengambil keputusan bahwa di Afrika Selatan akan diberlakukan pemerintahan transisi pada periode pemerintahan berikutnya, yaitu periode tahun 1994. Fungsi dari pemerintahan transisi ini adalah melakukan rekonsiliasi dan rekonstruksi pemerintahan dari apartheid menjadi pemerintahan yang nonrasial.
Pada tahun 1994, Afrika Selatan memasuki periode pemerintahan baru, oleh sebab itu sebagai hasil dari pertemuan sebelumnya, diadakan pemilihan umum pertama di Afrika Selatan yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat tanpa berdasarkan kepada ras. Hasil pemilihan umum tersebut adalah kemenangan Nelson Mandela dari partai ANC dan resmi menjadi presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan. Pemerintahan Mandela melibatkan semua lapisan masyarakat dalam perwakilan dalam pemerintahan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pemilihan umum merupakan bukti bahwa politik apartheid telah berakhir.
Berdasarkan pada pendekatan teori konflik Coser, pada kasus Afrika Selatan merupakan wujud dari ketidakpuasan masyarakat terhadap peraturan yang ada sehingga pribumi kulit hitam menuntut hak-hak dasar mereka agar dikembalikan. Hal tersebut mendatangkan perubahan secara cepat di dalam struktur masyarakat karena konflik tersebut bersifat intensif (beradasarkan teori Dahrebdorf), terlihat pada perubahan secara cepat dalam perpindahan politik pemerintahan apartheid menjadi pemerintahan yang demokratis multirasial.
(2)
79
5.2 Rekomendasi
Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada pembelajaran sejarah di lembaga persekolahan khususnya pada tingkat Sekolah Menengah Atas karena sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD) “Menganalisis Perkembangan Sejarah Dunia Sejak Perang Dunia II sampai dengan Perkembangan Mutakhir” dengan Kompetensi Dasar 2.2 yaitu “Kemampuan menganalisis perkembangan mutakhir dunia.” Kasus pengahapusan politik apartheid merupakan hal yang mutakhir, karena jika melihat waktu terjadinya penghapusan tersebut adalah periode 1990-an. Oleh sebab itu, peristiwa penghapusan politik apartheid ini bisa dijadikan sebagai bahan ajar tambahan sejarah di sekolah-sekolah dengan menjelaskan proses penghapusan dan rentetan peristiwa yang terjadi ketika penghapusan politik apartheid berlangsung. Selain itu, dari pembelajaran dengan materi konflik apartheid, siswa bisa mendapatkan nilai bahwa perlakuan diskriminatif dalam kehidupan mendatangkan konflik yang berkepanjangan dan merugikan objek yang dijadikan perlakuan diskriminatif. Siswa juga bisa mengetahui kalau dengan adanya perlakuan diskriminatif bisa menghancurkan integritas bangsa.
Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam penelitian ini ialah nilai cinta tanah air, patriotisme, toleransi, nasionalisme, saling menghargai dan menghormati, serta yang utama menurut penulis adalah nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan. Cinta tanah air, jiwa patriotisme dan nasionalisme ini tergambarkan pada perjuangan masyarakat pribumi kulit hitam Afrika Selatan dalam membebaskan diri dan mendapatkan hak-hak mereka yang hilang disebabkan berlakunya politik apartheid. Toleransi, saling menghargai dan menghormati serta nilai-nilai demokrasi bisa terlihat pada pemilihan umum multiras pertama di Afrika Selatan tahun 1994. Pemilihan umum ini melibatkan semua lapisan masyarakat. Berdasarkan kasus konflik apartheid, penulis berpendapat bahwa hal yang membuat kehidupan ini bernilai adalah dengan menghargai perbedaan yang dimiliki oleh setiap orang. Namun hal yang paling penting adalah perdamaian dunia di mana tidak ada diskriminasi rasial seperti yang penulis kaji dalam penelitian ini.
(3)
Veygi Yusna, 2013
Perkembangan Politik Apartheid Pada Masa Pemerintahan Frederik Willem de Klerk Tahun 1989-1994
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA
Abidin, S. Z. (2004). Kebijakan Publik. Jakarta : Yayasan Pancur Siwah.
Adnan, A. H. (2008). Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika. Bandung : Angkasa.
Ballack, L. (2007). 7 Tokoh Kunci Nazi : Penentu Sejarah Jerman dan Penyebab
Perang Dunia II. Jakarta : Visimedia.
Barker, C. (2000). Cultural Studies : Teori dan Praktek. Yogyakarta : Kreasi Wacana.
Basri, T. H. (2006). Afrika Selatan : Catatan Sebuah Perjalanan di Bumi Nelson
Mandela. Bandung : Humaniora.
Bottomore, T. dkk. (1979). Karl Marx : Selected Writtings in Sociology and
Social Philosphy. Victoria : Penguin Books.
Budiarjo, M. (1986). Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia.
Coser, L. (1967). Continuities in The Study of Social Conflict. New York : Free Press.
Coser , L. (1965). George Simmel. Eaglewood Cliffts, New Jersey : Prentice Hall.
Coser, L. (1956). The Function of Social Conflict. New York : Free Press.
Ismaun. (2005). Pengantar Belajar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana
(4)
Thung J. L. (1999). Tinjauan Kepustakaan tentang Etnis Cina di Indonesia,
Retrospeksi dan Rekonteskstualisasi Masalah Cina. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Kymlicka, W. (2011). Kewarganegaraan Multikultural. Jakarta : Pustaka LP3S.
Magnis, F. (1997). Ringkasan Sejarah Marxisme dan Komunisme. Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya.
McEwan, P. J. M. dan Suchclift, R. B.(1965). Modern Africa. New York: Thomas Y. Crowell.
Narasi. (2006). Heroes of Freedom and Humanity. Yogyakarta: Penerbit Narasi.
Nazsir, N. (2008). Teori – Teori Sosiologi. Bandung: Widya Padjajaran.
Poloma, M. (1994). Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Peffer, J. (2009). Art and The End of Apartheid. Minneapolis : University of Minnesotta Press.
Raho, B. (2007). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustakarya.
Sjamsudin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Ombak.
Soeratman, D. (2012). Sedjarah Afrika. Yogyakarta : Ombak.
Stapleton, T. J. (2010). A Military History of South Africa. Santa Barbara : Praeger.
Suharto, E. (2008). Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
(5)
Veygi Yusna, 2013
Perkembangan Politik Apartheid Pada Masa Pemerintahan Frederik Willem de Klerk Tahun 1989-1994
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Suparlan, P. (1999). Masyarakat Majemuk dan Hubungan antar Suku Bangsa,
Masalah Cina. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Supardan, D. (2009). Pengantar Ilmu Sosial : Sebuah Kajian Pendekatan
Struktural. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Theodorson, G. A. dan Theodorson, A. G. (1979). A Modern Dictionary of
Sociology. New York : Barnes & Noble Books.
_____. (1994, 3 Mei). Pemerintahan Transisi di Afsel Tidak Mudah : Pertikaian
Sesama Kulit Hitam Masih Jadi Kendala. Pikiran Rakyat, hal. ____.
_____. (1990, 28 Maret). Kerusuhan Politik Tewaskan 20 Orang. Pikiran Rakyat, hal. _____.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Win. (2003, Kamis 10 April). Karena Merasa Dilecehkan, Penghayat Kepercayaan Mengadu ke Komnas HAM. Kompas. Hal 7.
Sumber Internet:
Henrard, K. (____). Para Pengungsi di Afrika Selatan: Strategi Pemindahan
Secara Paksa dan Apartheid (1), [Online].
Tersedia:http://www.law.kuleuven.be/jura/art/32n4/henrard.htm [24 Desember 2012]
Johnson, B. (2012). Apartheid. [Online]. Tersedia:
http://worldnews.about.com/od/adg/apartheid.htm [4 Febuari 2012]
____. (2013). Eastern Cape. [Online]. Tersedia:
http://en.wikipedia.org/wiki/Eastern_Cape [21 Januari 2013]
____. (2013). Gauteng. [Online]. Tersedia:http://en.wikipedia.org/wiki/Gauteng [21 Januari 2013]
(6)
____. (2012). Kwazulu-Natal. [Online]. Tersedia:
http://en.wikipedia.org/wiki/KwaZulu-Natal [21 Januari 2013]
____. (2013). Norhtern Cape. [Online]. Tersedia:
http://en.wikipedia.org/wiki/Northern_Cape [21 Januari 2013]
____. (2012). North Province (South African Province). [Online]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/North_West_(South_African_province) [21 Januari 2013]
____. (2012). South African General Election 1994. [Online]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/South_African_general_election,_1994 [10 Januari 2012]
____. (2013). Western Cape. [Online]. Tersedia:
http://en.wikipedia.org/wiki/Western_Cape [21 Januari 2013]
____. (_________). Pendidikan di Afrika Selatan. [Online]. Tersedia: http://countrystudies.us/south-africa/56.htm [24Desember 2012]
Sumber Jurnal:
Fedderkea, J. T. et. al. (2001). “Indicators of political liberty, property rights and political instability in South Africa: 1935–97”. Dalam International Review
of Law and Economics. 21, (3), 103-134.
Johnson, W. R. (2009). Education: Keystone of Apartheid. Dalam Anthropology
& Education Quarterly. 23, (13), 214-237.
Youn Mee, C. et. al. (2005). Kekerasan Vigilantism dalam Tatanan Sosial. Dalam