PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA YANG DIAJAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMECAHAN MASALAH DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN KUADRAT DI KELAS X SMA BUDI MURNI 3 MEDAN TAHUN AJARAN 2011/2012.

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA YANG DIAJAR DENGAN
MENGGUNAKAN METODE PEMECAHAN MASALAH
DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA
POKOK BAHASAN PERSAMAAN KUADRAT
DI KELAS X SMA BUDI MURNI 3 MEDAN
TAHUN AJARAN 2011/2012

Oleh :
Vicky T Siahaan
NIM 05311374
Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2012


iv

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala rahmat dan karuniaNya yang telah memberikan kesehatan dan hikmat
kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Skripsi ini berjudul ”Perbedaan Hasil Belajar Siswa Yang Diajar Dengan
Metode Pemecahan Masalah Dengan Pembelajaran Konvensional Pada Pokok
Bahasan Persamaan Kuadrat di Kelas X SMU Budi Murni 3 Medan Tahun Ajaran
2011/2012”. disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan.
Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak menerima bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
rasa terima kasih yang sebesar – besarnya kepada Bapak Prof.Dr.Syawal
Gultom,M.Pd selaku Rektor UNIMED beserta staf pegawai UNIMED. Bapak
Prof.Drs.Manihar Situmorang,M.Sc.,Ph.D, selaku Dekan beserta staf pegawai
FMIPA UNIMED. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak
Dr.Mukhtar,M.Pd, selaku Ketua Jurusan beserta Bapak/Ibu Dosen dan Staf
Pegawai Jurusan Matematika FMIPA UNIMED yang sudah membantu penulis

untuk menyiapkan berkas-berkas sebagai syarat untuk meja hijau dan wisuda.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Prof.Dr.P.Siagian,
M.Pd, sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan
bimbingan dan saran – saran kepada penulis sejak awal penyusunan proposal,
perencanaan penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini. Bapak
Drs.Yasifati Hia,M.Pd, Drs,syafari,M.Pd dan ibu Dra. Katrina Samosir, M.Pd,
sebagai dosen penguji / pemberi saran yang telah banyak memberikan masukan
dan saran-saran yang sangat bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan
terima kasih juga disampaikan pada Ibu Dra.Katrina Samosir,M.Pd, sebagai
Dosen Penasehat Akademik dan kepada seluruh Bapak Ibu Dosen yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis serta Staf Pegawai Jurusan Matematika
FMIPA UNIMED yang telah banyak membantu penulis. Dan tak lupa ucapan
terima kasih kepada Ibu Kepala Sekolah, guru dan staf pegawai SMA Budi Murni
3 Medan.

v

Teristimewa kepada Ayahanda Sepman V Siahaan, Ibunda T.Siagian, yang
senantiasa memberikan doa dan motivasi serta dukungan baik secara material
maupun nonmaterial kepada penulis dalam menyelesaikan studi di UNIMED.

Tidak lupa penulis juga sangat berterimakasih kepada Abang penulis
A.H.Turmudzi, adik penulis Utari Ahlina Batubara serta ucapan terima kasih
kepada Maine Febriansyah Pratama, untuk semua bantuan doa, semangat dan
bantuan material maupun tenaga yang sudah diberikan selama ini.
Penulis juga berterima kasih kepada teman-teman seperjuangan dari kelas
Reg. Dik.C ’05, kepada DUCK, Devi, Ulan, Cici, Chandra, Yanu, Jeges, Wenny,
Mega, Dian Andrianto, Kuspuji Handayani dan teman-teman lainnya yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu yang sama-sama berjuang dan banyak
membantu penulis selama perkuliahan sampai menyelesaikan skripsi ini. Terima
kasih karena telah memberikan warna-warni dalam perjalanan hidupku.
Ucapan Terima Kasih juga penulis ucapkan kepada Rizki Fadlan, Ridwan,
Reza, Novira, Faridz, Rendi, Soni, Arfian, Miwa, Dinda dan seluruh keluarga
matahari yang telah memberikan dukungan penuh baik itu secara material maupun
doa kepada penulis dalam mensukseskan penulisan skripsi ini.
Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi
ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun
tata bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Kiranya skripsi ini
bermanfaat dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan. Akhir kata penulis
ucapkan terima kasih.


Medan,____________2012
Penulis

Vicky T Siahaan

iii

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA YANG DIAJAR DENGAN
MENGGUNAKAN METODE PEMECAHAN MASALAH DENGAN
PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA POKOK BAHASAN
PERSAMAAN KUADRAT DI KELAS X SMA BUDI MURNI 3
MEDAN TAHUN AJARAN 2011/2012
VICKY T SIAHAAN (NIM 05311374)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran metode
pemecahan masalah lebih efektif dalam mengajarkan pokok bahasan persamaan
kuadrat, dan selanjutnya untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa yang diajar
dengan menggunakan pembelajaran metode pemecahan masalah lebih baik dari
hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional

pada pokok bahasan persamaan kuadrat di kelas X SMA Budi Murni 3 Tahun
Ajaran 2011/2012.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Populasi penelitian ini
adalah seluruh siswa SMA Budi Murni 3. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari
dua kelas yang dipilih secara acak (random sampling) yaitu kelas XA sebagai
kelas eksperimen dengan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan kelas
Xb sebagai kelas kontrol dengan pembelajaran Konvensional.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata pos-tes pada kelas
eksperimen adalah 75,23 sedangkan pada kelas kontrol diperoleh 70,67.
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa dari 40 siswa terdapat 26 orang
siswa (86,6%) yang tuntas belajar dan 4 orang siswa (13,3%) yang tidak tuntas
belajar. Dari kriteria pencapaian ketuntasan indikator pembelajaran sebanyak 3
indikator (85,7%) yang tuntas dari 4 indikator yang ada. Sedangkan dari hasil
observasi, proses pembelajaran termasuk dalam kategori baik, dengan rata-rata
nilai akhir 84,00. Dari kriteria efektifitas pada penelitian ini maka diperoleh
bahwa pembelajaran model kooperatif tipe STAD efektif.
Selanjutnya untuk menguji hipotesis dilakukan uji statistik-t, dari
perhitungan diperoleh harga t hitung =1,804 dan ttabel = 1,667 pada taraf   0,05
dan ternyata thitung > ttabel. Maka hipotesis H0 ditolak dan Ha diterima. Berarti ada
perbedaan hasil belajar yang signifikan siswa kelas X SMA Negeri 1 Gebang pada

pokok bahasan persamaan kuadrat yang menggunakan pambelajaran model
kooperatif tipe STAD dan Pembelajaran konvensional dan pencapaian hasil
belajar kelas eksperimen dengan menggunakan pembelajaran model kooperafif
tipe STAD lebih tinggi daripada kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran
konvensional.

vi

DAFTAR ISI
halaman
Lembar Pengesahan

i

Riwayat Hidup

ii

Abstrak


iii

Kata Pengantar

iv

Daftar isi

vi

Daftar Lampiran

viii

Daftar Gambar

ix

Daftar Tabel


x

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah

1

1.2. Identifikasi Masalah

7

1.3. Batasan Masalah

7

1.4. Rumusan Masalah

8

1.5. Tujuan Penelitian


8

1.6. Manfaat Penelitian

8

BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1. Kerangka Teoritis

10

2.1.1. Pengertian Masalah Matematika

10

2.1.2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

11


2.1.3. Proses Belajar Matematika

13

2.1.4. Kesulitan Belajar Matematika

15

2.1.5.Diagnostik Mengatasi Kesulitan Belajar Matematika Siswa

16

2.1.6.Pendekatan Pembelajaran Matematika

18

2.1.7.Penerapan Pendekatan Active Learning di Kelas

18


2.1.8 Active Learning Tipe Index Card Match

20

2.2. Materi Pertidaksamaan

23

2.2.1.Daerah Penyelesaian Pertidaksamaan

23

2.2.2.Jenis Pertidaksamaan

24

2.2.3 Operasi Perencanaan Kegiatan Model Pembelajaran Active Learning 25

vii

2.2.4.Implementasi Pendekatan Active Learning tipe Index Card
Match dalam Pengajaran Matematika

28

2.2.5.Teori Belajar yang Mendukung

26

2.2.6.Hasil Penelitian Yang Relavan

30

2.3 Kerangka Konseptual

32

2. 4 Hipotesis Tindakan

34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

35

3.2. Subjek dan Objek Penelitian

35

3.2.1. Subjek Penelitian

35

3.2.2. Objek Penelitian

35

3.3. Jenis Penelitian

35

3.4. Alat Pengumpul Data

36

3.4.1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

36

3.4.2. Observasi

36

3.4.3. Wawancara

36

3.5. Rancangan Penelitian

37

3.6. Teknik Analisis Data

42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian

45

4.1.1 Siklus I

45

4.1.2 Siklus II

65

4. 2 Diskusi Hasil Penelitian

81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan

86

5.2 Saran

87

DAFTAR PUSTAKA

88

xi

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel Analisis Hasil Observasi Guru Pada Siklus I

48

Tabel Deskripsi Data Kesulitan Siswa Setiap Butir Soal Siklus I

53

Table Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa Pada Siklus I

63

Tabel Analisis Hasil Observasi Guru Pada Siklus II

68

Tabel Deskripsi Data Kesulitan Siswa Setiap Butir Soal Siklus II

73

Table Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa Pada Siklus II

80

Table Deskripsi Tingkat Kemampuan Siswa Setiap Siklus

85

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 3.1. Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan
kelas berdasarkan alurnya
pelatih proyek PGSM

menurut tim
41

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I

90

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II

97

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran III

100

Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IV

107

Lampiran 5. Kisi – kisi tes diagnostik

109

Lampiran 6. Tes diagnostik

110

Lampiran 7. Alternatif Penyelesaian tes diagnostik

113

Lampiran 8. Tes Awal

116

Lampiran 9. Alternatif Penyelesaian tes Awal

117

Lampiran 10. Kisi – kisi kemampuan pemecahan masalah matematika- I

120

Lampiran 11. Tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa – I 121
Lampiran 12. Alternatif penyelesaian tes kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa

122

Lampiran 13. Kisi – kisi kemampuan pemecahan masalah matematika- II 124
Lampiran 14. Tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa –II 125
Lampiran 15. Alternatif penyelesaian tes kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa

126

Lampiran 16. Tehnik penskoran tes kemampuan pemecahan masalah

129

Lampiran 17. Analisis hasil evaluasi tes wal

131

Lampiran 18. Analisis hasil evaluasi siklus I

133

Lampiran 19. Analisis hasil evaluasi siklus II

135

Lampiran 20. Skor kemampuan masalah matematika siswa setiap siklus

137

Lampiran 21. Pengamatan untuk guru pada pembelajaran pada siklus I

138

Lampiran 22. Pengamatan untuk guru pada pembelajaran pada siklus II

140

Lampiran 23. Lembar hasil wawancara

142

Lampiran 24. Lembar validator

144

ix

Lampiran 25. Lembar validasi tes kemampuan pemecahan masalah siswa I 125
Lampiran 26. Lembar validasi tes kemampuan pemecahan masalah siswa II 148
Lampiran 27. Contoh kartu ICM

151

Lampiran 28. Dokumentasi penelitian

152

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Dewasa ini dunia sedang memasuki era globalisasi yang merupakan akibat
dari perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi (IPTEK). Tidak dapat
dipungkiri bahwa perkembanan IPTEK memerlukan ilmu-ilmu dasar, diantaranya
adalah ilmu matematika. Sebagai ratunya ilmu sekaligus pelayan ilmu sangat
dibutuhkan dalam menghadapi tantangan di era globaisasi. Oleh karena itu,
matematika sebagai salah satu ilmu dasar mempunyai peranan penting dalam
upaya meningkatkan pengetahuan sains dan teknologi. Hal ini berarti sampai pada
batas tertentu matematika perlu dikuasai oleh setiap orang. Seperti yang
dikemukakan oleh Sujono (1998:20):
”Matematika memegang peranan penting karena dengan bantuan matematika
semua ilmu pengetahuan menjadi sempurna. Matematika merupakan alat yang
efisien dan diperlukan oleh semua ilmu pengetahuan dan tanpa bantuan
matematika semuanya akan mendapatkan kemajuan yang tak berarti”.
Matematika juga merupakan kunci utama dari pengetahuan-pengetahuan lain
yang dipelajari sekolah. Tetapi, kebanyakan orang menganggap bahwa
matematika itu merupakan pelajaran yang sulit dan menakutkan, sehingga
keinginan untuk mempelajari matemetika itu kurang. Sebagaimana dikemukakan
Charles dan Lester (dalam Krismanto, 2003:6), yaitu ”Banyak siswa tumbuh tanpa
menyukai matematika sama sekali. Mereka merasa tidak senang dalam
mengerjakan tugas-tugas dan merasa bahwa matematika itu sulit, menakutkan dan
tidak semua orang dapat mengerjakannya”.
Sikap dan anggapan seperti itu tentunya sangat berpengaruh terhadap gaya
belajar siswa yang cenderung menghindari pelajaran matematika. Oleh karena itu,
matematika harus digunakan sedemikian rupa agar bisa benar-benar bermanfaat
untuk kehidupan dan itu harus ditanamkan dalam bentuk siswa sejak awal.
Dengan begitu siswa akan menyukai pelajaran matematika.

1

2

Kondisi pengajaran matematika sendiri saat ini masih menunjukkan adanya
peluang yang luas bagi diadakannya upaya perbaikan-perbaikan karena tingkat
penguasaan peserta didik dalam matematika masih rendah. Sesuai dengan hasil
penelitian, yang dinyatakan oleh Masykur (2007:6) bahwa:
”Hasil penelitian di Indonesia, menunjukkan bahwa tingkat penguasaan
peserta didik dalam matematika pada semua jenjang pendidikan (SD-PT)
masih sekitar 34%. Hal ini sangat memprihatikan banyak pihak, terutama yang
menaruh perhatian dan minat khusus pada bidang ini”.
Jailani,1990 dan Haji, 1994 (dalam Dian Armanto, 2002 : 1) menyatakan
bahwa: “Hasil penelitian beberapa ahli menunjukkan bahwa masih banyak
kelemahan

yang

dimiliki

siswa

kita

dalam

matematika

diantaranya

ketidakmampuan memahami konsep matematika”.
Hal ini membentuk sikap dan perilaku siswa yang takut akan matematika.
Dampak negatifnya adalah hasil ujian nasional (UN) yang menunjukkan bahwa
matematika merupakan pelajaran yang paling rendah nilainya jika dibandingkan
dengan pelajaran lainnya dan hampir setiap tahun matematika dianggap sebagai
batu sandungan bagi kelulusan sebagian besar siswa. Seperti yang dikemukakan
Suharyanto dalam (http://www.smu.net.com/main.php?act&xkd=158) :
“Mata pelajaran matematika masih merupakan penyebab utama siswa tidak
lulus UN. Dari semua peserta yang tidak lulus, sebanyak 24,44% jatuh dalam
mata pelajaran matematika, sebanyak 7,9% akibat mata pelajaran bahasa
Inggris dan 0,48% akibat mata pelajaran bahasa Indonesia.”
Karena rendahnya tingkat penguasaan peserta didik dalam matematika tentu
akan mempengaruhi mutu pendidikan matematika di Indonesia. Pada saat ini mutu
pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan yang masih jauh tetinggal dari
negara-negara tetangga. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahim dalam
(http:/www.blogger.com/feeds/4510567821505579131/posts/defaul) yaitu:
”Prestasi siswa-siswi Indonesia dalam matematika masih dibawah standar
average score TIMSS (500). Indonesia hanya mampu memperoleh skor 307.
Adapun negara-negara lain seperti Singapura, Malaysia dan Thailand masingmasing mendapatkan skor 593,474 dan 444 dengan standar skor minimal
500”.

3

Rendahnya hasil belajar matematika yang dilihat dari data survei TIMSS
2003 (Trends in International Mathematics and Sciencies Study) di bawah payung
International Association for Evaluation of Educational Achievement (IEA) dalam
(http:// rosykrida. wordpress.com) bahwa : “Indonesia pada posisi ke-34 untuk
bidang matematika dan pada posisi ke-36 untuk bidang sains dari 45 negara yang
disurvei”. Hal tersebut juga didukung Sisnandar (dalam Jihad, 2008 : 151)
menyatakan :
“Mutu pendidikan dapat dilihat dari hasil studi internasional dimana
penguasaan siswa SLTP pada mata pelajaran IPA dan matematika berada pada
peringkat 32 dan 34 di bawah Malaysia. Hasil Ujian Akhir Nasional SLTP dan
SMU dengan batas nilai kelulusan rata-rata 6,00 secara nasional belum
meluluskan 100% bahkan ada sekolah yang 30% siswanya tidak lulus.
Relevansi pendidikan dengan kehidupan juga masih rendah seperti banyak
lulusan yang menanggur. Sejak tahun 1990 angka pengangguran dihadapi
lulusan SMU sebesar 25,47% dan Diploma/S1 27,5%.”
Di sisi lain, kritik dan sorotan masih sering dikemukakan, terutama masih
rendahnya nilai mata pelajaran matematika peserta didik dibanding mata pelajaran
lain. Hal ini dapat dilihat juga dengan masih banyaknya siswa SMA yang tidak
lulus UN dan kebanyakan dari mereka tidak lulus pada mata pelajaran
matematika.
Disadari atau tidak, banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya proses
belajar mengajar, salah satunya adalah faktor kemampuan guru dalam
menerapkan model pelajaran. Djahiri

(researchengires.com/0805arief6.htm1)

mengemukakan: ”Pemilihan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan
tujuan kurikulum dan potensi siswa sebagai kemampuan dan keterampilan dasar
yang harus dimiliki seorang guru”.
Oleh karena itu sudah saatnya guru matematika membuka paradigma baru
dalam pola pengajaran matematika di kelas. Selama ini pembelajaran masih
banyak berpusat pada guru sementara siswa cenderung pasif. Akibatnya siswa
tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir
matematiknya. Pembelajaran dilakukan hannya melalui proses penyampaian
informasi bukan melalui pemrosesan informasi. Akibatnya hasil yang diperoleh
dari pembelajaran adalah berupa akumulasi dari pengetahuan sebelumnya yang

4

satu sama lain terisolasi. Tentu saja hal tersebut tidak sesuai dengan tujuan
pendidikan matematika untuk mengembangkan pola pikir yang logis, daya nalar,
kritis serta kemampuan pemecahan masalah. Maka perlu dibuat suatu
pembelajaran yang dapat meningkatkan kreativitas siswa dan kemampuan siswa
untuk menemukan dan memecahkan permasalahan dengan upayanya sendiri.
Seperti yang diungkapkan oleh Surianta (http://www.ditnnaga.dikti.org) bahwa:
”Dalam proses belajar mengajar guru mempunyai tugas untuk memilih model atau
metode pembelajaran berikut media yang tepat dan sesuai dengan materi yang
disampaikan demi tercapainya tujuan pembelajaran”.
Salah satu metode pembelajaran matematika yang dapat diterapkan guna
meningkatkan hasil belajar siswa adalah metode Pemecahan Masalah.
Pemecahan masalah pertama kali dicetuskan oleh George Polya. Metode
pemecahan masalah bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga suatu
metode berpikir, sebab dalam pemecahan masalah dapat menggunakan metode
lainnya yang dimulai dengan mencapai data sampai menarik kesimpulan. Dalam
pemecahan

masalah

menyelesaikan

terdapat

masalahnya.

langkah-langkah

George

polya

yang

(dalam

membantu
Sujono,

siswa

1988:216)

mengemukakan bahwa:
“Dalam pemecahan masalah itu ada unsur penemuan. Masalah saudara
mungkin biasa saja, tetapi kalau ia menentang rasa ingin tahu saudara dan
mendorong saudara untuk berusaha menemukan dan bila saudara
menyelesaikan sendiri maka saudara dapat merasakan ada kesenangan dan
kepuasan di dalam penemuan itu”.
Di dalam menyelesaikan suatu masalah, siswa diharapkan terlebih dahulu
harus memiliki beberapa kemampuan, antara lain kemampuan memahami konsep,
memahami masalah, mampu mengaitkan konsep yang satu dengan yang lainnya,
mampu menerapkan konsep yang dimiliki pada situasi yang baru, serta mampu
mengevaluasi

tugas

yang

telah

dikerjakan.

Salah

satu

sarana

untuk

mengembangkan kemampuan pemecahan masalah bagi siswa pada pendidikan
adalah melalui pembelajaran matematika. Matematika mulai dari bentuknya yang
paling

kompleks,

memberikan

sumbangan

dalam

pengembangan

ilmu

5

pengetahuan lainnya, juga dalam memecahkan persoalan yang muncul dalam
kehidupan sehari-hari. Cockroft (dalam Abdurrahman, 1999 : 253) menyatakan :
“Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena :
1) Selalu digunakan dalam segala kehidupan.
2) Semua bidamg studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai.
3) Merupakan saran komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas.
4) Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara.
5) Meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, dan kesadaran
keruangan, dan
6) Memberikan kemampuan terhadap usaha memecahkan masalah yang
menantang.”
Pernyataan di atas sejalan dengan yang dikemukakan Jihad (2008 : 156)
bahwa:
“Matematika sebagai proses yang aktif, dinamik, dan generatif melalui
kegiatan matematika (“doing mathematics”), memberikan sumbangan yang
penting bagi peserta didik dalam pengembangan nalar, berfikir logis, sistematik,
kritis, dan cermat, serta bersikap obyektif dan terbuka dalam menghadapi berbagai
permasalahan”.
Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat
penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa
dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta
keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah.
Sebagaimana tercantum dalam kurikulum matematika sekolah bahwa tujuan
diberikannya matematika antara lain agar siswa mampu menghadapi perubahan
keadaan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar
pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif. Tuntutan tersebut
tidak mungkin tercapai bila pembelajaran hanya berbentuk hafalan, latihan
pengerjaan soal yang rutin, serta proses pembelajaran yang teacher centered yang
tidak menuntut siswa untuk mengoptimalkan daya fikirnya.
Untuk memenuhi tuntutan yang demikian tinggi, tentunya tidak akan terlepas
dari upaya peningkatan kualitas pembelajaran matematika di sekolah. Sebagai
upaya peningkatan mutu pendidikan secara nasional, telah dilakukan pengkajian
ulang terhadap kurikulum. Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan merupakan
keharusan agar sistem pendidikan nasional selalu relevan dan kompetitif (Mulyasa,
2007 : 8). Sehingga terjadi penyempurnaan kurikulum dari waktu ke waktu. Salah

6

satunya dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang proses
pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami lingkungan sekitar.
Terkait hal ini Komaruddin (dalam Trianto, 2007 : 2) menyatakan :
“Perubahan paradigma pembelajaran dalam KTSP adalah orientasi pembelajaran
yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada murid
(student centered); metodologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti
ke partisipatori; dan pendekatan yang semula lebih bersifat tekstual (hafalan)
berubah menjadi kontekstual. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk
memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil”.
Diberlakukannya KTSP di sekolah menuntut siswa untuk bersikap aktif, kreatif,
dan inovatif dalam menanggapi pelajaran yang diajarkan. Untuk menumbuhkan
ketiga sikap tersebut tidaklah mudah. KTSP juga menghendaki bahwa suatu
pembelajaran pada dasarnya tidak hanya mempelajari konsep, teori, dan fakta tetapi
juga aplikasi dalam kehidupan nyata. Dalam proses pembelajaran matematika, guru
dituntut untuk mempunyai kemampuan yang lebih dalam menyampaikan materi
pelajaran maupun dalam menyelesaikan kesulitan siswa. Guru juga diharapkan dapat
memampukan siswa menguasai konsep dan memecahkan masalah dengan kebiasaan
berpikir kritis, logis, sistematis, dan struktur.
Soedjadi dan Moesono (1994 : 3) menyatakan : “Salah satu yang menentukan
keberhasilan interaksi belajar dikelas terletak pada kemampuan guru”, dan
Sutawidjaya (1991 : 7) berpendapat bahwa : “untuk melaksanakan pembelajaran
matematika dengan berhasil, guru harus dapat mengenal dan menyelesaikan kesulitan
siswa.” Lebih lanjut Polya (dalam W.L Sihombing, 1997 : 3) mengatakan bahwa :
“seorang pengajar matematika harus menggunakan segala kemampuan yang
dimilikinya untuk mengembangkan kemampuan peserta didiknya di dalam
memecahkan masalah matematika”.

Menurut Jenning dan Dunne dalam (http://makalahdanskripsi.blogspot.
com/2010/08/pembelajaran-matematika-realistik-rme.html) mengatakan bahwa :
“Kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika
ke dalam situasi kehidupan real. Hal ini yang menyebabkan sulitnya
matematika bagi siswa adalah karena dalam pembelajaran matematika kurang
bermakna, dan guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan
skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan
untuk menemukan kembali ide-ide matematika. Mengaitkan pengalaman

7

kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas
sangat penting dilakukan agar pembelajaran matematika bermakna.”
Dari kutipan di atas menekankan bahwa di dalam pembelajaran matematika
siswa harus diberi kesempatan mengkaji, menganalisis dengan kemampuannya
sendiri untuk membangun pemahamannya terhadap konsep matematika. Memberi
kesempatan bertanya kepada guru dan berdiskusi dengan temannya. Hal ini tidak
hanya membuat siswa berperan aktif, berinteraksi dengan lingkungan belajarnya
tetapi lebih mengajak siswa berfikir dan termotivasi dalam belajar dan
menghargai orang lain. Sehingga siswa dapat memperoleh pemahaman yang lebih
tinggi yang sangat bermanfaat untuk mengembangkan kemampuannya dalam
memecahkan masalah. Akan tetapi jika kita mencermati pembelajaran matematika
di sekolah di Indonesia dewasa ini, tampak bahwa proses dan hasil
pembelajarannya belum memenuhi harapan yang di inginkan. Ada beberapa
gejala yang tampak mencolok, antara lain :
1. Materi pembelajaran yang sangat padat dibandingkan dengan waktu yang
tersedia.
2. Strategi

pembelajaran

yang

lebih

didominasi

oleh

upaya

untuk

menyelesaikan materi pembelajaran dalam waktu yang tersedia, dan kurang
adanya proses dalam diri siswa untuk mencerna materi secara aktif dan
konstruktif.
3. Orientasi pembelajaran yang terpaku pada ulangan umum atau Ujian
Nasional (UN).
4. Kurang keterkaitan antara materi dan proses pembelajaran dengan dunia
nyata.
Dalam proses pembelajaran yang terjadi siswa hanya diposisikan sebagai
pendengar ceramah guru, akibatnya proses belajar mengajar cenderung membosankan
dan menjadikan siswa malas belajar. Dan umumnya siswa mengatakan matematika

merupakan pelajaran yang sulit dan membosankan, tidak menarik, dan bahkan
penuh misteri. Ini disebabkan oleh pelajaran matematika yang dirasakan sukar,
gersang, tidak tampak kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.

8

Seperti yang dikemukakan oleh Soedjadi (2007 : 7) sebagai berikut :
“Banyak terjadi guru lebih menekankan mengajarkan alat, bagaimana alat itu
dipakai, bagaimana anak belajar menggunakannya, tanpa tahu bagaimana alat
itu dibuat ataupun mengkritisi kenapa alat itu dipakai. Proses pendidikan
matematika seperti itu sangat memungkinkan anak hanya menghafal tanpa
mengerti, padahal semestinya boleh menghafal hanya setelah mengerti. Sifat
kritis yang diharapkan tumbuh melalui pembelajaran matematika dapat sama
sekali tidak tercapai”.
Hal yang sama juga dikemukakan Soedjana (dalam Kertiasa, 2008: 1)
menyatakan :
“Dalam metode mengajar tradisional, seorang guru dianggap sebagai sumber
ilmu, guru bertindak otoriter dan mendominasi kelas. Guru langsung mengajar
materi matematika, membuktikan semua dalil-dalilnya dan memberikan
contoh-contohnya. Sebaliknya murid harus duduk dengan rapi, mendengar
dengan tenang dan berusaha meniru cara-cara guru membuktikan dalil dan
cara guru mengarjakan soal-soal. Demikianlah suasana belajar dan mengajar
yang tertib dan tenang. Murid bersifat pasif dan guru bersifat aktif. Muridmurid yang dapat dengan persis mengerjakan soal-soal seperti yang
dicontohkan gurunya adalah murid yang akan mendapat nilai yang paling
baik. Murid-murid pada umumnya kurang diberi kesempatan untuk
berinisiatif, mencari jawaban sendiri, merumuskan dalil-dalil. Murid-murid
pada umumnya dihadapkan pada pertanyaan ’Bagaimana menyelesaikan soal’
bukan kepada’ Mengapa menyelesaikannya demikian”.
Kondisi ini melahirkan anggapan bagi siswa bahwa belajar matematika tak
lebih dari sekedar mengingat kemudian melupakan fakta dan konsep. Dan semua
itu terbukti tidak berhasil membuat siswa memahami dengan baik apa yang
mereka pelajari. Penguasaan dan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep
matematika lemah karena tidak mendalam. Akibatnya siswa tidak mampu
menggunakan materi matematika yang sudah dipelajarinya untuk memecahkan
masalah.
Berkaitan dengan masalah-masalah di atas, permasalahan yang peneliti temukan
dalam pembelajaran matematika di SMU Budi Murni 3 Medan setelah mengadakan
observasi pendahuluan adalah

1. Pembelajaran yang digunakan guru masih bersifat konvensional. Praktek
pembelajaran yang terjadi di sekolah selama ini cenderung pada
pembelajaran berpusat pada guru (teacher oriented). Guru menyampaikan

9

materi pelajaran dengan menggunakan metode ceramah atau ekspositori
sementara siswa mencatatnya pada buku catatan dan guru membahas caracara penyelesaian contoh soal, selanjutnya guru meminta siswa
mengerjakan soal latihan.
2. Dalam penyampaian materi guru monoton menguasai kelas sehingga siswa
kurang leluasa dalam menyampaikan ide-idenya.

3. Beberapa pertanyaan yang diajukan kepada siswa umumnya hanya mengingat
fakta dan bukan memikirkan konsep.

Aktivitas siswa selama proses pembelajaran belum memuaskan karena
pembelajaran masih didominasi oleh guru. Partisipasi aktif siswa rendah sekali,
dan kemandirian siswa juga masih rendah. Tidak ada yang mengajukan
pertanyaan terkait materi yang telah disampaikan guru. Hal ini mengesankan
bahwa mereka sudah mengerti pada materi yang telah disampaikan guru. Tetapi
ketika guru memberi soal latihan dan meminta siswa mengerjakan di papan tulis,
tidak ada yang ingin mencoba untuk menyelesaikannya walaupun guru akan
memberi nilai tambahan bagi siswa yang mampu menyelesaikan soal tersebut.
Guru harus terlebih dahulu menunjuk nama siswa agar siswa mau mengerjakan
soal di papan tulis. Ketika dimintai tanggapan pun atas penyelesaian temannya
siswa juga tidak ada yang memberikan komentar, mereka langsung setuju dengan
jawaban yang dikerjakan temannya dan langsung mencatat semuanya. Kegiatan
pembelajaran seperti ini sangat kurang menarik, kurang efektif dan tidak
menantang.
Dalam pembelajaran matematika tidak semua materi dapat dipahami siswa
dengan baik oleh siswa, artinya siswa mengalami kesulitan untuk mempelajarinya.
Ini mengakibatkan hasil belajar siswa rendah, salah satu materi tersebut adalah
persamaan kuadrat. Persamaan kuadrat merupakan pokok bahasa matematika
yang di ajarkan di SMA kelas X pada semester pertama. Menurut R. Simbolon
S.Pd salah satu guru matematika SMU Budi Murni 3 Medan menyebutkan bahwa
masih banyak siswa yang hasil belajarnya masih rendah, terkhusus pada materi
persaman kuadrat. Hal ini dilihat dari nilai ulangan harian siswa yang rendah, dari
30 siswa,hanya sekitar 35% siswa yang mencapai nilai di atas 65.

10

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perlu dipikirkan suatu cara
atau metode pembelajaran untuk mengatasi permasalahan di atas. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Perbedaan Hasil
Belajar Siswa Yang Diajar Dengan Metode Pemecahan Masalah Dengan
Pembelajaran Konvensional Pada Pokok Bahasan Persamaan Kuadrat di
SMU Budi Murni 3 Medan Tahun Ajaran 2011/2012”.

1.2. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa
masalah sebagai berikut:
1. Para siswa menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit
2. Rendahnya nilai mata pelajaran matematika peserta didik dibandingkan
dengan mata pelajaran yang lain.
3. Metode pembelajaran yang digunakan guru bersifat konvensional,
monoton dan berpusat pada guru.
4. Rendahnya hasil belajar siswa pada materi persamaan kuadrat.

1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada
beberapa masalah berikut ini :
1. Metode pembelajaran dibatasi dengan menggunakan metode pemecahan
masalah dengan pembelajaran konvensional
2. Rendahnya hasil belajar siswa pada materi persamaan kuadrat

1.4 Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah ” Apakah
perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan metode pemecahan masalah
lebih tinggi daripada yang diajar dengan pembelajaran konvensional pada pokok
bahasan persamaan kuadrat di SMU Budi Murni 3 Medan Tahun Ajaran
2011/2012?”.

11

1.5 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
hasil belajar siswa yang diajar dengan metode pemecahan masalah lebih tinggi
dari pada pembelajaran konvensional pada pokok bahasan persamaan kuadrat di
SMU Budi Murni 3 Medan Tahun Ajaran 2011/2012.

1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharakan sesudah melakukan penelitian ini adalah:
1. Bagi guru, dapat memperluas wawasan pengetahuan mengenai metode
pembelajaran yang digunakan dalam membantu siswa memecahkan
masalah matematika
2. Bagi siswa, melalui metode pemecahan masalah diharapkan terbina sikap
belajar yang positif dan kreatif dalam memecahkan masalah matematika
3. Bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadi masukan dalam penelitian yang
sejenis
4. Bagi sekolah, bermanfaat untuk mengambil keputusan dalam peningkatan
kualitas

pengajaran,

serta

menjadi

bahan

pertimbangan

meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya matematika.

untuk

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Penerapan pembelajaran model Pemecahan Masalah pada pokok
bahasan Persamaan Kuadrat di kelas X SMA Budi Murni 3 Medan
efektif
2. Pencapaian hasil belajar siswa pada materi pokok Persamaan
Kuadrat dengan menggunakan model pembelajaran Pemecahan
Masalahlebih baik atau lebih tinggi hasilnya dibandingkan dengan
hasil belajar siswa yang menggunakan metode konvensional.

5.2

Saran
1. Bagi guru-guru atau calon guru yang akan menggunakan model
pembelajaran Pemecahan Masalah sebaiknya memperhatikan
alokasi waktu yang ada agar materi pelajaran dapat disampaikan
seluruhnya dengan baik tanpa mengganggu materi pelajaran
selanjutnya.
2. Bagi para guru yang terkait dengan pembelajaran matematika agar
memperhatikan

pendekatan

pembelajaran bahan ajarnya.

61

Pemecahan

Masalah

dalam

62

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S., (1997), Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.
Arikunto, S., (2002), Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta.
Ali, M., (2005), Kualitas peserta didik di Indonesia Masih Memprihatinkan, SIB,
Januari 2005.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, (2007), Buku Pedoman
Penulisan

Skripsi

Mahasiswa

dan

Standar

Operasional

(SOP)

Kepembimbingan Skripsi Program Studi Pendidikan, FMIPA Unimed.
Firman,

(2006),

Pendidikan

di

Indonesia

Masalah

dan

Solusinya,

(http:/www.pepak_UGM.htm)
Hasrattudin, dkk, (2004), Pengajaran Berpusat Pada Siswa dan Pendekatan
Konstruktivis Dalam Pengajaran, FMIPA Unimed.
H.B., Usman (2001), Meningkatkan Pemahaman Mahasiswa tentang Konsep
Limit Fungsi Satu Variabel Riel Melalui Pembelajaran Kooperatif,
Jurnal Ilmu Pendidikan.
Ibrahim, M., (2000), Pembelajaran Kooperatif, Surabaya, UNESA.
Lie, A., (2004), Cooperative Learning, Penerbit Grasindo, Jakarta.
Mulyasa, (2004), Cooperative Learning Sebagai Model Pembelajaran Alternative
Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Pada Pelajaran Matematika,
(http://luarsekolah.blogspot.com.).
Prayitno, Baskoro., (2008), Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri Melalui
Pembelajaran Kooperatif Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Kritis Dan Kemampuan Berkomunikasi Siswa,
(http://baskoro1.blogspot.com/2008/03/peningkatan-kemampuanbekomunikasi-dan.html.)
Sagala. S., (2005), Konsep Dan Makna Pembelajaran, Penerbit Alfabeta,
Bandung.
Siregar, Edward., (2007), Perbedaan Hasil Belajar Siswa Yang Diajar Dengan
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dengan Siswa Yang Diajar Dengan
Pembelajaran Konvensional, Skripsi, FMIPA, Universitas Negeri
Medan.

63

Slavin, Robert E., (1995), Cooperative Learning: Theory, Research and Practice,
Second Edition Massachusets, Allyn and Bacon Publisher.
Sriyono, dkk., (1992), Teknik Belajar Mengajar Dalam CBSA, Rineka Cipta,
Jakarta
Sudjana, (1992), Metode Statistika, Penerbit Tarsito, Bandung.
Sudjana, Nana dan Suaria Wari, (1991), Model- Model Mengajar CBSA, Sinar
Baru, Bandung
Sukino dan Simangunsong, W., (2006), Matematika Untuk SMP Kelas IX,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Suryosubroto, B., (1997) Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Rineka Cipta,
Jakarta.
Tampomas, H., (2005), Matematika Plus SMP Kelas IX, Yudhistira, Jakarta.
Tim Instruktur PLPG, (2008), Materi Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG),
Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Divisi PLPG, Rayon 2 Universitas
Negeri Medan.
TIM MKPBM, (2001), Common Text Book, Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer, JICA Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Dokumen yang terkait

ERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA ANTARA YANG DIAJAR MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN OPEN-ENDED SUB POKOK BAHASAN LAYANG-LAYANG DAN TRAPESIUM KELAS VII SMP MUH

0 7 18

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH BERBASIS PETA KONSEP PADA SUB POKOK BAHASAN KELILING DAN LUAS LINGKARAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIIIA SEMESTER GENAP SMP NEGERI 4 JEMBER TAHUN AJARAN 2008/2009

0 11 18

KEMAMPUAN KOGNITIF DAN AKTIVITAS SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (Problem Based Instruction) PADA POKOK BAHASAN SISTEM PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL (SPLDV) SMP NEGERI 3 JEMBER TAHUN AJARAN 2006/2007

0 2 17

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR IPS TERPADU SISWA YANG DIAJAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DIBANDINGKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH DI KELAS VIII DI SMP NEGERI 2 AMBARAWA PRINGSEWU TAHUN 2012

0 8 75

PERBANDINGAN MOTIVASI BELAJAR DALAM PELAJARAN SEJARAH YANG DIAJAR MENGGUNAKAN MODEL TEAMS GAMES TOURNAMENT DENGAN SNOWBALL THROWING TERHADAP SISWA KELAS X SMA N 1 KETAPANG TAHUN AJARAN 2012/2013

0 10 53

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA ANTARA KELAS YANG MENGGUNAKAN GLOSARI DENGAN KELAS YANG TIDAK MENGGUNAKAN GLOSARI DI KELAS X SMA NEGERI 5 PEKANBARU TAHUN AJARAN 2012 2013

0 0 7

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN KOMIK FISIKA DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA SISWA KELAS VIII SMPN 1 LABUAPI TAHUN AJARAN 20132014

0 0 6

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR IPS EKONOMI SISWA YANG DIAJAR MENGGUNAKAN METODE LATIHAN DENGAN METODE CERAMAH KELAS III SLTP NEGERI 1 MUARA BADAK TAHUN PELAJARAN 20002001

0 0 27

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN PADA POKOK BAHASAN KARYA BERTEKNOLOGI SEDERHANA PADA SISWA KELAS IVA SDN 010 BAYUR SAMARINDA UTARA TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

0 0 6

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI STATISTIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACTIVE LEARNING DI KELAS X MAN RUKOH Ahmad Nasriadi

0 0 11