Studi Deskriptif Mengenai Humor Styles pada Pemain di Komunitas Kabaret "X" Bandung.

(1)

iii Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai Humor Styles pada pemain di Komunitas Kabaret “X” Bandung. Penarikan sampel menggunakan teknik purposive sampling dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan alat ukur kuesioner. Alat ukur ini diadopsi dari Humor Style Questionnaire (HSQ) oleh Rod Martin (2003) dan terdiri dari 32 item. Data yang diperoleh diolah menggunakan metode Rank Spearman dengan program SPSS 18.0 untuk menentukan validitas dan reliabilitas. Setelah dilakukan uji validitas dengan menggunakan Rank Spearman, maka diperoleh 27 item yang valid dengan validitas berkisar antara 0,440 – 0,790 dan hasil pengujian reliabilitas dengan menggunakan Alpha Cronbach didapatkan nilai reliabilitas untuk tipe affiliative humor sebesar 0,683, enhancing humor sebesar 0,712, aggressive humor sebesar 0,593, dan self-defeating humor sebesar 0,801. Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat diketahui bahwa sebagian besar pemain di Komunitas Kabaret “X” Bandung menggunakan Humor Style Affiliative Humor, baik saat berada di atas panggung maupun dalam keseharian saat sedang berinteraksi dengan orang lain, yaitu sebanyak 53,33%. Saran yang diberikan peneliti adalah untuk melakukan penelitian pada komunitas lain yang memiliki karakteristik yang lebih spesifik yang berhubungan dengan humor, seperti misalnya komunitas seni ludruk, yayasan komedi betawi, dan lain-lain. Selain itu juga disarankan untuk melakukan penelitian mengenai Humor Style pada suku bangsa tertentu.


(2)

iv

Universitas Kristen Maranatha Abstract

This research was conducted to determine The Humor Styles of actors belonging to the Cabaret Community “X” in Bandung. The study utilized purposive sampling techniques extracting data from 30 actors as the sample. This research employs a descriptive method using questionnaire as research instrument. The measuring instrument was adopted by Rod Martin (2003) from Humor Style Questionnaire (HSQ), which consists of 32 items. The data obtained were analyzed using Spearman Ranking method with SPSS 18.0 to determine validity and reliability. After testing the validity of measurement items using the Spearman Ranking, 27 valid items were obtained with validity ranging between from 0,440 – 0,790. The items were also subject to reliability testing using Cronbach’s Alpha, for affiliative humor the value was 0,683, for self-enhancing humor the value was 0,712, for aggressive humor the value was 0,593, and for the self-defeating humor the value was 0,801. Based on the results of data processing, it can be concluded that most of the actors in The Cabaret Community "X" in Bandung utilized Affiliative Humor Style, whether on stage or in everyday life while interacting with others, which is 53,33%. Researcher would like to recommend further research on other communities on the subject of Humor Style. This is highly paramount to have a better understanding, and identify specific characteristics associated with humor, such as the community of ludruk, comedy betawi, etc. It is also recommended to do more research of Humor Style within the context of certain ethnic groups.


(3)

viii DAFTAR ISI

Lembar Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Abstrak ... iii

Abstract ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Bagan ... xii

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Maksud Penelitian ... 8

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 9

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 9

1.5 Kerangka Pemikiran ... 10


(4)

ix

Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Humor ... 20

2.1.1 Definisi Humor ... 20

2.1.2 Proses Humor ... 21

2.1.3 Humor dan Psikologi ... 26

2.1.4 Humor dalam Psikologi Sosial... 29

2.1.5 Humor dalam Psikoanalisa ... 29

2.1.6 Humor Style ... 33

2.1.7 Humor Style dan Psychological Well-Being ... 36

2.1.8 Faktor yang Mempengaruhi Humor Style ... 38

2.1.8.1 Faktor Budaya ... 38

2.1.8.2 Faktor Kepribadian ... 40

2.2 Masa Perkembangan ... 44

2.2.1 Perkembangan Remaja Akhir ... 46

2.2.1.1 Perkembangan Kognitif ... 46

2.2.1.2 Perkembangan Sosio-Emosional ... 47

2.2.2 Perkembangan Dewasa Awal ... 47

2.2.2.1 Perkembangan Kognitif ... 47

2.2.2.2 Perkembangan Sosio-Emosional ... 48

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 50

3.2 Bagan Prosedur Penelitian ... 50


(5)

x

3.3.1 Variabel Penelitian ... 50

3.3.2 Definisi Operasional ... 51

3.4 Alat Ukur ... 52

3.4.1 Alat Ukur Humor Style ... 52

3.4.1.1 Kisi-kisi Alat Ukur ... 52

3.4.1.2 Skoring Alat Ukur ... 54

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 55

3.4.2.1 Data Pribadi ... 55

3.4.2.2 Data Penunjang ... 55

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 55

3.4.3.1 Validitas Alat Ukur ... 55

3.4.3.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 57

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 58

3.5.1 Populasi Sasaran ... 58

3.5.2 Karakteristik Sampel ... 58

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 58

3.6 Teknik Analisis Data ... 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden ... 61

4.2 Hasil Penelitian ... 62

4.2.1 Gambaran Humor Style ... 62

4.2.2 Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Humor Style ... 66


(6)

xi

Universitas Kristen Maranatha

4.2.2.2 Gambaran Faktor Kepribadian ... 68

4.3 Pembahasan ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Saran ... 79

5.2.1 Saran Teoretis ... 79

5.2.2 Saran Praktis ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

DAFTAR RUJUKAN ... 81 LAMPIRAN


(7)

xii

DAFTAR BAGAN

1.1 Bagan Kerangka Pemikiran ... 18 3.1 Bagan Prosedur Penelitian ... 50


(8)

xiii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Humor Style ... 52

Tabel 4.1 Frekuensi Usia Responden ... 61

Tabel 4.2 Frekuensi Jenis Kelamin Responden ... 61

Tabel 4.3 Frekuensi Lama Menjadi Anggota Kabaret ... 62

Tabel 4.4 Frekuensi Humor Style ... 62

Tabel 4.5 Tabulasi Silang antara Humor Style dan Usia Responden ... 63

Tabel 4.6 Tabulasi Silang antara Humor Style dan Jenis Kelamin Responden ... 64

Tabel 4.7 Tabulasi Silang antara Humor Style dan Lama Menjadi Anggota Kabaret ... 65

Tabel 4.8 Frekuensi Suku Bangsa pada Pemain Kabaret ... 66

Tabel 4.9 Tabulasi Silang antara Humor Style dan Suku Bangsa Responden ... 67

Tabel 4.10 Frekuensi Tipe Kepribadian yang Mempengaruhi Humor Style Responden ... 68

Tabel 4.11 Tabulasi Silang antara Humor Style dan Tipe Kepribadian Responden ... 69


(9)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Humor Style

Lampiran 2 Kisi-kisi Alat Ukur Humor Style

Lampiran 3 Reliabilitas dan Validitas Alat Ukur Humor Style Lampiran 4 Hasil Humor Style

Lampiran 5 Crosstab Humor Style dan Usia Responden

Lampiran 6 Crosstab Humor Style dan Jenis Kelamin Responden

Lampiran 7 Crosstab Humor Style dan Lama Menjadi Anggota Komunitas Kabaret “X” Bandung

Lampiran 8 Crosstab Humor Style dan Suku Bangsa Responden Lampiran 9 Crosstab Humor Style dan Tipe Kepribadian

Lampiran 10 Data Mentah Lampiran 11 Data Penunjang

Lampiran 12 Surat Izin Pengambilan Data

Lampiran 13 Formulir Pengesahan Pengambilan Data Lampiran 14 Profil Komunitas Kabaret “X” Bandung


(10)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya manusia membutuhkan hiburan dan kegembiraan sebagai upaya untuk mempertahankan kehidupannya (Freud, dalam Martin 2007). Banyak cara yang dilakukan manusia untuk mencapai kegembiraan, kesenangan, maupun hiburan yang dibutuhkannya. Manusia akan melakukan berbagai kegiatan untuk memenuhi kebutuhannya akan hiburan, seperti misalnya berekreasi, melakukan hobi yang dimiliki, pergi dengan teman-teman atau keluarga, membicarakan hal-hal yang lucu dengan teman-teman sampai membuat tertawa, atau dengan menonton pertunjukan komedi. Pertunjukan komedi dapat membuat diri tertawa baik menonton secara langsung maupun yang ditayangkan di layar kaca.

Salah satu cara untuk mendapatkan tawa adalah melalui humor. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991 : 361), humor adalah sesuatu yang bersifat lucu yang dapat menggelikan hati atau rasa geli bagi yang mendengar maupun melihatnya. Humor itu tidak hanya bersifat sebagai penghibur saja, namun humor juga memiliki ciri-ciri atau bentuk dan fungsi sendiri. Salah satu bentuk humor adalah berbentuk verbal dan nonverbal. Fungsi humor tidak lepas dari fungsi bahasa itu sendiri. Bahasa yang dimaksudkan seperti misalnya bunyi, kata, dan struktur yang digunakan harus mampu memancing senyum atau tawa seseorang, seperti yang dikemukakan oleh Roman Jakobson (1960).


(11)

2

Rod Martin (2007) menjelaskan bahwa humor merupakan bagian dari psikologi. Hal itu karena humor, komedi, dan tertawa berkaitan dengan aspek perilaku. Seseorang akan tertawa ketika melihat atau mendengar sesuatu yang aneh atau lucu. Saat seseorang menyampaikan sebuah lelucon, mengungkapkan anekdot yang menghibur, membuat komentar jenaka atau melontarkan kata-kata yang aneh dan lucu, orang yang melihat maupun mendengarkan akan menyadari bagaimana hal tersebut dapat menghiburnya. Itu akan membuat pendengar tersenyum, tertawa kecil, atau tertawa terbahak-bahak. Hal tersebut juga selain dapat menghibur orang yang melihat ataupun mendengarkan, juga dapat menjadi hiburan dan kepuasan tersendiri bagi orang yang menyampaikan lelucon karena ia telah mampu membuat orang lain merasa terhibur, terlebih jika orang tersebut memiliki jiwa humoris yang tinggi.

Menurut teori psikoanalisa yang dikemukakan oleh Freud (dalam Martin, 2007), secara psikologis humor dapat mengubah cara pandang terhadap masalah yang dihadapi seseorang. Jika dengan tanpa menggunakan humor, seseorang akan memandang masalah tersebut sebagai sesuatu yang negatif, sedangkan dengan humor masalah yang serupa akan dapat ditanggapi lebih positif. Michelle Shiota dan koleganya (dalam Martin, 2007) mengungkapkan bahwa humor dapat digunakan untuk mengurangi ketegangan dalam suatu hubungan. Humor dapat digunakan untuk menyampaikan pesan yang menggelitik dan meremehkan yang mungkin tidak akan diterima oleh pendengar jika disampaikan dengan cara serius. Selain itu humor juga dapat mengurangi emosi-emosi negatif dalam diri seseorang, seperti kesedihan, kebingungan, marah, dan sebagainya yang dapat


(12)

3

Universitas Kristen Maranatha berpengaruh pada kesehatan fisik seseorang. Humor juga merupakan salah satu dari bermacam tipe defense mechanism yang membuat seseorang mampu menghadapi situasi sulit tanpa terpengaruh oleh emosi yang tidak menyenangkan (Freud, dalam Martin, 2007).

Dalam kehidupan sehari-hari humor sering digunakan untuk mencairkan suasana, baik dalam kondisi formal maupun informal. Saat berkumpul dengan teman, humor sering digunakan untuk membuat suasana menjadi lebih hangat. Menurut buku Seni Budaya yang ditulis oleh Tim Abdi Guru dan diterbitkan oleh Erlangga pada tahun 2006, humor juga dapat berguna sebagai media komunikasi antara penonton dan pemain dalam sebuah pertunjukan seni drama atau teater.

Salah satu cara untuk mendapatkan humor adalah dengan menonton pertunjukan kabaret. Kabaret adalah sebuah pertunjukan atau pementasan seni yang berasal dari Dunia Barat di mana biasanya terdapat hiburan berupa musik, komedi dan seringkali sandiwara atau tari-tarian yang biasanya bertempat di bar, sehingga terjadi interaksi antara pengunjung dan penyaji hiburan. Tidak seperti teater yang dimana pengunjungnya datang khusus untuk menyaksikan pertunjukan, pengunjung kabaret di dunia barat tidak selalu mengkhususkan diri untuk datang dan hanya menyaksikan pertunjukan (Burrows, 2010).

Pada saat masuk ke Indonesia, seni pertunjukan kabaret mengalami penyesuaian sesuai dengan budaya di Indonesia. Penyesuaian yang dimaksud adalah kemasan dari kabaret itu sendiri yang menyerupai kemasan suatu pertunjukan teater modern, namun unsur-unsur yang terdapat di dalam kabaret masih sama. Kemasan dari teater modern yang diadaptasi oleh kabaret di


(13)

4

Indonesia memiliki bentuk pementasan yang cenderung lebih tertata. Panggung atau stage selalu menjadi pilihan sebagai tempat pertunjukan. Teater modern membutuhkan seorang pengatur jalannya cerita yang akan disampaikan, yaitu sutradara. Sutradara mengatur mulai dari gerak/action di atas pentas, penetapan pemeran atau pemain, percakapan atau dialog yang pada naskah, musik pengiring suasana, dan juga tata artistik panggung. Sumber karya teater modern dapat diperoleh dari pengamatan pola hidup masyarakat dengan berbagai kegiatan yang dilakukan dan juga budaya kawula muda (Tim Abdi Guru, 2006).

Didirikannya pusat kesenian Taman Ismail Marzuki oleh Ali Sadikin, gubernur DKI Jakarta tahun 1970, menjadi pemicu meningkatnya aktivitas, dan kreativitas berteater tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di kota besar seperti Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Medan, Padang, Palembang, Ujung Pandang. Kota Bandung sendiri sudah cukup dikenal sebagai salah satu kota dengan sekumpulan anak muda yang kreatif. Berbagai media di kota Bandung pun rasanya sudah cukup banyak membuat artikel mengenai komunitas anak muda kreatif, termasuk komunitas seni kabaret. Menurut forum komunitas kabaret Bandung, sedikitnya terdapat empat grup besar komunitas kabaret Bandung, termasuk di dalamnya grup-grup kabaret kecil yang terdapat di beberapa sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) di kota Bandung. Salah satunya yang cukup dikenal di kalangan masyarakat Bandung adalah Komunitas Kabaret “X”.

Komunitas Kabaret “X” memiliki suatu perbedaan dalam mementaskan karyanya. Dalam pertunjukan, improvisasi lebih banyak digunakan dalam


(14)

5

Universitas Kristen Maranatha memaparkan cerita, namun masih dalam konteks cerita yang terdapat dalam naskah. Selain itu, tidak ada penggunaan dubbing pada setiap pertunjukan kabaret “X”, hal ini menjadi pembeda dengan kelompok kabaret lainnya, karena pada umumnya pertunjukan kabaret didominasi oleh dubbing dalam berdialog. Dalam memilih pemeran pada setiap pertunjukan, sutradara biasanya akan memilih dan menyesuaikan dengan karakteristik dan tipe kepribadian dan humor style orang tersebut dalam kesehariannya. Dari segi jumlah penonton, setiap kali Kabaret “X” menggelar pertunjukan rutin, jumlah penonton relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah penonton dari komunitas kabaret lainnya.

Dalam satu tahun, Komunitas Kabaret “X” mengadakan pertunjukan atau pementasan sebanyak dua periode, dalam rentang waktu kurang lebih dua minggu, dua sampai tiga pertunjukan dalam sehari, dengan sasaran penonton masyarakat umum dan khususnya pelajar. Sejauh ini menurut situs Forum Kabaret Bandung, masyarakat khususnya pelajar di Bandung memiliki tanggapan yang positif dan merasa terhibur terhadap adanya pementasan kabaret dari Kabaret “X” ini. Sebagian besar penonton lebih terfokus pada “kelucuan” yang ditampilkan para pemain dibandingkan dengan jalan ceritanya.

Dalam setiap pertunjukan, setiap pemain akan mendapatkan peran sebagai tokoh-tokoh tertentu dengan karakteristik tertentu pula. Bagi pemain kabaret, setiap individu mempunyai cara tersendiri dalam memainkan peran, berbicara, dan menyampaikan lelucon atau komedi yang bertujuan menghibur penonton. Pada umumnya orang-orang yang tergabung ke dalam suatu komunitas kabaret adalah orang-orang yang mempunyai kecintaan terhadap dunia teater dan humor style


(15)

6

yang unik untuk menghibur penonton dengan caranya masing-masing dan dengan ungkapan verbal maupun non verbal yang menjadi ciri khas tersendiri dari masing-masing pemain, namun mereka harus tetap menyesuaikan jalan cerita sesuai dengan naskah yang sudah ada.

Humor style adalah variabel penelitian di bidang psikologi kepribadian yang berkaitan dengan perbedaan cara setiap individu dalam penggunaan humor di kehidupan sehari-hari. Menurut Martin (2003), orang-orang dari berbagai usia dan latar belakang pernah atau sering menggunakan humor dalam kesehariannya. Setiap individu memiliki cara yang cukup konsisten dalam menggunakan humor dari waktu ke waktu, namun cara tersebut dapat sangat bervariasi tergantung pada lingkungan sekitar.

Martin (2003), membagi perbedaan individu dalam menggunakan humor menjadi empat tipe, yaitu: affiliative humor, self-enhancing humor, aggressive humor, dan self-defeating humor. Affiliative humor adalah penggunaan humor dengan tujuan memperkuat hubungan dengan orang lain. Self-enhancing humor adalah penggunaan humor dengan tujuan sebagai regulasi emosi dalam diri. Aggressive humor adalah penggunaan humor dengan tujuan menyerang atau menyindir orang lain. Self-defeating humor adalah penggunaan humor dengan cara berusaha untuk menghibur orang lain dengan melakukan atau mengatakan hal-hal yang lucu mengenai diri sendiri, hal tersebut dilakukan agar bisa tertawa bersama dengan orang lain saat dirinya dijadikan bahan hinaan atau ejekan.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 10 orang pemain kabaret pada komunitas kabaret “X” mengenai cara menggunakan humor


(16)

7

Universitas Kristen Maranatha baik saat pertunjukan maupun pada saat kehidupan sehari-hari, sebanyak 40% (4 orang pemain) tampil dengan mengungkapkan lelucon atau cerita lucu secara spontan dan menertawakannya bersama-sama dengan tujuan membuat orang-orang di sekitarnya tertawa dan merasa terhibur serta dapat menciptakan hubungan yang hangat antara pemain dan penonton. Responden tidak suka melihat orang lain berwajah masam, mereka akan merasa senang dan juga nyaman apabila orang lain bisa tertawa karena dirinya.

Responden yang tampil dengan melakukan gerakan-gerakan aneh dan cenderung tidak penting agar dirinya merasa terhibur yang bertujuan menghibur dirinya sendiri dan dan emosi yang dirasakannya dapat tersalurkan sebanyak 20% (2 orang pemain). Responden akan, mereka akan berpikir bagaimana caranya agar diri mereka merasa senang dan terhibur.

Sebanyak 20% responden (2 orang pemain) tampil dengan melakukan pembelaan diri dengan beranggapan bahwa orang lain tidak mengerti apa yang mereka maksud dengan tujuan mengkritik, menyindir atau menjatuhkan orang lain baik secara fisik maupun perilaku. Responden juga akan merasa puas apabila apa yang dipikirkan olehnya dapat sejalan dengan apa yang sudah dilakukannya.

Responden yang tampil dengan cara membuat gurauan yang mengolok-ngolok diri sendiri saat bersama-sama dengan orang lain seperti memperagakan tingkah laku konyol, berbicara dengan gaya yang aneh dan cenderung dibuat-buat serta dilebih-lebihkan, dan sengaja memperolok dirinya sendiri sehingga membuat orang lain merasa terhibur dan tertawa sebanyak 20% (2 orang pemain).


(17)

8

Humor pada dasarnya merupakan fenomena sosial, dimana kita lebih sering tertawa dan bercanda saat bersama orang lain. Humor bermanfaat dalam interaksi interpersonal karena kandungan ambiguitas yang dapat mengandung berbagai makna, humor berguna sebagai alat yang efektif dalam menyampaikan pesan (Becker, Olson, and Wiggins, 2006, dalam Martin 2007). Dalam setiap pertunjukan, Kabaret “X” biasanya akan mengangkat suatu tema cerita tertentu dengan pesan tertentu pula. Para pemain diharapkan dapat membawakan cerita tersebut dengan lebih ringan, spontan, dan tentunya dengan cara-cara yang lucu serta menyenangkan agar pesan yang ingin diampaikan dapat lebih diterima oleh penonton. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti humor style yang digunakan oleh para pemain di komunitas Kabaret “X” Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana gambaran humor style pada pemain di Komunitas Kabaret “X” Bandung.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai humor style pada pemain di Komunitas Kabaret “X” Bandung.


(18)

9

Universitas Kristen Maranatha Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai humor style pada pemain di Komunitas Kabaret “X” Bandung yang mendasari perilaku dan ucapannya dalam situasi pertunjukan maupun kesehariannya berdasarkan isi dan tujuan dari humor itu sendiri.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

• Memberikan sumbangan bagi ilmu psikologi, khususnya Psikologi Sosial mengenai humor style pada pemain kabaret di Komunitas Kabaret “X” Bandung.

• Memberikan informasi bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Psychology of Humor, khususnya humor style, baik pada sampel penelitian yang sama maupun berbeda. 1.4.2 Kegunaan Praktis

• Memberikan informasi bagi pemain kabaret di Komunitas Kabaret “X” Bandung untuk dapat mengetahui humor style dapat berbeda-beda, baik dalam situasi pertunjukan maupun keseharian mereka. Informasi ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pemain kabaret sebagai sumber pengetahuan mengenai humor style mereka dalam memainkan peranan mereka di atas panggung.

• Memberikan informasi bagi sutradara di Komunitas Kabaret “X” Bandung untuk dapat mengetahui humor style masing-masing pemain dalam kepentingannya menentukan peran dalam suatu pertunjukan.


(19)

10

1.5Kerangka Pemikiran

Kabaret adalah sebuah pertunjukan atau pementasan seni yang berasal dari dunia barat dimana biasanya terdapat hiburan berupa musik, komedi dan seringkali sandiwara atau tari-tarian yang biasanya bertempat di bar, sehingga terjadi interaksi antara pengunjung dan penyaji hiburan (Burrows, 2010). Pada saat masuk ke Indonesia, seni pertunjukan kabaret mengalami penyesuaian kemasan yang menyerupai kemasan suatu pertunjukan teater modern, namun unsur-unsur yang terdapat di dalam kabaret masih sama.

Menurut buku Seni Budaya yang ditulis oleh Tim Abdi Guru dan diterbitkan oleh Erlangga pada tahun 2006, seni teater pada umumnya muncul karena kebutuhan masyarakat akan hiburan dan kebutuhan untuk mengekspresikan rasa keindahan secara bersama-sama yang khas. Dikatakan khas karena apa yang menurut mereka indah belum tentu dianggap indah oleh komunitas masyarakat lain. Begitu pula bagi orang-orang yang tergabung dalam komunitas kabaret, biasanya orang-orang yang tergabung dalam komunitas ini adalah orang-orang yang memiliki kecintaan akan dunia seni, baik seni peran, seni tari, seni gerak, seni rupa maupun seni musik yang kemudian akan mereka ekspresikan dalam sebuah bentuk pementasan teater atau kabaret.

Bagi para seniman, teater juga digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan. Pesan ini disampaikan berupa hal-hal yang ada di lingkungan masyarakat tentang keadaan atau yang digambarkan dengan berbagai


(20)

11

Universitas Kristen Maranatha watak/karakteristik peran tertentu dalam cerita. Dalam menyampaikan pesan yang tergambar pada suatu dialog, para pemain kabaret memiliki cara penyampaian masing-masing sesuai dengan karakter yang dimiliki. Tujuan dari para pemain kabaret hanyalah satu, yaitu menghibur penonton. Mereka akan mempertunjukan secara verbal maupun nonverbal sesuatu yang menggelikan atau membuat lucu agar penonton merasa terhibur dan tertawa.

Humor ialah istilah yang mencakup semua fenomena yang lucu, termasuk kemampuan untuk melihat, menginterpretasi, menikmati, menciptakan, serta menyampaikan hal yang tidak biasa. Menurut Martin (2007), dalam perspektif psikologi, proses humor terbagi dalam empat komponen penting: (1) konteks sosial, (2) proses perseptual kognitif, (3) aspek emosi, dan (4) tawa sebagai bentuk ekspresi emosi kegembiraan. Proses tersebut merujuk pada komponen perseptual-kognitif, proses mental yang menuju penciptaan atau merasakan sesuatu yang lucu atau menghibur.

Dalam proses humor sebagai konteks sosial, humor merupakan fenomena sosial. Individu lebih sering tertawa dan bercanda ketika bersama dengan orang lain dibandingkan saat sendiri (Martin dan Kuiper, 1999; Provine dan Fischer, 1989, dalam Martin 2007). Seseorang ada kalanya tertawa ketika mereka sedang sendiri, seperti ketika menonton atau melihat acara komedi di televisi maupun dalam sebuah pertunjukan, membaca buku humor, atau mengingat pengalaman pribadi yang lucu. Tetapi, contoh-contoh tawa ini biasanya hanya dilihat sebagai “pseudo-sosial” alami, karena seseorang masih merespon karakter dalam program televisi, pertunjukan komedi, penulis buku, atau mengenang kenangan dalam


(21)

12

kejadian yang melibatkan orang lain. Humor biasanya terjadi dalam berbagai situasi sosial. Humor merupakan cara yang penting bagi seseorang untuk berinteraksi dalam cara yang menyenangkan.

Selain terjadi dalam konteks sosial, proses humor juga melibatkan jenis kognisi khusus. Untuk menghasilkan humor, seorang pemain kabaret perlu secara mental memroses informasi yang datang dari lingkungan atau dari memori, bermain dengan pemikiran, perkataan, atau tindakan dalam cara-cara yang kreatif sehingga dapat memunculkan ungkapan verbal jenaka atau tindakan nonverbal yang menggelikan yang dianggap lucu oleh orang lain. Dalam menerima humor, seorang pemain kabaret mengambil informasi melalui mata dan telinga, memroses informasi, dan menilainya sebagai sesuatu yang tidak serius, menyenangkan, dan menggelikan.

Respon seorang pemain kabaret terhadap humor bukan hanya intelektual. Persepsi humor juga menimbulkan respon emosional yang menyenangkan yang setidaknya timbul pada beberapa tingkat emosi. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa humor adalah sebuah emosi yang diperoleh dari beberapa jenis proses kognitif. Sama halnya dengan jenis emosi lain seperti kebahagiaan, kecemburuan, atau ketakutan, humor terjadi karena adanya apresiasi yang spesifik terhadap lingkungan sosial dan fisik (Lazarus, 1991; dalam Martin, 2007). Oleh karena itu, humor terbangun dari respon emosi yang diperoleh dari serangkaian apresiasi tertentu, yang dikenal sebagai persepsi akan sebuah kejadian atau situasi yang dikatakan lucu atau menghibur. Emosi menyenangkan yang berkaitan dengan humor dan pemain kabaret adalah perasaan kesejahteraan unik yang digambarkan


(22)

13

Universitas Kristen Maranatha dengan istilah-istilah tertentu seperti kesenangan, keriangan, kegembiraan, dan kesukariaan.

Seperti emosi lainnya, keriangan dalam humor juga memiliki komponen ekspresif, yaitu tawa dan senyum. Tawa pada dasarnya adalah sebuah cara untuk mengekspresikan atau mengkomunikasikan kepada orang lain bahwa pemain kabaret tersebut sedang mengalami emosi kegembiraan. Tawa secara fundamental merupakan suatu perilaku sosial. Tawa dapat menjadi sinyal keramahan dan niat pemain kabaret untuk melucu, yang menunjukkan bahwa pemain tersebut berada dalam kerangka pemikiran yang tidak serius. Tawa menyertai gurauan yang ramah, sebagai contoh adalah tanda yang tampaknya merupakan pesan yang menghina tetapi tidak ditanggapi secara serius. Tujuan dari tawa bukan hanya untuk mengkomunikasikan bahwa seseorang sedang berada dalam keadaan bersenang-senang, tetapi juga untuk berusaha menjelaskan keadaan tersebut pada orang lain (Owren dan Bachorowski, 2003; Russell, Bachorowski, dan Fernandez-Dols, 2003, dalam Martin, 2007).

Proses-proses humor tersebut mempengaruhi humor style yang digunakan oleh pemain kabaret dalam merespon dan berinteraksi dengan lingkungan, khususnya dengan penonton pertunjukan kabaret. Humor style ialah perbedaan pemain kabaret dalam menggunakan humor di dalam kehidupan sehari-hari. Martin, et.al. (2007) membedakan humor style dalam empat tipeberdasarkan isi dan tujuannya. Isi merujuk pada benevolent dan detrimental. Benevolent merupakan isi humor yag digunakan sebagai sesuatu yang relatif toleran dan dapat diterima. Detrimental merupakan isi humor yang digunakan untuk menyerang,


(23)

14

menyakiti atau mengganggu diri sendiri atau hubungan dengan orang lain. Tujuan merujuk pada self dan others. Self merupakan tujuan humor terhadap diri sendiri, sedangkan others merupakan tujuan humor terhadap orang lain. Maka berdasarkan pola 2x2 tersebut humor style dapat dibedakan menjadi affiliative humor, self-enhancing humor, aggressive humor, dan self-defeating humor.

Jika seorang pemain kabaret menggunakan isi humor benevolent dan ditujukan pada others, maka termasuk dalam affiliative humor style. Affiliative humor merujuk pada tendensi bercerita lucu, bercanda, dan mudah terlibat obrolan senda gurau yang spontan, dengan tujuan menyenangkan orang lain, memfasilitasi hubungan, dan meredakan tensi interpersonal. Jenis humor ini digunakan oleh pemain kabaret untuk menjalin relasi dengan penonton dengan cara menceritakan hal-hal lucu di atas panggung, melemparkan canda atau banyolan, senang menghibur penonton dengan spontan. Selain itu tujuan dari jenis humor ini adalah memudahkan pemain kabaret untuk membangun hubungan, meningkatkan keeratan dan ketertarikan secara interpersonal terhadap sesama pemain dan juga penonton.

Jika seorang pemain kabaret menggunakan isi humor benevolent dan ditujukan pada self, maka termasuk dalam self-enhancing humor style. Self-enhancing humor adalah jenis humor yang melibatkan pandangan humoris terhadap hidup, suatu kecenderungan merasa terhibur dengan ketidakpastian hidup, dan memiliki perspektif yang humoris bahkan saat pemain sedang menghadapi stress atau kemalangan. Tipe humor style ini berkaitan dengan konsep coping dengan humor, juga dengan perspektif menerima humor dan


(24)

15

Universitas Kristen Maranatha penggunaan humor sebagai regulasi emosi. Tipe humor style ini juga konsisten dengan definisi humor yang diungkapkan oleh Freud, yaitu sebagai suatu mekanisme pertahanan diri yang sehat. Mekanisme pertahanan diri ini memungkinkan seseorang untuk menghindari emosi negatif sambil tetap mempertahankan perspektif yang realistik dalam suatu situasi yang berpotensi tidak menyenangkan (Freud, 1928, dalam Martin, et, al., 2007).

Kemudian, jika seorang pemain kabaret menggunakan isi humor detrimental dan ditujukan pada others, maka termasuk dalam aggressive humor style. Aggressive humor merupakan kecenderungan penggunaan humor untuk tujuan mengkritik atau memanipulasi orang lain, seperti dalam sarkasme, menggoda/meledek, melecehkan, menghina, menyerang (potentialy offensive) (misalnya rasis atau seksis). Termasuk di dalamnya juga humor yang kompulsif. Pemain kabaret menggunakan humor ini dengan melontarkan sindiran, sarkasme, ejekan, cemoohan, atau humor yang bersifat meremehkan dan menghina orang lain. Tipe humor style ini bertujuan untuk memanipulasi orang dan secara tidak langsung menghina. Secara umum, dimensi ini berhubungan dengan kecenderungan mengeksplorasi diri dengan mengekspresikan humor tanpa memikirkan dampaknya pada orang lain.

Jika seorang pemain kabaret menggunakan isi humor detrimental dan ditujukan pada self, maka termasuk dalam self-defeating humor style. Self-defeating humor melibatkan penggunaan humor yang meremehkan diri sendiri, berusaha menyenangkan orang lain dengan mengatakan atau melakukan sesuatu yang lucu tentang kelemahan diri, dan tertawa bersama ketika dirinya dilecehkan


(25)

16

atau diremehkan. Pemain kabaret menggunakan humor ini dengan menghina diri sendiri, berusaha untuk menghibur orang lain dengan melakukan atau mengatakan hal-hal lucu mengenai diri sendiri agar bisa diterima atau mendapatkan persetujuan, membiarkan dirinya dijadikan bahan ejekan orang lain, dan tertawa bersama dengan yang lain saat dijadikan bahan hinaan atau ejekan. Tipe ini juga berkaitan dengan humor sebagai bentuk dari penyangkalan untuk mempertahankan diri atau kecenderungan untuk melakukan perilaku yang terkait dengan humor sebagai cara untuk menyembunyikan perasaan negatif atau menghindari masalah.

Perbedaan humor style pada pemain kabaret dapat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan. Menurut Martin (2003), secara umum affiliative humor berkaitan dengan orientasi budaya kolektivisme (menekankan saling ketergantungan individu terhadap kelompok-kelompok sosial), sedangkan aggressive humor lebih berkaitan dengan orientasi budaya individualisme (mengutamakan kepentingan individu dibandingkan kepentingan kelompok sosial). Menurutnya, budaya Barat lebih cenderung individualis, dimana kecenderungan humor yang dimiliki bersifat agresif atau merupakan tipe dari aggresive humor. Sedangkan pada budaya Timur lebih cenderung kolektivis, dimana kecenderungan humor yang dimilikinya bersifat affiliative humor. Di Indonesia, khususnya kota Bandung merupakan salah satu kota yang terdiri dari masyarakat urban, dimana terdapat percampuran dari berbagai macam budaya yang masuk, namun masyarakat kota Bandung masih menggunakan budaya dasar yang masih umum yang mengacu pada budaya timur, yaitu kolektivisme.


(26)

17

Universitas Kristen Maranatha Selain itu faktor kepribadian juga mempengaruhi jenis humor yang dimiliki oleh pemain kabaret. Kepribadian yang extraversion secara umum ditemukan korelasi yang positif dengan tipe humor affilative humor, aggressive humor, dan self-enhancing humor. Kepribadian yang neuroticism secara positif berhubungan dengan aggressive dan self-defeating humor. Kepribadian yang openness to experience memiliki hubungan yang positif dengan affiliative humor dan self-enhancing humor. Kepribadian yang agreeableness dan conscientiousness memiliki korelasi yang negatif dengan aggressive humor dan self-defeating humor.


(27)

18

Universitas Kristen Maranatha

Pemain Kabaret

HUMOR

1. Berdasarkan Isi

2. Berdasarkan Tujuan PROSES HUMOR.

1. Konteks Sosial 2. Perseptual Kognitif 3. Aspek Emosi

4. Tawa sebagai bentuk ekspresi emosi kegembiraan

Faktor yang mempengaruhi:

1. Budaya

2. Kepribadian

Affiliative Humor

Self-Enhancing Humor

Aggressive Humor

Self-Defeating Humor

Benevolent

Detrimental

Self Others


(28)

19

Universitas Kristen Maranatha

1.6Asumsi Penelitian

1. Setiap pemain kabaret di komunitas Kabaret “X” Bandung memiliki humor style yang berbeda-beda

2. Humor style pada pemain kabaret di komunitas Kabaret “X” Bandung dipengaruhi oleh faktor kebudayaan dan faktor kepribadian

3. Humor style pada pemain kabaret di komunitas Kabaret “X” Bandung dibedakan dalam empat dimensi berdasarkan isi dan tujuannya, yaitu affiliative humor, enhancing humor, aggressive humor, dan self-defeating


(29)

78 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini peneliti akan memaparkan hasil interpretasi dan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, beserta saran yang sesuai dengan hasil penelitian.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai Humor Style pada pemain di komunitas Kabaret “X” Bandung, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan empat tipe humor style yang telah dikemukakan oleh Martin (2007), sebagian besar pemain di komunitas Kabaret “X” Bandung menggunakan humor style affiliative humor (53,33%). Beberapa pemain lain ada yang menggunakan humor style self-enhancing humor (33,33%) dan aggressive humor (10%).

2. Pada pemain di komunitas Kabaret “X” Bandung muncul satu humor style selain yang dikemukakan oleh Martin (2007), yaitu affiliative – self-enhancing humor (3,33%).

3. Pemain di komunitas Kabaret “X” Bandung sebagian besar memiliki tipe kepribadian extraversion (30%). Pada faktor budaya, sebagian besar pemain di komunitas Kabaret “X” Bandung berasal dari suku bangsa Sunda (76,67%).


(30)

79

Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi ilmu Psikologi terutama pada kajian Psikologi Sosial dan pengembangan dari Psychology of Humor itu sendiri.

2. Bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Psychology of Humor, khususnya Humor Style, disarankan melakukan penelitian pada komunitas lain yang memiliki karakteristik yang lebih spesifik yang berhubungan dengan humor, seperti misalnya komunitas seni ludruk, yayasan komedi betawi, dan lain-lain.

3. Bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Psychology of Humor, khususnya Humor Style, disarankan untuk melakukan penelitian pada suku bangsa tertentu.

5.2.2 Saran Praktis

1. Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pemain kabaret sebagai upaya untuk menghayati peran yang mereka terima yang tentunya sesuai dengan humor style masing-masing pemain.

2. Bagi sutradara di komunitas Kabaret “X” Bandung, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan peran bagi masing-masing pemain dalam suatu pertunjukan yang akan digelar.


(31)

80

DAFTAR PUSTAKA

Burrows, Candice S., D. M. A. 2010. Cabaret: A Historical and Musical Perpective of a Struggling Era.

Cassidy, Caitlin. 2013. The Making of Disgrace Kelly: Dragging the Diva Through Cabarets, Pubs, and Into the Recitall Hall.

Jakobson, Roman. 1960. Closing Statements: Linguistics and Poetics, Style in Language. New York: T.A. Sebeok.

Kumar, Ranjit. 2010. Research Methodology: A Step by Step Guide for Beginners, Edisi ke-3. London: Sage Publication.

Martin, R. A. 2007. The Psychology of Humor: An Integrative Approach. Burlington, MA: Elsevier Academic Press.

Martin, R. A., Edward, K.R. 2010. Humor Creation Ability and Mental Health: Are Funny People More Psychologically Healthy?. Europe’s Journal of Psychology, 3, 196 – 212.

Martin, R.A., Puhlik-Doris, P., Larsen, G., Gray, J., & Weir, K. 2003. Individual differences in uses of humor and their relation to psychological well-being: Development of the humor styles questionnaire. Journal of Research in Personality, 37, 48 – 75.

McCrae, R.R.&Costa, P.T. 1997. Personality Trait Structure as a Human Universal. American Psychologist, 52, 509 – 516.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Santrock, John W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga Sarwono, S.W. 2005. Aspek Psiko-sosial dari Humor dalam Psikologi dalam

Praktek. Jakarta: Restu Agung.

Sugiyono, DR. 2004. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Tim Abdi Guru. 2006. Seni Budaya. Jakarta: Erlangga.

Tim Penyusun Pusat Bahasa. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka


(32)

81

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Atom, Entri. 2012. Komplain dari Seberang Laut tentang Kabaret. (Online), http://teateranaknegeri.blogspot.com/TeaterAnakNegeri.htm, diakses 25 September 2013)

Nataatmaja, Ferry. 2011. Hubungan Antara Humor Styles dan Stress Pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas “Y” Universitas “X” Bandung. Skripsi: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Parhumi. 1996. Humor, Media Protes Sosial Paling Pas dengan Kepribadian Indonesia. (Online), (http://reocities.com/tokyo/9884/humor2.htm, diakses 1 November 2012)

Zaenudin, Didin Ahmad. 2012. Budaya Sunda. (Online), (http://budaya-indonesia.org, diakses 14 Juni 2014)


(1)

Universitas Kristen Maranatha Pemain

Kabaret

HUMOR

1. Berdasarkan Isi

2. Berdasarkan Tujuan PROSES HUMOR.

1. Konteks Sosial 2. Perseptual Kognitif 3. Aspek Emosi

4. Tawa sebagai bentuk ekspresi emosi kegembiraan

mempengaruhi: 1. Budaya 2. Kepribadian

Affiliative Humor

Self-Enhancing Humor

Aggressive Humor

Self-Defeating Humor

Benevolent

Detrimental

Self Others


(2)

19

Universitas Kristen Maranatha 1.6Asumsi Penelitian

1. Setiap pemain kabaret di komunitas Kabaret “X” Bandung memiliki humor style yang berbeda-beda

2. Humor style pada pemain kabaret di komunitas Kabaret “X” Bandung

dipengaruhi oleh faktor kebudayaan dan faktor kepribadian

3. Humor style pada pemain kabaret di komunitas Kabaret “X” Bandung

dibedakan dalam empat dimensi berdasarkan isi dan tujuannya, yaitu affiliative humor, enhancing humor, aggressive humor, dan self-defeating


(3)

78

Pada bab ini peneliti akan memaparkan hasil interpretasi dan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, beserta saran yang sesuai dengan hasil penelitian.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai Humor Style pada pemain di komunitas Kabaret “X” Bandung, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan empat tipe humor style yang telah dikemukakan oleh Martin (2007), sebagian besar pemain di komunitas Kabaret “X” Bandung menggunakan humor style affiliative humor (53,33%). Beberapa pemain lain ada yang menggunakan humor style self-enhancing humor (33,33%) dan aggressive humor (10%).

2. Pada pemain di komunitas Kabaret “X” Bandung muncul satu humor style selain yang dikemukakan oleh Martin (2007), yaitu affiliative – self-enhancing humor (3,33%).

3. Pemain di komunitas Kabaret “X” Bandung sebagian besar memiliki tipe kepribadian extraversion (30%). Pada faktor budaya, sebagian besar pemain di komunitas Kabaret “X” Bandung berasal dari suku bangsa Sunda (76,67%).


(4)

79

Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi ilmu Psikologi terutama pada kajian Psikologi Sosial dan pengembangan dari Psychology of Humor itu sendiri.

2. Bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Psychology of Humor, khususnya Humor Style, disarankan melakukan penelitian pada komunitas lain yang memiliki karakteristik yang lebih spesifik yang berhubungan dengan humor, seperti misalnya komunitas seni ludruk, yayasan komedi betawi, dan lain-lain.

3. Bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Psychology of Humor, khususnya Humor Style, disarankan untuk melakukan penelitian pada suku bangsa tertentu.

5.2.2 Saran Praktis

1. Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pemain kabaret sebagai upaya untuk menghayati peran yang mereka terima yang tentunya sesuai dengan humor style masing-masing pemain.

2. Bagi sutradara di komunitas Kabaret “X” Bandung, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan peran bagi masing-masing pemain dalam suatu pertunjukan yang akan digelar.


(5)

80

Burrows, Candice S., D. M. A. 2010. Cabaret: A Historical and Musical Perpective of a Struggling Era.

Cassidy, Caitlin. 2013. The Making of Disgrace Kelly: Dragging the Diva Through Cabarets, Pubs, and Into the Recitall Hall.

Jakobson, Roman. 1960. Closing Statements: Linguistics and Poetics, Style in Language. New York: T.A. Sebeok.

Kumar, Ranjit. 2010. Research Methodology: A Step by Step Guide for Beginners, Edisi ke-3. London: Sage Publication.

Martin, R. A. 2007. The Psychology of Humor: An Integrative Approach. Burlington, MA: Elsevier Academic Press.

Martin, R. A., Edward, K.R. 2010. Humor Creation Ability and Mental Health: Are Funny People More Psychologically Healthy?. Europe’s Journal of Psychology, 3, 196 – 212.

Martin, R.A., Puhlik-Doris, P., Larsen, G., Gray, J., & Weir, K. 2003. Individual differences in uses of humor and their relation to psychological well-being: Development of the humor styles questionnaire. Journal of Research in Personality, 37, 48 – 75.

McCrae, R.R.&Costa, P.T. 1997. Personality Trait Structure as a Human Universal. American Psychologist, 52, 509 – 516.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Santrock, John W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga Sarwono, S.W. 2005. Aspek Psiko-sosial dari Humor dalam Psikologi dalam

Praktek. Jakarta: Restu Agung.

Sugiyono, DR. 2004. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Tim Abdi Guru. 2006. Seni Budaya. Jakarta: Erlangga.

Tim Penyusun Pusat Bahasa. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka


(6)

81

DAFTAR RUJUKAN

Atom, Entri. 2012. Komplain dari Seberang Laut tentang Kabaret. (Online), http://teateranaknegeri.blogspot.com/TeaterAnakNegeri.htm, diakses 25 September 2013)

Nataatmaja, Ferry. 2011. Hubungan Antara Humor Styles dan Stress Pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas “Y” Universitas “X” Bandung. Skripsi: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Parhumi. 1996. Humor, Media Protes Sosial Paling Pas dengan Kepribadian

Indonesia. (Online), (http://reocities.com/tokyo/9884/humor2.htm, diakses

1 November 2012)

Zaenudin, Didin Ahmad. 2012. Budaya Sunda. (Online), (http://budaya-indonesia.org, diakses 14 Juni 2014)