PROSES ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM KEGIATAN JUAL BELI DI PASAR GAMALAMA TERNATE.

(1)

PROSES ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM KEGIATAN JUAL BELI

DI PASAR GAMALAMA TERNATE

DISERTASI

diajukan untuk memenuhi sebagian dari Syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Imdonesia

Promovendus HASAN JEI NIM: 0908221

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASAINDONESIA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

LEMBARAN PENGESAHAN

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA UJIAN DISERTATASI

UJIAN TAHAP I

Promotor Merangkap Ketua

Prof.Dr. H Yus Rusyana

Ko-Promotor Merangkap Sekretaris

Prof.Dr H. Syamsuddin A. R.M S

Anggota

Prof. Dr. H. Syihabuddin, M, Pd.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Sumiyadi,M.Hum. Nip 19660320199110331004


(3)

P ERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis saya yang berjudul

“Proses Alih Kode dan Campur Kode dalam Kegiatan Jual Beli di Pasar Gamalama Ternate” ini beserta seluluh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri .Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai ,saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijautuhkan kepada saya apabila dikemudian waktu ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klain terhadap keaslian etika yang berlaku dalam masyakat keilmuan. Atas pernyataan ini, karya saya

Bandung Februari 2014

Yang Membuat Penyataan.


(4)

PROSES ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM KEGIATAN JUAL BELI DI PASAR GAMALAMA TERNATE.

OLEH :Hasan Jei

ABSRTAK

Penelitian ini berjudul” Proses Alih Kode Dan Campur kode dalam Kegiatan Jual Beli di Pasar Gamalama Ternate.”Masalah pokoknya adalah bagainana terjadinya alih kode dan campur kode pada kegitan jual beli di Pasar Gamalama Ternate.Teori yang digunakan adalah Nababan (1991) (bilingualisme) (2) dari Dell Hames (1972) (3)teori dari Fismen (1976) dan campur kode dari Thender (1976) dan Fasold kedua ahli ini berpanngan bahwa campur kode hanya terdapat bentuk kata atau frase saja. Badmure (1982) Weinrice (1952) Metode yang digunakan deskriptif atau kualitatif dan tehnik analisis data (1) penanda dan pencatatan (2) pegnkatagori dan pengelompokan (3) pengurian dan penafsiran. Hasil analisis adalah alih kode dari bahasa Melayu ke bahasa Ternate atau dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate terdapat alih kode dari frase ke frase,klausa.kalimat. Campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Ternate atau dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate terdapat campur kode dari frase klausa ke klausa, kalimat. Alih kode dari bahasa Melayu Ternte ke bahasaTidore atau dari bahasa Tidore ke bahasa Melayu Ternate. Kita lihat alih kode dari frase dengan frase, klausa dengan klausa kalimat dengan kalimat. Campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Tidore. Campur kode itu hanya pada frase dengan frase, klausa dengan klausa dengan kalimat dengan kalimat. Alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Makian atau dari bahasa Makian ke bahasa Melayu Ternate. Kita lihat alih kode dari frase, sampai kalimat Campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Makian terdapat campur kode dari frase sampai kalimat. Jarang ditemkuka alih kode dan campur kode dalam bentuk kata-kata apakah itu bahasa Ternate, Tidore, Makian. Model pembelajaran menulis sangat efektif dalam mengajarkan,menganalisis alih kode dan campur kode yang diberikan kepada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA).


(5)

Code Swithching And Code Mixing Process In Selling And Buying Activity In Gamalama Market, Ternate

By: Hasan Jei

Abstract

This study is titled Coding Switching and Code Mixing Process in selling and buying activity in Gamalama Market, Ternate. The main problem is: how the occurring of Code Switching and Code Mixing in Selling and Buying Activity in Gamalama Market, Ternate.Theory which is used is Nababan (1991). Code switching is occurred because of bilingualism. (2) From Dell Hames (1972). (3) Theory from Fishmen (1976) and code mixing from Thender (1976) and Fasold. These two experts view that in code mixing there are only word form or phrase. Badmurel (1982) and Weirince (1952). The method used is descriptive or qualitative and data analysis technique. (1) Marker and recording. (2) categorization and grouping. (3) Elaboration and interpretation. The analysis result is code switching from Malay into Ternate language or from Ternate language into Ternate Malay. There is code switching from phrase to phrase, clause, sentence. Code mixing from Ternate Malay into Ternate language or from Ternate language into Ternate Malay. There is code mixing from clause phrase into sentence clause. Code switching from Ternate Malay into Tidore language or from Tidore language into Ternate Malay. We look at code switching from phrase with phrase, clause with clause, sentence with sentence. Code switching from Ternate Malay into Makian language or from Makian language into Ternate Malay. We look at code switching from phrase until code mixing sentence from Ternate Malay into Makian language. There is code mixing from phrase until sentence. Code switching and code mixing are seldom found in words form whether in Ternate, Tidore and Makian languages. Writing learning model is very effective in teaching, analyzing code switching and code mixing which is given to Senior High School students. Keywords: Code Switching and Code Mixing Process.


(6)

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN DAN KEASLIAN DISERTASI ... ii

PERSEMBAHAN ... iii

Abstrak ... iv

Abstrac ... vi

Kata Pengantar ... ix

Ucapan Terima Kasih ... xii

Daftar Isi ... xiii

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Gambar ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 6

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Signifikansi dan Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KERANGKA TEORETIS ... 9

2.1 Konsep Dasar Sosiolinguistik ... 9

2.2 Masalah-masalah Sosiolinguistik ... 12

2.3 Kedwibahasaan dan Diglosia ... 14

2.3.1 Diglosia ... 15

2.3.2 Kaitan antara Bilingualisme dan Diglosia ... 16

2.3.3 Tipe-tipe Kedwibahasaan ... 19

2.4 Alih Kode... 23

2.5 Campur Kode ... 25

2.6 Faktor-faktor Penyebab Alih Kode dan Campur Kode ... 29

2.7 Kedwibahasawan ... 31

2.8 Penelitian Bahasa-bahasa di Maluku Utara ... 36

2.9 Bahasa Ternate sebagai Bahasa Non-Austronesia ... 36

2.10 Bahasa Melayu Ternate sebagai lingua franca ... ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39

3.1 Metode Penelitian ... 39

3.2 Data dan Sumber Data ... 40

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.4 Teknik Analisis Data ... 41

3.5 Pengumpulan Data ... 42

3.5.1 Reduksi Data ... 43

3.5.2 Pengunjukan Data ... 43


(7)

3.6 Paradigma Penelitian ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 Pengantar ... 45

4.2 Deskripsi dan Analisis Data ... 45

4.2.1 Data Alih Kode dan Bahasa Melayu Ternate ke Bahasa Ternate ... 48

4.2.2 Data Alih Kode dan Bahasa Melayu Ternate ke Bahasa Ternate ... 48

4.2.3 Analisis Data ... 58

4.2.4 Data Alih kode dan bahasa Melayu Ternate ke bahasa Ternate ... 63

4.2.5 Analisis Data ... 68

4.2.6 Data Alih Kode Dari Bahasa Melayu Ternate ke Bahasa Ternate ... 83

4.2.7 Analisis Data ... 89

4.1.0 Data Alihkode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Ternate ... 105

4.1.1 Analisis Data ... 108

4.1.2 Data Alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa bahasa Ternate ... 113

4.1.3 Analisis Data ... 119

4.1.4 Hasil analsis alih kode dari melayu ternate ke bahasa Ternate atau dari bahasa Ternate ke bahasa melayu Ternate 125 4.1.5 Pembahasan Hasil Analisis ... 143

4.1.6 Data Campur Kode (Codemixing) Bahasa Melayu Ternate ke Bahasa Ternate ... 144

4.2.2 Data Campur Kode (codemixing) Bahasa Melayu Ternate ke Bahasa Ternate ... 145

Analisis DataHasil Campur Kode dari Bahasa Ternate ke Bahasa Melayu Ternate ke Bahasa Ternate ... 170

Data campur kode bahasa Tidore ke Bahasa Melayu Ternate ... 231

4.3.6 Analisis Campur Kode Bahasa Melayu Ternate ke Dalam BahasaTidore ... 251

4.3.7 Campur Kode dari Bahasa Tidore ke dalam Bahasa Melayu Ternate ... 257

4.3.8 Hasil Analisis Campur Kode Bahasa Tidore ke Dalam Bahasa Melayu Ternate ... 258

4.3.9 Pembahasan Hasil Analisis ... 263

4.4 Data Alih Kode Dari Bahasa Melayu Ternate ke Bahasa Makian 264

4.4.1 Data Alih Kode dari Bahasa Melayu Ternate ke Bahasa Makian 265 4.4.2 Analisis Data ... 270

4.4.3 Data Alih Kode dari Bahasa Melayu ke Bahasa Makian ... 277


(8)

4.4.5 Data Alih Kode dari Bahasa Melayu Ternate ke Bahasa Makian 290 4.4.6 Analisis Data ... 293 4.4.7 Hasil Analisis Alih Kode Dari Bahasa Melayu Ternate

Ke Bahasa Makian Atau Bahasa Makian Ke Bahasa Melayu

Ternate ... 299 4.4.8 Pembahasan Hasil Analisis ... 309 4.4.9 Data Campur Kode Dari Bahasa Melayu Ternate

Ke Bahasa Makian ... 311 4.5 Analisis Data Campur Kode Melayu Ternate ke Bahasa Makian . 315 4.5.1 Data Campur Kode Bahasa Makian ke Bahasa Melayu Ternate 321 4.5.2 Hasil Analisis Campur Kode Dan Bahasa Makian Ke

Bahasa Melayu Ternate ... 327 4.5.3 Faktor-Faktor Penentu Terjadinya Alih Kode Dan Campur

Kode Dalam Kegiatan Jual Beli Di Pasar Gamalama Ternate .. 331 BAB V MODEL PEMBELAJARAN MENULIS BAGI SISWA

MULTILINGUAL DAN PROSES ALIH KODE, CAMPUR

KODE DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) ... 336 A. Pengantar ... 336 B. Model Pembelajaran Menulis Bagi Siswa Multilingual

dan Alih Kode Dan Campur Kode di SMA ... 336 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 346 Rekomendasi ... 360 Daftar Kepustakaan ...


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 01 Kata Ganti ... 24

Tabel 02 Tentang Situasi Regional ... 29

Tabel 03 Distribusi Dialek T dan R ... 50

Tabel 04 Variasi Convensional... 61

Tabel 05 Sikap orang Cina Yang Terdidik di Inggris ... 63

Tabel 06 Tentang Kedwibahasan ... 74

Tabel 07 Model For Bilingualisme... 77

Tabel 08 Kelompok Bahasa Nonaustonesia... 130

Tabel 09 Bahasa Austronesia di Halmahera... 132

Tabel 10 Komponen Analisis Data Kualitatif Interaktif, …………... 143

Tabel 11 Paradigma Penelitian... 145

Tabel 12 Responden Penelitian... 148

Tabel 13 Pedoman Analisisis Alih Kode... 157


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara multibahasa. Ada bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan, ada bahasa Melayu lokal yang dituturkan di sejumlah wilayah di Indonesia, dan ada pula bahasa-bahasa etnik yang jumlahnya 722 bahasa, seperti yang dicatat dalam Ethnologue: languages of

the world (Lewis, 2009). Dalam situasi kebahasaan inilah, menjadikan masyarakat

Indonesia adalah masyarakat yang bisa dan biasa menggunakan lebih dari satu bahasa dalam komunikasi sehari-harinya. Bahasa Indonesia digunakan di dunia pendidikan, pemerintahan, dan dalam acara kenegaraan. Sementara itu, bahasa Melayu lokal bahasa lintas-etnik dan bahasa etnik digunakan digunakan dalam komunikasi intra-etnik. Bahasa Melayu lokal dan bahasa-bahasa etnik digunakan dalam situasi tidak resmi, akrab, dan dalam komunikasi keluarga.

Penggunaan tiga bahasa—bahasa Indonesia, bahasa Melayu lokal, dan bahasa etnik ini secara sosial membentuk penutur warga Indonesia memiliki kebiasaan menggunakan lebih dari satu bahasa dalam aktivitas komunikasinya. Ketika menggunakan salah satu dari tiga bahasa, terjadi kemungkinan pencampuran dan penggantian kata-kata, frase, atau kalimat-kalimat secara bergantian dalam setiap tuturan warga Indonesia. Situasi penggunaan bahasa seperti ini, secara sosiolinguistis, dikenal sebagai peristiwa campur kode (code

mixing) dan alih kode (code switching). Peristiwa campur kode dan alih kode


(11)

lazim terjadi pada masyarakat dengan ciri bilingual, masyarakat yang bisa dan biasa menggunakan dua bahasa (atau lebih) dalam setiap tindak tuturnya (speech

act). Situasi kebahasaan seperti ini telah menjadi lazim di Indonesia.

Sebagai salah satu kota tua di Indonesia, sejak lama Ternate telah menjadi kota yang didiami oleh beragam suku dengan beragam bahasanya. Sejak abad ke-14, Ternate telah menjadi salah satu kota yang didatangi oleh berbagai komunitas dari luar Ternate. Bahkan, jauh sebelum rute perdagangan diketahui oleh bangsa-bangsa Eropa, Ternate telah didatangi oleh pedagang-pedagang Asia, seperti bangsa Arab, Persia, Gujarat, dan Cina. Pula, pedagang-pedagang dari beberapa wilayah nusantara dalam meramaikan jalur perdagangan rempah-rempah seperti pedagang dari Jawa Timur (Tuban dan Gresik), pedagang dari Jawa Tengah (Demak dan Pekalongan), serta pedagang dari Jawa Barat (Cirebon dan Banten), pedagang dari Sumatera, pesisir pantai Perlak, Malaka, Aceh, dan Palembang. Tidak ketinggalan pula pedagang dari Sulawesi turut andil dalam interaksi perdagangan seperti suku Bugis dan Makasar bahkan suku Bajo atau lebih dikenal dengan orang laut telah meramaikan rute perdagangan ini.

Barulah pada abad ke-15 bangsa Eropa seperti Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris, mulai menemukan bandar Ternate dalam perdagangan rempah-rempah. Kedatangan bangsa Arab, Cina, dan sejumlah suku di nusantara serta masuknya kolonialisme di Maluku sejak abad ke-16 telah menjadikan Ternate sebagai kota multibudaya, dan oleh karena itu pulalah membuat Ternate menjadi kota multibahasa. Interaksi dalam jalur pergadangan antarkota dan antarwilayah di nusantara telah pula mengantarkan bahasa Melayu ke Maluku (Utara), yang tidak


(12)

saja menjadi lingua-franca bagi nusantara (dan kemudian Indonesia), tetapi sampaikan kini telah menjadi lingua-franca bagi beragam etnik di Maluku Utara.

Dalam pekembangannya terjadi akulturasi antara warga tempatan yang berbahasa ibu bahasa Ternate dengan komunitas pendatang yang membawa bahasa Melayu kemudian terbentuklah komunitas majemuk di kota Ternate. Menurut catatan Naidah, seorang juru tulis (semacam sekretaris) Kesultanan Ternate, setidaknya ada empat pemukiman yang menjadi bukti penting jejak Melayu di Ternate, yaitu Melayu Cim (bagian barat kota Ternate), Melayu Konora (bagian tengah kota Ternate), Melayu Heku (bagian utara kota Ternate), dan Melayu Jiko (bagian selatan kota Ternate) (Ibrahim, 2008). Empat wilayah Melayu ini tersebar Melayu merupakan bentuk pemukiman-pemukiman penduduk yang ada di Kota Ternate.

Selain kawasan empat Melayu ini, ada pula kawasan yang dinamai sesuai asal komunitas pemukim mula-mulanya. Misalnya, kampung Palembang di selatan pusat perbelanjaan Ternate Mal, kampung Arab atau lebih dikenal dengan kampung Tenga berada di bagian barat pusat perbelanjaan Ternate Mal, tepat di tengah-tengah pasar modern dan pasar tradisional. Ada juga kampung Cina yang bersebelahan dengan kampung Arab, berada tepat di bagian selatan kampung Arab. Kebanyakan pemukim di kampung ini adalah para imigran. Ketiga komunitas ini adalah pendatang dan merupakan komunitas penggerak usaha dagang dan roda perekenomian kota Ternate sejak dulu hingga hingga kini.

Selain beberapa komunitas yang telah disebutkan di atas, dapat ditemukan juga perkampungan Jawa atau lazim disebut lingkungan Falajawa. Perkampungan


(13)

Falajawa ini berbatasan dengan perkampungan Arab. Orang-orang Jawa ini banyak berasal dari Jawa timur dan Jawa tengah yang sudah sekian lama telah melakukan kawin campur dengan masyarakat pribumi, bahkan sejalan dengan perkembangan era pasar bebas pedagang-pedagang makanan tepatnya di tempat nongkrong anak-anak muda banyak didominasi oleh etnis Jawa. Juga di bagian utara perbatasan kota ada pemukiman orang-orang Makasar. Wilayah ini lebih dikenal dengan sebutan kampung Makasar. Sama halnya dengan orang-orang Jawa, orang-orang Makasar sudah sejak sekian lama menetap di Ternate. Pemukiman ini berada di sebelah utara benteng peninggalan Belanda, Fort Oranye.

Kedatangan orang-orang Cina, Palembang, Jawa, Makassar, dan kemudian disusul dengan Gorontalo telah membentuk Ternate menjadi kota yang majemuk bersama penduduk tempatan, yaitu etnik Ternate. Kemajemukan itu semakin terbentuk, ketika sejumlah penduduk lokal Maluku Utara, seperti Tidore, Makeang, Galela, Tobelo, Sanana, Bacan, sejumlah penduduk dari dataran Halmahera, Ambon, Seram, dan sejumlah komunitas dari Maluku Tenggara (seperti Tual dan lain-lain) datang dan bermukin di Ternate.

Dalam kemajemukan Ternate yang telah terbentuk sejak lama, bahasa Melayu Ternate menjadi lingua-franca bagi warga Ternate dalam komunikasi sehari-harinya, termasuk dalam kegiatan jual-beli di pasar di Ternate. Dalam perkembangkan terakhir, terutama setelah pemekaran Maluku Utara menjadi provinsi sejak tahun 1999, para pedagang kaki lima di pasar Gamalama Ternate, yang sebelumnya hanya didominasi oleh pedagang dari Makasar dan Gorontalo,


(14)

dan sedikit dari komunitas Ternate, kini ditambah lagi dengan pegadang yang berasal dari Tidore, Makeang, dan beberapa dari Galela dan Tobelo.

Beragamnya warga Ternate dan beragam pulanya asal komunitas pedagang kaki lima di Pasar Gamalama, telah membentuk suatu komunitas tutur (speech community) yang menjadikan Melayu Ternate sebagai bahasa pengantar dalam transaksi jual-beli.Dengan semakin beragamnnya bahasa ibu—seperti bahasa bahasa Gorontalo, Bugis-Makasar, Ternate, bahasa Tidore, dan bahasa Makeang—para pedagang kaki lima dan semakin beragam pula warga kota Ternate sebagai pembeli dalam aktivitas transaksional di pasar Gamalama, peristiwa alih kode dan campur kode dalam komunikasi mereka menjadi suatu yang lazim. Penggunaan secara campur kata, frase, dan kalimat dalam dua bahasa oleh pegadang kaki lima, yaitu bahasa ibu dan bahasa Melayu Ternate sebagai

lingua-franca, dan pengalihan atau penggantian dari bahasa ibu ke bahasa Melayu

Ternate atau sebaliknya, menjadi situasi sosiolinguistik yang nyata dalam kegiatan jual-beli di Pasar Gamalama Ternate.

Meskipun demikian, bagaimana wujud, pola, dan faktor penentu alih kode dan campur kode dalam aktivitas komunikasi para pedagang kaki lima, terutama penjual pangan di Pasar Gamalama Ternate merupakan suatu soal sosiolonguistik yang belum diungkap secara lebih jelas dan rinci.

Oleh karena itu, untuk mengetahui wujud, pola, arah, dan faktor penentu alih kode dan campur kode dalam transaksi jual-beli pegadang kaki lima di Pasar


(15)

1.2 Masalah Penelitian

Ada banyak faktor yang menentukan alih kode dan capur kode dalam aktivitas jual-beli pangan di Pasar Gamalama Ternate. Akan tetapi masalah yang diteliti adalah wujud, pola, dan faktor penentu alih kode dan campur kode. Sekaitan dengan ini, masalah-masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimana wujud alih kode dan campur kode dalam kegiatan jual-beli pangan di Pasar Gamalama Ternate?

2. Bagaimana pola alih kode dan campur kode yang muncul pada kegiatan jual beli di Pasar Gamalama Ternate?

3. Apa yang menjadi faktor penentu terjadinya alih kode dan campur kode dalam kegiatan jual-beli di Pasar Gamalama Ternate?

1.3 Ruang Lingkup Masalah Penelitian.

Mengingat peristiwa alih kode dan campur kode pada akitivitas jual-beli pangan di Pasar Gamalama Ternate berkaitan dengan banyak variabel sosiolinguistik, maka penelitian ini hanya terbatas pada:

a. Arah alih kode dan campur kode yang terjadi dalam akitivitas jual-beli pangan di Pasar Gamalama Ternate berupa peralihan dari bahasa Melayu Ternate ke dalam bahasa Ternate atau dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate. b. Arah alih kode dan campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke dalam bahasa

Makeang atau dari bahasa Makeang ke dalam bahasa Melayu Ternate.

c. Arah alih kode dan campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke dalam bahasa Tidore atau peralihan dari bahasa Tidore ke dalam bahasa Melayu Ternate.


(16)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka tujuan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana terjadinya proses alih kode dan campur kode dalam aktivitas jual-beli pangan di Pasar Gamalama Ternate.

2. Untuk mengetahui wujud dan arah alih kode dan campur kode dalam aktivitas jual-beli pangan di Pasar Gamalama Ternate.

3. Untuk mengetahui faktor penentu terjadinya alih kode dan campur kode pada aktivitas jual-beli pangan di Pasar Gamalama Ternate.

1.5 Signifikansi dan Manfaat Penelitian

Penelitian tentang proses alih kode dan campur kode pada aktivitas jual-beli pangan di Pasar Gamalama relevan dengan kajian pragmatik, sosiolinguistik, dan etnolonguistik. Di samping itu, penelitian ini memiliki manfaat:

1. dapat digunakan sebagai bahan informasi atau rujukan tentang bentuk dan wujud arah alih kode dan camur kode serta faktor penentu terjadinya campur kode;

2. dapat digunakan sebagai pedoman bagi para peneliti, khususnya mengenai proses alih kode dan campur kode dalam aktivitas jual-beli di Pasar Gamalama Ternate;

3. dapat digunakan sebagai bahan pembanding penelitian bagi para peneliti yang akan datang; dan


(17)

4. untuk kepentingan pembelajaran bahasa, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahar ajar dalam pembelajaran bahasa Indonesia bagi siswa SMA di Ternate.


(18)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penggunaan metode kualitatif mengingat masalah dan fokus penelitian ini harus dilihat secara menyeluruh dan mendalam sehingga data dapat terjaring dengan baik. Penggunaan metode deskriptif kualitatif karena penelitian ini juga bercirikan (1) data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata, (2) penelitian ini dianalisis secara induktif, (3) penelitian ini lebih ditekankan pada proses tinimbang produk, dan (4) penelitian ini menggunakan sampel purposif. Ciri-ciri tersebut sejalan dengan karakteristik penelitian kualitatif seperti yang dinyatakan Bodgan dan Biklen (1982: 27-29) dan Nasution (1988: 9-11).

Berpedoman dengan pengertian tersebut, penelitian kualitatif ini mendeskripsikan berbagai macam varisiasi bahasa dan kedwibahasaan, khususnya tentang alih kode dan campur kode dalam penggunaan bahasa pada masyarakat multibahasa. Sehubungan dengan cara ini, penelitian ini mengemukakan keadaan yang nyata atau apa adanya yang terjadi di lapangan, yaitu tindak tutur berupa alih kode dan campur kode masyarakat multilingual Ternate, khususnya dalam aktivitas jual-beli pedagang kaki lima di Pasar Gamalama Ternate.

Penelitian ini hanya berlaku terbatas pada sumber data yang diteliti. Oleh sebab itu, untuk menarik kesimpulan yang berlaku umum masih diperlukan penelitian lanjutan dengan ruang lingkup yang lebih luas.


(19)

3.2 Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini adalah tuturan berupa alih kode dan campur kode bahasa Melayu Ternate dengan bahasa Ternate, bahasa Melayu Ternate dengan bahasa Tidore, dan bahasa Melayu Ternate dengan bahasa Taba dalam aktivitas jual-beli di Pasar Gamalama Ternate; sedangkan sumber data (dalam penelitian ini) adalah para pedagang kaki lima yang berbahasa ibu bahasa Ternate, bahasa Tidore, bahasa Taba. Mengingat bahasa Melayu Ternate adalah lingua-franca bagi semua penutur di Ternate (dan Maluku Utara umumnya), maka pemilihan sumber data dari penutur yang berbahasa ibu bahasa Melayu Ternate diabaikan. Sebab, semua pedagang kaki lima di Pasar Gamalama bisa menggunakan bahasa Melayu Ternate. Informan yang diambil dalam penelitian ini berdasarkan kriteria linguistik sebagai berikut.

1. penutur asli (native speaker) bahasa Ternate, bahasa Tidore, dan bahasa Taba. 2. berusia minimal 30 tahun.

3. pendidikan serendah-rendahnya SLTP.

4. mempunyai pengetahuan yang baik tentang kebudayaan setempat.

5. memiliki alat ucap yang sempurna, sabar, jujur, terhandal dalam ucapan, dan memiliki daya ingat yang kuat (Samarin,1967:30-36).

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Data bahasa berupa alih kode dan campur kode, dikumpulkan dengan menggunakan teknik sebagai berikut.

Elisitasi. Dengan teknik ini, pertanyaan langsung dan terarah kepada informan untuk mendapatkan ujaran atau kalimat sederhana terutama yang


(20)

berhubungan dengan kebiasaan informan menggunakan lebih dari satu bahasa dalam aktivitas berbahasanya ketika menjual dagangannya.

Perekaman. Dengan teknik ini, aktivitas tutur dalam interaksi jual-beli pedagang kaki lima di Pasar Gamalama Ternate direkam. Perekaman dilakukan dengan dua cara, yaitu perekaman spontan dan perekaman pilihan. Perekaman spontan ialah perekaman yang dilakukan tanpa mementingkan masalah yang dibicarakan, sedangkan perekaman pilihan ialah perekaman yang dilakukan dengan mempersiapkan terlebih dahulu pembicaraan atau cerita yang direkam.

Observasi. Teknik ini digunakan untuk mengamati sekaligus mencatat peristiwa alih kode dan campur kode yang dilakukan oleh para paenjual dan pembeli di Pasar GamalamaTernate.

Wawancara. Teknik ini digunakan untuk memperoleh gambaran umum tentang proes alih kode dan campur kode penjual dan pembeli di pasar Gamalama Ternate. Hubungan dengan informan bersifat santai, wajar, dengan demikian data yang diperoleh juga bersifat alami.

Penyimakan dan Percakapan. Dengan teknik ini, peneliti menyimak secara saksama percakapan (tindak tutur) antara pembeli dan penjual dalam interaksi jual-beli di Pasar Gamalama Ternate. Sedangkan teknik percakapan, peneliti bercakap dengan penjual dan pembeli dalam aktivitas jual-beli di Pasar Gamalama Ternate.

3.4 Teknik Analisis Data

Data yang dikumpulkan adalah hasil elisitasi, pengamatan, perekaman, penyimakan, dan pencatatan mengenai percakapan (tindak tutur) antara pembeli dan penjual pangan dalam interaksi jual-beli di Pasar Gamalama Ternate.


(21)

Data tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik: (1) penanda dan pencatatan, (2) pengkatagorian dan pengelompokan, (3) penguraian dan penafsiran. Pada tahap penanda dan pencatatan, data yang dikenali sebagai bentuk alih kode dan campur kode ditandai dan dicatat. Data dalam bentuk alih kode dan campur kode yang telah dicatat, dikategorikan, dan dikelompokan berdasarkan unsurnya, kemudian ditafsir dan disimpulkan sebagai hasil akhir. Teknik analisis data mengikuti alur kerja sebagaimana terlihat pada Gambar 3.1 berikut.

Gambar 3.1 Komponen-komponen Analisis Data: Model Interaktif (Miles dan Huberman, 2009: 338)

Setelah data dikumpulkan dan kemudian dilakukan penataan ulang pada setiap data-data tersebut, peneliti menganalisis berdasarkan skema di atas.

3.5 Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan menggunakan empat teknik pengumpulan sebagaimana telah disebutkan.

3.5.1 Reduksi Data

Pengumpulan

Pengunjukan

Reduksi Data


(22)

Untuk memastikan data-data yang bergunakan bagi objek penelitian, diperlukan reduksi data. Mereduksi berarti merangkum, memilih hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan pokoknya dan membuang yang tidak perlu. Data yang peroleh dari lapangan dipilih yang penting, dibuat kategori-katagori, dibuat klasifikasi, dan diabaikan data yang tidak relevan dengan objek penelitian.

3.5.2 Pengunjukan Data

Setelah direduksi, langkah selanjutnya adalah data diunjukkan atau ditampilkan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antarkategori, matriks, dan sejenisnya.

3.5.3 Simpulan/Verifikasi

Setelah ditampilkan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antarkategori, dan matriks, tindakan verifikasi, penafsiran, dan penyimpulan dilakukan. Penasfiran dan penyimpulan pada tahap ini mengandalkan proses, bukan hasil. Bila ada bukti-bukti baru baru dalam data yang tidak sejalan dengan penafsiran dan penyimpulan, dirumuskan kembali simpulannya sehingga ada kesejalanan antara data dan simpulan.


(23)

BAB V

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS BAGI SISWA MULTILINGUAL DAN PROSES ALIH KODE , CAMPUR KODE DI SEKOLAH MENENGAH ATAS ATAU SMA.

A.Pengantar

Bab 4 membahas tentang alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasaTernate atau dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate,Campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Ternate atau dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate.Alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Tidore atau dari bahasa Tidore ke bahasa Melayu Ternate.Campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Tidore atau dari bahasa Tidore ke bahasa Melayu Ternate, Alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Makian atau dari bahasa Makian atau dari bahasa Makian ke bahasa Melayu Ternate.Campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Makian atau dari bahasa Makian ke bahasa Melayu Ternate..Maka pada bab 5 akan dibahas tentang model pembelajaran menulis bagi siswa bilingual dan proses alih kode dan campu kode di Sekolah Menengah Atas (SMA)

B. Model Pembelajaran Menulis Bagi Siswa Multilingual dan Alih kode dan Campur kode di SMA

Model pembelajaran Menulis bagi siswa bilingual merupakan sarana efektif dalam mengajarkan, menganalisis proses alih kode dan campur kode kepada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)


(24)

Di bawah ini akan diuraikan atau dijelaskan beberapa kata bahasa Ternate, yang memiliki makna problematik atau ketertarikan di dalam pembentukan.Untuk membuat suatu karangan yang baik maka terlebih dahulu untuk menyusun kata kata atau kosa kata sebagai sarana sebuah karangan.

1.Kosa kata bahasa Ternate

Pada perilaku morfemis prefiks dan penanda kata ganti diri merupakan generatif marker yang dapat dipergunakan sebagai berikut:

Pronomina Penanda Milik

Tunggal 1 msk, fangare saya (lak) ri fem fajaru saya (pr) ri

2. ngana Anda(fam) ni 3.msk una dia(lk) i fem mina dia(pr) ni Jamak 1.ikl. ngona kita ri eksl. ngom kami mi 2. ngon Anda (hon) ni . 3 ana mereka na

Untuk mengajarkan kepada orang lain seperti kepada siswa sekolah Menegah Atas (SMA),kepada masyarakat memilki problematik atau keunikan karena dia harus membedakan bentuk maskulin(laki laki) dan feminim (perempuan) sebagai orang pertama,kedua dan ketiga untuk bentuk tunggal.


(25)

Untuk bentuk jamak dia harus membedakan bentuk inklusif dan eklusif untuk orang pertama.

Bira beras Nyao ikan uge sarur guwae mangga oho makan

Kosa kata bahasa Ternate sangat eketif di dalam proses aleh kode dan campur

kode khususnya di menulis yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Menengah Atas atau SMA.

Di bawah ini terdapat beberapa kata bahasa Melayu Ternate (BMT)

memiliki beberapa kekehasan atau keunikan di dalam pembentukan di dalam kalimat

Kata dorang (Mereka) berubah menjadi dong

Kata torang (kami) kata ini berubah menjadi tong Kata dengan sebagai penghubung berubah menjadi deng

Kosa kata bahasa Melayu Ternate atau BMT memliki peranan yang efektif di

dalam prose alih kode dan campur kode di dalam menulis yang dilakukan oleh para siswa sekolah Mengah Atas (SMA)

Di bawah ini terdapat beberapa kalimat bahasa MelayuTernate 1.Tude komo sepulu berapa ngoni pe ikan


(26)

3. Ikan segar beli bos beli tude bisa ngoni kase turun 4. Kankong tiga lima bisa dorang kase turun

5. Belimbing itu berapa ngoni jual

6. Popare deng kangkong kacang berapa seribu,deng dua ribu rupiah 7 . Lansa bisa ngoni kase turun sadiki dia harga

8 .Mari-mari sagu lombo deng sagu popeda bisa ngoni kase turun 9; Berapa lemon sagu popeda berapa dorang jual

10. Berapa rica ngoni jual?

12. :Tomat deng ,kunyit ngoni jual berapa?

13. Berapa Lemon ngoni jual Sagu popeda torang jual lima ribu 14 :Mari Mari Kangkong 3 ribu bisa ngoni kase kongkong tiga ribu

Kalamat bahasa Melayu Ternate sangat efektif di dalam proses alih kode dan campur kode khusnya di dalam menulis yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Mengah Atau (SMA).Tidak bisa dihidarkan terdapat alih kode dan campur kode dilam bentuk kalimat ketika mereka menyusun karangan.

Di bawah terdapat kalimat bahasa Ternate 3.Kalimat bahasa Ternate

1. Nyao koa ne nyao mamada ma ici ne bobara nyao Dududufa yang lamo ge

gosa oro bacan (ini ikan apa ini yang mulut kecil ini bobara dari Dufadufa dan

dari Bacan)

2.oro nyao mancia ge malo mahal ua (ambil ikan yaang tidak mahal.

3. Pirao ne yang lama ge yang lamo ge seribu nyao koo ne ginado bato ngom


(27)

4.oro maake (tude segar ambil air).oro gosa (kankong siapa ini yang ambil harga tga lima ribu.

5.Ne waje ampa ne ngone due na due ua wa wone na due ua (ini saya bilang empat ini tiga bukan kepunyaan saya bukan kepunyan saya)

6. ge segadI fodi segadi fodi-fodi ma afa bolo (lansanya manis sekali,silah beli) 7. pirao ne calan romdidi (berapa ini dua ribu rupih )

8. pirao ne hoi do malo ( berapa ini ambil saja tinggal sediki ini)

9.ngom ge SATPOL PP biasa ngon kane ( biasa SATPOL PP tertibkan disini ) 10.gnon gosa li ge (kalian bawa ini)

11.ge ana ge kado ua salah bahaya( berapa itu mereka tidak datang salah sekali)

12.Tagi ona cako(mereka pergi kemarin sore)

14.oro raima ana oro guwae (…..kunyit sudah diambil? mereka ambil mangga)

15.Ngona gosa lila re (kalian bawa Lila ini

16.afa afa=jangan-jangan karo ino Golo koa oro bepa ena (baru datang kenapa)

Kalimat bahasa Ternate sangat efektidf di dalam proses alih kode dan campur kode dalam menyusun karangan atau menulis yang di lakukan oleh siswa Sekolah Mengah Atas atau SMA

Butlah karangan dengan memperhatikan pokok karangan 4. Wacana Bahasa Melayu Ternate

Wacana bahasa Ternate

Untuk menyususun sebuah karangan yang dilakukan oleh siswa Sekolah Mengah Atas (SMA) maka dia akan dipengarui oleh pngausan kosa kata bahasa Ternate,penguasan kosa kata bahasa Melayu Ternate.Pengusaan kalimat bahasa MelayauTernate dan kalimat bahasa Tidore


(28)

Pembentukan kosa kata bahasa Tidore

Untuk membuat suatu karangan yang baik maka telibih dahulu untuk menyusun kata kata atau kosa kata sebagai sarana sebuh karangan. Seperti dalam bahasa bahasa Melayu atau dalam bahasa Indonesia.

1.Pembentukan kosaka bahnasa Tidore

Gagi momi :satu gai Malamo : besar Foli : beli Ge : itu ne Mega : apa Pirao : berapa Dofu :banyak Rimoi :satu Mega :apa Tabea :permisi Koi pisang

Pembentukan dan penguasaaan bahasa Tidore yang dilakukan oleh siswa Sekolah Mengah Atas atau SMA ketika mereka meraka menyusun karangan atau tulisan maka akan terdapat alih kode dan campur kode dari bahasa Tidore ke bahasa Melayu Ternate dalam bentuk kata kata.

2.Kalimat bahasa Melayu Ternate

1.Penjual :Torang pe ikan satu gaki sepuluh ribu deng lima ribu 2.Penjual : Torang cakalag satu gaki itu sepuluh ribu


(29)

3,Penjual : Kalau bagitu torang dua tampa 50 ribu rupiah

4.Penjual :ikang basar deng kacil, kadang yang kacil itu dapa tiga ekor atau labe)

5,Penjual : Kase torang pe lapis Tidore 6.Penjual :Ngoni pe Lapis tidore jual berapa

8,Penjual :Torang pe roti manis deng kui popaco sepulu ribu 9.Penjual :Torang pe Tomat deng rica lima ribu

10.Penjual :Ngoni pe Rica deng tomat berapa 11.Penjual :Dorang pe bawang deng rica berapa 12.Pembeli :Kancang panjang ngoni jual berapa

14.Penjual : Pinang siri –pinang siri torang jual dua ribu, mari Kalimat bahasa Tidore

1.Pembeli : Dano se ngofa-ngofa ge kalu oyo mam-mam kadang bafikir

ngom ua (cucu deng ana-ana tu kalu makan kui-kui tu kadang

tara bafikir torang)

2.Pembeli :Oe, dahe rai. Sukur dofu. Tagi ma. (iyo, so dapa. Terima kasih banyak. Pigi sudah)

3.Penjual :Mansia Tidore ge, mansia Tidore kabe? (orang tidore tu, orang tidore apa? )

4Pembeli. . Mura bato bibi? (mura saja bibi)

5..Penjual : gaki moi cala nyagi mo (satu gagi sepulu ribu)

6,Pembeli. : tebe maya bolo ua (bagimana boleh katarada) 7.Pembeli :nyao malamo daba kene, yali kene nge dahe range)

8.Pembeli : Ngon foli lapis tidore pirao bolo dola rao ? (ngoni beli lapis

tidore berapa, berapa potong)


(30)

10.Penjual :.Rimoi bolo dola moi. (satu buah atau cuman satu potong)

11.Penjual :ge romoi saribu (popaco satu seribu)

12Penjual. .Cala nyagi moi se mtoha (15 ribu rupiah)

13. Penjual :se re jang-jang sado (rica-rica, tomat, bagus-bagus ini) 14.Pembeli :.nyagirahacuman (rica empat ribu )

Kalimat bahasa Tidore akan sangat efektif mempengaruhi siswa Sekolah

Menengah Atas atau SMA di dalam menyusun karangan atau tulisan untuk terjadinya proses alih kode dan campur kode

Wacana bahasa bahasa Melayu Ternate dan wacanana bahasa Tidore

1.Pembentukan kosa kata bahasa Makian

Untuk membuat suatu karangan yang baik maka terlebih dahulu untuk menyusun kata kata atau kosa kata sebagai sarana sebuh karangan.

1.Pembentukan kosakata bahasa Makian

Loka : pisang Yan :ikan awai : sayur

lasap ;langsa Ho : lemon

Gocla : jagung Yohaso :sepulu ribu


(31)

Saya punya : yakanig

Kamu punya :meu atau amanim dia punya :iani

Mereka : sinnadi

Di dalam mengaajarkan kepada siswa sekoh Menengah Atas atau SMA maka masah ini bersifat problematik atau khas di dalam bahasa Makian.

Kosakata bahasa Makian akan sangat mempengaruhi siswa di dalam menyusun karangan sehingga tidak bisa dihindarkan terdapat proses alih kode dan campur kode.dalam bentuk kata-kata bahasa Makian

2.Kalimat bahasa Melayu Ternate

1,Penual :Torang pe pisang sepulu satu 2.Penjual :Dorang pe rica nona lima ribu

3,Penjual :Dorang pe tomat deng rica lima ribu 4.Penjual :Tomat deng ria hargnya lima ribu 5.Penjual :Tauge kangkong dua

6,Penjual :Torang pe kongkong sepulu ribu 8.Penjual :Torang pe popare sepulu ribu _

9,Penjual :Ngoni pe Lemon berapa 10.Penjual :Torang jualSatu ikat kacang 11,.Penjual :Torang peTauge kangkong

12 Penjual :Torang pe ikan kui dea pe harga sepulu ribu


(32)

14.Penjual :Ngoni pe ikan dasar baru turun

Ketika menyusun karangan atau tulisan para siswa Sekolah Menengah Atas atau SMA tidak bisa dihindarkan terdapat proses alih kode dan campur kode dalam kalimat bahasa Melayu Ternate.

2.Kalimat bahasa Makian

1. Loka nipli calan yohaso ada calan yohalu (satu sika sepuluh ribu dan dua puluh ribu)

2.calan lim (tauge dan kangkong) calan yohaso (tomat) calan lim (rica nona)

3. nipli Calan lim ada calan tol (popare ada harga lima ribu dan tiga ribu) 4.Nipli calanlu ada calanlim ( dua ribu deng lima ribu)

5. Ho ne nipli calantol (lemon tiga ribu) 6.calan lim ada calanhit (lima ribu dan tujuh ribu)

7Awai calanlim ada yan calan yohalu (sayur harganya lima ribu dan ikan

sepuluh ribu)

8.calan yohalu ada yohaso(sepuluh ribu dan dua puluh)

9.yan ne calan yohalu ada calan yuhaso (ikan ada dua puluh ribu dan sepulh ribu)

10.Gocila ne calan yohaso ( jagung sepuluh ribu)

3.Wacana bahasa Melayu Ternate dan wacana bahasa Makian

Ketika menyusun karangan yang dilakukan oleh siswa Sekoah Menegah Atas atau SMA tidak bisa dihindarkan terdapat proses alih kode dan campur kode di dalam bentuk kalimat bahasa Makian.

Model pembelajaran Menulis bagi siswa bilingual merupukan sarana efektif di dalam menganalis,mengajarkan proses alih kode dan campur kode apakah alih


(33)

kode dan campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Ternate.alih kode dan campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Tidore dan alih kode dan campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Makian.


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A Chaedar. 1985. Beberapa Madhab dan dikotomi Teori Linguistik. Bandung: Angkasa.

Alwasilah,A.Chaedar (2002) Pokoknya Kualitatif .Bandung:PT Pustaka Jaya dengan Pusat Studi Sund

Ardiana, Leo Idra. 1990. Analisis kesalahan Berbahasa. FPBS IKIP Surabaya. Aminudin (1990) Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Pengembangan

Bahasa dan Sastra. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh.

Amran Halim. (1972) Multilingualism in Relation to the development of Bahasa

Indonesia. Palembang: Lembaga Penelitian dan Pengajaran Bahasa.

Andersen,N.(ed) Study in Multilingualism.Leiden: E.J.Bril.

Bawa, I Wayan. 1981. “Pemakaian Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar”. Udayana. Denpasar: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Udayana.

Baker,Paul.1920.Sociolinguitics and Corpus Linguistics.Edinburgh University Press Litd

Bemastian, Basil. (1972). Social Clasess Language and Socialization.Rp 157-178,in Gigloil.ed.

Bloomfield, Leonard. (1976) Language. London: George Allen dan Unwin Ltd. Brown, Douglas H. 1980. Principles of language Learning and teaching. London:

Prentice-Hall International, inc.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaedar Alwasilah (2002) Pokoknya Kualitatif .Bandung:PT Pustaka Jaya dengan Pusat Studi Sunda

Creswell John W. Research Design Pendekatan Kualitataf,Kuantititaf,dan


(35)

Dewa, I. Putu Wijana.(2006). Sosiolinguistik; Kajian Teori dan Analisis. Jogjakarta. Pustaka Pelajar.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.

Dittmar, Nobert. 1976. Sociolinguistics. London: Edward Arnold.

Dulay, Heidi, Mariana Burt, Stephen Krashen. (1982) Language two. New York: Oxford Universty Press.

Dardjowidjojo, S, ed (1987) Linguistik: Teori dan Terapan. Jakarta: Lembaga Bahasa Universitas Katolik Atmajaya.

Fishman, Joshua A.(1972). The Sociology of Language. Newbury House. Rowley, Mass.

Fishman, J.A (1968) The Sociologi of language: An Interdisciplinary Social

Science Approach to Language in Society. Rowley, Massachussetts:

Newbury House Publishers.

Fishman, J.A (1972) Sociolinguistic A Brief Introduction. Rowley, Massachussetts: Newbury House Publishers.

Ferguson, C.A. (1966). National Sociolinguistic Profile Formulas. dalam W. Bright (ed), Sociolinguistics. IJAL. Bloomington.

Ferguson, C.A. 1959. Diglosia.Word 15-325 also in Hymes(1964.429-39)

Giglioli, P.P, ed. (1972) Language and Social Context. Harmondswort, Middlesex, England: Penguin Books Ltd.

Grosjean, F (1982) Life with Two Languages: An Introduction to Bilingualism. Camridge: Harvard Universty Press.

Gumpers, J.J (1971) Language in Social Group. Standford: Stanford Universty Press.

Gumpers, J.J dan Dell Hymes, eds. (1972) Direction in Sociolnguistcs. New York: Holt, Rinehart, and Winston.


(36)

Hudson, R. A. (1980). Sociolinguistics. London : Cambridge University Press. Hasan, R. (1973). Code Register and Social Dailect Vol 2. 253-292 in

Bermestin,ed.

Haugen, Einar.(1956). Bilingualism in the Americas. A Bibliograhpy and Research Guide Universy.

Hansen, Halari. (1974). Britisch Social Anthropologis and Language A.Histotorisof Saparate Develoment.London:Oxspod University Press.

Haugen, Einer, Problems of Billingualism,dalam Lingua.2. (1950). halaman 271-290

Huda, Nuril dkk. 1981. Interferensi Bahasa Madura Terhadap Bahasa Indonesia

Tulis Murid Sekolah Dasar Jawa Timur. Jakarta. Pusat Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa.

Hayi, Abdul dkk. 1985. Interferensi Gramatika Bahasa Indonesia dalam Bahasa

Jawa. Jakarta. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Haymes, D, ed. (1964) Language in Culture and Society. New York: Happer and Row.

Jendra. I Wayan. 1991. Dasar-Dasar Sosiolinguistik. Denpasar: Ikayana. Kridalaksana, Harimurti.(1998). Introduction to Word Formation and Word

Classes. Jakarta. Universitas Indonesia.

Kridalaksana,Harimurti.(1983) Kamus LInguistik. Jakarta:Gamedia

Kridalaksana,Harimurti.(1982) Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa.Jakarta:Gramedia.

Koentjaraningrat.(1983) Pengantar Ilmu Antropologi. JakaPrta:Aksara Baru Labov, W., P. Cohen & J, Lewis. (1970). A Study of the Non Standard English of

Negro and Purtorican Speakers of New York City. Cooperative Research

Report, Columbia University. New York.

Labov, W. Sociolinguistic Pattterns. The University of Pensylvania Press Inc. Philadelphia Bab 4.

Leeh,G.(1981) Semantics:The Study of Meaning.Har mundsworth Middeses.England Penguin Books Ltd.

Lewis,Glyn E.(1977) Bilngualism and Bilingual.Education,New York: Pargamon Press.


(37)

Mackey,W.F.(1972) The Description of Bilingualism dalam J.A. Fismen,ed

Reading in The Sociology of Languaage.The Haguc.Monton Pulilishing Co.

Mahsun. (2000). Metode Penelitian Bahasa, Jakarta. PT Rajawali Grafindo Persada.

Mahtew B.Miles A.Michael Hubermas. Analis Data Kualitaf Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Moleong.leksi J. (2002Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung:PT Remamaja Rosdakarya.

Nababan, P.W.J(1991), Sosiolinguistik; suatu pengantar. Jakarta. Gramedia Nababan,P.W.J.(1987) Ilmu Pragmatik (Teaori dan Terapan) Jakarta.PPLPTK Naro,A.J. The Social and Sructural Dimension Ilmu Pragmatikof A Synatac

Change Mineo.p 171

Ohoiwutun, Paul. (1987). Sosiolinguistik. Memahami Bahasa dalam Konteks Masyarakat dan Kebudayaan Jakarta: Visipro.

Oscar, Elis Bilingualism’, dalam Thomas A. Sebok (Ed) Gerent Trends

Oscar, Elis Bilingualism’, dalam Thomas A. Sebok (Ed) Gerent Trends in Linguistics.Volume 9 Mauton The Hague,halaman 478-502.

Parera, J. Daniel. (1987). Linguistik Edukasional. Jakarta. Erlangga. Pateda, Mansur.(1987). Sosiolinguistik. Bandung. Angkasa.

Pranowo. (1996). Analisis Pengajaran Bahasa. Jogjakarta. UGM Pres.

Penalosa,Fernando.(1981). Introduction to the Sociology of Language. New York Neoburury House Publishers.

Pride,J.B.danJ.Holmes,eds(1972)Sosiolinguistcs.Harmodword,Middleses.England: Penguin Books Ltd.

Rusyana,Yus.(1984). Bahasa dan Sastra dalam gempita Pendidikan. Bandung: Diponegoro.

Rusyana,Y.(1988) Perihal Kedwibahasaan.Jakarta:PPLPT


(38)

Syukur Ibrahim, Abd. (1995). Sosiolinguistik. Surabaya: Usahan Nasional.

Sausure, F.de.(1916/1959)Coursn General Linguistics.New York Mc Graw Hill p221.

Suwito. 1985. Pengantar Awal Sosiolinguistik: Teori dan Problema. Surakarta: Henary Cipta.

Sudarianto (1990) Menguak Fungsi dan HakikiBahasa.Yogyakarta.Duta Wacana Universitty Press.

Sugianto.(2009) Metode Penelilitian Pendidikan Pendekatan Kuantititaf, dan

Kualitaif.Bandung Alfabeta.

Wolfram, W. A. (1969). A Sociolinguistic Discreption. of Defroit Negro Speech Washington Center FocAppleid Linguistics p 45.

Weeks, T.E. (1971). Speech Register in Yung Children.Child Development 42-1119.31p 18.

Weinreich,U.(1970) Language in Contact The Haguc : Mouton Publishing Co Tarigan, H. Guntur. (1988.) Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung.

Angkasa.

Tarigan,H.Guntur (2009) Pengajaran Kedwibahasaan.Bandung: Angkasa

T. (1976). Sociolinguistics .London : Guidforddan Worcester for thePublisher ogert B.T. Ltd.


(39)

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan deskripsi tuturan di atas maka dapat dikatakan bahwa terjadinya alih kode karena beralihnya penggunaan bahasa Melayu Ternate oleh para pembeli di pasar Gamalama Ternate. Dapat dikatakan bahwa penyebab terjadinya alih kode adalah kehadiran pembeli sebagai orang ke tiga dalam peristiwa tutur di atas.

Kode yang berupa peralihan bahasa Melayu Ternate kedalam bahasa Ternate ditemukan cukup banyak dilakukan dalam wacana jual beli yang dilakukan penjual dan pembeli di pasar Gamalama

Pada bagian kesimpulan akan diuraikan hal-hal sebagai berikut

Pertama Alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Ternate atau alih kode dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate

Alih kode dari bahasa Mellayu Ternate ke bahasa Ternate a.Analisiis Morfologi

Torang seperti terlihat pada (1) (2) (9) (11) merupakan bahasa Melayu

Ternate yang berkatagori promomina jamak yang berarti kami.Pronomina mengalami proses pennyingkatan (kliping), sehingga bisa berubah menjadi

tong seperti terlihat (1) (2). Perubahan morfologis ini disebut dalam

Indonesia sama dengan kami. dan pe (1)(2 (4))(5)sebagai sebuah bentuk terikat bahasa Meayu Ternate karena bentuk tidak bisa bediri sendiri dan berfungi sebagai penunjuk millik,dalam bahasa Melayu Ternate, komo terlihat ( 1) (2) yang berkagori kata benda bahasa Melayu Ternate dan sepulu dan berkatagori numeral bahasa Melayu Ternate (data no1) dan oro


(40)

yang berkatagori verbal bahasa Ternate dan nyao terlihat (2 (4) yang

berkatagori sebagai benda kataTernate mancia terlihat (2) yang berkatagori benda bahasa Ternate dan ge berkatagori sebagai adverb atau penunjuk jah bahasa Ternate malo ,tidak bahasa Ternate , mahal yang berkatagori

ajektival bahasa Ternate dan ua yang berkatagori adverb bahasaTernate

tidak data 1 (...ambil ikan yang tidak tidak mahal)

Berdasarkan analisis di atas dapat ditegaskan bahwa terdapat alih kode dari kata ganti torang, pe sebagai penunjuk milik ,kata benda ,kata numeral bahasa Melayu Ternate dan kata verbal oro bahasa Ternate, nyao,berkatagori nonima

mancia kata nominal ge (ini) sebagai penunjuk jarak dekat malo sebagai

keterangan mahal ajektival bahasa Ternate. b,Analisis Frase

Proses analisis pada kalimat diawali pengguaaan 1Ikan segar seperti terlihat pada (1) merupakan frase nominal nominal bahasa Melayu Ternate, ngoni beli tude dan sebagai frase verbal bahasa MelayuTernate dan oro ake terlihat pada ( 1) sebagai frase verbal bahasa Ternate (tude sergar ambil di air)

Berdaarkan analisis di atas maka dapat dikatakan terdapat alih kode dari frase nominal bahasa Melayu Ternate ke frase verbal bahasa Ternate

c.Analisis Klausa

1.Proses alih kode pada kalimat dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Ternate diawali dengan penggunaan 2 Torang pe komo sepulu sepeti terlihat pada (3)merupakan klausa nominal bahasa Melayu Ternate dan ana afa ma wosa ua si

tara bilang sebagai klausa verbal bahasa Ternate seperti terlihat pada data (3) (...bukan mereka masuk tidak bilang


(41)

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat di atas maka dapat dikatakan teradapat alih kode dari klausa nominal bahasa Melayu Ternate ke klausa verbal bahasa Ternate

a. Pokok atau Topik

Pokok atau topik merupakan unsur yang sangat menentukan ,berpengaruh di dalam sebuh tuturan kebasaan. Jika pokok atau topik berubah maka mempengaruhi makna tuturan terutama dalam masalah proses alih kode.

Hasil analisis kebahasaan alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Ternate yang dilakukan oleh penjual.

Hasil Analisis alih kode dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate yang dilakukan oleh pembeli.

b.Fungsi dan Tujuan

Fungsi bahasa yang digunakan dalam pembicaraan didasarkan pada tujuan berkomunikasi. Fungsi bahasa merupakan ungkapan yang berhubungan dengan tujuan tertentu, seperti perintah, menawarkan, mengumumkan, memarahi, dan sebagainya. Pembicara menggunakan bahasa menurut fungsi yang dikehendakinya sesuai dengan konteks dan situasi komunikasi. Alih kode dapat terjadi karena situasi dipandang tidak sesuai atau tidak relevan.

c. Suasana

Suasana merupakan suatu masalah yang sangat menentukan, mempengaruhi di dalam komunikasi kebahasaan terutama di dalam bidang sosiolingustik. Salah satu suasana di dalam bidang sosiolingustik adalah suasana dalam bidang alih kode.Salah satu suasana alih kode adalah suasana bergurau

Kadang-kadang dalam wacana jual beli terdapat alih kode disebabkan oleh keinginan bergurau dari si-penjual dengan pembeli sudah tidak ada jarak


(42)

hubungan atau sudah saling kenal .Keakraban yang demikian sering pula menumbuhkan keberanian penjual dan pembeli dalam tawar menawar barang.

d. Frekuensi Penggunaan Alih Kode

Frekuensi penggunaan dalam komunikasi kebahasan sosiolingustik sangat mempengaruhi dalam mengklasifikasikan frekuensi penggunaan alih kode.Frekuensi pengguaan alih kode yang dilakukan oleh penjual sebayak 9 kata yang menggunakan bahasa Melayu Ternate dan 16 yang menggunakan bahasa Ternate dan pembeli sebanyak 16 kata yang menggunakan bahasa Ternate dan 15 yang menggunakan bahasa Melayu Ternate .berdasarkan analisis maka kitakan penggunaan bahasa Melayu Ternate 25 kata bahasa Ternate31 kata .Berdasrkan hasil anlisis maka bahasa yang memilki tingkat intensitas yang sangat tinggi adalah bahasa Ternate masih sangat tinggi jika kita bandingkan dengan pengguaan bahasa Melayu Ternate Karena pengguaaan bahasa Melayu Ternate dapat digunakan oleh penjual dan pembeli secara merata tinggkat intensitasnya.

e. Medium atau Modus

Medium sangat mempengaruhi,menentukan tentang masalah alih kode atau menyebut istilah modus pembicaraaan merupakan sarana untuk berbicara.Modus lisan (tatap muka,melai telepon,atau atau melai audo visual lebih banyak digunakan ragam non-formal jika dibandngkan dengan ragam tulis(surat dinas,surat kabar,buku ilmiah).

Alih kode dari bahasa Ternate kebahasa Melayu Ternaate

Alih kode dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate dari pembeli . a.Analisis morfologi

Proses alih kode pada kalimat dari bahasa Ternate ka bahasa Melayu Ternate dapat diwali dengan penggunaan Ne katagori sebagai penunuk jarak


(43)

jarak dekat dan pirao bekatagori sebagai verba bahasa Ternate (ini berapa) bahasa Ternate dan ikan katagori nomina bahasa Melayu Ternate,ini berkatori jarak dekat,torang katogori sebagai pronomina jamak, jual berkatagori verba, sepulu katagori numeral mari berkatagori verbal bahasa Melayu Ternate.

Berdasarkan analilis yang terdapat pada kalimat 1 di atas maka dapat dikatakan bahwa kalimat terdpat alih kode dari penunjuk jarak dekat bahasa Ternate,verba bahasa Ternate ke nomina,pronomina jamak,verba numeral, verba bahasa Melayu Ternate,

b.Analisis frase

Proses alih kode dari bahasa Ternate ke bahasa Melaayu Ternate pada kaimat 2 daapat diawali dengan penggunaan Nyao pirao cala mamtoha sebagai frase banda bahasa Ternate dan (ikan berapa empat ribugoni jual berapa sebagai farse kerja bahasa MelayuTernate

Berdasrkan analisis yang terdapat pada kalimat 2 di atas maka dapat dikatakan bahwa terdapat proses alih kode dari frase benda bahasa Ternate ke frase benda bahasa Melayu Ternate.

cAnalisis klausa

Proses alih kode dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate di awali dengan penggunaan

E, ma cala matoha afa ma rimoiini sebagai klausa numeral bahasa Ternate ngoni

juai berapa sebagai klausa verbal bahasa Melayu Ternate (ada lima ribu, ada

seribu)

Berdasarkan analisis di atas maka dapat dikatakan terdapat alih kode dari klausa numeral bahasa Ternate ke klausa verbal bahasa Melayu Ternate/

Kedua, campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Ternate atau campur kode dari bahsaa Ternate ke bahasa Melayu Ternate


(44)

Proses campur kode pada kalimat 1 dari bahasa Melayu Ternate, nanti ambil harga jual baru bayar)Penggunaan kata ngoni pe pada kalimat merupakan sebuah unsur yang menunjukan adanya ke ke bahasa benda Ternate diawali dengan pengguun Ngoni pe Kangkong berapa sebagai klausa Melayu Ternate

manyika fang hang kara ana fodi ge raim kara fang hang ge NGone oro ena ma ija kara fang.sebagai sebuah kalimat verbal bahasa Ternate (kangkung sebagian

belum dibayarpememilikan stuktur bahasa Melayu Ternate.

Berdasrkan analisis yang terdapat pada kalimat 1 terdapat campur kode dari klausa benda bahasa Melayu Ternate sebuah kalimat verbal bahasa Ternate. Proses campur kode dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate pada kalimat 1 dapat diawali dengan penggunaan: Dadi ne ngon biasa jam barapa NGon koa

mafuku ne, jam enam? kodiho sebagai sebuah kalimat verbal bahasa Ternate dan

tapi deng sapa. Ngoni pigi sebagai sebagai sebuah klausa verbal kalimat bahasa Melayu Ternate (biasa kamu jualan jam berapa ini? Jambal k 6 pulung).

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 1 di atas maka dapat kita katakan terdapat proses campur kode dari kalimat verbal bahasa Ternate ke klausa verbal bahasa Melayu Ternate.

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 4 maka dapat kita katakan terdapat proses campur kode dari klausa kerja bahasa MelayuTernate BMT ke klalusa kerja bahasa Ternate.

Berdasarkan ilustrasi tuturan di atas maka dapat dikakatan bahwa terjadinya alih kode karena beralihnya penggunaan bahasa Melayu Ternate oleh para pembeli di pasar Sarimalaha Tidore .Dapat dikatan bahwa penyebab terjadinyaa alih kode adalah kehadiran pembeli sebagai orang ke tiga dalam peristiwa tutur di atas.


(45)

Berdasarkan urain tuturan di atas dapat dikatakan bahwa terjadnya alih kode karena kehdiran pembeli yang menggunakan bahasa Tidore .Dapat dikatakatan penyebab terjdinyanya alih kode dalam tuturan di atas adalah kehadiran pembeli sebagai orang ke tiga dalam tuturan di atas

Yang ketiga, alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Tidore atau dari bahsa Tidore ke bahasa Melayu Ternate

a,Analisis morfologi

Proses alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Tidore diawali dengan penggunaan: Torang sebagai mana terlihat(1)(3) sebagai sebuh preposisi jamak dan bisa berubah menjadi tong dan bisa disamakan kata ganti jamak bahasa Inodesia pe sebagai bentuk terikat yang befungsi sebagai penujuk milik, ikan sebagai nomial bahasa Melayusa Ternate dan Mura sebagai ajektival bahasa bato sebagai keterangan bibi? Sebagai nomina bahaasa Tidore (mura saja bibi). Penggunaan kata torang pe kalimat di atas menunjukan adanya kepemilikan atau bersifat posesif.

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat di atas maka dapat dikatakan terdapat alih kode dari preposisi jamak,ke penanda milik, nominal bahasa MelayuTernate ke kata ajektival dan nomina bahasa Tidore.

Ngoni sepagai kata ganti ,sama dengan kalian dalam bahasa Inoenesia

jual, sebagai verba berapa, verba bahasa Melayu Ternate coma tamba sebagai verba dan nyao sebagai nomina, regu yali sebagai edverb atau keterangan bahasa Tidore (tamba ikan lain lagi).


(46)

Ngoni pe(2) cakalag sebagai frsae nominal dan satu gaki itu sepuluh ribu sebagai frase ajektival bahasa Melayu Ternate gaki moi cala nyagi moi( Satu gaki seribu) sebagai farase ajektival bahasa Tidore.

Berdasarkan analisis di atas maka dapat dikatakan terdardapat alih kode dari frase ajektival bahasa Melayu Ternate ke frase ajektival bahasa Tidore

c.Analisis klausa

Proses alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Tidore pada kalimat 3 dengan penggunaan Torang cakalag satu gaki itu sepuluh ribu sebagai klausa verbal dan ( gaki moi cala nyagi moi sebagai diaawali frase numeral bahaasa Tidore.

Berdasarkan apa yaang telah di atas maka dapat dikatakan terdapat alih kode klausa verbal bahasa Melayau Ternate ke frase numeral bahasa Tidore

Berdasarkan analisisis di atas maka dapat dapat kita katan bahwa terdapat proses alih kode dari frase nominal bahasa Tidore ke klausa verbal bahasa Melayu Ternate.hasa Melayu Ternate.

Berdasrkan analais yang terdapat pada kalimat di aras maka dapat kita katakatan terdapat alih kode frase nominal bahasa Melayu Ternate ke frase numeral bahasa Tidore

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 3 di atas maka dapat kita katakan terdapat alih kode dari frase nominal bahasa Melayu Ternate ke frase numeral bahasa Tidore.

Berdasrkan analisisis yang terdapat pada kalimat di atas maka dapat dikatakan bahwa terdapat alih kode klausa verbal bahasa Tidore ke klausa verbal bahasa Melayu Ternate hasa Tidore.


(47)

Proses campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Tidore pada kalimat 1 dimulai dengan penggunaan : Ngoni pe tomat sebagai frase benda bahasa Melayu Ternate cala malofo, cala range dan sebagai frase numeral bahasa Tidore (tomat 2 ribu, 3 reibu).

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 1 maka dapat dikatan bahwa terdapat proses campur kode dari frase bahasa Melayu Ternate frase numeral bahasa Tidore.

Proses campur pada kalimat 2 dimulai dengan penggunaan :Dorang jual sagu sebagai klausa bahasa Melayu Ternate delapan hula ge sepulu, yamrasi gai gohu

bolo dan sebagai sebuah kalimat verbal bahasa Tidore (sagu delapan deng

sepulu, Tanya dulu biking gohu ka?)

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 2 maka dapat dikakatan bahwa terdapat campur kode dari klausa bahasa MelayuTernate ke kalimat verbal bahasa Tidore.

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 4 maka dikatan terdapat proses campur kode klausa verbal bahasa Melayu Ternate.

Proses campur kode dari bahasa Tidore ke bahasa Melayu Ternate pada kalimat 1 dapat diwali dengan penggunaan: Nyao kilo rimoi bato sebagai sebagai frase benda bahasa Tidore dan ngoni jual berapa sebagai klausa bahasa Melayu Ternate (ikan dasar satu kilo saja)

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kaliamat 1 maka dapat kita katakan terdapa campur kode frase benda bahasa Tidore ke klausa kerja bahasa Melayu Ternate


(48)

Proses campur kode dari bahasa Tidore ke bahas Melayu Ternate pada 2 dapat dapat diawali dengan penggunaan: Mancia Tidore bolo, Tidore kabe sebagai frase benda bahasa Tidore dan torang Soasio? Sebagai frase adaverbal (orang tidore, tidore mana?)

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 2 di atas maka dapat kita katakan bahwa terdapat campur kode frase benda bahasa Tidore ke frase adverbal bahasa Melayu Ternate.

Berdasarkan deskrpsi tuturan di atas maka dapat dikakatan bahwa terjadinya alih kode karena beralihnya penggunaan bahasa Melayu Ternate oleh para pembeli di pasar Gamalama Ternate .Dapat dikatan bahwa penyebab terjadinyaa alih kode adalah kehadiran pembeli sebagai orang ke tiga dalam peristiwa tutur di atas.

Berdasarkan deskripsi tutran di atas maka dapat dikatakan dalam tuturan di atas adalah kehadiran pemnbeli yang mengunakan yang menggunakan bahasa Makian sebagai orang ketiga dalam tuturan di atas

Analisis Sruktur Alih kode dari Bahasa Melayu Ternate ke Bahasa Makian yang dilakukam oleh penjual.

a.Analisis morfologi

Proses alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Makian pada kalimat dapat diawali dengan penggunaaan: Torang yang berkatagori sebagai preposesi jamak dan bisa berubah menjadi tong, jual sebagai verba, sepulu,numeral, bahasa Melayu Ternate satu sika segai sebuah numeral bahasa Melayu Ternate dan calan yohaso sebagai bentuk kata numeral bahasa Makian (satu sika).


(49)

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 1 di atas maka dapat dikatakan terdapat alih kode dari preposisi jamak BMT, kata, numeral verbal bahasa Melayu Ternate ke kata numeral bahasa Makian.

b. Analisis Frase

Proses alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Makian pada kalimat 2 diawali denan penggunaan: Torang pe rica nona sebagai frase nominal bahasa Melayu Ternate dan numeral calan lim sebagai frase numeral bahasa Makian (rica nona limaribu).Penggunaan torang pe pada kalimat pada kalimat ini menunjukan adanya makna poseseif.

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat di atas maka dapat kita katakan terdapat alih kode dari frase nominal bahasa Melayu Ternate ke frase numeral bahasa Makian,

c Analisis Klausa

Proses alih kode pada kalimat ini diawali dengan penggunaan.Torang pe omat deng rica jual berapa seperti terlihat pada (3) dari klausa verbal bahasa Melayu Ternate ke frase numeral bahasa Makian calan yohaso (tomat dan

sepulu ribu.

Berdasarkan analisis pada kalimat di atas maka dapat dikatakan terdapat alih kode dari klausa verbal bahasa Melayu Ternate ke farse numeral bahasa Makian.

Alih kode dari bahasa Makian ke bahasa Melayu Ternate

Analisis Kebahasaaan Alih Kode Dari Bahasa Makian ke Bahasa Melayu

Ternate yang Dilakunkan Pembeli


(50)

1 Proses alih kode dari Bahasa Makian ke bahasa Melayu Ternate dimulai dnegan penggunaan :Hapuene berkatagori sebagai sebauh kata penananya bahasa Makian dan Pisang berkatagori nomina dan ini katagori penunjuk dekat ngoni prononina jamak jual berkatagori sebagai kerja bahasa Melayu Ternate (pisang ini kamu jual berapa?).

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat penjelasan kalimat 1 di atas maka dapat dikatakan bahwa terdapat alih kode dari dari penannya bahasa Makian ke nomina, penunjuk jarak dekat dan pronomina, verba bahasa Melayu Ternate.

b.Analisis Frase

Loka ada maricang sebaigai frase nomina bahasa Makian ngoni jual limah

ribu dan sepulu sebagai frase verbal bahasa Melayu Ternate (pisang dan rica harganya lima ribu dan sepulu).

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat di atas maka dapat dikakan terdapat alih kode dari frase nominal bahasa Makian ke frase verbal bahasa Melayu Ternate.

c. Analisis klausa

2 Proses alih kode dari bahasa Makian ke bahasa Melayu Ternate dimulai dengan penggngunaan: Loka sebagai sebuah kata nominal bahasa Makian dan

ngoni jual limah ribu dan sepulu sebagai sebuah klausa bahasa Melayu (pisang

raja harganya lima ribu dan sepulu).

Berdasarkan analiis yang terdat pada kalimat 2 di atas maka dapat kita katan terdapat alih kode dari kata benda atau nominal bahasa Makian ke klausa bahasa Melayu Ternate.


(51)

Campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Makian

Proses campur kode dari bahasa Melayu Ternate Ke bahasa Makian pada kalimat 1 demulai dengan penggunaan: Ngoni jual langsa berapa sebagai klasu kerja bahasa Melayu Tenate dan calalim ada calanyohsodan sebagai sebuah frase numeral bahasa Makian (langsa harganya iani) Penggunaan kata ngoni pada 1 menunjukan orang kedua ngoni sama dengan kamu atau kalian. Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 1 di atas maka dapat dikatakan bahwa proses campur kode dari klausa bahasa Melayu ke frase bahasa Makian, Proses campur kode dari bahsa Melayu Ternate ke bahasa Makian pada kalimat

3 daawli dengan penggunaan: Torang pe tomat harganya sebagai sebuah klausa atau kalimat bahasa bahasa Melayu Ternate yang bersifat verbal dan calan lin lo

utin lim dan sebagai sebuah frase numeral bahasa bahasa Makian (harganya 5

ribu lima ratus rupiah). Penggunaan kata torang pe kalimat 3yang menunjukan penanda milik dalam konstruksi kalimat bahasa Melayu Ternate.

Berdasarkan analisis yang yang terdapat pada kaalimatt 3 maka dapat dikakakatan bahwa proses campur kode dari kalimat verbal bahasa Melayu Ternate ke sebuah frase numeral bahas Makian.

Campur kode dari bahasa Makian ke bahasaMelayu Ternate

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 1 maka dapat dikatan terdapat proses campur kode dari klausa bahasa Melayu Ternate ke frase benda bahasa Makian. Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat1 di atas maka dapat dikakan bahwa proses campur kode dari klausa bahasa Melayu ke frase bahasa Makian,


(52)

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 2 maka dapat dikatakan bahwa proses campur kode dari kalimat verbal ke kalimat atau kalusa verbal Bahasa Makian.

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat pada kalimat 1 maka dapat dikatakan bahwa terdapat proses campur kode dari klausa bahasa Makian. ke klausa kerja bahasa Melayu Ternate. Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 4 di atas maka dapat dikatakerbalan terdapat proses campur kode dari frase verbal bahasa Makian ke klausa verbal bahasa Melayu Ternate (BMT) klausa kerja bahasa Melayu Ternate

Model pembelajaran Menulis bagi siswa bilingual merupakan sarana efekteif di dalam mengalisis, mengajakan proses alih kode dan campur kode apakah alih kode dan campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Ternate.Alih kode dan campur kode daari bahasa Melayu ke bahasa Tidore dan alih kode dan campur kode dari bahasa bahasa Melayu Ternate ke bahasa Makian.

REKOMENDASI

1. Berdasarkan analisis yang terdapat pada bab IV maka hasil penelitian dapat dipakai sebagai model pembelajaran bahasa Indonesia atausebagai bahan pembelajaran.

2. Proses alih kode dan campur bisa dipakai sebagai model pembelajaran bahasa Indonesia yang digunakan dlingkungan Sekolah Menengah Atas (SMA atau SMK sempapai pada tinggkat sekolah lanjun perta (SMP).


(53)

3. Dapat dipakai sebagai model pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pembelajaran menulis bahasa Indonesia yang diberikan kepada siswa SMA atau SMK.

4. Untuk lebih meningkatkan Proses Pembicaraan Bahasa Indonesia Anak-anak Multikultural peranan pendidik dalam hal guru harus lebih intensif memberikan inovasi serta cara berbahasa yang baik dengan melihat aturan-aturan yang harus dilaksanakan oleh para siswa atau anak-anak . Terutama guru bidang studi bahasa Indonesia yang mempunyai kewenangan penuh terhadap peningkatan dan penggunaan bahasa yang berlaku di sekolah.

5. Bagaimanapun kita tidak mungkin menghindar dari Peraturan Daerah (PERDA) yang mengharuskan setiap sekolah di beberapa Provinsi khususnya Kabupaten atau Kota agar menjadikan Bahasa Daerah setempat menjadi mata pelajaran khusus atau lebih lazim dikenal dengan Muatan Lokal. Dengan kejadian ini. Maka, suasana dan kondisi sekolah yang memberlakukan kurikulum tersebut akan mengalami ketidak tercapainya budaya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

6. Proses alih kode dari bahasa Melayu Ternate atau dari bahasa Ternate bisa dipakai sebagi materi pembelajaran atau model pembalajatan bahasa Ternate yang diberikan kepada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). 7. Proses alih kode dari bahasa Melayu Ternate atau dari bahasa Tidore ke

bahasa Melayu Ternate bisa dipakai sebagai materi atau model pembelajaran bahasa Tidore utuk. diberikan kepada siswa. Sekolah Menengah Atas (SMA).


(54)

8. Proses alih kode dari bahasa Melayu Ternate atau dari bahasa Makian atau dari bahasa Maakian ke bahasa Melayu Ternate bisa dipakai sebagai model pembelajaran atau sebagai materi pembelajaran bahasa sekaligus sebagai model pembelajaran kepada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA).

9. Proses campur kode dari bahasa dari bahasa Melayu Ternate atau dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate bisa dipakai sebagai model pembelajaran sekaligus sebagai materi pembelaran atau bahan pembelajaran bahasa Ternate.Yang diberikan kepada siawa Sekolah Menengah Atas (SMA).

Proses campur kode dari Meilayu Ternate ke bahasa Tidore atau dari bahasa Tidore ke bahasa ke bahasa Melayu Ternate bisa dipakai sebagai sebagai model pembelajaran, materi pembelajaran bahan atau sebagaii model pembelajaran bahasa Tidore yang bisa diberikan kepada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA).


(1)

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 1 di atas maka dapat dikatakan terdapat alih kode dari preposisi jamak BMT, kata, numeral verbal bahasa Melayu Ternate ke kata numeral bahasa Makian.

b. Analisis Frase

Proses alih kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Makian pada kalimat 2 diawali denan penggunaan: Torang pe rica nona sebagai frase nominal bahasa Melayu Ternate dan numeral calan lim sebagai frase numeral bahasa Makian (rica nona limaribu).Penggunaan torang pe pada kalimat pada kalimat ini menunjukan adanya makna poseseif.

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat di atas maka dapat kita katakan terdapat alih kode dari frase nominal bahasa Melayu Ternate ke frase numeral bahasa Makian,

c Analisis Klausa

Proses alih kode pada kalimat ini diawali dengan penggunaan.Torang pe omat deng rica jual berapa seperti terlihat pada (3) dari klausa verbal bahasa Melayu Ternate ke frase numeral bahasa Makian calan yohaso (tomat dan sepulu ribu.

Berdasarkan analisis pada kalimat di atas maka dapat dikatakan terdapat alih kode dari klausa verbal bahasa Melayu Ternate ke farse numeral bahasa Makian.

Alih kode dari bahasa Makian ke bahasa Melayu Ternate

Analisis Kebahasaaan Alih Kode Dari Bahasa Makian ke Bahasa Melayu

Ternate yang Dilakunkan Pembeli


(2)

1 Proses alih kode dari Bahasa Makian ke bahasa Melayu Ternate dimulai dnegan penggunaan :Hapuene berkatagori sebagai sebauh kata penananya bahasa Makian dan Pisang berkatagori nomina dan ini katagori penunjuk dekat ngoni prononina jamak jual berkatagori sebagai kerja bahasa Melayu Ternate (pisang ini kamu jual berapa?).

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat penjelasan kalimat 1 di atas maka dapat dikatakan bahwa terdapat alih kode dari dari penannya bahasa Makian ke nomina, penunjuk jarak dekat dan pronomina, verba bahasa Melayu Ternate.

b.Analisis Frase

Loka ada maricang sebaigai frase nomina bahasa Makian ngoni jual limah ribu dan sepulu sebagai frase verbal bahasa Melayu Ternate (pisang dan rica harganya lima ribu dan sepulu).

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat di atas maka dapat dikakan terdapat alih kode dari frase nominal bahasa Makian ke frase verbal bahasa Melayu Ternate.

c. Analisis klausa

2 Proses alih kode dari bahasa Makian ke bahasa Melayu Ternate dimulai dengan penggngunaan: Loka sebagai sebuah kata nominal bahasa Makian dan ngoni jual limah ribu dan sepulu sebagai sebuah klausa bahasa Melayu (pisang raja harganya lima ribu dan sepulu).

Berdasarkan analiis yang terdat pada kalimat 2 di atas maka dapat kita katan terdapat alih kode dari kata benda atau nominal bahasa Makian ke klausa


(3)

Campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Makian

Proses campur kode dari bahasa Melayu Ternate Ke bahasa Makian pada kalimat 1 demulai dengan penggunaan: Ngoni jual langsa berapa sebagai klasu kerja bahasa Melayu Tenate dan calalim ada calanyohsodan sebagai sebuah frase numeral bahasa Makian (langsa harganya iani) Penggunaan kata ngoni pada 1 menunjukan orang kedua ngoni sama dengan kamu atau kalian. Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 1 di atas maka dapat dikatakan bahwa proses campur kode dari klausa bahasa Melayu ke frase bahasa Makian, Proses campur kode dari bahsa Melayu Ternate ke bahasa Makian pada kalimat

3 daawli dengan penggunaan: Torang pe tomat harganya sebagai sebuah klausa atau kalimat bahasa bahasa Melayu Ternate yang bersifat verbal dan calan lin lo utin lim dan sebagai sebuah frase numeral bahasa bahasa Makian (harganya 5 ribu lima ratus rupiah). Penggunaan kata torang pe kalimat 3yang menunjukan penanda milik dalam konstruksi kalimat bahasa Melayu Ternate.

Berdasarkan analisis yang yang terdapat pada kaalimatt 3 maka dapat dikakakatan bahwa proses campur kode dari kalimat verbal bahasa Melayu Ternate ke sebuah frase numeral bahas Makian.

Campur kode dari bahasa Makian ke bahasaMelayu Ternate

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 1 maka dapat dikatan terdapat proses campur kode dari klausa bahasa Melayu Ternate ke frase benda bahasa Makian. Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat1 di atas maka dapat dikakan bahwa proses campur kode dari klausa bahasa Melayu ke frase bahasa Makian,


(4)

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 2 maka dapat dikatakan bahwa proses campur kode dari kalimat verbal ke kalimat atau kalusa verbal Bahasa Makian.

Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat pada kalimat 1 maka dapat dikatakan bahwa terdapat proses campur kode dari klausa bahasa Makian. ke klausa kerja bahasa Melayu Ternate. Berdasarkan analisis yang terdapat pada kalimat 4 di atas maka dapat dikatakerbalan terdapat proses campur kode dari frase verbal bahasa Makian ke klausa verbal bahasa Melayu Ternate (BMT) klausa kerja bahasa Melayu Ternate

Model pembelajaran Menulis bagi siswa bilingual merupakan sarana efekteif di dalam mengalisis, mengajakan proses alih kode dan campur kode apakah alih kode dan campur kode dari bahasa Melayu Ternate ke bahasa Ternate.Alih kode dan campur kode daari bahasa Melayu ke bahasa Tidore dan alih kode dan campur kode dari bahasa bahasa Melayu Ternate ke bahasa Makian.

REKOMENDASI

1. Berdasarkan analisis yang terdapat pada bab IV maka hasil penelitian dapat dipakai sebagai model pembelajaran bahasa Indonesia atausebagai bahan pembelajaran.

2. Proses alih kode dan campur bisa dipakai sebagai model pembelajaran bahasa Indonesia yang digunakan dlingkungan Sekolah Menengah Atas (SMA atau SMK sempapai pada tinggkat sekolah lanjun perta (SMP).


(5)

3. Dapat dipakai sebagai model pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pembelajaran menulis bahasa Indonesia yang diberikan kepada siswa SMA atau SMK.

4. Untuk lebih meningkatkan Proses Pembicaraan Bahasa Indonesia Anak-anak Multikultural peranan pendidik dalam hal guru harus lebih intensif memberikan inovasi serta cara berbahasa yang baik dengan melihat aturan-aturan yang harus dilaksanakan oleh para siswa atau anak-anak . Terutama guru bidang studi bahasa Indonesia yang mempunyai kewenangan penuh terhadap peningkatan dan penggunaan bahasa yang berlaku di sekolah.

5. Bagaimanapun kita tidak mungkin menghindar dari Peraturan Daerah (PERDA) yang mengharuskan setiap sekolah di beberapa Provinsi khususnya Kabupaten atau Kota agar menjadikan Bahasa Daerah setempat menjadi mata pelajaran khusus atau lebih lazim dikenal dengan Muatan Lokal. Dengan kejadian ini. Maka, suasana dan kondisi sekolah yang memberlakukan kurikulum tersebut akan mengalami ketidak tercapainya budaya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

6. Proses alih kode dari bahasa Melayu Ternate atau dari bahasa Ternate bisa dipakai sebagi materi pembelajaran atau model pembalajatan bahasa Ternate yang diberikan kepada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). 7. Proses alih kode dari bahasa Melayu Ternate atau dari bahasa Tidore ke

bahasa Melayu Ternate bisa dipakai sebagai materi atau model pembelajaran bahasa Tidore utuk. diberikan kepada siswa. Sekolah Menengah Atas (SMA).


(6)

8. Proses alih kode dari bahasa Melayu Ternate atau dari bahasa Makian atau dari bahasa Maakian ke bahasa Melayu Ternate bisa dipakai sebagai model pembelajaran atau sebagai materi pembelajaran bahasa sekaligus sebagai model pembelajaran kepada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA).

9. Proses campur kode dari bahasa dari bahasa Melayu Ternate atau dari bahasa Ternate ke bahasa Melayu Ternate bisa dipakai sebagai model pembelajaran sekaligus sebagai materi pembelaran atau bahan pembelajaran bahasa Ternate.Yang diberikan kepada siawa Sekolah Menengah Atas (SMA).

Proses campur kode dari Meilayu Ternate ke bahasa Tidore atau dari bahasa Tidore ke bahasa ke bahasa Melayu Ternate bisa dipakai sebagai sebagai model pembelajaran, materi pembelajaran bahan atau sebagaii model pembelajaran bahasa Tidore yang bisa diberikan kepada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA).