Penggunaan Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Dan Sikap Peduli Lingkungan Peserta Didik.

(1)

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH DAN

SIKAP PEDULI LINGKUNGAN PESERTA DIDIK

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Dasar

Oleh Dwi Handayani

NIM 1308126

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015


(2)

LEMBAR HAK CIPTA

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH DAN

SIKAP PEDULI LINGKUNGAN PESERTA DIDIK

Oleh Dwi Handayani S.Pd UPI Bandung, 2008

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada Program Studi Pendidikan Dasar

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Dwi Handayani

Universitas Pendidikan Indonesia Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,


(3)

DWI HANDAYANI

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH DAN

SIKAP PEDULI LINGKUNGAN PESERTA DIDIK

disetujui dan disahkan oleh

Pembimbing

Dr. H. Wahyu Sopandi, M.A. NIP 196605251990011001

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Dasar

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Hj. Ernawulan Syaodih, M.Pd. NIP 196510011998022001


(4)

(5)

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH DAN SIKAP

PEDULI LINGKUNGAN PESERTA DIDIK Oleh

DWI HANDAYANI Abstrak

Penelitian ini bermaksud mengkaji pengaruh penggunaan Problem Based Learning terhadap kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan. Metode penelitian kuasi eksperimen dengan Nonequivalent [Pre-Test and Post Test] Control-Group Design. Subjek yang diteliti adalah peserta didik kelas IV Sekolah Dasar. Kelompok eksperimen mendapatkan PBL sedangkan kelompok kontrol mendapatkan bukan PBL. Kemampuan memecahkan masalah diukur dengan soal uraian. Sikap peduli lingkungan dihimpun dengan angket sikap eksplisit dan sikap implisit. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kemampuan memecahkan masalah peserta didik yang memperoleh PBL lebih tinggi dari peserta didik yang memperoleh pembelajaran bukan PBL. Sikap peduli lingkungan peserta didik yang memperoleh PBL lebih tinggi dari peserta didik yang memperoleh pembelajaran bukan PBL. Dengan demikian pembelajaran dengan Model Problem Based Learning lebih meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan peserta didik sekolah dasar dibandingkan pembelajaran bukan PBL.

Kata Kunci: Problem Based Learning, Kemampuan memecahkan masalah, dan Sikap peduli lingkungan.


(6)

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH DAN SIKAP

PEDULI LINGKUNGAN PESERTA DIDIK Oleh

DWI HANDAYANI Abstract

This study intends to assess the effect of the use of Problem Based Learning toward problem-solving skills and caring attitude environment. Quasi-experimental research methods with Nonequivalent [Pre-Test and Post Test] Control-Group Desaign. The subjects studied are learners Elementary School fourth grade. The experimental group while the control group getting PBL PBL get instead. Problem-solving skills measured by a matter of description. Environmental care attitude questionnaire compiled by the attitude of explicit and implicit attitudes. The results showed an increase in problem-solving skills of learners who obtain higher PBL learners who acquire learning instead of PBL. Environmental care attitude of learners who obtain higher PBL learners who acquire learning instead of PBL. Thus, learning with Problem Based Learning Model further enhance problem-solving skills and caring attitude neighborhood elementary school students than learning instead of PBL.

Keywords: Problem Based Learning, problem-solving skills, and attitude of care for the environment.


(7)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen semu. Subjek yang akan diteliti merupakan peserta didik kelas IV yang sudah terdaftar dalam kelasnya masing-masing yang tidak dimungkinkan untuk membuat kelompok baru secara acak, maka penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kuasi eksperimen. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Creswell (2013, hlm. 232) bahwa “Meski demikian, dalam beberapa penelitian eksperimen, hanya sampel non acaklah yang memiliki kemungkinan untuk dipilih sebab peneliti biasanya menggunakan kelompok-kelompok yang sudah terbentuk secara alamiah (seperti sebuah kelas, organisasi, atau sebuah keluarga atau sukarelawan)”. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent [Pre-Test and Post [Pre-Test] Control-Group Desaign. (Creswell, 2013, hlm. 242). Desain penelitian tersebut berbentuk:

Kelompok Tes awal Perlakuan Tes akhir

A X

B

Keterangan:

A : Kelompok eksperimen (kelas PBL) B : Kelompok kontrol (kelas bukan PBL)

: Tes awal : Tes akhir

X : Perlakuan (treatment) dengan menggunakan pembelajaran model PBL Dalam rancangan kelompok-kontrol (pra tes dan pos tes) nonekuivalen, kelompok ekperimen dan kelompok kontrol dipilih tanpa prosedur penempatan acak. Pada kedua kelompok tersebut dilakukan pra tes dan pos tes. Kelompok eksperimen saja yang mendapatkan perlakuan yaitu pembelajaran dengan model PBL. Rancangan kelompok tak setara (Nonequivalent group designs), biasanya perilaku kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diukur sebelum dan sesudah perlakuan (Cook & Campbell dalam Hastjarjo. 2008. hlm 5).


(8)

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas IV yang berasal dari salah satu komplek SDN di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Komplek SDN tersebut memiliki tiga rombongan belajar kelas IV. Jumlah peserta didik di ketiga kelas tersebut berbeda. Peserta didik kelas IV SDN 1 berjumlah empat puluh satu orang, SDN 2 berjumlah tiga puluh satu orang dan SDN 3 berjumlah dua puluh dua orang. Sehingga populasi pada penelitian ini berjumlah 93 orang, yang terdiri dari 44 orang peserta didik perempuan dan 49 orang peserta didik laki-laki. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa sekolah tersebut memiliki karakteristik yang hampir sama dalam lokasi sekolah, kondisi lingkungan belajar, profil sekolah, kualitas guru dan latar belakang kebudayaan, agama, status ekonomi keluarga yang beragam serta kondisi geografis tempat tinggal peserta didik. Sekolah-sekolah yang terdapat dalam komplek SDN ini adalah sekolah yang berakreditasi B. Pertimbangan utama adalah karakteristik peserta didik kelas IV di komplek SDN tempat penelitian memiliki kemampuan yang hampir sama. Kemampuan akademik IPA peserta didik dihimpun dengan mengumpulkan hasil UTS dan UKK semester satu serta UTS semester dua. Dari hasil pengolahan data terhadap hasil prestasi akademik peserta didik diketahui bahwa kemampuan ketiga kelas tersebut sama (homogen). Pemilihan peserta didik kelas IV sebagai partisipan penelitian dengan asumsi bahwa peserta didik kelas IV sudah dapat beradaptasi dengan Problem Based Learning dan tidak mengganggu program sekolah untuk menghadapi ujian akhir sekolah, serta dalam mata pelajaran IPA kelas IV terdapat materi yang tepat untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan sikap peduli lingkungan. Materi tersebut adalah cara pencegahan kerusakan lingkungan. Untuk memastikan kedua kelas tersebut homogen maka dilakukan uji beda rata-rata tes awal kedua kelas. Bila dari hasil uji tes awal tersebut tidak terdapat perbedaan rata-rata maka penelitian dapat dilanjutkan.

Pada penelitian ini, sampel tidak dikelompokan secara acak, tetapi menggunakan kelompok kelas yang sudah ada. Pemilihan kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan secara acak, dengan cara diundi. Berdasarkan pengundian kelas yang menjadi kelas eksperimen adalah peserta didik kelas IV SDN 1 dan


(9)

kelas kontrol adalah peserta didik kelas IV SDN 2. Selanjutnya masing-masing kelas diberi pretes dan postes (O) dengan instrumen yang sama. Kemudian kelas eksperimen (yang selanjutnya disebut kelas PBL) diberi perlakuan Problem Based Learning (X) dan kelas kontrol (yang selanjutnya disebut kelas bukan PBL) mendapat bukan Problem Based Learning.

C. Definisi Operasional

Untuk menghindari perbedaan pengertian pada istilah-istilah yang digunakan, maka diperlukan penjelasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Pembelajaran PBL adalah penyusunan kegiatan pembelajaran yang

melibatkan peserta didik untuk memecahkan masalah nyata melalui langkah-langkah PBL menurut Arends sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah sekaligus memiliki keterampilan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

2. Pembelajaran bukan PBL adalah pembelajaran selain PBL yang digunakan pada kelas kontrol yang mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. 3. Kemampuan memecahkan masalah adalah kegiatan berpikir tingkat tinggi

untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi IPA di SD/MI dengan menggunakan langkah-langkah yang teratur dalam memanfaatkan konsep-konsep IPA dan menghubungkannya dengan informasi pada masalah yang sesuai dengan perkembangan berpikir peserta didik SD/MI sehingga menjadi pengetahuan yang dapat diaplikasikan dalam mengatasi situasi yang baru yang diukur dengan tes berbentuk uraian terbuka.

4. Sikap peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Sikap peduli lingkungan peserta didik diukur dengan angket sikap peduli lingkungan eksplisit dan angket sikap peduli lingkungan implisit.

D. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua jenis instrument pengumpulan data, yaitu instrument tes dan non tes. Instrument tes terdiri dari seperangkat soal untuk


(10)

mengukur kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Instrumen non tes adalah perangkat pembelajaran, lembar observasi dan angket serta video pembelajaran. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui kualitas aktivitas pendidik dan peserta didik dalam Problem Based Learning (PBL). Angket skala sikap digunakan untuk mengetahui sikap peduli lingkungan. Sedangkan video pembelajaran digunakan untuk konfirmasi data antara pengajar dan observer.

Instrument tes berupa soal-soal pemecahan masalah yang disusun sesuai dengan indikator pemecahan masalah dan materi yang diberikan dalam pembelajaran yaitu cara pencegahan kerusakan lingkungan. Lembar angket untuk mengetahui sikap peduli lingkungan disusun berdasarkan indikator-indikator sikap peduli lingkungan, sedangkan lembar observasi untuk mengetahui aktivitas pendidik dan peserta didik disusun berdasaran kegiatan-kegiatan pendidik dan peserta didik yang harus muncul pada Problem Based Learning (PBL).

Penyusunan instrumen ini dikembangkan melalui beberapa tahap, yaitu: tahap pembuatan instrumen, tahap validasi dari ahli dan tahap uji coba instrumen (hanya untuk tes kemampuan pemecahan masalah). Berikut uraian instrumen penelitian dimulai dari instrumen kemampuan memecahkan masalah, sikap peduli lingkungan, dan PBL.

1. Tes Kemampuan Memecahkan Masalah.

Penyusunan soal tes kemampuan memecahan masalah bertujuan untuk mengukur kemampuan memecahan masalah peserta didik sebelum dan sesudah proses pembelajaran. Tes kemampuan memecahan masalah direncanakan sebanyak dua puluh empat soal berbentuk uraian. Alasan dipilihnya tes berbentuk uraian adalah dengan tes uraian akan timbul sifat memecahkan masalah pada diri peserta didik dan hanya peserta didik yang telah menguasai materi yang bisa memberikan jawaban dengan tepat. Kisi-kisi soal untuk mengukur kemampuan memecahkan masalah dapat dilihat pada tabel 3.1. berikut.


(11)

Tabel 3.1

Kisi-Kisi Kemampuan Memecahkan Masalah Satuan Pendidikan : Sekolah Dasar

Kelas/Semester : IV / 2 Mata Pelajaran : IPA

Standar Kompetensi : 10. Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan.

Kompetensi Dasar : 10.3. Mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)

Materi : Pencegahan kerusakan lingkungan akibat erosi, abrasi, banjir, dan longsor.

Penyebaran Item

Kompetensi dasar

Indikator materi Indikator pemecahan masalah Aspek intelektual No. Soal Jml 10.3 Mendeskripsi kan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor) 10.3.1 Menyelesaikan masalah tentang cara pencegahan kerusakan lingkungan: Erosi

1. Merumuskan masalah 2. Menganalisis masalah 3. Merumuskan jawaban

sementara

4. Mengumpulkan data 5. Menguji jawaban

sementara 6. Menentukan penyelesaian masalah C1 C2 C5 C3 C4 C6 1a, b 2 3 4 5 6 7

longsor 1. Merumuskan masalah 2. Menganalisis masalah 3. Merumuskan jawaban

sementara

4. Mengumpulkan data 5. Menguji jawaban

sementara 6. Menentukan penyelesaian masalah C1 C2 C5 C3 C4 C6 1a, b 2 3 4 5 6 7

Abrasi 1. Merumuskan masalah 2. Menganalisis masalah 3. Merumuskan jawaban

sementara

4. Mengumpulkan data 5. Menguji jawaban

sementara 6. Menentukan penyelesaian masalah C1 C2 C5 C3 C4 C6 1a, b 2 3 4 5 6 7

Banjir 1. Merumuskan masalah 2. Menganalisis masalah 3. Merumuskan jawaban

sementara

4. Mengumpulkan data 5. Menguji jawaban

sementara 6. Menentukan penyelesaian masalah C1 C2 C5 C3 C4 C6 1a, b 2 3 4 5 6 7


(12)

Kisi-kisi di atas digunakan untuk menyusun soal yang mengukur kemampuan memecahkan masalah. Soal-soal tersebut dapat dilihat pada lampiran 1. Sebelum soal tes kemampuan pemecahan masalah digunakan, terlebih dahulu divalidasi untuk melihat validitas isi dan validitas muka. Validator dalam penelitian ini adalah tiga dosen ahli. Validitas isi perlu dilakukan untuk mengetahui tanggapan penimbang atau ahli terhadap kesahihan instrumen dengan materi yang akan ditanyakan, berkaitan dengan kesesuaian antara indikator dengan soal tes, validitas konstruk, dan kebenaran kunci jawaban serat kriteria penskoran. Sedangkan validitas muka dilakukan untuk melihat kejelasan soal tes dari segi bahasa, redaksi, sajian, dan akurasi gambar dan ilustrasi. Rekapitulasi hasil validasi ahli dapat dilihat pada lampiran 2.

Dari beberapa saran dan tanggapan validator ahli, peneliti akan memperbaiki soal kemampuan memecahkan masalah dan melakukan wawancara kepada guru dan peserta didik dari kelas IV, V, dan VI. Setiap kelas terdiri dari tiga peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Wawancara dilakukan untuk mengetahui keterbacaan soal dan pemahaman terhadap soal. Hasil wawancara dengan peserta didik ternyata mereka memahami apa yang ditanyakan oleh soal. Berdasarkan wawancara dengan guru dan tanggapan dari validator peneliti melakukan perbaikan. Perbaikan dilakukan pada kejelasan soal tes dari segi bahasa, redaksi, sajian, dan akurasi gambar dan ilustrasi. Setelah memperbaiki validitas muka, peneliti merasa perlu untuk menguji coba tes kemampauan memecahkan masalah. Uji coba instrumen dilakukan untuk melihat validitas butir tes, reliabilitas tes, daya pembeda butir tes dan tingkat kesukaran butir tes. Selanjutnya data hasil uji coba instrument dianalisis.

Soal uji coba soal diberikan kepada peserta didik yang tidak termasuk ke dalam sampel penelitian. Soal-soal uji coba tersebut dikelompokkan menjadi tiga paket soal. Masing-masing paket soal terdiri dari materi tentang erosi, longsor, abrasi dan banjir. Setiap paket soal kemampuan memecahkan masalah terdiri dari 24 soal, kemudian setiap paket soal tersebut diujicobakan kepada dua belas orang peserta didik. Sebelum melakukan uji coba, peserta


(13)

didik peserta uji coba soal terlebih dahulu dilatih kemampuam memecahkan masalah. Untuk kepentingan itu maka peserta uji coba soal kemampuan memecahkan masalah adalah kelas VI SD. Peserta didik kelas VI SD telah menguasai materi tentang perubahan lingkungan dan pengaruhnya. Sehingga hanya memerlukan latihan untuk menguasai langkah-langkah memecahkan masalah. Setelah uji soal, dilakukan penskoran terhadap jawaban peserta didik untuk setiap butir soal. Penskoran disesuaikan dengan kriteria penskoran yang telah dibuat sebelumnya, penskoran digunakan untuk memperoleh data kemampuan memecahakan masalah, selanjutnya dilakukan pengujian terhadap skor-skor tersebut.

a. Analisis Tingkat Kesukaran

Analisis tingkat kesukaran berarti mengkaji soal-soal tes yang digunakan sesuai tingkat kesulitannya sehingga didapat data soal-soal yang termasuk mudah, sedang atau sukar. Dari data tersebut akan digunakan oleh peneliti untuk menentukan proporsi atau keseimbangan tingkat kesulitan soal. Pengujian tingkat kesukaran menggunakan sistem manual dengan bantuan exel dengan rumus dan klasifikasi daya pembeda sebagai berikut:

Rumus: IK = JBA + JBB

2.JSA Atau: IK = JBA + JBB

2.JSB

JBA = Jumlah jawaban benar untuk kelompok atas JBB = Jumlah jawaban benar untuk kelompok bawah JSA = Jumlah siswa kelompok atas

JSB = Jumlah siswa kelompok bawah

Klasifikasi Indeks Kesukaran :

IK = 0,00 : soal terlalu sukar 0,00 < IK < 0,30 : soal sukar


(14)

0,70 < IK < 1,00 : soal mudah

IK = 1,00 : soal terlalu mudah (Suherman, 1990, hlm. 213) Soal-soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan memecahkan masalah adalah soal-soal yang mempunyai tingkat kesukaran yang sedang. Soal-soal yang dianggap baik adalah soal-soal sedang yang memiliki tingkat kesukaran antara 0,30 sampai dengan 0,70 (Arikunto, 1999, hlm. 212). Soal yang memiliki kategori sangat sukar dan sangat mudah tidak digunakan. Hal ini merujuk pada pendapat Tawil dan Liliasari (2013, hlm. 88) yang menyatakan bahwa kompleksitas soal (masalah) tergantung (1) kepada siapa masalah tersebut diberikan, karena mengandung kesadaran dan ketertarikan pemecah masalah untuk menyelesaikannya; (2) jangkauan pemikiran siswa artinya masalah gejala alam atau soal-soal yang diberikan jangan terlalu sulit, jangan terlalu mudah.

b. Analisis Daya Pembeda

Analisis daya pembeda mengkaji setiap butir soal untuk mengetahui kemampuan soal dalam mengukur kemampuan peserta didik ke dalam kelompok berkemampuan tinggi, sedang, dan kurang. Pengujian tingkat kesukaran menggunakan sistem manual dengan bantuan exel dengan rumus dan klasifikasi daya pembeda sebagai berikut:

Rumus:

DP = JBA - JBB

JSA atau DP = JBA - JBB

JSB

JBA = Jumlah jawaban benar untuk kelompok atas JBB = Jumlah jawaban benar untuk kelompok bawah JSA = Jumlah siswa kelompok atas

JSB = Jumlah siswa kelompok bawah Klasifikasi DP :

DP < 0,00 : sangat jelek 0,00 < DP < 0,20 : jelek


(15)

0,20 < DP < 0,40 : cukup 0,40 < DP < 0,70 : baik

0,70 < DP < 1,00 : sangat baik (Suherman, 1990, hlm. 202)

Soal-soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan memecahkan masalah adalah soal-soal yang mempunyai daya pembeda 0,40 sampai dengan 0,70. Butir-butir soal yang baik adalah soal yang mempunyai indeks diskriminasi 0,4 sampai 0,7 (Arikunto, 1999, hlm. 221).

c. Analisis Validitas

Analisis validitas digunakan untuk mengetahui alat penilaian yang digunakan telah menilai apa yang seharusnya dinilai. Pengujian validitas yang digunakan adalah pengujian statistika korelasi momen produk dilambangkan dengan (r). Dalam uji coba kemampuan memecahkan masalah menggunakan tiga paket soal. Analisis validasi didapat melalui indeks korelasi berdasarkan perhitungan korelasi. Analisis validasi yang digunakan adalah corrected item-total correlation yang merupakan korelasi antara skor item dengan skor total item ( nilai ) dibandingkan dengan nilai . Jika nilai item ( nilai ) > nilai

, maka item tersebut valid (Riduwan & Sunarto, 2012, hlm. 353).

Untuk menentukan derajat validitas soal dibandingkan dengan koefesien validitas berikut:

0,80 < rXY < 1,00 = validitas sangat tinggi (sangat baik) 0,60 < rXY < 0,80 = validitas tinggi (baik)

0,40 < rXY < 0,60 = validitas sedang (cukup) 0,20 < rXY < 0,40 = validitas rendah (kurang) 0,00 < rXY < 0,20 = validitas sangat rendah, dan

rXY < 0,00 = Tidak valid

(Guilford, J.P. dalam Suherman, 1990, hlm.147)

Pengujian validitas dilakukan dengan bantuan anates versi 4.0.5 (22 Feb 04) yang dikembangkan oleh Drs. Karno To dan Yudi Wibisono, ST. Validitas soal-soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan


(16)

memecahkan masalah adalah soal-soal yang mempunyai nilai > dari nilai (0,423), sehingga mempunyai validitas cukup, baik, dan sangat baik.

d. Analisis Reliabilitas

Analisis reliabilitas dilakukan untuk melihat ketetapan atau keajegan alat penilaian untuk menilai apa yang dinilai. Berapa kalipun alat penilaian tersebut digunakan maka hasil yang diperoleh relatif sama. Dalam setiap paket soal yang diujicobakan terdapat empat kelompok masalah yang berbeda, tetapi menanyakan hal yang sama yaitu tentang langkah-langkah menyelesaikan masalah, maka teknik analisis reliabilitas yang digunakan adalah reliabilitas belah dua. Analisis reliabilitas didapat melalui indeks korelasi berdasarkan perhitungan korelasi. Jika r hitung > r tabel, maka soal tersebut reliabel (Riduwan & Sunarto, 2012, hlm. 353). Untuk menentukan derajat reliabilitas soal dibandingkan dengan koefesien reliabilitas berikut:

r11 < 0,20 derajat reliabilitas sangat rendah 0,20 < r11 < 0,40 derajat reliabilitas rendah

0,40 < r11 < 0,60 derajat reliabilitas sedang 0,60 < r11 < 0,80 derajat reliabilitas tinggi

0,80 < r11 < 1,00 derajat reliabilitas sangat tinggi (Guilford dalam Suherman, 1990, hlm. 177)

r11 = koefesien reliabilitas derajat keterandalan alat evaluasi

Pengujian reliabilitas dilakukan dengan bantuan anates versi 4.0.5 (22 Feb 04) yang dikembangkan oleh Drs. Karno To dan Yudi Wibisono, ST.

e. Hasil Penghitungan Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda, Validitas dan Reliabilitas.

1) Paket Soal Satu

Penghitungan tingkat kesukaran diperoleh hasil bahwa pada paket soal satu terdapat 6 soal kategori sangat mudah, 3 soal


(17)

kategori mudah, 13 soal kategori sedang, dan 1 soal kategori sukar, 1 soal kategori sangat sukar. Penghitungan daya pembeda diperoleh hasil bahwa pada paket soal satu terdapat 5 soal berkategori sangat buruk, 6 soal berkategori buruk, 6 soal berkategori cukup, 7 soal berkategori baik, 0 soal berkategori sangat baik. Berdasarkan hasil penghitungan validitas, diperoleh hasil bahwa pada paket soal satu terdapat 13 soal valid dan 11 soal tidak valid. Berdasarkan hasil analisis reliabilitas, paket soal 1 memiliki reliabilitas sebesar 0,67. Kemudian nilai reliabilitas (r hitung) tersebut dibandingkan dengan r tabel yaitu 0,576. Sehingga memperoleh hasil 0,67 > 0,576 = r hitung > r tabel, yang termasuk kategori tinggi. Rekapitulasi tingkat kesukaran, daya pembeda, analisis validitas, dan analisis relibilitas paket soal satu dapat dilihat pada lampiran 3.

2) Paket Soal Dua

Penghitungan tingkat kesukaran diperoleh hasil bahwa pada paket soal dua dua terdapat 8 soal kategori mudah, 13 soal kategori sedang, dan 2 soal kategori sukar, 1 soal kategori sangat sukar. Penghitungan daya pembeda diperoleh hasil bahwa pada paket soal dua terdapat 5 soal berkategori sangat buruk, 6 soal berkategori buruk, 8 soal berkategori cukup, 5 soal berkategori baik, tidak ada soal berkategori sangat baik. Berdasarkan hasil penghitungan validitas, diperoleh hasil bahwa pada paket soal dua terdapat 10 soal valid dan 14 soal tidak valid. Berdasarkan hasil reliabilitas, paket soal 2 memiliki reliabilitas sebesar 0,80. Kemudian nilai reliabilitas (r hitung) tersebut dibandingkan dengan r tabel yaitu 0,576. Sehingga memperoleh hasil 0,80 > 0,576 = r hitung > r tabel, yang termasuk kategori sangat tinggi. Rekapitulasi tingkat kesukaran, daya pembeda, analisis validitas, dan analisis relibilitas paket soal satu dapat dilihat pada lampiran 4.


(18)

3) Paket Soal Tiga

Penghitungan tingkat kesukaran diperoleh hasil bahwa pada paket soal tiga terdapat 1 soal kategori sangat mudah, 6 soal kategori mudah, 13 soal kategori sedang, 3 soal kategori sukar, dan 1 soal kategori sangat mudah. Penghitungan daya pembeda diperoleh hasil bahwa pada paket soal tiga terdapat 4 soal berkategori sangat buruk, 6 soal berkategori buruk, 7 soal berkategori cukup, 5 soal berkategori baik, 2 soal berkategori sangat baik. Berdasarkan hasil penghitungan validitas, diperoleh hasil bahwa pada paket soal tiga terdapat 19 soal valid dan 5 soal tidak valid. Berdasarkan hasil penghitungan tiga paket 3 memiliki relibilitas sebesar 0,91. Kemudian nilai reliabilitas (r hitung) tersebut dibandingkan dengan r tabel yaitu 0,576. Sehingga memperoleh hasil 0,91 > 0,576 = r hitung > r tabel, yang termasuk kategori sangat tinggi. Rekapitulasi tingkat kesukaran, daya pembeda, analisis validitas, dan analisis relibilitas paket soal satu dapat dilihat pada lampiran 5.

Untuk memudahkan penyusunan soal kemampuan pemecahan masalah, maka peneliti merangkum semua keputusan hasil analisis soal ke dalam tabel 3.2.

Tabel 3.2.

Rekapitulasi Keputusan Keseluruhan Paket Soal No Poin Paket soal 1 Paket soal 2 Paket soal 3

Keputusan Keputusan Keputusan

1 a Dipakai Dipakai Dipakai

b Dipakai Dipakai Dipakai

c Dipakai

d Dipakai

e Dipakai Dipakai

f Dipakai - perbaikan

2 a

b Dipakai Dipakai Dipakai

c Dipakai

d Dipakai

e

f Dipakai Dipakai

3 a

b Dipakai Dipakai

c Dipakai


(19)

e f

4 a Dipakai Dipakai

b Dipakai Dipakai Dipakai

c Dipakai

d

e Dipakai

f Dipakai

Data yang terdapat pada tabel 3.2. menjadi dasar penyusunan soal kemampuan memecahkan masalah revisi. Dalam uji coba soal ditemukan masalah yang berhubungan dengan waktu yang digunakan dalam uji coba untuk menyelesaikan soal uji coba. Dalam uji coba tersebut, setiap peserta didik membutuhkan waktu sekitar 90 menit untuk menyelesaikan 24 butir soal. Waktu yang digunakan untuk menyelesaikan soal sebanyak itu, sangat menyita waktu yang tersedia untuk menyelesaikan kompetensi dasar yang menjadi materi penelitian. Dalam alokasi waktu progran semester kelas IV, untuk menyelesaikan materi yang menjadi bahan penelitian hanya tersedia maksimal tiga minggu. Setiap minggu ada dua kali pertemuan. Sehingga waktu yang tersedia untuk penelitian yang mengambil KD 10.3 adalah dua kali pertemuan atau 140 menit. Sedangkan untuk melaksanakan pembelajaran PBL membutuhkan waktu setidaknya dua kali pertemuan atau 140 menit. Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut maka, diputuskan untuk mengurangi jumlah soal kemampuan memecahkan masalah menjadi empat belas butir soal. Keempat belas butir soal tersebut memuat seluruh langkah-langkah memecahkan masalah yang menjadi indikator kemampuan memecahkan masalah. sekaligus memasukkan materi tentang memecahkan masalah erosi, longsor, banjir, dan abrasi.

Soal-soal yang digunakan adalah soal-soal yang terdapat paket soal tiga. Pada soal paket tiga tersedia cukup banyak soal-soal yang memenuhi kriteria soal yang baik. Oleh karena itu soal-soal pada paket tiga yang dijadikan soal untuk mengukur kemampuan memecahkan masalah adalah 1a-f, 2b, 2f,3c,3d,4a, dan 4e. Soal-soal ini memiliki reliabilitas 0,559 yaitu memiliki derajat reliabilitas sedang. Penyusunan soal penelitian kemampuan


(20)

memecahan masalah revisi mengguna kisi-kisi yang terdapat pada tabel 3.3. berikut.

Tabel 3.3.

Kisi-Kisi Soal Kemampuan Memecahkan Masalah Penelitian Jenjang Sekolah : SD (Sekolah Dasar)

Kelas/Program : IV(Empat)/ Semester 2 Kurikulum Acuan : Kurikulum KTSP Mata Pelajaran : IPA

Banyaknya Soal : 12 butir soal Bentuk Tes : Uraian

Proposi soal =

25% mudah : 50% Sedang : 25% Sukar Mudah : 25/100 x 14 = 3

Sedang : 50/100 x 14 = 6 Sukar : 25/100 x 14 = 3 Standar

Kompetensi

Kompetensi Dasar

Indikator Tingkat Kesukaran

Aspek Kognitif Jml

C1 C2 C3 C4 C5 C6 10. Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan. 10.3 Mendeskripsi kan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor).

Kognitif : 10.3.1. Menyelesaik an masalah tentang cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor).

Mudah 1 1 1 3

Sedang 2 1 1 2 6

Sukar 1 2 3

Jumlah 1 3 2 1 1 4 12

Persen 8,33 25 16, 67 8,33 8,33 33,33 100

PERSEBARAN BUTIR SOAL Standar

Kompetensi

Kompetensi Dasar

Indikator Tingkat Kesukaran

Aspek Kognitif No. soal

Jml C1 C2 C3 C4 C5 C6

10. Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan. 10.3 Mendeskripsi kan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor).

Kognitif : 10.3.3 Menyelesaik an masalah tentang cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor).

Mudah √ 1 a.b 2

√ 4 1

√ 7.a.b 2

Sedang √ 2 1

√ 5 1

√ 6 1

√ 7.c 1

√ 7.f 1

√ 7.g 1

Sukar √ 3 1

√ 7.d 1

√ 7.e 1

Kisi-kisi diatas digunakan untuk menyusun soal yang mengukur kemampuan memecahkan masalah penelitian. Soal-soal tersebut dapat dilihat pada lampiran 6.

2. Angket Sikap Peduli Lingkungan

Angket yang digunakan adalah angket skala sikap peduli lingkungan yang dibuat berdasarkan indikator-indikator sikap peduli lingkungan. Angket


(21)

ini digunakan untuk mengukur sikap peduli lingkungan peserta didik. Angket ini diisi oleh peserta didik sesuai pernyataan yang dipilihnya. Penyusunan angket sikap peduli lingkungan bertujuan untuk mengukur sikap peduli lingkungan peserta didik sebelum dan sesudah proses pembelajaran. Angket sikap peduli lingkungan direncanakan menggunakan dua jenis angket yaitu angket sikap eksplisit dan sikap implisit. Alasan penyusunan dua angket sikap peduli lingkungan yang berbeda adalah angket sikap implisit dimaksudkan untuk mengurangi kelemahan angket sikap eksplisit peduli lingkungan. Dengan menggunakan dua angket sikap yang berbeda diharapkan mendapatkan data yang akurat tentang sikap peduli lingkungan. Kisi-kisi penyusunan sikap peduli lingkungan dapat dilihat pada tabel 3.4. berikut.

Tabel 3.4.

Kisi-Kisi Sikap Peduli Lingkungan Variabel : Sikap peduli lingkungan

Sub variabel : a. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya.

b. Sikap dan tindakan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi

Materi Longsor Banjir Erosi Abrasi Jml

Indikator

1. Sikap hormat terhadap

alam 11 1 3

2. Prinsip tanggung jawab 1 11 3

3. Solidaritas kosmis 11 2

4. Kasih sayang dan

kepedulian terhadap alam 1 11 3

5. Tidak merugikan 1 11 3

6. Hidup sederhana dan

serasi dengan alam 11 1 3

7. Keadilan 1 11 3

Jumlah 5 5 5 5 20

Kisi-kisi di atas digunakan untuk menyusun angket yang mengukur sikap peduli lingkungan. Sebelum angket sikap peduli lingkungan digunakan, terlebih dahulu divalidasi untuk melihat validitas isi dan validitas muka. Validator dalam penelitian ini adalah dua dosen ahli. Validitas isi perlu dilakukan untuk mengetahui tanggapan penimbang atau ahli terhadap kesahihan instrumen dengan materi yang akan ditanyakan,


(22)

berkaitan dengan kesesuaian antara indikator dengan sikap peduli lingkungan, validitas konstruk, dan kriteria penskoran. Sedangkan validitas muka dilakukan untuk melihat kejelasan pernyataan angket dari segi bahasa, redaksi, sajian, dan akurasi gambar dan ilustrasi. Hasil validasi ahli dapat dilihat pada lampiran 2.

a. Angket Sikap Peduli Lingkungan Eksplisit

Angket sikap eksplisit terdiri dari 20 pernyataan sikap. Setiap pernyataan telah disesuaikan dengan indikator sikap peduli lingkungan berupa etika lingkungan dari Sony Keraf. Lembar angket SPL eksplisit dapat dilihat pada lampiran 7. Dari tanggapan validator ahli dapat dilihat bahwa dari 20 pernyataan sikap ekplisit, hanya 14 butir pernyataan yang disetujui oleh dua validator ahli dan 6 butir pernyataan lain hanya disetujui oleh satu validator. Setelah melakukan revisi pada 6 pernyataa sikap eksplisit, peneliti memutuskan untuk menggunakan 20 pernyataan sikap eksplisit.

b. Angket Sikap Peduli Lingkungan Implisit

Angket sikap implisit terdiri dari 20 pernyataan sikap. Angket sikap implisit terdiri dari empat tugas IAT. Masing-masing tugas IAT terdiri dari lima pernyataan. Lembar angket SPL implisit dapat dilihat pada lampiran 8. Untuk pernyataan sikap implisit, kedua validator menyatakan semua sesuai, sehingga peneliti menggunakan 20 butir pernyataan sikap implisit peduli lingkungan. Dalam penelitian ini pengukuran IAT menggunakan paper and pencil test. Rancangan pengukuran IAT adalah sebagai berikut: 1) Prosedur IAT bertujuan hubungan asosiasi antara suatu target konsep

bipolar (seperti saya versus orang lain) dan konsep atribut bipolar (misalnya bersih versus kotor) melalui serangkaian bentuk tugas-tugas yang memerlukan respons cepat/segera. Dalam penelitian ini target konsep bipolar adalah saya suka versus saya tidak suka. Konsep atribut bipolar adalah sikap peduli lingkungan versus sikap tidak peduli lingkungan.


(23)

2) Gambaran alat ukur IAT untuk mengukur sikap peduli lingkungan adalah tugas 1: memilih kalimat pernyataan peduli lingkungan atau tidak peduli lingkungan; tugas 2: memilih gambar peduli lingkungan dan tidak peduli lingkungan; tugas 3: memilih kombinasi kalimat pernyataan positif dengan gambar peduli lingkungan dan kalimat pernyataan negatif dengan gambar tidak peduli lingkungan; tugas 4: memilih kombinasi kalimat pernyataan positif dengan gambar tidak peduli lingkungan dan kalimat pernyataan negatif dengan gambar peduli lingkungan.

3) Tugas responden adalah memilih segera mungkin jawaban yang disediakan. Waktu reaksi yang diperlihatkan responden dalam mengumpulkan angket dicatat dan kemudian dijadikan sebagai indikator untuk menganalisis sikap implisitnya terhadap peduli atau tidak peduli lingkungan. Respon yang semakin cepat diharapkan terjadi jika konsep yang sangat berhubungan dipetakan sebagai sesuatu yang identik dan bukan sebagai sesuatu yang berbeda.

3. Perangkat Pembelajaran dan Lembar Observasi PBL

Instrumen yang berkaitan dengan PBL terdiri dari perangkat pembelajaran dan lembar observasi keterlaksanaan Problem Based Learning (PBL). Perangkat pembelajaran berupa RPP, LKPD, media, dan bahan ajar dapat dilihat pada lampiran 9. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan disesuaikan dengan model pembelajaran, tujuan, materi, peserta didik, media yang ada dan waktu yang tersedia. RPP dan LKPD menerapkan langkah-langkah pembelajaran model PBL yang mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan.

Model Problem Based Learning (PBL) termasuk dalam pendekatan pembelajaran berpikir dan berbasis masalah. Dalam PBL pembelajaran diawali dengan memberikan masalah kepada peserta didik. Peserta didik mendapatkan masalah yang disesuaikan dengan materi pelajaran IPA yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cara mencegah kerusakan


(24)

lingkungan. Topik ini diambil sebagai materi dalam PBL, karena masalah yang dimunculkan telah dikenal oleh peserta didik terutama kerusakan lingkungan akibat dari erosi, longsor dan banjir kecuali abrasi. Peristiwa erosi, longsor, dan banjir banyak ditemui di sekitar tempat tinggal siswa. Peristiwa abrasi merupakan peristiwa yang kemungkinan besar belum di alami langsung oleh peserta didik. Tetapi peneliti tetap memasukan materi tersebut dalam pembelajaran PBL dengan tujuan kompetensi dasar 10.3 (KD tentang materi IPA yang digunakan dalam penelitian) tuntas dilaksanakan sehingga tidak mengganggu target kurikulum yang harus dicapai oleh sekolah tempat penelitian.

Lembar observasi digunakan untuk mendapatkan gambaran aktivitas pendidik dan peserta didik selama pembelajaran. Observasi dilakukan oleh beberapa pengamat. Data dalam lembar observasi menggambarkan aktivitas peserta didik dan pendidik yang akan dikaji dan dijadikan bahan refleksi untuk melakukan perbandingan dengan proses pembelajaran PBL yang ideal. Kisi-kisi penyusunan lembar observasi PBL dapat dilihat pada tabel 3.5. berikut.

Tabel 3.5.

Kisi-Kisi Lembar Observasi PBL

Sintak PBL Langkah

Pembelajaran PBL Deskripsi pembelajaran Fase satu: Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada peserta didik

1. Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada peserta didik

a. Mengkomunikasikan dengan jelas maksud pembelajaran. b. Membangun sikap positif

terhadap pelajaran. c. Mendeskripsikan perilaku

yang diharapkan untuk dilakukan oleh peserta didik d. Menjelaskan proses dan

prosedur model PBL. e. Menyajikan masalah Fase dua:

Mengorganisasi siswa untuk meneliti.

2. Membentuk tim-tim study

f. Membentuk tim-tim penelitian.

3. Perencanaan kooperatif

g. Merencanakan rancangan kerjasama Fase tiga: Membantu investigasi mandiri dan kelompok. 4. Mengumpulkan data dan eksperimen

h. Mengenali masalah i. Merumuskan masalah 5. Mengembangkan

hipotesis,

j. Merumuskan jawaban sementara masalah.


(25)

menjelaskan, dan memberi solusi

k. Mengumpulkan data: 1 ) Merencanakan cara pengumpulan data. 2) Melaksanakan pengumpulan data.

l. Menguji jawaban sementara m.Menentukan penyelesaian

masalah. Fase empat:

Mengembangkan dan

mempresantasikan artefak dan exhibit

6. Mengorganisasi artefak

n. Menentukan bentuk artefak yang akan disajikan

7. Exhibit artefak o. Presentasi artefak Fase lima:

Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.

8. Merefleksi proses pembelajaran

p. Merefleksi proses pembelajaran yang telah dilakukan. (memperkenalkan langkah-langkah pemecahan masalah).

q. Merefleksi cara berpikir peserta didik dalam pembelajaran.

Kisi-kisi di atas digunakan untuk menyusun lembar observasi pembelajaran PBL. Lembar observasi PBL dapat dilihat pada lampiran 9.

E. Prosedur Penelitian

1. Langkah-Langkah Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui langkah-langkah penelitian sebagai berikut:

a. Langkah Pendahuluan

Beberapa kegiatan yang dilakukan sebelum penerapan model pembelajaran PBL, antara lain studi pendahuluan dan pengembangan instrumen. Studi pendahuluan dilakukan untuk menghimpun data tentang prestasi akademik, kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan. Prestasi akademik peserta didik didapat dengan mengumpulkan nilai UTS dan UKK semester satu dan UTS semester 2. Kemampuan memecahkan masalah dihimpun dengan melakukan wawancara dengan guru dan mempelajari RPP yang digunakan guru dalam pembelajaran IPA. Sikap peduli lingkungan didapat dengan melakukan observasi terhadap lingkungan kelas dan sekolah. Pengembangan instrumen dilakukan dengan membuat instrumen


(26)

penelitian berupa perangkat pembelajaran, soal uraian pemecahan masalah, dan angket sikap peduli lingkungan. Perangkat pembelajaran berupa RPP, LKPD, bahan ajar, dan media. Perangkat pembelajaran disusun dengan memperhatikan standar proses. Urutan kegiatan untuk menyusun soal uraian pemecahan masalah dan angket sikap peduli lingkungan adalah membuat kisi-kisi, menyusun soal uraian dan angket sesuai kisi-kisi, melakukan validasi soal kepada validator ahli, memperbaiki soal berdasarkan tanggapan dari validator, melakukan wawancara dengan guru dan beberapa peserta didik untuk mengetahui keterbacaan soal pemecahan masalah, memperbaiki instrumen, uji coba instrumen (soal pemecahan masalah), menganalisis hasil uji coba, menyusun angket sikap peduli lingkungan dan soal pemecahan masalah dan berdasarkan hasil uji coba.

b. Langkah Pelaksanaan

Pada langkah pelaksanaan penelitian, kegiatan yang dilakukan adalah membiasakan kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan model pembelajaran yang akan diterapkan pada kelas masing-masing. Pembiasaan model pembelajaran dilakukan pada dua kompetensi dasar sebelumnya. Proses pembelajaran yang digunakan untuk mengambil data penelitian adalah pembelajaran pada kompetensi dasar ketiga. Kegiatan mengumpulkan data-data yang dilakukan antara lain: memberikan tes awal kepada peserta didik pada eksperimen dan kontrol tentang kemampuan memecahkan masalah dan pengisian angket sikap peduli lingkungan. Dilanjutkan dengan melaksanakan pembelajaran pada kedua kelas. Pada kelas PBL, pelaksanaan pembelajaran diobservasi oleh tiga pengamat pembelajaran. Dilakukan juga perekaman proses pembelajaran. Hasil perekaman pembelajaran digunakan untuk konfirmasi antara pengajar dan observer. Ditutup dengan memberikan tes akhir yang mengukur kemampuan memecahkan masalah dan pengisian angket sikap peduli lingkungan.


(27)

c. Langkah Akhir

Pada langkah ini dilakukan pengolahan dan analisis data temuan penelitian. Data penelitian berupa data kualitatif dan kualitatif. Data kualitatif didapatkan dari hasil observasi pembelajaran. Data kuantitatif berupa hasil tes peserta didik yang diolah dan dianalisis dengan cara: 1) Menghitung nilai hasil tes awal dan tes akhir kemampuan

memecahkan masalah dan nilai angket sikap peduli lingkungan pada kedua kelas.

2) Menghitung N-gain tes kemampuan memecahkan masalah dan nilai angket sikap peduli lingkungan pada kedua kelas.

3) Menghitung perbedaan rata-rata N-gain tes kemampuan memecahkan masalah dan nilai sikap peduli lingkungan pada kedua kelas.

Berdasarkan hasil uji perbedaan rata-rata N-gain dapat diketahui kelompok yang mengalami peningkatan lebih baik dan katagori peningkatan kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan yang dimiliki oleh kelas PBL dan kelas bukan PBL. Temuan tersebut kemudian disandingkan dengan hasil observasi pembelajaran kemudian dilakukan pembahasan merujuk pada teori dan hasil penelitian sebelumnya. Pembahasan dilakukan untuk melihat efektifitas penggunaan PBL dalam meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan.

2. Alur penelitian

Proses penelitian yang dilakukan dapat dilihat melalui alur penelitian pada gambar 3.1. berikut.


(28)

Gambar 3.1. Analisis SKL dan

tujuan pendidikan IPA di sekolah dasar

Tes awal kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan

Pelaksanaan RPP PBL Analisis teori

kemampauan

memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan

Instrumen penelitian

Tes akhir kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan Identifikasi kemampuan memecahkan masalah dan

sikap peduli lingkungan yang akan dikembangkan.

Perangkat pembelajaran PBL

Identifikasi awal kemampauan

memecahkan masalah dan sikap peduli

lingkungan peserta didik

Analisis kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan Pengembangan instrumen penelitian

Uji coba instrumen Validasi instrumen

Tesis Pembahasan


(29)

3. Jenis Variabel

Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini terdiri dari: a. Variabel bebas : model pembelajaran

b. Variabel terikat : kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan

c. Variabel kontrol : kemampuan awal peserta didik, materi IPA, dan jam pertemuan.

Kemampuan awal peserta didik pada kelas PBL dan bukan PBL harus relatif sama. Nilai UTS semester satu, UKK semester satu, dan UTS semester dua yang dikumpulkan dari kedua kelas diolah dengan bantuan SPSS versi 21. Hasil pengolahan statistik mendapatkan nilai Sig. sebesar 0,669. Nilai Sig. > 0,05, hal ini menunjukkan kedua kelas memiliki kemampuan awal yang hampir serupa.

Materi pelajaran IPA yang akan dipelajari pada kedua kelas adalah cara mencegah kerusakan alam. Materi tersebut akan disampaikan dalam dua kali pertemuan, satu kali pertemuan 3 kali 35 menit. Pada kelas eksperimen melaksanakan pembelajaran yang mengikuti sintaks PBL. Sementara pada kelas kontrol melaksanakan pembelajaran tidak mengikuti sintak PBL. Walaupun demikian, pembelajaran pada kedua kelas tersebut sama-sama melatihkan kemampuan memecahkan masalah.

4. Hipotesis Penelitian

Rumusan hipotesis penelitian ini adalah:

a. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan memecahkan masalah antara peserta didik yang memperoleh Problem Based Learning (PBL) dengan peserta didik yang memperoleh bukan Problem Based Learning b. Terdapat perbedaan peningkatan sikap peduli lingkungan antara peserta

didik yang memperoleh Problem Based Learning (PBL) dengan peserta didik yang memperoleh bukan Problem Based Learning (PBL) .


(30)

F. Analisis Data

Terdapat dua analisis data dalam penelitian ini, yaitu analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Jenis analisis diuraikan sebagai berikut:

1. Analisis Data Kuantitatif

Data kuantitatif terdiri dari hasil tes dan hasil pengukuran angket. Data kemampuan memecahkan masalah berupa hasil tes awal dan tes akhir dari kelas PBL dan kelas bukan PBL. Data kuantitatif sikap peduli lingkungan berupa hasil pengukuran awal dan akhir. data-data tersebut dibutuhkan untuk mengetahui N-gain masing-masing data kuantitatif.

Data kemampuan memecahkan masalah peserta didik pada materi cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor) dihimpun dengan memberikan tes awal dan tes akhir secara tertulis berupa tes uraian terbuka. Tes kemampuan memecahkan masalah diberikan kepada peserta didik yang mendapatkan Problem Based Learning (PBL) maupun peserta didik yang memperoleh bukan Problem Based Learning (PBL). Kemampuan memecahkan masalah peserta didik diperoleh dengan memberikan skor pada jawaban yang diberikan oleh peserta didik. Penskoran dilakukan berpedoman pada rubrik penilaian kemampuan memecahkan masalah yang telah dibuat sebelumnya. Jumlah soal yang mengukur memecahkan masalah sebanyak empat belas butir. Skor ideal kemampuan memecahkan masalah sebesar 40. Skor yang diperoleh peserta didik dikonversi menjadi nilai berskala 100. Jika peserta didik dapat menjawab seluruh soal kemampuan memecahkan masalah dengan benar akan mendapatkan nilai maksimal 100. Sebaliknya jika peserta didik tidak menjawab soal kemampuan memecahkan masalah akan mendapatkan nilai 0.

Untuk mengumpulkan data sikap peduli lingkungan peserta didik sekolah dasar kelas IV pada materi pelajaran IPA tentang cara mencegah kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor) menggunakan angket sikap peduli lingkungan eksplisit maupun implisit yang diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran. Pengisian angket dilakukan oleh


(31)

peserta didik yang memperoleh Problem Based Learning (PBL) maupun peserta didik yang memperoleh bukan Problem Based Learning (PBL). Pernyataan sikap yang dipilih peserta didik diberi skor. Penyekoran menggunakan cara-car penyekoran yang telah disusun sebelumnya.

a. Uji Peningkatan Kemampuan Memecahkan Masalah dan Sikap Peduli Lingkungan Secara Deskriptif.

Peningkatan kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan dari kelas PBL dan kelas bukan PBL didapat dengan menggunakan rumus g faktor (N-Gain) dari Hake (dalam Meltzler, 2002).

N-Gain =

Untuk mengetahui kategori peningkatan kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan menggunakan kriteria tingkat N-Gain yang terdapat pada tabel 3.6. berikut.

Tabel 3.6.

Kriteria Tingkat N-Gain

Batasan Kategori

0,00 < N-Gain ≤ 0,30 Rendah 0,30 < N-Gain ≤ 0,70 Sedang 0,70 < N-Gain ≤ 1,00 Tinggi

N-gain kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan dari kelas PBL dan kelas bukan PBL digunakan untuk melakukan uji peningkatan kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan secara deskriptif.

b. Uji Peningkatan Kemampuan Memecahkan Masalah dan Sikap Peduli Lingkungan Secara Inferensial

Untuk mendapatkan pengolahan data yang lebih meyakinkan tentang peningkatan kemampuan menyelesaikan masalah dan sikap peduli lingkungan peserta didik pada kelas PBL dan bukan PBL dilakukan uji perbedaan N-gain secara inferensial. Sebelum


(32)

melakukan uji perbedaan rata-rata, kita harus mengetahui terlebih dahulu normalitas dan homogenitas data N-gain kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan kelas PBL dan kelas bukan PBL. Normalitas dan homogenitas merupakan sebagian asumsi yang harus dipenuhi dalam beberapa jenis uji perbedaan rata-rata secara inferensial.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui suatu perangkat data berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini subjek tiap kelas berjumlah 29, sehingga uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk dengan bantuan SPSS versi 21. Hasil pegujian normalitas dengan menggunakan SPSS versi 21 dapat dilihat pada lampiran 13. Pengambilan keputusan normal tidaknya perangkat data dengan melihat nilai p value (Sig). Bila p value (Sig) > 0,05 maka perangkat data tersebut berdistribusi normal.

2) Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui variansi populasi kelompok pertama sama besar dengan variansi populasi kelompok kedua. Bila pasangan perangkat data memiliki variasi yang sama, maka pasangat perangkat data tersebut homogen. Uji homogenitas pasangan perangkat data pada penelitian ini menggunakan metode Levene’s test.

3) Uji Beda Rata-Rata

Uji beda rata-rata kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan kelas PBL dan bukan PBL dilakukan dengan uji t. Bila N-gain kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan kelas PBL dan bukan PBL memiliki data yang normal dan homogen, maka uji beda rata-rata menggunakan Independen t Test. Bila N-gain kemampuan memecahkan masalah dan sikap


(33)

peduli lingkungan kelas PBL dan bukan PBL memiliki data yang normal tapi tidak homogen, maka uji beda rata-rata menggunakan Independen t’ Test. Dan bila N-gain kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan kelas PBL dan bukan PBL memiliki data tidak normal maka uji beda rata-rata dilakukan menggunakan uji-Wilcoxon dan uji-Mann-Whitney dengan bantuan SPSS versi 21. Uji yang dilakukan adalah uji satu sisi, karena dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan peneliti memihak pada pembelajaran yang digunakan yaitu Problem Based Learning. Untuk pengujian beda rata-rata kemampuan memecahkan masalah diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

Ho : Peningkatan kemampuan memecahkan masalah peserta didik yang memperoleh Problem Based Learning (PBL) sama dengan peserta didik yang bukan Problem Based Learning (PBL).

Ha : Peningkatan kemampuan memecahkan masalah peserta didik yang memperoleh Problem Based Learning (PBL) lebih tinggi dari peserta didik yang memperoleh bukan Problem Based Learning (PBL).

Begitu pula untuk pengujian beda rata-rata sikap peduli lingkungan diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

Ho : Peningkatan sikap peduli lingkungan antara peserta didik yang memperoleh Problem Based Learning (PBL) sama dengan peserta didik yang memperoleh bukan Problem Based Learning (PBL).

Ha : Peningkatan sikap peduli lingkungan antara peserta didik yang memperoleh Problem Based Learning (PBL) lebih tinggi dari peserta didik yang memperoleh bukan Problem Based Learning (PBL).

Hipotesis penelitian di atas kemudian dijabarkan menjadi hipotesis statistik sebagai berikut:


(34)

Ho : = Ha : >

Pada hipotesis statistik di atas adalah rata-rata N-gain peserta didik yang memperoleh Problem Based Learning (PBL). Sedangkan

adalah rata-rata N-gain peserta didik yang memperoleh bukan Problem Based Learning (PBL).

Kaidah keputusan yang digunakan adalah:

a) Jika α = 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai Sig. atau [α = 0,05 ≤ Sig.], maka Ho diterima dan Ha ditolak.

b) Jika α = 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai Sig. atau [α = 0,05 ≥ Sig.], maka Ha diterima dan Ho ditolak.

atau,

a) Bila nilai t hitung positif : ada perbedaan bermakna apabila t hitung > t tabel.

b) Bila nilai t hitung negatif : ada perbedaan bermakna apabila t hitung < t tabel.

4) Pengolahan Data Waktu

Pengolahan data waktu pengisisan angket sikap peduli lingkungan implisit dihitung menggunakan algoritma yang disusun Greenwald et.al. (dalam Hafiyah, 2011), langkah-langkahnya adalah: a) pada daftar perolehan waktu, latensi waktu yang lebih dari 10.000 ms harus dihapus karena latensi waktu yang terlalu lama dapat mempengaruhi skor akhir. Selain itu, partisipan yang latensi responsnya kurang 300 ms tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian karena partisipan yang responsnya sangat cepat kemungkinan besar tidak melakukan pengisian angket dengan sungguh-sungguh.

b) Pada daftar perolehan waktu tersebut, jika partisipan merespons dengan salah, maka latensi waktu dari trial yang salah harus ditambahkan dengan latensi waktu yang dibutuhkan untuk mengisi angket (rata-rata).


(35)

c) jumlah respon yang salah dikalikan dengan latensi waktu yang dibutuhkan untuk mengisi angket (rata-rata).

d) Menghitung rata-rata (mean) dari masing-masing daftar perolehan waktu.

e) Membandingkan rata-rata waktu yang digunakan untuk mengisi angket sebelum dan sesudah.

2. Analisis Data Kualitatif

Data kualitatif berupa hasil observasi pembelajaran di kelas PBL yang dilakukan oleh tiga observer. Data hasil observasi dikumpulkan untuk melihat langkah-langkah pembelajaran yang telah dilakukan. Kemudian informasi yang terkumpul digunakan untuk mendeskripsikan proses pembelajaran dengan Problem Based Learning .


(36)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Penelitian ini mencoba untuk mengkaji penggunaan Problem Based Learning (PBL) dalam meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan peserta didik pada sekolah dasar. Berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian dapat diambil simpulan sebagai berikut: pertama, pada fase memberikan orientasi tentang masalah, peserta didik mendapat kesulitan saat membedakan gambar peristiwa erosi dan longsor. Pendidik berusaha membantu peserta didik untuk mengidentifikasi peristiwa longor berdasarkan waktu kejadian, tempat kejadian, dan banyaknya tanah yang berpindah. Rangkaian kegiatan tersebut dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada peserta didik tentang longsor dan erosi. Pada fase mengorganisasikan peserta didik untuk meneliti, rancangan dua kelompok mendapatkan masalah yang sama memberi kesempatan peserta didik saling mengkoreksi dan melengkapi kegiatan dalam menemukan cara menyelesaikan masalah. Peserta didik yang bekerja dalam tim-tim penyelidikan cukup aktif dengan berusaha untuk memberikan pendapat atau ide dalam melengkapi langkah-langkah menyelesaikan masalah. Pendidik memberikan contoh pertukaran pendapat dan contoh penyelesaian masalah yang lebih lengkap pada beberapa kelompok yang mengalami kesulitan. Fase membantu investigasi mandiri dan kelompok dilalui oleh peserta didik dengan mengajukan beragam cara menyelesaikan masalah. Keragaman ini menimbul cara pencarian data yang beragam juga, seperti melakukan percobaan, studi pustaka, dan berkunjung ke tempat kejadian. Membutuhkan waktu yang cukup banyak, terutama bagi kelomok yang mengulang percobaan. Fase pengembangan dan mempresentasikan artefak dan exhibit diisi dengan penyusunan artefak pembelajaran berupa laporan hasil diskusi yang didukung oleh dokumen pengumpulan data berupa rangkuman studi pustaka, laporan kunjungan ke daerah kejadian, dan video yang menampilkan percobaan. Penayangan video percobaan sangat menarik perhatian peserta didik. Laporan hasil diskusi pada umumnya disampaikan oleh ketua kelompok. Dalam kegiatan


(37)

tanya jawab, pendidik membantu mengarahkan pertanyaan dan jawaban yang diberikan peserta didik sehingga pertnyaan dan materi lebih dipahami. Dalam fase menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah, peserta didik mengenal dan memahami manfaat strategi atau cara-cara yang dilakukan untuk menyelesaikan tugas belajar mereka. Dalam refleksi proses berpikir, peserta didik cukup antusias mengenalkan dan memahami manfaat kemampuan memecahkan masalah.

Kedua, terdapat perbedaan rata-rata peningkatan kemampuan memecahkan masalah antara peserta didik yang memperoleh PBL (̅ = 0,441) dengan peserta didik yang memperoleh pembelajaran bukan PBL (̅ = 0,281). Peningkatan kemampuan memecahkan masalah pada peserta didik yang memperoleh Problem Based Learning lebih tinggi dibanding peserta didik yang memperoleh bukan Problem Based Learning (p > ).

Ketiga, terdapat perbedaan peningkatan sikap peduli lingkungan antara peserta didik yang memperoleh Problem Based Learning (PBL) dengan peserta didik yang memperoleh pembelajaran bukan Problem Based Learning (PBL). Peningkatan terjadi baik pada sikap peduli lingkungan eksplisit maupun sikap peduli lingkungan implisit. Peningkatan sikap peduli lingkungan eksplisit peserta didik yang memperoleh PBL sebesar ̅ = 0,52. Sedangkan peserta didik yang memperoleh pembelajaran bukan PBL sebesar ̅ = 0,187. Peningkatan sikap peduli lingkungan eksplisit peserta didik pada kelas PBL lebih tinggi dari kelas bukan PBL (p < 0,05). Peningkatan sikap peduli lingkungan implisit peserta didik yang memperoleh PBL sebesar ̅ = 0,459 dan peserta didik yang memperoleh pembelajaran bukan PBL ̅ = 0,140. Peningkatan sikap peduli lingkungan implisit peserta didik yang memperoleh PBL lebih tinggi dibanding peserta didik yang memperoleh pembelajaran bukan PBL (p < 0,05)

B. Implikasi

Hasil penelitian ini memberi informasi bahwa Problem Based Learning (PBL) memberi pengaruh dalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan peserta didik di sekolah dasar


(38)

tempat penelitian pada materi mencegah kerusakan alam akibat dari erosi, longsor, banjir, dan abrasi.

1. Problem Based Learning (PBL) menjadikan masalah nyata sebagai stimulus dalam pembelajaran, hal ini akan berdampak pada kemampuan guru dalam memilih materi IPA yang mengandung masalah nyata yang harus diselesaikan oleh peserta didik.

2. Peningkatan kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan melalui Problem Based Learning (PBL) menyita waktu sehingga membutuhkan keterampilan guru dalam menentukan masalah yang cukup komplek, yang dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang tersedia.

3. Peningkatan kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan melalui Problem Based Learning (PBL) mengharuskan peserta didik bekerja dalam tim-tim penyelidikan, sehingga dibutuhkan rancangan pengaturan kerja dalam kelompok yang dapat memanfaatkan waktu yang tersedia.

4. Dalam langkah-langkah Problem Based Learning (PBL), peserta banyak melakukan aktivitas mandiri dalam mencari informasi, hal ini berdampak pada kebutuhan akan perpustakaan dan akses internet yang memadai.

C. Rekomendasi

Rekomendasi yang muncul berkaitan dengan temuan penting dari penelitian ini, ditujukan pada pendidik dan pihak yang terkait dengan pendidikan terutama pendidikan tingkat sekolah dasar yang memiliki perhatian dalam pengembangan kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan.

1. Kemampuan dalam memilih masalah dalam materi IPA dan melakukan langkah-langkah pembelajaran yang melatihkan kemampuan memecahkan masalah sangat diperlukan sehingga layak untuk dilakukan penelitian yang mengkaji kepemilikan kemampuan memilih masalah dan melakukan langkah-langkah pemecahan masalah pada pendidik.

2. Pelaksanaan Problem Based Learning (PBL) yang berusaha meningkatan kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan mengharuskan peserta didik bekerja dalam tim-tim penyelidikan, sehingga


(39)

dibutuhkan penelitian yang memadukan Problem Based Learning (PBL) dengan teknik kerja kelompok yang lebih efisien dalam memanfaatkan waktu. 3. Dalam Problem Based Learning (PBL) peserta banyak melakukan aktivitas mandiri dalam mencari informasi. Hal ini memberikan peluang penelitian yang memadukan PBL dan keterampilan peserta didik dalam mencari informasi baik melalui perpustakaan sekolah dan internet.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Adisendjaja, Y.H. (2007). Penerapan Pendidikan Lingkungan Di Sekolah. Seminar Open Mind Jurusan Biolgi FKIP Universitas Pasundan (hlm. 1-20). Bandung: UNPAD.

Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. (2010). Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Afrizona, R. & Ratnawulan & Fauzi, A. (2012). Peningkatan Perilaku Berkarakter Dan Keterampilan Berpikir Kritis Peserta didik Kelas IX MTSN Model Padang Pada Mata Pelajaran IPA-Fisika Menggunakan Model Problem Based Instruction. Jurnal: Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika 1, hlm. 1 -16. Arends, R.I. (2008). Learning To Teach. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arimbawa P. & Sadia I.W. & Tika I.N. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek (MPBP) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah IPA Sehari-hari Ditinjau dari Motivasi Berprestasi Siswa. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA, 3. hlm. 1-11.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan Perbukuan. (2011). Panduan Pelaksanaan pendidikan karakter. Jakarta: Kemendiknas.

Badan Pengendali Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat. (2001). Modul Spesifik 5 dari 6: Pembuka Wawasan Lingkungan Hidup Untuk SLTP dan SMU. Bandung: BPLHB Propinsi Jawa Barat.

Costa, A.L. dan Kallick, B. (2012). Belajar Dan Memimpin dengan Kebiasaan Pikiran: 16 Karakter Penting untuk Sukses. Jakarta: Indeks.

Creswell, J.W. (2013). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Darmawan, E. (2009). Pengaruh Pembelajaran Project Based Learning (PBL) pada Materi Ekosistem Terhadap Sikap dan Hasil Belajar Siswa SMAN 2 Malang. (Tesis). Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang. Malang.

Depdiknas. (2007). Materi Sosialisasi KTSP. Jakarta: Depdiknas.

Deswari. (2014). Peran Lagu Bertema Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Guna Menunbuhkan Karakter Peduli Lingkungan pada Siswa Sekolah Dasar. Dalam T. Hartati & I. Cahyani (Penyunting), Prosiding Konferensi Nasional Pendidikan Dasar SPs UPI 2014: Pendidikan Berkualitas dalam Membangun Generasi Emas 2045 (hlm. 368-376). Bandung: SPs- Pendas, UPI.


(41)

Fahmi, A.B. (2012). Implicit Attitude dan Pengukurannya. Jakarta : Rineka Cipta Hafiyah, N. & Puri, A. & Shadewi, R. (2011). Menguji Sikap Implisit dengan

Implicit Association Test. Makara: Sosial Humaniora, 15 (2), hlm. 94-108. Hastjarjo.D. (2008). Ringkasan buku Cook & Campbell.

Hernawan, A.H., Zaman, B., & Riyana. C. (2007). Media Pembelajaran. Bandung: UPI PRESS.

Huda, M. (2014). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Khanafiyah, S. & Yulianti, D. (2013). Model Problem Based Instruktion pada Perkuliahan Fisika Lingkungan untuk Mengembangkan Sikap Kepedulian Lingkungan. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 9, hlm. 35-42.

Keraf, A. S. (2010). Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: Buku Kompas.

Lickona, T. (2013). Mendidik untuk Membentuk Karakter. Jakarta: Bumi Aksara. Meltzer, D.E. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores. American Journal of Physics [Online]. Diakses dari http://www.physics.iastate.edu/per/docs/AJP-Dec-2002-Vo.70-1259-1268 .pdf.

Mendikbud. (2013). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: 2013.

Nuh, M. (2013). Pengembangan Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Priadi, M. A. & Sudarisman S. & Suparmi. (2012). Pembelajaran Biologi Menggunakan Model Problem Based Learning Melalui Metode Eksperimen Laboratorium dan Lapangan Ditinjau dari Keberagaman Kemampuan Berpikir Kritis dan Sikap Peduli Lingkungan. Jurnal Inkuiri. Vol. 1 (3), hlm. 217-226.

Rakhmawati Y. & Chamdani M. & Suryandari K.C. (2013). Penerapan Model PBL (Problem Based Learning) dalam Peningkatan Berpikir Kritis IPA Siswa Kelas V SD. (Skripsi). FKIP Universitas Sebelas Maret.


(42)

Rahayuningsih, S.U. (2008). Psikologi Umum 2. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Riduwan dan Sunarto. (2012). Pengantar statistika Untuk penelitian pendidikan, Sosial, Ekomoni, Komunikasi, dan Bisnis. Bandung: Alfabet.

Rufaida, S. & Sujiono, E.H. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran dan Pengetahuan Awal Terhadap Kemampuan Memecahkan Masalah Fisika Peserta Dididk Kelas XI IPA MAN 2 Model Makassar. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 2 (2), hlm. 161-168

Rusman dan Dewi, L. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Pakar Raya. Rusnayati, H. & Prima, E.C. (2011) Penerapan Model Pembelajaran Problem

Based Learning dengan Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Penguasaan Konsep Elastisitas pada Siswa SMA. Prosiding Seminar Nasional Penelitian: Pendidikan dan Penerapan MIPA. (331-338). Yogyakarta: Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.

Samatowa, U. (2010). Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Indeks. Sanjaya, W. (2014). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

pendidikan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Santrock. J.W. (2012). Perkembangan Masa-Hidup. Jakarta: Erlangga.

SDN I Gudangkahuripan. (2013). KTSP SDN I Gudangkahuripan. Bandung: SDN I Gudangkahuripan

Soepudin. U. (2014). Penggunaan Lembar Kerja Siswa Berbasis Masalah Dalam Pembelajaran IPA Secara Inkuiri untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa Sekolah Dasar. (Tesis.) Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Suderadjat, H. (2004). Impkementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Cipta Cekas Grafika.

Sudjoko, Wijaya, A., & Hidayati, S. (2010). Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta: Universitas Terbuka.

Suherman, E. (1990). Strategik Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sujarwanto, E. & Hidayat, W. (2014). Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika pada Modeling Instruction pada Siswa SMA Kelas XI. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, vol. 3 (1), hlm. 65-78.


(43)

Supinah dan Agus D.W. (2009). Strategi Pembalajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.

Sutrisno, L., Kresnadi, H., & Kartono. (2008). Pengembangan Pembelajaran IPA SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

Tawil, M. dan Liliasari. (2013). Berpikir Kompleks dan Implementasinya dalam Pembelajaran IPA. Makassar: Badan Penerbit UNM.

Taufik T, dkk. (2010). Desain Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran IPA (Fisika) Sekolah Menengah Pertama Di Kota Bandung. Jurnal Berkala Fisika, 13 (2), hlm. 31-44.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Titin & Sunarno, W & Masykuri, M. (2012). Pembelajaran Biologi Menggunakan Model Sains Teknologi Masyarakat (STM) Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Sikap Peduli Lingkungan. Jurnal Inkuiri, 1 (3), hlm. 245-257.

Toharudin, dkk. (2011). Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung: Humaniora.

Wardani R. & Analya P. (2012). Sikap Implicit Mahasiswa Terhadap Peduli atau Tidak Peduli Lingkungan. (Tesis). Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

Widiyanta, A. (2005). Sikap Terhadap Lingkungan dan Religiusitas. Jurnal USU: Psikologia, 1 (2), hlm. 86-95.

Widjajanti, J. B. (2009). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa Calon Pendidik Matematika: Apa dan Bagaimana Mengembangkannya? : Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA. Yogyakarta: UNY.

Widodo, T. & Kadarwati, S. (2013). Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa. Cakrawala Pendidikan, 31 (1), hlm. 161-171.

Widyarini, M.M.N. (2010). Sikap & Perubahan Sikap. Diakses dari http: //nilam.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/29390/BAB+7.+SIKAP+DAN+ PERUBAHAN+SIKAP.pdf.


(1)

tempat penelitian pada materi mencegah kerusakan alam akibat dari erosi, longsor, banjir, dan abrasi.

1. Problem Based Learning (PBL) menjadikan masalah nyata sebagai stimulus dalam pembelajaran, hal ini akan berdampak pada kemampuan guru dalam memilih materi IPA yang mengandung masalah nyata yang harus diselesaikan oleh peserta didik.

2. Peningkatan kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan melalui Problem Based Learning (PBL) menyita waktu sehingga membutuhkan keterampilan guru dalam menentukan masalah yang cukup komplek, yang dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang tersedia.

3. Peningkatan kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan melalui Problem Based Learning (PBL) mengharuskan peserta didik bekerja dalam tim-tim penyelidikan, sehingga dibutuhkan rancangan pengaturan kerja dalam kelompok yang dapat memanfaatkan waktu yang tersedia.

4. Dalam langkah-langkah Problem Based Learning (PBL), peserta banyak melakukan aktivitas mandiri dalam mencari informasi, hal ini berdampak pada kebutuhan akan perpustakaan dan akses internet yang memadai.

C. Rekomendasi

Rekomendasi yang muncul berkaitan dengan temuan penting dari penelitian ini, ditujukan pada pendidik dan pihak yang terkait dengan pendidikan terutama pendidikan tingkat sekolah dasar yang memiliki perhatian dalam pengembangan kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan.

1. Kemampuan dalam memilih masalah dalam materi IPA dan melakukan langkah-langkah pembelajaran yang melatihkan kemampuan memecahkan masalah sangat diperlukan sehingga layak untuk dilakukan penelitian yang mengkaji kepemilikan kemampuan memilih masalah dan melakukan langkah-langkah pemecahan masalah pada pendidik.

2. Pelaksanaan Problem Based Learning (PBL) yang berusaha meningkatan kemampuan memecahkan masalah dan sikap peduli lingkungan mengharuskan peserta didik bekerja dalam tim-tim penyelidikan, sehingga


(2)

dibutuhkan penelitian yang memadukan Problem Based Learning (PBL) dengan teknik kerja kelompok yang lebih efisien dalam memanfaatkan waktu. 3. Dalam Problem Based Learning (PBL) peserta banyak melakukan aktivitas mandiri dalam mencari informasi. Hal ini memberikan peluang penelitian yang memadukan PBL dan keterampilan peserta didik dalam mencari informasi baik melalui perpustakaan sekolah dan internet.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adisendjaja, Y.H. (2007). Penerapan Pendidikan Lingkungan Di Sekolah. Seminar Open Mind Jurusan Biolgi FKIP Universitas Pasundan (hlm. 1-20). Bandung: UNPAD.

Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. (2010). Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Afrizona, R. & Ratnawulan & Fauzi, A. (2012). Peningkatan Perilaku Berkarakter

Dan Keterampilan Berpikir Kritis Peserta didik Kelas IX MTSN Model Padang Pada Mata Pelajaran IPA-Fisika Menggunakan Model Problem Based Instruction. Jurnal: Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika 1, hlm. 1 -16. Arends, R.I. (2008). Learning To Teach. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arimbawa P. & Sadia I.W. & Tika I.N. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek (MPBP) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah IPA Sehari-hari Ditinjau dari Motivasi Berprestasi Siswa. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA, 3. hlm. 1-11.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan Perbukuan. (2011). Panduan Pelaksanaan pendidikan karakter. Jakarta: Kemendiknas.

Badan Pengendali Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat. (2001). Modul Spesifik 5 dari 6: Pembuka Wawasan Lingkungan Hidup Untuk SLTP dan SMU. Bandung: BPLHB Propinsi Jawa Barat.

Costa, A.L. dan Kallick, B. (2012). Belajar Dan Memimpin dengan Kebiasaan Pikiran: 16 Karakter Penting untuk Sukses. Jakarta: Indeks.

Creswell, J.W. (2013). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Darmawan, E. (2009). Pengaruh Pembelajaran Project Based Learning (PBL) pada Materi Ekosistem Terhadap Sikap dan Hasil Belajar Siswa SMAN 2 Malang. (Tesis). Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang. Malang.

Depdiknas. (2007). Materi Sosialisasi KTSP. Jakarta: Depdiknas.

Deswari. (2014). Peran Lagu Bertema Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Guna Menunbuhkan Karakter Peduli Lingkungan pada Siswa Sekolah Dasar. Dalam T. Hartati & I. Cahyani (Penyunting), Prosiding Konferensi Nasional Pendidikan Dasar SPs UPI 2014: Pendidikan Berkualitas dalam Membangun


(4)

Fahmi, A.B. (2012). Implicit Attitude dan Pengukurannya. Jakarta : Rineka Cipta Hafiyah, N. & Puri, A. & Shadewi, R. (2011). Menguji Sikap Implisit dengan

Implicit Association Test. Makara: Sosial Humaniora, 15 (2), hlm. 94-108. Hastjarjo.D. (2008). Ringkasan buku Cook & Campbell.

Hernawan, A.H., Zaman, B., & Riyana. C. (2007). Media Pembelajaran. Bandung: UPI PRESS.

Huda, M. (2014). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Khanafiyah, S. & Yulianti, D. (2013). Model Problem Based Instruktion pada Perkuliahan Fisika Lingkungan untuk Mengembangkan Sikap Kepedulian Lingkungan. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 9, hlm. 35-42.

Keraf, A. S. (2010). Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: Buku Kompas.

Lickona, T. (2013). Mendidik untuk Membentuk Karakter. Jakarta: Bumi Aksara. Meltzer, D.E. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores. American Journal of Physics [Online]. Diakses dari http://www.physics.iastate.edu/per/docs/AJP-Dec-2002-Vo.70-1259-1268 .pdf.

Mendikbud. (2013). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: 2013.

Nuh, M. (2013). Pengembangan Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Priadi, M. A. & Sudarisman S. & Suparmi. (2012). Pembelajaran Biologi Menggunakan Model Problem Based Learning Melalui Metode Eksperimen Laboratorium dan Lapangan Ditinjau dari Keberagaman Kemampuan Berpikir Kritis dan Sikap Peduli Lingkungan. Jurnal Inkuiri. Vol. 1 (3), hlm. 217-226.

Rakhmawati Y. & Chamdani M. & Suryandari K.C. (2013). Penerapan Model PBL (Problem Based Learning) dalam Peningkatan Berpikir Kritis IPA Siswa Kelas V SD. (Skripsi). FKIP Universitas Sebelas Maret.


(5)

Rahayuningsih, S.U. (2008). Psikologi Umum 2. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Riduwan dan Sunarto. (2012). Pengantar statistika Untuk penelitian pendidikan, Sosial, Ekomoni, Komunikasi, dan Bisnis. Bandung: Alfabet.

Rufaida, S. & Sujiono, E.H. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran dan Pengetahuan Awal Terhadap Kemampuan Memecahkan Masalah Fisika Peserta Dididk Kelas XI IPA MAN 2 Model Makassar. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 2 (2), hlm. 161-168

Rusman dan Dewi, L. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Pakar Raya. Rusnayati, H. & Prima, E.C. (2011) Penerapan Model Pembelajaran Problem

Based Learning dengan Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Penguasaan Konsep Elastisitas pada Siswa SMA. Prosiding Seminar Nasional Penelitian: Pendidikan dan Penerapan MIPA. (331-338). Yogyakarta: Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.

Samatowa, U. (2010). Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Indeks. Sanjaya, W. (2014). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

pendidikan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Santrock. J.W. (2012). Perkembangan Masa-Hidup. Jakarta: Erlangga.

SDN I Gudangkahuripan. (2013). KTSP SDN I Gudangkahuripan. Bandung: SDN I Gudangkahuripan

Soepudin. U. (2014). Penggunaan Lembar Kerja Siswa Berbasis Masalah Dalam Pembelajaran IPA Secara Inkuiri untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa Sekolah Dasar. (Tesis.) Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Suderadjat, H. (2004). Impkementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Cipta Cekas Grafika.

Sudjoko, Wijaya, A., & Hidayati, S. (2010). Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta: Universitas Terbuka.

Suherman, E. (1990). Strategik Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sujarwanto, E. & Hidayat, W. (2014). Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika pada Modeling Instruction pada Siswa SMA Kelas XI. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, vol. 3 (1), hlm. 65-78.


(6)

Supinah dan Agus D.W. (2009). Strategi Pembalajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.

Sutrisno, L., Kresnadi, H., & Kartono. (2008). Pengembangan Pembelajaran IPA SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

Tawil, M. dan Liliasari. (2013). Berpikir Kompleks dan Implementasinya dalam Pembelajaran IPA. Makassar: Badan Penerbit UNM.

Taufik T, dkk. (2010). Desain Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran IPA (Fisika) Sekolah Menengah Pertama Di Kota Bandung. Jurnal Berkala Fisika, 13 (2), hlm. 31-44.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Titin & Sunarno, W & Masykuri, M. (2012). Pembelajaran Biologi Menggunakan Model Sains Teknologi Masyarakat (STM) Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Sikap Peduli Lingkungan. Jurnal Inkuiri, 1 (3), hlm. 245-257.

Toharudin, dkk. (2011). Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung: Humaniora.

Wardani R. & Analya P. (2012). Sikap Implicit Mahasiswa Terhadap Peduli atau Tidak Peduli Lingkungan. (Tesis). Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

Widiyanta, A. (2005). Sikap Terhadap Lingkungan dan Religiusitas. Jurnal USU: Psikologia, 1 (2), hlm. 86-95.

Widjajanti, J. B. (2009). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa Calon Pendidik Matematika: Apa dan Bagaimana Mengembangkannya? : Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA. Yogyakarta: UNY.

Widodo, T. & Kadarwati, S. (2013). Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa. Cakrawala Pendidikan, 31 (1), hlm. 161-171.

Widyarini, M.M.N. (2010). Sikap & Perubahan Sikap. Diakses dari http: //nilam.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/29390/BAB+7.+SIKAP+DAN+ PERUBAHAN+SIKAP.pdf.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pembelajaran Berbasis Problem Based Learning (PBL) Terhadap Keterampilan Memecahkan Masalah Pada Konsep Keanekaragaman Hayati

1 13 250

Pengaruh Model Problem Based Learning dengan Scaffolding Learning Activities Terhadap Kemampuan Memecahkan Masalah.

0 0 19

Pengaruh Model Problem Based Learning dengan Scaffolding Learning Activities Terhadap Kemampuan Memecahkan Masalah Siswa BAB 0

0 0 19

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN FISIKA MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DITINJAU DARI PENGUASAAN MATERI, KETERAMPILAN MEMECAHKAN MASALAH, DAN SIKAP KERJASAMA PESERTA DIDIK SMA.

0 8 247

Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Eksploratif Berbasis Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Memecahkan Masalah Peserta Didik SMA Kelas X.

0 3 41

Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Model Problem-Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Keterampilan Proses IPA dan Sikap Peduli Lingkungan Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama.

1 2 2

PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN MEMECAHKAN MASALAH.

0 4 16

Penggunaan Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Dan Sikap Peduli Lingkungan Peserta Didik - repository UPI T PD 1308126 Title

0 0 4

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER SISWA DAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH PADA MATERI SISTEM PENCERNAAN

0 0 31

Perbandingan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik antara yang menggunakan model problem based learning (PBL) dengan problem solving

0 0 8