1AKHMAD NURDIN(I 8608007)

(1)

LAPORAN

PROYEK AKHIR

PEMBUATAN

BIKE

TRAILER

PROYEK AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md) Program Studi DIII Teknik Mesin Otomotif

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

AKHMAD NURDIN (I 8608007)

ANDI DWI SAPUTRO (I 8608040)

PROGRAM DIPLOMA III TEKNIK MESIN OTOMOTIF

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012


(2)

ii


(3)

iii


(4)

iv

HALAMAN MOTTO

v Manusia sepantasnya berdoa dan berusaha, walau Tuhan yang

menentukan.

v Kita tidak bisa membangun masa depan kita tanpa membantu orang lain

membangun masa depan mereka.

v Anda bisa sukses sekali pun tak ada orang yang percaya anda bisa. Tapi

anda tak pernah akan sukses jika tidak percaya pada diri sendiri.

v Dalam hidup ini, banyak orang yang gagal karena tidak menyadari betapa

mereka sudah mendekati sukses disaat mereka menyerah.

v Tak ada suatu rencana tidak dapat terwujud kala kita punya keyakinan

dan mengubah cara pandang kita, semua itu dapat terwujud karena tekad semangat dan keyakinan.

v Keberhasilan ialah secuil rasa bahagia yang paling indah di dunia ini.

v Kegagalan merupakan sebuah peringatan atas kesalahan kita dalam

mewujudkan cita-cita.


(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Sebuah hasil karya yang kami buat demi menggapai sebuah cita-cita, yang ingin ku-persembahkan kepada:

Allah SWT serta nabi junjungan kita Muhammad SAW yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah–Nya sehingga hamba dapat melaksanakan `Tugas Akhir’ dengan baik serta dapat menyelesaikan laporan ini.

Bapak dan Ibu yang saya sayangi dan cintai yang telah memberi dorongan moril maupun meteril serta semangat yang tinggi sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Kakak yang saya sayangi dan cintai.

Teman – teman seperjuangan yang saya sayangi, ayo kejar cita – citamu. D III Otomotif’08

Teman – teman Oto_nk tetap kompak dan semangat. Alim, dan Wahyu makasih telah berjuang bersama.

Ade’-ade’ angkatanku, tingkatkan mutu dan kualitas diri, jangan pernah menyerah !!!


(6)

vi

ABSTRAKSI

AKHMAD NURDIN, ANDI DWI SAPUTRO, 2012, PEMBUATAN

BIKE TRAILER, Proyek Akhir, Program Studi, Diploma III Mesin Otomotif,

Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Banyak komunitas sepeda menginginkan bersepeda di alam yang lebih terbuka, terkadang tempat yang diinginkan tersebut terlalu jauh dari daerah tempat tinggal dan tidak memungkinkan dengan mengendarai sepeda. Untuk mengatasinya digunakan bike trailer yang dirancang sesuai kebutuhan, dalam penggunaannya ditarik oleh mobil. Dengan bike trailer ini sepeda diletakkan pada posisi yang disediakan di atasnya, bagian pengaitnya (hook) dipasangkan dengan bagian bumper belakang mobil. Dengan demikian, bike trailer dapat digunakan sebagai solusi bagi komunitas sepeda yang menginginkan bersepeda di tempat yang diinginkan meskipun tempat tersebut jauh dari tempat tinggal.

Proyek Akhir ini bertujuan untuk merancang dan membuat bike trailer dengan kapasitas delapan buah sepeda. Proses pembuatan bike trailer ini melalui beberapa tahapan yaitu perencanaan gambar, design rangka, dan proses pembuatan dan perakitan bike trailer.

Dari perancangan dan pembuatan yang dilakukan dihasilkan bike trailer, dengan spesifikasi sebagai berikut :

Ø Memiliki kapasitas angkut delapan sepeda polygon tipe heist

Ø Secara keseluruhan bike trailer memiliki panjang 300 cm x lebar 150 cm

Ø Gaya tarik bike trailer 200 N


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Proyek Akhir ini dengan judul ”Pembuatan bike

trailer”. Laporan Proyek Akhir ini disusun untuk memenuhi syarat mendapatkan

gelar Ahli Madya (A.Md) dan menyelesaikan Program Studi DIII Teknik Mesin Otomotif Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mengalami masalah dan kesulitan, tetapi berkat bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak maka penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Heru Sukanto, ST., MT selaku Ketua Program D III Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Eko Prasetya Budiana, ST., MT selaku pembimbing I Proyek Akhir. 3. Bapak Zainal Arifin, ST.,MT selaku pembimbing II Proyek Akhir.

4. Bapak Jaka Sulistya Budi, S.T., selaku koordinator Proyek Akhir.

5. Alim Pujiyanto, Wahyu Widodo, dan Andi Dwi Saputro sebagai teman satu kelompok terima kasih atas kekompakkan dan kerja samanya dalam menyelesaikan proyek akhir

6. Mas Solikin, Mas Mamad, dan Lek Yan selaku laboran Motor Bakar terima kasih atas bimbingan dan bantuannya.

7. Teman – teman seangkatanku, D3 Teknik Mesin Otomotif 2008 terima kasih atas persaudaraan, kekompakan dan canda tawanya.

8. Semua pihak semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu – persatu yang telah membantu dalam penyusunan laporan proyek akhir ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu dalam penyusunan laporan ini, maka segala kritikan yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini.


(8)

viii

Akhir kata penulis hanya bisa berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan para pembaca baik dari kalangan akademis maupun lainnya.

Surakarta, Januari 2012 Penulis


(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAKSI ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan masalah ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Tujuan Proyek Akhir ... 2

1.5 Manfaat Proyek Akhir ... 2

1.6 Metode Penulisan ... 3

1.7 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II LANDASAN TEORI ... 4

2.1 Sepeda ... 4

2.1.1 Sejarah Pekembangan Sepeda ... 4

2.1.2 Jenis Sepeda ... 5

2.2 Pembawa Sepeda Menggunakan Mobil ... 8

2.2.1 Macam- Macam Pembawa Sepeda Menggunakan Mobil ... 9

2.3 Spesifikasi Mitsubitsi Colt T120... 12

2.4 Safety Factor ... 12

2.5 Statika ... 13


(10)

x

2.5.1 Gaya Luar ... 14

2.5.2 Gaya Dalam ... 14

2.5.3 Tumpuan ... 15

2.5.4 Diagram Gaya Dalam ... 16

2.6 Dasar-Dasar Pengelasan ... 17

2.6.1 Definisi Pengelasan ... 17

2.6.2 Las Busur Listrik ... 18

2.6.3 Bahan Fluks... 18

2.6.4 Klasifikasi Elektroda ... 19

2.6.5 Sambungan Las ... 19

2.7 Sambungan Baut ... 22

2.8 Perhitungan Kekuatan Bahan Rangka ... 24

2.9 Gaya Tarik Maksimal Mobil ... 25

BAB III PERENCANAAN ... 27

3.1 Gambar Design Bike Trailer ... 27

3.2 Pemilihan Bahan ... 28

3.3 Perencanaan Dimensi ... 29

3.3.1 Rangka ... 29

3.3.2 Penyangga Sepeda... 31

3.3.3 Pengait Roda Depan ... 32

3.3.4 Towing Bar ... 33

3.3.5 Bracket ... 34

3.3.6 Dudukan lampu belakang... 35

3.4 Perhitungan Perancangan ... 35

3.2.1 Distribusi Gaya Rangka dan Penyangga Sepeda ... 36

3.2.2 Perhitungan Mekanika pada Rangka ... 61

3.2.3 Perhitungan Mekanika pada Penyangga Sepeda ... 67

3.2.4 Perhitungan Mekanika pada Bracket ... 71

3.2.5 Perhitungan Mekanika pada Towing Bar ... 73 3.2.6 Gaya Tarik Maksimal Mobil ... 90 commit to user


(11)

xi

BAB IV Pembuatan Trailer Bike dan Perincian Biaya ... 92

4.1 Pembuatan Bike Trailer ... 92

4.1.1 Pembuatan Rangka ... 92

4.1.2 Pembuatan Penyangga Sepeda ... 94

4.1.3 Pembuatan Pengait Roda Sepeda ... 96

4.1.4 Pembuatan Bracket ... 97

4.1.5 Membuat Towing Bar ... 98

4.1.6 Pengecatan ... 100

4.1.7 Membuat Lantai Trailer Bike dan Perlengkapannya 100

4.1.8 Proses Perakitan ... 102

4.2 Spesifikasi Bike Trailer ... 106

4.3 Perincian Biaya Pembuatan Bike Trailer ... 107

BAB V PENUTUP ... 111

5.1 Kesimpulan ... 111

5.2 Saran ... 111 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sepeda rancangan James Starley ... 5

Gambar 2.2 Sepeda gunung ... 6

Gambar 2.3 Sepeda jalan raya ... 7

Gambar 2.4 Sepeda Lipat ... 7

Gambar 2.5 Sepeda fixie ... 8

Gambar 2.6 Sepeda BMX ... 8

Gambar 2.7 Bike carrier menempel pada bumper belakang ... 10

Gambar 2.8 Bike carrier yang digantungkan ... 10

Gambar 2.9 Bike carrier di atas mobil ... 11

Gambar 2.10 Bike trailer ... 11

Gambar 2.11 Mitsubitsi Colt T120 ... 12

Gambar 2.13 Sketsa prinsip statika kesetimbangan ... 13

Gambar 2.14 Sketsa potongan torsi ... 15

Gambar 2.15 Sketsa gaya dalam dan gaya luar ... 15

Gambar 2.16 Sketsa tumpuan roll ... 15

Gambar 2.17 Sketsa tumpuan sendi ... 16

Gambar 2.18 Sketsa tumpuan jepit ... 16

Gambar 2.12 Las busur listrik ... 18

Gambar 2.19 Macam-macam sambungan tumpul ... 20

Gambar 2.20 Macam-macam sambungan T ... 20

Gambar 2.21 Macam-macam sambungan sudut ... 20

Gambar 2.22 Macam-macam sambungan tumpang ... 21

Gambar 2.23 Macam-macam sambungan sisi ... 21

Gambar 2.24 Bentuk ulir ... 23

Gambar 2.25 Sketsa beban eksentrik tegak lurus dengan sumbu baut ... 23

Gambar 2.26 Penampang bahan rangka ... 24

Gambar 3.1 Design bike trailer... 27

Gambar 3.2 Design bike trailer tampak belakang ... 27 Gambar 3.3 Design bike trailer tampak samping ... 28 commit to user


(13)

xiii

Gambar 3.4 Design rangka utama (satuan cm) ... 30

Gambar 3.5 Design rangka segitiga (satuan cm) ... 30

Gambar 3.6 Design penyangga sepeda ... 31

Gambar 3.8 Design penyangga sepeda tampak samping (satuan cm) ... 32

Gambar 3.9 Design pengait roda depan (satuan cm) ... 32

Gambar 3.10 Design towing bar (satuan mm) ... 33

Gambar 3.11 Design towing bar (satuan mm) ... 34

Gambar 3.12 Design bracket (satuan mm) ... 35

Gambar 3.13 Design dudukan lampu belakang (satuan cm) ... 35

Gambar 3.14 Distribusi gaya dengan penumpu pegas daun ... 36

Gambar 3.15 Potongan 1-1 ... 37

Gambar 3.16 Potongan 2-2 ... 38

Gambar 3.17 Potongan 4-4 ... 39

Gambar 3.18 Potongan 5-5 ... 40

Gambar 3.19 Potongan 6-6 ... 41

Gambar 3.20 Potongan 6-6 ... 42

Gambar 3.21 Potongan 6-6 ... 43

Gambar 3.22 Diagram gaya normal ... 44

Gambar 3.23 Diagram gaya geser ... 45

Gambar 3.24 Diagram gaya momen ... 45

Gambar 3.25 Distribusi gaya dengan penumpu pegas daun ... 46

Gambar 3.26 Distribusi gaya penyangga sepeda bagian kanan ... 46

Gambar 3.27 Potongan 1-1 ... 47

Gambar 3.28 Potongan 2-2 ... 47

Gambar 3.29 Potongan 3-3 ... 48

Gambar 3.30 Diagram gaya normal ... 49

Gambar 3.31 Diagram gaya geser ... 50

Gambar 3.32 Diagram gaya momen ... 50

Gambar 3.33 Distribusi gaya penyangga sepeda bagian kiri ... 50

Gambar 3.34 Potongan 1-1 ... 51 Gambar 3.35 Potongan 2-2 ... 52 commit to user


(14)

xiv

Gambar 3.36 Potongan 4-4 ... 53

Gambar 3.37 Diagram gaya normal ... 54

Gambar 3.38 Diagram gaya geser ... 54

Gambar 3.39 Diagram gaya momen ... 54

Gambar 3.40 Distribusi gaya penumpu “titik D” ... 55

Gambar 3.41 NFD batang D-D’ ... 56

Gambar 3.42 Distribusi gaya penumpu “titik A” ... 56

Gambar 3.43 NFD batang A-A’ ... 57

Gambar 3.44 SFD batang A-A’ ... 58

Gambar 3.45 BMD batang A-A’... 58

Gambar 3.46 Distribusi gaya penumpu “titik B” ... 58

Gambar 3.47 NFD batang B-B’ ... 59

Gambar 3.48 SFD batang B-B’ ... 60

Gambar 3.49 BMD batang B-B’ ... 60

Gambar 3.50 Penampang bahan... 61

Gambar 3.51 Penampang pengelasan ... 63

Gambar 3.52 Penampang pengelasan ... 65

Gambar 3.53 Penampang bahan... 67

Gambar 3. 54 Penampang pengelasan ... 69

Gambar 3.55 Penampang pengelasan bracket pada rangka segitiga ... 71

Gambar 3.56 Penampang sambuangan las pada towing ... 73

Gambar 3.57 Penampang pengelasan dudukan pengait bracket ... 76

Gambar 3.58 Sambungan baut pengit bracket ... 78

Gambar 3.59 Penampang pengelasan dudukan pengait bracket ... 80

Gambar 3.60 Sambungan baut pengit towing bar dengan flange-nya ... 82

Gambar 3.61 Penampang pengelasan dudukan pengait bracket ... 84

Gambar 3.62 Penampang pengelasan dudukan pengait bracket ... 84

Gambar 3.63 Penampang pengelasan dudukan pengait bracket ... 86

Gambar 3.64 Sambungan baut flange towing bar dengan chasis mobil ... 88

Gambar 4.1 Design rangka utama ... 93 Gambar 4.2 Design rangka segitiga ... 93 commit to user


(15)

xv

Gambar 4.3 Hasil pengelasan dudukan pegas daun ... 94

Gambar 4.4 Hasil pengelasan rangka segitiga ... 94

Gambar 4.5 Design penyangga sepeda tampak atas ... 95

Gambar 4.6 Design penyangga sepeda tampak samping ... 95

Gambar 4.7 Hasil pengelasan penyangga sepeda ... 96

Gambar 3.8 Design pengait roda depan (satuan cm) ... 97

Gambar 3.9 Design bracket (satuan mm) ... 98

Gambar 4.10 Design flange towing bar (satuan cm) ... 98

Gambar 4.11 Design towing bar (satuan mm,skala 1:4)... 99

Gambar 4.12 Hasil pengecatan rangka, bracket dan towing bar ... 100

Gambar 4.13 Dudukan bracket ... 101

Gambar 4.14 Sambungan rangka utama dengan rangka segitiga ... 102

Gambar 4.15 Hasil perakitan rangka ... 102

Gambar 4.16 Hasil pemasangan suspensi dan roda ... 103

Gambar 4.17 Hasil perakitan lantai ... 103

Gambar 4.18 Design dudukan lampu belakang ... 104

Gambar 4.19 Hasil pemassangan lampu belakang... 104

Gambar 4.20 Sambungan bracket dengan towing bar ... 105

Gambar 4.21 Hasil Akhir pembuatan bike trailer... 105

Gambar 4.22 Bike trailer dengan sepeda ... 105


(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Safety factor berdasarkan jenis material dan jenis bahan ... 12

Tabel 2. Perincian biaya membuat rangka ... 107

Tabel 3. Perincian biaya suspensi dan roda ... 108

Tabel 4. Perincian biaya membuat lantai dan lampu belakang ... 108

Tabel 5. Perincian biaya membuat bracket dan towing bar ... 109

Tabel 6. Perincian biaya alat ... 109

Tabel 7. Total biaya ... 110


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Meningkatnya kesadaran masyarakat pentingnya hidup sehat ditunjukan dengan melakukan kegiatan-kegiatan olahraga. Kegiatan olahraga yang dilakukan secara rutin akan meningkatkan stamina dan vitalitas tubuh, sehingga memberikan dampak pada meningkatnya stamina dan produktivitas kerja. Salah satu kegiatan olahraga yang beberapa tahun belakangan ini semakin meningkat adalah bersepeda, baik bersepeda santai, sepeda gunung, sepeda cepat (balap), sepeda ke kantor, sepeda ke sekolah/kampus, bahkan sepeda antik.

Dahulu kebanyakan orang menggunakan sepeda sebagai sarana trasportasi. Dewasa ini pengguna sepeda sebagai sarana transportasi semakin sedikit karena kebanyakan orang memilih menggunakan kendaraan bermotor. Dengan bergesernya sebagai sarana transportasi, peran sepeda lebih mengarah pada sarana olahraga yang memiliki keunggulan lebih ekonomis, menyehatkan, dan mengurangi pencemaran udara.

Dominasi kendaraan bermotor di jalan-jalan kota besar menyebabkan ruang gerak sepeda semakin terbatas. Adanya program semacam Car Free Day di kota-kota besar semakin membuka ruang gerak untuk sarana olahraga sepeda, hal ini ditunjukan dengan tumbuh dan berkembangnnya komunitas-komunitas sepeda. Menjamurnya komunitas pesepeda tersebut selain dilandasi oleh alasan pentingnya hidup sehat, hobi, juga kepekaan terhadap terciptanya lingkungan yang bebas polusi udara dan isu pemanasan global (global warming).

Banyak komunitas sepeda menginginkan bersepeda di alam yang lebih terbuka, terkadang tempat yang diinginkan tersebut terlalu jauh dari daerah tempat tinggal dan tidak memungkinkan dengan mengendarai sepeda. Untuk mengatasinya digunakan bike trailer yang dirancang sesuai kebutuhan, dalam penggunaannya ditarik oleh mobil. Dengan bike trailerini sepeda diletakkan pada posisi yang disediakan di atasnya, bagian pengaitnya (hook) dipasangkan dengan bagian bumper belakang mobil.


(18)

Dengan demikian, bike trailerdapat digunakan sebagai solusi bagi komunitas sepeda yang menginginkan bersepeda di tempat yang diinginkan meskipun tempat tersebut jauh dari tempat tinggal.

1.2.Perumusan Masalah

Bagaimana merancang dan membuat bike trailer dengan kapasitas delapan buah sepeda.

1.3.Batasan Masalah

Agar penyusunan tidak melebar dan terarah, maka penulis melakukan beberapa pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Sepeda yang digunakan pada pembuatan bike trailer ini adalah polygon tipe heist

2. Penulisan dibatasi pada perencanaan gambar, design rangka, dan proses pembuatan bike trailer

3. Perhitungan dibatasi pada perhitungan statika, kekuatan bahan, kekuatan sambungan baut, dan kekuatan sambungan las

1.4.Tujuan Proyek Akhir

Tujuan dari pembuatan proyek akhir ini untuk

1. Merancang bike trailerdengan kapasitas delapan buah sepeda 2. Membuat bike trailer dengan kapasitas delapan buah sepeda

1.5.Manfaat Proyek Akhir

Manfaat yang diperoleh dari penyusunan laporan Poyek Akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Penulis

Dapat menambah pengetahuan, dan pengalaman tentang perancanaan gambar, perencanaan design, dan proses kerja dalam manufacture

2. Bagi Universitas

Sebagai referensi untuk pembuatan alat-alat yang lebih inovatif.


(19)

Data-data yang didapatkan penulis sebagai bahan-bahan dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini dilakukan dengan metode sebagai berikut:

1. Metode Observasi

Metode ini dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan langsung dan mencatat secara langsung pada obyek yang diteliti atau dibuat.

2. Metode Wawancara

Metode ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada narasumber atau kepada pihak-pihak lain yang dapat memberikan informasi sehingga membantu dalam penulisan laporan ini.

3. Metode Literatur

Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang berasal dari buku-buku yang ada kaitannya dengan obyek penelitian.

1.7.Sistematika Penulisan

Laporan penulisan Proyek Akhir ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan proyek akhir, manfaat proyek akhir, metode penulisan, dan

sistematika penulisan.

BAB II Dasar Teori

Bab ini berisi dasar-dasar pengelasan, pengetahuan dasar statika, dan dasar-dasar perhitungan mekanika.

BAB III Perancangan

Bab ini berisi rencana design, dan analisa perhitungan design. BAB IV Pembuatan Bike Trailerdan perincian biaya

Bab ini berisi proses pembuatan bike trailer, dan perincian biaya BAB V Penutup

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran. Daftar Pustaka


(20)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sepeda

2.2.1 Sejarah Perkembangan Sepeda

Sepeda adalah kendaraan beroda dua atau tiga, mempunyai kemudi (stang). tempat duduk, dan sepasang pengayuh yang digerakkan kaki untuk menjalankannya. Awalnya sepeda berasal dari Perancis (Ensiklopedia Columbia). Awal abad ke-18 negeri itu sudah sejak mengenal alat transportasi roda dua yang dinamai velocipede. Konstruksi velocipede belum menggunaakan besi, tapi dari kayu. Bahkan bentuk awal velocipede tanpa engkol pedal, dan tanpa tongkat kemudi (stang).

Tahun 1818, seorang Jerman bernama Baron Karls Drais von Sauerbronn dicatat sebagai seorang penyempurna velocipede. Oleh Baron Karls Drais, velocipede dimodifikasi memiliki mekanisme kemudi pada bagian roda depan dan mengambil tenaga gerak dari kedua kaki.

Tahun 1839 Kirkpatrick Macmillan dari Skotlandia seorang pandai besi membuat sepeda dengan kontruksi besi dan dirangkai menggunakan las. Selain itu dia menambahkan batang penggerak yang menghubungkan antara roda belakang dengan ban depan. Batang penggerak tersebut berupa engkol pedal.

Tahun 1855 Ernest Michaux dari Perancis mencatat upaya penyempurnaan sepeda dengan membuat pemberat engkol, sehingga laju sepeda lebih stabil. Tahun 1865 orang Perancis lainnya, Pierre Lallement memperkuat roda dengan menambahkan lingkaran besi di sekelilingnya yang sering disebut velg.

Tahun 1870 James Starley memproduksi sepeda dengan roda depan yang sangat besar (high wheel bicycle) dengan roda belakangnya sangat kecil. Starley berhasil membuat terobosan dengan mencipta roda berjari-jari dan metode cross –

tangent, hingga kini, kedua teknologi itu masih terus dipakai. Sehingga sepeda

menjadi lebih ringan untuk dikayuh. Sepeda ini memiliki banyak kekurangan, dengan posisi pedal dan jok yang cukup tinggi. Hal ini menjadi dilema bagi


(21)

orang-orang yang berperawakan mungil dan wanita, karena mereka mengeluhkan kesulitan untuk mengendarainya.

Gambar 2.1 Sepeda rancangan James Starley

(http://www.beritaunik.net)

Tahun 1886 keponakan James Starley, John Kemp Starley menyempurnakan karya James Starley yang dapat digunakan semua orang. Sepeda ini memiliki rantai untuk menggerakkan roda belakang dan ukuran kedua rodanya sama.

Tahun 1888 John Boyd Dunlop berhasil menemukan teknologi ban sepeda yang bisa diisi dengan angin (pneumatic tire). Penemuan lainnya, seperti rem, perbandingan gigi yang bisa diganti, rantai, kemudi yang bisa digerakkan, dan masih banyak lagi yang semakin menambah daya tarik sepeda. Sejak itu, berjuta-juta orang mulai menjadikan sepeda sebagai alat transportasi. Meski sekarang perannya mulai disingkirkan kendaraan bermotor, sepeda tetap digemari banyak orang.

2.2.2 Jenis Sepeda

Sepeda mempunyai beragam nama dan model. Pengelompokan sepeda biasanya berdasarkan fungsi dan ukurannya, berikut pengelompokan sepeda biasanya berda-sarkan fungsinya

1. Sepeda gunung

Sepeda gunung atau (All Terrain Bike/ATB) adalah sepeda yang digunakan dalam medan yang berat. Pertama kali diperkenalan tahun 1970 oleh pemakai commit to user


(22)

sepeda di perbukitan San Fransisco. Sepeda gunung digunakan untuk lintasan off-road dengan rangka yang kuat, memiliki suspensi, dan kombinasi kecepatan. Sejak saat itu dunia mengenal sepeda gunung ini.

Ciri-ciri sepeda gunung adalah ringan, bentuk kerangka yang terbuat dari baja, aluminium dan yang terbaru menggunakan bahan komposit serat karbon

(Carbon Fiber Reinforced Plastic) dan menggunakan shock breaker. Sedangkan

ban yang dipakai adalah yang memiliki kemampuan untuk mencengkeram tanah dengan kuat. Sepeda gunung memiliki 18-27 gear pindah yang untuk mengatur kecepatan dan kenyamanan dalam mengayuh pedalnya.

Gambar 2.2 Sepeda gunung

(http://www.kaskus.us)

2. Sepeda Jalan Raya

Sepeda jalan raya juga dikenal sebagai road bike, merupakan sepeda yang didesain untuk melaju di jalan raya. Sepeda ini digunakan untuk balap jalan raya, bobot keseluruhan yang ringan, ban halus untuk mengurangi gesekan dengan jalan.

Dibandingkan dengan tipe sepeda yang lain, sepeda ini memiliki ciri khas tersendiri, yaitu ban yang halus untuk mengurangi gesekan dengan jalan, berat yang sangat ringan, dan kemudi yang aerodinamis.


(23)

Gambar 2.3 Sepeda jalan raya

(http://www.kaskus.us)

3. Sepeda Lipat

Sepeda lipat adalah sepeda yang memiliki engsel pada rangkanya dan bisa dilipat menjadi lebih ringkas. Sepeda lipat bisa dibawa ke dalam angkutan umum, disimpan di apartemen ataupun kantor dimana sepeda biasa dengan ukuran yang besar tidak diijinkan.

Gambar 2.4 Sepeda Lipat

(http://www.arthazone.com)

4. Sepeda Fixie

Sepeda Fixie identik dengan gaya minimalis, murah, dan tidak ribet. Sepeda Fixie memiliki cirri-ciri tidak memiliki rem, pedal terus berputar selama roda mengelinding, menggunakan ban yang tipis. Membangun sepeda Fixie ini


(24)

lumayan, karena komponen begitu banyak yang sebagian bisa dikombinasikan dengan komponen sepeda balap.

Gambar 2.5 Sepeda fixie

(http://www.bogeloblast.net)

5. Sepeda BMX

BMX merupakan kependekan dari bicycle moto-cross, banyak digunakan untuk atraksi.

Gambar 2.6 Sepeda BMX

(http://jawarakampung.blogspot.com)

2.2 Pembawa Sepeda Menggunakan Mobil

Banyak penghobi sepeda menginginkan bersepeda di alam yang lebih terbuka, terkadang tempat yang diinginkan tersebut terlalu jauh dari daerah tempat tinggal dan tidak memungkinkan dengan mengendarai sepeda. Untuk mengatasinya dapat digunakan dengan pembawa sepeda yang dirancang sesuai commit to user


(25)

kebutuhan. Dalam rancangannya, pembawa sepeda ini kebanyakan diaplikasikan pada kendaraan bermotor, namun pada umumnya pembawaan ini menggunakan mobil.

2.2.1 Macam-macam pembawa sepeda menggunakan mobil

1. Pembawa sepeda menjadi satu dengan mobil

Pembawa sepeda ini sering disebut bike carrier, atau ada juga yang sering menyebut dengan bike towing. Bike carrier ini berciri khas simpel, dan menempel pada mobil, namun hanya mampu membawa beberapa buah sepeda saja karena

bike carrier bersifat pribadi atau keluarga.

Bike carrier ini digolongkan menjadi dua, yaitu :

a. Menempel di belakang mobil

Pada bike carrier jenis ini awalnya hanya menempel pada bumper belakang mobil. Namun seiring perkembangannya bike carrier jenis ini dirancang lebih simpel, yaitu digantungkan pada bodi belakang dengan penguat tali.

Pada bike carrier yang menempel pada bumper, pengait biasanya pada kedua rodanya. Namun ada pula roda depan dilepas dan pengaitnya dipindah ke dudukan poros roda, sedangkan rodanya dibuatkan dudukan sendiri.

Pada bike carrier yang digantungkan, pengaitnya pada rangka sepeda, hal inilah kelebihan dari bike carrier yang digantungkan yaaitu lebih ringkas pada pemasangannya. Namun pada bike carrier yang digantungkan berat sepeda harus ringan, tidak lebih dari 20 kg.


(26)

Gambar 2.7 Bike carrier menempel pada bumper belakang

(http://dapurpacu.com)

Gambar 2.8 Bike carrier yang digantungkan

(http://tokobajusepeda.com)

b. Diletakkan di atas mobil

Selain untuk tempat barang bawaan, carrier diatas mobil juga dapat digunakan sebagai pembawa sepeda. pada bike carrier jenis ini, pengait biasanya pada kedua rodanya. Namun ada pula roda depan dilepas dan pengaitnya dipindah ke dudukan poros roda, sedangkan rodanya dibuatkan dudukan sendiri.


(27)

Gambar 2.9 Bike carrier di atas mobil

(http://modifikasi.com)

2. Pembawa sepeda terpisah dengan mobil

Pembawa sepeda ini sering disebut bike trailer dan penggunaannya ditarik oleh mobil. Dengan bike trailer ini sepeda diletakkan pada posisi yang disediakan di atasnya sedangkan bagian pengaitnya (hook) dipasangkan dengan bumper belakang mobil. Bike trailer cocok digunakan untuk komunitas sepeda, karena mampu membawa sampai delapan buah sepeda bahkan lebih.

Gambar 2.10 Bike trailer


(28)

2.3 Spesifikasi Mitsubitsi Colt T120

Gambar 2.11 Mitsubitsi Colt T120

(http://mobilretro.com)

Mobil ini diproduksi pertama kalinya pada 1975, varian mobil ini memiliki 3 baris bangku yang dapat mengangkut 9 penumpang. Mesin yang digunakan adalah KE-44 yang berkapasitas 1,3 L dan sanggup memberikan daya 65 PS (80 Kw; 66 HP) dengan torsi maksimal 107 Nm pada RPM 3100. Dengan daya tersebut, kecepatan tertingginya 125 Km/Jam.

2.4 Safety Factor

Safety factor adalah tambahan nominal hasil perhitungan untuk meningkatkan keamanan penggunaan suatu elemen mesin yang telah dikalkulasi karakteristik-nya. Pada bike trailer ini menggunakan suspensi jenis pegas daun, sehingga mengalami beban kejut dan safety factor yang digunakan adalah beban kejut/dinamis II sebagaimana pada tabel 1 dibawah ini

Tabel 1. Safety factor berdasarkan jenis material dan jenis bahan

(Khurmi, RS. 1982. “ Machine Design” . New Delhi)


(29)

Tabel 1. Safety factor berdasarkan jenis material dan jenis bahan (lanjutan)

2.5 Statika

Statika adalah ilmu yang mempelajari tentang kesetimbangan dari suatu beban terhadap gaya-gaya dan juga beban yang mungkin ada pada bahan tersebut. Dalam ilmu statika keberadaan gaya-gaya yang mempengaruhi sistem menjadi suatu obyek tinjauan utama. Sedangkan dalam perhitungan kekuatan rangka, gaya-gaya yang diperhitungkan adalah gaya luar dan gaya dalam.

Gambar 2.13 Sketsa prinsip statika kesetimbangan

(http://www.digilbi.uns.ac.id)

Jenis beban dapat dibagi menjadi :

1.Beban dinamis adalah beban yang besar dan/atau arahnya berubah terhadap waktu

2.Beban statis adalah beban yang besar dan/atau arahnya tidak berubah terhadap waktu

3.Beban terpusat adalah beban yang bekerja pada suatu titik

4.Beban terbagi adalah beban yang terbagi merata sama pada setiap satuan luas.

5.Beban momen adalah hasil gaya dengan jarak antara gaya dengan titik yang ditinjau.


(30)

2.5.1 Gaya Luar

Gaya luar adalah gaya yang diakibatkan oleh beban yang berasal dari luar sistem yang pada umumnya menciptakan kestabilan konstruksi. Gaya luar dapat berupa gaya vertikal, horisontal dan momen puntir. Pada persamaan statis tertentu untuk menghitung besarnya gaya yang bekerja harus memenuhi syarat dari kesetimbangan :

ΣFx = 0 ... (2.1) ΣFy = 0 ... (2.2) ΣM = 0 ... (2.3)

2.5.2 Gaya Dalam

Gaya dalam dapat dibedakan menjadi :

1. Gaya normal (normal force), yaitu gaya yang bekerja sejajar sumbu batang

2. Gaya lintang/geser (shearing force), yaitu gaya yang bekerja tegak lurus sumbu batang

3. Moment lentur (bending moment)

Persamaan kesetimbangannya adalah (Popov, E.P., 1996): a) Σ F = 0 atau Σ Fx = 0

Σ Fy = 0 (tidak ada gaya resultan yang bekerja pada suatu benda) b) Σ M = 0 atau Σ Mx = 0

Σ My = 0 (tidak ada resultanmoment yang bekerja pada suatu benda) 4. Reaksi, yaitu gaya lawan yang timbul akibat adanya beban

Reaksi sendiri terdiri dari :

a) Moment

Moment (M) = F x s ... (2.4) Dimana :

F = gaya (N) s = jarak (mm)


(31)

b) Torsi

Gambar 2.14 Sketsa potongan torsi

(http://www.digilbi.uns.ac.id)

c) Gaya

Gambar 2.15 Sketsa gaya dalam dan gaya luar

(http://www.digilbi.uns.ac.id)

2.5.3 Tumpuan

Dalam ilmu statika, tumpuan dibagi atas : 1.Tumpuan roll/penghubung.

Tumpuan ini dapat menahan gaya pada arah tegak lurus penumpu.

Gambar 2.16 Sketsa tumpuan roll

(http://www.digilbi.uns.ac.id)

2.Tumpuan sendi

Tumpuan ini dapat menahan gaya dalam segala arah


(32)

Gambar 2.17 Sketsa tumpuan sendi

(http://www.digilbi.uns.ac.id)

3.Tumpuan jepit.

Tumpuan ini dapat menahan gaya dalam segala arah dan dapat menahan

moment.

Gambar 2.18 Sketsa tumpuan jepit

(http://www.digilbi.uns.ac.id)

2.5.4 Diagram Gaya Dalam

Diagram gaya dalam adalah diagram yang menggambarkan besarnya gaya dalam yang terjadi pada suatu konstruksi. Sedang macam-macam diagram gaya dalam itu sendiri adalah sebagai berikut :

1.Diagram gaya normal (NFD)

NFD yaitu diagram yang menggambarkan besarnya gaya normal yang terjadi pada suatu konstruksi.

2.Diagram gaya geser (SFD)

SFD yaitu diagram yang menggambarkan besarnya gaya geser yang terjadi pada suatu konstruksi.

3.Diagram moment bending (BMD)

BMD yaitu diagram yang menggambarkan besarnya momen lentur yang terjadi pada suatu konstruksi.


(33)

2.6 Dasar-Dasar Pengelasan 2.6.1 Definisi Pengelasan

Pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Normen) adalah ikatan

metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam

keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, pengelasan adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas, dimana dalam proses penyambungan ini terkadang disertai dengan tekanan dan material tambahan (filler material). Tenaga panas pada proses pengelasan diperlukan untuk memanaskan bahan logam las sampai leleh, sehingga bahan logam las tersambung dengan atau tanpa kawat las sebagai bahan pengisi dan menghasilkan sambungan yang kontinyu.

Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam kontruksi sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa pesat, pipa saluran dan sebagainya. Disamping untuk pembuatan, proses las dapat juga dipergunakan untuk reparasi misalnya untuk mengisian lubang-lubang pada coran. Membuat lapisan las pada perkakas, mempertebal bagian-bagian yang sudah aus, dan macam-macam reparasi lainnya.

Pengelasan bukan tujuan utama dari kontruksi, tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomi pembuatan yang lebih baik. Karena itu rancangan las dan cara pengelasan harus betul-betul memperhatikan dan memperlihatkan kesesuaian antara sifat-sifat lasdengan kegunaan kontruksi serta kegunaan disekitarnya.

2.6.2 Las Busur Listrik

Las busur listrik merupakan pengelasan yang sering dipakai pada proses pengelasan. Pengelasan busur listrik adalah pengelasan dimana percikan bunga api listrik terjadi akibat hubungan singkat antara dua kutub listrik yang teronisasi dengan udara melalui penghantar batang elektroda yang sekaligus dapat digunakan pula sebagai bahan tambah atau bahan pengisi dalam pengelasan.


(34)

Gambar 2.12 Las busur listrik

(http://sumber-kita.blogspot.com)

Pola pemindahan logam cair tersebut sangat mempengaruhi sifat mampu dari las logam. Secara umum dapat dikatakan bahwa logam mempunyai sifat mampu las tinggi apabila pemindahan terjadi dengan butiran yang halus. Sedangkan pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar kecilny arus dan komposisi dari bahan fluks yang digunakan. Selama proses pengelasan bahan fluks yang digunakan untuk membungkus elektroda mencair dan membentuk kerak yang kemudian menutupi logam cair yang berkumpul ditempat sambungan dan bekerja sebagai penghalang oksidasi. Dalam beberapa fluks bahannya tidak dapat terbakar, tetapi berubah menjadi gas dan berfungsi sebagai pelindung dari logam cair terhadap oksidasi dan menjaga nyala busur listrik.

2.6.3 Bahan Fluks

Dalam las elektroda terbungkus fluks memegang peran penting karena fluks dapat bertindak sebagai :

1. Menjaga nyala busur listrik dan melancarkan pemindahan butir-butir cairan logam

2. Sumber terak atau gas yang dapat melindungi logam cair terhadap udara di sekitarnya

3. Sumber unsur-unsur paduan

Fluks biasanya terdiri dari bahan-bahan tertentu dengan perbandingan yang tertentu pula. Bahan-bahan yang digunakan dapat digolongkan dalam bahan pembuat terak, penghasil gas, deoksidator, unsur paduan, dan bahan pengikat. commit to user


(35)

Bahan-bahan tersebut antara lain oksida-oksida logam, karbonat, silikat, fluorida, zat organik, baja paduan, dan serbuk besi.

2.6.4 Klasifikasi elektroda

Menurut AWS (American Welding Society) klasifikasi elektroda adalah sebagai berikut:

E xx y z

dimana:

E = Menyatakan elektroda

xx = Dua angka sesudah E menyatakan kekuatan tarik las dalam ribuan lb/in2 (atau angka ke 1 x 7 dalam 42 kg/mm2)

y = (angka ke 3) menyatakan posisi pengelasan angka 1 untuk pengelasan segala posisi

angka 2 untuk pengelasan posisi datar dan bawah tangan.

z = (angka ke 4)menyatakan jenis selaput dan jenis arus yang cocok dipakai.

2.6.5 Sambungan Las

Sambungan las dalam konstruksi baja pada dasarnya dibagi dalam sambungan tumpul, sambungan T, sambungan sudut, sambungan sisi, dan sambungan tumpang.

1. Sambungan tumpul (butt joint)

Sambungan tumpul merupakan jenis sambungan yang paling efisien. Sambungan ini terjadi apabila dua anggota sambungan yang kurang lebih dalam bidang yang sama didekatkan antara ujung satu sama lainnya.

Bentuk alur dalam sambungan tumpul sangat mempengaruhi efisiensi pengerjaan, efisiensi sambungan, dan jaminan sambungan. Pada dasarnya dalam memilih alur harus menuju pada masukan panas dan penurunan logam las sampai harga terendah yang tidak menurunkan mutu sambungan las.


(36)

Gambar 2.19 Macam-macam sambungan tumpul

(Khurmi, RS. 1982. “ Machine Design” . New Delhi)

2. Sambungan T (T joint)

Merupakan sambungan las yang dibentuk bila kedua anggota sambungan diposisikan kurang lebih 900 satu sama lain dalam bentuk T.

Gambar 2.20 Macam-macam sambungan T

(http://www.digilbi.uns.ac.id)

3. Sambungan sudut (corner joint)

Merupakan sambungan las yang dibentuk bila dua anggota sambungan diposisikan membentuk sudut kurang lebih 900 dengan sambungan las bagian luar anggota sambungan.

Gambar 2.21 Macam-macam sambungan sudut

(http://www.digilbi.uns.ac.id)


(37)

4. Sambungan tumpang (lap joint)

Merupakan sambungan las yang dibentuk bila dua anggota sambungan diposisi-kan saling menumpuk satu sama lain. Sambungan tumpang dianggap lebih kuat dibandingkan dengan sambungan tumpul, tetapi mengakibatkan penam-bahan berat.

Gambar 2.22 Macam-macam sambungan tumpang

(Khurmi, RS. 1982. “ Machine Design” . New Delhi)

5. Sambungan sisi (edge joint)

Merupakan sambungan las yang dibentuk bila sisi dua anggota sambungakan disambung dan sisi yang dilas sejajar satu sama lainnya.

Gambar 2.23 Macam-macam sambungan sisi

(http://www.digilbi.uns.ac.id)

Pada sambungan las dibebani, maka sambungan las akan mengalami sebagai berikut (handbook churmy) :

a) Tegangan geser (

τ

)

t =

A . max Sf F

... (2.12) F max = Pembebanan maximum

Sf = Safety Factor


(38)

b) Momen yang terjadi

M = Fmax . L ... (2.13) L = Jarak

c) Tegangan bending pada sambungan las (

B)

B =

Z Sf

Mmax.

... (2.14)

M max = Momentmaximum yang terjadi

Z = Section Modulus d) Tegangan geser maximum (t max)

t max =

2

1 2 2

) ( 4 s

b t

s + ... (2.15)

Bahan yang digunakan aman apabila

τ

maximun <

τ

ijin max

2.7 Sambungan Baut

Sistem sambungan dengan menggunakan Mur & Baut ini, termasuk sambungan yang dapat di buka tanpa merusak bagian yang di sambung serta alat penyambung ini sendiri. Penyambungan dengan mur dan baut ini paling banyak digunakan sampai saat ini, misal nya sambungan pada konstruksi-konstruksi dan alat permesinan.

Bagian – bagian terpenting dari mur dan baut adalah ulir. Ulir adalah suatu yang diputar disekeliling silinder dengan sudut kemiringan tertentu. Bentuk ulir dapat terjadi bila sebuah lembaran berbentuk segi tiga di gulung pada sebuah silinder seperti terlihat pada gambar 1a. Dalam pemakaian nya ulir selalu bekerja dalam pasangan antara ulir luar dan ulir dalam. Ulir pengikat pada umumnya mempunyai profil penampang berbentuk segi tiga sama kaki. Jarak antara satu puncak dengan puncak berikut nya dari profil ulir disebut jarak bagi (P) lihat gambar 1b.


(39)

Gambar 2. 24 Bentuk ulir

(http://www.digilbi.uns.ac.id)

Baut dan mur merupakan alat pengikat yang sangat penting, untuk mencegah timbulnya kerusakan pada mesin. Pemilihan baut dan mur sebagai alat pengikat, harus disesuaikan dengan gaya yang mungkin akan menimbulkan baut dan mur tersebut putus atau rusak. Dalam perencanaan baut dan mur, kemungkinan kerusakan yang mengkin timbul yaitu :

Beban eksentrik tegak lurus dengan sumbu baut

Gambar 2.25 Sketsa beban eksentrik tegak lurus dengan sumbu baut

(Khurmi, RS. 1982. “ Machine Design” . New Delhi)

Pada baut yang dibebani eksentrik tegak lurus dengan sumbu baut, maka baut akan mengalami beban-beban sebagai berikut :

a) Beban tiap baut (Ws)

W

s

l ... (2.16)

e


(40)

F = Pembebanan n = jumlah baut

b) Beban tarik langsung (Wtl)

W

tl

. .ෘl

ෘl ... (2.17)

F = Pembebanan

e = Jarak tegak lurus pusat baut dengan pembebanan Ln = Baut yang mengalami pembebanan terbesar c) Beban tarik karena Ws dan Wtl (ekuivalen)

Wte = ̊ ̊Ǵ 4  ] ... (2.18)

d) Tegangan tarik maximum (

tmax) yang terjadi

Wte = 

.

d

2

.

tmax ... (2.19)

d = Diameter baut

Bahan yang digunakan aman apabila

t ijin >

t max

2.8 Perhitungan kekuatan bahan rangka

Gambar 2.26 Penampang bahan rangka

(Khurmi, RS. 1982. “ Machine Design” . New Delhi)

Pada bahan pipa kotak hollow memiliki rumusan sebagai berikut a. A = b2 – h2... (2.5)


(41)

c. I =

...

(2.7)

Perhitungan moment lentur mempunyai dua tegangan yang berbeda, yaitu pada bagian atas mengalami tegangan geser dan pada bagian bawah mengalami tegangan bending.

1.Kekuatan bahan ditinjau dari tegangan geser a. Tegangan geser ijin bahan (

τ

ijin max )

τ

ijin=

.

Ϭt

...

(2.8)

b. Tegangan geser yang terjadi (

τ

)

τ

= ax

...

(2.9) 2.Tegangan bending yang terjadi

B 溘

.

...

(2.10)

3.Tegangan geser maximum (2.12)

t max=

2

1 2 2

) ( 4 s

b t

s +

... (2.11) Bahan rangka yang digunakan aman apabila

τ

maximum <

τ

ijin max

2.9 Gaya Tarik Maksimal Mobil

1. Mencari torsi maksimal

P = N . T ... (2.12) Dimana :

P = Daya Mobil (Kw) N = RPM pada gigi tertentu T = Torsi

2. Mencari gaya tarik maksimal mobil Fmax =

. ... (2.13) Dimana :


(42)

r = jari-jari roda n = jumlah roda


(43)

BAB III PERANCANGAN

3.1 Gambar Design Bike Trailer

Gambar 3.1 Designbike trailer

Gambar 3.2 Designbike trailer tampak belakang


(44)

Gambar 3.3 Design bike trailer tampak samping

3.2 Pemilihan Bahan

Dalam proyek akhir ini peralatan yang dibuat yaitu bike trailer. Secara garis besar bahan yang dibutuhkan adalah bahan untuk pembuatan rangka, penyangga sepeda, dan lantai.

Hal utama yang harus diperhatikan pada pemilihan bahan untuk rangka yaitu proses pengelasan. Menurut DIN 17100 bahan logam yang baik untuk proses permesinan, proses pengelasan, dan bahan kontruksi adalah logam FE 37-A (ST37). Untuk mendapatkan berat kontruksi seringan mungkin dan memudahkan dalam pengelingan, pemilihan bentuk yang tepat untuk rangka memakai pipa kotak hollow. Sedangkan untuk menghindari cacat ketika proses pengelasan maka dipilih bahan yang memiliki ketebalan 0,8 mm. Dimensi pipa kotak dipilih ukuran sedang, hal ini disesuaikan dengan bentuk dan perkiraan ukuran bike trailer, sehingga kebutuhan bahan dalam membuat rangka dapat diminimalkan mungkin dan memiliki kekuatan memadai dalam kontruksi. Sehingga dalam pemilihan bahan untuk rangka menggunaka pipa kotak hollow FE 37-A (ST37) 40x40x0,8,

Bagian pokok yang sering berhubungan langsung dengan alam ,misalnya hujan, maka pemilihan bahan harus tahan terhadap korosi. Bahan logam yang paling baik untuk menghindari korosi yaitu stainless. Bagian-bagian tersebut terdiri dari penyangga sepeda, lantai, dan pengait roda belakang.


(45)

3.3 Perencanaan Dimensi

3.3.1. Rangka

Untuk menentukan dimensi rangka utama, maka dibutuhkan data-data tentang sepeda yang akan digunakan, yaitu polygon tipe heist. Berdasarkan pengukuran pada sepeda tersebut, didapat data sebagi berikut :

a. Panjang kemudi 60 cm b. Diameter roda 75 cm

c. Berat sepeda 15 kg, pada kemiringan 150

Untuk membuat demensi panjang rangka utama sekecil mungkin, maka posisi sepeda diperlakukan sebagai berikut:

1. Setengah kemudi sepeda paling depan dan paling belakang, diluar rangka utama.

2. Posisi sepeda dibuat zig-zag pada setiap sisi, maka posisi kemudi tidak sejajar. Sehingga jarak minimun antar sepeda pada satu sisi 47,5 cm.

Dengan pemberian jarak untuk dudukan penyangga sepeda pada tiap sisi depan dan sisi belakang 10 cm, maka dimensi panjang rangka utama didapat 210 cm. Dimensi ini didapat dari perhitungan (47,5cm x 4) + (10cm x 2) = 210 cm.

Untuk menentukan dimensi lebar rangka utama sekecil mungkin, maka posisi sepeda dibuat zig-zag antar sisi, sehingga dengan kemiringan sepeda 150 dimensi lebar rangka utama 150 cm. Dimensi ini didapat dari posisi terjauh rangka sepeda pada setiap sisi, yaitu 75 cm, sehingga 75cm x 2= 150 cm.

Sedangakan untuk rangka penyambuang dengan towing bar menggunakan rangka berbentuk segitiga. Hal ini bertujuan menjaga kestabilan trailer bike ketika berjalan. Pada rangka yang berbentuk segitiga ini, beban yang ditarik akan terpusat pada satu titik sudut, yaitu pada ujung segitiga. Selain itu rangka segitiga juga memiliki kelebihan, yaitu ketika berbelok tidak banyak makan tempat, sehingga tidak akan bersentuhan dengan towing bar.


(46)

Gambar 3.4 Design rangka utama (satuan cm)

Gambar 3.5 Design rangka segitiga (satuan cm)


(47)

3.3.2. Penyangga Sepeda

Gambar 3.6 Design penyangga sepeda

Menentukan dimensi panjang pada sepeda penyangga, mengacu jarak antar sepeda yang didapat 47,5 cm. Agar rangka sepeda tidak menempel pada rangka penyangga, diberi jarak 2 cm, sedangkan dimensi pipa kotak stainless 3 cm sehingga panjang dimensi penyangga sepeda 200 cm. Dimensi ini didapat dari perhitungan (47,5cm x 4) + (2cm x 2) + (3cm x 2) = 200 cm. Pada dimensi tinggi penyangga sepeda ini, didapat dari ketinggian (miring 150) roda depan sepeda bagian bawah dengan lantai, yaitu 90 cm.


(48)

Gambar 3.8 Design penyangga sepeda tampak samping (satuan cm)

3.3.3. Pengait Roda Depan

Walaupun sama halnya dengan lantai, penyangga sepeda, dan pengait roda belakang yang sering berhubungan langsung dengan alam, pada pengait roda depan tidak memakai stainless. Hal ini dikarenakan salah satu bahan yang digunakan pada pengit roda dibuat dengan bahan stainless tidak ada dalam pasaran, yaitu besi beton sebagai pemegang pengait sepeda. Semua bahan yang digunakan pada pembuatan pengait sepeda ST-37A.

Pada pembuatan sebuah pengait roda depan dibutuhkan pipa Ø 40 mm, yaitu sesuai dengan lebar ban sepeda. Pada pemegangnya menggunakan pipa kotak 20mm x 40mm dan besi beton Ø 10 mm. Untuk membuat pengaitnya, pipa Ø 40 di-rool dengan diameter 720 mm sedikit lebih besar diameter roda sepeda. Kemudian dipotong sesuai dengan kebutuhan, yaitu seluruh ban masuk pada pengait, roda dapat masuk ke pengait, dan posisi saat sepeda akan dimasukkan pengait tidak terlalu tinggi.

Pada dimensi pipa kotak dibuat sama dengan penyangga sepeda, yaitu 20 cm. Dimensi besi beton disesuaikan dengan posisi pengait roda depan dan pipa kotak.


(49)

Gambar 3.9 Design pengait roda depan (satuan cm)

3.3.4. Towing Bar

Untuk membuat towing bar, harus disesuaikan dengan chacis mobil yang dipakai. Mobil yang digunakan Dalam membuat towing bar ini adalah

Mitsubitshi Colt ST 120.

Gambar 3.10 Designtowing bar (satuan mm)


(50)

Pada pertengahan towing bar, dibuat lubang dengan ukuran 2 mm x 60 mm sebagai dudukan pengait sambungan

Gambar 3.11 Designtowing bar (satuan mm)

3.3.5. Bracket

Bracket pad bike trailer digunakan untuk menyambung antara bike trailer dengan towing bar. Dalam pembuatannya menggunakan 2 buah profil U dengan tebal 5 mm. Pada pemasangan dengan pengait towing bar, ujung

bracket dilubangi sesuai dengan besar pengaitnya. Sedangkan untuk membuat

fleksibel naik turun, dibuat fleksibel joint menggunakan pipa bundar yang

disusun sesuai dengan design. Untuk menghubungkan kedua profil U tersebut digunakan poros. commit to user


(51)

Gambar 3.12 Designbracket (satuan mm)

3.3.6. Dudukan lampu belakang

Pada bike trailer ini, lampu belakang yang digunakan sebagai sein, lampu kota, dan lampu rem menggunakan lampu belakang Mitsubitsi L300. Pada pemasangannya, memerlukan dudukan lampu serta dudukan baut pada bike

trailer. Pada dudukan lampu menggunakan besi siku berlubang.

Gambar 3.13 Design dudukan lampu belakang (satuan cm)

3.4 Perhitungan Perancangan

Pada perhitungan ini hanya dibatasi pada perhitungan dasar mekanika yang meliputi perhitungan distribusi gaya, perhitungan sambungan baut pada beban eksentrik, dan perhitungan sambungan las. Pada perhitungan ini seluruh gaya dianggap gaya statis.

Berikut beban-beban pada perencanaan :

1. Berat total rangka dan penyangga sepeda = 40 Kg = 400 N 2. Berat total bordes = 15 Kg = 150 N

3. Berat sepeda = @ 15 Kg = 150 N 4. Berat pegas daun = @ 2,5 Kg commit to user = 25 N


(52)

3.4.1 Distribusi Gaya Rangka dan Penyangga Sepeda

Beban total rangka, penyangga sepeda, dan lantai adalah 550 N menjadi satu sebagai beban merata, sedangakan beban setiap sepeda (berjumlah 8 buah) yaitu 150 N menjadi beban terpusat. Seluruh beban tersebut tertumpu pada dua buah pegas daun dan dianggap memiliki beban yang sama.

Sehingga setiap pegas daun menerima beban sebagai berikut : 1. Total berat rangka, penyangga sepeda, dan lantai, yaitu

xx탘 퍠

⾸ = 275 N

Karena beban ini beban merata, maka besar beban merata

⾸̊x 퍠

⾸,᳈ o = 131 N/m

2. Beban sepeda

Beban setiap sepeda yaitu 15 Kg atau 150 N 1. Distribusi pada rangka

Gambar 3.14 Distribusi gaya dengan penumpu pegas daun ∑ Fy = 0 ... (2.2)

RBV+REV = 131 N/m x (0,55m+1,00m+0,55m) + 150 N x 4

RBV+REV = 276 N + 600 N

E B

1 2

3 4

5 6

7

REV 131 N/m

150 N 150 N 150 N 150 N

0,40 M 0,15M 0,35 M 0,5 M 0,15M 0,35 M 0,20 M

A C D F

RBV

0,55 M 1,00 M 0,55 M


(53)

RBV+REV = 276 N

RBV = 876 N – REV

∑ ME= 0... (2.3)

1,00 m RBV = [(131N/m x 0,55 m) x1,00 0,552 m] + (150N x 1,15m) + (150N x 0,65m) + (150N x 0,15m) + [(131N/m x 1,0m) x ᳈,탘탘 o

⾸ ] - (150N

x 0,35m) - [(131 N x 0,55) x 탘,xxo

⾸ ]

1,00 m RBV = 92 Nm + 173 Nm + 98 Nm + 23 Nm + 66 Nm – (53 Nm + 20 Nm) 1,00 m RBV = 381 Nm

RBV = 381 N

REV = 876 N – 381 N

REV = 495 N

Potongan yang dianalisis a) Potongan 1(F) – kanan

Gambar 3.15 Potongan 1-1 Persamaan reaksi gaya dalam :

Nx = 0

Vx = 131 N/m x Mx = -131 N/m x .

⾸ ... (2.4) x = 0 m

Nx = 0

Vx = 131 N/m . 0 m = 0 N

Mx = -131 N/m . 0 m . 탘

⾸m

Vx Mx Nx

131 N/m

x


(54)

= 0

x= 0,20 m

Nx = 0

Vx = 131 N/m . 0,20 m = 27 N

Mx = -131 N/m . 0,20 m . 탘,⾸탘

⾸ m

= -2,7 Nm

b) Potongan 2 (F-E) – kanan

Gambar 3.16 Potongan 2-2 Persamaan reaksi gaya dalam :

NX = 0

VX = 131 N/m. x + 150 N MX = [-131 N/m .x

⾸] + [-150 N. x -0,20m] x = 0,20 m

Nx = 0

Vx = 131 N/m .0,20 m + 150 N = 177 N

Mx = [-131 N/m . 0,20 m x 탘,⾸x

⾸ m] + [-150 N . (0,20 m – 0,20m)]

= -2,7 Nm

x = 0,55 m

Nx = 0

Vx Mx Nx

150 N

0,20 m x

131 N/m


(55)

Vx = 131 N/m . 0,55 m + 150 N = 222 N

Mx = [-131 N/m . 0,55 m . 탘,xx

⾸ m] + [-150 N . (0,55 m – 0,20m)]

= -20 Nm + -53 Nmm = -73 Nm

c) Potongan 3 (E-D) – kanan

Gambar 3.17 Potongan 4-4 Persamaan reaksi gaya dalam :

NX = 0

VX = 131 N/m .x + 150 N – 495 N MX = [-131 N/m .x . x

⾸] + [-150 N . (x-0,20)] + [495 N .(x- 0,55)] x = 0,55 m

Nx = 0

Vx = 131 N/m x 0,55 m + 150N – 495 N = -273 N

Mx = [-131 N/m . 0,55 m . 탘,xx

⾸ m] + [-150 N . (0,55 m – 0,20m)] + [495 N .

(0,55m - 0,55m)] = -73 Nm

x = 0,70 m

Nx = 0

Vx Mx Nx

495 N 0,55 m

150 N

x

131 N/m


(56)

Vx = 131 N/m .0,70 m + 150 N – 495 N = -247 N

Mx = [-131 N/m .0,70 m .탘,̊탘

⾸ m] + [-150 N (0,70 m – 0,20 m)] + [495 N

(0,70m - 0,55m)]

= -33Nm + -75 Nm + 73 Nm = -33 Nm

d) Potongan 4 (D-C) – kanan

Gambar 3.18 Potongan 5-5 Persamaan reaksi gaya dalam :

NX = 0

VX = 131 N/m . x + 150 N – 495 N + 150 N MX = [-131 N/m . x

⾸] + [-150 N . (x -0,20)] + [495 N . (x - 0,55] + [-150

N . (x -0,70)]

x = 0,70cm

Nx = 0

Vx = 131 N/m . 0,70 m + 150 N – 495 N + 150 N = 103 N

Mx = [-131 N/m . 0,70m . 탘,̊xo

⾸ ] + [-150 N . (0,70m - 0,25m)] + [495 N .

(0,70 m - 0,55m] + [-150 N . (0,70 m - 0,70m)] = -33 Nm

Vx Mx Nx

131 N/m

150 N 150 N

0,70 m 495 N

x


(57)

x = 1,20 m

Nx = 0

Vx = 131 N/m .1,20 m + 150 N – 381 N + 150 N = 37 N

Mx = [-131 N/m 1,20m . ᳈,⾸탘o

⾸ ] + [-150 N . (1,20m - 0,20m)] + [495 N .

(1,20m - 0,55m] + [-150 N . (1,20m - 0,70m)] = -95 Nm + -150 Nm + 322 Nm + -75 Nm = 2 Nm

e) Potongan 5 (C-B) – kanan

Gambar 3.19 Potongan 6-6 Persamaan reaksi gaya dalam :

NX = 0

VX = 131 N/m . x + 150 N – 495 N + 150 N + 150 N MX = [-131 N/m. x

⾸] + [-150 N . (x-0,20)] + [381 N . (x- 0,55] + [-150 N

. (x-0,70)] +[-150 N . (x-1,20)]

x =1,20 m

Nx = 0

Vx = 131 N/m . 1,20 m + 150 N – 495 N + 150 N + 150 N = 113 N

Vx Mx Nx

495 N 150 N

150 N 150 N

131 N/m

x

1,20 m


(58)

Mx = [-131 N/m . 1,20m . ᳈,⾸탘o

⾸ ] + [-150 N x (1,20m-0,20m)] + [495 N .

(1,20m- 0,55m] + [-150 N . (1,20m-0,70m)] +[-150 N . (1,20m-1,20m)] = 2 Nm

x = 1,55 m

Nx = 0

Vx = 131 N/m . 1,55 m + 150 N – 495 N + 150 N + 150 N = 159 N

Mx = [-131 N/m . 1,55m . ᳈,xxo

⾸ ] + [-150 N . (1,55m-0,20m)] + [495 N .

(1,55m- 0,55m] + [-150 N . (1,55m-0,70m)] +[-150 N . (1,55m-1,20m)] = -158Nm + -203Nm + 495 N + -128 Nm + -53 Nm

= - 43 N

f) Potongan 6 (B-A) – kanan

Gambar 3.20 Potongan 6-6 Persamaan reaksi gaya dalam :

NX = 0

VX = 131 N/m. x + 150 N – 495 N + 150 N + 150 N -318 N MX = [-131 N/m .x

⾸] + [-150 N . (x-0,20)] + [495 N .(x - 0,55] + [-150 N

(x- 0,70)] +[-150 N. (x-1,20)] +[381 N . (x-1,55)]

x =1,55 m

Nx = 0

Vx Mx Nx

318 N

495 N 150 N

150 N 150 N

131 N/m

x

1,55 m


(59)

Vx = 131 N/m . 1,55 m + 150 N – 495 N + 150 N + 150 N-318 N = -159 N

Mx = [-131 N/m . 1,55m . ᳈,xxo

⾸ ] + [-150 N . (1,55m-0,20m)] + [495 N .

(1,55m- 0,55m] + [-150 N . (1,55m-0,70m)] +[-150 N . (1,55m-1,20m)] = - 43 N

x = 1,70 m

Nx = 0

Vx = 131 N/m . 1,70 m + 150 N – 495 N + 150 N + 150 N-318 N = -141 N

Mx = [-131 N/m . 1,70m . ᳈,̊탘o

⾸ ] + [-150 N . (1,70m-0,20m)] + [495 N x

(1,70m- 0,55m] + [-150 N . (1,70m-0,70m)] +[-150 N . (1,70m-1,20m)] + [381 N . (1,70-1,55)]

= -190Nm + -225Nm + 570 N + -150 Nm + -75 Nm+ 58 Nm = - 22 N

g) Potongan 7 (A) – kanan

Gambar 3.21 Potongan 6-6 Persamaan reaksi gaya dalam :

NX = 0

VX = 131 N/m x + 150 N – 495 N + 150 N + 150 N -318 N

Vx Mx Nx

150 N

318 N

495 N 150 N

150 N 150 N

131 N/m

x

1,70 m


(60)

MX = [-131 N/m x

⾸] + [-150 N (x -0,20)] + [495 N (x- 0,55] + [-150 N

(x-0,70)] +[-150 N (x-1,20)] +[381 N (x-1,55)] x =1,70 m

Nx = 0

Vx = 131 N/m . 1,70 m + 150 N – 495 N + 150 N + 150 N-318 N +150 = 10 N

Mx = [-131 N/m . 1,70m . ᳈,̊탘o

⾸ ] + [-150 N . (1,70m-0,20m)] + [495 N .

(1,70m- 0,55m] + [-150 N . (1,70m-0,70m)] +[-150 N . (1,70m-1,20m)] + [381 N . (1,70-1,55)]

= - 22 N

X = 2,10 m

Nx = 0

Vx = 131 N/m . 2,10 m + 150 N – 495 N + 150 N + 150 N-318 N + 150 N = 0 N

Mx = [-131 N/m . 2,10m . ᳈,̊탘o

⾸ ] + [-150 N . (2,10m-0,20m)] + [495 N .

(2,10m - 0,55m] + [-150 N . (2,10m -0,70m)] +[-150 N . (2,10m -1,20m)] + [381 N . (2,10-1,55)] + [150 N . (2,10-1,70)]

= -221Nm + -285Nm + 768 N + -210 Nm + -135 Nm+ 210 Nm + -60 Nm = 0 N

Dari perhitungan diatas, didapat pembebanan terbesar pada titik E, yaitu sebesar 273 N. Sedangkan momen terbesar pada titik E, yaitu sebesar 73 Nm

Diagram gaya dalam pada rangka

a) Diagram gaya normal ( NFD )

Gambar 3.22 Diagram gaya normal

A B C D E F


(61)

b) Diagram gaya geser ( SFD )

Gambar 3.23 Diagram gaya geser

c) Diagram momentbending ( BMD )

Gambar 3.24 Diagram gaya momen

27 N

177 N 222 N

37 N

113 N 159 N

10N

-273 N

-141 N

-247 N

A B C D E F

-159

103N

B 0 Nm

A C D E F

22 Nm

43 N

0 Nm

2 Nm

33Nm

73 Nm

2,7 Nm


(62)

2. Distribusi gaya pada penyangga sepeda

Gambar 3.25 Distribusi gaya dengan penumpu pegas daun 1) Penyederahaan bagian kanan (RDV2 – RGV)

Gambar 3.26 Distribusi gaya penyangga sepeda bagian kanan ∑ Fy = 0 ... (2.2)

RDV2+RGV = (150 N.2) RDV2+RGV = 300 N

RDV2 = 300 N – RGV

∑ MD = 0 ... (2.3) 1,00 RGV = (150 N.0,85 m) + (150 N.0,35 m)

1,00 RGV = 127,5 N + 52,5 N

RGV = 180 N

RDV2 = 300 N – RGV

0,35M E

RDV

1 2

3 4

5 6

RGV RAV

150 N 150 N 150 N 150 N

0,35 M 0,50 M 0,15M 0,50 M 0,15M

B C F


(63)

= 300 N – 180 N = 120 N

a) Potongan 1-1 (F-G) – kanan

Gambar 3.27 Potongan 1-1 Nx = 0

Vx = - 180 N Mx = 180 N. x m

x = 0 m

Nx = 0

Vx = - 180 N Mx = 180 N.0 = 0

x = 0,15 m

Nx = 0

Vx = - 180 N Mx = 180 N.0,15 m

= 27 Nm

b) Potongan 2-2 (E-F) – kanan

Gambar 3.28 Potongan 2-2

E Vx Mx Nx

F Vx Mx Nx

RGV RGV

180N F

15 x

150 N x

180 N


(64)

Nx = 0

Vx = - 180 N + 150 N = - 30 N

Mx = [180 N (x m)] + [-150N (x m-0,15m)]

x = 0,15 m

Nx = 0

Vx = - 180 N + 150 N = - 30 N

Mx = [180N (0,15m)] + [-150N (0,15m-0,15m)] = 27 Nm

x = 0,65 m

Nx = 0

Vx = - 180 N + 150 N = - 30 N

Mx = [180N (0,65m)] + [-150N (0,65m-0,15m)] = 117 N + -75 N

= - 42 Nm

c) Potongan 3-3 (D-E) – kanan

Gambar 3.29 Potongan 3-3 Nx = 0

Vx Mx Nx

RGV

RDV2

E

0,65m x

150 N 150 N

F

180 N


(65)

Vx = - 180 N + 150 N + 150 N = 120 N

Mx = [180N (x m)] + [-150N (x m-0,15m)] + [-150N (x m-0,65m)]

x = 0,65 m

Nx = 0

Vx = - 180 N + 150 N + 150 N = 120 N

Mx = [165N (0,65 m)] + [-150N (0,65-0,15m)] + [-150N (0,65 m-0,65m)] = - 42 Nm

x = 1,00 m

Nx = 0

Vx = - 180 N + 150 N + 150 N = 120 N

Mx = [180 (1,0 m)] + [-150N (1,0 m-0,15)] + [-150N (1,0 m-0,65m)] = 180 Nm + (-127,5Nm) + (-52,5 Nm)

= 0 Nm

Diagram gaya dalam pada rangka

a) Diagram gaya normal ( NFD )

Gambar 3.30 Diagram gaya normal

D E F G


(66)

b) Diagram gaya geser ( SFD )

Gambar 3.31 Diagram gaya geser c) Diagram momentbending ( BMD )

Gambar 3.32 Diagram gaya momen 2) Penyederhanaan bagian kiri (RDV2 – RGV)

Gambar 3.33 Distribusi gaya penyangga sepeda bagian kiri

42 Nm

27 Nm 120 N

30 N

180 N

G

D E F

G

D E F


(67)

∑ Fy = 0 ... (2.2) RAV+RDV1 = (150 N.2)

RAV+RDV1 = 300 N

RDV1 = 300 N – RAV

∑ MD = 0 ... (2.3) 1,00 RAV = (150 N.0,65 m) + (150 N.0,15 m)

1,00 RAV = 97,5 N + 22,5

RAV = 120 N

RDV1 = 300 N – 120N = 180 N

a) Potongan 1-1 (A-B) – kiri

Gambar 3.34 Potongan 1-1 Nx = 0

Vx = - 120 N Mx = 120 N. x m

x = 0 m

Nx = 0 Vx = - 120 N Mx = 120 N. 0 m

= 0

x = 0,35 m

Nx = 0 Vx = - 120N Mx = 120 N.0,35 m

= 42 Nm

Vx Nx Mx

RAV 120 N

B x


(68)

b) Potongan 2-2 (B-C) – kiri

Gambar 3.35 Potongan 2-2 Nx = 0

Vx = - 120 N + 150 N = 30 N

Mx = 120 N. x m + [-150 (x m – 0,35m)]

x = 0,35 m

Nx = 0

Vx = -120 N + 150 N = 30 N

Mx = 120 N.0,35 m + [-150 (0,35 m – 0,35m)] = 42 Nm

x = 0,85 m

Nx = 0

Vx = - 120 N + 150 N = 30 N

Mx = 120 N. 0,85 m + [-150 (0,85 m – 0,35m)] = 102 Nm + - 75 Nm

= 27 Nm

Vx Nx Mx

RAV

150 N

120 N

B 0,35

x

C


(69)

c) Potongan 3-3 (C-D) – kiri

Gambar 3.36 Potongan 4-4 Nx = 0

Vx = - 120 N + 150 N + 150 N = 170 N

Mx = 120 N. x m + [-150 (x m – 0,35m)] + [-150 (1,0 m – 0,85m)]

x = 0,85 m

Nx = 0

Vx = - 120 N + 150 N + 150 N = 180 N

Mx = 120 N. 0,85 m + [-150 (0,85 m – 0,35m)] + [-150 (0,85 m – 0,85m)] = 27 Nm

x = 1,00 m

Nx = 0

Vx = - 120 N + 150 N + 150 N = 180 N

Mx = 120 N.1,0 m + [-150 (1,0 m – 0,35m)] + [-150 (1,0 m – 0,85m)] = 120 Nm + -97,5 Nm + -22,5

= 0 Nm

Vx Nx Mx

RAV

0,85 m x

C B

120 N RDV

1

150 N 150 N


(70)

Diagram gaya dalam pada rangka

a) Diagram gaya normal ( NFD )

Gambar 3.37 Diagram gaya normal b) Diagram gaya geser ( SFD )

Gambar 3.38 Diagram gaya geser c) Diagram momentbending ( BMD )

Gambar 3.39 Diagram gaya momen Pembebanan yang terjadi pada RDV yaitu

RDV = RDV1 + RDV2

B A

42 Nm

D A

27 Nm 120 N

30 N

180 N

A B C D

B C

D C


(71)

= 180 N +120 N = 300 N

Sehingga dari perhitungan diatas, didapat pembebanan terbesar pada titik D, yaitu sebesar 300 N. Sedangkan momen terbesar pada titik B dan E, yaitu sebesar 42 Nm

3. Distribusi gaya pada penyangga sepeda bagian kaki a) Kaki penumpu “titik D”

Pada penumpu utama titik D (RDVtotal) mendapatkan 2 buah pembebanan, yaitu RDV dan RDV’ karena sebagai penumpu tunggal yang dianggap simetris pada pembebanan penyangga total. Sehingga nilai RDV dan RDV’ sama.

Gambar 3.40 Distribusi gaya penumpu “titik D” RDVtotal1 = RDVtotal

∑ Fy = 0 ... (2.2) RDVtotal = RDV’ + RDV

RDVtotal’

RDVtotal


(72)

= 300 N + 300 N = 600 N

Digram gaya dalam

Diagram gaya normal ( NFD )

Gambar 3.41 NFD batang D-D’ b) Kaki penumpu “titik A”

Gambar 3.42 Distribusi gaya penumpu “titik A” RAH = RAH 1

β

α

RAH A RAV

A1 RAH1

β α

RAV1


(73)

α = 300 β = 600 l = 0,9 m A = 120 N A = A1 RAV = RAV1

Cos α = 覰

⽨3

Cos 300 =120RAHN 0,867 . RAH = 120 N

RAH = 139 N

Cos β = 3

⽨3

Cos 600 =120RAVN 0,5 x RAV = 120 N

RAV = 180 N

MA = - RAV x l ... (2.3) MA = -180 N x 1,03 m

MA = 185,4 Nm

Diagram gaya dalam

Diagram gaya normal ( NFD )

Gambar 3.43 NFD batang A-A’ 139 N

A

A’


(74)

Diagram gaya geser ( SFD )

Gambar 3.44 SFD batang A-A’

Diagram momentbending ( BMD)

Gambar 3.45 BMD batang A-A’ c) Kaki penumpu “titik B”

Gambar 3.46 Distribusi gaya penumpu “titik B”

A

B

β

α

RBH

B1

RBH1

β α

RBV1

RBV

185,4 Nm 180 N

A

A’

A’


(75)

RBH = RBH1 α = 300

β = 600 l = 1,03 m B = 180 N B = B’ RBV = RBV’

Cos α = 迨

ᘐ迨R

Cos 300 =180

RBH = ᳈ 탘퍠

탘, ̊

RBH = 208 N

Cos β =

Cos 600 =180RBV 0,5 RGV = 360 N

RBV = 360 N

Mb = - RBV x l ... (2.3) Mb = - 360 N x 1,03 m

Mb = - 370,8 Nm

Diagram gaya dalam

a) Diagram gaya normal ( NFD )

Gambar 3.47 NFD batang B-B’ 208 N

B

B’


(76)

b) Diagram gaya geser ( SFD )

Gambar 3.48 SFD batang B-B’

c) Diagram momentbending ( BMD)

Gambar 3.49 BMD batang B-B’

Dari perhitungan kaki penumpu diatas, didapat pembebanan terbesar pada kaki D, yaitu sebesar 600 N. Sedangkan momen terbesar pada kaki G, yaitu sebesar 370,8 Nm

370,8 Nm 360 N

A

A’

A’ A


(77)

3.4.2 Perhitungan Mekanika pada Rangka

1)Kekuatan Bahan

Pada perhitungan ini, bahan untuk rangka (pipa kotak hollow) yang digunakan adalah baja ST 37 dengan tegangan geser max (

s ijin max) = 240 N/mm2 (DIN

17100), dan safety factor (sf) yang dipakai karena pembebanan kejut (dari

suspensi) adalah 16 (Khurmi, RS. 1982. “ Machine Design” . New Delhi).

Gambar 3.50 Penampang bahan

Dimana pada bahan yang dipakai menggunkanan ukuran sebagai berikut : a. b (X-X=Y-Y) = 40 mm

b. h = 32 mm

1.Kekuatan bahan ditinjau dari tegangan geser a. Tegangan geser ijin bahan (

τ

ijin max )

τ ijin=

l ... (2.8)

=240N16/mm² = 15 N/mm²

b. Tegangan geser yang terjadi (

τ

) Fmax = 273 N

A = b2 – h2 = 402 – 3,22

= 1600 mm2 – 1024 mm2 = 576 mm2

τ

s =

 b

... (2.9)

= ⾸̊ᬠ 퍠


(78)

= 0,420 N/mm2 2.Tegangan bending (

B)

Mmax = 73N.m = 73.000 Nmm y = ᳈

⾸ = i탘

⾸ = 20 mm

I =

᳈⾸

ﱀ ⾸,x ᳈탘 ᳈,탘x ᳈탘᳈⾸ = ᳈ x᳈ ᳈탘

᳈⾸

= 1.26.105

B ... (2.10) = ̊ᬠ 탘탘탘 퍠 o ⾸탘 oo

᳈,⾸ ᳈탘 oo

=᳈ i 탘탘탘탘 퍠 oo

᳈,⾸ ᳈탘 oo

= 11,58 N/mm2 3.Tegangan geser maximum

t max =

2

1 2 2

) (

4t

s +

b ... (2.11)

= 2

1 2 2

) 42 , 0 ( 4 58 , 11 + = 2 1

. 11,7 N/mm2 = 5,85 N/mm2

Karena t maximum < t ijin maka bahan yang digunakan aman


(79)

2)Sambungan pada rangka utama

Pada sambungan rangka utama menggunakan penampang las yang sama pada bahan yang dilas, yaitu pipa kotak (40 mm x 40mm). Sedangkan untuk elektroda las mengunakan ukuran 4 mm. Pada perhitungan distribusi gaya, didapat titik pembebanan terbesar (Fmax) 273 N dan moment terbesar (Mmax) 73N.mm.

Gambar 3.51 Penampang pengelasan Dari data tersebut didapat :

s = 4 mm l = 40 mm b = 40 mm Fmax = 273 N

Mmax =73N.m = 73.000 Nmm

Tegangan geser ijin maksimum pada pengelasan (

τ

ijin max

)

= 217 N/mm2

Safety factor (Sf) karena beban kejut (dari suspensi) = 16 (Khurmi, RS. 1982.

“ Machine Design” . New Delhi).

a) Tegangan geser pada sambungan las karena pembebanan maximum

t =

A . max Sf F ... (2.12) = 2l) + (2b s 0.707 . maxSf F

t =

2.40) + (2.40 4 0.707. 16 . 273N


(80)

t =

. mm.mm 452,48

4368N

t = 9,6 N/mm2

b) Tegangan bending pada sambungan las

Z = t ÷÷

ø ö çç è æ + 3 . 2 b l b

= 0,707 . 4 ÷÷

ø ö çç è æ + 3 40 40 . 40 2

= 2,828 mm x 2134 = 6034 mm3

Tegangan bending yang terjadi

B =

Z Sf

Mmax.

... (2.14) =

6034 73000.16

= 193 N /mm2 c) Tegangan geser maximum

t max = 2

1 2 2

) (

4 s

b t

s + ... (2.15) =

2

1 2 2

) 6 , 9 ( 4 193 + = 2 1

. 194 N/mm2 = 97 N/mm2

Karena t maximum < t ijin max maka pengelasan yang digunakan aman

3)Sambungan rangka utama dengan rangka segitiga

Pada sambungan antara rangka utama dan rangka segitiga, menggunakan penampang las seperti terpambang pada gambar dibawah ini, yang memiliki nilai commit to user


(81)

b = 50 mm dan l = 25 mm. Sedangkan untuk elektroda las mengunakan ukuran 4 mm.

Gambar 3.52 Penampang pengelasan

Pada sambungan antara rangka utama dan rangka segitiga ini terbagi rata pada 6 buah sambungan yang masing-masing dianggap memiliki beban yang sama. Gaya untuk menarik bike trailer yaitu 200 N, sehingga masing-masing sambungan memiliki beban 33,3 N. Pada rangka segitiga dan sambungan ini memiliki jarak 900 mm. Safety factor (Sf) karena beban kejut (dari suspensi) adalah 16 (Khurmi, RS. 1982. “ Machine Design” . New Delhi).

Dari pernyataan diatas didapat : s = 4 mm

l = 25 mm b = 50 mm e = 900 mm F = 33,3 N

Tegangan geser ijin maksimum pada pengelasan (

τ

ijin max

)

= 217 N/mm2

Safety factor (Sf) karena beban kejut (dari suspensi) = 16

a) Tegangan geser pada sambungan las karena pembebanan maximum

t =

A . max Sf F

... (2.12)

t =

l) + (b s 2.0,707

. maxSf F


(82)

t = 50) + (25 4 2.0,707. 16 . 3 , 33 N

t =

. mm.mm 424,2

544 N

t = 1,4 N/mm2

b) Moment akibat pembebanan

M = F.e ... (2.13) = 33,3 N. 900mm

= 29.970Nmm

c) Tegangan bending pada sambungan las

Z = ÷÷

ø ö çç è æ 3 2 tb = ÷÷ ø ö çç è æ 3 50 . 4 . 707 , 0 2

= 2356 mm3

Tegangan bending yang terjadi

B =

Z Sf M. ... (2.14) = 2356 29970.16

= 203,5 N /mm2 d) Tegangan geser maximum

t max=

2

1 2 2

) (

4 s

b t

s + ... (2.15)

=

2

1 2 2

) 4 , 1 ( 4 5 , 203 +


(83)

= 2 1

. 204 N/mm2 = 102 N/mm2

Karena t maximum <

τ

ijin max maka pengelasan yang digunakan aman

3.4.3 Perhitungan Mekanika pada Penyangga Sepeda

1) Kekuatan bahan

Bahan untuk penyangga sepeda ini (pipa kotak hollow) yang digunakan adalah AISI 316 dengan tegangan geser max (

s ijin max) = 344 N/mm2 (digilib.its.ac.id), dan safety factor (sf) yang dipakai karena beban kejut (dari suspensi) adalah 16 (Khurmi, RS. 1982. “ Machine Design” . New Delhi).

Gambar 3.53 Penampang bahan

Dimana pada bahan yang dipakai menggunkanan ukuran sebagai berikut : c. b (X-X=Y-Y) = 30 mm

d. h = 28,4 mm

1. Kekuatan bahan ditinjau dari tegangan geser a. Tegangan geser ijin bahan (

τ

ijin max )

τ

ijin = l ... (2.8)

= ᬠii퍠/oo²

᳈ = 21 N/mm²

b. Tegangan geser yang terjadi (

τ

) Fmax = 600 N

A = b2 – h2 = 302 – 28,42


(84)

= 900 mm2 – 807 mm2 = 794 mm2

τ

=  b ... (2.9)

= 탘탘퍠

i

= 6,4 N/mm2 2. Tegangan bending (

B)

Mmax = 370,8 Nm = 370800 Nmm y = ᳈

⾸ = ᬠ탘

⾸ = 15 mm

I =

᳈⾸

= ᬠ탘 ⾸ ,i

᳈⾸

= ᳈탘탘탘 ̊탘̊ ⾸ ᳈

᳈⾸

= 15,56 .103

B ... (2.10)

ᬠ̊탘 탘탘탘 퍠 oo ᳈x oo ᳈x,x ᳈탘 oo

=

xx ⾸탘탘퍠 oo

᳈x,x ᳈탘 oo

= 36 N/mm2 3.Tegangan geser maximum

t max =

2

1 2 2

) (

4t

s +

b ... (2.11)


(85)

= 2

1 2 2

) 4 , 6 ( 4

36 +

= 2 1

. 39 N/mm2 = 19,5 N/mm2

Karena t max < t ijin maka bahan yang digunakan aman 2) Sambungan las penyangga sepeda

Pada sambungan las penyangga sepeda menggunakan penampang las yang sama pada bahan yang dilas, yaitu pipa kotak (30 mm x 30mm). Sedangkan untuk elektroda las mengunakan ukuran 2 mm. Pada perhitungan distribusi gaya, didapat titik pembebanan terbesar (Fmax) 600 N dan momen terbesar (Mmax) 370,8Nm.

Gambar 3. 54 Penampang pengelasan Dari data tersebut didapat :

s = 2 mm l = 30 mm b = 30 mm Fmax = 60 N

Mmax = 370,8N.m = 370.800 Nmm

Tegangan geser ijin maksimum pada pengelasan (

τ

ijin max

)

= 315 N/mm2

Safety factor (Sf) karena beban kejut (dari suspensi) = 16 (Khurmi, RS. 1982.

“ Machine Design” . New Delhi).

a) Tegangan geser pada sambungan las karena pembebanan maximum


(86)

t = A . max Sf F ... (2.12) = 2l) + (2b s 0.707 . maxSf F

t =

2.30) + (2.30 2 0.707. 12 . 600N

t =

. mm.mm 402,48

7200N

t = 18 N/mm2

b) Tegangan bending pada sambungan las

Z = t ÷÷

ø ö çç è æ + 3 . 2 b l b

= 0,707 . 2 ÷÷

ø ö çç è æ + 3 30 30 . 30 2

= 1,414 mm x 1834 = 2594 mm3

Tegangan bending yang terjadi

B =

Z Sf

Mmax.

... (2.14) =

2594 370800.16

= 624,5 N /mm2 c) Tegangan geser maximum

t max =

2

1 2 2

) (

4 s

b t

s + ... (2.15) =

2

1 2 2

) 18 ( 4 5 . 624 + = 2 1

. 624,6 N/mm2


(1)

B = Z

Sf M.

... (2.14) =

31815 160075.12

= 60,4 N /mm2

d) Tegangan geser maximum

t max=

2

1 2 2

) (

4 s

b t

s + ... (2.15) =

2

1 2 2

) 9 , 11 ( 4 4 ,

60 +

=

2 1

. 65,1 N/mm2 = 32,6 N/mm2

Karena tsmaximum <

τ

ijin max maka pengelasan yang digunakan aman

Sambungan las 2

Pada pengelasan sambungan 2 ini menggunakan penampang las seperti dibawah ini, dengan nilai b=30 mm

Gambar 3.63 Penampang pengelasan dudukan pengait bracket

Jarak antara pusat pembebanan dengan pengelasan yaitu 100 mm, dan mengalami sudut kemiringan 220. Safety factor (Sf) karena pembebanan kejut (dari suspensi) adalah 16 (Khurmi, RS. 1982. “ Machine Design” . New Delhi)


(2)

s = 4 mm b = 30 mm e = 100 mm F = 168,5 N

Tegangan geser ijin maksimum pada pengelasan (

τ

ijin max

) = 217 N/mm

2

Sefety factor (Sf) karena beban kejut (dari suspensi) = 16

a) Mencari Fmax Fmax = 

⾸⾸

= ᳈ ,x

탘, ᬠ

= 177 N

b) Tegangan geser pada sambungan las karena pembebanan maximum t =

A . max Sf F

... (2.12)

t =

.b s 0,707

. maxSf F

t =

.30 4 0,707.

12 . 177N

t =

. mm.mm 84,84

2124 N

t = 23,9 N/mm2

c) Moment akibat pembebanan

M = F.e ... (2.13) = 168,5 N. 100 mm

= 16850 Nmm

d) Tegangan bending pada sambungan las


(3)

Z =

᳈⾸

= ᬠ탘 ᧠⾸, ⾸

᳈⾸

= 6318 mm3

Tegangan bending yang terjadi

B =

Z Sf M.

... (2.14) =

6318 16850.12

= 32 N /mm2

e) Tegangan geser maximum

t max=

2

1 2 2

) (

4 s

b t

s + ... (2.15)

=

2

1 2 2

) 9 , 23 ( 4

32 +

=

2 1

. 57,7 N/mm2 = 28,9 N/mm2

Karena tsmaximum <

τ

ijin max maka pengelasan yang digunakan aman

7) Sambungan baut flange towing bar dengan chasis mobil

Pada sambungan baut ini menggunakan 2 buah baut. Total pembebanan yang diterima yaitu 337 N, yang terbagi pada dua buah flange yang sama besarnya. sedangkan bahan yang digunakan memakai ST 34 memiliki tegangan tarik ijin

max (

t ijin max) = 330 N/mm2 dan memiliki diameter 12 mm. Safety factor (Sf)

karena beban kejut (dari suspensi) adalah 16 (Khurmi, RS. 1982. “ Machine

Design” . New Delhi)


(4)

Gambar 3.64 Sambungan baut flange towing bar dengan chasis mobil Dari pernyataan diatas, didapat :

F = 168,5 N n = 2 e1 = 120 mm

e2 = 100 mm

d = 12 mm L1 = 20 mm L2 = 40 mm Sf = 16

t ijin max = 330 N/mm2

a. Beban baut yang terjadi (W)

W

cos ᧠180 158168,5

W

s

cos168,522

W

s ﱀ 1 N

b. Beban tiap baut (Ws)

168,5 N


(5)

W

s

... (2.16)

W

s

᳈̊̊ 퍠 ᳈

W

s ﱀ 1416N

c. Beban tarik langsung (Wtl)

Beban terbesar terdapat pada L1, Sehingga

W

tl

᧠1 N100mm

20mm

W

tl

᳈᳈̊탘탘 퍠oo

⾸탘 oo

W

tl ﱀ 585 N

d. Beban tarik karena Ws dan Wtl (ekuivalen)

Wte = ᳈ ᧠ ⾸ 4᧠ ⾸ ] ... (2.18)

= ᳈

⾸ 1416 ᧠585 ⾸ 4᧠1416 ⾸ ]

= ᳈

⾸ 1416 2 ] 8

= 2197 N

e. Tegangan tarik maximum (

tmax) yang terjadi

Wte =

i

d

2

.

tmax ... (2.19)

2197 = ᬠ,᳈i

i

12

2

.

t max

8788 = 3,14 .144.

t max

8788 = 453

t max

t max = 19,4 N/mm2

Karena

t ijin bahan >

t max yang terjadi, maka bahan baut yang digunakan

aman


(6)

3.4.6 Gaya Tarik Maksimal Mobil

Pada mobil penarik mengunakan Mitsubitsi Colt T120 yang memiliki daya 65 PS (80 Kw; 66 HP) dengan torsi maksimal 107 Nm pada RPM 3100. Ukuran roda mobil ini 13 inchi. Sedangkan gaya yang dibutuhkan untuk menarik bike trailer adalah 200 N. Dengan torsi dan ukuran roda yang sudah diketahui, maka dapat dicari gaya tarik maksimal mobil, yaitu :

T = 107 Nm R = 13 inchi =0,1625 m

Fmax = ... (2.13) = ᳈탘̊

탘,᳈ ⾸x

= 658 N

Karena “gaya tarik mobil” > “gaya tarik bike trailer” maka mobil bisa dipakai sebagai penarik bike trailer