Efek Inotropik dan Kronotropik Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina Delile) Dalam Larutan Krebs Henseleit Dengan dan Tanpa Kalsium Pada Isolat Jantung Tikus

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Vernonia amygdalina merupakan salah satu jenis dari genus Vernonia
yang paling sering digunakan (Toyang dan Verpoorte, 2013). Daun Afrika
ternyata sudah dikenal sejak dulu oleh masyarakat di Cina sebagai tanaman obat
yang sangat mujarab. Mereka menyebutnya Nan Fei Shu dan di sebagian daratan
Cina ada yang menyebut Nan Hui Ye. Konon tanaman ini digunakan oleh
kalangan petinggi di lingkungan kekaisaran Cina sebagai obat untuk berbagai
penyakit (Anonim, 2010). Daun Afrika dapat juga ditemukan di rumah-rumah
maupun desa-desa sebagai tanaman pagar dan pot (Akpaso, et al., 2011).
2.1.1 Habitat
Daun Afrika tumbuh di beberapa bagian Afrika, termasuk daerah tropis
dan terutama Afrika Selatan, Zimbabwe, dan Nigeria (Gresham, et al., 2008).
Daun Afrika juga dapat tumbuh liar ataupun ditanam sepanjang sub-saharan
Afrika (Akpaso, et al., 2011).
2.1.2 Morfologi tumbuhan
Daun Afrika (Vernonia amygdalina Delile), umumnya dikenal sebagai
daun yang pahit, merupakan semak yang tinggi puncaknya sekitar 3 meter
(Gresham, et al., 2008). Batang tegak, bulat, berkayu, dan berwarna coklat kotor.
Daun majemuk , anak daun berhadapan, panjang 15-25 cm, lebar 5-8 cm, tebal 710 mm, berbentuk seperti ujung tombak, tepi bergerigi, ujung runcing, pangkal

membulat, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau tua (Ibrahim, et al., 2004;
Ijeh dan Chukwunonso, 2010).

6
Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Sistematika tumbuhan
Menurut Yeap, et al., (2010), sistematika dari tumbuhan daun Afrika
adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae


Bangsa

: Asterales

Suku

: Asteraceae

Marga

: Vernonia

Spesies

: V. Amygdalina

2.1.4 Nama asing
South Africa leaf (Malaysia), bitter leaf (English), akpa gbo (Afrika),
Suwaaka (Cameroon), Ikaruga Chrysanthemum tonsils (China), Etidod (Nigeria),

Olulusia dan South Africa Leaf (Kenya), Awonoo (Ghana), dan Musikavakadzi
(Zimbabwe) (Yeap, et al., 2010).
2.1.5 Kandungan kimia dan kegunaan
Daun Afrika mengandung senyawa golongan saponin, flavonoid,
sesquiterpen lakton, dan glikosida steroid (Ijeh dan Chukwunonso, 2010). Selain
itu juga terdapat sesquiterpen lakton seperti vernodalin dan vernoamygdalin dan
glikosida steroid seperti vernonioside B1 dan vernoniol B1 (Ojiako dan Nwanjo,
2006).
Daun Afrika memiliki khasiat antara lain sebagai antioksidan (Pinem,
2012), antimutagenik (Ginting, 2012), antikanker (Oyugi, et al., 2009; Gresham,

7
Universitas Sumatera Utara

et al., 2008) antidiabetes (Atangwho, et al.,2007; Nwanjo dan Nwokoro, 2004;
Setiawan, 2012), dan analgetik (Njan, et al., 2008).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari
jaringan tumbuhan maupun hewan dengan pelarut yang sesuai. Sebelum ekstraksi
dilakukan biasanya bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada

derajat kehalusan tertentu(Harborne, 1987).
Hasil ekstraksi disebut ekstrak, yaitu sediaan kental atau cair yang
diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif dengan pelarut yang sesuai
kemudian menguapkan semua atau hampir semua pelarut yang digunakan pada
ekstraksi (Depkes RI., 1995).
Tujuan utama dari ekstraksi adalah untuk mendapatkan atau memisahkan
sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan. Zat aktif yang
terdapat dalam simplisia tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan minyak
atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain (Depkes RI., 2000).
Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering
digunakan antara lain yaitu:
a. Cara dingin
Maserasi
Maserasi
menggunakan

adalah
pelarut

penyarian

disertai

simplisia

sesekali

dengan

pengadukan

cara
pada

perendaman
temperatur

kamar.Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut
maserasikinetik sedangkan yang dilakukan panambahan ulang pelarut setelah

8

Universitas Sumatera Utara

dilakukan

penyaringan

terhadap

maserat

pertama

dan

seterusnya

disebutremaserasi.
Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator
dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang

umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat.
b. Cara panas
Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia pada temperatur titik didihnya
menggunakan alat dengan pendingin balik dalam waktu tertentu dimana pelarut
akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.
Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50°C.
Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru,
dilakukan dengan menggunakan alat khusus (soklet) dimana pelarut akan
terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel.
Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 15 menit.


9
Universitas Sumatera Utara

Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 30 menit.
2.3 Kontraksi Jantung
Kontraksi sel otot jantung dipicu oleh potensial aksi yang akan menyebar
ke seluruh membran sel. Terdapat dua jenis sel otot jantung :
a. Sel kontraktil, yang membentu 99% dari sel-sel otot jantung, melakukan
kerja mekanis memompa jantung. Sel-sel ini dalam keadaan normal tidak
membentuk sendiri potensial aksinya.
b. Sel

otoritmik,

tidak

berkontraksi


tetapi

khusus

memulai

dan

menghantarkan potensial aksi yang menyebabkan kontraksi sel-sel jantung
kontraktil (Sherwood, 2011).
Sel-sel jantung non-kontraktil yang mampu melakukan otoritmisitas
terletak di tempat-tempat berikut :
a. Sinoatrial node (SA node), terletak di atrium kanan dekat tempat
masuknya vena cava superior.
b. Atrioventricular node (AV node), suatu berkas kecil sel-sel otot jantung
khusus yang terletak di dasar atrium kanan dekat septum, tepat di atas
pertemuan atrium dan ventrikel.
c. Bundle of His, bercabang dua di septum yaitu left bundle branch (LBB)
dan right bundle branch (RBB). LBB aktivasi ke ventrikel kiri dan RBB
aktivasi ke ventrikel kanan.

d. Purkinje system (Majid, 2005).

10
Universitas Sumatera Utara

Impuls jantung berasal dari nodus SA, yaitu pemacu jantung yang
memiliki kecepatan tertinggi. Setelah terbentuk, potensial aksi menyebar ke
seluruh atrium kanan dan kiri. Impuls berjalan dari atrium ke dalam ventrikel
melalui nodus AV. Impuls kemudian merambat cepat menuju berkas His dan
menyebar ke seluruh miokardium melalui serat Purkinje (Sherwood, 2011).
Sarkomer merupakan unit kontraktil dasar miokardium, tersusun oleh dua
miofilamen yang saling tumpang tindih: filamen tebal miosin dan filamen tipis
aktin. Filamen aktin tersusun atas tiga komponen protein: aktin, tropomiosin, dan
troponin. Kontraksi otot terjadi bila tempat aktif pada filamen aktin berikatan
dengan jembatan penghubung miosin, menyebabkan filamen aktin tertarik ke
pusat ke pusat filamen miosin, dan terjadi pemendekan sarkomer.
Kalsium berperan penting dalam ikatan aktin-miosin. Bila tidak terdapat
kalsium, tropomiosin dan troponin melindungi tempat aktif pada filamen aktin,
sehingga mencegah ikatan dengan miosin. Hal ini menghasilkan relaksasi otot
jantung. Bila terdapat kalsium, efek inhibisi tropomiosin dan troponin dapat

dihambat sendiri sehingga tempat aktif pada filamen aktin dapt berikatan dengan
jembatan penghubung miosin. Hal ini menyebabkan pemendekan sarkomer dan
terjadilah kontraksi jantung (DeBeasi, 2003).
Kalsium yang penting dalam ikatan aktin-miosin tersedia selama stimulasi
listrik sel jantung, yaitu saat timbul potensial aksi. Begitu dihasilkan potensial
aksi melewati membran sel, saluran kalsium lambat pada membran sel menjadi
teraktivasi. Hal ini menimbulkan periode plateau pada potensal aksi. Kalsium
berpindah melewati sarkolema (membran sel) dan tubulus transversa (perluasan
membran sel). Perpindahan kalsium ke bagian dalam sel menyebabkan lepasnya

11
Universitas Sumatera Utara

sejumlah besar kalsium yang tersimpan dari retikulum sarkoplasma. Kalsium
kemudian menghambat efek inhibisi tropomiosin-troponin, menyebabkan
terjadinya ikatan aktin-miosin, pemendekan sarkomer, dan menyebabkan
kontraksi miokardium. Energi yang dibutuhkan untuk proses kontraksi berasal
dari degradasi adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenosin difosfat (ADP)
(DeBeasi, 2003).
2.4 Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung diartikan sebagai keadaan fungsi jantung yang abnormal,
dimana jantung gagal memompakan darah secara adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan tubuh. Definisi gagal jantung menurut American
Heart Association (AHA) adalah sindroma klinik yang disebabkan oleh kelainan
struktural atau fungsi jantung dimana terjadi gangguan kemampuan jantung baik
untuk pengisian darah ke ventrikel ataupun pemompaan darah (Majid, 2005).
Manifestasi gagal jantung yang utama adalah (1) sesak napas dan rasa
lelah, yang membatasi kemampuan melakukan kegiatan fisik; dan (2) retensi
cairan, yang menyebabkan kongesti paru dan edema perifer. Kedua abnormalitas
tersebut menganggu kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien, tetapi tidak
selalu ditemukan bersama pada seorang pasien. Ada pasien dengan aktivitas fisik
terbatas tanpa retensi cairan, tetapi ada juga pasien dengan edema tanpa sesak
napas atau rasa lelah (Arini dan Nafrialdi, 2011).
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan abnormalitas struktural jantung
(ACC/AHA) atau berdasarkan gejala berkaitan dengan kapasitas fungsional
(NYHA) adalah sebagai berikut (Imaligy, 2014).

12
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Klasifikasi gagal jantung
ACC/AHA
Stadium A
Memiliki resiko tinggi berkembang
menjadi gagal jantung. Tidak terdapat
gangguan struktural dan fungsional
jantung., tidak terdapat tanda dan
gejala
Stadium B
Telah terbentuk penyakit struktur
jantung yang berhubungan dengan
perkembangan gagal jantung. Tidak
terdapat tanda dan gejala.
Stadium C
Gagal jantung asimptomatis yang
berhubungan
dengan
penyakit
struktural jantung yang mendasari

NYHA
Kelas I
Tidak terdapat batasan melakukan
aktivitas fisik. Aktivitas fisik seharihari tidak menimbulkan kelelahan,
palpitasi atau sesak napas
Kelas II
Terdapat batasan aktivitas ringan.
Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
namun aktivitas fisik sehari-hari
menimbulkan kelelahan, palpitasi atau
sesak napas
Kelas III
Terdapat batasan aktivitas bermakna.
Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
tetapi
aktivitas
fisik
ringan
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau
sesak
Kelas IV
Tidak dapat melakukan aktivitas fisik
tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
istirahat. Keluhan meningkat saat
melakukan aktivitas.

Stadium D
Penyakit jantung struktural jantung
yang lanjut serta gejala gagal jantung
yang sangat bermakna saat istirahat
walaupun sudah mendapat terapi
medis maksimal.
ACC: American College of Cardiology, AHA: American Heart Association,
NYHA: New York Heart Association

Pada kebanyakan pasien dengan gagal jantung, disfungsi sistolik dan
disfungsi diastolik ditemukan bersama. Pada disfungsi sistolik, kekuatan kontraksi
ventrikel kiri terganggu sehingga ejeksi darah berkurang, menyebabkan curah
jantung berkurang. Pada disfungsi diastolik, relaksasi dinding ventrikel terganggu
sehingga pengisian darah berkurang, menyebabkan curah jantung berkurang.
Berkurangnya curah jantung inilah yang menimbulkan gejala-gejala gagal
jantung, sebagai akibat langsung dan/atau kompensasinya (Arini dan Nafrialdi,
2011).

13
Universitas Sumatera Utara

Kompensasi pada gagal jantung sistolik terjadi melalui 2 mekanisme
utama, yaitu sistem simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA).
Aktivasi sistem simpatis terjadi sebagai reaksi terhadap penurunan curah jantung
yang dipersepsi oleh baroreseptor. Peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan
peningkatan kontraksi otot

jantung dan frekuensi denyut jantung melalui

stimulasi reseptor adrenergik β1 di jantung. Akibatnya terjadi peningkatan curah
jantung sebagai kompensasi terhadap penurunan curah jantung pada gagal jantung
sistolik (Arini dan Nafrialdi, 2011).
Aktivasi

sistem

RAA

dimulai

dengan

sekresi

renin

oleh

sel

jukstaglomerular di ginjal melalui stimulasi reseptor adrenergik β1 dan sebagai
reaksi terhadap berkurangnya perfusi ke ginjal. Sekresi renin akan menghasilkan
angiotensin II (Ang II), yang memiliki 2 efek utama yaitu sebagai vasokonstriktor
kuat dan sebagai perangsang produksi aldosteron di korteks adrenal. Efek
vasokontriksi oleh aktivitas simpatis dan Ang II akan meningkatkan beban hulu
(preload) dan beban hilir (afterload) jantung, sedangkan aldosteron menyebabkan
retensi air dan natrium yang akan menambah peningkatan preload jantung.
Tekanan pengisian ventrikel (preload) yang meningkat akan meningkatkan curah
jantung (menurut hubungan Frank-Starling) sebagai mekanisme kompensasi
(Arini dan Nafrialdi, 2011).
Mekanisme kompensasi yang terjadi tidak berjalan lama, karena dengan
berjalannya waktu, mekanisme kompensasi tersebut justru memperburuk
disfungsi miokard. Dengan tujuan untuk tetap meningkatkan curah jantung yang
kurang, terjadilah perubahan-perubahan maladaptif berupa hipertrofi dinding
ventrikel (untuk meningkatkan kontraktilitas miokard) dan ekspansi volume

14
Universitas Sumatera Utara

ventrikel (untuk meningkatkan tekanan dinding ventrikel sehingga meningkatkan
kontraktilitas miokard). Akan tetapi perubahan-perubahan maladaptif tersebut,
terutama peningkatan dinding ventrikel yang berlebihan, akan menyebabkan
apoptosis sel jantung dan proliferasi jaringan ikat (fibrosis), sehingga
kontraktilitas miokard akan menurun. Proses yang menghasilkan perubahanperubahan maladaptif dalam struktur dan fungsi jantung ini disebut proses
remodelling

jantung.

Proses

remodelling

yang

progresif

menyebabkan

kontraktilitas miokard menurun, sehingga curah jantung akan semakin menurun
pula. Di samping itu peningkatan afterload jantung juga akan menurunkan curah
jantung. Akibatnya terjadi dekompensasi jantung (Arini dan Nafrialdi, 2011).
2.5 Pengobatan Gagal Jantung
2.5.1 Terapi non-farmakologi
Terapi non-farmakologi terdiri atas :
a. Diet : pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus
diberi diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah atau berat
badannya. Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 g/hari, atau

Dokumen yang terkait

Aktivitas Hepatoprotektif Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia sp.) pada Tikus Putih yang Diinduksi Parasetamol

9 73 100

Efek Inotropik Dan Kronotropik Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina Delile) Pada Isolat Jantung Tikus

3 65 97

Efek Inotropik dan Kronotropik Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina Delile) Dalam Larutan Krebs Henseleit Dengan dan Tanpa Kalsium Pada Isolat Jantung Tikus

10 42 72

Efek Inotropik dan Kronotropik Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina Delile) Dalam Larutan Krebs Henseleit Dengan dan Tanpa Kalsium Pada Isolat Jantung Tikus

0 0 13

Efek Inotropik dan Kronotropik Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina Delile) Dalam Larutan Krebs Henseleit Dengan dan Tanpa Kalsium Pada Isolat Jantung Tikus

0 0 2

Efek Inotropik dan Kronotropik Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina Delile) Dalam Larutan Krebs Henseleit Dengan dan Tanpa Kalsium Pada Isolat Jantung Tikus

0 0 5

Efek Inotropik dan Kronotropik Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina Delile) Dalam Larutan Krebs Henseleit Dengan dan Tanpa Kalsium Pada Isolat Jantung Tikus

1 6 3

Efek Inotropik dan Kronotropik Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina Delile) Dalam Larutan Krebs Henseleit Dengan dan Tanpa Kalsium Pada Isolat Jantung Tikus

0 0 12

EFEK INOTROPIK DAN KRONOTROPIK EKSTRAK ETANOL DAUN AFRIKA (Vernonia amygdalina Delile) PADA ISOLAT JANTUNG TIKUS

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Efek Inotropik Dan Kronotropik Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina Delile) Pada Isolat Jantung Tikus

0 1 15