Pengaruh Faktor Lingkungan dan Karakteristik Ibu terhadap Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, dan frekuensinya lebih dari 3 kali sehari (Irianto,
2014).
Menurut Husamah (2012), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda
perubahan bentuk dan konsistensi tinja, yang melembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya.
Menurut Djitowiyono dan Kristiyanasari (2011), diare adalah pengeluaran
tinja yang tidak normal dan cair. Buang air besar yang tidak normal dan bentuk
tinja yang cair dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya.
2.1.1 Jenis Diare
Diare memiliki beberapa jenis, yaitu sebagai berikut :
1. Diare akut, dimana balita akan kehilangan cairan tubuh dalam jumlah yang
besar sehingga mampu menyebabkan dehidrasi dalam waktu yang cepat.
2. Disentri, ditandai dengan adanya darah dalam tinja yang disebabkan akibat
kerusakan usus yang akan menyebabkan kehilangan zat gizi yang
berdampak pada penurunan status gizi.
3. Diare persisten, dimana kejadian diare dapat berlangsung lebih dari 14

hari. Diare jenis ini sering terjadi pada anak dengan status gizi rendah,
AIDS, dan anak dalam kondisi infeksi (Kemenkes RI, 2011).

9
Universitas Sumatera Utara

10

2.1.2 Penyebab Diare
Penyebab diare pada umumnya disebabkan oleh infeksi seperti virus,
bakteri, atau parasit. Selain karena infeksi, diare juga disebabkan oleh hal lain
seperti efek samping dari obat – obat tertentu, keracunan makanan, atau zat kimia
tertentu,

alergi,

gangguan

penyerapan


(malabsorpsi),

individu

dengan

imunodefisiensi (sistem imun yang terganggu), penyakit saluran pencernaan, dan
lain – lain (Sofwan, 2010).
2.1.3 Gejala dan Tanda Diare
Menurut Widoyono (2008), beberapa gejala dan tanda diare antara lain :
1. Gejala umum
a. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare.
b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut.
c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare.
d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun,
apatis, bahkan gelisah.
2. Gejala spesifik
a. Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras
dan berbau amis.
b. Disenteriform : tinja berlendir dan berdarah.

Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan :
1. Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat
terjadi ringan, sedang, atau berat.

Universitas Sumatera Utara

11

2. Gangguan sirkulasi
Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang
singkat. Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien
dapat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh
berkurangnya volume darah (hipovolemia).
3. Gangguan asam-basa (asidosis)
Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari
dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernapas cepat
untuk membantu meningkatkan pH arteri.
4. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami

malnutrisi (kurang gizi). Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma.
Penyebab yang pasti belum diketahui, kemungkinan karena cairan
ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk kedalam cairan
intraseluler sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koma.
5. Gangguan gizi
Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output
yang berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian
makanan dihentikan, serta sebelumnya penderita sudah mengalami
kekurangan gizi (malnutrisi).

Universitas Sumatera Utara

12

Derajat dehidrasi akibat diare dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Tanpa dehidrasi, biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih
bisa bermain seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat,
anak masih mau makan dan minum seperti biasa.
2. Dehidrasi ringan atau sedang, menyebabkan anak rewel atau gelisah,
mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan cepat jika

dicubit.
3. Dehidrasi berat, anak apatis (kesadaran berkabut), mata cekung, pada
cubitan kulit turgor kembali lambat, napas cepat, anak terlihat lemah.
2.1.4 Penularan Diare
Penularan penyakit diare sebagian besar disebabkan oleh kuman seperti
virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan
mekanisme berikut ini :
1. Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi
bila seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik
tercemar dari sumbernya, tercemar sampai ke rumah-rumah, atau tercemar
pada saat disimpan di rumah. Pencemaran dirumah terjadi bila tempat
penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh
air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
2. Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus
atau bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh
binatang dan kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka
makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang memakannya.

Universitas Sumatera Utara


13

3. Tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan, atau sesudah buang air
besar (BAB) akan memungkinkan kontaminasi langsung (Widoyono,
2008).
2.1.5 Penanganan Diare
Menurut Kemenkes RI (2011) bahwa penanganan diare dilakukan dengan
“LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare)” meliputi:
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari
rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak
tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air
matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru
dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan
muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk
mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus
segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan
melalui infus.
2. Berikan Obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam

tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide
Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan
mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam
epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi
selama kejadian diare.

Universitas Sumatera Utara

14

Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama
dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,
mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare
pada 3 bulan berikutnya.
3. Pemberian ASI / Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi
pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus
lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan
lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi

yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah
diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu
untuk membantu pemulihan berat badan.
4. Pemberian Antibiotika Hanya Atas Indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya
kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya
bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena
shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak
di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah
dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar

Universitas Sumatera Utara

15

menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat
anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit

(amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi
nasehat tentang :
a) Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
-

Diare lebih sering

-

Muntah berulang

-

Sangat haus

-


Makan/minum sedikit

-

Timbul demam

-

Tinja berdarah

-

Tidak membaik dalam 3 hari

2.2 Upaya Kegiatan Pencegahan Diare
Adapun beberapa langkah pencegahan diare yang tepat dan efektif adalah
sebagai berikut (Sofwan, 2010). :
1) Memberikan ASI
ASI adalah makanan terbaik bagi bayi. Berikan ASI eksklusif selama 6
bulan pertama usia bayi. ASI eksklusif adalah hanya memberikan ASI

selama 6 bulan pertama, tanpa cairan lain, susu formula, atau makanan lain
termasuk air putih. ASI menambah daya tahan anak terhadap berbagai

Universitas Sumatera Utara

16

infeksi serta mengurangi risiko alergi pada anak. ASI eksklusif akan
membantu sistem saluran pencernaan bayi berkembang lebih baik. Tidak
hanya itu, ASI eksklusif juga akan menambah flora normal (bakteri baik)
yang ada dalam usus.
2) Memperbaiki makanan pendamping ASI
Perkenalkan makanan padat ketika anak memasuki usia 6 bulan ke atas
(proses penyapihan). ASI tetap diberikan dengan tambahan makanan padat
lainnya. Pemberian makanan padat harus disesuaikan dan bertahap, mulai
dari makanan lunak, kemudian makanan yang dipotong kecil – kecil,
hingga akhirnya diberikan dalam bentuk utuh. Kenaikan konsistensi serta
jumlahnya disesuaikan perhari.
Perhatikan kecukupan gizi pada setiap pemberian makanan padat. Selain
itu, jangan membiasakan pemberian makanan setengah matang kepada
anak, serta usahakan pemberian makanan yang diolah dan dimasak dengan
higienis. Jajan sembarangan juga dapat menjadi salah satu penyebab diare.
3) Menggunakan air bersih
Air merupakan salah satu media penularan berbagai kuman (virus, bakteri,
parasit, atau jamur).Air yang tidak bersih dapat menyebabkan diare akut.
Cobalah untuk selalu menggunakan air bersih, baik untuk memasak,
mencuci tangan, mencuci botol susu, mencuci pakaian, ataupun untuk
diminum.

Universitas Sumatera Utara

17

4) Sering mencuci tangan
Biasakan anak untuk sering mencuci tangan, baik sebelum dan sesudah
makan, sebelum dan sesudah buang air besar, sesudah bermain, dan
sesudah beraktivitas diluar rumah.
5) Menggunakan jamban
Jamban atau toilet yang bersih sangat penting. Sanitasi dan kebersihan
lingkungan sangat membantu mengurangi resiko diare pada anak.
Usahakan selalu buang air besar di jamban, jangan lupa untuk
membersihkan jamban secara teratur.
6) Membuang tinja dengan benar
Tinja ataupun popok bayi yang bekas pakai perlu dibuang ke tempat yang
benar. Jangan sembarangan membuang popok bayi. Setelah dibuang
ketempat yang tepat, jangan lupa untuk mencuci tangan.
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan Masyarakat
Menurut H.L Blum, terdapat 4 faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan baik
individu, kelompok, maupun masyarakat antara lain (Triwibowo dan Pusphandani,
2015):
1. Lingkungan (Environment)
Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik (baik natural maupun buatan
manusia) contohnya sampah, air, udara, perumahan dan sosialkultur (seperti
ekonomi, pendidikan, pekerjaan dll). Pada lingkungan fisik, kesehatan akan
dipengaruhi oleh kualitas sanitasi lingkungan dimana manusia itu berada. Hal
ini dikarenakan banyak penyakit yang bersumber dari buruknya kualitas

Universitas Sumatera Utara

18

lingkungan, contohnya ketersediaan air bersih pada suatu daerah akan
mempengaruhi derajat kesehatan karena air merupakan kebutuhan pokok
manusia dan manusia selalu berinteraksi dengan air dalam kehidupan seharihari.
Sedangkan lingkungan sosial berkaitan dengan kondisi perekonomian
suatu masyarakat. Semakin miskin individu atau masyarakat maka akses
untuk mendapatkan derajat kesehatan yang baik akan semakin sulit. Misalnya
manusia membutuhkan makanan dengan gizi seimbang untuk menjaga
kelangsungan hidup, jika individu atau masyarakat berada pada garis
kemiskinan maka akan sulit untuk memenuhi kebutuhan makanan dengan
gizi seimbang.
Demikian juga dengan tingkat pendidikan individu atau masyarakat,
semakin tinggi tingkat pendidikan individu atau masyarakat maka
pengetahuan untuk hidup sehat akan semakin baik.
2. Perilaku (Life styles)
Gaya hidup individu atau masyarakat sangat berpengaruh terhadap
derajat kesehatan. Misalnya dalam masyarakat yang mengalami transisi dari
masyarakat

tradisional

menuju

masyarakat

modern,

dimana

sarana

transportasi pada masyarakat tradisional masih sangat minim maka
masyarakat terbiasa berjalan kaki dalam beraktifitas, sehingga individu atau
masyarakat senantiasa menggerakkan anggota tubuhnya (berolahraga). Pada
masyarakat modern dimana banyaknya sarana transportasi sehingga
masyarakat kurang menggerakkan anggota tubuhnya. Kondisi ini dapat
beresiko mengakibatkan obesitas pada masyarakat modern ditambah lagi

Universitas Sumatera Utara

19

dengan kebiasaan masyarakat modern mengkonsumsi makanan cepat saji
yang kurang mengandung serat. Fakta tersebut akan mengakibatkan transisi
epidemiologis dari penyakit menular ke penyakit degeneratif.
3. Pelayanan Kesehatan (Health Care Sevices)
Pelayanan kesehatan sangat mempengaruhi derajat kesehatan.
Pelayanan kesehatan disini adalah pelayanan kesehatan paripurna dan
intregatif antara menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan,
pencegahan penyakit, pengobatan dan perawatan kesehatan, serta faktor
lokasi atau jarak ke tempat pelayanan kesehatan, sumber daya manusia,
informasi, kesesuaian program pelayanan kesehatan dengan kebutuhan
masyarakat.
Semakin mudah akses individu atau masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan maka derajat kesehatan masyarakat semakin baik. Adapun faktor
pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi kesehatan, dapat terlihat sebagai
berikut ini :
a. Adanya upaya promotif terhadap penularan HIV/AIDS akan
menurunkan prevalensi HIV/AIDS.
b. Ketersediaannya sarana dan prasarana kesehatan yang baik akan
memudahkan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan
yang berkualitas.
c. Adanya asuransi kesehatan akan memudahkan individu atau
masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

20

4. Keturunan
Faktor keturunan atau genetik ini juga sangat berpengaruh pada
derajat kesehatan. Hal ini karena ada beberapa penyakit yang diturunkan
lewat genetik atau faktor yang telah ada dalam diri manusia yang dibawa
sejak lahir, sebagai contohnya : diabetes mellitus, asma, epilepsy, retardasi
mental, hipertensi, buta warna. Faktor keturunan ini sulit untuk diintervensi
dikarenakan hal ini merupakan bawaan dari lahir dan jika intervensi maka
harga yang dibayar cukup mahal.
2.4 Karakteristik Ibu Dalam Perilaku Kesehatan
Para ahli telah merumuskan berbagai faktor karakteristik individu yang
berpengaruh terhadap perilaku kesehatannya.Menurut Notoatmodjo (2003), beberapa
faktor individu terkait kesehatan antara lain :

1. Umur
Umur adalah usia ibu yang menjadi indikator dalam kedewasaan
dalam setiap pengambilan keputusan untuk melakukan sesuatu yang
mengacu pada setiap pengalamannya. Umur seseorang sedemikian
besarnya akan mempengaruhi perilaku, karena semakin lanjut umurnya
maka semakin lebih bertanggung jawab. Karakteristik pada ibu balita
berdasarkan umur sangat berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita,
dimana semakin tua umur seorang ibu maka kesiapan dalam mencegah
kejadian diare akan semakin baik dan dapat berjalan dengan baik.

Universitas Sumatera Utara

21

2. Status Pekerjaan
Status pekerjaan ibu mempunyai hubungan yang erat dengan
kejadian diare pada anak balita. Pada pekerjaan ibu maupun keaktifan ibu
dalam berorganisasi sosial berpengaruh pada kejadian diare pada balita.
Hal ini dapat dijadikan pertimbangan bagi ibu balita apabila ingin
berpartisipasi dalam lapangan pekerjaan.Dengan pekerjaannya tersebut
diharapkan ibu mendapat informasi tentang pencegahan diare, karena
kejadian diare lebih banyak terdapat pada anak balita yang ibunya bekerja
dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.
Pada ibu balita yang terkena diare biasanya kurang cepat tertangani
karena kesibukan dari pekerjaan ibu. Dimana penanganan balita yang
terkena diare di karenakan ketiadaan waktu untuk memeriksakan ke tenaga
kesehatan, hal ini terjadi karena waktunya kadang bersamaan dengan
waktu kerja yang tidak bisa ditinggalkan yang akibatnya diare pada
balitanya akan semakin kritis. Dibandingkan dengan ibu yang tidak
bekerja biasanya akan cepat tertangani dengan penanganan sederhana
seperti pemberian cairan oralit serta banyaknya waktu untuk mengontrol
keadaan balitanya, hal ini dapat memperlambat diare pada balita.
3. Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga menentukan pemanfaatan fasilitas kesehatan
yang baik. Dimana semakin tinggi pendapatan keluarga, semakin baik
fasilitas dan cara hidup mereka yang terjaga akan semakin baik.
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas

Universitas Sumatera Utara

22

fasilitas kesehatan disuatu keluarga. Walaupun demikian ada hubungan
yang erat antara pendapatan dan kejadian diare.
Tingkatan pendapatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
hidup, dimana status ekonomi orang tua yang baik akan berpengaruh pada
fasilitas yang diberikannya. Tingkat pendapatan akan mempengaruhi pola
kebiasaan dalam menjaga kebersihan dan penanganan yang selanjutnya
berperan dalam prioritas penyediaan fasilitas kesehatan. Apabila tingkat
pendapatan baik, maka fasilitas kesehatan mereka khususnya didalam
rumahnya akan terjamin misalnya dalam penyediaan air bersih,
penyediaan jamban sendiri, atau jika mempunyai ternak akan dibuatkan
kandang yang baik dan terjaga kebersihannya. Rendahnya pendapatan
merupakan rintangan yang menyebabkan orang tidak mampu memenuhi
fasilitas kesehatan sesuai kebutuhannya. Pada ibu balita yang mempunyai
pendapatan kurang akan lambat dalam penanganan diare misalnya karena
ketiadaan biaya berobat ke petugas kesehatan yang akibatnya dapat terjadi
diare yang lebih parah lagi.
4. Pendidikan
Ibu yang berpendidikan formal lebih tinggi akan mempunyai
pengetahuan yang lebih tinggi di bandingkan dengan ibu dengan
pendidikan formal lebih rendah, karena akan lebih mampu memahami arti
dan pentingnya kesehatan. Sehingga ibu yang memiliki pengetahuan yang
lebih tinggi bisa membantu mengurangi kejadian diare pada anak
balitanya.

Universitas Sumatera Utara

23

5. Pengetahuan
Pengetahuan ibu terhadap diare juga sangat penting, karena balita
dapat terhindar dari penyakit asalkan pengetahuan ibu tentang kesehatan
dapat ditingkatkan, sehingga perilaku dan lingkungan sosialnya menjadi
sehat. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari pengalaman langsung
maupun melalui pengalaman orang lain. Tingkat pengetahuan ibu
berkaitan erat dengan bagaimana seorang ibu balita yang mampu
melakukan penanganan terhadap balita yang mengalami diare. Bagi ibu
harus memiliki pengetahuan tentang diare secara langsung yang
berdampak pada terhindar dari terjadinya diare pada balita.
Sebagian masyarakat masih ada yang beranggapan bahwa penyakit
diare banyak disebabkan karena bertambahnya kepandaian anak, salah
makan, masuk angin. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan masyarakat yang
disebabkan kurangnya mendapat informasi atau tidak mengetahui tentang
penyebab terjadinya diare.
6. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak
dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku
yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan seharihari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Sikap belum merupakan suatu tidakan atau aktivitas, akan tetapi

Universitas Sumatera Utara

24

merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.Sikap ibu yang negatif
terhadap perilaku hidup sehat, besar kemungkinan akan menyebabkan
terjadinya kesakitan diare pada balita.
2.5 Hubungan Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diare
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua
faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor
ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak
sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang
tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan
kejadian diare (Depkes RI, 2005).
2.5.1 Sumber Air
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 492 / MENKES / PER /
IV / 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum menetapkan bahwa kualitas
air harus memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan fisika,
mikrobiologis, kimiawi, dan radioaktif.
Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa, dan
tidak berbau. Air minum seharusnya tidak mengandung kuman pathogen yang
dapat membahayakan manusia (Slamet, 2009).
Pada umumnya untuk keperluan sehari-hari masyarakat menggunakan
sumber air antara lain :
1. PAM (Perusahaan Air Minum)
PAM adalah perusahaan air yang menangani air bersih dengan sistem
perpipaan. Status perusahaan air minum di Indonesia terdiri dari Perusahan

Universitas Sumatera Utara

25

Daerah Air Minum (PDAM) adalah perusahaan yang merupakan prasarana
air bersih (air minum) untuk kebutuhan lebih dari 60 liter/orang/hari yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Air dari PAM dianggap memenuhi
syarat sebagai sumber air bersih.
2. Sumur Gali
Persyaratan sumur gali :
a. Lokasi
1) Jarak minimal 10 meter dari sumber pencemaran misalnya
jamban, tempat pembuangan air kotor, lubang resapan, tempat
pembuangan sampah, kandang ternak, dan tempat-tempat
pembuangan kotoran lainnya.
2) Lokasi sumur gali harus terletak pada daerah yang lapisan
tanahnya mengandung air sepanjang musim.
3) Lokasi sumur gali diusahakan terletak pada daerah yang bebas
banjir.
b. Konstruksi
1) Dinding sumur harus kedap air sedalam 3 meter dari
permukaan

tanah

untuk

mencegah

rembesan

dari

air

permukaan.
2) Bibir sumur harus kedap air minimal setinggi 0,7 meter dari
permukaan tanah untuk mencegah rembesan air bekas
pemakaian kedalam sumur.

Universitas Sumatera Utara

26

3) Cara pengambilan air sumur sedemikian rupa sehingga dapat
mencegah masuknya kotoran kembali melalui alat yang
dipergunakan misalnya pompa tangan, timba dengan kerekan
dan sebagainya.
4) Lantai harus kedap air dengan jarak antara tepi lantai dan tepi
luar dinding sumur minimal 1 meter dengan kemiringan kearah
tepi lantai.
5) Saluran pembuangan air kotor atau bekas harus kedap air
sepanjang minimal 10 meter dihitung dari tepi sumur.
2.5.2 Ketersediaan Jamban
Pembuangan tinja manusia yang terinfeksi yang dilaksanakan secara tidak
layak tanpa memenuhi persyaratan sanitasi dapat menyebabkan terjadinya
pencemaran tanah dan sumber–sumber penyediaan air. Disamping itu seranggaserangga seperti lalat dapat menyebarkan tinja dan kadang–kadang menimbulkan
bau yang tidak dapat ditolerir (Priyoto, 2015).
Jamban yang memenuhi syarat kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut.
2. Tidak mengotori air permukaan disekitar.
3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.
4. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan
binatang-binatang lainnya.
5. Tidak menimbulkan bau.
6. Mudah digunakan dan dipelihara.

Universitas Sumatera Utara

27

7. Dapat diterima oleh masyarakat.
8. Tersedia cukup air untuk membersihkan.
9. Tersedia sabun cuci tangan setelah buang air besar.
Agar persyaratan–persyaratan ini dapat terpenuhi, maka perlu diperhatikan
beberapa hal antara lain sebagai berikut :
a. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban terlindung
dari panas dan hujan, serangga dan binatang lain, dan terlindung dari
pandangan orang lain.
b. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak
yang kuat dan sebagainya.
c. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak
mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau dan sebagainya
d. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air dan sabun.
2.5.3 Pengelolaan Sampah
Menurut Notoatmodjo (2003), Pengelolaan sampah yang baik bukan
hanya untuk kepentingan kesehatan saja, tetapi juga untuk keindahan lingkungan.
Definisi pengelolaan sampah disini meliputi pengumpulan, pengangkutan,
sampai dengan pemusnahan atau pengolahan sampah sedemikian rupa sehingga
sampah tidak menjadi gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup.
Cara–cara pengelolaan sampah antara lain sebagai berikut:
1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah.
Pengumpulan sampah adalah tanggung jawab dari masing–masing
rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu

Universitas Sumatera Utara

28

mereka harus membangun atau mengadakan tempat khusus untuk
mengumpulkan

sampah.

Kemudian

dari

masing–masing

tempat

pengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke Tempat Penampungan
Sementara (TPS) sampah dan selanjutnya ke Tempat Penampungan Akhir
(TPA).
2. Pemusnahan dan pengelolaan sampah
Pemusnahan dan pengolahan sampah dapat dilakukan melalui
berbagai cara, antara lain sebagai berikut:
a. Ditanam (landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat

lubang di tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun
dengan tanah.
b. Dibakar

(inceneration),

yaitu pemusnahan sampah dengan

membakar di dalam tungku pembakaran (incenerator).
c. Dijadikan pupuk (composting) yaitu pengolahan sampah menjadi

pupuk, khususnya untuk sampah organik daun–daunan, sisa
makanan, dan sampah lain yang dapat membusuk.
2.6 Kejadian Diare Pada Balita
Angka kejadian diare di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih
tinggi. Indonesia pun menjadi salah satu Negara dengan tingkat kejadian diare yang
cukup tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada
tahun 2000 IR (Incidence Rate) penyakit diare 301/1000 penduduk, tahun 2003 naik
menjadi 374/100 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun

Universitas Sumatera Utara

29

2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih
sering terjadi, dengan CFR (Case Fatality Rate) yang masih tinggi. Pada tahun 2008
terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang
(CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5765
orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB
diare di 33 Kecamatan dengan jumlah penderita 4204 orang dengan kematian 73
orang (CFR 1,74%) (Kemenkes RI, 2011).
Salah satu langkah dalam pencapaian target MDG’s (Goal ke-4) adalah
menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset
Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab
utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian diare adalah tata
laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk
menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat
(Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa diare mempunyai prevalensi yang
sangat tinggi dan mempunyai andil yang besar dalam meningkatkan angka kematian
balita di Indonesia. Faktor yang mempengaruhi kejadian diare, antara lain yang
paling sering adalah : ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak
sehat, sedangkan secara klinis dapat disebabkan oleh infeksi, malabsorbsi, makanan,
dan psikologis.

Universitas Sumatera Utara

30

2.7 Kerangka Konsep
Variabel Bebas

Variabel Terikat

Karakteristik Ibu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Umur
Status Pekerjaan
Pendapatan Keluarga
Pendidikan
Pengetahuan
Sikap
Kejadian Diare Pada
Balita

Faktor Lingkungan :
1. Penyediaan Air Bersih
2. Ketersediaan Jamban
3. Tempat Pembuangan
Sampah

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep di atas, dapat dirumuskan variabel yang akan
diteliti sebagai berikut:
1. Karakteristik ibu adalah ciri dari seseorang yang melekat pada ibu, yang
dapat membedakan seorang ibu dengan ibu lainnya, berhubungan dengan
kejadian diare yang dilihat dari :
a. Umur, adalah usia ibu yang menjadi indikator dalam kedewasaan
dalam setiap pengambilan keputusan untuk melakukan sesuatu
yang mengacu pada setiap pengalamannya. Karakteristik pada ibu
balita berdasarkan umur sangat berpengaruh terhadap kejadian
diare pada balita, dimana semakin tua umur seorang ibu maka

Universitas Sumatera Utara

31

kesiapan dalam mencegah kejadian diare akan semakin baik dan
dapat berjalan dengan baik.
b. Status pekerjaan ibu mempunyai hubungan yang erat dengan
kejadian diare pada anak balita. Hal ini dapat dijadikan
pertimbangan bagi ibu balita apabila ingin berpartisipasi dalam
lapangan pekerjaan.Dengan pekerjaannya tersebut diharapkan ibu
mendapat informasi tentang pencegahan diare, karena kejadian
diare lebih banyak terdapat pada anak balita yang ibunya bekerja
dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.
c. Pendapatan keluarga menentukan pemanfaatan fasilitas kesehatan
yang baik. Dimana semakin tinggi pendapatan keluarga, semakin
baik fasilitas dan cara hidup mereka yang terjaga akan semakin
baik. Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan
kuantitas fasilitas kesehatan disuatu keluarga. Walaupun demikian
ada hubungan yang erat antara pendapatan dan kejadian diare. Pada
ibu balita yang mempunyai pendapatan kurang akan lambat dalam
penanganan diare misalnya karena ketiadaan biaya berobat ke
petugas kesehatan yang akibatnya dapat terjadi diare yang lebih
parah lagi.
d. Pendidikan ibu, ibu yang berpendidikan formal lebih tinggi akan
mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi di bandingkan dengan
ibu dengan pendidikan formal lebih rendah, karena akan lebih
mampu memahami arti dan pentingnya kesehatan. Sehingga ibu

Universitas Sumatera Utara

32

yang memiliki pengetahuan yang lebih tinggi bisa membantu
mengurangi kejadian diare pada anak balitanya.
e. Pengetahuan ibu, tingkat pengetahuan ibu berkaitan erat dengan
bagaimana seorang ibu balita yang mampu melakukan penanganan
terhadap balita yang mengalami diare. Bagi ibu harus memiliki
pengetahuan tentang diare secara langsung yang berdampak pada
terhindar dari terjadinya diare pada balita.
f. Sikap, adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu
tidakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan
suatu perilaku. Sikap ibu yang negatif terhadap perilaku hidup
sehat, besar kemungkinan akan menyebabkan terjadinya kesakitan
diare pada balita.
2. Faktor lingkungan adalah segala sesuatu yang terdapat di lingkungan
masing-masing ibu yang dapat mempengaruhi tindakan ibu dalam kejadian
diare meliputi:
a. Penyediaan Air Bersih (PAB), adalah penyediaan air dengan
kualitas air harus memenuhi syarat kesehatan yang meliputi
persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi, dan radioaktif.
b. Ketersediaan Jamban adalah tempat pembuangan tinja manusia
yang terinfeksi jika dilaksanakan secara tidak layak tanpa
memenuhi persyaratan sanitasi dapat menyebabkan terjadinya
pencemaran tanah dan sumber–sumber penyediaan air. Disamping

Universitas Sumatera Utara

33

itu serangga-serangga seperti lalat dapat menyebarkan tinja dan
kadang–kadang menimbulkan bau yang tidak dapat ditolerir.
c. Tempat Pembuangan Sampah (TPS) merupakan sumber penyakit
dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat,
kecoa, dsb. Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan
menimbulkan gangguan kenyamanan seperti bau yang tidak sedap
dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu
pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan
penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus
dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan
sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan
sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan
sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.
3. Kejadian diare, adalah kasus diare yang terjadi di lapangan diakibatkan
hubungan dari beberapa faktor penyebab.
2.8 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan, tujuan penelitian dan kerangka konsep, maka
dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini, yaitu ada pengaruh karakteristik
ibu (Umur, Status Pekerjaan, Pendapatan Keluarga, Pendidikan, Pengetahuan dan
Sikap) dan Faktor lingkungan (Penyediaan Air Bersih, Ketersediaan Jamban dan
Tempat Pembuangan Sampah) terhadap kejadian diare pada Balita di Puskesmas
Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Faktor Lingkungan dan Karakteristik Ibu terhadap Tindakan Penanganan Diare pada Balita di Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli Kota Medan Tahun 2009.

0 36 93

Faktor Risiko yang Memengaruhi Kasus Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

2 27 161

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN, SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU IBU TERHADAP KEJADIAN DIARE DENGAN DEHIDRASI SEDANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANGKANG KOTA SEMARANG TAHUN 2015.

0 4 166

Faktor Risiko yang Memengaruhi Kasus Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 19

Faktor Risiko yang Memengaruhi Kasus Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 2

Pengaruh Faktor Lingkungan dan Karakteristik Ibu terhadap Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

0 0 18

Pengaruh Faktor Lingkungan dan Karakteristik Ibu terhadap Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

0 0 2

Pengaruh Faktor Lingkungan dan Karakteristik Ibu terhadap Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

0 0 8

Pengaruh Faktor Lingkungan dan Karakteristik Ibu terhadap Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015 Chapter III VI

0 0 56

Pengaruh Faktor Lingkungan dan Karakteristik Ibu terhadap Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2015

0 0 3