Perbandingan Hasil Perawatan Maloklusi Klas I Dengan Pencabutan dan Tanpa Pencabutan Menggunakan Grading System ABO

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Maloklusi
Maloklusi adalah keadaan gigi yang tidak harmonis secara estetik
mempengaruhi penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan fungsi
baik fungsi pengunyahan maupun bicara. Maloklusi umumnya bukan
merupakan proses patologis tetapi proses penyimpangan dari perkembangan
normal.7 Maloklusi menunjukkan

kondisi oklusi

interkuspal dalam

pertumbuhan gigi yang tidak reguler. Penentuan maloklusi dapat didasarkan
pada kunci oklusi normal. Angle membuat pernyataan key of occlusion artinya
molar pertama merupakan kunci oklusi.2,6
Menurut Angle, oklusi normal merupakan hubungan dari bidang-bidang
inklinasi tonjol gigi pada saat kedua maksila dan mandibula dalam keadaan
tertutup, disertai kontak proksimal dan posisi aksial semua gigi yang benar, dan
keadaan pertumbuhan, perkembangan posisi dan relasi antara berbagai macam
jaringan penyangga gigi yang normal pula.4

Menurut Andrew, terdapat enam kunci oklusi normal, sebagai berikut:8
1. Relasi molar menujukkan tonjol mesiobukal molar pertama maksila
beroklusi di groove

antara mesial dan sentral dari molar pertama

mandibula.

Universitas Sumatera Utara

2. Angulasi mahkota yang benar.
3. Inklinasi mahkota labiolingual atau bukolingual
4. Tidak ada rotasi gigi.
5. Tidak ada celah di antara gigi geligi.
6. Adanya curve of Spee yang datar terhadap dataran oklusal.
2.2 Klasifikasi Maloklusi
Cara paling sederhana untuk menentukan maloklusi ialah dengan
Klasifikasi Angle. Angle mengklasifikasi maloklusi berdasarkan asumsi bahwa
gigi molar pertama hampir tidak pernah berubah posisinya dan dikelompokkan
menjadi tiga kelompok, yaitu maloklusi Klas I, Klas II, dan Klas III.2,6,7

1.

Maloklusi Klas I : relasi normal anteroposterior dari mandibula dan
maksila. Tonjol mesiobukal molar pertama permanen maksila berada
pada bukal groove molar pertama permanen mandibula (Gambar 1).
Terdapat relasi lengkung anteroposterior yang normal dilihat dari
relasi molar pertama permanen (netro-oklusi).

Kelainan yang

menyertai maloklusi Klas I yakni: gigi berjejal, rotasi dan protrusi.7
Martin Dewey kemudian membagi klasifikasi Angle Klas I menjadi 5
tipe:3,6
Tipe 1 : Klas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded
atau gigi kaninus ektopik
Tipe 2 : Klas I dengan gigi anterior letaknya labioversi atau protrusi

Universitas Sumatera Utara

Tipe 3 : Klas I dengan gigi anterior palatoversi sehingga terjadi

gigitan terbalik (anterior crossbite).
Tipe 4 : Klas I dengan gigi posterior yang crossbite.
Tipe 5 : Klas I dengan pegeseran gigi molar permanen ke arah mesial
akibat prematur ekstraksi.

Gambar 1. Maloklusi Klas I7

2. Maloklusi Klas II : relasi posterior dari mandibula terhadap maksila.
Tonjol mesiobukal tonjol molar pertama permanen maksila berada
lebih mesial dari bukal groove gigi molar pertama permanen
mandibula (Gambar 2).7

Gambar 2. Maloklusi Klas II7

Universitas Sumatera Utara

Divisi 1

: insisivus sentral maksila proklinasi sehingga didapatkan
overjet besar, insisivus lateral maksila juga proklinasi,

overbite besar, dan curve of Spee positif.

Divisi 2

: insisivus sentral maksila retroklinasi, insisivus lateral
maksila proklinasi, tumpang gigit besar (gigitan dalam).
Overjet dapat normal atau sedikit bertambah.

3.

Maloklusi Klas III : relasi anterior dari mandibula terhadap maksila. 12
Tonjol mesiobukal molar pertama permanen maksila berada lebih
distal dari bukal groove gigi molar pertama permanen mandibula dan
terdapat anterior crossbite (Gambar 3).6,7

Gambar 3. Maloklusi Klas III7

Dewey juga membagi maloklusi Klas III Angle
menjadi 3 tipe, yaitu:3,6
Tipe 1


: adanya lengkung gigi yang baik tetapi relasi lengkungnya
tidak normal.

Tipe 2 :adanya lengkung gigi yang baik dari gigi anterior maksila
tetapi ada linguoversi dari gigi anterior mandibula.

Universitas Sumatera Utara

Tipe 3 : lengkung maksila kurang berkembang; linguoversi dari gigi
anterior maksila; lengkung gigi mandibula baik.
Salzmann

mengklasifikasikan oklusi berdasarkan struktur skeletal.

Salzmann membagi maloklusi skeletal menjadi 3 Klas (Gambar 4), yaitu:3
a. Klas I: mandibula berada 2-3 mm di belakang maksila. Maloklusi
skeletal Klas I disebut dengan orthognathic. Maloklusi yang terjadi
murni pada gigi, dimana tulang wajah dan rahang berada pada posisi
yang harmonis. Salzmann membagi maloklusi skeletal Klas I menjadi

beberapa divisi, yaitu: divisi 1, lokal malrelasi dari insisivus, kaninus,
dan premolar; divisi 2, protrusi gigi insisivus maksila; divisi 3,
insisivus maksila dalam posisi linguoversi, dan; divisi 4, protrusi
bimaksila.
b. Klas II: mandibula pada posisi retruded dalam hubungannya dengan
maksila. Maloklusi skeletal Klas II dibagi menjadi 2 divisi, yaitu:
divisi 1, dengan ciri khas lengkung gigi maksila sempit dengan gigi
berjejal pada regio kaninus, crossbite mungkin terjadi, tinggi
vertikal wajah berkurang, gigi anterior maksila protrusi, dan profil
retrognasi; divisi 2, dengan ciri khas gigi insisivus sentral maksila
inklinasi ke lingual, gigi insisivus lateral normal atau labioversi.
c. Klas III: mandibula pada posisi protruded dalam hubungannya
dengan maksila. Terjadi pertumbuhan berlebihan pada mandibula

Universitas Sumatera Utara

dengan sudut bidang mandibula yang tumpul. Profil pada maloklusi
skeletal Klas III adalah prognasi pada mandibula.

Klas I


Klas II

Klas III

Gambar 4. Klasifikasi maloklusi skeletal3

2.3 Perawatan Ortodonti
Perawatan ortodonti bertujuan untuk mencapai hubungan oklusi dan
fungsi yang baik, perbaikan keadaaan dentofasial dan estetis wajah, serta
menghasilkan kedudukan gigi yang stabil setelah perawatan.5,7 Perawatan
ortodonti dapat dilakukan dengan piranti lepasan, cekat maupun kombinasi.
Perawatan ortodonti dengan hasil yang lebih baik dapat dicapai dengan
penggunaan piranti cekat. Keunggulan piranti cekat antara lain : 1) mampu
menggerakkan gigi dalam 3 dimensi yaitu arah bukolingual, mesiodistal dan
oklusoapikal, 2) memberikan retensi dan stabilisasi yang baik, 3) dapat
digunakan pada kasus yang sulit serta untuk gerakan tipping, bodily dan
torque.2,7,18

Universitas Sumatera Utara


2.3.1 Perawatan Maloklusi Klas I
Pada maloklusi Klas I terdapat dua perawatan utama yang biasa
dilakukan yaitu dengan pencabutan dan tanpa pencabutan. Perawatan dengan
pencabutan dan tanpa pencabutan memiliki tujuan yang sama yaitu
mendapatkan ruang agar gigi dapat berada di posisinya dengan baik. Beberapa
kondisi gigi yang memerlukan ruang yaitu crowding, rotasi gigi anterior atau
posterior, kurva Spee yang tidak normal, proklinasi, posisi molar linguo atau
palato versi, serta ruangan untuk anchorage loss.3,6,27
Pada maloklusi Klas I yang tidak memerlukan pencabutan, ruangan
dapat diperoleh dengan beberapa teknik yaitu ekspansi lengkung untuk kasus
lengkung rahang yang sempit dan kasus crossbite unilateral ataupun bilateral,
slicing proksimal yang dapat dilakukan di anterior serta posterior gigi geligi,
proklinasi ke labial pada kasus insisivus yang retroklinasi dan sudut nasolabial
yang besar. Selain itu ruangan juga dapat diperoleh dengan derotasi gigi
posterior, uprighting molar dan distalisasi molar.3,6,27
Perawatan dengan pencabutan diperkenalkan oleh Calvin S Case dan
kemudian didukung oleh Charles Tweed. Pencabutan gigi untuk keperluan
ortodonti disebut juga pencabutan terapeutik. Pencabutan dapat dilakukan untuk
beberapa alasan sebagai berikut:27

1. Untuk memperbaiki crowding yang berat
2. Untuk memperbaiki relasi anteroposterior lengkung gigi
3. Untuk memperbaiki hubungan vertikal

Universitas Sumatera Utara

4. Gigi dengan bentuk, posisi, dan ukurannya abnormal
5. Gigi supernumerari
6. Adanya asimetri
7. Sebagai bagian dari pembedahan rahang.
Pemilihan gigi untuk pencabutan pada perawatan ortodonti bergantung
pada beberapa kondisi, yaitu:3,6,27
1.

Arah dan jumlah pertumbuhan rahang

2.

Diskrepansi antara ukuran lengkung gigi dengan lengkung basal


3.

Keadaan kesehatan, posisi dan erupsi gigi

4. Profil wajah
5.

Derajat prognasi dentoalveolar

6.

Umur pasien

7.

Keadaan gigi geligi.

2.4 Indeks Keberhasilan Perawatan Ortodonti
Indeks keberhasilan perawatan ortodonti memiliki tujuan meningkatkan
kualitas hasil perawatan operator dan dapat juga menjadi perangkat evaluasi

ortodontis dalam meningkatkan kualitas perawatan. Terdapat tiga indeks hasil
perawatan yang biasa digunakan yaitu PAR (Peer Assessment Rating), ICON (
Index of Complexity, Outcome, and Need) dan Grading system dari American
Board of Orthodontics.23
Indeks PAR dikenalkan oleh Richmond dkk pada tahun 1992. Indeks ini
digunakan untuk mengukur hasil perawatan. Beberapa komponen diberi skor

Universitas Sumatera Utara

dan diberi bobot yang besarnya tergantung kesepakatan ortodontis di negara
masing-masing. Pemberian skor ditentukan dengan penggaris khusus yang
dibuat untuk indeks ini dan dilakukan pada model sebelum dan sesudah
perawatan.2,23,28
ICON merupakan indeks gabungan dari IOTN (Index Orthodontic of
Treatment Need) dan PAR ditemukan oleh Daniels dan Richmond (2000).
Komponen-komponen tertentu diberi skor dan memiliki bobot tertentu.
Komponen estetik dari IOTN terdiri atas satu set foto standar yang disusun
berdasarkan grade dari 1 sampai 10. Pasien dalam keadaan oklusi dan
dibandingkan dengan foto yang ada dilihat dari aspek anterior, kemudian
kategori ditentukan berdasarkan hambatan estetik yang kurang lebih sama
dengan pasien.2,29
2.4.1 ABO Grading System 24,25
Grading system merupakan parameter keberhasilan perawatan ortodonti
yang dikemukakan oleh America Board Of Orthodonti (ABO) pada tahun 1999.
Penilaian keberhasilan perawatan dilakukan di model studi dan radiografi
panoramik. Terdapat delapan parameter yang harus dinilai dalam parameter ini
yaitu, alignment, tepi marginal, inklinasi bukolingual, relasi oklusal, kontak
oklusal, overjet, kontak interproksimal, dan angulasi akar.
Grading system oleh ABO memiliki alat pengukur yang dinamakan
ABO measuring gauge (Gambar 5).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5. ABO measuring gauge.A. Bagian ini digunakan untuk mengukur diskrepansi pada
alignment, overjet, kontak oklusal, kontak interproksimal, dan hubungan oklusal.
Lebar dari bagian gauge adalah 0,5 mm dan setiap garis berjarak 1 mm. B.
Bagian ini untuk menentukan diskrepansi inklinasi bukolingual bagian posterior
mandibula. Setiap tingkat berukuran 1 mm. C.Bagian ini untuk menentukan
diskrepansi tepi marginal. Setiap tingkat berukuran 1mm. D.Bagian ini untuk
menentukan inklinasi bukolingual di bagian posterior maksila. Setiap tingkat
berukuran 1mm.

2.4.1.1 Alignment
Pada regio anterior maksila alignment yang baik ditandai dengan
koordinasi tepi insisal dan permukaan palatal dari insisal keempat gigi anterior
dan kaninus . Pada regio anterior mandibula yaitu, koordinasi tepi insisal dan
permukaan labial dari insisal keempat gigi anterior dan kaninus (Gambar 6A
dan 6B).
Regio posterior mandibula, tonjol mesiobukal dan distobukal gigi molar
dan premolar berada dalam alignment mesio distal yang sama sedangkan pada
maksila groove sentral berada dalam satu garis (Gambar 6 C). Alignment diukur
menggunakan ABO measuring gauge bagian A dan diukur di bagian labial atau
bukal gigi yang mengalami deviasi. Jika setiap gigi telah align atau hasil
pengukuran antara 0 sampai 0,5 mm dari alignment yang baik, maka tidak ada
skor yang dihitung. Jika deviasi antara 0,5 sampai 1 mm maka diberi skor 1
setiap gigi yang terlibat (Gambar 7A dan 7B ). Apabila terdapat satu gigi yang

Universitas Sumatera Utara

pada titik kontaknya diukur lebih dari 1 mm maka diberi skor 2 terhadap gigi
tersebut (Gambar 7C dan 7D).

A

B

C

Gambar 6.Alignment. A. Anterior maksila. B.Anterior mandibula.
C. Alignment posterior maksila.

A

B

C

D

Gambar 7. Deviasi alignment. A dan B Deviasi alignment 0,5 –
1 mm, C dan D Deviasi alignment lebih dari 1 mm.

Universitas Sumatera Utara

2.4.1.2 Tepi marginal
Tepi marginal yaitu titik paling oklusal yang berada pada 1 mm dari
kontak permukaan oklusal gigi yang berdekatan. Pada lengkung maksila dan
mandibula, tepi marginal dari gigi posterior yang berdekatan berada dalam level
yang sama atau antara 0-0,5 mm (Gambar 9). Dalam penilaian, kontak premolar
dan kaninus serta distal premolar pertama mandibula tidak diikutsertakan. Tepi
marginal diukur menggunakan ABO measuring gauge bagian C yang
diletakkan di daerah oklusal. Skor 1 diberikan jika kontak proksimal deviasi
0,5 sampai 1 mm dan 2 jika lebih dari 1 mm (Gambar 9B dan 9C).

A

B

C

Gambar 9. A.Tepi marginal normal. B.Deviasi kontak proksimal.
C.Deviasi 0,5 – 1 mm. B.Deviasi lebih dari 1 mm.

Universitas Sumatera Utara

2.4.1.3 Inklinasi bukolingual
Inklinasi bukolingual gigi posterior maksila dan mandibula didapatkan
dengan meletakkan permukaan datar di bagian oklusal antara sisi kanan dan kiri
gigi posterior. Pada posisi tersebut, permukaan dataran akan berkontak dengan
tonjol bukal gigi molar dan premolar mandibula secara berseberangan. Inklinasi
bukolingual gigi posterior mandibula diukur menggunakan ABO measuring
gauge bagian B, sedangkan posterior maksila menggunakan bagian D. Tonjol
lingual harus berada di antara 0 sampai 1 mm dari permukaan dataran (Gambar
10A). Pada maksila, permukaan datar berkontak dengan tonjol lingual gigi
molar dan premolar. Tonjol bukal harus berada di antara 0 sampai 1 mm dari
permukaan dataran (Gambar 10B).

A
Gambar 10.

B
Inklinasi bukolingual. A. Tonjol lingual 1 mm dari
permukaan dataran. B.Tonjol bukal 1 mm dari
permukaan dataran.

Premolar pertama mandibula dan distal tonjol molar kedua tidak boleh
digunakan dalam pengukuran ini. Jika tonjol lingual mandibula atau bukal
tonjol maksila lebih dari 1 mm tetapi tidak lebih dari 2 mm, maka diberi skor 1

Universitas Sumatera Utara

(Gambar 11 A dan B).

Jika diskrepansi lebih dari 2 mm (Gambar 11 B dan

C), maka diberi skor 2. Pemberian skor tidak lebih dari 2 poin.

A

B

C
Gambar 11.

D
Diskrepansi inklinasi. A dan B Diskrepansi inklinasi
lebih dari 1 mm tapi tidak sampai 2 mm. C dan D
Diskrepansi inklinasi lebih dari 2 mm.

2.4.1.4 Kontak oklusal
Kontak oklusal yang dilihat adalah kontak gigi molar dan premolar.
Tonjol bukal molar dan premolar mandibula (Gambar 12A) dan tonjol lingual
gigi molar dan premolar maksila (Gambar 12B) harus berkontak dengan gigi
antagonisnya. Setiap premolar mandibula memiliki satu tonjol bukal
fungsional, molar mandibula memiliki 2 tonjol bukal fungsional, premolar
maksila memiliki satu tonjol lingual fungsional, dan molar maksila hanya
memiliki tonjol mesiolingual fungsional. Jika tonjol distolingual pendek atau
kecil (Gambar 13), maka tidak di- evaluasi. Jika tonjol menonjol, tetapi tidak

Universitas Sumatera Utara

berkontak dengan gigi antagonisnya, maka di- evaluasi. Jika tonjol berkontak
dengan gigi antagonis, maka tidak diberikan skor. Skor tidak diberikan pada
tonjol distolingual gigi molar pertama dan kedua maksila dan pada tonjol
lingual gigi premolar pertama mandibular.

A

B

Gambar 12. Kontak oklusal. A Mandibula. B. Maksila.

Gambar 13. Tonjol distolingual pendek atau kecil.

Kontak oklusal diukur menggunakan ABO measuring gauge bagian A
yang diletakkan pada bagian gigi yang tidak berkontak. Apabila tidak ada
kontak tonjol dengan gigi antagonis sebanyak 1 mm atau kurang (Gambar
14A), maka diberikan skor 1 dan skor 2 jika lebih dari 1 (Gambar 14B). Skor
yang diberikan tidak lebih dari 2 poin.

Universitas Sumatera Utara

A

B

Gambar 14. Deviasi kontak tonjol. A Tidak berkontak sebanyak
1 mm. B. Tidak ada kontak lebih dari 1 mm.

2.4.1.5 Hubungan oklusal
Evaluasi ini untuk menentukan apakah oklusi telah mencapai hubungan
Klas I Angle. Secara ideal, tonjol kaninus harus berada tepat (antara 0 sampai 1
mm) di embrasur atau berkontak di antara kaninus mandibula dan permolar
(Gambar 15). Tonjol bukal premolar maksila berada di ( antara 1 mm) embrasur
atau berkontak di antara premolar mandibula dan molar pertama. Tonjol
mesiobukal

molar maksila berada di (antara 1mm) groove bukal molar

mandibula.

Gambar 15. Hubungan oklusal Klas I.Tonjol
kaninus maksila berkontak di
antara kaninus dan premolar
mandibula.

Universitas Sumatera Utara

Apabila tonjol bukal maksila deviasi 1 sampai 2 mm dari posisinya
(Gambar 16A), maka diberikan skor 1 untuk gigi maksila. Jika tonjol bukal
premolar dan molar maksila deviasi lebih dari 2 mm dari posisinya (Gambar
16B), maka diberikan skor 2 untuk setiap gigi yang deviasi. Tidak ada
pemberian skor lebih dari 2 poin. Pada kondisi tertentu, oklusi posterior dapat
berakhir menjadi hubungan Klas II atau III, tergantung pada tipe pencabutan
gigi di lengkung maksila ataupun mandibula.

A
Gambar 16.

B
Deviasi hubungan oklusal. A.Tonjol bukal maksila deviasi 1 - 2 mm.
B.Tonjol bukal maksila deviasi lebih dari 2 mm.

Pada kasus Klas II ( Gambar 17A), tonjol bukal gigi molar pertama
maksila harus berada di embrasur atau kontak proksimal antara premolar kedua
dan molar pertama mandibula. Tonjol bukal dari molar kedua maksila berada di
embrasur atau kontak interproksimal antara molar pertama dan kedua
mandibula. Pada kasus Klas III ( ketika premolar mandibula diekstraksi), tonjol
bukal dari premolar kedua maksila berada di groove bukal molar pertama
mandibula (Gambar 17B).

Universitas Sumatera Utara

A
Gambar 17.

B
Hubungan oklusal pada Klas II dan III. A Kontak gigi
pada Klas II. B.Kontak gigi pada Klas III.

2.4.1.6 Overjet
Overjet dievaluasi dengan cara mengartikulasi model dan melihat
hubungan labiolingual lengkung maksila terhadap lengkung mandibula. Dalam
menentukan hubungan yang baik pada model diperlukan trimming basis yang
baik, terutama di bagian belakang model gigi. Model diletakkan terlentang
(Gambar 18) untuk mengevalusinya. Jika model diletakkan di artikulator, maka
pemasangan artikulator akan dapat menetukan hubungan model maksila dan
mandibula dengan baik. Overjet yang baik didapat jika tonjol bukal molar dan
premolar mandibula

berkontak dengan permukaan sentral oklusal, secara

bukolingual terhadap molar dan premolar maksila.(Gambar 19A). Pada regio
anterior, kaninus dan insisivus mandibula akan berkontak dengan permukaan
lingual kaninus dan insisivus maksila (Gambar 19B). Pada hubungan tersebut
maka tidak ada skor yang diberikan.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 18. Posisi model dalam mengevaluasi overjet

A

B
Gambar 19. Overjet.A. Regio posterio. B. Regio anterior

Overjet diukur menggunakan ABO measuring gauge bagian A. Apabila
tonjol bukal mandibula deviasi 1 mm atau kurang dari permukaan sentral gigi
antagonis (Gambar 20A), maka diberikan skor 1 pada gigi tersebut. Jika posisi
tonjol bukal mandibula deviasi lebih dari 1 mm, maka diberikan skor 2 poin
(Gambar 20B). Tidak ada pemberian skor lebih dari 2 poin. Pada regio anterior,
jika insisivus dan kaninus tidak berkontak pada permukaan lingual insisivus
dan kaninus maksila dengan jarak tidak lebih dari 1 mm (Gambar 20C), maka
diberi 1 poin untuk tiap gigi maksila. jika lebih dari 1 mm, maka diberikan skor
2 poin (Gambar 20D).

Universitas Sumatera Utara

B

A

C
Gambar 20.

D
Deviasi overjet A.Regio posterior lebih kecil atau
sama dengan 1 mm. B.overjet regio posterior
lebih besar dari 1 mm. C.Regio anterior lebih
kecil atau sama dengan 1mm. D.Regio anterior
lebih besar dari 1 mm.

2.4.1.7 Kontak interproksimal
Evaluasi ini dilakukan dengan melihat model gigi maksila dan
mandibula dari arah oklusal. Permukaan mesial dan distal gigi harus dalam
keadaan saling berkontak ( Gambar 21). Kontak interproksimal diukur
menggunakan ABO measuring gauge bagian A yang diletakkan diantara ruang
gigi. Jika terdapat ruangan 0,5 mm atau kurang, maka tidak diberi skor. Jika
ruang interproksimal lebih dari 0,5 mm sampai 1 mm di antara dua gigi
(Gambar 22A), maka diberikan skor 1 untuk ruangan tersebut. Jika lebih dari 1
mm (Gambar 22B), maka diberikan skor 2 poin untuk ruangan tersebut.
Pemberian skor tidak lebih dari 2 poin.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 21. Kontak interproksimal.

B

A

Gambar 22. Deviasi kontak interproksimal A.Lebih dari 0,5
tetapi tidak lebih dari 1 mm. B. Lebih dari 1 mm.

2.4.1.8 Angulasi akar
Angulasi akar dapat dilihat dari foto radiografi panoramik. Secara
umum, akar gigi-gigi maksila dan mandibula harus paralel satu sama lain dan
berorientasi tegak lurus terhadap dataran oklusal (Gambar 23). Dalam keadaan
tersebut tidak ada skor yang diberikan.

Gambar 23. Angulasi akar

Universitas Sumatera Utara

ABO mengakui adanya distorsi yang sering muncul dalam radiografi
panoramik,

oleh

karena

itu

direkomendasikan

untuk

menghilangkan

pengukuran kaninus dengan akar gigi yang berdekatan. Jika angulasi akar gigi
ke mesial atau distal (tidak paralel) dan berdekatan, tetapi tidak berkontak
dengan akar dari gigi sebelahnya, maka diberikan skor 1 untuk setiap
diskrepansi (daerah anterior, premolar, dan/atau area molar).( Gambar 24A).
Apabila angulasi akar ke mesial atau distal dan berkontak dengan akar gigi
tetangga (Gambar 24B), maka diberikan skor 2 poin.

B

A

Gambar 24. Deviasi angulasi akar A. Angulasi akar tidak paralel tetapi tidak berkontak.
B.Angulasi akar berkontak.

Setiap parameter di atas yaitu, alignment, tepi marginal, inklinasi
bukolingual, relasi oklusal, kontak oklusal, overjet, kontak interproksimal, dan
angulasi

akar

dicatat

skornya

kemudian

dijumlahkan.

Setiap

kasus

dikategorikan berhasil jika skor lebih kecil atau sama dengan 27.

Universitas Sumatera Utara

2.5 Hipotesis
4. Hasil perawatan ortodonti maloklusi Klas I dengan pencabutan
termasuk dalam kategori berhasil menurut Grading system dari ABO.
5. Hasil perawatan ortodonti maloklusi Klas I tanpa pencabutan termasuk
dalam kategori berhasil menurut Grading system dari ABO.
6. Terdapat perbedaan hasil perawatan ortodonti maloklusi Klas I dengan
pencabutan dan tanpa pencabutan menggunakan Grading system dari ABO.

Universitas Sumatera Utara

2.6 Kerangka Teori

DENTAL

MALOKLUSI

DENTOSKELETAL

SKELETAL

KLAS I

KLAS II

KLAS III

PERAWATAN

TANPA

PENCABUTAN

PENCABUTAN

HASIL
PERAWATAN

alignment, tepi

HASIL
PERAWATAN

marginal, inklinasi
ICON
EVALUASI
HASIL
PERAWATAN

bukolingual, relasi
oklusal, kontak oklusal,

ABO
overjet, kontak
PAR

interproksimal, dan
angulasi akar.

Universitas Sumatera Utara

2.7 Kerangka Konsep

MALOKLUSI

SKELETAL KLAS I

PERAWATAN

TANPA

PENCABUTAN

PENCABUTAN

HASIL
PERAWATAN

EVALUASI
INDEKS ABO

HASIL
PERAWATAN

EVALUASI
INDEKS ABO

PERBANDINGAN

Universitas Sumatera Utara