Aspek Hukum Penetapan Tarif Tiket Angkutan Penumpang oleh Perusahaan Penerbangan Sesuai dengan SK Menteri Perhubungan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan yang digantikan
oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan merupakan salah
satu tonggak deregulasi bisnis penerbangan di Indonesia. Peraturan perundangundangan ini, memacu pertumbuhan dan pertambahan jumlah perusahaan jasa
penerbangan yang tergabung dalam International Air Transport Association
(IATA).1 IATA merupakan asosiasi internasional swasta dari perusahaan
penerbangan berjadwal. Walaupun swasta dalam segi teknisnya, IATA juga
dipengaruhi oleh kepentingan negara anggotanya, karena kebanyakan dari
perusahaan penerbangan yang menjadi anggotanya itu, dikendalikan oleh
pemerintah negaranya masing-masing.2
Penumpang (konsumen) merupakan setiap orang membutuhkan barang dan
jasa untuk mempertahankan hidupnya sendiri, keluarganya ataupun untuk
memelihara/ merawat harta bendanya. 3 Pengertian penumpang (konsumen) yang
khusus berkaitan dengan masalah ganti kerugian. 4 Hak penumpang (konsumen)
yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era
globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

1


Baskoro Santorizki, Struktur Dan Perilaku Industri Maskapai Penerbangan di Indonesia,
Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, Jurnal Media Ekonomi Vol. 18, No. 3, Desember
2010
2
Achmad Moegandi, Mengenal Dunia Penerbangan Sipil, (Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 1996), hal 123
3
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti, 2010), hal 18
4
Ahmadi Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia,
(Jakarta : Rajawali Pers, 2013), hal 21

Universitas Sumatera Utara

produk barang/pelayanan jasa yang dipasarkan kepada penumpang (konsumen) di
tanah air, melalui iklan maupun penawaran secara langsung. 5
Sebagai calon penumpang mengadakan perjalanan (penerbangan) tentu
sudah merencanakannya lebih dahulu dengan memesan tarif tiket penerbangan,

menyiapkan transport ke Bandar udara pada waktu keberangkatan, dokumen dan
barang keperluan pribadi yang akan dibawa dengan memperhatikan persyaratan
dan batasan yang berlaku, terutama bobot dan ukuran (besar/kercilnya koper atau
tentengan).6 Mengenai Tarif dalam Penerbangan, diatur dalam UURI Nomor 1
Tahun 2009 yaitu Pasal 126 sampai dengan Pasal 130 yang menjadi payung
hukum dari kebijakan dan pengaturan teknis dalam hal tarif angkutan udara.
Peraturan turunan yang berkaitan dengan hal tarif ini diantaranya kebijakan dari
Menteri Perhubungan pada tanggal 1 Februari 2002 melalui SK Nomor KM 8
Tahun 2002 tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif
Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi dan
SK Nomor KM 9 Tahun 2002 tentang Tarif Penumpang Angkutan Udara Niaga
Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi.7
Tarif adalah harga jasa transportasi yang dibayar oleh pengguna jasa
transportasi.8 Tinggi rendahnya tarif ditentukan oleh nilai yang diberikan pemakai
jasa penerbangan. Jika pemakai jasa penerbangan memberi nilai yang tertinggi atas
jasa penerbangan maka tingkat tarif akan tinggi begitu juga sebaliknya. 9 Dalam

5

Happy Susanto, Hak-hak Konsumen jika dirugikan, (Jakarta : Penerbit Visimedia, 2008),


hal 1
6

Desmond Hutagaol, Pengantar Penerbangan Perspektif Profesional, (Jakarta : Penerbit
Erlangga, 2013), hal 233
7
Alsa Dwi Chayadi Talib, Aspek Hukum Persaingan Bisnis Dalam Penetapan Tarif Moda
Transportasi Udara, Artikel Skripsi Fakultas Hukum Unsrat, Lex et Societatis, Vol. III/No.
7/Ags/2015, hal 181
8
Rahardjo Adisasmita, Analisis Kebutuhan Transportasi, (Yogyakarta : Penerbit Graha
Ilmu, 2015), hal 81
9
Abbas Salim, Manajemen Transportasi, (Jakarta : Penerbit Rajawali Pers, 2008), hal 76

Universitas Sumatera Utara

penetapan tarif penerbangan berjadwal domestik, tarif penumpang pelayanan kelas
ekonomi dihitung berdasarkan komponen besaran tarif per rute penerbangan.10

Kementerian Perhubungan menata kembali tarif batas atas dan batas bawah
penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara berjadwal dalam negeri.
Keputusan penataan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
PM 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan
Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan Ekonomi Angkutan
Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Penetapan formulasi perhitungan dan
penetapan tarif tersebut merupakan wujud perhatian Kemenhub untuk tetap
memberikan perlindungan kepada pengguna jasa transportasi dan Badan Usaha
Angkutan Udara Niaga Berjadwal dari persaingan usaha tidak sehat. Untuk
penerapan tarif batas bawah penumpang pelayanan kelas ekonomi serendahrendahnya 30 persen dari tarif batas atas sesuai kelompok pelayanan yang
diberikan. Penetapan batas tarif bawah ini menjamin terpenuhinya aspek
keselamatan dan menjaga agar Badan Usaha Angkutan Udara tetap sehat dan dapat
meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa.
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 14 Tahun 2016 ini juga
mengatur kewajiban Badan Usaha Angkutan Udara yaitu menetapkan besaran tarif
penumpang pelayanan kelas ekonomi yang tidak boleh melebihi tarif jarak
tertinggi yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan dan sesuai kelompok
pelayanan yang diberikan. Selain itu, Badan Usaha juga diperbolehkan melakukan
perubahan tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi tersebut. Terhadap
penetapan tarif dan perubahan tarif tersebut, Badan Usaha Angkutan Udara wajib

melaporkannya

kepada

Dirjen

Perhubungan

Udara

dan

juga

wajib

10

H.K. Martono, Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik (Public International
and Nation Air Law, (Jakarta : Penerbit Rajawali Pers, 2012), hal 249


Universitas Sumatera Utara

menginformasikannya kepada pengguna jasa paling lama 15 hari kalender sebelum
tarif diberlakukan. Selanjutnya, Peraturan Menteri tersebut juga mengamanatkan
Dirjen Perhubungan Udara untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
mekanisme formulasi perhitungan dan penetapan tarif batas atas dan batas bawah
tersebut.
Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan aturan mengenai tarif atas
dan tarif bawah untuk harga tiket maskapai penerbangan nasional melalui
Peraturan Menhub Nomor 91 Tahun 2014. Tarif batas bawah diberlakukan
sekurang-kurangnya sebesar 40% (empat puluh persen) dari tarif batas atas, hal ini
bertujuan untuk membuat industri penerbangan diindonesia agar menjadi lebih
sehat. Menurut menteri perhubungan, Kebijakan ini sama sekali tidak ada
kaitannya dengan kecelakaan yang menimpa maskapai penerbangan Air Asia
bahkan hal ini telah direncanakan sebelum musibah ini terjadi. Penerbangan
dengan biaya murah atau lebih dikenal dengan Low Coast Carrier (LCC) memang
menguntungkan bagi masyarakat pengguna jasa transportasi, namun dengan
berkembangnya industri penerbangan di Indonesia, jumlah penerbangan yang
memilih pola Low Coast Carrier (LCC) menjadi banyak sehingga terjadi perang

tarif murah yang dapat berdampak negatif.11
Pada umumnya, harga tiket pesawat terbang sangat tinggi pada saat
menjelang waktu keberangkatan. Ketika waktu penjualan (selling horizon time)
masih panjang, ma-ka harga tiket pesawat terbang cenderung rendah. Penetapan
harga tersebut ditentukan berdasarkan beberapa kriteria. Kriteria tersebut dapat

11

https://dishubkomintel.acehprov.go.id/index.php/news/read/2015/01/09/25/penetapantarif-batas-bawah-angkutan-udara.html, diakses tanggal 24 Februari 2017

Universitas Sumatera Utara

berupa kriteria sisa waktu penjualan, sisa kursi yang belum terjual, harga
kompetitor, dan lain sebagainya.12
Tarif mempunyai peran yang sangat penting dalam angkutan udara baik
bagi perusahaan penerbangan, pengguna jasa angkutan udara maupun bagi
pemerintah. Persaingan industri penerbangan di Indonesia semakin ketat dengan
adanya penerapan tarif rendah (low fare). Dampak dari hal tersebut menyebabkan
terjadinya perang tarif antar operator maskapai penerbangan terutama dalam
memperebutkan penumpang. Tetapi, terkadang harga yang ditawarkan oleh suatu

maskapai lebih rendah dari operational cost pesawat itu sendiri. Tentu tidak ada
salahnya dengan harga tiket pesawat yang rendah, selama maskapai tersebut
menyeimbangkannya dengan kualitas pelayanan yang baik. Meskipun penetapan
tarif rendah dapat menguntungkan konsumen, namun keuntungan tersebut hanya
untuk beberapa waktu saja, karena setelah jangka waktu tertentu, dimana sejumlah
pelaku usaha pesaing tersingkir dari pasar konsumen justru akan dirugikan setelah
pelaku usaha menetapkan tarif yang sangat tinggi yang mengarah atau dapat
merupakan tarif monopoli.13
Dunia penerbangan di Indonesia semakin marak sejak kehadiran
perusahaan-perusahaan penerbangan dengan konsep biaya murah (low coast
carrier/low cost airlines) berdampak pada terjadinya kompetisi antar airline.14
Jumlah maskapai di seluruh dunia semakin bertambah dan telah memberikan
kesempatan bersaing di dalam pasar. Terdapat berbagai macam faktor yang
12

Ahmad Rusdiansyah, Rescha D. A. Putri & Nia Puspitasari, Model Dynamic Pricing
untuk Penetapan Harga Tiket Pesawat Terbang Berbasis Waktu dan Persediaan Kursi dengan
Mempertimbangkan Keputusan Kompetitor, Jurnal Teknik Industri, Vol. 15, No. 1, Juni 2013, hal
45
13

Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta : Penerbit Sinat
Grafika, 2013), hal 444
14
Ahmad Bahrawi, Tri Tjahjono dan Alloysius Djoko Purwanto, Angkutan Penumpang
Pesawat Udara Dikaitkan Dengan Perkembangan Perusahaan Penerbangan Berbiaya Murah:
Studi Kasus Provinsi Sumatera Utara, Jurnal Transportasi Vol. 7 No. 1 Juni 2007, hal 67

Universitas Sumatera Utara

mendukung persaingan tersebut, diantaranya adalah harga bahan bakar yang
fluktuatif, kebijakan pemerintah, penawaran harga yang terjangkau, hingga
destinasi dari penerbangan.15
Low Coast Carrier (LCC) adalah perusahaan penerbangan yang beroperasi
secara efisien sehingga mencapai biaya terendah yang memungkinkan untuk
produk layanan yang ditawarkan, namun tetap konsisten dengan integritas dan
keselamatan operasional. Biaya operasional rendah dapat terwujud karena antara
lain pelayanan selama penerbangan tidak menyertakan hidangan, pemesanan tiket
yang mudah dan murah (melalui internet atau call center), penggunaan satu jenis
pesawat untuk mempercepat waktu penyediaan pesawat (turnaround time) dan
menyederhanakan pemeliharaan, serta lebih banyak menjangkau bandara sekunder

yang murah ongkos penggunaanya. Fenomena penerbangan bertarif murah di
kawasan regional Asia telah memunculkan pemain baru yang meramaikan industri
penerbangan Indonesia di awal tahun 2000.16
Secara logika, masyarakat lebih cenderung memilih maskapai penerbangan
dengan harga yang terjangkau. Oleh karena itu, banyak maskapai yang
memberikan tarif penerbangan dengan harga yang murah bagi masyarakat akibat
dari persaingan harga tersebut. Akibat dengan adanya hal-hal tersebut, dikenal
dengan konsep penerbangan tarif rendah atau low cost carrier. Tujuan low coast
carrier ini pada awalnya untuk menciptakan pasar yang terjangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat dengan membagi rute-rute yang pasarnya belum potensial.
Dengan adanya low coast carrier terlihat menguntungkan posisi calon konsumen
karena dihadapkan pada pilihan menggunakan transportasi udara yang berbiaya
15

Air Transport Action Group, The economic & social benefits of air transport, ATAG:
Switzerland. 2011, hal 4
16
Saputra, Sigit Wahyu. Jatuh Bangun Industri Penerbangan Nasional. Tempo Interaktif,
23 Mei 2004.


Universitas Sumatera Utara

murah dan cepat. Sehingga, low coast carrier berakibat mempengaruhi minat
konsumen dalam memilih jenis maskapai berbasis low coast carrier, dengan
keunggulan khususnya dari segi harga. Timbulnya low coast carrier ini berkaitan
erat dengan harga jasa penerbangan antar maskapai sehingga tidak jarang telah
menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat.17
Konsekuensi dari penerapan kelompok pelayanan ini adalah adanya
pembatasan maksimal tarif yang diperbolehkan dari tarif batas atas yang
ditetapkan pemerintah. Ketentuannya mengacu pada Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor 126 Tahun 2015 tentang Mekanisme formulasi perhitungan
dan penetapan tarif batas atas dan batas bawah penumpang pelayanan kelas
ekonomi Angkutan Udara Niaga berjadwal Dalam Negeri.
Situasi yang nyata yang terjadi dalam persaingan usaha pada bisnis jasa
transportasi udara (penerbangan) menunjukkan adanya persaingan tidak sehat
karena adanya praktek jual rugi yang seringkali diberlakukan oleh operator atau
pelaku usaha pada masa-masa low season.18 Kegiatan jual rugi ini merupakan
suatu bentuk penjualan atau pemasokan barang dan atau jasa dengan cara jual rugi
(predatory pricing) yang bertujuan untuk mematikan pesaingnya.19
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk membuat karya tulis
dalam bentuk skripsi dengan judul “Aspek Hukum Penetapan Tarif Tiket
Angkutan Penumpang oleh Perusahaan Penerbangan Sesuai dengan SK Menteri
Perhubungan.”
17

Liza Mashita Ramadha, Low Cost Carrier: Studi Komparasi Hukum Persaingan Usaha
Dalam Industri Penerbangan Antara Indonesia Dan amerika serikat, Kementerian riset teknologi
dan pendidikan tinggi (Yogyakarta : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 2015), hal 2-3
18
Alsa Dwi Chayadi Talib, Op.Cit, hal 181
19
Andi Fahmi Lubis, Anna Maria Tri Anggraini, Kurnia Toha, L. Budi Kagramanto, M.
Hawin, Ningrum Natasya Sirait, Sukarmi, Syamsul Maarif, dan jur. Udin Silalahi, Hukum
Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks, (Jakarta : Published and Printed with Support of
Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, 2009), hal 143

Universitas Sumatera Utara

B. Permasalahan
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1.

Bagaimana peraturan terhadap tarif tiket angkutan penumpang oleh
perusahaan penerbangan?

2.

Bagaimana penetapan tarif tiket angkutan penumpang mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat pada perusahaan penerbangan?

3.

Bagaimana perlindungan hukum bagi angkutan penumpang oleh perusahaan
penerbangan terkait dengan penetapan tarif tiket?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulis melaksanakan penulisan ini adalah :
a. Untuk mengetahui peraturan terhadap tarif tiket angkutan penumpang oleh
perusahaan penerbangan.
b. Untuk

mengetahui

penetapan

tarif

tiket

angkutan

penumpang

mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat pada perusahaan
penerbangan.
c. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi angkutan penumpang oleh
perusahaan penerbangan terkait dengan penetapan tarif tiket.

D. Manfaat penelitian
Manfaat penelitian yang diberikan dari skripsi ini, yaitu:
1) Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi atau masukan bagi perkembangan tarif tiket angkutan
penumpang khususnya praktik low cost carrier dalam penerbangan.

Universitas Sumatera Utara

2) Penelitian ini diharapkan akan memberikan pengetahuan dan wawasan
lebih luas dalam mempelajari hukum perdata dalam bidang tarif
penumpang penerbangan.
b. Manfaat praktis
1) Penelitian ini dapat memberikan masukan kepada para praktisi dunia
penerbangan dalam melakukan kegiatan khususnya terkait ”Low Cost
Carrier” dengan baik dan benar.
2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk menerapkan
teori-teori yang telah didapat saat kuliah dengan kenyataan yang ada di
lapangan serta menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman.

E. Metode Penelitian
Penulisan skripsi ini membutuhkan adanya data dan keterangan yang dapat
dijadikan bahan analitis untuk dapat membahas masalah. Untuk mendapatkan dan
mengumpulkan data dan keterangan tersebut maka skripsi ini menggunakan
metode sebagai berikut:

1.

Jenis dan Sifat penelitian
Jenis penelitian hukum yang dilakukan adalah yuridis normatif.20 Yang
dimaksud dengan metode penelitian yuridis normatif dipergunakan dalam
penelitian ini untuk melakukan penelusuran trhadap norma-norma hukum
20

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: Penebit Rajawali Pres, 2013), hal 17

Universitas Sumatera Utara

yang terdapat peraturan perundang-undangan Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-undang Penerbangan dan Undangundang Perlindungan Konsumen yang berlaku serta untuk memperoleh data
maupun keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur di perpustakaan,
Jurnal hasil penelitian makalah, situs Internet dan sebagainya.21
Sifat penelitian ini ialah deskriptif yakni penelitian bersifat menggambarkan
atau menjelaskan norma-norma dalam hukum positif22 mengenai penetapan
tarif tiket angkutan penumpang oleh perusahaan penerbangan.
2.

Sumber data
Materi dalam skripsi ini diambil data sekunder seperti dimaksud dibawah ini :
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Bahan
hukum primer, terdiri dari :23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
tentang Penerbangan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai hukum bahan hukum primer,24 seperti: hasil-hasil penelitian,
artikel, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya dari kalangan
pakar hukum.
21

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke 20, (Bandung :
Alumni, 1994), hal 139
22
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung : PT.Citra Aditya
Bakti, 2004), hal. 50.
23
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Rajawali Pers,
2012), hal 185
24
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit
Rajawali Pers, 2013), hal 118 dan 119

Universitas Sumatera Utara

c. Bahan hukum tertier
Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum penunjang yang mencakup
bahan yang

memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap

hukum primer dan sekunder, serta bahan-bahan primer, sekunder tersier
(penunjang) di luar bidang hukum, misalnya yang berasal dari: Sosiologi,
Ekologi, Teknik, Filsafat, dan

lainnya yang dipergunakan untuk

melengkapi atau menunjang data penelitian.25
3. Teknik pengumpulan data
Untuk meneliti suatu objek dibutuhkan metode dalam mengumpulkan datadata supaya hasil penelitian benar-benar efektif dan bisa dipertanggung
jawabkan. Dalam metode pangumpulan data menggunakan penelitian
kepustakaan (Library research) merupakan metode penelitian yang diperoleh
melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundangundangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian.26 Hal
tersebut dilakukan untuk memperluas dan memperdalam pemikiran, penulisan
serta untuk menentukan teori-teori yang mampu mendukung penelitian
skripsi ini.
4. Analisis data
Analisis data dilakukan dengan metode analisis kualitatif. Metode penelitian
kualitatif adalah metode yang bersifat interaktif, yaitu metode yang lebih
menekankan pada pencarian makna sesuai dengan realitas. Metode ini akan

25
26

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit, hal 41
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2014),

hal.107

Universitas Sumatera Utara

menghasilkan data berupa pernyataan-pernyataan atau data yang dihasilkan
berupa data deskriptif mengenai subjek yang diteliti.27
Analisis data terhadap data dilakukan setelah diadakan terlebih dahulu
pengumpulan untuk kemudian diseleksi, dipilah-pilah berdasarkan kualitas
dan relevansinya. Selanjutnya diadakan pengelompokan terhadap data sejenis
untuk kepentingan analisis dan penulisan evaluasi dilakukan terhadap data
dengan kualitatif, secara logis dan sistematis dengan menggunakan metode
berfikir deduktif, suatu logika yang berangkat dari kaidah-kaidah umum ke
kaidah yang bersifat khusus, sehingga akan menghasilkan uraian yang bersifat
deskriptif, yaitu uraian yang menggambarkan permasalahan dan hasil analisis
tersebut diharapkan dapat menjawab permasalahan yang diajukan.28

F. Keaslian Penulisan
Untuk mengetahui keaslian penulisan, sebelum melakukan penulisan
skripsi berjudul Aspek Hukum Penetapan Tarif Tiket Angkutan Penumpang oleh
Perusahaan Penerbangan Sesuai dengan SK Menteri Perhubungan. Pada dasarnya
belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, meskipun ada beberapa
penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan judul penelitian ini. Adapun
penelitian terdahulu yang pernah dilakukan tersebut sebagai berikut:
1.

Penelitian yang dilakukan oleh Andriany M.F. Hasibuan, Tahun 2009,
Mahasiswa Fakultas Hukum Departemen Hukum Ekonomi, Program
kekhususan Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara dengan judul
“Perlindungan Hukum bagi penumpang pesawat udara berdasarkan Undang27

Miles and Hubberman, Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber tentang Metode-metode
Baru, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1992), hal. 15.
28
Lexi J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2001), hal. 3.

Universitas Sumatera Utara

undang Nomor 8 Tahun 1999 dalam hubungannya dengan standar tarif tiket
pesawat di Indonesia”.
Pokok masalah dari penelitian adalah:
a. Bagaimana pengaturan mengenai standar tarif tiket di Indonesia ?
b. Apakah ada relevansi antara tarif tiket pesawat dengan standar pelayanan
yang diberikan?
c. Bagaimana perlindungan hokum yang diberikan bagi penumpang peaswat
udara dalam hubungannya dengan standar tarif di Indonesia ?
Pada dasarnya penelitian terdahulu yang dilakukan oleh peneliti tersebut di
atas tidak sama dengan penelitian ini, baik dari segi judul maupun pokok
permasalahan yang dibahas. Oleh karena itu secara akademik penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya.

G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa
sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang
dapat digambarkan sebagai berikut :
Bab I mengenai pendahuluan merupakan gambaran umum yang berisi
tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan,
keaslian penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan.
Bab II mengenai tinjauan umum tentang penetapan tarif angkutan
penumpang. Berisikan tentang dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang,
hak dan kewajiban penumpang dan konsep tarif batas atas dan batas bawah tiket
pesawat.

Universitas Sumatera Utara

Bab III mengenai kajian tentang penetapan tarif tiket angkutan penumpang
oleh perusahaan penerbangan. Berisikan tentang tujuan penetapan tarif tiket
penerbangan, mekanisme penetapan tarif dan faktor penyebab terjadinya
penetapan tarif tiket penerbangan.
Bab IV mengenai aspek hukum penetapan tarif tiket angkutan penumpang
oleh perusahaan penerbangan sesuai dengan sk menteri perhubungan. Bab ini
berisi tentang Peraturan terhadap tarif tiket angkutan penumpang oleh perusahaan
penerbangan, Penetapan tarif tiket angkutan penumpang mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat pada perusahaan penerbangan dan Perlindungan
hukum bagi angkutan penumpang oleh perusahaan penerbangan terkait dengan
penetapan tarif tiket.
Bab V mengenai Kesimpulan dan Saran merupakan bab penutup dari
seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat
berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.

Universitas Sumatera Utara