Aspek Hukum Penetapan Tarif Tiket Angkutan Penumpang oleh Perusahaan Penerbangan Sesuai dengan SK Menteri Perhubungan Chapter III V

BAB III
KAJIAN TENTANG PENETAPAN TARIF TIKET ANGKUTAN
PENUMPANG OLEH PERUSAHAAN PENERBANGAN

A. Tujuan Penetapan Tarif Tiket Penerbangan
Penetapan tarif batas bawah tiket pesawat minimal 40 persen dari tarif
batas atas dan penghapusan tarif promo murah telah menimbulkan pro-kontra.
Pemerintah sebagai pihak yang pro beranggapan kebijakan hal itu sudah tepat.
Sebab, tidak hanya menjamin keselamatan penumpang, tapi juga menjaga
kelangsungan industri penerbangan nasional. Sebaliknya, yang kontra menilai
aturan itu hanya merugikan maskapai berbiaya murah (low cost carrier/LCC) dan
menguntungkan penerbangan berbasis layanan penuh (full service carrier/FSA).
Selain itu, merugikan konsumen dan berakibat menimbulkan persaingan usaha
tidak sehat.
Larangan penjualan tiket pesawat kurang dari 40 persen dari tarif batas atas
dan penghapusan tarif promo murah, sepintas lalu ada benarnya. Sebab, maskapai
LCC kerap menjual tiket sangat murah, bahkan lebih rendah daripada batas bawah
yang ditetapkan Kementerian Perhubungan, selaku regulator. Alias, harga tiket
yang dijual terkadang lebih rendah daripada komponen biaya normal. Belum lagi
peningkatan nilai kurs dolar terhadap rupiah juga memicu tingginya biaya
operasional maskapai, seperti fuel, sewa pesawat, asuransi, pemakaian pelumas

dan oli, serta pemeliharaan pesawat dan jasa bandara. Pun, sekitar 80 persen
komponen yang ada menggunakan dolar. Secara hand in hand, penetapan tarif
kurang dari batas bawah dan peningkatan nilai kurs dolar itu berpotensi
mempengaruhi tingkat keselamatan dan keamanan penerbangan. Dikatakan

Universitas Sumatera Utara

berpotensi, sebab maskapai akan "tergoda" memangkas biaya yang berkaitan
dengan aspek keselamatan dan keamanan penerbangan.
Tarif merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi pengguna jasa,
karena apabila tarif angkutan udara rendah, masyarakat atau pengguna jasa akan
cenderung semakin sering menggunakan jasa transportasi udara. Banyaknya
perusahaan penerbangan nasional baru beroperasi, maka salah satu strategi yang
diterapkan untuk menarik banyak penumpang atau pengguna jasa adalah dengan
cara perang tarif.
Dari sisi konsumen, memang praktek diskriminasi harga (tarif) bisa
menguntungkan apabila mereka termasuk sebagai konsumen yang dikenai harga
(tarif) yang lebih rendah. Namun, dilihat dari kondisi persaingan, praktek
diskriminasi harga (tarif), terutama pemberian harga (tarif) rendah bagi konsumen
tertentu, bisa merupakan praktek yang tidak sehat.62

Dalam perspektif kebijakan persaingan, penerapan tarif batas bawah akan
mengurangi insentif maskapai penerbangan untuk lebih efisien. Konsumen tidak
akan bisa memperoleh pilihan jasa layanan penerbangan yang kompetitif dengan
harga yang relatif murah, dengan tanpa mengurangi jaminan keamanan dan
keselamatan penerbangan, khususnya pada maskapai berbasis Low Cost Service
(LCC). Dengar pendapat tersebut, diatur untuk mendengarkan kepentingan
stakeholder baik Kementerian Perhubungan, asosiasi penerbangan (INACA),
maupun pengamat yang berkecimpung di bidang tersebut atas rencana kebijakan
penetapan tarif batas bawah penerbangan.
Penetapan tarif batas bawah akan selalu mendorong harga menjadi naik.
Jika Kementerian Perhubungan menetapkan tarif batas bawah, insentif akan
62

Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, (Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia, 2004),

hal 44

Universitas Sumatera Utara

menjadi rendah dan sensitif terhadap demand. Untuk itu, diperlukan adanya indeks

kompetisi rute. Ini akan mendefinisikan mana rute yang memiliki tingkat
kompetisi yang tinggi, dan mana yang tidak.
Perang tarif antar perusahaan penerbangan telah terjadi setelah adanya
deregulasi penerbangan, sehingga berdampak yang sangat signifikan terhadap
kelangsungan bisnis penerbangan. Tetapi sebenarnya yang menjadi permasalahan
bagi pengguna jasa atau penumpang adalah sejauhmana perusahaan penerbangan
dapat memberikan pelayanan yang baik atau tidak berkurang serta dapat
memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi pengguna jasa. Kondisi rendahnya
tarif akan memberikan keuntungan bagi pengguna jasa, karena harga tiket pesawat
udara sama bahkan ada yang lebih murah dibandingkan moda transportasi lainnya,
sehingga penumpang yang sudah terbiasa bepergian dengan menggunakan moda
transportasi lainnya sekarang dapat merasakan bepergian dengan menggunakan
transportasi udara.
Tujuan menjaga kepentingan konsumen supaya terhindar dari praktek yang
tidak sehat seperti kartel, oligopoli dan sebagainya, Pemerintah menetapkan batas
atas tarif penerbangan. Kebijakan tersebut walau merupakan batasan dalam
kompetisi bebas, namun masih tetap dapat menjaga pertumbuhan yang tinggi di
industri penerbangan dan melindungi konsumen. Ketetapan tarif batas atas ini
diatur di dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomer 26 Tahun 2010.
Berdasarkan PM No. 51/2014, tarif batas bawah besarannya adalah 50%

dari tarif batas atas. Jika maskapai akan menetapkan tarif di bawah tarif batas
bawah, harus seizin DJU (Dirjen Perhubungan Udara-red). Formula tersebut sulit
dapat dimengerti. Dengan peningkatan efisiensi sekalipun, maskapai penerbangan
akan mengalami kesulitan bahkan hampir tidak mungkin untuk mengurangi

Universitas Sumatera Utara

komponen biaya di dalam tarif dasar hingga 50% (lima puluh persen). Jika hal
tersebut dilakukan melalui pemangkasan margin keuntungan (saat ini hanya
sekitar 3% (tiga puluh persen)) dan pengurangan biaya lainnya melalui efisensi
biaya operasi tidak langsung lainnya tetap akan membuat maskapai penerbangan
gulung tikar. Mereka tidak dapat mengurangi biaya operasi langsung tetap dan
variabel, karena jika itu dilakukan akan mengurangi keselamatan penumpang
terkait dengan perawatan pesawat terbang.
Penetapan tarif batas bawah akan lebih menguntungkan maskapai
penerbangan full service. Karena tarif batas bawah akan memperkecil jarak tarif
antara full service dengan medium service dan no frill. Perbedaan tarif yang ada
saat ini hanya terbatas pada perbedaan wajar atas layanan yang diberikan, bukan
karena strategi tarif, efisensi biaya dan sebagainya. Dengan pembatasan tarif
bawah, strategi tarif murah dari medium service dan LCC (walaupun hanya untuk

beberapa seats), serta tarif murah pada low season yang meskipun merugi namun
dapat dikompensasi dengan keuntungan besar ketika peak season tidak lagi dapat
dilakukan.
Di sisi lain sebenarnya maskapai penerbangan full service juga dapat
melakukan hal yang sama, namun kurang luwes dibanding LCC maupun medium
service karena adanya biaya-biaya pelayanan (seperti: ground handling, katering,
service premium, priority dan sebagainya) yang relatif bersifat tetap dan tidak
dapat diubah-ubah dengan mudah. Penetapan tarif atas dan tarif bawah ini penting
mengingat dalam UURI No.1 Tahun 2009 mengatur tentang penggolongan atas
kelas dalam sebuah penerbangan yang terdiri atas kelas ekonomi dan kelas nonekonomi. Keberadaan dari pembedaan kelas ini hanyalah dipahami oleh para
pelaku usaha maupun pihak-pihak yang berkompeten, sementara masyarakat

Universitas Sumatera Utara

awam tidak mengerti dengan perbedaan status penumpang dalam sebuah
penerbangan. Secara mata telanjang, yang menbedakan adalah kenyamanan tempat
duduk dan posisi tempat duduk maupun fasilitas dan pelayanan crew cabin yang
lebih baik terhadap kelas non-ekonomi atau lebih dikenal dengan kelas executive
atau kelas bisnis. Kenyatan pula bahwa dalam pemberlakuan tarif atas kelas
ekonomi pun terdapat beberapa kode yang hanya dimengerti oleh petugas penjual

tiket yang dibedakan atas inisial dengan menggunakan huruf, misalnya Q Class, H
Class yang tidak dipahami oleh penumpang atau konsumen, sehingga yang terjadi
adalah dalam sebuah penerbangan pada kelas ekonomi, terdapat perbedaan harga
yang sangat mencolok antara penumpang yang satu dengan penumpang yang lain
berdasarkan penggolongan Class Tiket tersebut. Hal ini dalam banyak kasus
menimbulkan kecemburuan antar penumpang karena adanya perbedaan tarif dalam
kelas ekonomi, inipun dalam pandangan penulis merupakan salah satu bentuk
usaha yang tidak sehat yang dilakukan perusahaan penerbangan.
Hal ini semestinya mendapat perhatian dari Komisi sehingga bukan hanya
sekedar mengatur mengenai tarif atas dan bawah tetapi juga mengatur lebih detail
sebagaimana pengaturan dalam moda transportasi lainnya. Selain itu, adanya
perbedaan atas fasilitas cargo yang dapat dibawa oleh penumpang terdapat
perbedaan dalam setiap perusahaan penerbangan, hal ini perlu dicermati juga
sebagai bagian yang perlu diatur agar terdapat keseragaman karena dalam
pandangan penulis ini bisa menjadi celah sebagai bagian dari persaingan usaha
tidak sehat.
Penumpang yang dikenakan tarif jasa penumpang pesawat udara yaitu
Penumpang pesawat udara yang melakukan penerbangan untuk 1 (satu) kali
perjalanan dengan menggunakan 1 (satu) tiket sesuai dengan bandar udara dan


Universitas Sumatera Utara

Personil operasi pesawat udara dan personil penunjang operasi penerbangan yang
melakukan perjalanan untuk positioning dalama melaksanakan tugas. Penumpang
yang tidak dikenakan tarif jasa penumpang pesawat udara yaitu penumpang transit
dan penumpang transfer dengan satu tiket penerbangan, personil operasi pesawat
udara dan personil penunjang operasi penerbangan yang sedang dalam tugas yang
tercantum dalam general declaration, bayi atau infant atau penumpang anak-anak
yang belum memiliki tiket dengan nomor kursi penerbangan sendiri, penumpang
pesawat udara yang mengalami pengalihan keberangkatan penerbangan dari
bandar udara yang tertera di dalam tiket dan penumpang pesawat udara yang
mengalami penundaan keberangkatan penerbangan.
Penumpang pesawat udara yang melakukan penerbangan ke luar negeri
dengan melewati rangkaian rute dalam negeri dan melakukan proses kepabeanan,
keimigrasian dan kekarantinaan di bandar udara keberangkatan pertama tidak
dikenakan tarif jasa penumpang pesawat udara pada bandar udara transit.63
Standar pelayanan pemesanan tiket (reservation) antara lain media
reservasi, contact person calon penumpang, pembatalan tiket dan jangka waktu
pengembalian uang tiket (refund ticket), masa berlaku tiket dan batas waktu
pembayaran tiket (time limit).64 Prosedur perubahan tiket meliputi perubahan

jadwal penerbangan, koreksi nama, perubahan kelas penerbangan (upgrading) dan
perubahan tarif sub-kelas ekonomi (upselling). Perubahan jadwal penerbangan
untuk kelas ekonomi, dapat dilakukan oleh penumpang dengan ketentuan yaitu
penumpang dapat dikenakan biaya perubahan jadwal penerbangan (rebooking fee)

63

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 81 Tahun 2016 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada
Direktorat Perhubungan Udara, Pasal 10 ayat (1), (2) dan (3)
64
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 185 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan
Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal dalam Negeri, Pasal 6

Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan ketentuan badan usaha angkutan udara dan penumpang dapat
dikenakan selisih tarif sub-kelas yang tersedia pada jadwal penerbangan yang
diminta. Koreksi nama hanya dilakukan terhadap kesalahan penulisan nama calon
penumpang sesuai dengan kartu identitas calon penumpang dan tidak dikenakan

biaya tambahan apabila kesalahan penulisan tidak lebih dari 3 (tiga) huruf.
Perubahan kelas penerbangan (upgrading) bagi yang memiliki lebih dari 1 (satu)
kelas penerbangan diserahkan pada ketentuan masing-masing badan usaha
angkutan udara. Perubahan tarif sub-kelas ekonomi (upselling) diserahkan pada
ketentuan masing-masing badan usaha angkutan udara.65
Penumpang dapat meminta pengembalian biaya jasa angkutan udara
(refund ticket) dalam hal terjadi force majeur sebesar harga tiket yang dibeli oleh
penumpang dengan ketentuan yaitu untuk penerbangan dengan kelompok
pelayanan full service, dilakukan pemotongan biaya administrasi sebesar 20%,
untuk penerbangan dengan kelompok pelayanan medium service, dilakukan
pemotongan biaya administrasi sebesar 15% dan untuk penerbangan dengan
kelompok pelayanan non-frills, dilakukan pemotongan biaya administrasi sebesar
10%. Passsenger Service Change (PSC) bagi penumpang yang melakukan
pengembalian biaya jasa angkutan udara (refund ticket) yang belum menikmati
jasa kebandarudaraan wajib dikembalikan kepada penumpang, sedangkan
passenger service change (PSC) bagi penumpang yang sudah menikmati jasa
kebandarudaraan disetorkan kepada pengelola bandar udara. Prosedur pembatalan
tiket dan jangka waktu pengembalian uang tiket (refund ticket) yaitu pengembalian
uang tiket kepada penumpang dari pembelian tiket secara tunai wajib dilakukan
selambat-lambatnya 15 hari kerja sejak pengajuan dan pengembalian uang tiket

65

Ibid, Pasal 9 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5)

Universitas Sumatera Utara

kepada penumpang tiket dengan kartu kredit atau debet wajib dilakukan selambatlambatnya 30 hari kerja sejak pengajuan.66
Standar pelayanan penerbitan tiket (tickeeting) sekruang-kurangnya
meliputi pembayaran tiket dan penerbitan tiket.67 Pembayaran tiket dapat
dilakukan antara lain melalui kartu debit, kartu kredit, tempat pembayaran tiket
yang telah ditetapkan badan usaha angkutan udara, kantor penjualan badan usaha
angkutan udara niaga berjadwal bersangkutan, agen penjualan tiket, beserta syarat
dan ketentuan yang berlaku yang ditetapkan oleh masing-masing badan usaha
angkutan udara.68

B. Mekanisme Penetapan Tarif
Penetapan harga (tarif) secara bersamasama di kalangan pelaku usaha ini
akan menyebabkan tidak berlakunya hukum pasar tentang harga yang berbentuk
dari adanya penawaran dan permintaan.69 Dalam penetapan tarif PJP2U, harus ada
koordinasi antar pihak terkait dalam menentukan besaran tarif tersebut. Tentunya

untuk menaikkan tarif juga harus ada persetujuan dari pemerintah selaku regulator
tertinggi. Konsep usulan tarif tersebut sebelum dikonsultasikan kepada menteri
Perhubungan terlebih dahulu diinformasikan secara tertulis kepada pengguna jasa
(INACA, IATA, dan asosiasi terkait lainnya maupun pengguna jasa bukan anggota
asosiasi) dengan tembusan kepada Menteri Perhubungan dan Dirjen Perhubungan
Udara, untuk mendapatkan masukan atau tanggapan secara tertulis. Setelah
mempertimbangkan masukan atau tanggapan dari pengguna jasa, direksi

66

Ibid., Pasal 10 ayat (3), (4) dan (5)
Ibid., Pasal 11
68
Ibid., Pasal 12
69
Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, (Bandung :
PT Citra Aditya Bakti, 1999), hal 56
67

Universitas Sumatera Utara

menyampaikan secara tertulis usulan tarif kepada Menteri Perhubungan disertai
data dukung secara lengkap.
Tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal
dalam negeri dihitung berdasarkan komponen yaitu tarif jarak, pajak, iuran wajib
asuransi dan biaya tuslah/tambahan (surchange). Tarif penumpang pelayanan kelas
ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri dibedakan berdasarkan
atas tarif angkutan udara yang menggunakan pesawat udara jenis propeller dan jet.
Tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam
negeri yang menggunakan pesawat udara jenis propeller dibedakan untuk kapasitas
tempat duduk yakni sampai dengan 30 tempat duduk dan diatas 30 tempat duduk.70
Tarif dasar adalah bersaran tarif per penumpang kilometer yang dinyatakan
dalam rupiah.71 Tarif jarak adalah bersaran tarif per perute penerbangan per satu
kali penerbangan, untuk setiap penumpang yang merupakan hasil perkalian antar
tarif dasar dengan jarak serta dengan memperhatikan kemampuan daya beli. 72
Tarif batas atas adalah harga jasa tertinggi/maksimum yang diijinkan diberlakukan
oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal, yang dihitung berdasarkan
komponen tarif jarak.73 Tarif batas bawah adalah harga jasa terendah/minimum
yang diijinkan diberlakukan ole badan usaha angkutan udara niaga berjadwal.74
Besaran tarif jarak ditetapkan oleh Menteri berdasarkan kelompok
pelayanan yang diberikan oleh badan usaha angkutan udara.75 Direktur Jenderal
dalam melakukan perhitungan terhadap besaran tarif jarak dapat berkoordinasi
70

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme
Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Bawah Penumpang Pelayanan Kelas
Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal dalam Negeri, Pasal 2 ayat (1), (2) dan (3)
71
Ibid., Pasal 1 angka 2
72
Ibid., Pasal 1 angka 3
73
Ibid., Pasal 1 angka 5
74
Ibid., Pasal 1 angka 6
75
Ibid., Pasal 3

Universitas Sumatera Utara

dengan asosiasi penerbangan sipil nasional dan yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia. Besaran tarif jarak diusulkan kepada Menteri dengan melampirkan
perhitungan biaya operasi pesawat udara dan justifikasi perhitungan tarif dasar dan
atau tarif jarak.76
Kelompok pelayanan angkutan udara niaga dalam negeri terdiri atas :
1. Full service adalah badan usaha angkutan udara niaga berjadwal yang di
dalam menjalankan kegiatannya dengan standar pelayanan maksimum
2. Medium service adalah badan usaha angkutan udara berjadwal yang di dalam
menjalankan kegiatannya dengan standar pelayanan menengah
3. No Frills adalah badan usaha angkutan udara niaga berjadwal yang di dalam
menjalankan kegiatannya dengan standar pelayanan minimum.77
Besaran tarif berdasarkan kelompok pelayanan ditetapkan sebagai berikut:
1. Penerapan tarif 100% dari tarif maksimum untuk badan usaha angkutan udara
yang memberikan pelayanan dengan standar maksimum (full service).
2. Penerapan tarif setinggi-tingginya 90% dari tarif maksimum, untuk pelayanan
dengan standar menengah (medium service) dan
3. Penerapan tarif setinggi-tinggi 85% dari tarif maksimum, untuk pelayanan
dengan standar minimum (no frills service).78
Besaran tarif yang telah ditetapkan oleh Menteri wajib dipublikasikan oleh
pemerintah dan badan usaha angkutan udara kepada konsumen sekurangkurangnya melalui media cetak dan elektronik. Publikasi dilakukan sekurangkurangnya 15 (lima belas) hari kerja sebelum tarif diberlakukan.79 Direktur
Jenderal melakukan evaluasi terhadap besaran tarif yang telah ditetapkan setiap 1
76

Ibid., Pasal 4 ayat (1) dan (2)
Ibid., Pasal 5 ayat (1)
78
Ibid., Pasal 5 ayat (2)
79
Ibid., Pasal 6 ayat (1) dan (2)
77

Universitas Sumatera Utara

(satu) tahun atau apabila terjadi perubahan signifikan yang mempengaruhi
kelangsungan kegiatan badan usaha angkutan udara. Perubahan signifikan meliputi
perubahan terhadap harga avtur apabila telah mencapai lebih dari sembilan ribu
tujuh ratus dua puluh sembilan rupiah perliter dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
berturut-turut atau perubahan terhadap harga nilai tukar rupiah dan harga
komponen biaya lainnya yang menyebabkan perubahan total biaya operasi pesawat
udara hingga paling sedikit 10% dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Apabila terjadi perubahan, maka pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap
besaran tarif atau menerapkan sucharge/tuslah.80Apabila terdapat rute baru dan
besar tarifnya belum tercantum dalam lampiran peraturan Menteri ini, Direktur
Jenderal untuk sementara dapat menetapkan tarif dengan formula perhitungan. 81
Badan usaha angkutan udara wajib menetapkan besaran tarif penumpang
pelayanan kelas ekonomi. Badan usaha angkutan udara wajib mencantumkan
perincian komponen tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi angkutan udara
niaga berjadwal dalam negeri dan badan usaha angkutan udara wajib
mencantumkan besaran biaya pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U)
atau Passenger Service Charge (PSC) di dalam tiket.82

C. Faktor Penyebab Terjadinya Penetapan Tarif Tiket Penerbangan
Dalam dunia bisnis sering terjadi yang namanya persaingan. Untuk
menjaga persaingan ini tetap sehat maka diperlukanlah seperangkat hukum yang
mengatur tentang etika berbisnis yang baik. Bisnis yang dikelola oleh pelaku
usaha dengan susah payah, yang pada puncaknya mendpat pangsa pasar di

80

Ibid., Pasal 7 ayat (1), (2) dan (3)
Ibid., Pasal 8
82
Ibid., Pasal 9 ayat (1), (2) dan (3)
81

Universitas Sumatera Utara

masyarakat harus ada pembatasan.83 Kegiatan ekonomi atau bisnis adanya suatu
persaingan usaha antara pelaku usaha yang satu dengan lainnya merupakan hal
yang biasa terjadi. Persaingan usaha yang sehat akan berakibat positif bagi para
pengusaha yang saling bersaing atau berkompetisi karena dapat menimbulkan
upaya-upaya peningkatan efisiensi, produktivitas dan kualitas produk yang
dihasilkan. Konsumen juga mendapatkan manfaat dari adanya persaingan yang
sehat karena dapat menimbulkan penurunan harga dan kualitas produk tetap
terjamin, sebaliknya, apabila persaingan yang terjadi tidak sehat, akan dapat
merusak perekonomian negara yang merugikan masyarakat.84
Persaingan (competition) dalam bahasa Inggris didefinisikan sebagai
“rivalry between two or more businesses striving for the same customer or market
(ada dua usaha atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli.
Pengertian “persaingan” merupakan definisi “persaingan” di bidang ekonomi.
Dalam UU No.5 tahun 1999, tidak didefinisisiakn secara tegas mengenai
“persaingan”. Undang-undang ini hanya memberikan pengertian mengenai
“persaingan usaha tidak sehat”, yaitu : Persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
pesaingan usaha makna persaingan menjadi begitu penting karena dengan adanya
persaingan, pelaku usaha akan bersaing untuk meningkatkan kualitas dari barang
dan atau jasa (produk) yang dihasilkanya. 85
Dalam hal ini, kata “persaingan” dalam berusaha, apalagi dalam konotasi
untuk mencari nafkah menjadi kata yang tidak biasa, karena bersain merupakan

83

Aulia Muthiah, Op.Cit, hal 90
Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta :
Penerbit Kencana Prenadamedia Group, 2014), hal 199
85
Galuh Puspaningrum, Hukum Perjanjian yang Dilarang dalam Persaingan Usaha,
(Yogyakarta : Penerbit Aswaja Pressindo, 2015), hal 27-28
84

Universitas Sumatera Utara

tindakan yang berlawanan dengan keselarasan dan kebersamaan.86 Dalam
masyarakat kekeluargaan yang mengutamakan keselarasan dan gotong royong,
persaingan selalu dikaitkan dengan penyimpangan terhadap prinsip kerukunan dan
keselarasan karena persaingan dianggap sebagai tindakan individual yang
dilakukan untuk kepentingan sendiri serta mengorbankan kepentingan orang
banyak.87 Sikap mental dan budaya terhadap persaingan yang digambarkan
tersebut tentu tidak menguntungkan jika dilihat dalam perspektif persaingan
global yang akan menentukan eksistensi ekonomi suatu bangsa.88
Iklim persaingan usaha yang sehat akan menjamin tercapainya efisiensi dan
efektivitas sistem perekonomian. Melalui persaingan usaha yangs ehat pula, akan
terjamin adanya kesempatan berusaha yang sama antara pelaku usaha besar,
menengah dan kecil. Selain itu, persaingan usaha yang sehat akan meningkatkan
daya saing industri dalam negeri sehingga mampu bersaing di pasar dalam negeri
maupun pasar internasional. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa
penegakan hukum persaingan dan implementasi kebijakan persaingan yang efektif
akan menjadi pengawal bagi terimplementasinya sistem ekonomi pasar yang
wajar, yang akan bermuara pada kesejahteraan rakyat Indonesia. 89
Iklim usaha berbasis kompetisi yang adil diperlukan perekonomian untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi, baik untuk kepentingan alokasi sumber
daya maupun distribusi hasil aktifitas perekonomian. Ini menjadi salah satu aspek
penting mengingat penerapan prinsip persaingan usaha dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan menciptakan harga yang lebih kompetitif di

86

Johny Ibrahim, Merujuk kepada tulisan : Persaingan Uaha (tanpa nama) dalam
Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia, Editor Audha D. Prayoga dkk.
(Jakarta : ELIPS bekerja sama dengan Partnership for Business Competition, 2000), hal 1
87
Johny Ibrahim dalam A. Junaidi Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta : Penerbit
Sinar Grafika, 2013), hal 279
88
Ibid, hal 280
89
Hermansyah, Op.Cit, hal 19

Universitas Sumatera Utara

pasaran, dan meningkatkan investasi sehingga dapat menciptakan lebih banyak
lapangan kerja. Kondisi perekonomian yang berbasis prokompetisi dapat dicapai
dengan dua mekanisme; implementasi dari hukum persaingan usaha, dan
pengarusutamaan prinsip persaingan usaha ke dalam setiap kebijakan dan regulasi
ekonomi. Meskipun hukum persaingan usaha sudah dinilai cukup berhasil dalam
satu dekade terakhir, namun penegakan hukum persaingan usaha masih terbatas
atau berbasis pada perilaku persaingan tidak sehat yang terjadi. Prinsip persaingan
usaha masih belum menjadi komponen utama dalam pembuatan kebijakan dan
regulasi ekonomi.90
Dalam industri penerbangan nasional saat ini, terdapat beberapa perusahaan
yang menerapkan pola penerbangan berbiaya murah yang disebut dengan Low
Cost Carrier. Kondisi tersebut mengakibatkan persoalan hukum karena melanggar
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dimana perusahaan penerbangan
tertentu telah melakukan penjualan tiket penumpang udara di bawah harga pokok
dan diduga sebagai pelaku untuk mematikan pesaing.
Perusahaan jasa penerbangan yang menerapkan LCC dalam beberapa tahun
terakhir, mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dalam hal jumlah penumpang,
frekuensi penerbangan, dan rute penerbangan, karena dengan murahnya harga tiket
yang

disediakan

Berkembangnya

semakin

dapat

perusahaan

jasa

dijangkau
penerbangan

konsumen
yang

lapisan

menerapkan

bawah.
LCC

bukannya tanpa kekhawatiran, kekhawatiran yang mucul adalah penerapan bagi
perusahaan jasa penerbangan untuk memenangkan persaingan dalam merebut
penumpang. Pelaku-pelaku usaha pengangkutan udara tertentu telah melakukan
90

Tim CSIS, Yose Rizal Damuri, Haryo Aswichayono, Ira Setiati, David Christian dan
Adinova Fauri, Op.Cit, hal 13

Universitas Sumatera Utara

penjualan tiket penumpang udara dalam negeri (domestik) di bawah harga pokok
dan diduga sebagai pelaku untuk mematikan pesaing (predatory pricing). 8
Predatory

pricing

mengorbankan
sesudahnya

itu

sendiri

keuntungan

berusaha

untuk

adalah

mematikan

bertujuan untuk
mendapatkan

pesaingnya

mengurangi
keuntungan

dengan

persaingan
monopoli

dan

dengan

menetapkan harga di atas harga pesaingnya (monopoly price) untuk suatu jangka
waktu tertentu sesudah pesaing tersingkir dari pasar.91 Predatory pricing dapat
juga dilaksanakan dengan tindakan pemotongan harga yang mengakibatkan
persaingan terganggu,

92

meskipun konsumen diuntungkan manakala pelaku usaha

yang menjual produk dengan harga yang lebih rendah kepada konsumen, namun
apabila pesaing telah tersingkir dan pelaku usaha yang tadinya melakukan
pemotongan harga justru kini mendongkrak harga, maka konsumen dirugikan
karena harus membeli produk dengan harga jauh di atas harga equilibrium.
Sehingga pelaku-pelaku usaha tersebut melanggar UndangUndang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 11
(selanjutnya dalam penelitian ini disebut UU Persaingan Usaha) terutama Pasal 20
yang merumuskan pengaturan tentang predatory pricing dengan redaksi ”pelaku
usaha

dilarang

melakukan

pemasokan

produk

dengan

cara

jual

rugi

atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan
atau mematikan usaha pesaingnya”. Ditengarainya praktek predatory pricing yang
dikeluarkan perusahaan jasa penerbangan yang menerapkan LCC ini dilakukan
dengan menjual harga tiket penerbangan domestik di bawah biaya produksi yang
dikeluarkan sehingga perusahaan jasa penerbangan tersebut mengalami kerugian
Ningrum Natasya Sirait., “Predatory Pricing Dalam Hukum Persaingan dan
Pengaturannya Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 23, No.
1, YPBH, Jakarta, 2004, hal. 72
92
Ibid
91

Universitas Sumatera Utara

untuk jangka waktu tertentu tetapi setelah dapat menguasai pasar jasa penerbangan
domestik serta tidak memiliki pesaing lagi maka perusahaan jasa penerbangan
tersebut menaikkan harga tiket penerbangan secara perlahan-lahan sampai
mendapatkan keuntungan yang besar juga bisa digunakan untuk menutupi kerugian
pada awal-awal menjual tiket dengan harga murah, kemudian dapat menimbulkan
monopoly power sehingga pada gilirannya perusahaan jasa penerbangan tersebut
dapat mengatur harga tiket penerbangan domestik di Indonesia.
Penyebab timbulnya penetapan harga oleh para pelaku usaha adalah untuk
menguasai pasar sehingga memperoleh laba yang jauh lebih tinggi dari apa yang
dihasilkan, dimana produsen hanya menetapkan satu harga untuk semua konsumen
sehingga terjadilah persaingan usaha yang tidak sehat. Strategi penetapan harga
yang dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi, yang mana strategi ini
dapa merusak persaingan usaha dengan strategi penetapan harga yang bertujuan
mendorong memaksimalisasi pada kelompok pasar monopoli dan oligopoli. Untuk
mencapai maksimalisasi laba, produsen akan

meyerap (menarik) surplus

konsumen dari konsumen.
Penetapan harga juga timbul untuk mengatur perang tarif, misalnya
persaingan Perusahaan Penerbangan di Indonesia, di mana pemerintah turut
campur dalam penetapan tarif referensi yang gunanya untuk mendamaikan
perusahaan penerbangan dengan jalan menetapkan harga yang harus dipatuhi oleh
semua perusahaan penerbangan, tapi hal ini dapat menimbulkan persaingan usaha
yang tidak sehat karena tidak adanya hukum permintaan penawaran yang
sesungguhnya terjadi di pasar karena harga sudah ditentukan oleh pemerintah.
Suatu usaha dalam mengurangi perang harga dalam pasar oligopoli dengan
strategi kepemimpinan. Kepemimpinan harga terjadi pada saat sebuah perusahaan

Universitas Sumatera Utara

besar bertindak sebagai pemimpin dan perusahaan-perusahaan kecil lainnya
menjadi pengikut.
Praktek penetapan harga ada juga yang anti kompetisi, tapi cenderung
merusak persaingan usaha, yang akhirnya dapat merugikan konsumen karena tidak
mempunyai kesempatan untuk memperoleh harga yang lebih baik (rendah), yaitu :
1. Penetapan Harga di Bawah Harga Marginal
Penetapan harga di bawah harga rata-rata adalah penetapan harga yang
dalam jangka pendek akan menguntungkan konsumen, tetapi dipihak lain akan
sangat merugikan bagi para pesaing (produsen lain). Strategi yang tidak sehat ini
pada umumnya beralasan bahwa harga yang ditawarkan adalah merupakn hasil
kinerja efisiensi kinerja perusahaan. Oleh karena itu tidak akan segera terdeteksi
sampai pesaing dapat mengukur dengan tepat berapa harga terendah yang
sesungguhnya ditawarkan pada konsumen (harga=biaya merginal).
Strategi ini akan menyebabkan produsen menyerap pangsa pasar yang lebih
besar yang dikarenakan berpindahnya konsumen pada penawaran harga yang lebih
rendah. Sementara produsen pesaing akan kehilangan pangsa pasarnya. Pada
jangka yang lebih panjang produsen ini akan bertindak sebagai monopoli.
2. Penetapan Harga Maksimum
Startegi penetapan harga ini biasanya diterapkan oleh produsen kepada
distributor bersangkutan. Strategi bertujuan untuk mengontrol distributor untuk
tidak menjual diatas harga maksimum yang ditawarkan. Hasil akhir yang
diharapkan melalui strategi ini adalah terkendalinya harga yang bersaing (sesuai
dengan keinginan produsen) samapai pada tingkat penjualan eceran.
Strategi ini juga sebenarnya menguntungkan bagi konsumen. Akan tetapi
disisi lain, strategi ini akan berdamapak sebagai penghalang bagi produsen lain

Universitas Sumatera Utara

yang tidak dapat bersaing pada harga maksimum yang ditetapkan. Produsen yang
tidak memiliki jaringan pemasaran yang memadai tidak akan dapat mengontrol
harga akhir yang akan ditawarkan oleh jaringannya.
3. Penetapan Harga Minimum
Strategi penetapan harga ini pada umumnya memiliki dua tujuan utama,
yakni : mempertahankan nama baik (goodwill) produsen atau merk tertentu dan
mencegah persaingan usaha tidak sehat pada level distributor. Produsen yang
memiliki nama yang terkenal untuk produk tertentu pada pasar tertentu, akan
berusaha untuk mempertahankan nama baiknya, tidak hanya melalui kualitas dan
rancangan barang yang diproduksinya, akan tetapi juga pada harga yang
ditetapkan. Produk yang berkelas biasanya juga memiliki kelas harga yang relatif
tinggi yang harus tetap dipertahankan untuk menjaga citra produsen.
Disisi lain pada level distributor, mereka juga bersaing untuk
memperebutkan pasar

produk

berkelas

dari

distributor

pesaing.

Untuk

menciptakan kesan (image) bahwa distibutor besangkutan adalah merupakan
pusat distribusi produk kelas tertentu. Dibutuhkan promosi yang memerlukan
biaya tambahan. Hasil akhir, distributor harus mengeluarkan biaya tambahan utnuk
promosi sudah barang tertentu menawarkan harga yang sedikit lebih tinggi untuk
produk berkelas yang sama dibandingkan dengan distributor lain yang tidak
melakukan upaya promosi. Akan tetapi dapat dipastikan konsumen akan lebih
cenderung untuk memperoleh produk yang dimaksud oleh dari distributor yang
menawarkan harga yang lebih rendah (karena biaya tanpa promosi). Distributor
yang memperoleh keuntungan (pangsa pasar) dalam situasi ini disebut “free rider”
pihak yang memperoleh secara cuma-cuma.

Universitas Sumatera Utara

Dengan dua kedaan pokok tersebut, biasanya produsen akan biasanya
menetapkan harga minimum untuk produk yang dihasilkan. Strategi ini selain
dapat mengontrol produknya dijual pada tingkat harga yang sesuai dengan
kelasnya, untuk mencegah terjadinya “free rider”. Akan tetapi dipihak lain ini
akan mencegah persaingan antar distributor. Distributor yang dapat melakukan
efisiensi tidak dapat menetapkan harga yang lebih rendah dari harga yang sudah
ditetapkan oleh produsen, yang hasil akhirnya adalah konsumen akan membayar
dengan harga yang relatif tinggi (melebihi biaya marginal).

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
ASPEK HUKUM PENETAPAN TARIF TIKET ANGKUTAN
PENUMPANG OLEH PERUSAHAAN PENERBANGAN SESUAI DENGAN
SK MENTERI PERHUBUNGAN
A. Peraturan Terhadap tarif Tiket Angkutan Penumpang oleh Perusahaan
Penerbangan
Penetapan batas bawah tarif pesawat minimal 40% (empat puluh persen)
dari harga tiket terendah tarif batas atas dan penghapusan tarif promo murah tidak
berkorelasi atas terjadinya kecelakaan pesawat. Sebab, harga tiket Low Coast
Carrier (LCC) bisa dijual murah bukan karena mengurangi biaya teknis perawatan
dan biaya lain terkait keamanan dan keselamatan penerbangan, melainkan
meniadakan kemewahan dalam penerbangan yang dilayaninya.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme
Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah
Penumpang Pelayanan Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Pelayanan menengah (medium service) dapat menerapkan tarif setinggi-tingginya
90% (sembilan puluh persen) dari tarif maksimum dan no frills atau penerbangan
berbiaya murah dapat menerapkan tarif setinggi-tingginya 85% (delapan puluh
lima persen) dari tarif maksimum, sedangkan untuk penerapan tarif batas bawah,
yakni sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari tarif batas atas sesuai
dengan kelompok pelayanan yang diberikan.
Untuk penerbangan dari Jakarta-Medan (Kualanamu), tarif batas atas
untuk full service ialah Rp 2.100.000,- (dua juta seratus ribu rupiah) untuk tarif
batas bawah Rp 632.000,- (enam ratus tiga puluh dua ribu rupiah) atau 30 (tiga
puluh persen) dari tarif batas atas. Penetapan batas tarif bawah ini menjamin

Universitas Sumatera Utara

terpenuhinya aspek keselamatan dan menjaga agar perusahaan penerbangan tetap
sehat dan dapat meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa.
Mengenai penetapan tarif, masing-masing perusahaan penerbangan wajib
melaporkannya

kepada

Dirjen

Perhubungan

Udara

dan

juga

wajib

menginformasikannya kepada pengguna jasa paling lama 15 hari kalender sebelum
tarif diberlakukan. Maskapai juga wajib mencantumkan perincian komponen tarif
dan besaran biaya pelayanan jasa penumpang pesawat udara atau Passenger
Services Charger (PSC) di dalam tiket. Apabila melanggar ketentuan-ketentuan
dalam Pasal 16 Peraturan Menteri Nomor 14 Tahun 2016, maskapai dapat
diberikan sanksi berupa peringatan, pengurangan frekuensi, penundaan pemberian
izin rute, denda administratif, dan pembekuan rute penerbangan.93
Secara yuridis, berbagai fenomena itu berpotensi melanggar UU Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat, khususnya Pasal 1 huruf (f), 2, 17, dan 19. Menurut Pasal 1 buruf (f) bahwa
Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha. Kemudian Pasal 2 ditegaskan bahwa Pelaku usaha di Indonesia
dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan
umum.
Pasal 17 ayat (1) dan (2) menegaskan bahwa Pelaku usaha dilarang
melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
93

Wawancara dengan Suharsono Jabatan a.n General Manager PT Angkasa Pura II Medan
(Tanggal 4 Juni 2017)

Universitas Sumatera Utara

tidak sehat. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) apabila barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya;
atau mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan
usaha barang dan atau jasa yang sama; atau satu pelaku usaha atau satu kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.
Menurut Pasal 19 bahwa Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau
beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
berupa menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan
kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan atau mematikan usaha
pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Penerapan Permen Perhubungan Nomor 91 Tahun 2014 mencegah
terwujudnya iklim usaha yang kondusif dan memicu timbulnya praktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat dalam industri penerbangan. Lagi pula, insiden
penerbangan berbiaya murah bisa dicegah (diminimalkan) jika standar pelayanan
penerbangan diawasi secara ketat dan diterapkan tanpa kompromi oleh regulator,
sebagaimana diatur dalam Permen Perhubungan Nomor 49 Tahun 2012 tentang
Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal
dalam Negeri. Karena itu, upaya kaji ulang Permen Perhubungan Nomor 91 Tahun
2014 harus berefek ganda, selain bisa mencegah terjadinya praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat, menciptakan iklim usaha penerbangan yang
kondusif. Kemampuan regulator mewujudkan kedua hal itu akan berimplikasi

Universitas Sumatera Utara

positif bagi konsumen, maskapai, dan keberlangsungan industri penerbangan
secara nasional.
Setelah transaksi online berhasil diselesaikan dengan pemesanan pesawat
secara langsung diterbitkan. Oleh karena itu, disarankan agar membaca ketentuan
harga secara saksama sebelum melanjutkan untuk mengonfirmasi pemesanan.
Semua pembatalan harus mengikuti “Aturan Tarif” tiket. Untuk pengiriman
permohonan pembatalan tiket paling lambat 3 hari kerja sebelum keberangkatan,
Perlu diketahui bahwa beberapa tiket khusus tidak dapat diuangkan kembali.
Untuk memproses pengembalian uang tiket, selain denda maskapai penerbangan
yang didasarkan pada ketentuan harga, hutchgo.com akan membebankan biaya
penanganan per tiket untuk pembatalan. Selain itu, perlu diingat bahwa semua
pembatalan harus dilakukan paling lambat satu hari kerja sebelum keberangkatan
aslinya; jika tidak, pihak perusahaan Penerbangan akan membebani biaya
ketidakhadiran (no-show) tambahan atau tiket akan dianggap telah digunakan.
Tidak diperbolehkan adanya pengembalian uang. Pemesanan paket tidak dapat
diubah, tidak dapat dipakai di maskapai penerbangan lain dan tidak dapat
diuangkan kembali setelah dikonfirmasi.94
Beroperasinya perusahaan penerbangan murah di Indonesia berdampak
pada pertumbuhan penumpang angkutan udara. Hadirnya perusahaan penerbangan
baru juga telah berhasil menurunkan biaya penerbangan per penumpang kilometer.
Seiring dengan pulihnya perekonomian, biaya per penumpang kilometer juga
mengalami peningkatan. Meningkatnya biaya per penumpang kilometer ini
dikhawatirkan oleh pemerintah akan menyebabkan menurunnya produktivitas
angkutan udara, sehingga Departemen Perhubungan merasa perlu untuk
94

Wawancara dengan Suharsono Jabatan a.n General Manager PT Angkasa Pura II Medan
(Tanggal 4 Juni 2017)

Universitas Sumatera Utara

mengeluarkan kebijakan yang melindungi konsumen penerbangan. Pemerintah
menerbitkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 14 tahun 2016 tentang
Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Penumpang Angkutan
Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi dan dengan keputusan
tersebut Menteri Perhubungan (Menhub) menetapkan tarif batas atas. Peruahaan
penerbangan dilarang menetapkan tarif lebih dari yang ditetapkan Menhub (pasal 7
ayat 2). Perhitungan tarif dasar berpijak pada prinsip biaya per unit yakni biaya per
penumpang kilometer yang diperoleh dari biaya total operasi pesawat udara
dengan faktor muat 60%, dan biaya total operasi pesawat udara dihitung
berdasarkan biaya penuh termasuk tingkat keuntungan maksimal 10%. Aturan
tersebut terbukti efektif mengurangi biaya penerbangan per penumpang kilometer.
95

Biaya penerbangan per penumpang kilometer terus mengalami penurunan.
Kekhawatiran baru muncul ketika persaingan dalam merebut pangsa pasar yang
ada dikhawatirkan akan menyebabkan diabaikannya faktor keselamatan dan
terjadinya persaingan yang tidak sehat. Oleh karena itu, pemerintah menerbitkan
tarif referensi (batas bawah), dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM. 36 tahun 2005, tentang Tarif Referensi Untuk
Penumpang Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi.
Keputusan Menteri Perhubungan ini dikeluarkan dengan maksud melakukan
pengawasan khusus terhadap keamanan dan keselamatan. Aturan itu tidak
dimaksudkan untuk melarang maskapai menentukan tarif lebih rendah dari tarif
referensi, tapi lebih pada upaya pengawasan keselamatan dan keamanan dengan
ancaman
95

sanksi

mencabut

rute

penerbangan

bagi

yang melanggarnya.

Ahmad Bahrawi, Tri Tjahjono dan Alloysius Djoko Purwanto, Op.Cit, hal 73

Universitas Sumatera Utara

Pertumbuhan angkutan penumpang pesawat udara juga tidak terlalu terpengaruh
oleh terjadinya insiden maupun kecelakaan yang menimpa maskapai-maskapai
penerbangan di Indonesia. Penumpang pesawat udara terus mengalami
peningkatan yang cukup pesat walaupun terjadi kecelakaan ataupun insiden yang
menimpa suatu maskapai penerbangan. Ketika suatu maskapai penerbangan
mengalami insiden atau kecelakaan, penumpang maskapai tetap memilih kembali
maskapai tersebut. Ini karena para penumpang lebih mempertimbangkan murahnya
biaya yang ditawarkan oleh suatu maskapai penerbangan.96
Pro dan kontra atas rencana tersebut bermunculan. Dapat ditebak bahwa
yang pro adalah penerbangan full service dan masyarakat yang khawatir bahwa
tarif yang terlampau murah akan membahayakan keselamatan penerbangan. Yang
kontra, tentu saja pada umumnya adalah penerbangan no frill yang pada umumnya
adalah low cost carrier (LCC). tarif batas bawah besarannya adalah 50% (lima
puluh persen) dari tarif batas atas. Jika maskapai akan menetapkan tarif di bawah
tarif batas bawah, harus seizin DJU (Dirjen Perhubungan Udara-red). Formula
tersebut sulit dapat dimengerti. Dengan peningkatan efisiensi sekalipun, maskapai
penerbangan akan mengalami kesulitan bahkan hampir tidak mungkin untuk
mengurangi komponen biaya di dalam tarif dasar hingga 50% (lima puluh persen).
Jika hal tersebut dilakukan melalui pemangkasan margin keuntungan (saat ini
hanya sekitar 3% (tiga persen)) dan pengurangan biaya lainnya melalui efisensi
biaya operasi tidak langsung lainnya tetap akan membuat maskapai penerbangan
gulung tikar. Mereka tidak dapat mengurangi biaya operasi langsung tetap dan

96

Ahmad Bahrawi, Tri Tjahjono dan Alloysius Djoko Purwanto, Op.Cit, hal 73

Universitas Sumatera Utara

variabel, karena jika itu dilakukan akan mengurangi keselamatan penumpang
terkait dengan perawatan pesawat terbang.97

B. Penetapan Tarif Tiket Angkutan Penumpang Mengakibatkan Terjadinya
Persaingan Usaha Tidak Sehat pada Perusahaan Penerbangan
Dalam dunia bisnis sering terjadi yang namanya persaingan. Untuk
menjaga persaingan ini tetap sehat maka diperlukanlah seperangkat hukum yang
mengatur tentang etika berbisnis yang baik. Bisnis yang dikelola oleh pelaku
usaha dengan susah payah, yang pada puncaknya mendpat pangsa pasar di
masyarakat harus ada pembatasan.98 Kegiatan ekonomi atau bisnis adanya suatu
persaingan usaha antara pelaku usaha yang satu dengan lainnya merupakan hal
yang biasa terjadi. Persaingan usaha yang sehat akan berakibat positif bagi para
pengusaha yang saling bersaing atau berkompetisi karena dapat menimbulkan
upaya-upaya peningkatan efisiensi, produktivitas dan kualitas produk yang
dihasilkan. Konsumen juga mendapatkan manfaatdari adanya persaingan yang
sehat karena dapat menimbulkan penurunan harga dan kualitas produk tetap
terjamin, sebaliknya, apabila persaingan yang terjadi tidak sehat, akan dapat
merusak perekonomian negara yang merugikan masyarakat.99
Persaingan (competition) dalam bahasa Inggris didefinisikan sebagai
“rivalry between two or more businesses striving for the same customer or market
(ada dua usaha atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli.
Pengertian “persaingan” merupakan definisi “persaingan” di bidang ekonomi.
Dalam UU No.5 tahun 1999, tidak didefinisisiakn secara tegas mengenai
“persaingan”. Undang-undang ini hanya memberikan pengertian mengenai
97

Wawancara dengan Suharsono Jabatan a.n General Manager PT Angkasa Pura II Medan
(Tanggal 4 Juni 2017)
98
Aulia Muthiah, Op.Cit, hal 90
99
Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta :
Penerbit Kencana Prenadamedia Group, 2014), hal 199

Universitas Sumatera Utara

“persaingan usaha tidak sehat”, yaitu : Persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
pesaingan usaha makna persaingan menjadi begitu penting karena dengan adanya
persaingan, pelaku usaha akan bersaing untuk meningkatkan kualitas dari barang
dan atau jasa (produk) yang dihasilkanya. 100
Dalam hal ini, kata “persaingan” dalam berusaha, apalagi dalam konotasi
untuk mencari nafkah menjadi kata yang tidak biasa, karena bersain merupakan
tindakan yang berlawanan dengan keselarasan dan kebersamaan.101 Dalam
masyarakat kekeluargaan yang mengutamakan keselarasan dan gotong royong,
persaingan selalu dikaitkan dengan penyimpangan terhadap prinsip kerukunan dan
keselarasan karena persaingan dianggap sebagai tindakan individual yang
dilakukan untuk kepentingan sendiri serta mengorbankan kepentingan orang
banyak.102 Sikap mental dan budaya terhadap persaingan yang digambarkan
tersebut tentu tidak menguntungkan jika dilihat dalam perspektif persaingan
global yang akan menentukan eksistensi ekonomi suatu bangsa. 103
Iklim persaingan usaha yang sehat akan menjamin tercapainya efisiensi dan
efektivitas sistem perekonomian. Melalui persaingan usaha yang sehat pula, akan
terjamin adanya kesempatan berusaha yang sama antara pelaku usaha besar,
menengah dan kecil. Selain itu, persaingan usaha yang sehat akan meningkatkan
daya saing industri dalam negeri sehingga mampu bersaing di pasar dalam negeri
maupun pasar internasional. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa
100

Galuh Puspaningrum, Hukum Perjanjian yang Dilarang dalam Persaingan Usaha,
Penerbit Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2015, hal 27-28
101
Johny Ibrahim, Merujuk kepada tulisan : Persaingan Uaha (tanpa nama) dalam
Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia, Editor Audha D. Prayoga dkk.
ELIPS bekerja sama dengan Partnership for Business Competition, Jakarta, 2000, hlm 1
102
Johny Ibrahim dalam A. Junaidi Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta : Penerbit
Sinar Grafika, 2013), hal 279
103
Ibid, hal 280

Universitas Sumatera Utara

penegakan hukum persaingan dan implementasi kebijakan persaingan yang efektif
akan menjadi pengawal bagi terimplementasinya sistem ekonomi pasar yang
wajar, yang akan bermuara pada kesejahteraan rakyat Indonesia.104
Iklim usaha berbasis kompetisi yang adil diperlukan perekonomian untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi, baik untuk kepentingan alokasi sumber
daya maupun distribusi hasil aktifitas perekonomian. Ini menjadi salah satu aspek
penting mengingat penerapan prinsip persaingan usaha dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan menciptakan harga yang lebih kompetitif di
pasaran, dan meningkatkan investasi sehingga dapat menciptakan lebih banyak
lapangan kerja. Kondisi perekonomian yang berbasis prokompetisi dapat dicapai
dengan dua mekanisme; implementasi dari hukum persaingan usaha, dan
pengarusutamaan prinsip persaingan usaha ke dalam setiap kebijakan dan regulasi
ekonomi. Meskipun hukum persaingan usaha sudah dinilai cukup berhasil dalam
satu dekade terakhir, namun penegakan hukum persaingan usaha masih terbatas
atau berbasis pada perilaku persaingan tidak sehat yang terjadi. Prinsip persaingan
usaha masih belum menjadi komponen utama dalam pembuatan kebijakan dan
regulasi ekonomi.105
Suatu persaingan usaha yang terjadi pada maskapai penerbangan Indonesia,
yakni persaingan tarif dalam bentuk penawaran harga tiket penerbangan super
murah kepada konsumen dengan meminimalkan biaya operasional semaksimal
mungkin. Persaingan t