Sifat Fisika dan Kimia Tanah Pada Tanah Supresive Terhadap Keberadaan Ganoderma Boninensis Pada Kelapa Sawit Chapter III V

14

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN IV
Kebun Bah Jambi, Pematang Siantar yang berada pada ketinggian tempat ± 400
m dpl. Penelitian dimulai pada bulan Oktober 2016 sampai dengan Maret 2017.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah Supresif,
tanah yangterinfestasiG.boninense, dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk
analisis.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bor tanah, plastik bening,
label, spidol, kamera, serta alat-alat yang digunakan untuk analisis di
laboratorium.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei. Pengambilan sampel tanah
dilakukan secara acak dengan menggunakan metode acak sederhana /simple
random sampling (SRS)(Saraswati et al., 2007)

Gambar 4.Simple Random Sampling (SRS)


Universitas Sumatera Utara

15

Pelaksanaan Penelitian
a. Deskripsi Wilayah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN IV
Kebun Bah Jambi afdeling IX, Pematang Siantar yang berada pada ketinggian
tempat ± 400 m dpl. Sampel diambil di blok AE dengan luas lahan 9 Ha dan
merupakan tanaman generasi kedua yang telah berusia 25 tahun. Wilayah
penelitian ini bertopografi datar. Areal pertanaman kelapa sawit ini ditutupi oleh
rerumputan.
b. Pengambilan Sampel Tanah
Sampel tanah diambil dari tanah supresif sekitar pertanaman kelapa sawit
dan dari tanah yang terinfestasiG. boninense Sampel tanah supresif dan tanah
terinfestasi diambil sebanyak 100 g pada kedalaman 25 cm sampai dengan 40 cm
dengan menggunakan bor tanah. Setiap sampel tanah diambil dari 10 titik pada
per satu tanaman kelapa sawit yang sehat dan yang terserang G.Boninense
(Shobah, 2015).


Gambar 5. Kondisi lokasi penelitian

Universitas Sumatera Utara

16

c. Persiapan Contoh Tanah
Sampel tanah yang sudah diambil kemudian diberi tanda atau label dan
kemudian dikering anginkan dengan menganginkan sampel tanah diruang yang
berfentilasi dan tidak terkena sinar matahari. Setelah tanah dikering anginkan
maka selanjutnya sampel tanah tersebut diayak dengan ayakan 10 mesh. Tanah
yang sudah diayak simpan atau ditempatkan pada botol contoh tanah dan diberi
label.
Analisis Tanah
1.

Penetapan Tekstur Tanah
-

Ditimbang 50 g tanah kering udara lalu di masukkan kedalam cawan

plastik. Kemudian tambahkan aquadest sebanyak 200 ml.

-

Ditambahkan 10 mL larutan Na4P2O7 kedalam cawan plastik

-

Kemudian diaduk dan didiamkan selama 24 jam

-

Dipindahkan ke dalam mesin pengocok dan dilakukan pengocokan
selama 15 detik

-

Selanjutnya dipindahkan ke dalam tabung silinder dan bilas dengan
sprayer yang berisi aquadest.


-

Diaduk sebanyak 20 kali dengan batang pengaduk

-

Dimasukkan hidrometer kemudian dilakukan pembacaan pertama selama
40 detik, lalu diamkan.

-

Setelah 4 menit, dilakukan pembacaan hidometer kedua, lalu diamkan

-

Dilakukan pembacaan hidrometer ketiga setelah 120 menit berlalu

-

Dicatat temperaturnya juga.


Universitas Sumatera Utara

17

2.

3.

Penetapan pH-H2O (1 : 2,5) dan pH-KCl (1 : 2,5)
-

Ditimbang masing – masing 10 g tanah dan ditempatkan pada dua tabung

-

Ditambahkan ekstraktan H2O sebanyak 25 mL

-


Pada tabung lainnya, ditambahkan 25 mL KCl 1 N

-

Digoncang pada shaker selama 30 menit

-

Diukur pH suspensi tanah dari masing-masing perlakuan pada pH meter

Penetapan N Total Tanah
a. Destruksi
-

Ditimbang 2 g contoh tanah, tempatkan ke tabung digester

-

Ditambahkan 2 g katalis campuran (sebanyak contoh tanah) dan
tambahkan H2O 10 ml, kemudian tambahkan lagi 10 ml campuran

H2SO4 – asam salisilat. Biarlan 1 malam

-

Destruksi pada alat digestor (Kjelhalthrem) dengan suhu rendah dan
dinaikkan secara bertahap hingga larutan jernih/putih. (temp. < 200 o C)
setelah larutan jernih suhu dinaikkan dan dilanjutkan selama 30 menit.

-

Dinginkan dan encerkan dengan menambahkan 15 ml H2O

b. Destilasi
-

Ditempatkan tabung destruksi pada alat destilasi

-

Pipet 25 ml H3BO3 4%, tempatkan pada erlenmeyer 250 cc dan

tambahkan 3 tetes indikator campuran, dan tempatkan sebagai
penampung hasil destilasi

-

Ditambhakan NaOH 40% ± 25 mL ketabung destilasi dan langsung di
destilasi

Universitas Sumatera Utara

18

-

Amoniak hasil destilasi akan ditampung di erlenmeyer yang berisi
H3BO3. Destilasi dihentikan bila larutan di erlenmeyer berwarna hijau
dan volumenya ± 75 ml

c. Titrasi
-


Dipindahkan erlenmeyer hasil destilasi dan titrasi dengan HCl 0,02 N.
Titik akhir titrasi ditandai oleh perubahan warna dari hijau dan merah

d. Perhitungan
N(%) =

mLHCl X NHCl X 14 X 100

BeratTanah X 1000

= mL HCl x 0,014
4.

Penetapan P Tersedia Tanah Metode Bray II
-

Ditimbang 2 g contoh tanah dan tempatkan pada gelas erlenmenyer
250 cc


-

Ditambahkan larutan Bray II sebanyak 20 ml, dan goncang pada
shaker selama 30 menit

-

Disaring dengan kertas saring Whatman No. 42

-

Pipet filtrat sebanyak 5 ml dan ditempatkan pada tabung reaksi

-

Ditambahkan pereaksi fosfat B sebanyak 10 ml, dibiarkan selama 10
menit

-


Diukur transmitan pada spectronic dengan panjang gelombang 660 nm

-

Pada saat yang bersamaan pipet juga masing-masing 5 ml larutan
standar P 0 – 0,5 – 1,0 – 2,0 – 3,0 – 4,0 dan 5,0 ppm P ketabung reaksi,
kemudian ditambahkan 10 ml fosfat B

-

Diukur juga transmitan standar pada spectronic dengan panjang
gelombang yang sama yaitu 660 nm

Universitas Sumatera Utara

19

-

Dihitung nilai absorben = - log transmitan/100
Pavl(ppm) = P larutan x 20/2 x faktor pengencer (bila ada)

5. Penetapan Bahan Organik Tanah
-

Ditimbang 0,5 g tanah kering udara, dimasukkan ke dalam erlenmeyer
500 cc

-

Ditambahkan 5 mL K2Cr2O7 1 N (pergunakan pipet) goncang dengan
tangan

-

Ditambahkan 10 mL H2SO4 pekat, kemudian goncang 3-4 menit,
selanjutnya diamkan selama 30 menit

-

Ditambahkan 100 mL aquadest dan 5 mL H3PO485%, NaF 4% 2,5 mL,
kemudian ditambahkan 5 tetes diphenilamine, goncang, larutan akan
berubah warna menjadi biru tua kehijauan kotor

-

Dititrasikan dengan Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N dari buret hingga warna
berubah menjadi hijau terang

-

Lakukan kerja No.2 s/d 5 (tanpa tanah) untuk mendapatkan volume titrasi
Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N untuk blanko

-

Dihitung nilai C-organik, dengan rumus :
C-organik = 5 x (1- T/S) x 0,003 x 1/0,77 x 100/BCT

6. Penetapan Basa-Basa Tukar Tanah (K, Na, Ca, Mg)
-

Dimasukkan kertas saring Whattman no.42 yang telah dipotong sesuai
ukuran dasar tabung perkolasi

-

Ditimbang 2 g contoh tanah dan ditempatkan pada tabung perkolasi

-

Ditambahkan 50 ml larutan CH3COONH4 1N pH 7

Universitas Sumatera Utara

20

-

Hasil perkolasi (perkolat) digunakan untuk analisis K, Na, Ca, Mg tukar
yang diukur menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer.

7.

Penetapan Kapasitas Tukar Kation Tanah
-

Dimasukkan kertas saring Whattman no.42 yang telah dipotong sesuai
ukuran dasar tabung perkolasi

-

Ditimbang 2 g contoh tanah dan ditempatkan pada tabung perkolasi

-

Ditambahkan 50 ml larutan CH3COONH4 1 N pH 7

-

Dicuci tanah dalam tabung perkolasi dengan alkohol 80% hingga larutan
tanah bebas dari NH4+

-

Bila NH4+ telah bebas dari larutan tanah, ditambahkan dengan cara
memperkolasikan larutan 50 mL NaCl 10% asam; perkolat ditampung
pada labu ukur 50 cc dan penuhkan dengan H2O sampai volume 50 mL

-

Dipipet 20 mL perkolat dari labu ukur dan tempatkan ke tabung destilasi
dan ditambahkan 50 mL H2O. Kemudian tempatkan di alat destilasi

-

Pada alat destilasi ditambahkan ke perkolat 15 mL NaOH 40%

-

Hasil destilasi ditampung pada erlenmeyer 250 cc yang berisi 25 mL
H3BO3 4% dan 2 tetes indikator metil merah atau indikator campuran

-

Destilasi dianggap selesai apabila terjadi perubahan warna larutan destilat
dan volumenya telah ± 75 mL

-

Dititrasi hasil destilat dengan HCl 0,1 N ; hingga warna larutan kembali ke
warna semula (sebelum didestilasi)

-

Dihitung nilai KTK, dengan rumus :
KTK (me/100 g) = mL HCl x N HCl x 100/2,5 x 50/20

Universitas Sumatera Utara

21

8. Penetapan Kadar Unsur Hara Mikro (Fe, Al, Cu, B, Mn, Zn)
-

Ditimbang 10 g contoh tanah dan ditempatkan pada botol polypropylane
100 cc

-

Ditambahkan 20 ml larutan DTPA + TEA + CaCl2

-

Ditutup botol dan digoncang selama 2 jam dengan temperatur kamar (25 0
C)

-

Disaraing dengan kertas saring No. 1 atau Whatman No. 42 dan
ditampung filtrat pada botol polypropylane

-

Disiapkan larutan blanko dengan mengikuti langkah di atas tanpa contoh
tanah

-

Diukur filtrat pada AAS sesuaikan unsur dengan Hollow catode lamp dan
standar sesuai dengan alat AAS dan unsur mikronya

-

Dihitung kadar unsur mikro dengan menggunakan rumus
Mikro (ppm) = kadar unsur M dilarutan (ppm) x 20/10 x faktor pengencer

Peubah Amatan
1.

Tekstur tanah dengan metode Hydrometer

2.

pH-H2O (1 : 2.5), pH-KCl (1 : 2.5) dengan metode Elektromettri

3.

Kadar C-organik dengan metode Walkley and Black

4.

Kadar Nitrogen tanah dengan metode destruksi basah

5.

Kadar P-tersedia dengan metode Bray II

6.

Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah dengan ekstraksi NH4oAc pH 7

7.

Kation Basa – basa Tukar (K, Ca, Mg dan Na) Tanah dengan ekstraksi
NH4oAc pH 7

8.

Kadar hara mikro (Mn, Zn, Cu, Fe, Al dan B) dengan ekstraksi DTPA

Universitas Sumatera Utara

22

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Sifat Fisika Tanah

Sifat fisika tanah yang diamati adalah tekstur tanah. Dari hasil analisis,
terdapat kesamaan sifat fisika dari keduasampel tanah seperti yang tersaji pada
Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Sifat Fisika Tanah
Sampel

Tanah Terinfestasi
Tanah Supresif

Distribusi Ukuran Butir
Pasir
Debu
Liat
Tekstur
------------------------ % ------------57,98
20,94
27,93
Lempung liat berpasir
51,13
14,00
28,02
Lempung liat berpasir

Dari Tabel 1 diketahui bahwa tanah supresif memiliki kadar liat yang lebih
tinggi dibandingakan dengan kadar liat pada tanah yang terinfestasiG. boninense.
Didalam tanah, liat memiliki peran yang penting terutama yang berkaitan dengan
daya jerap unsur hara tanah.
Selain itu, berdasarkan tabel diatas terlihat pula komposisi tanah yang
terinfestasiG.

boninense

mengandung

partikel

pasir

yang

lebih

tinggi

dibandingkan dengan tanah supresif. Keberadaan pasir dalam komposisi media
tanam akan menjadikannya lebih porous. Kondisi media tanam yang porous akan
menunjang pertumbuhan akar yang lebih baik dibandingkan dengan media tanam
yang padat.
Sifat Kimia Tanah
Sifat kimia tanah yang diamati meliputi kemasaman tanah dan kandungan
unsur hara tanah, baik unsur makro maupun unsur mikro. Tabel 2 menunjukkan
kemasaman tanah, kandungan C-organik, Nitrogen total, P tersedia (Bray II),
Kation-kation tukar, KTK dan Kejenuhan basa. Kemasaman di dalam tanah

Universitas Sumatera Utara

23

dihitung berdasarkan aktivitas ion H+. Kedua sampel tanah memiliki nilai pH H2O
berkisar antara 5,2 – 5,7 sehingga digolongkan ke dalam kategori tanah agak
masam.
Rasio C/N pada tanah terinfestasi sebesar 4,14 yang termasuk dalam
kategori sangat rendah. Sedangkan pada sampel tanah supresif, didapati rasio C/N
sebesar 6,9 yang tergolong rendah.
Tabel 2. Kemasaman tanah dan kandungan hara makro
Sampel
Tanah
Terinfestasi
Tanah
Supresif

pH
H2O

CN
org
----%-----

C/N

P
tersedia
-ppm-

-%-

S

Kation-kation Tukar
KTK
K
Ca
Mg
Na
-------------me/100g-------------

KB
-%-

5,2

0,87

0,21

4,14

78,19

0,07

0,75

0,66

1,22

0,25

17,53

16,43

5,7

1,04

0,15

6,9

111,51

0,07

0,87

0,58

0,88

0,23

17,79

14,39

Dari Tabel 2 diatas, diketahui kadar P tersedia (Bray II) tanah supresif
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar P tersedia (Bray II)

pada tanah

terinfestasiG. boninense. Perbedaan kadar P tersedia tanah supresif dengan tanah
terinfestasi mencapai 30%.
Kandungan kation – kation tukar pada kedua sampel tanah seperti K, Ca,
Mg, dan Na sangat bervariasi. K-tukar tanah pada tanah supresif lebih tinggi
dibandingkan dengan K-tukar yang terkandung dalam tanah terinfestasiG.
boninense. Walaupun demikian, kandungan K-tukar tanah baik pada tanah
terinfestasiG. boninensemaupun tanah supresif termasuk dalam kriteria tinggi
dengan nilai 0,75 – 0,87 me/100g.
Pada sampel tanah terinfestasi, kandungan Ca-tukar bernilai 0,66 me/100g
yang digolongkan dalam kriteria sangat rendah. Sama halnya, dengan tanah
terinfestasiG. boninense, kandungan Ca-tukar pada tanah supresif juga
digolongkan dalam kriteria sangat rendah dengan nilai 0,58 me/100g.

Universitas Sumatera Utara

24

Perbedaan

kadar

Mg-tukar

tanah

pada

tanah

terinfestasiG.

boninensedengan tanah supresif mencapai 30%. Kandungan Mg-tukar dalam
tanah terinfestasi termasuk dalam kriteria sedang dengan nilai 1,22 me/100g.
Sedangkan kandungan Mg-tukar pada tanah supresif dengan nilai 0,88 me/100g
tergolong rendah.
Keberadaan unsur Na dalam tanah, diukur melalui Na-tukar tanah.
Didapati pada sampel tanah terinfestasiG. boninense dan tanah supresif, nilai Natukar tidak terlalu signifikan perbedaannya. Kadar Na-tukar pada kedua sampel
tanah berada pada kisaran nilai 0,23 – 0,25 me/100g yang dimasukkan dalam
kriteria rendah.
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan kemampuan tanah dalam
menjerap dan mempertukarkan kation – kation dalam tanah. Dari hasil penelitian,
diperoleh nilai kapasitas tukar kation (KTK) tanah dari sampel tanah
terinfestasiG. boninense

lebih rendah dibandingkan dengan

tanah supresif.

Meskipun demikian, kisaran nilai KTK keduanya berada pada rentang 16,43 –
17,59 me/100g yang dimasukkan dalam kriteria sedang.
Kejenuhan basa adalah perbandingan antara kation-kation tukar dengan
kation yang dapat dipertukarkan pada koloid tanah. Nilai kejenuhan basa yang
diperoleh pada kedua sampel tanah, baik tanah terinfestasiG. boninense maupun
tanah supresif termasuk sangat rendah, dengan nilai KB < 20%.
Hasil analisis kandungan unsur hara mikro disajikan pada Tabel 3 sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara

25

Tabel 3. Kandungan hara mikro
Sampel
Tanah terinfestasi
Tanah supresif

Unsur Hara Mikro
Mn
Zn
Cu
Fe
Al
------------------------------%---------------------0,18
0,02
0,00
2,12
5,69
0,16
0,01
0,00
1,90
5,31

B
-mg/kg167,85
154,37

Unsur hara mikro memainkan peranan yang penting dalam tanah dan
tanaman. Pada tanaman, umumnya unsur hara mikro hanya dibutuhkan dalam
jumlah kecil, namun keberadaannya menjadi faktor penting dalam menunjang
keberhasilan proses – proses metabolisme tanaman. Berdasarkan Tabel 3, didapati
kadar Mn pada tanah terinfestasiG. boninense lebih tinggi dibandingkan dengan
kadar Mn pada tanah supresif. Kadar Mn total pada tanah terinfestasi sebesar 0,18
% sedangkan kadar Mn total tanah pada supresif hanya sebesar 0,16 %.
Kandungan Zn total pada tanah terinfestasiG. boninenselebih tinggi
dibandingkan dengan kadar Zn total yang terdapat pada tanah supresif. Perbedaan
kadar Zn total dari kedua sampel tanah sebesar 0,01%. Nilai 0,01% menunjukkan
perbedaan yang tidak begitu signifikan.
Berdasarkan hasil analisis, diketahui pada kedua sampel tanah baik tanah
terinfestasiG. boninensemaupun tanah supresif tidak didapati adanya unsur
tembaga (Cu) . Hasil analisis menunjukkan angka 0,00% .
Unsur hara Al (Alumunium) merupakan unsur hara terbanyak yang
dijumpai pada tanah yang berada di daerah dengan iklim tropis. Kandungan Al
pada tanah terinfestasiG. boninenselebih tinggi dibandingkan dengan Al pada
tanah supresif. Kisaran Al pada kedua sampel tanah antara 5,31 – 5,69 % yang
masih tergolong rendah.

Universitas Sumatera Utara

26

Selain Al, unsur hara Fe (besi) juga merupakan unsur hara mikro yang
banyak dijumpai pada tanah-tanah masam. Hasil analisis menunjukkan kadar Fe
total pada kedua sampel tanah, baik tanah terinfestasiG. boninense maupun tanah
supresif, tergolong rendah dengan kisaran nilai 1,90 – 2,12 %.
Pada tanah terinfestasiG. boninense kandungan unsur Boron (B) lebih
tinggi dibandingkan dengan kadar Boron yang terdapat pada sampel tanah
supresif. Besarnya perbedaan kadar B antar kedua sampel tanah hanya sekitar
10%. Kadar B pada tanah terinfestasi mencapai 167,85 mg/kg sedangkan kadar B
pada tanah supresif hanya 154,37 mg/kg.
Pembahasan
G.boninense merupakan cendawan patogen yang menyerang tanaman
kelapa sawit dan bersifat tular tanah (soil borne disease). Keberadaan G.
boninense disekitar areal pertanaman kelapa sawit, dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal tanaman. Faktor internal tanaman meliputi kesehatan
tanaman dan daya tahan terhadap infeksi patogen. Sedangkan untuk faktor
eksternal yaitu lingkungan sekitar wilayah tumbuh terutama kondisi tanah, dalam
hal ini yang berkaitan dengan status hara tanah. Umumnya cendawan G.
boninense lebih mudah menyerang tanaman yang tumbuh dan berkembang diatas
tanah yang miskin unsur hara. Hal ini sesuai dengan literatur Susanto dkk (2013)
bahwa

Penyakit

busuk

pangkal

batang

yang

disebabkan

oleh

G.

boninensemerupakan penyakit paling merusak di perkebunan kelapa sawit di
Indonesia. Perkembangan penyakit ini cepat dan berat pada tanah miskin unsur
hara, khususnya yang banyak mengandung fraksi pasir.

Universitas Sumatera Utara

27

Tingkat kesuburan tanah baik tanah supresif maupun tanah yang
terinfestasiG. boninense digolongkan dalam kriteria tanah dengan kesuburan
rendah. Namun, apabila dikaji secara kuantitatif, maka didapati status hara pada
tanah supresif lebih tinggi dibandingkan dengan status hara pada tanah yang
terinfestasiG. boninense. Ini dikarenakan tanah supresif memiliki kadar liat yang
lebih tinggi, sehingga menyebabkan unsur hara terjerap dan tersedia lebih banyak
dibandingkan dengan tanah yang terinfestasiG. boninense. Hal ini dapat
dibuktikan dengan kapastitas tukar kation tanah supresif yang lebih tinggi.
Menurut Hardjowigeno (1989) tanah-tanah dengan kandungan bahan organikatau
kadar liat tinggi mempunyai kapasitas tukar kation lebih tinggi dari pada tanahtanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah berpasir.
Dari hasil penelitian, diketahui kandungan hara makro maupun hara mikro
pada kedua sampel tanah umumnya rendah. Tetapi, ada beberapa unsur hara yang
memiliki kadar tinggi hingga sangat tinggi yaitu hara fosfor, kalium, dan Boron.
Tingginya kandungan fosfor tersedia tanah dari kedua sampel baik tanah supresif
maupun tanah yang terinfestasi ganoderma disebabkan ion – ion fosfor (P) yang
terikat oleh logam – logam seperti Al, Fe, Mn sudah dibebaskan,sehingga tersedia
di dalam larutan tanah. Pembebasan ion fosfor dari logam – logam tersebut
dibantu oleh bahan organik tanah yang memiliki asam – asam organik yang
mampu mengikat logam Al, Fe, dan Mn dari dalam larutan tanah.Kemudian
membentuk senyawa kompleks yang bersifat sukar larut.
Kandungan boron (B) yang tinggi pada tanah supresif maupun tanah yang
terinfestasiG. boninense diduga berasal dari pemupukan kimia.Mengingat unsur
hara boron merupakan hara mikro yang peranannya cukup penting pada budidaya

Universitas Sumatera Utara

28

tanaman kelapa sawit, terutama terkait dengan fungsinya terhadap pembentukan
bunga dan buah kelapa sawit. Kadar boron yang lebih tinggi pada tanah yang
terinfestasiG. boninense dibanding tanah supresif berkaitan dengan kadar liat
tanah tersebut. Semakin tinggi kandungan liat tanah maka boron-tersedia semakin
rendah. Hal ini sesuai dengan literatur Damanik, dkk (2011) bahwa tanah - tanah
yang kaya akan liat memiliki kandungan boron yang dapat larut dalam air
(tersedia) rendah.
Kondisi status hara tanah supresif yang lebih tinggi dibandingkan tanah
yang terinfestasiG. boninense pada kenyataannya, tidak memperlihatkan adanya
pengaruh yang nyata terhadap keberadaan G. boninense. Ini disebabkan karena,
pada dasarnya unsur hara tidak pernah terlibat secara langsung dalam mengurangi
laju pertumbuhan populasi maupun laju infeksi G. boninense pada tanah dan
tanaman. Keberadaan unsur hara baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro
memainkan perannya lewat tanaman. Tanaman yang kecukupan haranya terpenuhi
akan tumbuh sehat dan daya tahan terhadap infeksi patogen meningkat, sehingga
tanaman tidak mudah terserang penyakit. Hal ini sesuai dengan literatur Mengel
& Kirkby (1987) bahwa ketersediaan unsur hara esensial seperti N, P, K dan S
sangat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman, didukung juga oleh
Soepardi (1983) bahwa kalium dapat mengeraskan batang sehingga efektif dalam
pencegahan terhadap hama dan penyakit.
Adapun rendahnya serangan G. boninense boninense pada tanah supresif,
diduga karena agens antagonis lebih banyak ditemui pada tanah supresif
dibandingkan tanah yang terinfestasiG. boninense. Agens antagonis yang
dijumpai seperti Trichoderma sp. berdasarkan penelitian Wahyudi (2017)

Universitas Sumatera Utara

29

diketahui pada tanah supresif terdapat kelompok cendawan yang tidak terdapat
pada tanah terinfestasi G. boninense sp. yaitu cendawan yang berasal dari genus
Trichoderma dan Paecilomyces, yang mana kombinasi keduanya mampu
meningkatkan imunitas akar tanaman terhadap patogen tular tanah. Banyaknya
agens antagonis yang terdapat dalam tanah supresif disebabkan kondisi
lingkungan yang mendukung, terutama suplai makanan/sumber energi. Hal ini
dapat dilihat dari kadar C/N tanah yang dimiliki tanah supresif .
Meskipun karbon organik tanah tidak berkorelasi secara langsung dalam
mengurangi laju infeksi penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh
cendawan G.boninense, tetapi karbon organik membantu tanah dalam
mempertahankan nutrisi dan kapasitas menahan air tanah. Tanah-tanah dengan
karbon

organik

rendah

cenderung

cepat

melepaskan

nutrisi,

sehingga

menyebabkan tanaman kekurangan hara dan patogen akan mudah menyerang
tanaman. Tingginya dekomposisi bahan organik berasosiasi dengan tingginya
aktifitas mikroba yang menolak keberadaan Ganoderma boninese.
Selain itu, penyebaran G. boninense yang lebih tinggi pada tanah yang
terinfestasi dipicu oleh tingginya kandungan pasir pada komposisi media tanam.
Lebih banyaknya partikel pasir pada media tanam mendorong pertumbuhan akar
yang lebih cepat panjang, sehingga menyebabkan kontak akar antara tanaman
yang terinfeksi G. boninense dengan tanaman sehat lebih cepat pula. Hal ini
sesuai dengan literatur Semangun (2000) bahwa penularan penyakit busuk
pangkal batang oleh G. boninense terutama terjadi melalui kontak akar tanaman
sehat dengan sumber inokulum yang dapat berupa sisa-sisa tanaman sakit atau
akar tanaman sakit.

Universitas Sumatera Utara

30

Lebih tingginya kandungan pasir pada tanah yang terinfestasiG.boninense
memperlihatkan bahwa tanah tersebut mengandung lebih sedikit bahan organik
dibandingkan dengan tanah supresif. Bahan organik merupakan sumber makanan
bagi mikroorganisme tanah. Sehingga bila suatu tanah memiliki kandungan bahan
organik rendah, maka kelimpahan agens biokontrol akan ikut rendah,sedangkan
populasi cendawanGanoderma boninenseakan terus meningkat. Hal ini sejalan
dengan yang diungkapkan oleh Sinaga dkk (2003) bahwa berkurangnya
keberadaan,

keragaman,

dankelimpahan

agens

antagonis

akan

menyebabkantingginya kejadian penyakit BPB.
Eksistensi G.boninense pada areal pertanaman kelapa sawit hingga saat
ini, didorong oleh kemampuannya yang dapat bertahan hidup pada banyak kondisi
lingkungan yang berbeda-beda, mulai dari lingkungan dengan pH yang sangat
asam hinggapH basa. Lisnawita dkk (2016) melaporkan bahwa kejadian penyakit
busuk pangkal batang yang disebabkan G.boninense terjadi pada kisaran pH tanah
yang luas, mulai dari sangat asam sampai asam. Sejalan dengan hal tersebut,
Abadi dan Dharmaputra (1998) melaporkan, G. boninense dapat tumbuh dengan
baik pada kisaran pH tanah antara 3.0 – 8.5 (berdasarkan penelitian
dilaboratorium).

Universitas Sumatera Utara

31

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Unsur hara tidak berpengaruh terhadap keberadaan G. boninense pada
tanah supresif.
2. Persentase pasir dalam tanah dalam tanah dapat mempengaruhi
penyebaran G. boninense
Saran
Perlu dilakukan upaya penambahan bahan organik pada pertanaman
kelapa sawit agar agens antagonis dapat berperan lebih baik dalam menekan
populasi G. boninense.

Universitas Sumatera Utara