Sifat Fisika dan Kimia Tanah Pada Tanah Supresive Terhadap Keberadaan Ganoderma Boninensis Pada Kelapa Sawit

4

TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB)
Dewasa

ini,

penyakit

busuk

pangkal

batang

(basal

stem

rot)


adalahpenyakit yang terpenting dalam perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Arti
dari penyakit ini makin lama makin meningkat. Pertama karena adanya usaha
besar-besaran untuk memperluas kebun kelapa sawit di Indonesia. Kedua, dari
generasi ke generasi persentase tanaman sakit makin meningkat. Kelapa sawit
generasi kedua akan mendapat serangan yang lebih berat dari busuk pangkal
batang, kalau dulu dianggap sebagai penyakit kebun tua, sekarang penyakit ini
terdapat juga di kebun yang masih muda (Semangun, 2000).
G. boninense yang menyerang tanaman kelapa sawit berdasarkan ciri-ciri
fenotipik (morfologi) mempunyai morfologi basidiokarp yang beragam.
Umumnya basidiokarp yang banyak ditemukan adalah sessile, yaitu basidiokarp
tidak bertangkai, tubuh buah langsung menyatu dengan pangkal batang kelapa
sawit. Ganoderma juga memiliki tepi tubuh buah (basidiokarp) yang beragam,
yaitu halus, bergelombang, dan kasar. Umumnya Ganoderma yang ditemukan
memiliki tepi tubuh buah (basidiokarp) yaitu tepi tubuh buah halus, tidak
bergelombang

Permukaan

bawah


basidiokarpa

berwarna

putih

gelap

(Wicaksono et al., 2011).

Gambar 1. Tubuh Buah Ganoderma boninense(Susanto, 2011)

Universitas Sumatera Utara

5

Basidiospora Ganoderma adalah uniselular, haploid, berbentuk ellipsoid,
bujur atau truncate. Pencirian Ganoderma yang menyerang pohon kelapa sawit
yaitu massa spora yang dikutip kelihatan kekuningan. Panjang basidiospora

adalah 7.1-13.8 μm dan lebar 4.8 – 8.3 μm. Basidiospora yang haploid dihasilkan
oleh

basidium.

Basidiospora

bercambah

menjadi

miselium

manokarion

(Jing, 2007).
Gejala Penyakit
Gejala awal penyakit busuk pangkal batang sulit dideteksikarena
perkembangannya


yang

sangat

lambat

dandikarenakan

gejala

eksternal

berbedadengan gejala internal. Sangat mudahuntuk mengidentifikasi gejala di
tanamandewasa atau saat telah membentuk tubuh buah, akibatnya penyakit
menjadi lebihsulit untuk dikendalikan. Gejala utama penyakitG. boninese adalah
terhambatnyapertumbuhan, warna daun menjadi hijaupucat dan busuk pada
batang tanaman.Pada tanaman belum menghasilkan, gejala awal ditandai dengan
menguningnya tanaman atau daun bagian bawah yang diikutidengan nekrosis
yang menyebar ke seluruhdaun. Pada tanaman dewasa, semuapelepah menjadi
pucat, semua daun danpelepah mengering, daun tombak tidakmembuka

(terjadinya akumulasi daun tombak) serta kematian tanaman (Susanto, 2011).

Gambar 2. Gejala umum kelapa sawit yang terserang Ganoderma boninense
(Susanto, 2011)

Universitas Sumatera Utara

6

Penyakit busuk pangkal batang dapat diketahui dari mahkota pohon,pohon
yang sakit mempunyai janur (daun yang belum membuka, spear leave) lebih
banyak dari pada biasa. Daun berwarna hijau pucat. Daun – daun yang tua layu,
patah pada pelepahnya dan menggantung disekitar batang. Meskipun mudah
dilihat, namun sebenarnya gejala sebenarnya gejala tersebut bukan gejala yang
khas dari penyakit busuk pangkal batang, karena gejala seperti ini dapat juga
disebabkan oleh gangguan lain yang menyebabkan terhambatnya pengangkutan
air dan hara tanaman ke mahkota (Semangun, 2000).
Secara mikroskopik, gejala internaldari akar yang terserang G. boninese
samadengan batang yang terinfeksi. Jaringankorteks dari akar yang terinfeksi
berubahmenjadi berwarna coklat sampai putih. Pada serangan lanjut, jaringan

korteksmenjadi rapuh dan mudah hancur. Jaringanstele pada akar yang terinfeksi
menjadi berwarna hitam padaserangan berat. Hifa pada umumnya berada pada
jaringan korteks,endodermis, perisel, xilem dan floem.Tanda lain dari penyakit
ialah munculnyatubuh buah atau basidiokarp pada pangkal batang kelapa sawit
(Susanto, 2011).
Patogen Penyebab Penyakit
Penyakit busuk pangkal batang (BPB) merupakan penyakit utama pada
perkebunan sawit di Indonesia dan Malaysia (Idris et al.,2004). Hasil penelitian
Abadi (1987), BPB di Sumatera Utara disebabkan oleh G. boninense, demikian
pula di Malaysia. Ho & Nawawi (1985) melaporkan bahwa ratusan tubuh buah
yang dikumpulkan dari berbagai tempat di Malaysia, semuanya adalah spesies
G. boninense.

Universitas Sumatera Utara

7

Penyebab penyakit BPB adalah patogen cendawan dari genus Ganoderma
yang pertama kali diungkapkan pada tahun 1915 di Republik Kongo, Afrika
Barat. Penyebab BPB pada kelapa sawit berbeda untuk setiap negara. Di Afrika

Selatan BPB disebabkan oleh G. lucidum Karst. sedangkan di Nigeria disebabkan
oleh G. zonatum, G. encidum, G. colossus, dan G. applanatum. Di Malaysia, 4
spesies teridentifikasi sebagai penyebab busuk pangkal batang yaitu G. boninense,
G. miniatocinctum, G. zonatum dan G. tornatum. Cendawan G. boninense yang
paling sering ditemukan sedangkan G. tornatum hanya ditemukan tumbuh di
pedalaman dan dataran tinggi dengan curah hujan tinggi. Di Indonesia, G.
boninense teridentifikasi sebagai spesies yang paling umum menyerang kelapa
sawit (Abadi, 1987).
Ganoderma boninense adalah kelompok cendawan busuk putih (white rot
fungi), cendawan ini bersifat lignolitik. Oleh sebab itu, cendawan ini mempunyai
aktivitas yang lebih tinggi dalam mendegradasi lignin dibandingkan kelompok
lain. Komponen penyusun dinding sel tanaman adalah lignin, selulosa, dan
hemiselulosa. Selulosa merupakan bagian terbesar yang terdapat dalam dinding
sel tanaman, yaitu berkisar antara 39-55 persen, kemudian lignin 18-33 persen,
dan hemiselulosa 21-24 persen (Martawijaya et al., 2005).
Siklus Penyakit
Penyebaran penyakityang paling utama adalah dengan kontakantara akar
tanaman sehat dan sakit.Penyebaran yang kedua melaluibasidiospora langsung ke
tanaman kelapasawit, serta yang ketiga melalui inokulumsekunder yaitu
basidiospora tumbuh padatunggul tanaman dan selanjutnya terjadikontak akar

antara tanaman sehat dansumber inokulum tersebut. Pada saat inibanyak

Universitas Sumatera Utara

8

dilaporkan

bahwa

pada

tanah

yang

relatif

miskin


unsur

hara

cenderungmempunyai kejadian penyakityang lebih besar (Susanto, 2011).
Di Indonesia tingkat kejadian penyakit BPB awalnya rendah pada tanaman
kelapa sawit muda hingga berusia 12 tahun, semakin tua kejadian penyakit dapat
meningkat sebesar 40% (Ariffin et al., 2000). Pada lahan dengan peremajaan
keempat, penyebab BPB bisa menyerang tanaman kelapa sawit berumur 1 hingga
2 tahun (Sinaga et al., 2003).
Pengendalian
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi penyakitini
diantaranya adalah dengan cara membersihkan seluruh sisa – sisa tanaman yang
terdapat di lahan, karena hal ini dapat menjadi sumber inokulum. Tunggul –
tunggul dan gumpalan akar sekitar tunggul digali, untuk dikumpulkan dan
dibakar. Juga dianjurkan agar batang – batang pohon tua dipotong – potong,
dikumpulkan, ditumpuk dengan baik, untuk akhirnya tumpukan itu dibakar.
Apabila pembakaran tidak memungkinkan untuk dilakukan, batang – batang
ditumpuk diantara barisan transplanting, dibiarkan membusuk dan ditutupi oleh
tanaman penutup tanah kacangan yang mejalar (legume creeping crover)

(Semangun, 2000).
Hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan menghasilkan strategi
pengendalian penyakit BPB yang paling menjanjikan yaitu dengan menerapkan
pengendalian terpadu yang merupakan kombinasi dari pengendalian hayati yaitu
perlakuan bibit dengan jamur antagonis (Trichoderma spp. dan Gliocladium spp.)
dan mikoriza, pemanfaatan tanaman yang toleran terhadap serangan Ganoderma,
pembuatan parit isolasi untuk tanaman terinfeksi, dan pemusnahan inokulum

Universitas Sumatera Utara

9

dengan cara membongkar tanah dan memusnahkan tunggul-tunggul serta akarakar tanaman terinfeksi kemudian dibakar (Lizarmi, 2011 ).
Secara

kultur

teknis,

pengendalian


penyakit

selain

dengan

menanamvarietas tahan, yang tak kalah pentingnya adalah perawatan tanaman,
seperti pemupukan yang berimbang. Dengan pemupukan ini diharapkan dapat
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit, karena tanaman
dalam keadaan yang sehat akan meningkatkan daya tahan tanaman, sehingga
tanaman dapat memberikan perlawanan terhadap patogen yang menyerang. Secara
hayati, pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan
mikroorganisme antagonis pada tempat infeksi sebelum atau sesudah terjadinya
infeksi.Beberapa jamur yang mempunyai daya antagonis terhadap Ganoderma
boninense adalah Trichoderma koningii, T. harzianum, T. viridae,Gliocladium sp,
dan Penicillium citrinum dan juga dapat dengan memanfaatkan mikoriza. Banyak
akar tumbuhan membentuk hubungan simbiosis dengan jenis tertentu dari jamur
Zygomycetes, Ascomycetes dan Basidiomycetes. Mikorizamengkolonisasi akar
secara interseluler (ektomikoriza) atau secara

intraseluler(endomikoriza).

Diharapkan dengan pemberian mikoriza pada saat pembibitan, maka tanaman
akan lebih tahan terhadap serangan Ganoderma. Selain sebagai biokontrol,
mikoriza juga berfungsi sebagai perangsang penyerapan hara dan meningkatkan
transportasi air pada tumbuhan, selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan dan
hasil tumbuhan (Agrios, 1996).
Tanah Supresif
Menurut Baker dan Cook (1974) cit. Janvier et al. (2007), tanah supresif
yaitutanah dengan insidensi penyakit yang tetap rendah meskipun populasi

Universitas Sumatera Utara

10

patogen, tanaman inang dan kondisi lingkungan sesuai untuk perkembangan
penyakit. Hal-hal yang dapat mendorong supresifitas tanah, yaitu (1) patogen
tidak terus menerus berada di tanah, (2) patogen dijumpai terus menerus namun
hanya mengakibatkan sedikit kerusakan atau bahkan tidak menyebabkan
kerusakan sama sekali atau (3) patogen berada di tanah secara terus menerus dan
mengakibatkan penyakit selama beberapa saat namun selang beberapa waktu
patogen tersebut menjadi kurang penting meskipun tetap berada di tanah.
Berdasarkan definisi di atas, maka tanah supresif dapat dikenali melalui
insidensi penyakit yang tetap rendah meskipun tanaman inang merupakan
tanaman rentan dan keadaan lingkungan mendukung berkembangnya penyakit.
Tanah supresif terhadap penyakit dibedakan dengan tanah supresif terhadap
patogen karena inokulum tetap dijumpai pada tanah supresif terhadap penyakit
namun tidak mampu menginduksi terjadinya penyakit. Sementara itu pada tanah
supresif terhadap patogen, inokulum patogen tidak ditemukan, karena rusak atau
tidak mampu bertahan di tanah (Alabouvette, 1999).
Sifat Fisika dan Kimia Tanah
Tanaman dalam pertumbuhan membutuhkan unsur hara essensial. Yang
dimaksud dengan unsur hara essensial apabila : (1) bila unsur hara tersebut itu
kurang didalam tanah, dapat menghambat dan mengganggu pertumbuhan tanaman
baik vegetatif maupun generatif, (2) kekurangan unsur hara tersebut tidak dapat
diganti oleh unsur hara lain (3) unsur hara tersebut tidak dapat digantikan oleh
unsur hara lain dan (4) unsur hara tersebut harus secara langsung terlibat dalam
gizi makanan tanaman (Efendi, 2006)

Universitas Sumatera Utara

11

Ke-16 unsur hara tersebut dapat dibedakan menjadi hara makro dan hara
mikro, hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah
yang banyak, sedangkan unsur hara mikro adalah unsur hara yang dibutuhkan
tanaman dalam jumlah yang sedikit, kalau banyak dapat menjadi racun bagi
tanaman. Unsur hara makro terdiri dari : C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, dan S. Unsur
hara mikro terdiri dari : Fe, Mn, B, Cu, Zn, Cl dan Mo. Unsur-unsur hara tersebut
tersebut ada yang berasal dari tanah dan ada yang berasa dari udara
(Efendi, 2006).
Tekstur adalah perbandingan fraksi pasir, debu, dan liat dalam massa tanah
yangditentukan dilaboratorium. Definisi dari Tekstur tanah adalah susunan relatif
dari tiga ukuran zarah tanah, yaitu: pasir berukuran 2mm – 50μm, debu berukuran
50 – 2μm, dan liat berukuran < 2μm (Soil Survey Staff, 1998). Terdapat 12 kelas
tekstur tanah, yaitu: pasir, debu, liat, pasir berlembung, lempung berpasir,
lempung, lempung berdebu, lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat
berdebu, liat berpasir, dan liat berdebu (USDA, 1993).

Gambar 3. Segitiga Usda

Universitas Sumatera Utara

12

Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan
kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah yang
berbeda akan mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan
air, menyimpan dan menyediakan hara tanaman yang berbeda pula (Soil Survey
Staff, 1998). Tanah bertekstur pasir yaitu tanah dengan kandungan pasir > 70 %,
prositasnya rendah ( 35 % kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi. Air yang ada diserap
dengan energi yang tinggi, sehingga liat sulit dilepaskan terutama bila kering
sehingga kurang tersedia untuk tanaman. Tanah liat disebut juga disebut tanah
berat. Tanah berlempung, merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu, dan liat
sedemikian rupa sehingga sifatnya berada diantara tanah berpasir dan berliat. Jadi
aerasi dan tata udara serta udara cukup baik, kemampuan menyimpan dan
menyediakan air untuk tanaman tinggi (Islami dan Utomo, 1995).
Hubungan Unsur Hara dengan Ketahanan Tumbuhan
Ketahanan tumbuhan terhadap beberapa jenis patogen nampaknya akibat
terdapat atau timbulnya senyawa yang tidak mudah diuraikan oleh enzim-enzim
patogen, yang berusaha menyerang tumbuhan.Senyawa-senyawa tersebut adalah
kompleks antara pectin, protein dan kation polivalen seperti Kalsium dan
Magnesium.Tersedianya atau penumpukan baik kation dekat tempat infeksi
mengakibatkan pembentukan garam pektin atau kompleks-kompleks lain yang
menahan perombakan oleh enzim patogen.Jadi senyawa-senyawa tersebut

Universitas Sumatera Utara

13

menghambat maserasi dan membatasi patogen sehingga menyebabkan luka
dengan ukuran terbatas (Agrios, 1996).
Efek dari nutrisi tanaman menekan kejadian penyakit oleh patogen tular
tanah sudah banyak dilaporkan.kejadian beberapa penyakit kortikal dan akar
berkurang oleh NO−3N dan ditingkatkan oleh NH−4Ntapi respon dari segimitigasi
dari semua penyakit dievaluasi tidak konsisten. Dilaporkan dalam ambang N yang
tinggi, dapat meningkatkan busuk pada umbi di tanaman gladiol yang disebabkan
oleh Fusarium oxysporum f. sp. gladioli (Ben-Yephet, et al., 2006).
Nutrisi

pada

inang

secara

luas

mempengaruhi

penyakit

bagi

tanaman.Dilaporkan dalam ambang N yang tinggi, dapat menurunkan keparahn
dari penyakit hawar daun pada Philodendron selloum yang disebabkan oleh
Erwinia chrysanthemi (McGovern et al. 1985).
Kemungkinan pada perlakuan nitrogen 400 ppm, Ca(NO3)2 yang tereduksi
terakumulasi dalam jaringan batang pada level yang mampu menghambat bakteri
yang secara langsung diubah oleh lingkungan melalui perubahan pH, tekanan
osmotik ataupun kandungan

asam amino atau melalui induksi daya hambat

tanaman tersebut yang diperoleh oleh produksi metabolisme stres pada tanaman.
Naidu et. al mengatakan bahwa peningkatan daya tahan padi terhadap
Xanthomonas oryzae dihasilkan melalui perlakuan dengan amonium sulfat dan
urea dimana tanaman yang diaplikasikan Ca atau amonium nitrat lebih resisten.
Peningkatan ini berkolerasi dengan penurunan phenolik dan gula dan penigkatan
kandungan nitrogen (McGovern et al. 1985).

Universitas Sumatera Utara