Pengaruh Stres Kerja dan Kepuasan Kerja Terhadap Turnover Intention Karyawan Medis di RSIA. Stella Maris Kota Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1. Stress Kerja
2.1.1.1. Pengertian Stress
Melihat pentingnya peran sumber daya manusia dalam perusahaan maka
manajemen perusahaan perlu mengelola iklim yang baik dan kondusif dalam
aktivitas kerja karyawan untuk mengurangi tingkat stres karyawan.

Menurut

Robbins (2008:368) stres adalah suatu kondisi dinamis dimana seorang individu
dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa
yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan
tidak penting.
Menurut Spielberger (dalam Rivai, 2009:307) stres adalah tuntutan
eksternal mengenai seseorang, misalnya objek-objek dalam lingkungan atau suatu
stimulus yang secara objektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai
tekanan, ketegangan atau gangguan tidak menyenangkan yang berasal dari luar
diri seseorang.

Menurut Mangkunegara (2009:28) mengatakan bahwa stres kerja adalah
perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam
menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari symptom antara lain emosi
tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang

11
Universitas Sumatera Utara

berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan
mengalami gangguan pencernaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
stress merupakan kondisi yang menekan diri dan jiwa seseorang yang
menciptakan ketidakseimbangan antara fisik dan psikis sehingga bisa berakibat
ketidakmampuan seseorang dalam merespon lingkungannya.
2.1.1.2. Penyebab Stres Kerja
Penyebab stress kerja tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, namun
stress bisa saja terjadi dari beberapa sebab sekaligus. Menurut Sopiah (2008:87)
bahwa penyebab stress terbagi menjadi empat tipe utama, yaitu:
1. Lingkungan fisik
Penyebab stress ditemukan dalam lingkungan fisik pekerjaan, seperti
terlalu bising, kurang baiknya penerangan ataupun risiko keamanan.

2. Stress karena peran atau tugas
Stressor karena peran/tugas termasuk kondisi dimana para karyawan
mengalami kesulitan dalam memahami apa yang menjadi tugasnya, peran
yang dia mainkan dirasakan terlalu berat atau memainkan berbagai peran
pada tempat mereka bekerja. Stressor ini memiliki empat penyebab utama,
yakni:
a) Konflik peran
Konflik ini terjadi ketika orang-orang bersaing menghadapi berbagai
tuntutan. Terdapat beberapa tipe konflik peran dalam setting organisasional,
antara lain: (1) inter-role conflict, (2) intrarole conflict, dan (3) person- role
conflict. Inter-role conflict terjadi ketika seorang karyawan memiliki dua

12
Universitas Sumatera Utara

peran yang masing-masing berlawanan. Intra-role conflict terjadi ketika
individu menerima pesan berlawanan dari orang yang berbeda. Sedangkan
person-role conflict terjadi ketika kewajiban-kewajiban pekerjaan dan nilainilai organisasional tidak cocok dengan nilai – nilai pribadi.
b) Peran mendua/ambiguitas
Peran mendua (role ambiguity) muncul dan dirasakan ketika para karyawan

merasa bimbang tentang tugas-tugas mereka, harapan kinerja, tingkat
kewenangan dan kondisi kerja yang lain.
c) Beban kerja
Beban kerja merupakan stresor hubungan peran atau tugas lain yang terjadi
karena para pegawai merasa beban kerjanya terlalu banyak.
d) Karakteristik tugas
Sebagian besar tugas penuh stress ketika mereka membuat keputusan
pemecahan masalah, monitoring perlengkapan atau saling bertukar
informasi. Kurangnya pengendalian, terlalu banyak aktivitas pekerjaan dan
lingkungan kerja juga masuk dalam kategori ini.
3.

Penyebab stress antarpribadi (inter-personal stressors)
Stressor ini akan semakin bertambah ketika karyawan dibagi dalam divisidivisi dalam suatu departemen yang dikompetisikan untuk memenangkan
target sebagai divisi terbaik dengan reward yang menggiurkan. Perbedaan
karakter,

kepribadian,

latar


belakang,

persepsi,

dan

lain-lainnya

memungkinkan munculnya stress.

13
Universitas Sumatera Utara

4. Organisasi
Banyak sekali ragam penyebab stress yang bersumber dari organisasi.
Pengurangan jumlah pegawai merupakan salah satu penyebab stress yang
tidak hanya untuk mereka yang kehilangan pekerjaan, namun juga untuk
mereka yang masih tinggal. Secara khusus mereka yang masih tinggal
mengalami peningkatan beban kerja, peningkatan rasa tidak aman dan tidak

nyaman dalam bekerja serta kehilangan rekan kerja. Restrukturisasi,
privatisasi, merger, dan bentuk-bentuk lainnya merupakan kebijakan
perusahaan yang berpotensi memunculkan stress.
Sedangkan menurut Robbins (2008:369) tingkat stress pada tiap orang
akan menimbulkan dampak yang berbeda. Sehingga ada beberapa faktor penentu
yang mempengaruhi tingkat stress seseorang, yakni:
1. Faktor lingkungan
Ketidakpastian menyebabkan meningkatnya tingkat stress yang dialami
karyawan.

Ketidakpastian

ekonomi,

ketidakpastian

politik,

dan


ketidakpastian teknologi sangat berpengaruh pada eksistensi karyawan
dalam bekerja.

Misalnya ketidakpastian ekonomi yang tidak menentu

dapat menimbulkan perampingan karyawan dan PHK.
2. Faktor Organisasional
Faktor yang berpengaruh pada tingkat stress karyawan diantaranya adalah
tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan antarpribadi, struktur organisasi,
dan kepemimpinan organisasi.

14
Universitas Sumatera Utara

3. Faktor Individual
Jika dilogikakan, setiap individu bekerja rata – rata 40 – 60 jam per
minggu.

Sedangkan waktu yang digunakan mengurusi hal-hal diluar


pekerjaan lebih dari 120 jam per minggu.

Sehingga akan besar

kemungkinan segala macam urusan di luar pekerjaan mencampuri
pekerjaan. Berbagai hal di luar pekerjaan yang mengganggu terutama
adalah isu-isu keluarga, masalah ekonomi pribadi, dan karakteristik
kehidupan (Robbins, 2008:369).
Menurut Luthans (2006:45) adapun sumber-sumber potensial stress kerja
adalah:
1. Konflik kerja yaitu ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota atau
kelompok

dalam

organisasi

yang

timbul


karena

mereka

harus

menggunakan sumber daya secara bersama-sama, atau karena mereka
mempunyai status, tujuan, nilai dan persepsi yang berbeda.
2. Beban kerja yaitu keadaan dimana karyawan dihadapkan pada sejumlah
pekerjaan yang harus dikerjakan dan tidak mempunyai cukup waktu untuk
menyelesaikan pekerjaan tersebut karena standar pekerjaan tersebut terlalu
tinggi.
3. Waktu kerja adalah kondisi dimana pekerja dituntut segera menyelesaikan
tugas pekerja sesuai dengan yang telah ditentukan. Dalam melakukan
pekerjaannya karyawan merasa dikejar oleh waktu untuk mencapai target.

15
Universitas Sumatera Utara


4. Sikap pimpinan, dalam setiap organisasi kedudukan pemimpin sangat
penting, seorang pemimpin melalui pengaruhnya dapat memberikan
dampak yang sangat berarti terhadap aktifitas kerja karyawan. Dalam
pekerjaan yang bersifat stressful, para karyawan bekerja lebih baik jika
pemimpinnya mengambil tanggung jawab lebih besar dalam memberikan
pengarahan.
2.1.1.3. Gejala-gejala Stress Kerja
Stress bisa muncul dalam berbagai gejala. Seseorang yang mengalami
stress yang tinggi dapat menderita tekanan darah tinggi, lekas marah, sulit untuk
membuat keputusan, hilang selera makan. Menurut Robbins (2008:375) gejala
stres dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum yaitu:
1. Gejala fisik yaitu orang yang terkena stress cenderung mengalami
perubahan-perubahan yang terjadi pada metabolisme organ tubuh seperti
denyut jantung yang meningkat, tekanan darah yang meningkat,
pernafasan, sakit kepala, dan sakit perut yang dapat kita alami dan harus
diwaspadai serta serangan jantung.
2. Gejala psikologis yaitu perubahan-perubahan sikap yang terjadi seperti
ketegangan, kegelisahan, ketidaktenangan, ketidakpuasan, kebosanan,
cepat marah dan suka menunda-nunda pekerjaan.
3. Gejala keperilakuan yaitu perubahan-perubahan atau situasi ketika

produktivitas seseorang menurun, absensi meningkat, kebiasaan makan
berubah, merokok bertambah, banyak minuman keras, berbicara tidak
tenang dan gangguan tidur.

16
Universitas Sumatera Utara

Secara realita kita dapat melihat pada mereka yang mengalami stress
sering kemampuan berfikir fokus itu sulit untk dilakukan karena pikiran dan
perasaannya masih pada tugas yang harus dikerjakan tersebut. Dampak lain yang
sering terlihat pada nafsu makan yang kurang bersemangat. Sehingga berat badan
mengalami penurunan, walaupun disajikan makanan yang menjadi favoritnya
namun tetap ia merasa tidak menyukainya.
Stress dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi positif dan sisi negatif. Stress
dipandang positif karena dengan adanya stress seorang karyawan bisa bekerja
dengan lebih baik demi mencapai apa yang diinginkannya.

Apabila seorang

karyawan memandang stress dari sisi negatif akan menimbulkan dampak yang

negatif pula. Stress dapat memiliki dampak yang sangat negatif pada perilaku
organisasi dan kesehatan seorang individu.
2.1.1.4. Tindakan-tindakan untuk Mengurangi Stress
Karena stress dianggap bagian dari kehidupan maka seorang karyawan
diajarkan untuk bisa mengendalikan stress termasuk mencari solusi bagaimana
menghilangkan stress. Menghilangkan stress dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara, namun cara yang paling efektif adalah disesuaikan dengan kondisi
realitas orang yang bersangkutan. Menurut Siagian (2008:302) ada berbagai
langkah yang dapat diambil untuk menghadapi stress para karyawan antara lain:
1. Merumuskan kebijaksanaan manajemen dalam membantu para karyawan
menghadapi berbagai stress

17
Universitas Sumatera Utara

2. Menyampaikan kebijaksanaan tersebut kepada seluruh karyawan sehingga
mereka mengetahui kepada siapa mereka dapat meminta bantuan dan
dalam bentuk apa jika mereka menghadapi stress
3. Melatih para manajer dengan tujuan agar mereka peka terhadap timbulnya
gejala-gejala stress di kalangan para bawahannya dan dapat mengambil
langka-langkah tertentu sebelum stress itu berdampak negatif terhadap
kerja para bawahannya.
4. Melatih para karyawan mengenali dan menghilangkan sumber stress
5. Terus membuka jalur komunikasi dengan para karyawan sehingga mereka
benar-benar diikutsertakan untuk mengatasi stress yang dihadapinya.
6. Memantau terus-menerus kegiatan organisasi sehingga kondisi yang dapat
menjadi sumber stress dapat teridentifikasi dan dihilangkan secara dini.
7. Menyempurnakan rancang bangun tugas dan tata ruang kerja sedemikiana
rupa sehingga berbagai sumber stress yang berasal dari kondisi kerja dapat
diletakkan dan menyediakan jasa bantuan bagi para karyawan apabila
mereka sempat menghadapi stress.
2.1.2. Kepuasan Kerja
2.1.2.1. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja pada tingkat tertentu dapat mencegah karyawan untuk
mencari pekerjaan di perusahaan lain. Apabila karyawan di perusahaan tersebut
mendapatkan kepuasan, karyawan cenderung akan bertahan pada perusahaan,
walaupun tidak semua aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan kerja terpenuhi.
Karyawan yang memperoleh kepuasan dari perusahaannya akan memiliki rasa

18
Universitas Sumatera Utara

keterikatan atau komitmen lebih besar terhadap perusahaan dibanding karyawan
yang tidak puas.
Menurut Robbins (2008:379) kepuasan kerja didefinisikan sebagai suatu
kondisi perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari
sebuah

evaluasi

Mangkunegara,

karakteristiknya.
2009:117)

“Job

Sedangkan
satisfaction

menurut
is

the

Keits

(dalam

favorableness

or

unfavorableness with employees view their work.” Yang artinya adalah perasaan
menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai dalam bekerja.
Sedangkan Hasibuan (2008:202) mengatakan bahwa kepuasan kerja
merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.
Oleh sebab itu, sikap ini akan berdampak pada moral kerja, kedisiplinan, dan
prestasi kerja. Dengan demikian, kepuasan kerja merupakan tingkat perasaan
seseorang dalam memandang pekerjaannya, artinya seorang karyawan yang
menyukai atau tidak menyukai pekerjaannya dapat terlihat dari sikapnya terhadap
pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya.
2.1.2.2. Faktor-faktor Kepuasan Kerja
Menurut Kreitner dan Kinicki (dalam Wibowo, 2014:415) terdapat lima
faktor yang dapat memengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut:
a. Pemenuhan Kebutuhan
Model

ini

dimasukkan

bahwa

kepausan

ditentukan

oleh

tingkatan

karekateristik pekrjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi
kebutuhannya.

19
Universitas Sumatera Utara

b. Perbedaan
Model ini menyatakan kepuasan merupakan hasil memenuhi harapan.
Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara pap uayang diharapkan dan
uang diperoleh individu dari pekerjaan.
c. Pencapaian Nilai
Gagasan pencapaian nilai adalah bahwa kepuasan merupakan hasil persepsi
pekerjaan memberikan pemunuhan nilai kerja individual yang penting.
d. Keadilan
Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari
seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja.
e. Komponen Genetik
Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian
merupakan fungsi sifat pribadi dan factor genetik.
Menurut Robbins (2008: 342) menyatakan ada empat dimensi dari
kepuasan kerja, yaitu:
a.

Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, seperti kesesuaian pekerjaan dengan
keahlian, pekerjaan yang menarik, dimana hal itu terjadi bila pekerjaan
tersebut memberikan kesempatan individu untuk belajar sesuai dengan minat
serta kesempatan untuk bertanggungjawab.

b.

Kepuasan terhadap imbalan, seperti gaji, insentif dan tunjangan, dimana
sejumlah uang gaji yang diterima tersebut sesuai dengan beban kerjanya dan
seimbang dengan karyawan lain pada organisasi tersebut.

20
Universitas Sumatera Utara

c.

Kesempatan promosi, yaitu kesempatan untuk menyehatkan posisi pada
struktur organisasi seperti keterbukaan informasi dan kesempatan berkarir.

d.

Kepuasan terhadap rekan kerja yaitu bagaimana hubungan karyawan dengan
rekan kerjanya.

2.1.2.3. Respons Terhadap Ketidakpuasan Kerja
Dalam suatu organisasi ketidakpuasan kerja dapat ditunjukan melalui
berbagai cara, Robbins (2008: 343) menyatakan ada 4 respon yang berbeda satu
sama lain dalam 2 dimensi yaitu konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, dengan
penjelasan sebagai berikut:
1)

Exit, Ketidakpuasan

ditunjukkan

melalui

perilaku

diarahkan pada

meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan
diri.
2)

Voice, Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif
untuk

memperbaiki

keadaan,

termasuk menyarankan

perbaikan,

mendiskusikan masalah denganatasan, dan berbagai bentuk aktivitas
perserikatan.
3)

Loyalty, Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik dengan
menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi
organisasi dihadapan kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan
manajemen melakukan hal yang benar.

4)

Neglect, Ketidakpuasan
membiarkan

kondisi

ditunjukkan
semakin

melalui

buruk,

tindakan

secara pasif

termasuk kemangkiran

atau

21
Universitas Sumatera Utara

keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat
kesalahan.
2.1.2.4. Meningkatkan Kepuasan Kerja
Dalam menjalani sebuah bisnis tentu orang-orang dalam hal ini karyawan
yang terlibat dalam sebuah pekerjaan dalam bisnis tersebut menginginkan
kepuasan kerja. Seorang karyawan yang memperoleh kepuasan kerja akan
bekerja dengan lebih giat, semangat, disiplin, bahkan akan menunjukan kinerja
terbaiknya. Kepuasan kerja dibangun oleh faktor-faktor yang mendukungnya.
Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi dan mendukung kepuasan kerja
diantaranya sebagai-berikut:
1. Penempatan pada posisi yang tepat
Orang-orang yang berada pada posisi yang tepat dalam pekerjaan atau dalam
suatu bisnis yang dijalankan akan sangat bersemangat untuk bekerja karena
mereka merasa mampu untuk melakukan pekerjaan yang terbaik sesuai dengan
keahlian atau kecakapan yang mereka miliki. Seseorang yang tidak cakap dalam
menjual barang misalnya ditempatkan pada bagian penjualan, maka pertama ia
akan menghadapi tekanan karena sebelum ia menjual barang ia akan berupaya
keras melawan perasaannya yang merasa tidak mampu untuk tugas tersebut,
karena suatu keterpaksaan ia menjalani tugas tersebut.
2. Berat ringannya pekerjaan sesuai kemampuan
Berat ringannya pekerjaan sangat menentukan kepuasan kerja. Pekerjaan
yang dirasa berat mungkin akan menjadi beban bagi pekerja atau karyawan,
namun kinerja setiap orang berbeda adakalanya suatu pekerjaan dirasakan berat

22
Universitas Sumatera Utara

oleh seseorang namun oleh orang lainnya dirasakan ringan, hal ini tergantung juga
kepada kecakapan atau kemampuan teknis maupun non teknis yang dimiliki
seseorang.
3. Suasana dan lingkungan pekerjaan
Suasana lingkungan yang hangat, nyaman dan mendukung pekerjaan akan
makin meningkatkan semangat dan berujung kepada kepuasan kerja. Kondisi
seperti ini dapat diciptakan dengan membenahi sikap orang-orang yang bekerja
ditempat tersebut.
4. Sarana dan prasarana yang menunjang
Pekerjaan yang dilakukan dengan sarana yang mencukupi untuk keberhasilan
pelaksanaan kerja akan makin memuaskan para pekerja dibanding dengan bekerja
tanpa didukung dengan sarana yang menunjang. Namun hal ini akan berbeda pada
tipe orang tertentu yang akan tetap bekerja dengan baik walaupun dengan sarana
yang minimum, tentu tipe orang semacam ini sangat jarang.
2. Sikap pimpinan
Sikap pimpinan yang peduli, partisipatif dan mau mendengar pendapat
ataukeluhan bawahannya kan makin meningkatkan partisipasi dari bawahan
sehingga mereka makin semangat yang berdampak pada kepuasan kerja yang
mereka lakukan.
3. Balas jasa yang layak dan adil
Balas jasa yang dirasa kurang layak untuk pekerjaan tertentu atau keadilan
yang dirasa kurang untuk pekerjaan yang dilakukan dibanding balas jasa yang
diperoleh oleh bagian atau pekerjaan lain sangat mungkin terjadi. Hal ini akan

23
Universitas Sumatera Utara

berdampak pada kurang semangatnya karyawan untuk menunjukan kinerja
terbaiknya.
2.1.3. Turnover Intention
2.1.3.1 Pengertian Turnover Intention
Intensi adalah niat atau keinginan yang timbul dalam diri seseorang untuk
melakukan sesuatu. Sedangkan turnover adalah pergerakan tenaga kerja keluar
dari suatu organisasi. Turnover intention merupakan niat perilaku individu untuk
secara sukarela meninggalkan profesi atau organisasi (Mobley et all, 2007:238).
Menurut Mathis dan Jackson (2006:125) perputaran merupakan proses dimana
karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan. Sedangkan menurut
Rivai (2009:238) turnover adalah keinginan karyawan untuk berhenti kerja dari
perusahaan secara sukarela atau pindah dari satu tempat ke tempat kerja yang lain
menurut pilihannya sendiri.
Robbins (2008:113), menjelaskan bahwa penarikan diri seseorang keluar
dari suatu organisasi (turnover) dapat diputuskan secara dua sebab, yaitu:
1. Sukarela (Voluntary Turnover)
Voluntary turnover atau quit merupakan keputusan karyawan untuk
meninggalkan organisasi secara sukarela yang disebabkan oleh faktor seberapa
menarik pekerjaan yang ada saat ini, dan tersedianya alternatif pekerjaan lain.
2. Tidak Sukarela (Involuntary Turnover)
Sebaliknya, involuntary turnover atau pemecatan menggambarkan
keputusan pemberi kerja (employer) untuk menghentikan hubungan kerja dan
bersifat uncontrollable bagi karyawan yang mengalami.

24
Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa turnover intention merupakan
niat atau keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi atau pindah kerja ke
perusahaan lain baik secara sukarela maupun tidak sukarela. Turnover mengarah
pada kenyataan akhir yang dihadapi perusahaan dimana karyawan meninggalkan
perusahaan pada periode tertentu, sedangkan keinginan berpindah mengarah pada
hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan organisasi dan
belum diwujudkan dalam bentuk tindakan pasti.
3.1.3.2. Indikasi Turnover Intention
Perusahaan yang memiliki turnover yang tinggi mengindikasikan bahwa
karyawan tidak betah bekerja di perusahaan tersebut. Menurut Harnoto (2006:5)
indikasi turnover intention ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku
karyawan, antara lain:
1. Absensi yang meningkat
Karyawan yang berkeinginan melakukan pindah kerja biasanya ditandai
dengan absensi yang semakin meningkat. Dalam fase ini tingkat tanggung
jawab karyawan sangat kurang dibandingkan dengan sebelumya.
2. Mulai malas bekerja
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja akan lebih
malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat
lainnya yang dirasanya lebih mampu memenuhi semua keinginannya.
3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja
Karyawan yang akan melakukan turnover akan lebih sering melakukan
berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan.

25
Universitas Sumatera Utara

Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja
berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya.
4. Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja lebih sering
melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan.
Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa
aatau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan
tersebut.
5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya
Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif.
Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang
dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan
berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan
turnover.
Mobley (2007:239) mengungkapkan bahwa intensi turnover ditandai
dengan adanya niatan untuk keluar dari organisasi dan keinginan untuk mencari
pekerjaan alternatif lain yang lebih baik dari organisasi sebelumnya. Mobley
(2007:239) mengungkapkan bahwa ketertarikan individu untuk mencari
alternative pekerjaan lain ini dipicu dari beberapa aspek-aspek berikut, yaitu :
a. Keinginan mencari pekerjaan lain dengan insentif yang lebih baik.
b. Keinginan untuk mencari peluang karir yang tidak didapatkan di
perusahaan.

26
Universitas Sumatera Utara

c. Keinginan untuk mencari pekerjaan lain yang lebih sesuai dengan bakat
dan kemampuan yang dimiliki
d. Keinginan untuk mencari pekerjaan lain karena ingin suasana
lingkungan dan hubungan kerja yang lebih baik.
3.1.3.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Turnover Intention
Menurut Mobley (2007:240) ada banyak faktor yang membuat individu
memiliki keinginan untuk berpindah, yakni:
1. Karakteristik Individu
Organisasi merupakan wadah bagi individu untuk mencapai tujuan yang
ditentukan secara bersama oleh orang-orang yang terlibat didalamnya. Untuk
mencapai

tujuan

tersebut,

maka

diperlukan

adanya

interaksi

yang

berkesinambungan dari unsur-unsur organisasi. Individu dengan karakter sendiri
dan organisasi juga memiliki karakter tertentu yang saling menyesuaikan.Karakter
individu yang mempengaruhi keinginan pindah kerja antara lain umur, lama
bekerja, pendidikan dan status perkawinan.
2. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja dapat meliputi lingkungan fisik maupun sosial.
Lingkungan fisik meliputi keadaan suhu, cuaca, dan lokasi pekerjaan. Sedangkan
lingkungan sosial meliputi sosial budaya di lingkungan kerjanya, besar atau
kecilnya beban kerja, kompensasi yang diterima, hubungan kerja se-profesi, dan
kualitas kehidupan kerjanya. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi turnover
intention pada karyawan. Hal ini dapat disebabkan apabila lingkungan kerja yang
dirasakan oleh karyawan kurang nyaman sehingga menimbulkan niat untuk keluar

27
Universitas Sumatera Utara

dari perusahaan. Tetapi apabila lingkungan kerja yang dirasakan karyawan
menyenangkan maka akan membawa dampak positif bagi karyawan, sehingga
akan menimbulkan rasa betah bekerja pada perusahaan tersebut dan dapat
menghilangkan keinginan pindah kerja (turnover intention).
Mobley

(2007:241)

menggariskan

secara

detil

faktor-faktor

yang

mempengaruhi terjadinya turnover :
1. Faktor Eksternal, dari faktor eksternal ada dua sisi yang bisa dilihat:
a. Aspek lingkungan. Dalam aspek ini tersedianya pilihan-pilihan
pekerjaan lain dapat menjadi faktor untuk kemungkinan keluar.
b. Aspek individu. Dalam aspek ini, usia muda, jenis kelamin dan masa
kerja lebih singkat, besar kemungkinannya untuk keluar.
2. Aspek Internal, dari faktor internal ini, ada lima sisi yang bisa dilihat:
a. Budaya Organisasi. Kepuasan terhadap kondisi-kondisi kerja dan
kepuasan terhadap kerabat-kerabat kerja merupakan faktor-faktor yang
dapat menentukan turnover.
b. Gaya Kepemimpinan. Gaya kepemimpinan, kepuasan terhadap
pemimpin dan variabel-variabel lainnya seperti sentralisasi merupakan
faktor yang menentukan turnover.
c. Kompensasi.

Penggajian

dan

kepuasan

terhadap

pembayaran

merupakan faktor- faktor yang dapat menentukan turnover.
d. Kepuasan Kerja. Kepuasan terhadap pekerjaan, secara menyeluruh dan
kepuasan terhadap bobot pekerjaan merupakan faktor yang dapat
menentukan turnover.

28
Universitas Sumatera Utara

e. Karir. Kepuasan terhadap promosi merupakan salah satu faktor yang
dapat mentukan turnover.
Menurut Oetomo (dalam Riley, 2006:4), keinginan untuk keluar dapat
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1. Organisasi
Faktor organisasi yang dapat menyebabkan keinginan karyawan untuk
keluar antara lain berupa upah/gaji, lingkungan kerja, beban kerja, promosi
jabatan, dan jam kerja yang tidak fleksibel.
2. Individu
Faktor organisasi yang dapat menyebabkan keinginan karyawan untuk
keluar antara lain berupa pendidikan, umur, dan status perkawinan.
3.1.3.4. Dimensi Keinginan Untuk Keluar (Turnover Intention)
Adakalanya karyawan berpikir untuk pindah kerja ke tempat yang mereka rasa
lebih baik daripada tempat kerja yang sekarang.

Menurut Mobley et all (2007:

243) terdapat tiga dimensi terjadinya turnover intention:
1. Perilaku yang mencerminkan ketidakpuasan dalam bekerja
Di awali dengan ketidakpuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan, kemudian
karyawan mulai berpikir untuk keluar dari pekerjaannya saat ini. Saat karyawan
merasa diperlakukan tidak adil, maka terlintas dalam pikiran mereka untuk keluar
dari organisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa perlakuan yang tidak adil akan
menstimuli karyawan berpikir untuk keluar dari organisasi. Perilaku yang
mencerminkan ketidakpuasan tersebut seperti meninggalkan kantor saat jam kerja,
menunda-nunda pekerjaan, sering tidak masuk kerja dan lain-lain.

29
Universitas Sumatera Utara

2. Berpikir dan berencana untuk keluar dari perusahaan
Jika karyawan sudah mulai sering berpikir untuk keluar dari pekerjaannya,
karyawan tersebut akan mencoba mencari pekerjaan di luar perusahaannya yang
dirasa lebih baik. Ketidakmampuan suatu organisasi untuk memenuhi kebutuhan
karyawan dapat memicu karyawan untuk berpikir mencari alternatif pekerjaan
pada organisasi yang lain. Hal ini merupakan konsekuensi logis saat perusahaan
tidak mampu memberikan/memenuhi kebutuhan karyawan.
3. Berusaha aktif mencari pekerjaan lain
Karyawan yang berniat untuk keluar apabila telah mendapatkan pekerjaan
yang lebih baik dan nantinya akan diakhiri dengan keputusan karyawan tersebut
akan tetap tinggal atau keluar dari pekerjaannya. Keinginan karyawan untuk
keluar diindikasikan dengan keaktifan seseorang mencari pekerjaan pada
organisasi lain seperti melamar pekerjaan di prusahaan lain, terdaftar dalam situs
lowongan pekerjaan dan mencari bantuan untuk mendapatkan pekerjaan baru.
Karyawan akan memiliki motivasi untuk mencari pekerjaan baru pada organisasi
lain yang dianggap mampu memenuhi kebutuhan mereka.
3.1.3.5. Pengendalian Turnover Intention
Berikut sejumlah hal yang dapat dilakukan perusahaan dalam memerangi
tingkat turnover yang tinggi (Mobley, 2007:245):
1. Mengevaluasi

kembali

praktek

perekrutan

karyawan.

Mungkin

perusahaan sedang mempekerjakan karyawan yang kualifikasinya terlalu
tinggi dan tentu saja memiliki kemungkinan besar untuk merasa jemu
dan tidak puas.

30
Universitas Sumatera Utara

2. Mempekerjakan kembali mantan karyawan. Hal ini bisa memberikan
kesan pada yang lain bahwa perusahaan ini adalah tempat yang baik
untuk bekerja jika sampai orang yang sudah keluar pun masuk kembali.
3. Mempertimbangkan pengembangan rencana pension atau pembagian
keuntungan
4. Meyakinkan bahwa perusahaan telah membuat kesempatan bagi promosi
yang adil
5. Membuka saluran komunikasi bagi manajemen. Ketika karyawan tidak
mengerti tujuan dari perusahaan dan bagaimana hal itu akan
mempengaruhi hidup mereka, rasa tidak puas bisa berkembang.
6. Meningkatkan penggunaan insentif non financial. Penghargaan terhadap
prestasi kerja adalah salah satu cara dalam melakukannya.
7. Melakukan interview pada karyawan yang mau pindah kerja dan
meninggalkan perusahaan
8. Menanyakan kepada karyawan sekarang tentang apa yang mereka suka
dan tidak suka dari hal yang dipraktekkan di perusahaan. Survey sikap
merupakan cara yang baik untuk mendapatkan informasi.

31
Universitas Sumatera Utara

2.2. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Peneliti
Viwi
Romanda
Bulan
Pohan
(2015)

Asti
Mustika
Purba
(2015)

Gabriela
Syahronica
(2015)

Judul
Pengaruh Stress
Kerja,
Motivasi
Kerja dan Iklim
Organisasi
Terhadap
Keinginan untuk
Keluar (Intention
to
Leave)
Karyawan
pada
PT.
Infomedia
Nusantara Medan

Variabel
Penelitian
Independen:
1. Stres Kerja
2. Motivasi
Kerja
3. Iklim
Organisasi

Dependen:
1. Keinginan
Untuk Keluar
(Intention to
Leave)
Pengaruh
Stres Independent:
Kerja
dan 1. Stress kerja
Lingkungan Kerja 2. Lingkungan
kerja
Terhadap
Turnover Intention
Karyawan
Pada Dependent:
PT. Daihatsu
1. Turnover
intention
karyawan
Pengaruh
Independen:
Kepuasan Kerja 1. Kepuasan
Dan Stres Kerja
Kerja
Terhadap
2. Stres Kerja
Turnover Intention
(Studi
Pada Dependen:
Karyawan
1. Turnover
Departemen Dunia Intention
Fantasi
PT
Pembangunan
Jaya Ancol, Tbk)

Metodologi
Penelitian
Analisis
Regresi
Linier
Berganda

Hasil Penelitian
Hasil
penelitian
menunjukkan stress
kerja,
motivasi
kerja, dan iklim
organisasi
berpengaruh positif
dan
signifikan
secara
serempak
terhadap keinginan
untuk
keluar
(intention to leave).

Analisis
Hasil
peneltian
regresi linier menunjukkan secara
berganda
simultan Stres Kerja
dan
Lingkungan
Kerja berpengaruh
positif
dan
signifikan terhadap
turnover intention.
Analisis
Deskriptif
dan
Analisis
Regresi
Linier
Berganda

Dari hasil penelitian
menunjukkan
bahwa
kepuasan
kerja dan stres kerja
berpengaruh
signifikan terhadap
turnover intention.
Tetapi disini yang
lebih berpengaruh
terhadap turnover
intention
adalah
stres kerja.

32
Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti
Rindi
Nurlaila
Sari (2014)

Variabel
Penelitian
Pengaruh
Independen:
Kepuasan Kerja, 1.
Kepuasan
Stres Kerja Dan Kerja
Komitmen
2. Stres Kerja
Organisasi
3. Komitmen
Organisasi
Terhadap
Turnover Intention
(pada Hotel Ibis Dependen:
1.
Turnover
Yogyakarta)
Intention
Judul

Saba Iqbal, The impact of
dkk (2014) organizational
commitment, job
satisfaction, job
stress
and
leadership support
on
turnover
intention
in
educational
institutes

Independen:
1. Komitmen
Organisasi
2. Kepuasan Kerja
3. Stress Kerja
4. Dukungan
Kepemimpinan
Dependen:
1.
Keinginan
Keluar

Metodologi
Penelitian
Analisis
Deskriptif
dan Analisis
Regresi
Linier
Berganda

Analisis
Deskriptif

Hasil Penelitian
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa kepuasan
kerja, stres kerja
dan
komitmen
organisasi
berpengaruh
terhadap turnover
intention.
Kontribusi
kepuasan kerja,
stres kerja dan
komitmen
organisasi untuk
menjelaskan
turnover intention
sebesar R2 0,133.
Hasil
menunjukkan
bahwa keinginan
karyawan keluar
memiliki
hubungan
yang
signifikan dengan
semua variabel,
antara
lain
komitemen
organisasi,
kepuasan kerja,
stress kerja, dan
dukungan
kepemimpinan.

33
Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti

Judul

Variabel
Penelitian
Independen:
1. Kepuasan
Kerja
2. Stres Kerja

Agung AWS Pengaruh Kepuasan
Waspodo
Kerja Dan Stres
(2013)
Kerja
Terhadap
Turnover Intention
Pada Karyawan PT.
UNITEX di Bogor
Dependen:
1. Turnover
Intention
Solomon
Influence of Job Independen:
Oyetola
Satisfaction
on 1.
Job
Olusegun
Turnover Intentions Satisfaction
(2013)
of
Library (Kepuasan
Personnel
in Kerja)
Selected
Dependen:
Univerisities
in 1.
Turnover
South West Nigeria
Intensions
of
Library
Personnel
Muhammad
Relationship
Independen:
Imran
Between Job Stress, 1. Stress Kerja
Qureshi, dkk Workload,
2. Beban Kerja
(2013)
Environment
and 3. Lingkungan
Employees Turnover
Intentions: What We Dependen:
Know, What Should 1. Keinginan
We Know
Karyawan
Keluar

Metodologi
Penelitian
Analisis
Regresi
Linier
Berganda

Analisis
Deskriptif

Teknik
Statistik
Multivariat

Hasil Penelitian
Terdapat pengaruh
signifikan
antara
kepuasan kerja dan
stres kerja secara
bersama-sama
terhadap
turnover
intention.
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa
pengaruh
dari
kepuasan
kerja
terhadap keinginan
keluar
adalah
signifikan (F (2,223)
= 20.846; R = 0.397;
R2 = 0.158; Adj. R2 =
0.150;
Hasil
menyatakan
bahwa
keinginan
karyawan
keluar
berhubungan positif
dengan
penyebab
stress
kerja
dan
beban
kerja.
Sementara,
dinyatakan
berhubungan negatif
dengan lingkungan
tempat kerja.

34
Universitas Sumatera Utara

Lanjutan Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Variabel
Penelitian
Evelyn, dkk The influences of Independent:
(2013)
job
satisfaction 1. Kepuasan kerja
and
2. Komitmen
organizational
organisasi
commitment
on
turnover intention Dependent:
1. Intense keluar
Peneliti

Mona
Tiorina
Manurung
(2012)

Judul

Analisis Pengaruh
Stress Kerja Dan
Kepuasan Kerja
TerhadapTurnover
Intention
Karyawan (Studi
pada Stikes Widya
Husada Semarang)

Independent:
1. Stress kerja
2. Kepuasan
Kerja
Dependent:
1.Turnover
intention
karyawan

Metodologi
Penelitian

Hasil Penelitian
kepuasan
kerja
dengan
faktor
kepuasan dengan gaji
dan
dukungan
pengawasan memiliki
rendah intensi keluar.
Namun,
komitmen
organisasi memiliki
hubungan
yang
signifikan
terhadap
keinginan berpindah
di antara karyawan

Analisis
Hasil
pengujian
regresi linier menunjukkan bahwa
berganda
variabel stress kerja
berpengaruh positif
terhadap
turnover
intention
karyawan
dan Kepuasan kerja
berpengaruh negatif
terhadap
turnover
intention karyawan.

Sumber: Pohan (2015), Purba (2015), Syahronica (2015), Sari (2014), Iqbal dkk (2014), Waspodo
(2013), Olusegun (2013), Qureshi dkk (2013), Evelyn dkk (2013), Manurung (2012)

2.3. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan penjelasan tentang hubungan antar
variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan (Sugiyono,
2012:89). Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari variabel independent
yaitu stress kerja dan kepuasan kerja, sedangkan variabel dependen dalam
penelitian ini adalah turnover intention karyawan medis.

35
Universitas Sumatera Utara

2.3.1. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Turnover Intention
Menurut Robbins (2008:369) akibat stress yang dikaitkan dengan perilaku
mencakup perubahan dalam produktivitas, turnover karyawan tinggi, tingkat
absensi yang tinggi dan kecelakaan kerja. Stres kerja dapat mempengaruhi emosi,
proses berpikir, dan kondisi seseorang, baik fisik maupun mental. Karyawan yang
mengalami stres kerja yang berlebihan berimplikasi terhadap voluntary turnover
(Robbins, 2008:369). Voluntary turnover merupakan keinginan karyawan keluar
dari organisasi secara sukarela dengan suatu alasan. Ketika karyawan mengalami
tekanan di dalam perkerjaannya, maka karyawan akan merasakan stres yang
berlebihan sampai akhirnya akan berpikir untuk keluar dari organisasi.
Pohan (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Stress Kerja,
Motivasi Kerja dan Iklim Organisasi terhadap keinginan untuk keluar (intention to
leave) karyawan” menyatakan bahwa stress kerja berkontribusi terhadap
keinginan untuk keluar (intention to leave). Nilai t positif menunjukkan bahwa
variabel stress kerja mempunyai hubungan yang searah dengan keinginan untuk
keluar (intention to leave). Selanjutnya, penelitian Purba (2015) yang berjudul “
Pengaruh Stres Kerja Dan Lingkungan Kerja Terhadap Turnover Intention
Karyawan Pada PT. Daihatsu”, mengatakan stres kerja dan lingkungan kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover intention karyawan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa variabel stress kerja secara umum mendorong
karyawan untuk terus memberikan hasil kerja yang optimal dalam pencapaian
target penjualan, namun disisi lain stres kerja tersebut juga berdampak pada
kondisi psikologis dan hubungan antara karyawan menjadi terganggu.

36
Universitas Sumatera Utara

Syahronica (2015) berpendapat bahwa kepuasan kerja dan stres kerja berpengaruh
signifikan terhadap turnover intention, yang dipaparkan dalam penelitiannya yang
berjudul “Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Stres Kerja Terhadap Turnover Intention
(Studi Pada Karyawan Departemen Dunia Fantasi PT Pembangunan Jaya Ancol,
Tbk)”. Kemudian, Manurung (2012) juga menambahkan dalam penelitiannya
yang berjudul “Analisis Pengaruh Stress Kerja Dan Kepuasan Kerja Terhadap
Turnover Intention Karyawan (Studi pada Stikes Widya Husada Semarang)”
bahwa variabel stress kerja berpengaruh positif terhadap turnover intention
karyawan.

Terakhir, Waspodo (2013) dalam penelitiannya yang berjudul

“Pengaruh Kepuasan Kerja dan Stres Kerja Terhadap Turnover Intention Pada PT.
Unitex di Bogor” bahwa Stres kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap turnover intention karyawan PT. Unitex di Bogor.
2.3.2. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Turnover Intention
Mobley et all (2007: 240) menjabarkan bahwa perasaan tidak puas dapat
memicu rencana untuk berhenti kerja. Kemudian akan mengarah pada usaha untuk
mencari pekerjaan baru. Hubungan dimulai dari adanya pikiran untuk berhenti
bekerja, usaha untuk mencari pekerjaan baru, berintensi untuk berhenti bekerja,
atau tetap bertahan dan yang terakhir adalah memutuskan untuk berhenti kerja
atau bertahan. Robbins (2008: 226) juga menambahkan bahwa kepuasan kerja
dihubungkan negatif dengan keluarnya karyawan, tetapi faktor-faktor lain seperti
pasar kerja, kesempatan kerja alternatif dan panjangnya masa kerja merupakan
kendala penting untuk meninggalkan pekerjaan yang ada.

Kepuasan kerja

dihubungkan secara negatif dengan keinginan berpindah karyawan, tetapi kolerasi

37
Universitas Sumatera Utara

itu lebih kuat daripada apa yang ditemukan dalam kemangkiran.

Karyawan

dengan kepuasan kerja yang tinggi akan merasa senang dan bahagia dalam
melakukan pekerjaannya dan tidak berusaha mengevaluasi alternatif pekerjaan
lain. Sebaliknya karyawan yang merasa tidak puas dalam pekerjaannya cenderung
mempunyai pikiran untuk keluar, mengevaluasi alternatif pekerjaan lain, dan
berkeinginan untuk keluar karena berharap menemukan pekerjaan yang lebih
memuaskan.
Sari (2014) juga menambahkan bahwa Kepuasan kerja, stres kerja dan
komitmen organisasi secara simultan berpengaruh terhadap turnover intention
yang di jelaskan dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kepuasan Kerja,
Stres Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Turnover Intention (Pada Hotel
Ibis Yogyakarta)”. Kemudian, Manurung (2012) juga menambahkan dalam
penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh Stress Kerja Dan Kepuasan Kerja
Terhadap Turnover Intention Karyawan (Studi pada Stikes Widya Husada
Semarang)” bahwa Kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap turnover
intention karyawan.

Terakhir, Waspodo (2013) dalam penelitiannya yang

berjudul “Pengaruh Kepuasan Kerja dan Stres Kerja Terhadap Turnover Intention
Pada PT. Unitex di Bogor” bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap turnover intention karyawan PT. Unitex di Bogor.
Maka, dari uraian diatas dapat diduga bahwa stress kerja dan kepuasan
kerja berpengaruh signifikan terhadap turnover intention karyawan medis.

38
Universitas Sumatera Utara

Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini digambarkan sebagai
berikut:
Stress kerja (X1)
Turnover Intention (Y)
Kepuasan Kerja (X2)

Sumber : Robbins (2008 ) dan Mobley (2007), diolah peneliti

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

2.4. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah ditetapkan
maka hipotesis yang penulis kemukakan adalah: “Stress Kerja Dan Kepuasan
Kerja Berpengaruh Signifikan Terhadap Turnover Intention Karyawan Medis
RSIA. Stella Maris Kota Medan.”

39
Universitas Sumatera Utara