Implementasi Pengelolaan Alat Kontrasepsi Pil, Suntik dan Implant Di Badan Pemeerdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Asahan tahun 2015

15

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Masalah kependudukan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua

negara termasuk Indonesia. Saat ini penduduk Indonesia kurang lebih berjumlah
238 juta jiwa. Indonesia terancam mengalami ledakan penduduk jika tidak ada
program KB . Rata-rata laju pertumbuhan penduduk di Indonesia masih cukup tinggi.
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) adalah pelopor
gerakan KB di Indonesia, dan merupakan cikal bakal berdirinya BKKBN di
Indonesia. Pendirian PKBI dilatar belakangi oleh keprihatinan mereka terhadap
tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia akibat tidak terkontrolnya
kehamilan dan kelahiran. PKBI memperjuangkan terwujudnya keluarga- keluarga
yang sejahtera melalui 3 macam usaha pelayanan yaitu mengatur kehamilan atau
menjarangkan kehamilan, mengobati kemandulan serta memberi nasihat
perkawinan.

BKKBN Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 20 Tahun 2000
didalam pertimbangan keluarnya Keppres ini adalah untuk mempercepat
terwujudnya keluarga berkualitas, maju, mandiri dan sejahtera, dipandang perlu
untuk meningkatkan peran serta semua pihak, secara terkoordinasi, terintegrasi
dan tersinkronisasi dalam program KB nasional dan pembangunan KS (Keluarga
Sejahtera) serta pemberdayaan perempuan.
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk di
Indonesia adalah sebanyak 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-

Universitas Sumatera Utara

16

laki dan 118.048.783 perempuan. Lajunya tingkat pertumbuhan penduduk di
Indonesia membuat Pemerintah mendirikan Badan Kependudukan Keluarga
Berencana

Nasional

(BKKBN).


Pemerintah

Indonesia

melalui

Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melakukan
penekanan jumlah angka kelahiran dengan pengelolaan dan pelaksaan program
Keluarga Berencana (KB).
Keluarga Berencana penting karena merupakan proses penetapan jumlah
dan jarak anak yang diinginkan dalam keluarga seseorang dan pemilihan cara
yang tepat untuk mencapai keinginan tersebut. menjadi peserta KB aktif
merupakan hal yang dapat menurunkan resiko kematian. tingkat kegagalan peserta
KB dalam menggunakan alat kontrasepsi merupakan salah satu masalah bagi
petugas KB, dan menjadi bahan pertimbangan untuk melihat bagaimana alat
kontrasepsi yang tersedia harus ada saat dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan
terhadap peserta KB aktif.

Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu strategi untuk
mengurangi kematian ibu khususnya ibu dengan kondisi 4T; terlalu muda
melahirkan (dibawah usia 20 tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak
melahirkan, dan terlalu tua melahirkan (diatas usia 35 tahun). Keluarga berencana
(KB) merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan
ketahanan keluarga, kesehatan, dan keselamatan ibu, anak, serta perempuan.
Pelayanan KB menyediakan informasi, pendidikan, dan cara-cara bagi laki-laki
dan perempuan untuk dapat merencanakan kapan akan mempunyai anak, berapa

Universitas Sumatera Utara

17

jumlah anak, berapa tahun jarak usia antara anak, serta kapan akan berhenti
mempunyai anak (Kemenkes RI, 2014).
Program Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan
peran serta masyarakat melalui proses Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)
pengaturan

perkawinan,


pembinaan

ketahanan

keluarga,

peningkatan

kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Keluarga Berencana
merupakan salah satu cara untuk dapat menurunkan resiko kematian ibu dan
balita.
Salah satu tugas pokok dari BKKBN adalah mengelola bahan dan alat
kontrasepsi. Pengelolaan bahan dan alat kontrasepsi merupakan suatu aktivitas
yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, keempat
tahap ini saling terkait dan saling mempengaruhi sehingga harus terkoordinasi
dengan optimal. pencatatan dan pelaporan obat serta pengawasan terhadap
ketersediaan alat kontrasepsi ke seluruh klinik KB baik tingkat Kota dan
Kabupaten yang digunakan didapatkan tanpa adanya penyusunan rencana
distribusi alat kontrasepsi ke klinik Keluarga Berencana berdasarkan evaluasi

kebutuhan alat kontrasepsi.
Pengelolaan bahan dan alat kontrasepsi merupakan salah satu hal yang
penting dalam ketersediaan alat kontrasepsi bagi peserta KB aktif. Persediaan
bahan dan alat kontrasepsi harus efektif dan efisien sehingga dapat memenuhi
kebutuhan peserta KB aktif. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yuliningsih (2001) dalam penelitiannya mengenai sistem pengelolaan perbekalan
obat/alat kesehatan persediaan ruangan di Rumah Sakit Anak dan Bersalin

Universitas Sumatera Utara

18

Harapan Kita menyebutkan bahwa ketidaktersediaan obat/alkes persediaan
ruangan tergantung pada sistem pengelolaan yang sangat dipengaruhi oleh unsurunsur manajemen yaitu kebijakan pelayanan, organisasi, SDM, sarana/prasarana,
metode dan sistem informasi, serta aspek logistik yang meliputi proses
perencanaan,

pengadaan,

penerimaan,


penyimpanan,

pendistribusian

dan

pengawasan/pengendalian.
Penelitian lain yang dilakukan Panjaitan, dkk (2014) menyatakan bahwa
perencanaan alat dan alat kontrasepsi tidak menggunakan rumus yang sesuai
dengan peraturan BKKBN sehingga pengiriman alat dan alat kontrasepsi bisa
dilakukan lebih dari sekali dalam setahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa
perencanaan dalam pengelolaan bahan dan alat kontrasepsi dapat mempengaruhi
ketersediaan bahan dan alat kontrasepsi.
Penelitian yang dilakukan Ilham (2009) di RSU Gunung Sitoli juga
menjelaskan bahwa perencanaan obat belum berjalan dengan baik, metode yang
digunakan juga belum efektif, dengan hasil penelitian Kesesuaian item obat yang
tersedia masuk dalam DOEN masih rendah, pada tahun 2005 39%, tahun 2006
41% dan tahun 2007 39%. Selain itu diketahui ketersediaan obat diInstalasi
farmasi masih dijumpai stok obat mati 33%, over stock 0,9% dan stock out.

Data dari BKKBN Provinsi Sumatera Utara tahun 2012 menunjukkan
cakupan penggunaan alat kontrasepsi IUD (7,2%), MOP (0,4%), MOW (4,9%)
Implant (7,1%) Suntik (22,2%), Pil (21,1%), Kondom (5%). Data tersebut tidak
sesuai dengan target nasional yakni sebesar 65%, dan 35% Unmeet need.

Universitas Sumatera Utara

19

Kabupaten Asahan terdiri dari 25 Kecamatan dan 177 Desa 27 kelurahan.
Dengan jumlah Penduduk 684.157 jiwa. Pemerintah kabupaten Asahan telah
berupaya melaksanakan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
secara sungguh-sungguh, hal ini dibuktikan dengan memperbaiki kelembagaan
struktur organisasi yang awal nya merupakan Bagian dari Sekretariat Pemkab
Asahan. Kini menjadi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
sesuai dengan Perda Kabupaten Asahan Nomor 7 tahun 2008 tanggal 9 April
2008.
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana merupakan
Suatu unit fungsional yang mengelola bahan dan alat kontrasepsi. Kantor BPPKB
Kabupaten Asahan terletak ditengah Kota Kisaran. Badan Pemberdayaan

Perempuan dan Keluarga Berencana memiliki ketersediaan bahan dan alat
kontrasepsi seperti implant, kondom, suntik, pil/tablet yang disediakan oleh
BKKBN Provinsi Sumatera Utara.
Persediaan bahan dan alat kontrasepsi di gudang BPPKB Kabupaten
Asahan digudang stok bahan dan alat kontrasepsi nya sangat minim sekali, inilah
yang membuat pendistribusian ke puskesmas dan klinik KB menjadi terhambat
dalam permintaan bahan dan alat kontrasepsi. Pendistribusian bahan dan alat
kontrasepsi dilakukan 4 kali dalam setahun ke puskesmas dan klinik KB
berdasarkan permintaan pihak puskesmas dan klinik KB. Permintaan bahan dan
alat kontrasepsi dari puskesmas juga bisa tiba-tiba ke BPPKB jika stok yang ada
sudah habis walaupun tanggal permintaan belum tiba. Bahan dan alat kontrasepsi
ini masuk dalam Anggaran Perencanaan Belanja Nasional (APBN).

Universitas Sumatera Utara

20

Berdasarkan hasil survei awal dan wawancara dengan penanggung jawab
petugas gudang tempat penyimpanan bahan dan alat kontrasepsi di kantor Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Asahan, diketahui

bahwa ketersediaan bahan dan alat kontrasepsi sangat minim sekali. Sehingga
dalam pendistribusian bahan dan alat kontrasepsi menjadi terhambat, letak bahan
dan alat kontrasepsi tidak tertata dengan rapi dan tidak diletak di rak melainkan
hanya disimpan dalam kardus. bahan dan alat kontrasepsi yang sudah mendekati
masa kadaluarsa nya kardusnya diletak diatas sedangkan yang masih lama masa
kadaluarsa nya kardus nya diletak dibawah. Bahan dan alat kontrasepsi yang
paling banyak diminati yaitu pil, suntik, implant sedangkan

kondom sangat

kurang peminatnya.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui tentang
bagaimana implementasi pengelolaan bahan dan alat kontrasepsi di Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Kelurga Berencana Kabupaten Asahan.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut : Bagaimana Implementasi Pengelolaan Alat

Kontrasepsi Pil, Suntik, Implant di Badan Pemberdayaan Perempuan dan
Keluarga Berencana Kabupaten Asahan Tahun 2015.
1.3

Tujuan penelitian
Untuk mengetahui bagaimana Implementasi Pengelolaan Alat Kontrasepsi

Pil, Suntik, Implant di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
Kabupaten Asahan Tahun 2015.

Universitas Sumatera Utara

21

1.4

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.


Membantu bagi penelitian sebagai masukan pengetahuan tentang
pengelolaan bahan dan alat kontrasepsi di pemberdayaan perempuan
keluarga berencana

2.

Masukan dan pertimbangan bagi petugas gudang di Badan Pemberdayaaan
Perempuan dan Keluarga Berencana dalam kaitan pendistribusian bahan
dan alat kontrasepsi yang tersedia.

3.

Sebagai bahan referensi dan perbandingan bagi penelitian yang
berhubungan dengan

Implementasi

Pengelolaan Bahan dan Alat

Kontrasepsi.

Universitas Sumatera Utara