Implementasi Pengelolaan Alat Kontrasepsi Pil, Suntik dan Implant Di Badan Pemeerdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Asahan tahun 2015

(1)

PEDOMAN WAWANCARA IMPLEMENTASI PENGELOLAAN ALAT KONTRASEPSI PIL, SUNTIK DAN IMPLANT DI BADAN

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN ASAHAN TAHUN 2015

A. Daftar Pertanyaan untuk Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana di Kabupaten Asahan

I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara : II. Data Khusus

1. Apa tupoksi dan tanggung sebagai Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana dalam pengelolaan bahan dan alat kontrasepsi?

2. Bagaimana alur pengelolaan di BPPKB?

3. Apakah ada hambatan dalam proses pengelolaan bahan dan alat ? jika ada dibagian mana terhambatnya? Bagaimana penangananya? 4. Bagaimana sistem pendanaan untuk bahan dan alat kontrasepsi

nya? Berasal darimana dana tersebut?

5. Apakah pendanaan itu cukup untuk pengadaan bahan dan alat kontrasepsi?


(2)

6. Apakah tenaga kesehatan nya sudah cukup? Jika kurang apakah ditambah atau tetap yang sudah ada?

7. Bagaimana sistem pengadaan bahan dan alat kontrasepsi? 8. Bagaimana sistem peyimpanan bahan dan alat kontrasepsinya?

Berapa suhu yang digunakan? Berapa lama bahan dan alat tersebut dapat disimpan?

9. Bagaimana sistem pendistribusian bahan dan alat kontrasepsi di BPPKB?

10.Menurut bapak, apa yang perlu diperbaiki dalam pengelolaan bahan dan alat kontrasepsi?

B. Daftar Pertanyaan untuk Sekretaris BPPKB Kab.Asahan I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara : II.Data Khusus

1. Apa tupoksi Sekretaris BPPKB?

2. Bagaimana anda melakukan tugas anda?

3. Apakah ada hambatan dalam melakukan tugas anda? 4. Bagaimana alur pengelolaan bahan dan alat kontrasepsi di


(3)

5. Alat kontrasepsi apa yang tersedia? Apakah alat kontrasepsi sudah mencukupi?

6. Kemana saja alat kontrasepsi tersebut di distribusikan? 7. Apakah ada tanggal kadaluarsa?

8. Bagaimana sistem pengawasan pengelolaan alat kontrasepsi di BPPKB?

9. Bagaimana perencanaan mengenai alat kontrasepsi di BPPKB? 10.Apakah pendistribusian alat distribusi sesuai dengan jadwal yang

ditentukan?

11.Apakah ada keterlambatan dalam pendistribusiannya? Jika terlambat bagaimana cara penangannya?

12.Menurut bapak, apa yang perlu diperbaiki?

C. Daftar pertanyaan Kasubbag Perencanaan dan Program I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara : II. Data Khusus

1. Apakah tupoksi anda?


(4)

3. Bagaimana sistem perencanaan mengenai bahan dan alat kontrasepsi? 4. Bagaimana cara mangatasi jika perencanaan terjadi hambatan?

5. Berdasarkan apa perencanaan itu dibuat?

6. Perencanaan apa saja yang sudah dilakukan mengenai bahan dan alat kontrasepsi?

D. Daftar pertanyaan Kepala Gudang BPPKB Kab.Asahan I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara : II. Data Khusus

3. Apakah tupoksi anda?

4. Bagaimana anda melakukan tugas anda?

5. Sarana prasarana apa yang disediakan? Apakah sudah memadat? 6. Alat kontrasepsi apa saja yang tersedia ?

7. Bagaimana alur pengelolaan dan pendistribusian alat kontrasepsi? 8. Bagaimana perencanaan mengenai alat kontrasepsi?

9. Bagaimana pendistribusian alat kontrasepsi? Apakah distribusi sesuai dengan jadwal yang ditentukan?


(5)

11.Apakah ada keterlambatan dari BKKBN Provinsi? Atau ada

keterlambatan pendistribusiannya? Jika ada bagaimana penangannya? 12.Alat kontrasepsi apa yang tersedia? Apakah sudah mencukupi? 13.Kemana saja alat kontrasepsi didistribusi?

14.Berapa tenaga kesehatan digudang tersebut? 15.Bagaimana pendanaan alat kontrasepsi disini?

16.Apa yang perlu diperbaiki dalam sistem pengelolaan alat kontrasepsi?

E. Daftar Pertanyaan bidan praktek Kb swasta di kab.Asahan I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara : II. Data Khusus

1. Bagaimana menurut anda pengelolaan alat kontrasepsi di puskesmas itu?

2. Dari mana anda daptkan alat kontrasepsi tersebut? 3. Alat kontrasepsi apa yang tersedia?

4. Jenis alat kontrasepsi apa yang paling banyak diminati? 5. Bagaimana penanganan nya jika alat kontrasepsi tidak ada?


(6)

6. Menurut anda apa langkah apa yang cocok untuk mengatasi jika alat kontrasepsi yang diminta masyarakat tidak ada?

F. Daftar Pertanyaan Ka UPT kecamatan Kisaran Timur I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara : II. Data Khusus

1. Alat kontrasepsi apa yang tersedia? Apakah sudah mencukupi? Dari mana alat kontrasepsi tersebut?

2. Apakah pendistribusian dari BPPKB sesuai jadwal? Apakah ada keterlambatan? Jika ada bagaimana penangannya?

3. Di bagikan kemana alat kontrasepsi tersebut? 4. Bagaimana perencanaan alat kontrasepsi?

5. Bagaimana ketepatan waktu dalam pendistribusian bahan dan alat kontrasepsi di kecamatan?

6. Menurut anda apa yang perlu diperbaiki dalam pengelolaan alat kontrasepsi?


(7)

G. Daftar Pertanyaan petugas petugas KB di puskesmas Gambir baru I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara : II. Data Khusus

1. Alat kontrasepsi apa saja yang anda terima? 2. Apakah sudah mencukupi permintaan?

3. Darimana anda mendapatkan alat kontrasepsi tersebut?

4. Apakah alat kontrasepsi yang diberikan sesuai dengan jadwal? 5. Apakah ada keterlambatan? Jika ada bagaimana penanganananya?\ 6. Alat kontrasepsi apa yang sering tidak teredia?

7. Adakah pengawasan dalam penerimaan bahan dan alat kontrasepsi tersebut?

8. Menurut anda apa yang perlu diperbaiki dalam pengelolaan bahan dan alat kotrasepsi di Kabupaten Asahan?


(8)

H. Daftar Pertanyaan Kepala Bidang pelayanan BPPKB Kab Asahan I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara : II. Data Khusus

6. Alat kontrasepsi apa saja yang anda terima? 7. Apakah sudah mencukupi permintaan?

8. Darimana anda mendapatkan alat kontrasepsi tersebut?

9. Apakah alat kontrasepsi yang diberikan sesuai dengan jadwal? 10.Apakah ada keterlambatan? Jika ada bagaimana penanganananya?\ 11.Alat kontrasepsi apa yang sering tidak teredia?

12.Adakah pengawasan dalam penerimaan bahan dan alat kontrasepsi tersebut?

13.Menurut anda apa yang perlu diperbaiki dalam pengelolaan bahan dan alat kotrasepsi di Kabupaten Asahan?

I. Daftar Pertanyaan Kepala Bidang Advokasi Keluarga Berencana BPPKB Kab Asahan

I. Data Umum


(9)

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara : II. Data Khusus

6. Alat kontrasepsi apa saja yang anda terima? 7. Apakah sudah mencukupi permintaan?

8. Darimana anda mendapatkan alat kontrasepsi tersebut?

9. Apakah alat kontrasepsi yang diberikan sesuai dengan jadwal? 10.Apakah ada keterlambatan? Jika ada bagaimana penanganananya?\ 11.Alat kontrasepsi apa yang sering tidak teredia?

12.Adakah pengawasan dalam penerimaan bahan dan alat kontrasepsi tersebut?

13.Menurut anda apa yang perlu diperbaiki dalam pengelolaan bahan dan alat kotrasepsi di Kabupaten Asahan?

J. Daftar Pertanyaan petugas klinik kb permata hati Kab Asahan I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara :


(10)

II. Data Khusus

6. Alat kontrasepsi apa saja yang anda terima? 7. Apakah sudah mencukupi permintaan?

8. Darimana anda mendapatkan alat kontrasepsi tersebut? 9. Jenis alat kontrasepsi apa yang banyak diminati?

10.Jika alat kontrasepsi yang diminta tidak ada bagaimana cara penanganan nya?

11.Alat kontrasepsi apa yang sering tidak teredia?

12.Adakah pengawasan dalam penerimaan bahan dan alat kontrasepsi tersebut?

13.Menurut anda apa yang perlu diperbaiki dalam pengelolaan bahan dan alat kotrasepsi di Kabupaten Asahan?

K. Daftar Pertanyaan petugas petugas gudang BKKBN Provinsi Sumut I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Tanggal Wawancara : II. Data Khusus

6. Alat kontrasepsi apa saja yang anda terima? 7. Apakah sudah mencukupi permintaan?


(11)

8. Darimana anda mendapatkan alat kontrasepsi tersebut? 9. Jenis alat kontrasepsi apa yang banyak diminati?

10.Jika alat kontrasepsi yang diminta tidak ada bagaimana cara penanganan nya?

11.Alat kontrasepsi apa yang sering tidak teredia?

12.Adakah pengawasan dalam penerimaan bahan dan alat kontrasepsi tersebut?

13.Menurut anda apa yang perlu diperbaiki dalam pengelolaan bahan dan alat kotrasepsi di BKKBN Provinsi?

14.Jenis alat kontrasepsi apa yang banyak permintaan nya?

15.Bagaimana penanganan nya untuk menutupi permintaan jika stok digudang sedikit?


(12)

(13)

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul, (2009). Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi ketiga, Bina Putera Aksara, Jakarta

BKKBN, 2008.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo:Jakarta

_______, 2011.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo:Jakarta

_______, 2011. Rencana Strategis Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana tahun 2010-2014. Jakarta.

_______, 2013. Modul Pencatatan dan Pelaporan. Jakarta. Departemen Kesehatan. 1985. Buku Pedoman Petugas Klinik Keluarga Berencana. Jakarta : Depkes RI

Depkes RI (2002). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1412/Menkes/SK/XI/2002 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD): Depkes RI;2002

Farich, A. 2012. Manajemen Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta : Gosyen Publising

Hidayati, Ratna. 2009. Metode dan Teknik Penggunaan Alat Kontrasepsi. Jakarta: Salemba Medika: 36

Ilham. H., 2009. Analisis Perencanaan Obat Di Rumah Sakit Umum Gunung Sitoli Kabupaten Nias. Sumber Electronic Theses&Dissertation (ETD) S2 Magister Manajemen dan Kebijakan Obat UGM, sumber: http://etd.ugm.ac.id/index.php, diakses tanggal 23 Januari 2013.

Indrawati, C. S., Suryawati, S., Pudjaningsih, 2001. Analisis Pengelolaan Obat Di Rumah Sakit Umum Daerah Wates. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2001; 4: 173-18, sumber http://www.jmpk-online.net/files/01-indrawati.pdf, diakses tanggal 23 Januari 2012.

Kementerian Kesehatan RI (2003). Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.


(15)

__________,(2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta : Depkes RI;2004.

__________,2008. Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI Bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency.

Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013. Jakarta

Manuaba, Ida Bagus Gde, 2010. Memahami Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Arcan.

Muninjaya, A. A. Gde. 2011. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta : EGC.

Muninjaya, A. A. Gde. 2011. Manajemen Kesehatan. Jakarta : EGC.

http://squeecast.blogspot.co.id/2014/11/definisi-jenis-dan-contohalat.html di akses 1 september 2015

http://wiwinsatriani62.blogspot.co.id/2014/12/alat-kontrasepsi.html di akses 1 september 2015

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta: 143-149

Permenkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Panjaitan, R.M, Goenawi, L.R, Lolo, W.A., 2014. Pengelolaan Alat Dan Obat Kontrasepsi Di Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) Provinsi Sulawesi Utara.

ejournal.Unsrat.Ac.Id/Index.Php/Pharmacon/Article/Viewfile/5423/4930. Diakses Tanggal 1 September 2015.

Saifudin BA, dkk, 2006, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Yayasan Bina Pustaka Sarwono prawirohardjo, Jakarta

Sugiyono, 2005. Memahami Penelitian Kualitatif.

Sedarmayanti. (2012). Manajemen dan Komponen Terkait Lainnya. Bandung: PT. Rafika Aditama.


(16)

WHO (1999), Promoting Rational Use of Medicine:core Component. Geneva Yogaswara D. 2001. Tinjauan Pelaksanaan dan Penyimpanan dan Distribusi

Obat di Sub Unit Gudang Farmasi Rumah Sakit Haji Jakarta. Depok:FKM UI.

Yuliningsih, S.M, 2001. Analisa sistem pengelolaan perbekalan obat /alat kesehatan persediaan ruangan di Rumah Sakit Anak dan Bersalin

Harapan Kita. Sumber jurnal elektronik:

http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/73078-Analisa sistem-Full text (T10374).pdf , diakses tanggal 05 Mei 2013.

Yusraini, 2012. Pengaruh Pemberian Konseling Oleh Petugas Kesehatan Terhadap Pengetahuan Ibu Tentang Pemilihan Alat Kontrasepsi Jangka Panjang di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Lama Kabupaten Langkat. Skripsi. Medan: FKM USU.


(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Asahan dengan pertimbangan merupakan salah satu masih memiliki permasalahan ketersediaan alat kontrasepsi pil, suntik dan implant yang diindikasikan dari yang dibutuhkan masyarakat, kemudian masih terhambatnya proses pendistribusian alat kontrasepsi pil, suntik dan implant karena stok digudang sangat minim sekali.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan di Oktober 2015 - selesai 3.3 Informan

1. Kepala BPPKB 2. Sekretaris BPPKB

3. Kasubbag Program BPPKB 4. Kepala Bidang Pelayanan BPPKB


(18)

5. Petugas gudang BPPKB

6. Petugas gudang BKKBN Provinsi Sumut 7. Kepala UPT Kisaran Timur

8. Petugas KB Puskesmas Gambir Baru 9. Bidan Praktek swasta

10. Klinik KB Permata Hati

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini penulis mengambil langsung data di Badan Pemberdayaan Perempuan dan keluarga Berencana Kabupaten Asahan. Data ini meliputi data Primer dan data Sekunder.

3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada informan penelitian dengan berpedoman pada pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data laporan yang sudah ada di Badan Pemberdayaan perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Asahan mengenai Ketersediaan dan pendistribusian alat kontrasepsi pil, suntik dan implant.

3.5 Metode Analisa Data

Data yang telah terkumpul dianalisis secara manual, yaitu dengan menuliskan hasil penelitian dalam bentuk table hasil wawancara mendalam, kemudian meringkas nya dalam bentuk matriks yang disusun sesuai bahasa baku jawaban informan. Ringkasan ini kemudian di uraikan kembali dalam bentuk


(19)

narasi dan melakukan penyimpulan terhadap analisa yang telah didapat secara menyeluruh. (Hamidi, 2010)


(20)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi

Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana terletak di Kecamatan Kisaran Timur kabupaten Asahan merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Asahan. Luas wilayah Kabupaten Asahan adalah 371.945 Ha(3719,45 Km), Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Hinai adalah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabapaten Batubara

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten labuhan batu dan Kab.Tobasa

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Simalungun - Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka

4.1.2 Demografi

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk oleh BPS pada tahun 2010 jumlah penduduk di Kabupaten Asahan sebanyak 667.563 jiwa.

4.1.2 Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia di kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Asahan yaitu sebanyak 52 orang. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 4.1 berikut.


(21)

Tabel 4.1 Daftar Tenaga kerja di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana

No Tenaga Kesehatan Jumlah

1 Kepala Badan PPKB 1

2 Sekretaris 1

3 Kepala Bidang 4

4 Kepala Sub Bidang 11

5 Staff 28

6 Tenaga sukarela 6

7 Tenaga petugas gudang 1

Sumber:Profil Badan Pemberayaan Perempuan dan Keluarga Berencana tahun 2012

Struktur Organisasi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Asahan KEPALA KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SUB BIDANG KOMUNIKASI KIE DAN EDUKASI BIDANG ADVOKASI KELUARGA BERENCANA BIDANG PRMBERDAYAAN KELUARAGA SUB BIDANG PENGUATAN KELEMBAGAAN KELUARGA KECIL BERKUALITAS SUB BIDANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA SUB BIDANG KUALITAS HIDUP, PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK SUB BIDANG PELAYANAN KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI SUB BIDANG PENGARUSTAMAAN GENDER BIDANG PELAYANAN BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK SUB BAGIAN UMUM SUB BIDANG INFORMASI DATA MIKRO KEPENDUDUKAN KELUARGA SUB BIDANG KETAHANAN PEMBERDAYAAN KELUARGA SUB BAGIAN KEUANGAN SUB BAGIAN PROGRAM SEKRETARIAT UPT


(22)

4.2Karakteristik Informan

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara terhadap informan yang dijadikan narasumber penelitian.Jumlah informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 11 orang. Adapun informan tersebut yaitu : 1 orang Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, 1 orang Sekretaris, 1 orang penanggung jawab Sub bagian program, 1 orang Penanggung Jawab Bidang Pelayanan, 1 orang Penanggung jawab Advokasi KB, 1 orang KUPT Kecamatan Kisaran Timur, 1 orang petugas KB Puskesmas Gambir Baru, 1 orang bidan praktek swasta, 1 orang petugas Klinik swasta Permata Hati, 1 orang penanggung jawab gudang di BPPKB Kab Asahan, 1 orang penanggung jawab gudang di BKKBN Provinsi.

Wawancara terhadap informan dilaksanakan pada tanggal 16-24 september 2015 .Adapun karakteristik informan berdasarkan hasil penelitian dapat terlihat pada tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Karakteristik Informan

No Nama Umur

(tahun)

Jenis Kelamin

Pendidikan Terakhir

Jabatan

1. Tarigan 52 Laki-laki S2 Kepala BPPKB

2 santoso 49 Laki-laki S1 Sekretaris

BPPKB

3 Sabar Hati 47 Perempuan D3 Penanggung

jawab KB di puskesmas

4 Kharirini 47 Perempuan SMA Kupt Pp&Kb

kec Kisaran Timur

5 Dewi dani 48 Perempuan S1 Subbag

Program BPPKB


(23)

Pelayanan

7 Erni 41 Perempuan D3 Bidan praktek

swasta

8 Reni 46 Perempuan D3 Klinik kb

swasta

9 Lastari 32 Laki-laki D3 Petugas gudang

BPPKB

10 Edy 37 Laki-laki D3 Petugas Gudang

BKKBN Provsu

11 Abd. Kholik 51 Laki-laki S1 Bidang

Advokasi KB

4.3 Analisis Komponen Input 1. Sumber Daya Manusia

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pernyataan informan mengenai tenaga kerja yang berkaitan dalam Pendistribusian alat Kontrasepsi di Kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana terdiri dari petugas gudang, KUPT Kisaran Timur, petugas gudang BKKBN Provinsi. Sumber daya manusia dalam kegiatan ini masih kurang. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel 4.3 berikut

Tabel 4.3 Matrix pernyataan informan mengenai sumber daya manusia

Informan Pernyataan

Informan 1 (Kepala BPPKB)

Di bagian petugas gudang hanya 1 orang saja

Informan 2

(sekretaris BPPKB)

Dibagian gudang 1 orang, harusnya minimal ada 2

Informan 3

(Penanggung jawab Kb di Puskesmas)

Hanya saya dan bidan koor

Informan 4

(Ka. KUPT Kisaran Timur)

Hanya saya sendiri, perlu penambahan orang untuk jaga-jaga kalau saya berhalangan hadir ketika ada jadwal pengambilan alat kontrasepsinya.


(24)

Informan 5 (Petugas gudang BKKBN provinsi)

Masih kurang, karena saya cuman sendiri, kalau bisa minimal 2 yang ada digudang alat kontrasepsi BKKBN ini.

2. Dana

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pernyataan informan dana untuk Alat kontrasepsi berasal dari APBN pusat dalam bentuk barang bukan dalam bentuk uang, sedangkan dana APBD untuk kegiatan sosialisasi tentang KB. alat kontrasepsi berasal dari droping BKKBN provinsi. tetapi terkadang masih tidak cukup Alat kontrasepsi yang di droping oleh BKKBN provinsi masih belum mencukupi, disebabkan kebutuhan yang diminta tidak seimbang dengan ketersediaan alat kontrasepsi yang ada digudang.. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 4.4 berikut

Tabel 4.4 Matrix Pernyataan informan mengenai dana Alat Kontrasepsi

Informan Pernyataan

Informan 1 (Kepala BPPKB)

Pendanaan mengenai alat kontrasepsi berasal dari APBN. dana tersebut bukan dalam bentuk uang melainkan dalam bentuk barang yang di droping oleh bkkbn provinsi yang sudah disediakan oleh BKKBN pusat. Informan 2 (sekretaris BPPKB) Informan 3 (Sub bagian Program BPPKB)

Dana untuk Alat Kontrasepsi tidak ada, alat kontrasepsi yang kami dapat berasal dari droping BKKBN provinsi. Dana dari APBN pusat yang ada, kami dikabupaten hanya menerima dalam bentuk barang saja.

Dana untuk alat kontrasepsi berasal dari APBN, tetapi dana APBN ini tidak dalam bentuk uang melainkan dalam bentuk barang yang di droping oleh BKKBN provinsi. Jadi dana tersebut tidak dalam bentuk uang. Informan 4

(penanggung jawab KB di Puskesmas)

Tidak ada dana untuk alat kontrasepsi, karena kami alat kontrasepsinya gratis yang sudah disediakan BPPKB

Informan 5 (KUPT Kisaran Timur)

Dari BPPKB tidak ada dana untuk pengambilan alat kontrasepsi, saya mengambil alat kontrasepsinya berdasarkan laporan pengeluaran dipuskesmas mengenai


(25)

banyaknya alat kontrasepsi yang habis. semuanya gratis yang sudah disediakan BKKBN provinsi.

3. Sarana, Prasarana dan Peralatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pernyataan informan mengenai sarana, prasarana sudah mendukung untuk pendistribusian. tetapi peralatan atau ketersediaan alat kontrasepsi di gudang minim sekali. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel 4.5 berikut

Tabel 4.5 Matrix Pernyataan informan mengenai sarana, prasarana dan peralatan

Informan Pernyataan

Informan 1 (Kepala BPPKB)

Sarana sudah mencukupi kami punya 1 gudang alat kontrasepsi, jumlah alat kontrasepsinya masih minim karena kami hanya menerima alat kontrasepsi tersebut dari BKKBN provinsi, kadang alat kontrasepsi yang diberikan tidak mencukupi berdasarkan kebutuhan. Informan 2

(sekretaris BPPKB)

Sarana yang kami punya 1 gudang alat kontrasepsi, tetapi kami punya satu unit mobil khusus bidang pelayanan untuk sosialisasi tentang kb. Ketersediaan alat kontrasepsi masih minim sekali. Semua alat kontrasepsi yang kami distribusikan gratis tidak dikenakan biaya sedikit pun.

Informan 3

(penanggung jawab KB di Puskesmas)

Sarana prasarana sudah memadai di Puskesmas tetapi terkadang ketersediaan alat kontrasepsi dari bppkb kurang, kadang alat kontrasepsi nya habis atau barangnya kosong.

Informan 4 (Ka.UPT Kisaran Timur)

Diberikan honda dinas.

Ketersediaan alat kontrasepsi : Pil, Suntik, Kondom, IUD, Implant. Kadang alat kontrasepsi yang diminta tidak sesuai permintaan bahkan stoknya habis.

4.4 Manajemen Alat Kontrasepsi 4.4.1 Perencanaan

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 5 informan tentang perencanaan dalam ketersediaan alat kontrasepsi yaitu tidak adanya perencanaan


(26)

yang dilakukan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.6 tersebut.

Tabel 4.6 Matrix Pernyataan informan mengenai perencanaan alat kontrasepsi

Informan Pernyataan

Informan 1 (Kepala Badan)

Untuk perencanaan mengenai alat kontrasepsi tidak ada, karena alat kontrasepsi sudah disediakan oleh BKKBN provinsi. kami hanya menerimannya saja, laporan untuk alat kontrasepsi kami laporkan tiap bulan ke BKKBN provinsi.

Informan 2

(Sekretaris BPPKB)

Perencanaan untuk alat kontrasepsi tidak ada, alat kontarsepsi di droping dari BKKBN provinsi, kami hanya menerima nya saja.

Informan 3 (sub bagian program)

Tidak ada perencanaan untuk alat kontrasepsi, karena kami hanya menerima saja alat kontrasepsi yang di droping oleh BKKBN Provinsi.

Informan 4

(penanggung jawab KB puskesmas)

Perencanaan tidak ada mengenai alat kontrasepsi, karena kami hanya menerima alat kontrasepsi yang sudah disediakan BPPKB, berdasarkan laporan bulanan kami setiap alat kontrasepsi yang habis.

Informan 5 (ka. UPT Kisaran Timur)

Tidak ada perencanaan mengenai alat kontrasepsi, saya hanya melaporkan hasil laporan kebutuhan yang dibutuhkan puskesmas ke gudang BPPKB.

4.4.2 Pengorganisasian

Berdasarkan hasil wawancana kepada 5 orang mengenai pendistribusian alat kontrasepsi memiliki beberapa kelembagaan atau instansi seperti di Puskesmas, klinik KB, Rumah Sakit Umum. Tetapi dalam kelembagaan tersebut masih timpang, masih bertumpu ke satu instansi karena kurangnya pengkoordinasian. Hal tersebut dapat di lihat dari tabel pada tabel 4.7berikut Tabel 4.7 Matrix Pernyataan informan mengenai pengkoordinasian dalam pelaksanaan pendistribusian Alat Kontrasepsi

Informan Pernyataan


(27)

(Kepala Badan) Informan 2

(Kepala Puskesmas)

Mengenai koordinasi alat kontrasepsi masih kurang, karena sibuk dengan tugas nya masing-msaing

Informan 3

(Dinas Kesehatan)

Untuk mengenai alat kontrasepsi kami tidak ada kerja sama dengan BPPKB

Informan 4 (Ka.UPT Kisaran Timur)

Koordinasi mengenai alat kontrasepsi ada tetapi masih kurang

Informan 5

(penanggung jawab petugas KB

puskesmas)

Untuk koordinasi ada, tapi masih kurang

4.4.3 Pengadaan

Berdasarkan hasil wawancana kepada 3 orang mengenai pengadaan alat kontrasepsi di kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. dalam pengadaan mengenai alat kontrasepsi tidak ada dikarenakan alat kontrasepsi sudah disediakan oleh BKKBN provinsi. Hal tersebut dapat di lihat dari tabel pada tabel 4.8 berikut

Tabel 4.8 Matrix Pernyataan informan mengenai pengadaan alat kontrasepsi

Informan Pernyataan

Informan 1 (Kepala BPPKB)

pengadaan untuk alat kontrasepsi tidak ada karena kami tidak mengadakan alat kontrasepsi tersebut, alat kontrasepsinya sudah disediakan oleh BKKBN provinsi kami disini hanya menerima saja berapa jumlahnya ya mereka berikan ke kami

Informan 2

(Sekretaris BPPKB)

kami tidak melakukan pengadaan alat kontrasepsi karena kami sudah disediakan alat kontrasepsi nya oleh BKKBN provinsi jadi tidak ada pengadaan tentang alat kontrasepsi nya.

Informan 3

(penanggung jawab sub bagian


(28)

Program)

4.4.4 Penyimpanan Alat Kontrasepsi

Berdasarkan hasil wawancana kepada 1 orang mengenai penyimpanan alat kontrasepsi. penerimaan alat kontrasepsi sesuai prosedur dan tidak ada kendala selama alat kontrasepsi yang diterima sesuai jumlah dan kualitasnya yang diberikan oleh BKKBN provinsi. Tetapi barang yang diterima masih terbatas karena tidak mencukupi berdasarkan kebutuhan permintaan, sehingga kadang stok digudang sangat minim sekali. Kemudian tenaga kerja nya masih kurang karena hanya satu petugas gudang nya. Hal tersebut dapat di lihat dari tabel pada tabel 4.9 berikut :

Tabel 4.9 Matrix Pernyataan informan mengenai penyimpanan alat kontrasepsi

Informan Pernyataan

Informan 1 (petugas Gudang)

proses penerimaan ya saat barang datang saya cek semuanya, barang yang datang kadang masih kurang karena barang yang dibutuhkan terlalu sedikit dibandingkan barang yang tidak dibutuhkan. untuk daerah kabupaten asahan sendiri yang paling banyak peminat alat kontrasepsi nya yaitu suntik, pil, dan implant sementara barang yang datang tidak mencukupi permintaan atau kebutuhan masyarakat dikarena kan barang yang datang terbatas atau pas-pas an. berita acara dan ditandatangani kalau sudah tiba semuanya ditempat. tidak rumitlah biasa saat obat datang kita periksa apakah ada yang rusak, kadaluarsa atau kurang jumlahnya. setelah itu kita masukkan ke gudang dan ditata oleh petugas bagian gudang berdasarkan sistem FIFO dan FEFO. Alat kontrasepsi yang diberikan oleh Bkkbn provinsi cukup terbatas paling bisa bertahan untuk 3 bulan kedepan


(29)

1. Sarana penyimpanan alat kontrasepsi

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada petugas gudang informan tentang penyimpanan alat kontrasepsi di gudang kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. tempat penyimpanan obat sudah memiliki sarana yang baik dan lengkap seperti adanya gudang, pendingin ruangan untuk alat kontrasepsi perlu suhu rendah, namun masih perlu alat untuk menjaga suhu ruangan agar kondisi obat tetap baik dan tidak rusak. Hal tersebut dapat di lihat pada tabel 4.10 berikut

Tabel 4.10 Matrix Pernyataan informan mengenai sarana penyimpanan alat kontrasepsi

Informan Pernyataan

Informan 1 (petugas Gudang)

Ada gudang, ada pendingin ruangan tapi masih kurang,pencahayaan masih kurang, digudang juga lengkap tapi pasti ada kekurangan karna suhu nya masih kurang, kemudian untuk tatanan alat kontrasepsinya diletak kan berdasarkan mana yang lebih duluan masa kadaluarsa udah dekat itu diletak di atas yang masih lama diletak dibawah.

2. Pemeriksaan stok alat kontrasepsi

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada petugas gudang informan tentang pemeriksaan stok alat kontrasepsi di gudang kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. pemeriksaan stok obat dilakukan setiap bulan. Hal tersebut dapat di lihat pada tabel 4.11 berikut

Tabel 4.11 Matrix Pernyataan informan mengenai pemeriksaan stok alat kontrasepsi di gudang

Informan Pernyataan

Informan 1 (petugas Gudang)

Untuk pemeriksaan kita membuat laporan setiap bulannya, jadi setiap bulan laporan yang saya buat tu saya berikan ke petugas gudang BKKBN provinsi


(30)

setelah dilihat oleh sekretaris untuk dilakukan perekapan pemakaian obat setiap bulannya

4.4.5 Pendistribusian Alat Kontrasepsi

Berdasarkan hasil wawancana kepada 2 orang mengenai pendistribusian alat kontrasepsi. bahwa pendistribusian oleh petugas gudang BPPKB terjadi nya hambatan karena minimnya stok alat kontrasepsi digudang, dimana jumlah stok alat kontrasepsi yang paling diminati stoknya terbatas kadang habis. sangat minim sekali stok digudang sehingga petugas kupt untuk mendapatkan barang tersebut tidak bisa terpenuhi berdasarkan kebutuhan puskesmas yang mereka tangani, kemudian menjadi kendala bagi pihak puskesmas dalam melakukan pelayanan keluarga berencana yang ingin mendapatkan alat kontrasepsi untuk ber Hal tersebut dapat di lihat dari tabel pada tabel 4.12 berikut

Tabel 4.12 Matrix Pernyataan informan mengenai pendistribusian

Informan Pernyataan

Informan 1

(Petugas Gudang)

alat kontrasepsi kami distribusikan ke puskesmas melalui petugas kupt yang mengambil ke gudang berdasarkan kebutuhan puskesmas sesuai kunjungan peserta KB aktif dan KB baru yang datang untuk ber KB ke puskesmas kemudian petugas kupt datang ke gudang untuk mengambil barang alat kotrasepsinya berdasarkan kebutuhan puskesmas yang dia tangani dan ada laporan nya, barang yang kami kasih kadang tidak mencukupi untuk diambil oleh petugas KUPT karena jumlah stok digudang terbatas , kadang barang yang mereka minta stoknya habis, jadi petugas KUPT hanya mengambil secukup nya saja, kendala nya dalam pendistribusian digudang ini ya ini karena jumlah stok alat kontrasepsi yang diberikan oleh BKKBN provinsi tidak terlalu banyak, sehingga ini menjadi terhambat dalam proses pendistribusian ke puskesmas yang ditangani oleh petugas kupt, untuk pendistribusian ke bidan praktek swata kami tidak ada, karena mereka berdiri sendiri. untuk rumah sakit kami distribusi jika kami ada kerja


(31)

sama dengan mereka dimana mereka memiliki tempat pelayanan KB, tetapi kalo distibusi ke rumah sakit kami jarang kecuali memang ada kerja sama aja baru kami distribusi, kami lebih banyak distribusinya ke puskesmas yang sudah ditangani oleh petugas kupt tiap-tiap kecamatan datang ke gudang kami dengan membawa laporan berdasarkan permintaan puskesmas yang sudah ada penanggung jawab nya dari setiap masing-masing kecamatan untuk mengambil alat kontrasepsi yang dibutuhkan.

Informan 2 (ka. UPT Kisaran Timur)

Kadang Alat kontrasepsi yang saya ambil dari gudang BPPKB untuk diberikan ke puaskesmas tidak sesuai kebutuhan puskesmas dikarenakan jumlah stok yang tersedia di gudang tidak mencukupi, bahkan stoknya habis.

1. Penerima alat kontrasepsi

Dalam penerimaan alat kontrasepsi dari suatu kegiatan pendistribusian alat kontrasepsi memiliki hambatan. Hambatan-hambatan yang di alami yaitu kurangnya nya stok digudang BPPKB sehingga menjadi kendala bagi yang menerima alat kontrasepsi yang tidak memenuhi kebutuhan atau permintaan. Hak ini dapat dilihat pada tabel 4.13 berikut

Tabel 4.13 Matrix Pernyataan informan mengenai penerima alat kontrasepsi

Informan Pernyataan

Informan 1 (Petugas ka. UPT Kisaran Timur)

saya datang ke gudang untuk mengambil alat kontrasepsi kadang tidak sesuai yang saya dapat, karena jumlah stok digudang sangat minim sekali. Sehingga kebutuhan pihak puskesmas untuk mendapatkan alat kontrasepsinya menjadi tidak terpenuhi karena ada kendala digudang dengan jumlah stok alat kontrasepsinya minim sekali. Kadang alat kontrasepsi yang saya minta tidak stoknya tau habis la. Seperti pil, suntik dan implant terkadang suntik yang paling banyak diminati masyarakat habis stok nya sehingga saya bilang ke puskesmas stoknya habis kemudian untuk menangani alat kontrasepsi yang banyak diminati tadi saya suruh alihkan untuk pakai jenis alat kontrasepsi


(32)

yang lain. Informan 2

(Puskesmas Gambir Baru)

untuk Puskesmas gambir baru mengenai alat kontrasepsi yang kami terima dari petugas kupt dalam penerimaan jumlah alat kontarsepsi nya masih kurang bahkan tidak ada sama sekali, ini menjadi hambatan buat kami karena masyarakat yang ingin ber KB, jenis alat kontrasepsi yang paling banyak diminati oleh masyarakat yang berkunjung ke puskesmas gambir baru yaitu suntik dan implant,terkadang ya gitula karena stoknya habis kadang juga tidak ada,jadi langkah kami untuk penanganan jika stok alat kontrasepsi kami habis, kami anjurkan pindah ke jenis alat kontrasepsi lain nya, kadang masyarakat yang ingin ber KB untuk mendapatkan alat kontrasepsinya harus berbayar karena kami pihak puskesmas beli alat kontrasepsi nya di apotik berhubung karena minimnya stok alat kontrasepsi digudang BPPKB.

Informan 3 (Bidan Klinik Kb Swasta)

untuk alat kontrasepsi saya tidak ada menerima dari BPPKB karena klinik yang melayani KB saya berdiri sendiri, tetapi kami ada laporan untuk ke posyandu tiap bulan nya tetapi tidak mengenai alat kontrasepsi melainkan mengenai bumil. Untuk masyarakat yang datang ke klinik bidan swasta saya ini yang ingin ber kb mereka harus bayar berbeda dengan dipuskesmas mereka dapat secara gratis , alat kontrasepsi yang berikan berasal dari apotik, kami hanya membeli alat kontrasepsinya ke apotik tidak ada kemana-mana. Kalo paling banyak yang diminati masyarakat jenis alat kontrasepsinya yaitu suntik, dan pil ya kadang ada juga yang minta implant tapi susah dicari barangnya.

1. Kendala distribusi alat kontrasepsi

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada petugas gudang dan petugas kupt informan tentang kendala distribusi alat kontrasepsi di gudang kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. pemeriksaan stok obat dilakukan setiap bulan. Hal tersebut dapat di lihat pada tabel 4.14 berikut

Tabel 4.14 Matrix Pernyataan informan mengenai kendala distribusi alat kontrasepsi


(33)

Informan 1 (petugas Gudang) Informan 1 (ka. UPT Kisaran Timur)

Waktu permintaan pihak KUPT , puskesmas, ada kendala alat kontrasepsi yang mereka minta stoknya tidak cukup atau habis

Kendala mengenai distribusi alat kontrasepsi ya karena stok digudang tidak mencukupi dan sangat minim sekali, jadi yang didistribusikan stok apa yang ada di gudang BPPKB tersebut.

4.4.6 Pengawasan alat kontrasepsi

Dari hasil wawancara kepada informan, maka dapat dilihat bahwa pengawasan pendistribusian alat kontrasepsi di gudang BPPKB dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat Kecamatan sampai tingkat Kabupaten. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.15 berikut

Tabel 4.15 Matrix Pernyataan informan mengenai pengawasan pendistrubusian alat kontrasepsi

Informan Pernyataan

Informan 1 (Petugas Gudang BPPKB)

Pengawasan dilakukan ketika alat kontrasepsi

dikeluarkan dengan membuat pencatatan laporan SBBK

Informan 2

(Ka. UPT Kisaran timur)

Pengawasan dilakukan dengan melihat laporan kebutuhan alat kontrasepsi yang diminta.

Informan 3

(penanggung jawab kb di Puskesmas)

Pengawasan dilakukan ketika alat kontrasepsi yang dibawa oleh UPT dengan membuat laporan barang masuk

4.5 Output

Rangkaian evaluasi/penilaian untuk pendistribusian setelah proses adalah output. Berdasarkan hasil penelitian dari 5 informan menunjukkan bahwa ketersediaan dan pendistribusian alat kontrasepsi pil, suntik, dan implant di


(34)

gudang BPPKB masih minim sekali stoknya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.16 berikut

Tabel 4.16 Matrix Pernyataan informan mengenai ketersediaan dan pendistribusian alat kontrasepsi pil, suntik, dan implant

Informan Pernyataan

Informan 1 (Kepala BPPKB)

Ketersediaan alat kontrasepsi digudang tidak seimbang dengan yang dibutuhkan oleh puskesmas, klinik kb masih kurang stoknya

Informan 2

(Sektretaris BPPKB)

stok alat kontrasepsi yang diminta lebih banyak dari pada jumlah stok yang disediakan digudang, sehingga pendistribusian menjadi terhambat.

Informan 3

(penanggung jawab kb di Puskesmas)

Kalau dari pelayanan kami, kami melakukanya dengan baik. Kalau mengenai ketersediaan alat kontrasepsi nya itu yang menjadi kendala, karena stoknya kurang bahkan habis.

Informan 4 (Kupt Kisaran timur)

Ya kadang alat kontrasepsi yang diminta ke BPPKB memberi tidak sesuai yang kebutuhan atau permintaan yang banyak berdasarkan laporan stok alat kontrasepsi dipuskesmas, dikarenakan jumlah stok digudang sangat minim sekali

Informan 5 (Petugas Gudang BPPKB)

Pendistribusian berjalan sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan, namun mengenai ketersediaan alat kontrasepsi di gudang sangat minim sekali sehingga kadang petugas kupt meminta banyak, saya tidak bisa beri banyak dikarenakan minimnya jumlah stok alat kontrasepsi digudang.


(35)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Masukan (Input)

Masukan merupakan elemen yang diperlukan untuk berfungsinya sebuah sistem (Notoatmodjo, 2007).Beberapa aspek yang dikategorikan sebagai masukan (input) dalam program keluarga berencana yaitu Tenaga Kesehatan, Pendanaan serta Sarana, Prasarana dan Peralatan.

5.1.1 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia sangat penting dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. Sumber daya manusia diperlukan untuk menunjang terlaksananya suatu program. Tersedianya tenaga kesehatan yang cukup merupakan salah satu faktor keberhasilan suatu program. Manusia merupakan aset utama organisasi dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Tenaga kesehatan yang kurang terampil menjadi salah satu penyebab pekerjaan tidak terselesaikan secara optimal (Sudarmayanti dalam Husni dkk, 2012).

Sumber Daya Manusia yang terlibat dalam pendistribusian alat kontrasepsi di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana yaitu 1 petugas Gudang di BPPKB 25 orang petugas KUPT disetiap kecamatan dan 1 orang PLKB disetiap puskesmas yang tersebar di seluruh kabupaten Asahan.

Sumber Daya Manusia yang kurang yaitu khususnya petugas gudang di kantor BPPKB dimana dalam setiap melakukan kegiatan pendistribusian hanya sendirian dalam melakukan tugasnya dalam mendistribusikan alat kontrasepsi


(36)

tersebut, kemudian hanya petugas gudang sendiri yang mancatat pelaporan barang keluar atau barang masuk, sehingga ini menyebabkan salah satu kelemahan dalam pengontrolan dalam pendistribusian alat kontrasepsi yaitu kurangnya tenaga kerja di gudang. Dalam pendistribusian alat kontrasepsi dibutuhkan minimal 2 petugas gudang.

5.1.2 Dana

Keterbatasan sumber daya dapat menghambat pelaksanaan suatu kebijakan. Semakin besar dana yang dikeluarkan untuk memperbaiki sebuah program, maka hasilnya akan semakin efektif, apabila dana yang diberikan seefisien mungkin dan semakin kecilnya dana yang digunakan untuk sebuah program, maka program hanya akan berjalan dengan lambat dan hasilnya tidak akan efisien (Wibowo, 2008).

Dana yang mendukung untuk ketersediaan alat kontrasepsi digudang tidak ada, karena dana tersebut berasal dari APBN di BKKBN pusat yang ada. Dana untuk alat kontrasepsi di BKKBN provinsi dan BPPKB di kabupaten tidak ada mengeluarkan dana karena alat kontrasepsi tersebut berasal dari droping BKKBN pusat ke BKKBN provinsi kemudian dari BKKBN provinsi droping ke seluruh BPPKB kabupaten dalam bentuk barang yaitu alat kontrasepsi bukan dalam bentuk uang. Kemudian alat kontrasepsi tersebut yang sudah ada di BPPKB kabupaten akan disebarkan ke seluruh pusksemas yang ada di wilayah kabupaten masing-masing dimana yang membawa alat kontrasepsi tersebut diambil oleh petugas KUPT dari setiap kecamatan hingga sampai ke semua puskesmas yang ada klinik KB nya.


(37)

Berdasarkan hasil penelitian dari 4 informan menunjukkan bahwa tidak ada dana yang dikeluarkan dari BPPKB untuk membeli alat kontrasepsi dalam ketersediaan alat kontrasepsi digudang tetapi, di BPPKB hanya menerima barang alat kontrasepsi tersebut dari BKKBN provinsi yang mereka droping ke seluruh BPPKB kabupaten, alat kontrasepsi yang diberikan terkadang tidak cukup.

Sumber pembiayaan mengenai alat kontrasepsi tidak ada, karena alat kontrasepsi di gudang BPPKB sudah disediakan oleh BKKBN provinsi yang mereka droping berdasarkan hasil laporan bulanan seluruh BPPKB kabupaten. Tetapi, alat kontrasepsi yang mereka berikan sesuai kebutuhan yang diminta jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah permintaan yang kurang dibutuhkan. sehingga alat kontrasepsi yang paling banyak dibutuhkan tidak tersedia dan tidak terdistribusi ke Puskesmas. Hal ini menyebabkan alat kontrasepsi terkadang tidak tersedia di Puskesmas.

5.1.3 Sarana, Prasarana dan Peralatan

Salah satu proses keberhasilan dalam ketersediaan dan pendistribusian alat kontrasepsi di gudang BPPKB harus memiliki sarana, prasarana dan peralatan. Sarana adalah segala sesuatu yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang digunakan sebagai penunjang dalam melaksanakan suatu kegiatan, untuk prasarana di BPPKB sudah memadai walaupun masih ada yang kurang lengkap. Peralatan yang digunakan untuk alat kontrasepsi masih terbatas. Fasilitas harus ada disetiap gudang BPPKB dan harus dalam kondisi yang baik atau tidak rusak, fasilitas harus ada pada setiap


(38)

BPPKB untuk membantu para petugas Bidang pelayanan di BPPKB melaksanakan kegiatan sosialisasinya tentang ber KB.

Sarana dan prasarana yang ada di Gudang BPPKB sudah memadai meliputi adanya nya gudang yang berisikan rak-rak tempat alat kontrasepsi, seperti tersedianya pendingin ruangan, rak tempat penyimpanan alat kontrasepsi, ruang pencatatan pelaporan. Pendingin suhu ruangan kadang tidak dingin sehingga ini bisa mengakibatkan kualitas alat kontrasepsi bisa rusak jika tidak sesuai standar. tetapi peralatan sangat minim kadang tidak tersedia seperti alat kontrasepsi implant dan suntik sehingga terkadang permintaan puskemas tidak terpenuhi. alat Kontrasepsinya yang tersedia yaitu Pil, IUD, suntik, kondom dan implant.

Ketersediaan alat kontrasepsi berasal dari BKKBN provinsi lalu di sebarkan ke BPPKB kabupaten kemudian diambil oleh Unit Pelaksana Teknis Kecamatan dari Kecamatan PLKB menyebarkan ke bidan desa maupun Puskesmas secara gratis. Namun pada kenyataannya jumlah ketersediaan alat kontrasepsi masih kurang disetiap puskesmas karena jumlah stok yang ada di gudang BPPKB sangat minim sekali.

5.2 Proses (Process)

Manajemen logistik didefenisikan sebagai rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematis untuk menghasilkan luaran yang efektif dan efisien. Manajemen menurut George Terry yaitu Planning (Perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Actuacting (Pelaksanaan) dan Controling (Pengawasan). Semua fungsi manajemen tersebut harus dilaksanakan secara terkait dan


(39)

berkesinambungan. Perencanaan merupakan proses merumuskan tujuan organisasi sampai penetapan alternatif kegiatan untuk mencapainya. Pengorganisasian bertujuan untuk menghimpun sumberdaya yang ada dan dimanfaatkan secara efisien untuk mencapai tujuan. Pengorganisasian meliputin proses pelaksanaan. Pengawasan untuk mengamati kegiatan sesuai perencanaan yang sudah disusun.

Pembahasan manajemen pengelolaan obat menurut Aditama (2003) yaitu perencanaan, penganggaran, pengadaan, penerimaan dan penyimpanan, penyaluran, pemeliharaan, pengawasan dan pengahapusan. Tetapi dalam penelitian ini membahas tentang perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengawasan.

5.2.1 Perencanaan

Perencanaan adalah hal terpenting dalam proses manajemen. Karena perencanaan akan menentukan arah fungsi manajemen lainnya. Untuk itu, fungsi perencanaan merupakan landasan dasar pengembngan proses manajemen secara keseluruhan. Jika perencanaan tidak dirumuskan dan ditulis dengan jelas, proses manajemen tidak berjalan secara berurutan dan teratur. Langkah dalam penyusunan perencanaan yaitu melakukan analisis situasi, mengidentifikasi masalah dan prioritasnya, menentukan tujuan program mengkaji hambatan dan kelemahan program, menyusun rencana kerja operasional (RKO).

Dalam Permenkes Nomor 58 Tahun 2014 perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan obat sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari


(40)

kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Hasil penelitian yang di lakukan kepada 5 informan yang berkaitan dengan pendistribusian alat kontrasepsi ini menunjukkan bahwa Proses perencanaan di Kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Asahan tidak adanya perencanaan dalam untuk alat kontrasepsi, inilah yang membuat jumlah stok alat kontrasepsi digudang sangat minim, dikarenakan hanya menerima alat kontrasepsi yang di droping oleh BKKBN Povinsi, alat kontrasepsi yang di droping oleh BKKBN Provinsi terkang tidak mencukupi apa yang dibutuhkan oleh BPPKB kabupaten dimana jumlah permintaan pada setiap puskesmas menjadi tidak terpenuhi, jika alat kontrasepsi berdasarkan droping dari BKKBN Provinsi sebaiknya perencanaan itu harus ada dibuat untuk menutupi dari jumlah permintaan yang banyak dapat tertutupi.

Berdasarkan penelitian Ruth dkk (2014) menyatakan bahwa kebutuhan dan ketersediaan alat kontrasepsi di BKKBN Sulawesi Utara menumpuk dikarenakan Perencanaan kebutuhan alat/obat kontrasepsi yang dilakukan oleh BKKBN Provinsi Sulawesi Utara menggunakan perkiraan berdasarkan laporan F/V/KB, seperti yang ada pada tabel 3 jumlah pemesanan alat/obat kontrasepsi. BKKBN

Provinsi Sulawesi Utara tidak menggunakan rumus kebutuhan kontrasepsi sehingga permintaan alat/obat kontrasepsi dalam satu tahun dapat dilakukan lebih


(41)

dari satu kali. Hal ini berbanding terbalik dengan ketersediaan alat kontrasepsi di Kabupaten Asahan yang masih kekurangan stok.

Menurut Drucker dalam Azwar (2009) perencanaan adalah suatu proses kerja yang terus menerus yang meliputi pengambilan keputusan yang bersifat pokok dan penting dan yang akan dilaksanakan secara sistimatik, melakukan perkiraan-perkiraan dengan mempergunakan segala pengetahuan yang ada tentang masa depan, mengorganisir secara sistimatik segala upaya yang dipandang perlu untuk melaksanakan segala keputusan yang telah ditetapkan, serta mengukur keberhasilan dari pelaksanaan keputusan tersebut dengan membandingkan hasil yang dicapai terhadap target yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan umpan balik yang diterima dan yang telah disusun secara teratur dan baik.

Perencanaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyusun daftar kebutuhan obat yang berkaitan dengan suatu pedoman atas dasar konsep kegiatan yang sistematis dengan urutan yang logis dalam mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Proses perencanaan terdiri dari perkiraan kebutuhan, menetapkan sasaran dan menentukan strategi, tanggung jawab dan sumber yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Perencanaan dilakukan secara optimal sehingga perbekalan farmasi dapat digunakan secara efektif dan efisien.

Perencanaan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam manajemen, karena dengan adanya perencanaan akan menentukan fungsi manajemen lainnya terutama pengambilan keputusan. Fungsi perencanaan merupakan landasan dasar dari fungsi menajemen secara keseluruhan. Tanpa


(42)

adanya perencanaan, pelaksanaan kegiatan tidak akan berjalan dengan baik. Dengan demikian perencanaan merupakan suatu pedoman atau tuntunan terhadap proses kegiatan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Muninjaya, 2004).

5.2.2 Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, mengolongkan, dan atur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok dan fungsi oleh pimpinan kepada staf untuk mencapai tujuan.

Empat pilar dalam pengorganisasian yang dikemukakan oleh Stoner, Freeman, dan Gilbert yaitu pembagian kerja, pengelompokan pekerjaan, hirarki dan koordinasi. Pembagian kerja merupakan upaya untuk menyederhanakan dari keseluruhan kegiatan dan pekerjaan yang mungkin saja bersifat sederhana dan spesifik. Setelah pekerjaan dispesifikkan, maka kemudian pekerjaan tersebut dikelompokkan berdasarkan kriteria tertentu yang sejenis. Hirarki adalah proses penentuan relasi antar bagian dalam organisasi. Koordinasi adalah proses dalam mengintegrasikan seluruh aktivitas dari berbagai departemen atau bagian dalam organisasi agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif.

Hasil penelitian dari 5 informan menunjukan bahwa kerjasama dalam pendistribusian alat kontrasepsi yaitu dengan Puskesmas, Klinik KB, Rumah Sakit Umum yang tersedia klinik KB, dan KUPT Kecamatan masih kurang terkoordinasi dengan baik hal ini disebabkan karena dalam proses pencatatan pelaporan masih ada yang laporan nya diberikan tidak sesuai tanggal, sehingga ini menjadi hambatan untuk pihak BPPKB untuk merekap ulang hasil laporan yang


(43)

akan dikirim kan ke pihak BKKBN Provinsi. Disilah kurangnya koordinasi mengenai hasil laporan tersebut.

5.2.3 Pengadaan

Dalam Permenkes Nomor 58 tahun 2014 menyatakan bahwa pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.

Peraturan Presiden no 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah berlaku untuk pengadaan obat yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), untuk menentukan sistem pengadaan dalam mempertimbangkan jenis, sifat dan nilai barang/jasa yang ada.

Proses pengadaan yang efektif harus dapat menghasilkan pengadaan obat yang tepat jenis maupun jumlahnya, memperoleh harga yang murah, menjamin semua obat yang dibeli memenuhi standar kualitas, dapat diperkirakan waktu pengiriman sehingga tidak terjadi penumpukan atau kekurangan obat, memilih supplier yang handal dengan service memuaskan, dapat menentukan jadwal pembelian untuk menekan biaya pengadaan dan efisien dalam proses pengadaan. Sebuah proses pengadaan yang efektif akan menjamin ketersediaan obat dalam


(44)

jumlah yang benar dan harga yang pantas serta kualitas obat yang terjamin (Kementerian Kesehatan RI, 2008)

Hasil penelitian dari 3 informan menunjukan bahwa Proses pengadaan yang dilakukan di kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana dalam pengadaan untuk alat kontrasepsi tidak ada karena dana berasal dari APBN dalam bentuk barang yaitu alat kontrasepsi yang sudah disediakan oleh BKKBN provinsi kemudian didistribusikan ke BPPKB dalam bentuk barang yaitu berbagai macam jenis alat kontrasepsi.

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui: (1) pembelian, (2) produksi/pembuatan sediaan farmasi dan, (3) sumbangan/droping/hibah. Pembelian dengan penawaran yang kompetitif (tender) merupakan suatu metode untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada kriteria berikut: mutu produk, reputasi produsen, harga, ketepatan waktu pengiriman, mutu pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan,dan pengemasan.

Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk penyediaan obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan. Pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kesehatan Propinsi dan Kabupaten / Kota sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah dan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Kementerian Kesehatan RI, 2002)


(45)

Perencaanan mengenai alat kontrasepsi di BPPKB harusnya diadakan dan menggunakan provide dan match sebagai strategi permintaannya, artinya bahwa BPPKB harus mempunyai kapasitas yang dapat memenuhi permintaan terutama pada permintaan tinggi atau puncaknya, kapasitas berlebih dianggap lebih baik dibandingkan permintaan banyak tetapi jumlah yang ada tidak mencukupi atau BPPKB mempunyai kecenderungan untuk melakukan antisipasi pola permintaan yang lebih sehingga Gudang alat kontrasepsi dapat mengubah kapasitas sesuai dengan yang dibutuhkan, dalam hal ini peramalan mempunyai arti yang sangat penting.

5.2.4 Penyimpanan

Penyimpanan adalah kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin. Menurut Depkes RI (1990) dikutip dari Yogaswara (2001) bahwa penyimpanan adalah kegiatan dan usaha untuk melakukan pengurusan, penyelenggaraan dan pengaturan barang persediaan di dalam ruang penyimpanan agar setiap kali diperlukan dapat dilayani dengan cepat serta dengan biaya yang sehemat-hematnya.

Kegiatan penyimpanan alat kontrasepsi Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan gudang alat kontrasepsi menurut persyaratan yang ditetapkan : 1) dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, 2) dibedakan menurut suhunya, kesetabilannya, 3) mudah tidaknya meledak/terbakar, 4) tahan tidaknya terhadap


(46)

cahaya disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan gudang alat kontrasepsinya sesuai kebutuhan.

Hasil penelitian dari 1 informan menunjukan bahwa Proses Penyimpanan yang dilakukan di kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana untuk mengenai penyimpanan alat-alat kontrasepsi sudah cukup baik. Area gudang sebagai tempat penyimpanan terlihat bersih dan terawat, didalam gudang alat kontrasepsi tersimpan dengan rapi dan dikelompokkan berdasarkan mana yang duluan masa kadaluarsanya lebih awal diletak diatas kemudian yang masih lama masa kadaluarsanya diletak kan dibawah. Ruang tatanan letak alat kontrasepsi terlihat cukup baik, rapi dalam penataan dan bersih. untuk distribusi alat kontrasepsi petugas gudang badan pemberdayaan dan keluarga berencana sudah menjalankan sistem yang baik, dimana perpindahan obat selalu menggunakan FIFO, FEFO dan berita acara.

Penerimaan alat/obat kontrasepsi yang sudah dipesan dari pusat langsung diterima oleh bendahara meteril di gudang atau bisa diterima di kantor BKKBN Provinsi. Bukti bahwa alat/obat kontrasepsi sudah diterima hanya dengan surat bukti pengiriman yang tercantum tanggal kedatangan, jumlah barang yang diterima ( kotak,berat,volume ), dan tanda tangan penerima. Setalah barang diterima, alat/obat kontrasepsi langsung disimpan didalam gudang BKKBN. Gudang BKKBN terdiri dari tiga ruangan yaitu, ruangan untuk staf dan pegawai, ruangan khusus suntik dan implant dan ruangan untuk alat/obat kontrasepsi dan non kontrasepsi. Suhu standar ruangan yang diperlukan dalam menyimpan alat/obat kontrasepsi adalah 25 C.


(47)

5.2.5 Pendistribusian

Pendistirbusian merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/menyerahkan obat dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. BPPKB harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian obat di unit pelayanan.

Berdasarkan hasil wawancana kepada 2 orang mengenai pendistribusian alat kontrasepsi. bahwa pendistribusian oleh petugas gudang BPPKB terjadi nya hambatan karena minimnya stok alat kontrasepsi digudang, dimana jumlah stok alat kontrasepsi yang paling diminati stoknya terbatas kadang habis. sangat minim sekali stok digudang sehingga petugas UPT KB Kecamatan untuk mendapatkan barang tersebut tidak bisa terpenuhi berdasarkan kebutuhan puskesmas yang mereka tangani, kemudian menjadi kendala bagi pihak puskesmas dalam melakukan pelayanan keluarga berencana yang ingin mendapatkan alat kontrasepsi untuk ber KB.

Namun yang menjadi kendala di bidang distribusi alat kontrasepsi adalah karena alat kontrasepsi tidak tersedia dari pihak distributor sehingga akan terjadi kekurangan stok bahkan bisa stok habis. Ini akan menjadi hambatan ke unit-unit pelayanan kesehatan kb yang membutuhkan stok alat kontrasepsi.

Pendistribusian alat/obat kontrasepsi dan non kontrasepsi berdasarkan Push Distribution System(distribusi langsung tanpa permintaan) dan Pull Distribution System (distribusi dengan permintaan). Karena tidak semua Kabupaten dan Kota membuat surat permintaan. BKKBN Provinsi dalam


(48)

melakukan distribusi secara langsung maupun berdasarkan permintaan tidak menggunakan perhitungan minimum dan maksimum stock. Sehingga seringkali BKKBN Provinsi melakukan distribusi langsung sedangkan persediaan di gudang Kabupaten/Kota masih mencukupi. Inilah yang membuat kelebihan atau kekurangan stock didalam gudang kabupaten dan kota. Untuk menghindar dari masa kadaluarsa pemerintah Kabupaten/Kota membuat suatu program atau kegiatan yang berhubungan dengan KB agar persedian di gudang dapat dipakai untuk pelaksanaan kegiatan. (FMIPA UNSRAT, 2014)

5.2.6 Pengawasan

Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang bertujuan untuk mengamati dengan tepat penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Setelah pengawasan terdapat penilaian seperti hasil kerja dengan sistem pencatatan dan pelaporan. Untuk menunjang penyajian data dan informasi mengenai jumlah stok alat kontrasepsi secara cepat, tepat, dan akurat maka dilakukan suatu cara dalam pengumpulan data melalui permintaan yang dibawa oleh petugas KUPT daris etiap kecamatan suatu sistem pencatatan dan pelaporan ber kb dengan penggunaan alat kontrasepsi. (BKKBN 2013)

Sasaran dari sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan kontrasepsi meliputi tiga hal, yaitu potensi dan kegiatan, hasil kegiatan operasional pelayanan kontrasepsi di klinik KB dan dokter/bidan praktik swasta serta keadaan alat–alat kontrasepsi.

Mekanisme sistem pencatatan dan pelaporan program KB nasional dilakukan secara berjenjang mulai dari klinik KB disampaikan ke pimpinan


(49)

daerah Kabupaten/Kota melalui SKPD–KB Kabupaten/Kota ke BKKBN Provinsi dan BKKBN pusat.

Berdasarkan hasil penelitian pengawasan pendistribuian alat kontrasepsi sudah cukup baik dan berjenjang. Adanya pengawasan dari kabupaten saat melakukan pelaksanaan program KB di lapangan. Dan Pengawasan dari BPPKB setiap ada pelaksanaan ada petugas dari BPPKB yang terjun langsung ke tempat pelaksana.

Sistem pencatatan pelaporan pun sudah dilakukan berjenjang menurut tingkatannya. Sistem pencatatan dan pelaporan di BPPKB berasal dari bidan desa dan Puskesmas tiap bulannya. Sedangkan sistem pencatatan pelaporan di tingkat BPPKB melalui KUPT Kecamatan KUPT Kecamatan berasal dari PLKB yang bekerjasama dengan bidan desa.

Sistem pencatatan dan pelaporan yang ada di BPPKB adalah sistem pencatatan dan pelaporan bulanan. Kemudian laporan dikirim ke BKKBN provinsi setiap bulannya diakhir bulan. Laporan bulanan pengendalian lapangan tingkat Kecamatan dibuat oleh Pengendali PLKB/Pengelola program kependudukan dan KB kecamatan sesuai dengan data dalam formulir Laporan Bulanan Pengendalian Lapangan Tingkat Kecamatan.

Menurut penelitian Ruth dkk (2014) Pencatatan dan Pelaporan dilakukan mulai dari alat/obat kontrasepsi diterima sampai dengan alat/obat dikeluarkan dari gudang dengan menggunakan Buku Barang Masuk (BBM), Buku Barang Keluar ( BBK), Kartu Persediaan Barang, kartu barang, dan Surat Bukti Barang Keluar


(50)

(SBBK) yang sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Keluarga Berencana Nasional.

5.3 Output

Tingkat keberhasilan program secara kuantitatif diukur dengan membandingkan target yang sudah ditetapkan dengan output (cakupan pelayanan) kegiatan program (Muninjaya, 2011).

Salah satu keberhasilan pendistribusian alat kontrasepsi yaitu tersedianya jumlah stok alat kontrasepsi yang dibutuhkan bahkan harus lebih stoknya ketika ada permintaan yang lebih sehingga tidak terjadinya kekosongan alat kontrasepsi digudang.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan banyaknya permintaan oleh pihak puskesmas dan klinik kb tetapi jumlah ketersediaan alat kontrasepsi tidak bisa memenuhi kebutuhan yang mereka minta. Dalam hal ini dapat diketahui adanya hambatan atau kendala yang terjadi dilapangan, sehingga terjadinya hambatan dalam pendistribusian dikarenakan stok alat kontrasepsi minim sekali.

Hal yang dapat mempengaruhi penurunan peserta KB baru dan kb aktif yaitu dikarena kan tidak adanya stok alat kontrasepsi dipuskesmas, sehingga menimbulkan keenganan untuk ber KB dan kinerja petugas menjadi kurang baik dan kurangnya koordinasi antara SKPD Kecamatan atau Kabupaten/Kota.


(51)

BAB VI KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian Implementasi Pengelolaan Alat Kontrasepsi Pil,Suntik dan Implant di Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana Kabupaten Asahan dapat di simpulkan bahwa :

Pengelolaan alat kontrasepsi sudah berjalan baik namun masih ada yang tidak mendukung dalam proses pengelolaan dalam pendistribusian alat kontrasepsi mnegenai ketersedian stok alat kontrasepsi yang tidak mencukupi sesuai kebutuhan permintaan dan tenaga kerja nya yang masing kurang yaitu:

1. Sumber Daya Manusia untuk petugas gudang di kantor masih kurang, sehingga pendistribusian menjadi terhambat. Sarana di gudang BPPKB masih minim. Dana alat Kontrasepsi berasal dari APBN.

2. Perencanaan mengenai alat kontrasepsi tidak ada, sehingga menyebabkan stok selalu kurang. Pengadaan untuk alat kontrasepsi tidak ada, penyimpanannya sudah sesuai FIFO dan FEFO. Pendistribusiannya terhambat karena tidak sesuai dengan permintaan.

3. Hasil penelitian menunjukkan banyaknya permintaan oleh pihak puskesmas dan klinik kb tetapi jumlah ketersediaan alat kontrasepsi tidak bisa memenuhi kebutuhan yang mereka minta. Dalam hal ini dapat diketahui adanya hambatan atau kendala yang terjadi dilapangan sehingga terjadinya hambatan dalam pendistribusian dikarenakan stok alat kontrasepsi minim sekali.


(52)

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian Implementasi Pengelolaan Alat Kontrasepsi Pil,Suntik dan Implant di Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana Kabupaten Asahan adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan kepada BPPKB Kabupaten Asahan agar dapat membuat perencanaan mengenai permintaan alat kontrasepsi agar tidak terjadinya kekosongan stok alat kontrasepsi.

2. Diharapkan kepada BKKBN Provinsi Sumatera Utara agar dapat menyesuaikan pendistribusian alat kontrasepsi sesuai laporan permintaan alat kontrasepsi dari BPPKB Kabupaten Asahan..

3. Diharapkan kepada KUPT dan Puskesmas agar dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang alat kontrasepsi yang lain dan masih tersedia.


(53)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Keluarga Berencana

Pada tahun 1953, sekelompok kecil masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan, khususnya dari kalangan kesehatan, memulai prakarsa kegiatan keluarga berencana. Kegiatan ini berkembang hingga berdirilah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dalam tahun 1957. Mula-mula Departemen Kesehatan merupakan penunjang bagi Kegiatan-kegiatan PKBI, dengan menyediakan BKIA-BKIA serta tenaga kesehatan sebagai sarana pelayanan keluarga berencana (Depkes RI, 1985).

Namun dalam kegiatan penerangan dan pelayanan masih dilakukan terbatas mengingat PKBI, sebagai salah satu kegiatan penerangan dan pelayanan masih dilakukan terbatas mengingat PKBI, sebagai salah satunya organisasi sosial yang bergerak dalam bidang KB masih mendapat kesulitan dan hambatan, terutama KUHP nomor 283 yang melarang penyebarluasan gagasan keluarga berencana. Pada tahun 1967 PKBI diakui sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman.

Di dalam Kongres Nasional I PKBI di Jakarta diambil keputusan diantaranya bahwa PKBI dalam usahanya mengembangkan dan memperluas usaha keluarga berencana (KB) akan bekerjasama dengan instansi pemerintah. Pada tahun 1967 Presiden Soeharto menandatangani Deklarasi Kependudukan Dunia yang berisikan kesadaran betapa pentingnya menentukan atau


(54)

merencanakan jumlah anak, dan menjarangkan kelahiran dalam keluarga sebagai hak asasi manusia.

Pada tanggal 16 Agustus 1967 di depan Sidang DPRGR, Presiden Soeharto pada pidatonya “Oleh karena itu kita harus menaruh perhatian secara serius mengenai usaha-usaha pembatasan kelahiran, dengan konsepsi keluarga berencana yang dapat dibenarkan oleh moral agama dan moral Pancasila”. Sebagai tindak lanjut dari Pidato Presiden tersebut, Menkesra membentuk Panitia Ad Hoc yang bertugas mempelajari kemungkinan program KB dijadikan Program Nasional.

Selanjutnya pada tanggal 7 September 1968 Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden No. 26 tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat, yang isinya antara lain:

a. Membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada di dalam masyarakat di bidang Keluarga Berencana.

b. Mengusahakan segala terbentuknya suatu Badan atau Lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang Keluarga Berencana, serta terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat.

Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Menkesra pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan No. 35/KPTS/Kesra/X/1968 tentang Pembentukan Tim yang akan mengadakan persiapan bagi Pembentukan Lembaga Keluarga Berencana. Setelah melalui pertemuan-pertemuan Menkesra dengan beberapa menteri lainnya serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat dalam usaha KB, Maka pada tanggal 17 Oktober 1968 dibentuk Lembaga


(55)

Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dengan Surat Keputusan No. 36/KPTS/Kesra/X/1968. Lembanga ini statusnya adalah sebagai Lembaga Semi Pemerintah.

Pada tahun 1969-1974 mulai dibentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berdasarkan Keppres No. 8 Tahun 1970 dan sebagai Kepala BKKBN adalah dr. Suwardjo Suryaningrat. Dua tahun kemudian, pada tahun 1972 keluar Keppres No. 33 Tahun 1972 sebagai penyempurnaan Organisasi dan tata kerja BKKBN yang ada. Status badan ini berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung dibawah Presiden.

Untuk melaksanakan program keluarga berencana di masyarakat dikembangkan berbagai pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan program dan situasi serta kondisi masyarakat. Pada Periode Pelita I dikembangkan periode Klinik (Clinical Approach) karena pada awal program, tantangan terhadap ide keluarga berencana masih sangat kuat untuk itu pendekatan kesehatan paling tepat.

Kedudukan BKKBN dalam Keppres No. 38 Tahun 1978 adalah sebagai lembaga pemerintah non-departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas pokoknya adalah mempersiapkan kebijaksanaan umum dan mengkoordinasikan pelaksanaan program KB nasional dan kependudukan yang mendukungnya, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah serta mengkoordinasikan penyelenggaraan pelaksanaan di lapangan.


(56)

Periode tahun 1974-1979 pembinaan dan pendekatan program yang semula berorientasi pada kesehatan ini mulai dipadukan dengan sector-sektor pembangunan lainnya, yang dikenal dengan Pendekatan Integratif (Beyond Family Planning). Dalam kaitan ini pada tahun 1973-1975 sudah mulai dirintis Pendidikan Kependudukan sebagai pilot project.

Periode 1979-1984 dilakukan pendekatan Kemasyarakatan (partisipatif) yang didorong peranan dan tanggung jawab masyarakat melalui organisasi/institusi masyarakat dan pemuka masyarakat, yang bertujuan untuk membina dan mempertahankan peserta KB yang sudah ada serta meningkatkan jumlah peserta KB baru. Pada masa periode ini juga dikembangkan strategi operasional yang baru yang disebut Panca Karya dan Catur Bhava Utama yang bertujuan mempertajam segmentasi sehingga diharapkan dapat mempercepat penurunan fertilitas. Pada periode ini muncul juga strategi baru yang memadukan KIE dan pelayanan kontrasepsi yang merupakan bentuk “Mass Campaign” yang dinamakan “Safari KB Senyum Terpadu”.

Periode ini dilakukan pendekatan Kemasyarakatan (partisipatif) yang didorong peranan dan tanggung jawab masyarakat melalui organisasi/institusi masyarakat dan pemuka masyarakat, yang bertujuan untuk membina dan mempertahankan peserta KB yang sudah ada serta meningkatkan jumlah peserta KB baru. Pada masa periode ini juga dikembangkan strategi operasional yang baru yang disebut Panca Karya dan Catur Bhava Utama yang bertujuan mempertajam segmentasi sehingga diharapkan dapat mempercepat penurunan


(57)

fertilitas. Pada periode ini muncul juga strategi baru yang memadukan KIE dan pelayanan kontrasepsi yang dinamakan “Safari KB Senyum Terpadu”.

Pada masa Kabinet Pembangunan IV ini dilantik Prof. Dr. Haryono Suyono sebagai Kepala BKKBN menggantikan dr. Suwardjono Suryaningrat yang dilantik sebagai Menteri Kesehatan. Pada masa ini juga muncul pendekatan baru antara lain melalui Pendekatan koordinasi aktif, penyelenggaraan KB oleh pemerintah dan masyarakat lebih disinkronkan pelaksanaannya melalui koordinasi aktif tersebut ditingkatkan menjadi koordinasi aktif dengan peran ganda, yaitu selain sebagai dinamisator juga sebagai fasilitator. Disamping itu, dikembangkan pula strategi pembagian wilayah guna mengimbangi laju kecepatan program. Pada periode ini secara resmi KB Mandiri mulai dicanangkan pada tanggal 28 Januari 1987 oleh Presiden Soeharto dalam acara penerimaan peserta KB Lestari di Taman Mini Indonesia Indah. Program KB Mandiri dipopulerkan dengan kampanye LIngkaran Biru (LIBI) yang bertujuan memperkenalkan tempat-tempat pelayanan dengan logo Lingkaran Biru KB.

Pada masa Pelita V tahun 1988-1993, Kepala BKKBN masih dijabat oleh Prof. Dr. Haryono Suyono. Pada periode ini gerakan KB terus berupaya meningkatkan kualitas petugas dan sumberdaya manusia dan pelayanan KB. Oleh karena itu, kemudian diluncurkan strategi baru yaitu Kampanye Lingkaran Emas (LIMAS). Jenis kontrasepsi yang ditawarkan pada LIBI masih sangat terbatas, maka untuk pelayanan KB LIMAS ini ditawarkan lebih banyak lagi jenis kontrasepsi, yaitu ada 16 jenis kontrepsi. Pada periode ini juga ditetapkannya UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan


(58)

Keluarga Sejahtera, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 khususnya sub sector Keluarga Sejahtera dan Kependudukan, maka kebijaksanaan dan strategi gerakan KB nasional diadakan untuk mewujudkan keluarga Kecil yang sejahtera melalui penundaan usia perkawinan, penjarangan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga.

Dalam Kabinet Pembangunan VI sejak tanggal 19 Maret 1993 sampai dengan 19 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono Suyono ditetapkan sebagai Menteri Negara Kependudukan/Kepala BKKBN, sebagai awal dibentuknya BKKBN setingkat Kementerian. Pada tangal 16 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono Suyono diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan merangkap sebagai Kepala BKKBN. Dua bulan berselang dengan terjadinya gerakan reformasi, maka Kabinet Pembangunan VI mengalami perubahan menjadi Kabinet Reformasi Pembangunan Pada tanggal 21 Mei 1998, Prof. Haryono Suyono menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesra dan Pengentasan Kemiskinan, sedangkan Kepala BKKBN dijabat oleh Prof. Dr. Ida Bagus Oka sekaligus menjadi Menteri Kependudukan. Pada pelita VI, fokus kegiatan diarahkan pada pelayanan keluarga berencana dan pembangunan keluarga sejahtera, yang dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat dan keluarga untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat melaksanakan fungsinya secara optimal. Kegiatan yang dikembangkan dalam pelaksanaan pembangunan keluarga sejahtera diarahkan pada tiga gerakan, yaitu Gerakan Reproduksi Sejahtera (GRKS), Gerakan Ketahanan Keluarga Sejahtera (GKSS), dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera (GEKS).


(59)

Pada Periode Kabinet Persatuan Indonesia, Kepala BKKBN dirangkap oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan yang dijabat oleh Khofifah Indar Parawansa. Setelah itu digantikan oleh Prof. Dr. Yaumil C. Agoes Achir pada tahun 2001 dan meninggal dunia pada akhir 2003 akibat penyakit kanker dan yang kemudian terjadi kekosongan.

Pada tanggal 10 November 2003, Kepala Litbangkes Departemen Kesehatan dr. Sumarjati Arjoso, SKM dilantik menjadi Kepala BKKBN oleh Menteri Kesehatan Ahmad Sujudi sampai beliau memasuki masa pensiun pada tahun 2006.

Setelah itu digantikan oleh Dr. Sugiri Syarief, MPA yang dilantik sebagai Kepala BKKBN yang baru oleh Menteri Kesehatan DR.dr. Siti-Fadilah Supari, SPJP (K), Menteri Kesehatan pada tanggal 24 Nopember 2006. Pada tahun 2009, diterbitkan Undang Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, BKKBN berubah dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Sebagai tindak lanjut dari UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarha Sejahtera, di mana BKKBN kemudian direstrukturisasi menjadi badan kependudukan, bukan lagi badan koordinasi, maka pada tanggal 27 September 2011 Kepala BKKBN, Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA akhirnya dilantik sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) oleh Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih. Setelah dr. Sugir Syarief memasuki masa pensiun, terjadi


(60)

kevakuman selama hampir sembilan bulan. Pada tanggal 13 Juni 2013 akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Fasli Jalal sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pelantikan ini dilakukan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi.

2.2Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Asahan

Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana merupakan Suatu unit fungsional yang mengelola bahan dan alat kontrasepsi yang berfungsi untuk menjadikan masyarakat agar memiliki kehidupan yang lebih bahagia dan sejahtera.

2.2.1 Visi dan Misi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Asahan

Visi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana yaitu Mewujudkan kesetaraan gender, perlindungan anak dan penduduk tumbuh seimbang 2015.

Misi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana yaitu : 1. Menggerakkan dan memberdayakan seluruh masyarakat dalam

pengarusutamaan gender dan perlindungan anak dan kesejahteraan keluarga.

2. Meningkatkan kesadaran masyarakat dibidang pembangunan pemberdayaan perempuan, anak dan kesejahteraan keluarga.


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAK ... ABSTRACT ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR RIWAYAT HIDUP... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR ISTILAH ... DAFTAR LAMPIRAN ...

i ii iii iv vi vii x xi xii xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1.1Latar Belakang ... 1.2Perumusan Masalah ... 1.3Tujuan Penelitian ... 1.4Manfaat Penelitian ... BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Sejarah Keluarga Berencana... 2.2 pengertian BPPKB kabupaten Asahan... 2.2.1 Visi dan Misi BPPKB Kabupaten Asahan... 2.2.2 Tupoksi BPPKB Kabupaten Asahan... 2.3 Pengelolaan Alat Kontrasepsi... 2.3.1 Pengertian Pengelolaan... 2.3.2 Perencanaan Alat Kontrasepsi... 2.3.2.1 Pengertian Perencanaan... 2.3.2.2 Perencanaan Alat Kontrasepsi... 2.3.2.3 Tujuan Perencanaan Alat Kontrasepsi... 2.3.3 Pengadaaan Alat Kontrasepsi... 2.3.4 Penyimpanan Alat Kontrasepsi... 2.3.5 Pendistribusian Alat Kontrasepsi... 2.4 Persediaan Alat Kontrasepsi... 2.5 Penganggaran... 2.6 Defenisi Keluarga Berencana... 2.6.1 Pelayanan Keluarga Berencana... 2.7 Kontrasepsi... 2.7.1 Pengertian Alat Kontrasepsi... 2.7.2 Tujuan Kontrasepsi...

1 1 6 7 7 8 8 15 15 16 18 18 18 18 19 20 20 21 22 22 24 24 25 26 26 28


(2)

2.7.3 Kontrasepsi efektif ... 2.7.4 Cara kerja metode Kontrasepsi... 2.7.5 Cara Pembagian Kontrasepsi... 2.8 Macam-macam Alat Kontrasepsi... 2.8.1 IUD (Intra Uterine Device)... 2.8.2 Kondom... 2.8.3 Kb Suntik... 2.8.4 Pil KB... 2.8.5 Implant... 2.8.5.1 Efek samping Implant... 2.8.5.2 Keuntungan Implant... 2.8.5.3 Kerugian Implant... 2.9 Kerangka Berfikir... BAB III METODE PENELITIAN ... 3.1 Jenis Penelitian ... 3.2 Lokasidan Waktu Penelitian... 3.2.1 Lokasi... 3.2.2 Waktu Penelitian... 3.3 Informan Penelitian. ... 3.4 Metode Pengumpulan Data... 3.4.1 Data Primer... 3.4.2 Data Sekunder... 3.5 Metode Analisa Data ... BAB IV HASIL PENELITIAN ... 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...………... 4.1.1 Geografi... 4.1.2 Demografi... 4.1.3 Sumber Daya Manusia... 4.2 Karakteristik Informan... 4.3 Analisis Komponen Input... 4.4 Manajemen Alat Kontrasepsi... 4.4.1 Perencanaan... 4.4.2 Pengorganisasian... 4.4.3 Pengadaan... 4.4.4 Penyimpanan... 4.4.5 Pendistribusian... 4.4.6 Pengawasan... 4.5 Output... BAB V PEMBAHASAN ……….…. 5.1 Masukan (Input)... 5.1.1 Tenaga Kesehatan... 5.1.2 Dana... 5.1.3 Sarana, Prasarana dan Peralatan...

28 28 28 29 30 31 31 31 32 32 32 32 33 34 35 35 35 35 35 36 36 36 36 37 38 38 38 38 39 40 42 42 43 44 46 47 51 51 52 53 53 54 55


(3)

5.2 Proses (Process)... 5.2.1 Perencanaan... 5.2.2 Pengorganisasian... 5.2.3 Pengadaan... 5.2.4 Penyimpanan... 5.2.5 Pendistribusian... 5.2.6 Pengawasan... 5.3 Output... BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………...….. 6.1 Kesimpulan ... 6.2 Saran ...

56 57 60 61 63 64 66 67 68 69 70

DAFTAR PUSTAKA ………..………..…………... LAMPIRAN


(4)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1

Tabel 4.2

Tabel 4.3

Tabel 4.4

Tabel 4.5

Tabel 4.6

Tabel 4.7

Tabel 4.8

Tabel 4.9

Tabel 4.10

Tabel 4.11

Tabel 4.12 Tabel 4.13

Tabel 4.14

Daftar Tenaga kerja di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencan... Karakteristik Informan...

Matrix pernyataan informan mengenai sumber daya

manusia...

Matrix Pernyataan informan mengenai dana Alat

Kontrasepsi... Matrix Pernyataan informan mengenai sarana, prasarana dan peralatan... Matrix Pernyataan informan mengenai perencanaan alat kontrasepsi... Matrix Pernyataan informan mengenai pengkoordinasian dalam pelaksanaan pendistribusian alat kontrasepsi... Matrix Pernyataan informan mengenai pengadaan alat kontrasepsi... Matrix Pernyataan informan mengenai penyimpanan alat Kontrasepsi... Matrix Pernyataan informan mengenai sarana penyimpanan alat kontrasepsi... Matrix Pernyataan informan mengenai pemeriksaan stok alat kontrasepsi di gudang... Matrix Pernyataan informan mengenai pendistribusian... Matrix Pernyataan informan mengenai penerima alat kontrasepsi... Matrix Pernyataan informan mengenai kendala distribusi alat kontrasepsi...

38

39

40

41

42

43

43

44

45

46

47

47 49

50


(5)

Tabel 4.15

Tabel 4.16

Matrix Pernyataan informan mengenai pengawasan

pendistrubusian alat kontrasepsi... Matrix Pernyataan informan mengenai ketersediaan dan pendistribusian alat kontrasepsi pil, suntik, dan implant...

51


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3.

Pedoman Wawancara

SuratIzin Penelitian dari FKM USU

Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana kabupaten Asahan