Analisis ekonomi ukiran kayu di Jepara (1)

Analisis ekonomi ukiran kayu di Jepara


Uploaded by Chandra Raenaldi

Ukiran Jepara Halaman 1
A.
Sejarah dan Perkembangan Seni Ukir Jepara
Jepara, sebuah kota kecil di Jawa Tengah yang terkenal dengan kerajinan
ukirnya, tak dapat dilepaskan dari peranan Ratu Kalinyamat. Pada masa
pemerintahannya ia memiliki
seorang patih yang bernama “Sungging Badarduwung” yang berasal dari
Negeri Campa Patih ini
ternyata seorang ahli pahat yang dengan sukarela mengajarkan
keterampilannya kepada masyarakat disekitarnya Satu bukti yang masih
dapat dilihat dari seni ukir masa pemerintahan Ratu Kalinyamat ini adalah
adanya ornament ukir batu di Masjid Mantingan. Kemudian pada masa RA
Kartini, para tukang kayu dan pengukir Jepara terangkat ke dunia
internasional. Melalui lembaga Oost en West , Kartini memamerkan dan
memasarkan produk-produk Jepara, termasuk ukir-ukiran dan patung, di
Belanda. Kartini bahkan berupaya melindungi produk-produk Jepara dengan

mengkritik orang-orang yang meremehkan karya ukir Jepara. ”...saya sakit
hati kalau barang-barang yang sangat indah itu menjadi milik orang-orang
yang acuh tak acuh, yang tidak dapat atau sekurang-kurangnya tidak cukup
menghargai barang- barang itu...” (Kartini, Pembaharu Peradaban, 2010).
Setelah banyak pesanan yang datang, hasil produksi para pengrajin Jepara
bertambah jenis kursi pengantin, alat panahan angin, tempat tidur
pengantin dan penyekat ruangan serta berbagai jenis kursi tamu dan kursi
makan. Raden Ajeng Kartini juga mulai memperkenalkan seni ukir Jepara
keluar negeri. Caranya, Raden Ajeng kartini memberikan souvenir kepada
sahabatnya di luar negeri. Akibatnya ukir terus berkembang dan pesanan
terus berdatangan. Seluruh penjualan barang, setelah dikurangi dengan
biaya produksi dan ongkos kirim, uangnya diserahkan secara utuh kepada
para pengrajin. Untuk menunjang perkembangan ukir Jepara yang telah
dirintis oleh Raden Ajeng Kartini, pada tahun 1929 timbul gagasan dari
beberapa orang pribumi untuk mendirikan sekolah kejuruan. Tepat pada
tanggal 1 Juli 1929, sekolah pertukangan dengan jurusan meubel dan ukir
dibuka dengan nama “Openbare Ambachtsschool ” yang kemudian
berkembang menjadi Sekolah Teknik Negeri dan Kemudian menjadi Sekolah
Menengah Industri Kerajinan Negeri. Dengan adanya sekolah kejuruan ini,
kerajinan meubul dan ukiran meluas di masyarakat dan makin banyak pula

anak


anak yang masuk sekolah ini agar mendapatkan kecakapan di bidang
meubel dan meubel dan ukir. Di dalam sekolah ini agar diajarkan berbagai
macam desain motif ukir serta ragam hias Indonesia yang pada mulanya
belum diketahui oleh masyarakat

Ukiran Jepara Halaman 2
Jepara . Tokoh-tokoh yang berjasa di dalam pengembangan motif lewat
lembaga pendidikan ini adalah Raden Ngabehi Projo Sukemi yang
mengembangkan motif majapahit dan Pajajaran serta Raden Ngabehi
Wignjopangukir mengembangkan motif Pajajaran dan Bali. Semakin
bertambahnya motif ukir yang dikuasai oleh para pengrajin Jepara, meubel
dan ukiran Jepara semakin diminati. Para pedagang pun mulai
memanfaatkan kesempatan ini, untuk mendapatkan barang-barang baru
guna memenuhi permintaan konsumen, baik yang berada di dalam di luar
negeri. Menurut Center For International Fouretry Research (CIFOR), industri
furniture telah menjadi sumber pendapatan di Jepara selama bertahuntahun. Tetapi, berdasarkan survey tahun 2010 jumlah unit usaha mebel
di Jepara terus mengalami penurunan sebesar 20 persen dari tahun 2005

yakni menjadi 11.597 unit.
B.

Struktur Industri Kayu Ukir di Jepara Indeks konsentrasi perusahaan ukir
Jepara
di
Kabupaten
Jepara

Ekonomi Koperasi

Ukiran Jepara Halaman 3
Sebanyak 11.981 (Sumber: Pemerintah Jepara 2010) unit perusahaan dalam
industri kayu ukir di Jepara dimana setidaknya terdapat 10.801 unit kecil (92
%), 871 unit menengah (6%), dan 309 unit besar (2 %). Usaha dalam industri
kayu ukir ini rata-rata berdiri dari tahun 1980-2005. Terdapat 176.469
pekerja yang bekerja di bidang industri ini, dimana 63.462 pekerja
merupakan pekerja tidak tetap dan 113.007 merupakan pekerja tetap.
Jenis usaha Jumlah Mayoritas Usaha tunggal Penjualan kayu di TPK (log
park ) 726 Laki-laki Penggergajian ( sawmill ) 101 Laki-laki Pengeringan (dry

kiln) 20 Laki-laki Brak (workshop) 8.080 Seimbang Toko perlengkapan
(ironmongery) 168 Seimbang Gudang (warehouse) 528 Perempuan Ruang
pamer ( showroom) 1.974 Perempuan Jumlah usaha tunggal 11.597 Usaha
campuran Penjualan kayu dan penggergajian 137 Laki-laki Brak dan ruang

pamer 78 Perempuan Brak dan pengeringan 71 Laki-laki Brak dan penjualan
kayu 37 Laki-laki Brak dan gudang 15 Perempuan Bisnis terpadu 46
Seimbang Jumlah usaha campuran 384 Jumlah total 11.981 Brak adalah
tempat proses produksi mebel yang umumnya berskala kecil. Pada tahun
2010, terdapat 1.337 brak, dimana setiap unit mengkonsumsi 104,15 m3 per
tahun. Brak berskala kecil dan mikro mengkonsumsi 99,27 m3 per tahun,
sedangkan skala menengah dan besar masing -masing sebesar 282 m3 dan
1.115 m3 per tahun. Dengan demikian, total perkiraan konsumsi kayu yang
diserap oleh industri mebel dan kerajinan kayu Jepara adalah sebesar
863.147 m3 per tahun. Sejumlah 82% brak menjual produknya khusus untuk
pasar domestik dan 9% untuk pasar ekspor, sedangkan sisanya menjual
untuk pasar ekspor dan pasar domestik. Dari 82% penjualan untuk pasar
domestik, juga terdapat kemungkinan dilakukan penjualan lebih lanjut untuk
pasar ekspor oleh mata rantai pemasaran yang lain. Sekitar 22% brak yang
masih beroperasi sekarang didirikan pada rentang tahun 1998


2000, di masa ketika terjadi
boom
ekspor mebel kayu.
Academia © 2015