T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi Umat Hindu dan Umat Kristen dalam Menjaga Kerukunan di Banjar Penataran Bujak, Sepang Kelod, Singaraja Bali T1 BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kepulauan yang masyarakatnya pun
terdiri dari beragam etnis, ras, warna kulit, bahasa, adat-istiadat dan juga
budaya atau yang oleh Furnival dalam Liliweri (2011:166) disebut sebagai
masyarakat majemuk. Kita akan membahas salah satu mengenai
kemajemukan yang ada di Indonesia yaitu kebudayaan. 1Kebudayaan atau
budaya sendiri berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal), diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa
Inggris, kebudayaan disebut culture, sedangkan dalam bahasa Latin,
kebudayaan
disebut
colere,
yang
memiliki
arti
mengolah
atau
mengerjakan, bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani.
Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa
Indonesia.
Kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Menurut
Edward Burnett Tylor dalam Liliweri (2004:107), kebudayaan merupakan
kompleks dari keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum,
adat istiadat dan setiap kemampuan lain dan kebiasaan yang dimiliki oleh
manusia sebagai anggota suatu masyarakat. Hebdin dan Glick dalam
(Liliweri, 2004:108), membagi kebudayaan menjadi 2, yaitu dilihat secara
material (contohnya pakaian, desain arsitektur), maupun non material
(contohnya kepercayaan, bahasa). Sedangkan menurut Wahlstrom dalam
(Liliweri, 2004:108), kebudayaan diartikan sebagai pengalihan atau
1
http://www.rangkumanmakalah.com/hubungan-antara-budaya-agama-adat-istiadat/ diunduh pada
tanggal 12 September 2015 pukul 15.00
1
sosialisasi perilaku, kepercayaan, seni, institusi, dan semua karya
intelektual dan karya lain dalam suatu masyarakat.
Berbicara kebudayaan, erat kaitannya dengan agama. Agama dan
budaya memiliki keterkaitan satu sama lainnya, seperti yang dikatakan
oleh Oliver Roy bahwa hubungan budaya dan agama ada pada tahap
inkulturasi yaitu agama memposisikan dirinya di tengah-tengah budaya,
dan terdapat hubungan saling memberi dan menerima di antara budaya dan
agama 2. Ada enam agama yang diakui di Indonesia, antara lain Islam,
Hindu, Kristen Protestan, Katolik, Buddha dan Kong Hu Cu 3. 4Agama
bagi masyarakat berfungsi sebagai sistem pengetahuan dan keyakinan
untuk menjalani kehidupan di dunia dan kesiapan untuk memasuki
kehidupan di akhirat. Agama juga dijadikan sebagai dasar untuk bersikap
dan bertindak bagi pemeluknya, atau dapat dikatakan bahwa agama adalah
sistem acuan nilai (system of referenced values). Berdasarkan fungsi
tersebut, agama bisa menjadi perekat kedamaian, bahkan bisa juga
menimbulkan ketegangan dan kekerasan sosial.
Untuk menjaga keberagaman itu, Indonesia mempunyai semboyan
yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”, yang berarti “Berbeda-beda tapi tetap satu
jua” 5. Semboyan tersebut menjadi pengikat atau pemersatu bagi bangsa
Indonesia. Namun dalam perkembangannya, semboyan tersebut tidak
seutuhnya dapat dijalankan dengan baik. Masih banyak individu-individu
atau kelompok-kelompok dengan nilai-nilai dan preferensi-preferensi yang
berbeda tidak berhasil menyerasikan tindakan-tindakan mereka, sehingga
menimbulkan konflik (Budyatna & Ganiem, 2011:276). Konflik terjadi
karena adanya perbedaan dalam budaya, nilai, persepsi, ideologi, opini,
perilaku, agama, derajat ekonomi, kelangkaan sumber daya, kepentingan
2
http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77261/potongan/S3-2015-292349-chapter5.pdf
diunduh pada tanggal 12 September 2015 pukul 15.00
3
http://Ilmupengetahuanumum.com/agama-agama-di-indonesia/ diunduh pada tanggal 12
September 2015 pukul 15.00
4
jurnal kajian LEMHANNAS RI, Edisi 14, Desember 2012 diunduh pada tanggal 12 September
2015 pukul 15.00
5
http://www.ilmusiana.com/2015/12/arti-semboyan-bhineka-tunggal-ika.html?m=1 diunduh pada
tanggal 12 September 2015 pukul 15.00
2
pribadi dan kelompok (Cangara, 2014:201). Sedangkan menurut K.
Domenici (Cangara, 2014:201), bila ada konflik, maka yang terjadi adalah
hilangnya komunikasi, tidak ada informasi baru yang diperoleh, tidak ada
hubungan, dan tidak ada kesesuaian, bahkan lebih parah lagi jika konflik
sudah dilandasi kefrustasian dan dendam sehingga bisa mengarah pada
konflik fisik dan anarkisme.
Di Indonesia, ada banyak sekali konflik dengan agama sebagai
alasannya. Misalnya saja konflik yang terjadi di Aceh pada bulan Oktober
2015 6. Kasus ini berawal dari tuntutan remaja Muslim setempat kepada
pemerintah. Mereka meminta agar pemerintah membongkar beberapa
gereja
yang
dibangun
tanpa
memiliki
surat
izin.
Pemerintah
mengatakanakan melakukan pembongkaran pada 21 gereja yang tidak
memiliki izin, namun sebelum hal itu dilakukan, sekelompok orang
mengambil langkah sendiri untuk menyelesaikannya. Sekitar 600 orang
membakar gereja pertama dan kemudian melanjutkan ke gereja kedua.
Bentrokan pun terjadi antar sekelompok orang ini dengan polisi, tentara
dan juga warga Kristen. Satu orang meninggal akibat tembakan dan
beberapa orang lainnya mengalami luka akibat bentrok tersebut.
Kasus lainnya terjadi di Bali, dimana terjadi konflik antara agama
Hindu dan agama Kristen pada masa awal orang Bali menjadi Kristen 7.
Saat itu umat Kristen menganggap bahwa bila mereka sudah mengikut
Yesus, maka mereka harus meninggalkan semua tradisi ke-Bali-an.
Mereka beranggapan bahwa tradisi Bali khusunya umat Hindu sama
dengan menyembah berhala dan hal itu tidak benar menurut agama yang
mereka percaya. Konflik ini berlangsung cukup hebat, dimana umat
Kristen sampai menghancurkan segala sesuatu yang menurut mereka
adalah berhala, seperti penghancuran sanggah (tempat sembahyang
keluarga Hindu).
6
http://www.dw.com/id/aceh-membara-disulut-konflik-agama/a-18780213 diunduh pada tanggal
12 September 2015 pukul 15.00
7
http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77261/potongan/S3-2015-292349-chapter5.pdf
diunduh pada tanggal 12 September 2015 pukul 15.00
3
Konflik antara agama Hindu dan Kristen juga terjadi di salah satu
Kabupaten di Bali, yaitu Kabupaten Singaraja, tepatnya di Banjar
Penataran Bujak, Sepang Kelod, namun konflik yang terjadi di daerah ini
tidaklah sampai kepada penghancuran tempat ibadah. Konflik di daerah ini
terjadi pada awal masuknya masyarakat Kristen ke Banjar Penataran tahun
1931, dimana saat itu terjadi penolakan dari masyarakat Hindu. Penolakan
yang terjadi saat itu adalah tidak diberikannya lahan kubur bagi
masyarakat Kristen, sehingga saat ada yang meninggal, mereka
menguburkannya di halaman rumah.
Hal ini diperkuat dengan keterangan dari salah satu masyarakat
Kristen, Bapak Gusti Nyoman Wisma Adi 8
“Men masalah agama saat itu ade sih gek, adane gen rage
berbeda, tapi masalah antara dua umat niki sing kanti ade
pelarangan kebaktian ato ngerusak apo gek. Paling setahu kakek
kedua umat niki pernah ada salah paham waktu awal rage nak
Kristen datang ke banjar niki. Rage nak Kristen sing baange
menguburkan di tempat yang sama nike ajak umat Hindu. Dadine
men ade ane meninggal, rage nguburang di pekarangan umah
rage masing-masing. Waktu to sebet asane rage onyang, nah rage
merase umat Hindu sing adil jak rage.” (“Kalau masalah agama
saat itu ada, tapi masalah antara dua umat ini tidak sampai ada
pelarangan kebaktian atau merusak apapun. Setahu kakek, pernah
terjadi salah paham antara dua umat ini, pada saat awal umat
Kristen datang ke banjar ini. Kami umat Kristen tidak
diperbolehkan untuk menguburkan di tempat yang sama dengan
umat Hindu. Akhirnya bila ada yang meninggal, kami
menguburkannya di halaman rumah masing-masing. Saat itu
rasanya sedih dan kami merasa umat Hindu tidak adil.”)
Menurut Bapak Gusti Nyoman Wisma Adi, selain tidak
diberikannya lahan kubur, ada bentuk penolakan lain dari masyarakat
Hindu. Penolakan ini terjadi saat pemuda-pemuda Kristen dan Hindu
terlibat dalan seka gong (kelompok pemain gong tradisional) Banjar
Penataran Bujak. Saat itu, pemuda-pemuda Hindu mengatakan kalau
mereka merasa tidak nyaman bila pemuda-pemuda Kristen ikut bermain
8
Wawancara dengan salah satu masyarakat Kristen, Bapak Gusti Nyoman Wisma Adi pada
tanggal 20 Februari 2016 pukul 10.00 WITA di rumah Bapak Gusti Nyoman Wisma Adi
4
Gong saat ada odalan (upacara Hindu). Mereka mengatakan bahwa
upacara itu menjadi tidak sakral dan najis bila ada umat lain yang ikut. Hal
ini tentu membuat pemuda-pemuda Kristen merasa tersinggung dan secara
langsung mereka berhenti bergabung dengan kelompok tersebut 9.
“Masalah ne antara teruna-teruna dini. Teruna Hindu
merasa sing cocok men misalne teruna Kristen ne tergabung di
seka gong banjar milu tampil pas odalan atau hari raya Hindu ne
lenan. Teruna Hindu ngorahang men ade nak Kristen milu di
acarane to najis.” (“Masalah terjadi antara pemuda-pemuda disini.
Pemuda Hindu merasa tidak cocok kalau pemuda Kristen yang
tergabung dalam kelompok gong banjar ikut tampil saat ada
upacara Hindu seperti odalan atau hari raya yang lain. Pemuda
Hindu mengatakan kalau ada orang Kristen yang terlibat, acara itu
jadi najis.”)
Pernyataan yang sama juga dikatakan oleh salah satu tokoh
masyarakat Hindu, Bapak Made Oka Adnyana 10
“Kejadiane to men bapak sing pelih tahun 1985. Tahun itu
konyang teruna-teruna saking umat Hindu lan umat Kristen ngae
seka gong, adane Seka Gong Banjar Penataran Bujak. Awalne
sing ade masalah apa gek, tapi suatu hari teruna-teruna Hindu
ngorang sing nyak men teruna-teruna Kristen milu tampil pas ade
odalan di Pura. Terunane ngorang najis men teruna Kristen milu
tampil pas odalan, odalane njep sing sakral kone. Mih tengkejut
bene bapak ningeh keto.” (“Kejadiannya itu kalau bapak tidak
salah pada tahun 1985. Pada tahun itu, semua pemuda-pemuda
Hindu dan Kristen membuat sebuah kelompok gong tradisional,
namanya Kelompok Gong Banjar Penataran Bujak. Awalnya tidak
ada masalah apa gek, tapi suatu hari pemuda Hindu mengatakan
pada bapak kalau mereka tidak mau pemuda-pemuda Kristen ikut
tampil saat odalan, odalannya nanti tidak sakral dan najis. Duh
bapak kaget sekali mendengarnya.”)
Konflik yang terjadi antara umat Hindu dan Kristen di Banjar
Penataran ini ternyata tidak berlangsung lama. Setiap terjadi konflik,
mereka segera mengadakan paum (rapat) untuk mencari jalan keluarnya.
9
Wawancara dengan salah satu masyarakat Kristen, Bapak Gusti Nyoman Wisma Adi pada tanggal
20 Februari 2016 pukul 10.00 WITA di rumah Bapak Gusti Nyoman Wisma Adi
10
Wawancaradengan salah satu tokoh masyarakat Hindu, Bapak Made Oka Adnyana pada tanggal
15 Februari 2016 pukul 14.00 WITA di rumah Bapak Made Oka Adnyana
5
Hal ini serupa dengan apa yang diungkapkan oleh Bapak Gusti
Nyoman Wisma Adi sebagai salah satu masyarakat Kristen 11
“Nah pas to lantas rage ngajak umat Hindune paum untuk
membahas hal niki. Rage nak Kristen ngorang men rage merasa
tidak adil sing baange milu nguburang di lahan to. Umat Hindu
lantas menjelaskan napi alasan mereka sing mengizinkan rage
nguburang di lahan to. Mereka jak onyang sadar men di adat
mereka ade bek ritual lan tata carane masih berbeda jak rage.
Dadine mereka nyeh njep saling menganggu men rage satu lahan
kuburan. Ningehang alasane nike mare rage nak Kristen merasa
lega terus setuju masih ajak alasane to dan kesalahpahaman nike
selesai.Pas ade masalah seka gong, biin be rage ngae paum
bersama. Akhirne di paum ento diputuskan men Seka Gong Banjar
Penataran Bujak nak dadi anggo jak teruna-teruna Hindu atau
Kristen men diperlukan. Nah nyen ne main pas ado kegiatan
disesuaikan saja, misalne kel nganggo seka gong pas odalan, pang
teruna Hindu ne tampil begitu juga sebaliknya.” (“Saat itu, kami
mengadakan rapat bersama umat Hindu untuk membahas masalah
ini. Kami umat Kristen mengatakan kalau kami merasa tidak adil
saat tidak diberikan izin menguburkan di tempat yang sama. Umat
Hindu kemudian menjelaskan apa alasan mereka tidak
mengizinkan kami untuk menguburkan di lahan yang sama.
Mereka semua sadar kalau ritual adat mereka ada banyak,
kemudian tata cara saat penguburan juga berbeda. Mereka takut
menganggu bila kami memiliki kuburan di lahan yang sama.
Mendengar alasan mereka, kami umat Kristen merasa lega dan
setuju juga dengan alasan tersebut dan kesalahpahaman pun
teratasi. Kemudian saat ada permasalahan kelompok gong, kami
kembali mengadakan rapat. Akhirnya di rapat tersebut diputuskan
bahwa Kelompok Gong Banjar Penataran Bujak bisa ditampilkan
oleh umat Hindu atau umat Kristen jika diperlukan. Untuk
pemainnya, disesuaikan saja dengan acaranya, misalnya ingin
menampilkan kelompok gong saat odalan, jadi biarkan pemuda
Hindu yang tampil begitu juga sebaliknya. Setelah kesalahpahaman
itu, hubungan kami dengan umat Hindu jadi lebih baik sampai
sekarang. Kami semua sepakat bila ada permasalahan, kita akan
mengadakan rapat agar semuanya jelas dan mencari
penyelesaiannya bersama-sama.”)
11
Wawancara dengan salah satu masyarakat Kristen, Bapak Gusti Nyoman Wisma Adi pada
tanggal 20 Februari 2016 pukul 10.00 WITA di rumah Bapak Gusti Nyoman Wisma Adi
6
Tidak hanya oleh masyarakat Kristen, masyarakat Hindu pun
ternyata memiliki pernyataan yang sama. Hal ini dikatakan oleh Bapak
Made Oka Adnyana sebagai salah satu tokoh masyarakat Hindu 12
“Nah be keto, bapak langsung ngajak paum konyanagan
anggota seka gong lan pengurus banjar. Ring paum, teruna-teruna
Hindu ngorang kel suud milu seka gong men teruna-teruna Kristen
nu menjadi anggota. Sadurung rage ngae keputusan, bapak
memberikan pengertian malu bahwa seka gong nike dari awal
dibentuk sing baange untuk umat Hindu gen, tapi untuk Banjar
Penataran Bujak secara keseluruhan, dadine nyen gen dados milu
gabung, nyen gen dados milu tampil walaupun beda agama.
Sebelum ngadaang paum nike gek, bapak sudah mencari tahu nak
engken bise ada masalah kene. Ternyata ade ne mem-provokator
gek. Anak ne dadi provokator ne to anak ne merasa sing demen
nolih rage umat Hindu ajak umat Kristen to rukun. Be baang
penjelasan keto, nu masih teruna-teruna Hindu ne membantah.
Akhirne rage ngae musyawarah jak onyang, dan hasilne rage
setuju seka gong nike dados anggo ajak umat Hindu atau umat
Kristen jika diperlukan dengan menyesuaikan pemain saat acara
berlangsung. Keputusan nike berlangsung kanti jani gek.” (“Sudah
begitu, bapak langsung mengajak semua anggota seka gong dan
pengurus banjar untuk rapat. Dalam rapat, pemuda-pemuda Hindu
mengatakan akan keluar dari seka gong bila pemuda-pemuda
Kristen tetap bergabung menjadi anggota. Sebelum kami membuat
keputusan, bapak memberikan pengertian terlebih dulu bahwa dari
awal seka gong tersebut dibuat untuk Banjar Penataran Bujak
secara keseluruhan bukan hanya untuk umat Hindu, jadi siapa saja
boleh bergabung, siapa saja boleh ikut tampil walaupun berbeda
agama. Sebelum melaksanakan rapat, bapak sudah mencari tahu
apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang membuat masalah ini
muncul. Ternyata ada yang mem-provokator. Yang menjadi
provokator itu adalah orang yang tidak suka melihat umat Hindu
dan Kristen rukun. Penjelasan seperti itu sudah bapak berikan, tapi
masih juga dibantah oleh pemuda-pemuda Hindu. akhirnya kami
mengadakan musyawarah dan hasilnya adalah seka gong tersebut
boleh digunakan oleh umat Hindu atau umat Kristen jika
diperlukan dengan menyesuaikan pemain saat acara berlangsung.
Keputusan itu berlaku sampai sekarang.”)
Pada akhirnya, konflik yang terjadi antara umat Hindu dan umat
Kristen pun bisa diselesaikan dengan baik. Umat Hindu mau menerima
12
Wawancaradengan salah satu tokoh masyarakat Hindu, Bapak Made Oka Adnyana pada tanggal
15 Februari 2016 pukul 14.00 WITA di rumah Bapak Made Oka Adnyana
7
kehadiran umat Kristen dan memberikan ijin untuk membangun sebuah
gereja disana. Umat Kristen pun sudah diberikan tanah kubur, sudah ikut
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di banjar dan tidak dipandang
sebagai kaum minoritas. Sampai sekarang, tidak ada konflik yang terjadi
di antara dua agama ini. Mereka hidup saling tolong menolong, saling
menghargai, menghormati tanpa memandang agama. Mereka bahkan
saling terlibat dalam urusan agama tanpa merasa takut.
Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan dari Bapak Made Oka
Adnyana yang merupakan salah satu tokoh masyarakat Hindu 13,
“Men jani bentuk kerukunan bek masih. Misalne rage nak
Kristen terus nike dilibatkan dalam kepengurusan banjar,
kepengurusan suka duka, subak, dan lain-lain gek. Selain itu umat
dini nak saling nguopin misalne ade acara nganten atau kematian
gek. Jek konden rage ngorahang atau ngidih tulung nguopin be ye
banjare teka nulungin, ne masih tetangga-tetangga teke, pokokne
kebersamaan dini to kuat gek.” (“Kalau sekarang bentuk
kerukunan banyak. Misalnya kami orang Kristen selalu dilibatkan
dalam kepengurusan banjar, kepengurusan suka duka, subak, dan
lain-lain. Selain itu umat disini saling membantu misalnya ada
acara pernikahan arau kematian. Sebelum yang memiliki acara
memberitahu dan memunta tolong, semua masyarakat banjar
sudah datang untuk menolong, tetangga-tetangga juga datang,
pokoknya kebersamaan disini itu kuat.”)
Hal diatas sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Pace van
Devender (Cangara, 2014:201), dimana menurutnya, untuk mengatasi
konflik, perbedaan yang ada harus di-manage menjadi kompetitif yang
sehat (healthy competition), kerjasama (collaboration), dan saling
melengkapi (complementation). Salah satu cara untuk menyelesaikan
konflik adalah melalui komunikasi.
Kerukunan yang tercipta hingga saat ini diantara dua umat yang
pada awalnya susah menerima kehadiran salah satunya membuat penulis
ingin melakukan penelitian tentang bagaimana strategi yang dilakukan
untuk menjaga kerukunan tersebut.
13
Wawancaradengan salah satu tokoh masyarakat Hindu, Bapak Made Oka Adnyana pada tanggal
15 Februari 2016 pukul 14.00 WITA di rumah Bapak Made Oka Adnyana
8
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin meneliti
bagaimana strategi komunikasi umat Hindu dan umat Kristen dalam
menjaga kerukunan di Banjar Penataran Bujak, Sepang Kelod, Singaraja,
Bali?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan strategi
komunikasi umat Hindu dan umat Kristen dalam menjaga kerukunan di
Banjar Penataran Bujak, Sepang Kelod, Singaraja, Bali
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1
MANFAAT PRAKTIS
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah menjadi masukan
bagi desa lain untuk mencegah konflik serupa terjadi, juga
menangani konflik yang sudah terjadi dan menjaga kerukunan
antar umat beragama
1.4.2
MANFAAT TEORITIS
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menambah kajian
komunikasi antarbudaya serta memperkaya kajian ilmu komunikasi
mengenai strategi komunikasi
1.5 BATASAN PENELITIAN
Penelitian berjudul ”Strategi Komunikasi Umat Hindu dan Umat Kristen
Dalam Menjaga Kerukunan di Banjar Penataran Bujak, Sepang Kelod,
Singaraja, Bali” ini menggunakan beberapa konsep yang dijadikan acuan
sebagai kerangka analisis, yaitu:
a. Strategi Komunikasi
: Menurut Middleton (Cangara, 2014:64),
strategi komunikasi adalah kombinasi yang terbaik dari semua elemen
komunikasi mulai dari komunikator, pesan, saluran (media), penerima sampai
9
pada pengaruh (efek) yang dirancang untuk mencapai tujuan komunikasi yang
optimal.
b. Kerukunan umat beragama
: Kerukunan umat beragama yaitu hubungan
sesama umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian,
saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraanpengamalan ajaran
agamanya dan kerjasama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara 14.
14
http://www.academia.edu/9010766/PENGERTIAN_KERUKUNAN_UMAT_BERAGAMA
diunduh pada tanggal 12 September 2015
10
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kepulauan yang masyarakatnya pun
terdiri dari beragam etnis, ras, warna kulit, bahasa, adat-istiadat dan juga
budaya atau yang oleh Furnival dalam Liliweri (2011:166) disebut sebagai
masyarakat majemuk. Kita akan membahas salah satu mengenai
kemajemukan yang ada di Indonesia yaitu kebudayaan. 1Kebudayaan atau
budaya sendiri berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal), diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa
Inggris, kebudayaan disebut culture, sedangkan dalam bahasa Latin,
kebudayaan
disebut
colere,
yang
memiliki
arti
mengolah
atau
mengerjakan, bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani.
Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa
Indonesia.
Kebudayaan menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Menurut
Edward Burnett Tylor dalam Liliweri (2004:107), kebudayaan merupakan
kompleks dari keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum,
adat istiadat dan setiap kemampuan lain dan kebiasaan yang dimiliki oleh
manusia sebagai anggota suatu masyarakat. Hebdin dan Glick dalam
(Liliweri, 2004:108), membagi kebudayaan menjadi 2, yaitu dilihat secara
material (contohnya pakaian, desain arsitektur), maupun non material
(contohnya kepercayaan, bahasa). Sedangkan menurut Wahlstrom dalam
(Liliweri, 2004:108), kebudayaan diartikan sebagai pengalihan atau
1
http://www.rangkumanmakalah.com/hubungan-antara-budaya-agama-adat-istiadat/ diunduh pada
tanggal 12 September 2015 pukul 15.00
1
sosialisasi perilaku, kepercayaan, seni, institusi, dan semua karya
intelektual dan karya lain dalam suatu masyarakat.
Berbicara kebudayaan, erat kaitannya dengan agama. Agama dan
budaya memiliki keterkaitan satu sama lainnya, seperti yang dikatakan
oleh Oliver Roy bahwa hubungan budaya dan agama ada pada tahap
inkulturasi yaitu agama memposisikan dirinya di tengah-tengah budaya,
dan terdapat hubungan saling memberi dan menerima di antara budaya dan
agama 2. Ada enam agama yang diakui di Indonesia, antara lain Islam,
Hindu, Kristen Protestan, Katolik, Buddha dan Kong Hu Cu 3. 4Agama
bagi masyarakat berfungsi sebagai sistem pengetahuan dan keyakinan
untuk menjalani kehidupan di dunia dan kesiapan untuk memasuki
kehidupan di akhirat. Agama juga dijadikan sebagai dasar untuk bersikap
dan bertindak bagi pemeluknya, atau dapat dikatakan bahwa agama adalah
sistem acuan nilai (system of referenced values). Berdasarkan fungsi
tersebut, agama bisa menjadi perekat kedamaian, bahkan bisa juga
menimbulkan ketegangan dan kekerasan sosial.
Untuk menjaga keberagaman itu, Indonesia mempunyai semboyan
yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”, yang berarti “Berbeda-beda tapi tetap satu
jua” 5. Semboyan tersebut menjadi pengikat atau pemersatu bagi bangsa
Indonesia. Namun dalam perkembangannya, semboyan tersebut tidak
seutuhnya dapat dijalankan dengan baik. Masih banyak individu-individu
atau kelompok-kelompok dengan nilai-nilai dan preferensi-preferensi yang
berbeda tidak berhasil menyerasikan tindakan-tindakan mereka, sehingga
menimbulkan konflik (Budyatna & Ganiem, 2011:276). Konflik terjadi
karena adanya perbedaan dalam budaya, nilai, persepsi, ideologi, opini,
perilaku, agama, derajat ekonomi, kelangkaan sumber daya, kepentingan
2
http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77261/potongan/S3-2015-292349-chapter5.pdf
diunduh pada tanggal 12 September 2015 pukul 15.00
3
http://Ilmupengetahuanumum.com/agama-agama-di-indonesia/ diunduh pada tanggal 12
September 2015 pukul 15.00
4
jurnal kajian LEMHANNAS RI, Edisi 14, Desember 2012 diunduh pada tanggal 12 September
2015 pukul 15.00
5
http://www.ilmusiana.com/2015/12/arti-semboyan-bhineka-tunggal-ika.html?m=1 diunduh pada
tanggal 12 September 2015 pukul 15.00
2
pribadi dan kelompok (Cangara, 2014:201). Sedangkan menurut K.
Domenici (Cangara, 2014:201), bila ada konflik, maka yang terjadi adalah
hilangnya komunikasi, tidak ada informasi baru yang diperoleh, tidak ada
hubungan, dan tidak ada kesesuaian, bahkan lebih parah lagi jika konflik
sudah dilandasi kefrustasian dan dendam sehingga bisa mengarah pada
konflik fisik dan anarkisme.
Di Indonesia, ada banyak sekali konflik dengan agama sebagai
alasannya. Misalnya saja konflik yang terjadi di Aceh pada bulan Oktober
2015 6. Kasus ini berawal dari tuntutan remaja Muslim setempat kepada
pemerintah. Mereka meminta agar pemerintah membongkar beberapa
gereja
yang
dibangun
tanpa
memiliki
surat
izin.
Pemerintah
mengatakanakan melakukan pembongkaran pada 21 gereja yang tidak
memiliki izin, namun sebelum hal itu dilakukan, sekelompok orang
mengambil langkah sendiri untuk menyelesaikannya. Sekitar 600 orang
membakar gereja pertama dan kemudian melanjutkan ke gereja kedua.
Bentrokan pun terjadi antar sekelompok orang ini dengan polisi, tentara
dan juga warga Kristen. Satu orang meninggal akibat tembakan dan
beberapa orang lainnya mengalami luka akibat bentrok tersebut.
Kasus lainnya terjadi di Bali, dimana terjadi konflik antara agama
Hindu dan agama Kristen pada masa awal orang Bali menjadi Kristen 7.
Saat itu umat Kristen menganggap bahwa bila mereka sudah mengikut
Yesus, maka mereka harus meninggalkan semua tradisi ke-Bali-an.
Mereka beranggapan bahwa tradisi Bali khusunya umat Hindu sama
dengan menyembah berhala dan hal itu tidak benar menurut agama yang
mereka percaya. Konflik ini berlangsung cukup hebat, dimana umat
Kristen sampai menghancurkan segala sesuatu yang menurut mereka
adalah berhala, seperti penghancuran sanggah (tempat sembahyang
keluarga Hindu).
6
http://www.dw.com/id/aceh-membara-disulut-konflik-agama/a-18780213 diunduh pada tanggal
12 September 2015 pukul 15.00
7
http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/77261/potongan/S3-2015-292349-chapter5.pdf
diunduh pada tanggal 12 September 2015 pukul 15.00
3
Konflik antara agama Hindu dan Kristen juga terjadi di salah satu
Kabupaten di Bali, yaitu Kabupaten Singaraja, tepatnya di Banjar
Penataran Bujak, Sepang Kelod, namun konflik yang terjadi di daerah ini
tidaklah sampai kepada penghancuran tempat ibadah. Konflik di daerah ini
terjadi pada awal masuknya masyarakat Kristen ke Banjar Penataran tahun
1931, dimana saat itu terjadi penolakan dari masyarakat Hindu. Penolakan
yang terjadi saat itu adalah tidak diberikannya lahan kubur bagi
masyarakat Kristen, sehingga saat ada yang meninggal, mereka
menguburkannya di halaman rumah.
Hal ini diperkuat dengan keterangan dari salah satu masyarakat
Kristen, Bapak Gusti Nyoman Wisma Adi 8
“Men masalah agama saat itu ade sih gek, adane gen rage
berbeda, tapi masalah antara dua umat niki sing kanti ade
pelarangan kebaktian ato ngerusak apo gek. Paling setahu kakek
kedua umat niki pernah ada salah paham waktu awal rage nak
Kristen datang ke banjar niki. Rage nak Kristen sing baange
menguburkan di tempat yang sama nike ajak umat Hindu. Dadine
men ade ane meninggal, rage nguburang di pekarangan umah
rage masing-masing. Waktu to sebet asane rage onyang, nah rage
merase umat Hindu sing adil jak rage.” (“Kalau masalah agama
saat itu ada, tapi masalah antara dua umat ini tidak sampai ada
pelarangan kebaktian atau merusak apapun. Setahu kakek, pernah
terjadi salah paham antara dua umat ini, pada saat awal umat
Kristen datang ke banjar ini. Kami umat Kristen tidak
diperbolehkan untuk menguburkan di tempat yang sama dengan
umat Hindu. Akhirnya bila ada yang meninggal, kami
menguburkannya di halaman rumah masing-masing. Saat itu
rasanya sedih dan kami merasa umat Hindu tidak adil.”)
Menurut Bapak Gusti Nyoman Wisma Adi, selain tidak
diberikannya lahan kubur, ada bentuk penolakan lain dari masyarakat
Hindu. Penolakan ini terjadi saat pemuda-pemuda Kristen dan Hindu
terlibat dalan seka gong (kelompok pemain gong tradisional) Banjar
Penataran Bujak. Saat itu, pemuda-pemuda Hindu mengatakan kalau
mereka merasa tidak nyaman bila pemuda-pemuda Kristen ikut bermain
8
Wawancara dengan salah satu masyarakat Kristen, Bapak Gusti Nyoman Wisma Adi pada
tanggal 20 Februari 2016 pukul 10.00 WITA di rumah Bapak Gusti Nyoman Wisma Adi
4
Gong saat ada odalan (upacara Hindu). Mereka mengatakan bahwa
upacara itu menjadi tidak sakral dan najis bila ada umat lain yang ikut. Hal
ini tentu membuat pemuda-pemuda Kristen merasa tersinggung dan secara
langsung mereka berhenti bergabung dengan kelompok tersebut 9.
“Masalah ne antara teruna-teruna dini. Teruna Hindu
merasa sing cocok men misalne teruna Kristen ne tergabung di
seka gong banjar milu tampil pas odalan atau hari raya Hindu ne
lenan. Teruna Hindu ngorahang men ade nak Kristen milu di
acarane to najis.” (“Masalah terjadi antara pemuda-pemuda disini.
Pemuda Hindu merasa tidak cocok kalau pemuda Kristen yang
tergabung dalam kelompok gong banjar ikut tampil saat ada
upacara Hindu seperti odalan atau hari raya yang lain. Pemuda
Hindu mengatakan kalau ada orang Kristen yang terlibat, acara itu
jadi najis.”)
Pernyataan yang sama juga dikatakan oleh salah satu tokoh
masyarakat Hindu, Bapak Made Oka Adnyana 10
“Kejadiane to men bapak sing pelih tahun 1985. Tahun itu
konyang teruna-teruna saking umat Hindu lan umat Kristen ngae
seka gong, adane Seka Gong Banjar Penataran Bujak. Awalne
sing ade masalah apa gek, tapi suatu hari teruna-teruna Hindu
ngorang sing nyak men teruna-teruna Kristen milu tampil pas ade
odalan di Pura. Terunane ngorang najis men teruna Kristen milu
tampil pas odalan, odalane njep sing sakral kone. Mih tengkejut
bene bapak ningeh keto.” (“Kejadiannya itu kalau bapak tidak
salah pada tahun 1985. Pada tahun itu, semua pemuda-pemuda
Hindu dan Kristen membuat sebuah kelompok gong tradisional,
namanya Kelompok Gong Banjar Penataran Bujak. Awalnya tidak
ada masalah apa gek, tapi suatu hari pemuda Hindu mengatakan
pada bapak kalau mereka tidak mau pemuda-pemuda Kristen ikut
tampil saat odalan, odalannya nanti tidak sakral dan najis. Duh
bapak kaget sekali mendengarnya.”)
Konflik yang terjadi antara umat Hindu dan Kristen di Banjar
Penataran ini ternyata tidak berlangsung lama. Setiap terjadi konflik,
mereka segera mengadakan paum (rapat) untuk mencari jalan keluarnya.
9
Wawancara dengan salah satu masyarakat Kristen, Bapak Gusti Nyoman Wisma Adi pada tanggal
20 Februari 2016 pukul 10.00 WITA di rumah Bapak Gusti Nyoman Wisma Adi
10
Wawancaradengan salah satu tokoh masyarakat Hindu, Bapak Made Oka Adnyana pada tanggal
15 Februari 2016 pukul 14.00 WITA di rumah Bapak Made Oka Adnyana
5
Hal ini serupa dengan apa yang diungkapkan oleh Bapak Gusti
Nyoman Wisma Adi sebagai salah satu masyarakat Kristen 11
“Nah pas to lantas rage ngajak umat Hindune paum untuk
membahas hal niki. Rage nak Kristen ngorang men rage merasa
tidak adil sing baange milu nguburang di lahan to. Umat Hindu
lantas menjelaskan napi alasan mereka sing mengizinkan rage
nguburang di lahan to. Mereka jak onyang sadar men di adat
mereka ade bek ritual lan tata carane masih berbeda jak rage.
Dadine mereka nyeh njep saling menganggu men rage satu lahan
kuburan. Ningehang alasane nike mare rage nak Kristen merasa
lega terus setuju masih ajak alasane to dan kesalahpahaman nike
selesai.Pas ade masalah seka gong, biin be rage ngae paum
bersama. Akhirne di paum ento diputuskan men Seka Gong Banjar
Penataran Bujak nak dadi anggo jak teruna-teruna Hindu atau
Kristen men diperlukan. Nah nyen ne main pas ado kegiatan
disesuaikan saja, misalne kel nganggo seka gong pas odalan, pang
teruna Hindu ne tampil begitu juga sebaliknya.” (“Saat itu, kami
mengadakan rapat bersama umat Hindu untuk membahas masalah
ini. Kami umat Kristen mengatakan kalau kami merasa tidak adil
saat tidak diberikan izin menguburkan di tempat yang sama. Umat
Hindu kemudian menjelaskan apa alasan mereka tidak
mengizinkan kami untuk menguburkan di lahan yang sama.
Mereka semua sadar kalau ritual adat mereka ada banyak,
kemudian tata cara saat penguburan juga berbeda. Mereka takut
menganggu bila kami memiliki kuburan di lahan yang sama.
Mendengar alasan mereka, kami umat Kristen merasa lega dan
setuju juga dengan alasan tersebut dan kesalahpahaman pun
teratasi. Kemudian saat ada permasalahan kelompok gong, kami
kembali mengadakan rapat. Akhirnya di rapat tersebut diputuskan
bahwa Kelompok Gong Banjar Penataran Bujak bisa ditampilkan
oleh umat Hindu atau umat Kristen jika diperlukan. Untuk
pemainnya, disesuaikan saja dengan acaranya, misalnya ingin
menampilkan kelompok gong saat odalan, jadi biarkan pemuda
Hindu yang tampil begitu juga sebaliknya. Setelah kesalahpahaman
itu, hubungan kami dengan umat Hindu jadi lebih baik sampai
sekarang. Kami semua sepakat bila ada permasalahan, kita akan
mengadakan rapat agar semuanya jelas dan mencari
penyelesaiannya bersama-sama.”)
11
Wawancara dengan salah satu masyarakat Kristen, Bapak Gusti Nyoman Wisma Adi pada
tanggal 20 Februari 2016 pukul 10.00 WITA di rumah Bapak Gusti Nyoman Wisma Adi
6
Tidak hanya oleh masyarakat Kristen, masyarakat Hindu pun
ternyata memiliki pernyataan yang sama. Hal ini dikatakan oleh Bapak
Made Oka Adnyana sebagai salah satu tokoh masyarakat Hindu 12
“Nah be keto, bapak langsung ngajak paum konyanagan
anggota seka gong lan pengurus banjar. Ring paum, teruna-teruna
Hindu ngorang kel suud milu seka gong men teruna-teruna Kristen
nu menjadi anggota. Sadurung rage ngae keputusan, bapak
memberikan pengertian malu bahwa seka gong nike dari awal
dibentuk sing baange untuk umat Hindu gen, tapi untuk Banjar
Penataran Bujak secara keseluruhan, dadine nyen gen dados milu
gabung, nyen gen dados milu tampil walaupun beda agama.
Sebelum ngadaang paum nike gek, bapak sudah mencari tahu nak
engken bise ada masalah kene. Ternyata ade ne mem-provokator
gek. Anak ne dadi provokator ne to anak ne merasa sing demen
nolih rage umat Hindu ajak umat Kristen to rukun. Be baang
penjelasan keto, nu masih teruna-teruna Hindu ne membantah.
Akhirne rage ngae musyawarah jak onyang, dan hasilne rage
setuju seka gong nike dados anggo ajak umat Hindu atau umat
Kristen jika diperlukan dengan menyesuaikan pemain saat acara
berlangsung. Keputusan nike berlangsung kanti jani gek.” (“Sudah
begitu, bapak langsung mengajak semua anggota seka gong dan
pengurus banjar untuk rapat. Dalam rapat, pemuda-pemuda Hindu
mengatakan akan keluar dari seka gong bila pemuda-pemuda
Kristen tetap bergabung menjadi anggota. Sebelum kami membuat
keputusan, bapak memberikan pengertian terlebih dulu bahwa dari
awal seka gong tersebut dibuat untuk Banjar Penataran Bujak
secara keseluruhan bukan hanya untuk umat Hindu, jadi siapa saja
boleh bergabung, siapa saja boleh ikut tampil walaupun berbeda
agama. Sebelum melaksanakan rapat, bapak sudah mencari tahu
apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang membuat masalah ini
muncul. Ternyata ada yang mem-provokator. Yang menjadi
provokator itu adalah orang yang tidak suka melihat umat Hindu
dan Kristen rukun. Penjelasan seperti itu sudah bapak berikan, tapi
masih juga dibantah oleh pemuda-pemuda Hindu. akhirnya kami
mengadakan musyawarah dan hasilnya adalah seka gong tersebut
boleh digunakan oleh umat Hindu atau umat Kristen jika
diperlukan dengan menyesuaikan pemain saat acara berlangsung.
Keputusan itu berlaku sampai sekarang.”)
Pada akhirnya, konflik yang terjadi antara umat Hindu dan umat
Kristen pun bisa diselesaikan dengan baik. Umat Hindu mau menerima
12
Wawancaradengan salah satu tokoh masyarakat Hindu, Bapak Made Oka Adnyana pada tanggal
15 Februari 2016 pukul 14.00 WITA di rumah Bapak Made Oka Adnyana
7
kehadiran umat Kristen dan memberikan ijin untuk membangun sebuah
gereja disana. Umat Kristen pun sudah diberikan tanah kubur, sudah ikut
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di banjar dan tidak dipandang
sebagai kaum minoritas. Sampai sekarang, tidak ada konflik yang terjadi
di antara dua agama ini. Mereka hidup saling tolong menolong, saling
menghargai, menghormati tanpa memandang agama. Mereka bahkan
saling terlibat dalam urusan agama tanpa merasa takut.
Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan dari Bapak Made Oka
Adnyana yang merupakan salah satu tokoh masyarakat Hindu 13,
“Men jani bentuk kerukunan bek masih. Misalne rage nak
Kristen terus nike dilibatkan dalam kepengurusan banjar,
kepengurusan suka duka, subak, dan lain-lain gek. Selain itu umat
dini nak saling nguopin misalne ade acara nganten atau kematian
gek. Jek konden rage ngorahang atau ngidih tulung nguopin be ye
banjare teka nulungin, ne masih tetangga-tetangga teke, pokokne
kebersamaan dini to kuat gek.” (“Kalau sekarang bentuk
kerukunan banyak. Misalnya kami orang Kristen selalu dilibatkan
dalam kepengurusan banjar, kepengurusan suka duka, subak, dan
lain-lain. Selain itu umat disini saling membantu misalnya ada
acara pernikahan arau kematian. Sebelum yang memiliki acara
memberitahu dan memunta tolong, semua masyarakat banjar
sudah datang untuk menolong, tetangga-tetangga juga datang,
pokoknya kebersamaan disini itu kuat.”)
Hal diatas sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Pace van
Devender (Cangara, 2014:201), dimana menurutnya, untuk mengatasi
konflik, perbedaan yang ada harus di-manage menjadi kompetitif yang
sehat (healthy competition), kerjasama (collaboration), dan saling
melengkapi (complementation). Salah satu cara untuk menyelesaikan
konflik adalah melalui komunikasi.
Kerukunan yang tercipta hingga saat ini diantara dua umat yang
pada awalnya susah menerima kehadiran salah satunya membuat penulis
ingin melakukan penelitian tentang bagaimana strategi yang dilakukan
untuk menjaga kerukunan tersebut.
13
Wawancaradengan salah satu tokoh masyarakat Hindu, Bapak Made Oka Adnyana pada tanggal
15 Februari 2016 pukul 14.00 WITA di rumah Bapak Made Oka Adnyana
8
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin meneliti
bagaimana strategi komunikasi umat Hindu dan umat Kristen dalam
menjaga kerukunan di Banjar Penataran Bujak, Sepang Kelod, Singaraja,
Bali?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan strategi
komunikasi umat Hindu dan umat Kristen dalam menjaga kerukunan di
Banjar Penataran Bujak, Sepang Kelod, Singaraja, Bali
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1
MANFAAT PRAKTIS
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah menjadi masukan
bagi desa lain untuk mencegah konflik serupa terjadi, juga
menangani konflik yang sudah terjadi dan menjaga kerukunan
antar umat beragama
1.4.2
MANFAAT TEORITIS
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menambah kajian
komunikasi antarbudaya serta memperkaya kajian ilmu komunikasi
mengenai strategi komunikasi
1.5 BATASAN PENELITIAN
Penelitian berjudul ”Strategi Komunikasi Umat Hindu dan Umat Kristen
Dalam Menjaga Kerukunan di Banjar Penataran Bujak, Sepang Kelod,
Singaraja, Bali” ini menggunakan beberapa konsep yang dijadikan acuan
sebagai kerangka analisis, yaitu:
a. Strategi Komunikasi
: Menurut Middleton (Cangara, 2014:64),
strategi komunikasi adalah kombinasi yang terbaik dari semua elemen
komunikasi mulai dari komunikator, pesan, saluran (media), penerima sampai
9
pada pengaruh (efek) yang dirancang untuk mencapai tujuan komunikasi yang
optimal.
b. Kerukunan umat beragama
: Kerukunan umat beragama yaitu hubungan
sesama umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian,
saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraanpengamalan ajaran
agamanya dan kerjasama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara 14.
14
http://www.academia.edu/9010766/PENGERTIAN_KERUKUNAN_UMAT_BERAGAMA
diunduh pada tanggal 12 September 2015
10