T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaturan CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Against Women) dalam Hukum Positif Indonesia T1 BAB II

BAB II PEMBAHASAN

II.1.TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep HAM Utama

1.1 Pemahaman Hak Asasi Manusia

  Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi.

  Di dalam Mukadimah Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang telah disetujui dan diumumkan oleh Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 217 A (III) tanggal 10 Desember 1948 terdapat pertimbangan-pertimbangan berikut :

  1. Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di dunia.

  2. Menimbang bahwa mengabaikan dan memandang rendah hak-hak asasi manusia telah mengakibatkan perbuatan-perbuatan bengis 2. Menimbang bahwa mengabaikan dan memandang rendah hak-hak asasi manusia telah mengakibatkan perbuatan-perbuatan bengis

  3. Menimbang bahwa hak-hak asasi manusia perlu dilindungi oleh peraturan hukum supaya orang tidak akan terpaksa memilih pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang kealiman dan penindasan.

  4. Menimbang bahwa pembangunan hubungan persahabatan antara negara-negara perlu digalakkan.

  5. Menimbang bahwa bangsa-bangsa dari Perserikatan Bangsa-Bangsa

  sekali lagi telah menyatakan di dalam Piagam Perserikatan Bangsa- Bangsa kepercayaan mereka akan hak-hak dasar dari manusia, akan martabat dan nilai seseorang manusia dan akan hak-hak yang sama dari pria maupun wanita, dan telah bertekad untuk menggalakkan kemajuan sosial dan taraf hidup yang lebih baik di dalam kemerdekaan yang lebih luas.

  6. Menimbang bahwa Negara-Negara Anggota telah berjanji untuk mencapai kemajuan dalam penghargaan dan penghormatan umum terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan asasi, dengan bekerjasama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

  7. Menimbang bahwa pengertian umum tentang hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut sangat penting untuk pelaksanaan yang sungguh-sungguh dari janji ini secara benar.

  Dengan pertimbangan yang disebutkan diatas maka, Majelis Umum PBB menyatakan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia ini merupakan suatu pelaksanaan umum yang baku bagi semua bangsa dan negara. Setiap orang dan setiap badan dalam masyarakat perlu senantiasa mengingat pernyataan ini dan berusaha, dengan cara mengajar dan mendidik, untuk mempertinggi penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini dan, melalui tindakan-tindakan progresif secara nasional maupun internasional, menjamin pengakuan dan pelaksanaan hak-hak dan kebebasan-kebebasan itu secara umum dan efektif oleh bangsa-bangsa dari negara-negara anggota maupun dari daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan hukum mereka.

  Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, menjelaskan pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang,

  demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. 1

  1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

  Kemudian dalam Pasal 1 angka (6) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, menjelaskan definisi dari Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang- undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan

  mekanisme hukum yang berlaku. 2

  Adapun Instrumen HAM terdiri dari: 3

  1. Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “ Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” Selanjutnya dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa: “…susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan pada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permuswaratanperwakilan dengan mewujudkan suatu Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”

  2. Pada tanggal 13 November 1998 Majelis Permusyawaratn Rakyat (MPR) mengambil keputusan yang penting artinya bagi pemajuan, penghormatan,

  2 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

  3 Achie Sudiarti Luhulima, CEDAW Menegakkan Hak Asasi Perempuan, Yayasan Obor Indonesia: 2014, hlm 45.

  dan penegakan Hak Asasi Manusia, yaitu dengan mensahkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVIIMPR1998 tentang Hak Asasi Manusia yang lampirannya memuat “Pandangan dan Sikap Bangsa Indonesia terhadap Hak Asasi Manusia” (Lampiran Angka I) dan “Piagam Hak Asasi Manusia” (Lampiran Angka II). Konsideran Ketetapan MPR Nomor XVIIMPR1998 tersebut menyatakan antara lain, “bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia telah mengamanatkan pengakuan, penghormatan, dan hendak bagi pelaksanaan hak asasi manusia dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat dunia patut menghormati hak asasi manusia yang termaktub dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration Of Human Rights) dan berbagai instrument Internasional lainnya mengenai hak asasi manusia “ (Lampiran I B (Landasan), angka 2).

  3. Sangat penting ialah dirumuskan dan ditambahkannya Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, meliputi Pasal 28A-28J, dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  4. Diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 tahun 1984, tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women).

  5. Diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Bagian kesembilan, meliputi Pasal 45-51 5. Diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Bagian kesembilan, meliputi Pasal 45-51

  Upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi HAM, menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah, bahkan negara. Jadi dalam memenuhi dan menuntut hak tidak terlepas dari pemenuhan kewajiban yang harus dilaksanakan. Begitu juga dalam memenuhi kepentingan perseorangan tidak boleh merusak kepentingan orang banyak (kepentingan umum). Karena itu pemenuhan, perlindungan dan penghormatan terhadap HAM harus diikuti dengan kewajiban asas manusia dan tanggung jawab asasi manusia

  dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, dan bernegara. 4

1.2 Pemahaman HAM Utama

a. Pelanggaran Dan Penegakan HAM Di Indonesia

  Sejalan dengan amanat Konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hak pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan, baik dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya. Sesuai dengan pasal 1 (3), pasal 55, dan 56 Piagam PBB upaya pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui sutu konsep kerja sama internasional yang berdasarkan pada prinsip saling menghormati, kesederajatan, dan hubungan antar Negara serta hukum internasional yang berlaku.

  4 Robert Audi dalam Majda El-Muhtaj, 2005, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi- konstitusiIndonesia, Kencana: Jakarta, hal. 50.

  Program penegakan hukum dan HAM meliputi pemberantasan korupsi, anti terorisme, serta pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif dan konsisten. Kegiatan- kegiatan pokok penegakan hukum dan HAM meliputi hal-hal berikut:

  1. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009 sebagai gerakan nasional.

  2. Peningkatan efektifitas dan penguatan lembaga institusi hukum ataupun lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia.

  3. Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga Negara di depan hukum melalui keteladanan kepala Negara beserta pimpinan lainnya untuk memetuhi menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten serta konsekuen.

  4. Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat berjalan sewajarnya.

  Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana, Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi.

  5. Peningkatan penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat lainnya.

  6. Penyelamatan barang bukti kinerja berupa dokumen atau arsiplembaga Negara serta badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.

  7. Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektifitas penegakan hukum dan HAM.

  8. Pengembangan system manajemen kelembagaan hukum yang transparan.

  9. Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum yang lebih sederhana, cepat, dan tepat serta dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.

  Adapun Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM yang coba disebutkan dalam penelitian ini, yaitu:

  1. Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.

  2. Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.

  3. Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.

  4. Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.

  5. Kasus Babe yang telah membunuh anak-anak yang berusia di atas 12 tahun, yang artinya hak untuk hidup anak-anak tersebut pun hilang

  6. Masyarakat kelas bawah mendapat perlakuan hukum kurang adil, bukti nya jika masyarakat bawah membuat suatu kesalahan misalkan mencuri sendal proses hukum nya sangat cepat, akan tetapi jika masyarakat kelas atas melakukan kesalahan misalkan korupsi, proses hukum nya sangatlah lama.

  7. Kasus Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di luar negeri mendapat penganiayaan dari majikannya.

  8. Kasus pengguguran anak yang banyak dilakukan oleh kalangan muda mudi yang kawin diluar nikah.

b. Relevansi HAM DAN CEDAW

  Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM) adalah sebuah bentuk perangkat hukum yang universal. Tetapi, kaum perempuan merasa bahwa deklarasi tersebut belum sepenuhnya mampu menjamin kepentingan mereka. Bahkan, kaum feminis menyatakan bahwa deklarasi tersebut tidak berperspektif keadilan gender. Berbagai kasus seperti perkosaan di wilayah konflik, mutilasi genital, kekerasan domestik, dan diskriminasi pekerjaan misalnya, tidak bisa ditangani hanya oleh deklarasi

  HAM. Untuk mengatasi berbagai problem tersebut, mereka menoleh pada CEDAW.

  Convention on the elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) adalah salah satu konvensi utama internasional Hak Asasi Manusia. Berdasarkan resolusi Mahkamah Umum No. 34180 tanggal 18 Desember tahun 1979, CEDAW terbuka untuk diadopsi dan diratifikasi oleh negara anggota PBB. Tiga tahun kemudian CEDAW, yang memuat 30 pasal, secara formal dinyatakan sebagai dokumen internasional (entry into force) tertanggal 3 September tahun 1981.CEDAW sendiri telah diratifikasi Indonesia dengan UU No. 7 tahun 1984 tanggal 24 Juli tahun 1984. Namun, Indonesia mereservasi pasal 29 ayat (1) dengan pengertian bahwa Indonesia tidak mengakui suatu mekanisme abritrase maupun penyelesaian di Pengadilan Internasional, jika terdapat problematika interpretasi isi konvensi dengan negara lain.

  CEDAW pada dasarnya memiliki tiga prinsip utama. Pertama, prinsip persamaan menuju persamaan substantif yakni memandang persamaan hak lelaki dan perempuan. Kedua, prinsip anti diskriminasi terutama diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dalam pemenuhan kebebasan-kebebasan dasar dan Hak Asasi Manusia. Ketiga, prinsip kewajiban negara bahwa negara peserta adalah aktor utama yang memiliki tanggungjawab untuk memastikan terwujudnya persamaan hak laki-laki dan perempuan dalam menikmati semua hak ekonomi, sosial, budaya, sipil dan politik.

  Ringkasnya prinsip persamaan substantif yang dianut oleh CEDAW adalah: Pertama, Langkah-langkah untuk merealisasikan hak-hak perempuan yang ditujukan untuk mengatasi kesenjangan, adanya perbedaan atau keadaan yang merugikan perempuan. Kedua, Persamaan substantif dengan pendekatan koreksi merupakan langkah khusus agar perempuan memiliki akses dan menikmati manfaat yang sama seperti halnya lelaki pada kesempatan dan peluang yang ada. Ketiga, CEDAW mewajibkan pemerintah untuk melaksanakan kebijakan dengan prinsip-

  prinsip sebagai berikut : 5

  (a) Persamaan kesempatan bagi laki-laki maupun perempuan. (b) Persamaan laki-laki dan perempuan untuk menikmati manfaat

  dan penggunaan kesempatan itu yang berarti bahwa laki-laki dan perempuan menikmati manfaat yang samaadil.

  (c) Hak hukum yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam

  kewarganegaraan, perkawinan dan hubungan keluarga dan perwalian atas anak.

  (d) Persamaan kedudukan dalam hukum dan perlakuan yang sama

  di depan hukum. Sementara itu, Prinsip Anti Diskriminasi dimuat dalam pasal 1 CEDAW sebagai berikut:

  "Demi tujuan konvensi ini, maka istilah „diskriminasi terhadap perempuan‟ akan berarti pembedaan, pengesampingan, atau

  5 A. Patra M. Zen, “CEDAW: Apa Manfaat dan Maknanya bagi Kita?” Makalah pada

  "Pelatihan HAM berperspektif jender" Puncak , 17-21 Desember 2002.

  pembatasan, yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang mempunyai pengaruh atau tujuan mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penjaminan atau penggunaan Hak Asasi Manusia dan kebebasan pokok kaum perempuan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau bidang lainnya, terlepas dari status perkawinan mereka,

  atas dasar kesetaraan antara laki-laki dan perempuan." 6

2. HAM Dalam CEDAW

  2.1 Konvensi CEDAW

  Pada tanggal 24 Juli 1948 diundangkan Undang-undang Republik Indonesia No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (CEDAW). Dalam Pasal 1 UU tersebut dinyatakan pengesahan Konvensi dengan persyaratan (reservation) terhadap Pasal

  29 ayat (1) tentang penyelesaian perselisihan mengenai penafsiran atau penerapan konvensi. Pasal 29 ayat (1) CEDAW berbunyi “Setiap perselisihan antara dua atau lebih negara-negara mengenai penafsiran atau penerapan konvensi ini yang tidak diselesaikan melalui perundingan, diajukan untuk arbitrase atas permohonan oleh salah satu di antara negara-negara tersebut).

  Perubahan fundamental yang perlu dilakukan selain perubahan hukum yang sering ditentang oleh mereka yang mengklaim diri sebagai otoritas patriarkhi, proses penciptaan hukum sering kali hanya milik penguasa dan elite tertentu.

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskiriminasi terhadap wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimanation Against Women), Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women).

  Substansi hukum yang belum spesifik gender akan membawa dampak di tingkat implementasi dalam konteks kinerja, di jajaran tata peradilan pidana, maupun badan lainya sebagai pelaksana hukum. Realitas sosial membuktikan antara perempuan dengan laki-laki mempunyai kebutuhan dan pengalaman yang berbeda dalam keseharian di masyarakat. Sudah semestinya bila substansi hukum lebih aspiratif dengan pengalaman dan kepentingan perempuan yang selama ini kurang

  diperhitungkan. 7

  Hukum Internasional memang pada akhirnya mulai menyadari pentingnya sebuah struktur untuk mencegah diskriminasi. CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Diskrimination against Women) merupakan langkah maju untuk bukan saja secara pasif memaparkan pasal-pasalnya. Namun juga secara aktif melakukan perbaikan bahasa (corrective language ) bahasa hukum yang secara tegas memihak kepada hak asasi perempuan. Perbaikan bahasa tersebut penting untuk menunjukkan dan memantapkan peranan pergerakan perempuan dalam setiap langkah implementasi CEDAW. CEDAW punya intervensi dalam membawa perempuan dalam arena perbincangan hak. Ketika pemerintah telah meratifikasi CEDAW, maka artinya pemerintah telah melakukan kontrak sosial dengan perempuan. CEDAW digunakan sebagai alat untuk selalu menagih pemerintah berada dalam jalur HAM.

  CEDAW merupakan perjanjian internasional yang paling komprehensip tentang hak asasi perempuan yang menetapkan kewajiban yang mengikat kepada negara peserta untuk secara hukum mengakhiri diskriminasi terhadap perempuan,

  7 Achie Sudiarti Luhulima, CEDAW Menegakkan Hak Asasi Perempuan, Yayasan Obor Indonesia: 2014, hlm 53.

  menyatakan persamaan hak sipil, politik ekonomi, sosial budaya antara laki-laki dan perempuan serta menetapkan bahwa diskriminasi terhadap perempuan harus dihapuskan melalui langkah langkah umum, program, serta kebijakan-kebijakan.

  Pada tanggal 18 Desember tahun 1979, majelis umum PBB menyetujui sebuah rancangan konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Majelis umum PBB mengundang negara-negara anggota PBB untuk meratifikasinya.

  Konvensi ini kemudian dinyatakan berlaku pada tahun 1981 setelah 20 negara menyetujui. Disetujuinya Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan yang selanjutnya disebut Konvensi Perempuan, merupakan puncak dari upaya Internasional dalam dekade perempuan yang ditujukan untuk melindungi dan mempromosikan perempuan diseluruh dunia. Ini merupakan hasil dari inisiatif yang diambil oleh komisi kedudukan perempuan (United States Commission on the Status of women), sebuah badan yang dibentuk pada tahun 1974 oleh PBB untuk mempertimbangkan dan menyusun kebijakan-kebijakan yang akan dapat meningkatkan posisi perempuan.

3. Pengawasan Terhadap CEDAW

  Pengawasan HAM dibagi dua, yaitu pengawasan di tingkat nasional dan tingkat internasional. Di tingkat nasional, pengawasan dilakukan antara lain oleh:

  a. Lembaga pemerintah termasuk Polisi;

  b. Komisi Nasional HAM, Komnas Perempuan dan Komnas Anak;

  c. Lembaga Swadaya Masyarakat; c. Lembaga Swadaya Masyarakat;

  e. Dewan Perwakilan Rakyat;

  f. Media Masa;

  g. Organisasi Profesi seperti IDI dan Peradi;

  h. Organisasi Keagamaan;

  i. Pusat Kajian di Universitas.

  Badan pengawasan konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women) adalah Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Committee on Eliminations Discrimination against Women). Pengawasan ini berfungsi untuk menginventarisasi secara periodik dan sistematik terhadap kemajuan yang telah dicapai oleh negara-negara terkait dengan pelaksanaan kewajiban yang terdapat di dalam konvensi. Pengawasan ditujukan agar terjadi dialog antara komite HAM terkait dengan negara-negara peserta yang bertujuan untuk membantu transformasi konvensi HAM internasional kedalam perundang-undangan nasional serta membantu pelaksanaan

  kewajiban yang harus dilakukan oleh negara. 8

  Selain badan pengawasan sebagai badan yang mengawasi tindak diskriminasi terhadap perempuan, diperlukannya merujuk pada Asas-Asas dari CEDAW yang akan memperjelaskan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan adalah sama.

  8 Hak Asasi manusia, Instrumen Hukum Untuk Mewujudkan Keadilan Gender, Kelompok Kerja Convention Watch dan Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2012, hlm 33.

  Dalam mukadimah dinyatakan asas-asas konvensi antara lain : 9

  1. Keyakinan atas hak asasi manusia, atas martabat, dan nilai pribadi manusia, dan atas persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.

  2. Semua manusia dilahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak, dan bahwa tiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang di muat didalamnya, tanpa perbedaan apapun, termasuk perbedaan berdasarkan jenis kelamin

  3. Adanya jaminan hak yang sama laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak ekonomi, social, politik, budaya, dan sipil.‟

  4. Diskriminasi terhadap perempuan melanggar asas-asas persamaan hak dan penghargaan terhadap martabat manusia; menghambat partisipasi perempuan dalam kehidupan politik, social, ekonomi, dan budaya; Menghambat pertumbuhan kemakmuran masyarakat dan keluarga; menambah sukarnya perkembangan sepenuhnya dari potensi perempuan dalam pengabdiannya pada negara dan kemanusiaan.

  5. Sumbangan besar perempuan pada kesejahteraan keluarga dan pembangunan masyarakat, peranan kedua orangtua dalam keluarga dan dalam membesarkan anak-anak, bahwa peranan perempuan dalam memperoleh keturunan hendaknya jangan menjadi dasar diskriminasi, akan tetapi bahwa membesarkan anak-anak mewajibkan berbagi tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan dan masyarakat secara keseluruhan.

  9 Achie Sudiarti Luhulima, CEDAW Menegakkan Hak Asasi Perempuan, Penerbit: Yaysan Pustaka Obor Indonesia, 2014, hlm 40.

  6. Diperlukan perubahan pada peranan tradisional laki-laki maupun perempuan dalam masyarakat dan keluarga, untuk mencapai kesetaraan sepenuhnya antara laki-laki dan perempuan.

  7. Bertekad untuk melaksanakan asas-asas yang tercantum dalam Deklarasi Mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan, dan untuk maksud itu melaksanakan langkah tindak yang diperlukan untuk menghapus diskriminasi dalam segala bentuk dan manifestasinya.

  3.1 Prinsip-Prinsip CEDAW

  a. CEDAW menekankan pada kesetaraan dan keadilan (equality and equity) antara perempuan dan laki-laki, yaitu persamaan dalam hak, kesetaraan dalam kesempatan dan akses serta persamaan hak untuk menikmati manfaat di segala bidang kehidupan dan segala kegiatan.

  CEDAW mengakui bahwa : 10

  1. Ada perbedaan biologis atau kodrati antara perempuan dan laki-laki;

  2. Ada perlakuan yang berbasis gender yang mampu mengakibatkan kerugian terhadap perempuan. Kerugian itu berupa subordinasi kedudukan dalam keluarga dan masyarakat, maupun pembatasan kemampuan dan kesempatan dalam memanfaatkan peluang yang ada. Peluang itu berupa untuk tumbuh berkembang secara optimal, secara menyeluruh dan terpadu peluang untuk berperan dalam pembangunan

  10 Direktoral Jenderal Hak Asasi Manusia, Pedoman Pemenuhan Hak Asasi Perempuan,Edisi kedua, 2011.

  di semua bidang dan tingkat kegiatan, peluang untuk menikmati manfaat yang sama dengan laki-laki dari hasil-hasil pembangunan, dan peluang untuk mengembangkan potensinya secara optimal;

  3. Ada perbedaan kondisi dan posisi antara perempuan dan laki-laki, di mana perempuan ada dalam kondisi dan posisi yang lebih lemah mengalami diskriminasi karena mengalami diskriminasi atau menanggung akibat karena perlakukan diskriminatif atau karena lingkungan keluarga dan masyarakat tidak mendukung kemandirian perempuan.

  Gender diartikan sebagai arti social yang diberikan kepada perbedaan jenis kelamin terhadap setiap orang. Hal demikain adalah konstruksi ideologi dan budaya, akan tetapi digunakan juga untuk realm of material practices, sehingga mampu mempengaruhi hasil dari praktik semacam itu. Meskipun terdapat berbagai variasi dalam berbagai budaya dan waktu, hubungan gender di seluruh dunia mencerminkan kekuasaan yang tidak seimbang (asymmetry of power) antara laki-laki dan perempuan sebagai suatu ciri yang persuasive. Dengan demikian, gender adalah suatu stratifikasi social, dan dalam arti ini adalah sama dengan strafikasi lain seperti ras, kelas, etnis, seksualitas, dan umur.

  Maka pada umumnya gender dapat diartikan atau dipahami sebagai suatu pengertian yang mengacu pada atribut social dan kesempatan yang berhubungan dengan keberadaan seseorang sebagai perempuan atau laki-laki dan hubungan laki-laki dan perempuan , antara anak laki-laki dan anak perempuan, melalui Maka pada umumnya gender dapat diartikan atau dipahami sebagai suatu pengertian yang mengacu pada atribut social dan kesempatan yang berhubungan dengan keberadaan seseorang sebagai perempuan atau laki-laki dan hubungan laki-laki dan perempuan , antara anak laki-laki dan anak perempuan, melalui

  b. Dengan memperhatikan keadaan dan kondisi itu, CEDAW menetapkan prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan untuk menghapus kesenjangan, subordinasi serta tindakan yang merugikan kedudukan dan peran perempuan dalam hukum, keluarga, dan masyarakat. Prinsip-prinsip yang dianut oleh CEDAW perlu dipahami untuk dapat menggunakan Konvensi sebagai alat untuk advokasi. Prinsip-prinsip itu saling keterkaitan, saling memperkuat dan tidak dapat dipisah-pisahkan.

  c. Konsep CEDAW didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

  1. Prinsip Persamaan (Kesetaraan dan Keadilan) Substantif 11

  Secara ringkas prinsip persamaan substantif yang dianut Konvensi Perempuan yakni:

  a. Langkah-tindak merealisasikan hak perempuan yang ditujukan untuk mengatasi adanya perbedaan, disparitaskesenjangan atau keadaan yang merugikan perempuan;

  b. Langkah-tindak melakukan perubahan lingkungan, sehingga perempuan mempunyai kesempatan dan akses yang sama dengan laki-laki serta menikmati manfaat yang sama;

  11 Sulistyowati Irianto, Perempuan dan Hukum Menuju Hukum yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan , Penerbit: Yayasan Obor Indonesia, 2008 hlm 87.

  c. Konvensi perempuan mewajibkan negara untuk mendasarkan kebijakan dan langkah-tindak pada prinsip-prinsip, kesempatan yang sama baik perempuan dan laki-laki, akses yang sama bagi perempuan dan laki-laki, perempuan dan laki-laki menikmati manfaat yang sama dari hasil-hasil menggunakan kesempatan dan akses tersebut.

  d. Hak hukum yang sama bagi perempuan dan laki-laki dalam kewarganegaraan, dalam perkawinan dan hubungan keluarga, dalam perwalian anak.

  e. Persamaan kedudukan dalam hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.

  2. Prinsip Anti Diskriminasi

  Definisi dikriminasi tercantum dalam Pasal 1 Konvensi Perempuan, “Istilah tersebut mengandung makna setiap pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapus pengakuan, penikmatan, atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, social, budaya, sipil, atau apapun lainnya oleh perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan”

  Pasal 1 Konvensi Perempuan merupakan definisi kerja arti diskriminasi terhadap perempuan.Pasal 1 digunakan untuk melakukan Pasal 1 Konvensi Perempuan merupakan definisi kerja arti diskriminasi terhadap perempuan.Pasal 1 digunakan untuk melakukan

  3. Prinsip Kewajiban (Tanggung Jawab-Akuntabilitas) Negara.

  Menurut Konvensi Perempuan prinsip dasar kewajiban Negara meliputi hal-hal sebagai berikut:

  a. Menjamin hak perempuan melalui hukum dan kebijakan, serta menjamin hasilnya.

  b. Menjamin pelaksanaan praktis dari hak itu melalui langkah-tindak atau aturan khusus sementara, menciptakan kondisi yang kondusif untuk meningkatkan kesempatan dan akses perempuan pada peluang yang ada, dan menikmati manfaat yang samaadil dari hasil menggunakan peluang itu.

  c. Negara tidak saja menjamin tetapi juga merealisasikan hak perempuan

  d. Tidak saja menjamin secara de-jure tetapi juga secara de-facto.

  e. Negara tidak saja harus bertanggung jawab dan mengaturnya di sektor public, tetapi juga melaksanakannya terhadap tindakan orang-orang dan lembaga di sektor privat (keluarga) dan sektor swasta.

4. Penerapam Asas HAM dalam CEDAW Pada Ketentuan Hukum Di Indonesia

  Implementasi CEDAW meski sudah berusia 22 tahun sejak diratifikasi tahun 1984 dalam mengupayakan penghapusan diskriminasi maupun kekerasan terhadap perempuan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun mendesak segera di ratifikasinya Optional Protocol CEDAW sebagai usaha untuk meyakinkan dan lebih jauh menerapkan CEDAW di Indonesia. Optional Protocol CEDAW adalah instrument hak-hak asasi manusia yang melengkapi CEDAW dengan menetapkan dua prosedur tambahan yang bertujuan untuk memberikan kontribusi kepada penerapan domestik (level nasional) dari CEDAW tersebut, yakni prosedur investigasi (inquiry procedure) dan prosedur komunikasi (communication procedure) OP CEDAW menciptakan akses keadilan kepada perempuan di level internasional, khususnya bagi hak perempuan yang telah diabaikan keadilannya di negaranya sendiri. OP CEDAW akan memperkuat mekanisme nasional untuk kemajuan perempuan dan penegakan hak asasi manusia, memperkuat kapasitas nasional untuk menangani diskriminasi terhadap perempuan.

  Pasal 15 CEDAW, menyebutkan :

  1. Negara-negara peserta wajib memberikan kepada wanita persamaan hak dengan pria di muka hukum.

  2. Negara-negara peserta wajib memberikan kepada wanita dalam urusan- urusan sipil kecakapan hak yang sama dengan kaum pria dan kesempatan 2. Negara-negara peserta wajib memberikan kepada wanita dalam urusan- urusan sipil kecakapan hak yang sama dengan kaum pria dan kesempatan

  3. Negara-negara peserta bersepakat bahwa seluruh kontrak dan seluruh dokumen yang mempunyai kekuatan hukum yang ditujukan kepada pembatasan kecakapan hukum bagi wanita, wajib dianggap batal dan tidak berlaku.

  4. Negara-negara peserta wajib memberikan kepada pria dan wanita hak-hak yang sama berkenaan dengan hukum yang berhubungan dengan mobilitas orang-orang dan kebebasan untuk memilih tempat tinggal dan domisili mereka.

  Pasal 16 :

  1. Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang lebih tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap wanita dalam seluruh urusan yang berhubungan dengan perkawinan dan hubungan kekeluargaan atas dasar persamaan antara pria dan wanita, dan khususnya akan menjamin:

  a. Hak yang sama untuk memasuki jenjang perkawinan.

  b. Hak-hak untuk memiliki suami secara bebas dan untuk memasuki jenjang perkawinan hanya dengan persetujuan yang bebas dan sepenuhnya.

  c. Hak dan tanggung jawab yang sama selama perkawinan dan pada pemutusan perkawinan.

  d. Hak dan tanggung jawab yang sama sebagai orang tua terlepas dari status kawin mereka, dalam urusan-urusan yang berhubungan dengan anak-anak mereka. Dalam seluruh kasus kepentingan anak-anaklah yang wajib diutamakan.

  e. Hak yang sama untuk menentukan secara bebas dan bertanggungjawab

  jumlah dan penjarakan kelahiran anak-anak mereka serta memperoleh penerangan, pendidikan dan sarana-sarana untuk memungkinkan mereka menggunakan hak-hak ini.

  f. Hak dan tanggung jawab yang sama berkenaan dengan perwalian, pemeliharaan, pengawasan dan pengangkatan anak atau lembaga- lembaga yang sejenis dimana konsep-konsep ini ada dalam perundang- undangan nasional, dalam seluruh kasus kepentingan anak-anaklah yang wajib diutamakan.

  g. Hak pribadi yang sama sebagai suami isteri, termasuk hak untuk memilih nama keluarga, profesi dan jabatan.

  h. Hak sama untuk kedua suami isteri bertalian dengan pemilikan, peralihan, pengelolaan, administrasi, penikmatan dan memindah tangankan harta benda, baik secara cuma-cuma maupun dengan penggantian berupa uang.

  2. Pertunangan dan perkawinan seorang anak tidak akan mempunyai akibat hukum dan seluruh tindakan yang perlu, termasuk perundang- undangan wajib diambil untuk menetapkan usia minimum untuk perkawinan dan untuk mewajibkan pendaftaran perkawinan di kantor catatan sipil yang resmi. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian tentang kedua pasal tersebut antara lain :

  1) Kedua pasal tersebut mengatur hal yang berbeda. Dalam Pasal 15 diatur mengenai persamaan di muka hukum, sedangkan dalam Pasal 16 diatur mengenai hal-ihwal yang berkaitan dengan perkawinan.

  2) Dalam hal persamaan di muka hukum jelas tercermin dalam prinsip bernegara di Indonesia yang menggariskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Ciri-ciri dari prinsip rule of law antara lain sebagai berikut:

  a. Pengakuan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan.

  b. Peradilan yang bebas tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan atau kekuatan apapun juga.

  c. Legalitas dalam arti segala bentuknya. Negara hukum keberadaannya dan mekanisme negara itu tidak dijalankan sewenang-wenang, melainkan atas dasar hukum. Dalam negara hukum yang demokratis, hukum itu dibuat dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi merupakan penjelmaan dari aspirasi dan kesadaran serta cita hukum rakyat. Sejak diberlakukan kembali UUD 1945 setelah Dekrit Presiden

  5 Juli tahun 1959, praktis secara yuridis UUD 1945 belum pernah mengalami perubahan. Walaupun dalam dataran praktek ketatanegaraan sejatinya sudah mengalami perubahan berulangkali. Perubahan yang terjadi sebenarnya hanyalah bermakna penafsiran. Artinya pelaksanaan UUD 1945 yang dalam kurun waktu demokrasi pancasila (Orde Baru) harus diletakan secara murni dan konsekuen ternyata hanya sebatas retorika politik dari pemegang kekuasaan dimasing-masing era tersebut. Gerakan reformasi yang digulirkan sejak permulaan tahun 1998 ternyata telah mengubah peta kekuasaan dan sistem ketatanegaraan Indonesia.

  Terkait dalam hal ini, kesakralan UUD 1945 yang pernah dicanangkan oleh rezim kekuasaan Indonesia, mulai diganggu gugat. Pendek kata perubahan suatu konstitusi didalam negara merupakan sebuah keniscayaan. Dengan kondisi yang demikian inilah, maka terjadi paradigma baru dalam wacana politik dan ketatanegaraan Indonesia, yakni dengan lebih membuka diri untuk mengembangkan prinsip-prinsip demokrasi pemerintahan dan penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia.

  Substansi Hukum dan Kebijakan, antara lain :

  a. Keppres nomor 181 tahun 1998 tentang Pembentukan Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang kemudian ditingkatkan menjadi Peraturan Presiden nomor 65 tahun 2005.

  b. UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM Pasal 45 (“Hak Asasi Perempuan adalah Hak Asasi Manusia”).

  c. Indonesia menandatangani Optional Protocol CEDAW tahun 2000.

  d. Amandemen UUD 1945.

  e. Instruksi Presiden 92000 tentang PUG. Sedang disusun RANPUG dan diharapkan dapat dikeluarkan dengan Peraturan Presiden.

  f. RAN PKTP tahun 2001.

  g. Keppres nomor 88 tahun 2002 tentang RAN Penghapusan Perdagangan (Trafikking) Perempuan dan Anak.

  Asas-Asas dalam CEDAW terdiri dari :

  1. Asas Persamaan (Kesetaraan dan Keadilan) Substantif

  Secara ringkas prinsip persamaan substantif yang dianut Konvensi Perempuan

  yakni: yakni:

  b. Langkah-tindak melakukan perubahan lingkungan, sehingga perempuan mempunyai kesempatan dan akses yang sama dengan laki-laki serta menikmati manfaat yang sama;

  c. Konvensi perempuan mewajibkan negara untuk mendasarkan kebijakan dan langkah-tindak pada prinsip-prinsip, kesempatan yang sama baik perempuan dan laki-laki, akses yang sama bagi perempuan dan laki-laki, perempuan dan laki-laki menikmati manfaat yang sama dari hasil-hasil menggunakan kesempatan dan akses tersebut.

  d. Hak hukum yang sama bagi perempuan dan laki-laki dalam kewarganegaraan, dalam perkawinan dan hubungan keluarga, dalam perwalian anak.

  e. Persamaan kedudukan dalam hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.

  2. Asas Anti Diskriminasi

  Definisi dikriminasi tercantum dalam Pasal 1 Konvensi Perempuan, “Istilah tersebut mengandung makna setiap pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapus Definisi dikriminasi tercantum dalam Pasal 1 Konvensi Perempuan, “Istilah tersebut mengandung makna setiap pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapus

  Pasal 1 Konvensi Perempuan merupakan definisi kerja arti diskriminasi terhadap perempuan. Pasal 1 digunakan untuk melakukan identifikasi kelemahan terhadap peraturan perundang-undangan dan kebijakan formal atau netral.

  3. Asas Kewajiban (Tanggung Jawab-Akuntabilitas) Negara.

  Menurut Konvensi Perempuan prinsip dasar kewajiban Negara meliputi hal-

  hal sebagai berikut:

  a. Menjamin hak perempuan melalui hukum dan kebijakan, serta menjamin hasilnya.

  b. Menjamin pelaksanaan praktis dari hak itu melalui langkah-tindak atau aturan khusus sementara, menciptakan kondisi yang kondusif untuk meningkatkan kesempatan dan akses perempuan pada peluang yang ada, dan menikmati manfaat yang samaadil dari hasil menggunakan peluang itu.

  c. Negara tidak saja menjamin tetapi juga merealisasikan hak perempuan

  d. Tidak saja menjamin secara de-jure tetapi juga secra de-facto.

  e. Negara tidak saja harus bertanggung jawab dan mengaturnya di sektor public, tetapi juga melaksanakannya terhadap tindakan orang-orang dan lembaga di sektor privat (keluarga) dan sektor swasta.

  4.1 Hak Konstitusional Perempuan

  Hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif Pasal 28I ayat (2) menyatakan: “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Bunyi pasal ini bisa dipahami bahwa, apabila ada ketentuan atau tindakan yang mendiskriminasikan warga Negara tertentu, maka melanggar Hak Asasi.

  Manusia dan hak konstitusional warga negara, dan bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Oleh karena itu setiap Warga Negara Indonesia yang berjenis kelamin perempuan memiliki hak konstitusional sama dengan Warga Negara Indonesia yang berjenis kelamin laki-laki dan Perempuan juga memiliki hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif karena statusnya sebagai perempuan, ataupun atas dasar perbedaan lainnya.

  Hak untuk mendapat perlakuan khusus Pasal 28H (2) berbunyi: “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Bunyi pasal tersebut dimaksudkan bahwa, perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional harus memperhatikan perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh warga negara. Artinya, agar setiap warga negara memiliki kemampuan yang sama Hak untuk mendapat perlakuan khusus Pasal 28H (2) berbunyi: “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Bunyi pasal tersebut dimaksudkan bahwa, perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional harus memperhatikan perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh warga negara. Artinya, agar setiap warga negara memiliki kemampuan yang sama

  Salah satu kelompok warga negara yang karena kondisinya membutuhkan perlakuan khusus adalah perempuan, perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional tanpa adanya perlakuan khusus, justru akan cenderung mempertahankan diskriminasi terhadap perempuan, sehingga dan tidak akan bisa terwujud keadilan substantif. Keberlakukan hak tersebut bagi perempuan, terlihat dari frase “setiap orang” sebagaimana yang terdapat dalam bunyi pasal-pasal tersebut di atas, sehingga kaum perempuan juga dijamin dan dilindungi hak mereka oleh konstitusi, yaitu Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional warga negara harus dilakukan sesuai dengan kondisi warga negara yang beragam.

  Pada CEDAW dalam Pasal 2, dibaca bahwa negara peserta Konvensi mengutuk diskriminasi terhadap wanita dalam segala bentuknya, bersepakat untuk menjalankan dengan segala cara yang tepat dan tanpa ditunda-tunda, kebijaksanaan menghapus diskriminasi terhadap perempuan, dan untuk tujuan ini berusaha (antara lain, kami mengutip disini beberapa butir saja) yaitu :

  1. Membuat peraturan perundang-undangan yang tepat, dan peraturan- peraturan lainnya, termasuk sanksi-sanksinya di mana perlu, melarang semua diskriminasi terhadap perempuan.

  2. Menegakkan perlindungan hukum terhadap hak-hak perempuan atas dasar yang sama dengan kaum laki-laki dan untuk menjamin melalui pengadilan nasional yang kompeten dan badan-badan pemerintahan lainnya, perlindungan perempuan yang efektif terhadap tiap tindakan diskriminasi.

  3. Tidak melakukan suatu tindakan atau praktek diskriminasi terhadap perempuan, dan untuk menjamin bahwa pejabat-pejabat pemerintah dan lembaga-lembaga negara akan bertindak sesuai dengan kewajiban ini.

  4. Membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk mengubah dan menghapuskan undang-undang, peraturan-peraturan, kebiasaan-kebiasaan dan praktek-praktek yang merupakan diskriminasi terhadap perempuan.

  Walaupun telah jelas-jelas digariskan bahwa harus menjamin supaya perempuan memperoleh perlakuan yang setara dengan laki-laki, fakta- fakta menunjukkan diskriminasi yang berkelanjutan terhadap perempuan. Berbagai hal yang terjadi pada perempuan, yang dapat kita amati, yang beritanya kita baca dalam media masa, malahan berbagai rumusan undang- undang menunjukkan bahwa perlakuan diskriminatif terhadap perempuan masih berlangsung terus.

  Pasal 1 Konvensi Perempuan berbunyi sebagai berikut: “Untuk tujuan konvensi yang sekarang ini, istilah diskriminasi terhadap perempuan berarti setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, Pasal 1 Konvensi Perempuan berbunyi sebagai berikut: “Untuk tujuan konvensi yang sekarang ini, istilah diskriminasi terhadap perempuan berarti setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik,

  Beberapa contoh perlakuan diskriminatif yang meluas adalah gaji yang diterima oleh tenaga kerja perempuan lebih rendah dari yang diterima oleh laki-laki. Kemudian pekerjaan perempuan yang berwujud sebagai curahan waktu yang panjang untuk mengurus rumah tangga, mengurus anak-anak, mengurus berbagai keperluan suami tidak memperoleh penilaian dalam arti tidak diperhitungkan sebagai sumbangan bagi ekonomi rumah tangga. Suami dan anggota lain dari keluarga dapat menghasilkan uang dan tercatat dalam statistik, sedangkan perempuan yang karena kegiatannya memungkinkan suami dan orang lain bekerja dianggap tidak bekerja. Hal lain adalah anggapan bahwa anak laki-laki itu jaminan di hari tua dan anak perempuan bukan. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa investasi keluarga bagi pendidikan anak laki-laki lebih besar dibandingkan dengan investasi bagi pendidikan anak perempuan.

  Hak asasi perempuan, adalah hak yang dimiliki oleh seorang perempuan, baik karena ia seorang manusia maupun sebagai seorang perempuan, dalam khasanah hukum Hak Asasi Manusia dapat ditemui pengaturannya dalam berbagai sistem hukum tentang Hak Asasi Manusia. Dalam pengertian tersebut dijelaskan bahwa pengaturan mengenai pengakuan atas hak seorang perempuan terdapat dalam berbagai sistem hukum tentang Hak Asasi Manusia. Sistem hukum Hak asasi perempuan, adalah hak yang dimiliki oleh seorang perempuan, baik karena ia seorang manusia maupun sebagai seorang perempuan, dalam khasanah hukum Hak Asasi Manusia dapat ditemui pengaturannya dalam berbagai sistem hukum tentang Hak Asasi Manusia. Dalam pengertian tersebut dijelaskan bahwa pengaturan mengenai pengakuan atas hak seorang perempuan terdapat dalam berbagai sistem hukum tentang Hak Asasi Manusia. Sistem hukum

  Khusus mengenai hak-hak perempuan yang terdapat dalam sistem hukum tentang Hak Asasi Manusia dapat ditemukan baik secara eksplisit maupun implisit. Dengan penggunaan kata-kata yang umum terkadang membuat pengaturan tersebut menjadi berlaku pula untuk kepentingan perempuan. Dalam hal ini dapat dijadikan dasar sebagai perlindungan dan pengakuan atas hak-hak perempuan. Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (disingkat sebagai Konvensi Wanita).

  Dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, hak-hak perempuan dilindungi dalam beberapa macam, antara lain :

  1. Hak-hak perempuan di bidang politik dan pemerintahan

  2. Hak-hak perempuan di bidang kewarganegaraan

  3. Hak-hak perempuan di bidang pendidikan dan pengajaran

  4. Hak-hak perempuan di bidang ketenagakerjaan

  5. Hak-hak perempuan di bidang kesehatan

  6. Hak-hak perempuan untuk melakukan perbuatan hukum

  7. Hak-hak perempuan dalam ikatanputusnya perkawinan Hak-Hak Perempuan yang diatur dalam CEDAW yaitu : 12

  1. Hak-hak Sipil dan Politik Perempuan, yaitu:

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskiriminasi terhadap wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimanation Against Women), Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women).

  a. Hak perempuan dalam kehidupan politik dan kemasyarakatan negaranya, khususnya menjamin bagi perempuan atas dasar persamaan.

  b. Untuk memilih dan dipilih;

  c. Untuk berpartispasi dalam perumusan kebijakan pemerintah dan implementasinya;

  d. Untuk memegang jabatan dalam pemerintahan dan melaksanakan segala fungsi pemerintahan di segala tingkat;

  e. Berpartisipasi dalam organisasi-organisasi dan perkumpulan-perkumpulan non pemerintah yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan politik negara.

  2. Hak perempuan untuk mendapat kesempatan mewakili pemerintah mereka pada tingkat internasional dan berpartisipasi dalam pekerjaan organisasi- organisasi internasional ( Pasal 8 CEDAW).

  3. Hak perempuan dalam kaitan dengan Kewarganegaraannya, yang meliputi : ( Pasal 9 CEDAW)

  a. Hak yang sama dengan pria untuk memperoleh, mengubah atau

  mempertahankan kewarganegaraannya;

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Diskriminasi Perempuan Muslim dalam Implementasi Civil Right Act 1964 di Amerika Serikat

3 55 15

Docking Studies on Flavonoid Anticancer Agents with DNA Methyl Transferase Receptor

0 55 1

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3