BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis 1. Pengertian a. Pengertian Persalinan - Rr. MITA ANDRIATI PRATAMA BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis

1. Pengertian

a. Pengertian Persalinan

  Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit (APN, 2008; h. 37).

  Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks, dan diakhiri dengan pelahiran plasenta (Varney, 2007; h .672).

  Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (Manuaba, 2010; h. 164).

  Jadi persalinan dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengeluaran hasil dari konsepsi dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan progresif pada serviks, dan diakhiri dengan pelahiran plasenta yang keluar dari uterus ibu yang cukup bulan dan dapat hidup di luar kandungan.

  Tanda-tanda persalinan menurut (Manuaba, 2010; h. 173) antara lain : 1) Terjadinya his persalinan a) Pinggang terasa nyeri yang menjalar ke depan.

  b) Sifatnya teratur, interfal makin pendek, dan kekuatannya makin besar.

  c) Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks.

  d) Makin beraktifitas kekuatan makin bertambah. 2) Pengeluaran lendir

  Dengan his persalinan terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan : a) Pendataran dan pembukaan.

  b) Pembukaan menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis servikalis lepas.

  c) Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah. 3) Pengeluaran cairan

  Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menyebabkan pengeluaran cairan. Sebagian besar ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap. Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam.

  4) Pada pemeriksaan dalam, dijumpai perubahan serviks (Manuaba, 2010; h. 169) : a) Perlunakan serviks.

  b) Pendataran serviks.

  c) Terjadi pembukaan serviks b. Mekanisme persalinan Mekanisme persalinan adalah gerakan posisi yang dilakukan janin untuk menyesuaikan diri terhadap pelvis ibu (Varney, 2007; h.

  753). Terdapat delapan gerakan posisi dasar yang terjadi ketika janin berada dalam presentasi verteks sefalik. Gerakan tersebut sebagai berikit : 1) Engagement

  Engagement terjadi ketika diameter biparietal kepala janin telah melalui pintu atas panggul.

  2) Penurunan Penurunan terjadi selama persalinan dan oleh karena itu keduanya diperlukan untuk dan terjadi bersamaan dengan mekanisme lainnya. Penurunan merupakan hasil dari sejumlah kekuatan, termasuk kontraksi (yang memperkuat tulang punggung janin, menyebabkan fundus langsung menempel pada bokong) dan pada kala dua, dorongan yang dapat dilakukan ibu karena kontraksi otot- otot abdomennya. 3) Fleksi

  Fleksi merupakan hal yang sangat penting untuk penurunan lebih lanjut. Melalui mekanisme ini, diameter suboksipitobregmatik yang lebih kecil digantikan dengan diameter kepala janin yang lebih besar yang terjadi ketika kepala janin tidak dalam keadaan fleksi sempurna.

  4) Rotasi internal Rotasi internal menyebabkan diameter anteroposterior kepala janin menjadi sejajar dengan diameter anteroposterior pelvis ibu. Paling biasa terjadi adalah oksiput berotasi kebagian anterior pelvis ibu di bawah simfisis pubis.

  5) Pelahiran kepala Pelahiran kepala berlangsung melalui ekstensi kepala untuk mengeluarkan oksiput anterior. Ekstensi harus terjadi ketika oksiput berada di bagian anterior karena kekuatan tahanan pada dasar pelvis yang membentuk sumbu carus, yang mengarahkan kepala ke atas menuju pintu bawah vulva. Daerah suboksipital, atau tengkuk, mengenai bagian bawah simfisis pubis dan bertindak sebagai titik putar. 6) Restitusi

  Restitusi adalah rotasi kepala 45 derajat baik ke arah kanan maupun kiri, bergantung pada arah dari tempat kepala berotasi ke posisi oksiput anterior. 7) Rotasi eksternal

  Rotasi eksternal terjadi pada saat bahu berotasi 45 derajat, menyebabkan diameter bisakromial sejajar dengan diameter anteroposterior pada pintu bawah panggul. 8) Pelahiran bahu dan tubuh dengan fleksi lateral melalui sumbu carus

  Bahu anterior kemudian terlihat pada orifisium vulvovaginal, yang menyentuh di bawah simfisis pubis, bahu posterior kemudian menggembungkan perineum dan lahir dengan fleksi lateral. Setelah bahu lahir, bagian badan yang tersisa mengikuti sumbu carus dan segera lahir. Sumbu carus adalah ujung keluar paling bawah pada lengkung pelvis.janin dan plasenta harus mengikuti lengkung ini agar dapat lahir (Varney, 2007; h. 755).

  c. Proses persalinan Menurut (Sarwono, 2008; h. 297) persalinan dibagi menjadi 4 kala yaitu: 1) Kala I persalinan mulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas, dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang progesif. Kala satu persalinan selesai ketika serviks sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm) sehingga memungkinkan kepala janin lewat. Kala I disebut stadium pendataran dan dilatasi serviks.

  2) Kala II persalinan dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap, dan berakhir ketika janin sudah lahir. Kala II disebut stadium ekspulsi janin. 3) Kala III persalinan dimulai segera setelah janin lahir, dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin. Kala III disebut juga sebagai stadium pemisahan dan ekspulsi plasenta. 4) Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 2 jam setelah melahirkan (Saifuddin, 2002; h. 21).

  d. Asuhan persalinan normal Dasar asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi.

  Tujuan asuhan persalinan normal adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal.

  Kegiatan yang tercakup dalam asuhan persalinan normal, adalah sebagai berikut : 1) Secara konsisten dan sistemik menggunakan praktik pencegahan infeksi, misalnya mencuci tangan secara rutin, menggunakan sarung tangan sesuai dengan yang diharapkan, menjaga lingkungan yang bersih bagi proses persalinan dan kelahiran bayi, serta menerapkan standar proses peralatan. 2) Memberikan asuhan rutin dan pemantauan selama persalinan dan setelah bayi lahir, termasuk penggunaan patograf.

  3) Memberikan asuhan sayang ibu secara rutin selama persalinan, pascapesalinan, dan nifas, termasuk menjelaskan kepada ibu dan keluarganya mengenai proses kelahiran bayi dan meminta para suami dan kerabat untuk turut berpatisipasi dalam proses persalinan dan kelahiran bayi. 4) Menyiapkan rujukan bagi setiap ibu bersalin atau melahirkan bayi. 5) Menghindari tindakan-tindakan berlebihan atau berbahaya, seperti episiotomi rutin, amniotomi, kateterisasi, dan penghisapan lendir secara rutin sebagai upaya untuk mencegah perdarahan pascapersalinan.

  6) Memberikan asuhan bayi baru lahir, termasuk mengeringkan dan menghangatkan tubuh bayi, memberi ASI secara dini, mengenal sejak dini komplikasi dan melakukan tindakan yang bermanfaat secara rutin.

  7) Memberikan asuhan dan pemantauan ibu dan bayi baru lahir, termasuk dalam masa nifas dini secara rutin. Asuhan ini akan memastikan ibu dan bayinya berada dalam kondisi aman dan nyaman, mengenal sejak dini komplikasi pasca persalinan dan mengambil tindakan yang sesuai dengan kebutuhan. 8) Mengajarkan kepada ibu dan keluarganya untuk mengenali secara dini bahaya yang mungkin terjadi selama masa nifas dan pada bayi baru lahir. 9) Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan (Sarwono, 2008; h. 335).

  e. Komplikasi pada persalinan 1) Kasus perdarahan

  Dapat bermanifestasi mulai dari perdarahan berwujud bercak, merembes, sampai syok.

  2) Infeksi dan sepsis Mulai dari pengeluaran cairan pervaginam yang berbau, air ketuban hijau, demam, sampai syok.

  3) Persalinan macet Yaitu apabila kemajuan persalinan tidak berlangsung sesuai dengan batas waktu yang normal, tetapi kasus persalinan macet ini dapat merupakan manifestasi ruptura uteri.

  4) Hipertensi dan pre-eklampsia/eklamsi Mulai dari keluhan sakit/pusing kepala, bengkak, penglihatan kabur, kejang, sampai koma/pingsan/tidak sadar (Sarwono, 2008; h. 392).

  f. Pengertian Anemia Menurut Varney (2007; h. 623) anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan konsentrasi hemoglobin di dalam sirkulasi darah.

  Anemia didefinisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit dibawah batas normal (Sarwono, 2008; h. 775).

  g. Etiologi Berikut adalah pengategorian etiologi anemia berdasarkan ukuran sel darah merah :

  1) Anemia mikrositik

  a) Kekurangan zat besi

  b) Talasemia

  c) Gangguan hemoglobin E

  d) Keracunan timah

  e) Penyakit kronis (infeksi, tumor) 2) Anemia Normositik

  a) Sel darah merah yang hilang atau rusak meningkat

  b) Gangguan hemolisis darah

  c) Penurunan produksi sel darah merah

  d) Ekspansi-berlebihan volume plasma pada kehamilan dan hidrasi berlebihan.

  3) Anemia makrositik

  a) Kekurangan vitamin B12

  b) Kekurangan asam folat

  c) Hipotiroid

  d) Kecanduan alkohol e) Penyakit hati dan ginjal kronis (Varney, 2007; h.624).

  Anemia kekurangan Zat Besi Anemia kekurangan zat besi termasuk dalam kategori mikrositik dan merupakan penyebab utama anemia pada kehamilan.

  Kemungkinan penyebabnya adalah pola diet dan perdarahan kronis, dengan kasus terbanyak disebabkan oleh kekurangan asupan makanan (Varney, 2008; h. 624). Dampak nutrisi yang tidak adekuat dapat menimbulkan berbagai gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim. Perbaikan nutrisi diet tinggi protein, rendah garam, lemak dan karbohidrat dibutuhkan agar menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan yang dapat menyebabkan preeklampsia (Sulaiman Sastrawinata, 2005; h. 73).

  Wanita dengan hemoglobin kurang dari 10 g/dl harus segera diberi tambahan zat besi, asam folat (400 mcg) dalam jumlah lebih besar daripada vitamin prenatal, dan suplemen vitamin lain jika ia belum mengkonsumsinya. Konseling tentang pengaturan diet sangat penting diberikan karena zat besi lebih mudah diserap dari bahan makanan dibanding zat besi oral. Zat besi heme terkandung dalam sayuran hijau, daging merah, kuning telor, hati, dan beberapa sereal yang diperkaya. Zat makanan yang tidak mengandung zat gizi bersifat mengenyangkan sehingga wanita tersebut mengabaikan makanan yang bergizi. Akibatnya, terjadi malnutrisi dan berbagai sekuel yang menyertai.

  Defisiensi Asam folat Pada kehamilan kebutuhan folat meningkat lima sampai sepuluh kali lipat karena transfer folat dari ibu ke janin yang menyebabkan dilepasnya cadangan folat maternal. Anemia tipe megaloblastik karena difesiensi asam folat merupakan penybab kedua terbanyak anemia defisiensi zat gizi. Anemia megaloblastik adalah kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan ditandai dengan adanya sel-sel megaloblastik yang khas untuk jenis anemia ini (Sarwono, 2008; h. 778).

  h. Patofisiologi Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi. Ekspansi volume plasma merupakan penyebab anemia fisiologik pada kehamilan (Sarwono, 2008; h. 775). i. Penanganan Terapi anemia defisiensi besi adalah dengan preparat besi oral atau parenteral. Terapi oral ialah dengan pemberian preparat besi.

  Pemberian preparat 60 mg/hari dapat enaikkan kadar Hb sebanyak 1 g%/bulan (Saifuddin, 2002; h. 282). j. Pengertian pre-eklampsia

  Pre-eklampsia ialah penyakit hipertensi yang khas dalam kehamilan, dengan gejala utama hipertensi yang akut pada wanita hamil dengan timbulnya hipertensi, proteinuria, dan edema (Sulaiman Sastrawinata, Djamhoer dan Firman, 2005; h. 68).

  Pre-eklampsia merupakan penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (Marmi, 2011; h. 66).

  Pre-eklampsia merupakan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria (Sarwono, 2008; h.

  542).

  Hipertensi gestasional adalah kenaikan tekanan darah yang hanya dijumpai dalam kehamilan sampai 12 minggu pasca persalinan, tidak dijumpai keluhan dan tanda-tanda preeklamsi lainnya. Diagnosis akhir ditegakkan pasca persalinan (Fadlun dan Achmad, 2011; h.50).

  Hipertensi kronis adalah hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum usia kehamilan 20 minggu (Bobak, 2005; h. 630).

  Supermiposed preeklampsia adalah gejala dan tanda-tanda preeklamsia muncul sesudah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya menderita hipertensi kronis (Fadlun dan Achmad, 2011; h.50).

  Menurut chrisdiono M. Achadiat (2004; h. 4) pre-eklampsia ringan adalah TD tidak lebih dari 140/90 mmHg, proteinuria +1 dan edema minimal.

  Menurut Joseph dan Nugroho (2010; h. 50).Pre-eklampsia ringan adalah tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg, kurang dari 160/110 mmHg, dan proteinuria lebih dari 300 mg/24 jam atau dipstik > + 1

  Menurut Sujiyatini, Mufdlilah, dan Asri H (2009; h. 61) Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau odema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

  Menurut Sarwono (2008; h. 543). Pre-eklampsi berat adalah pre-eklampsi dengan tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan tekanan darah diastolik > 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam.

  Menurut Fadlun dan Achmad (2011; h. 50) eklamsia adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya wanita ini menunjukkan gejala-gejala preeklmsia berat.

  Jadi yang disebut dengan pre-eklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan edema dan proteinuria. Pre-eklampsia dapat dikatakan berat apabila tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan tekanan darah diastolik > 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam/ atau disertai adanya oedema. k. Klasifikasi

  Klasifikasi pre-eklampsia dibagi menjadi 2 golongan : 1) Pre-eklampsia ringan adalah pre-eklampsia dengan tekanan darah 140/90 mmHg atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih.disertai proteinuria 0,3 gr/ atau 1+ atau 2+ (Marmi, 2011; h.68).

  2) Pre-eklampsia berat adalah pre-eklampsia dengan tekanan darah sistolik >160 mmHg dan tekanan darah diastolik > 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam.

b. Etiologi

  Penyebab preeklamsi belum diketahui dengan pasti. Meskipun demikian, penyakit ini lebih sering ditemukan pada wanita hamil yang : 1) Primigravida, primipaternitas. 2) Hiperplasentosis (pada kehamilan kembar, anak besar, mola hidatidosa, bayi besar).

  3) Mempunyai dasar penyakit vascular hipertensi atau diabetes mellitus).

  4) Mempunyai riwayat preeklamsia atau eklamsia dalam keluarganya.

  Berbagai teori yang dikemukakan mengenai faktor yang berperan dalam penyakit ini, antara lain : a) Faktor imunologis, endokrin, atau genetik, bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada:

  (1) Primigravida (2) Hiperplasentosis (3) Kehamilan dengan inseminasi donor

  b) Faktor nutrisi Ada yang mengemukakan bahwa penyakit ini berhubungan dengan beberapa keadaan kekurangan kalsium, protein, kelebihan garam natrium, atau kekurangan asam lemak tak jenuh dalam makanannya.

  c) Faktor endotel Sehubungan dengan peranannya dalam mengatur keseimbangan antara kadar zat vasokonstriktor (tromboksan, endotelin, angiostensin, dan lain-lain) dan vasodilator serta pengaruhnya pada sistem pembekuan darah.

  Reaksi imunologi, peradangan, ataupun terganggunya keseimbangan radikal bebas dan antioksidan banyak diamati sebagai penyebab terjadinya vasospasme dan kerusakan endotel (Sastrawinata, 2004; h. 70).

c. Faktor Predisposisi

  Pre-eklampsia lebih banyak terjadi pada : 1) Primigravida

  2) Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya 3) Ibu yang sangat muda atau ibu yang berusia lebih dari 30 tahun 4) Kehamilan kedua atau selanjutnya dengan pasangan baru 5) Riwayat pre-eklampsia pada ibu atau saudara perempuannya 6) Ibu yang memiliki pasangan yang menjadi ayah kehamilan yang dipersulit dengan pre-eklampsia sebelumnya 7) Kehamilan multipel 8) Riwayat hipertensi esensial sebelum kehamilan 9) Mola hidatidosa, polihidramnion 10) Ibu yang memiliki kondisi medis sebelumnya, misalnya diabetes atau penyakit ginjal.

  11) Riwayat eklampsia keluarga (Maureen Boyle, 2008; h. 71). 12) Ibu yang mempunyai mutu makanan yang buruk, perbaikan nutrisi diet tinggi protein, rendah garam, lemak dan karbohidrat dibutuhkan agar menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan (Sulaiman Sastrawinata, 2005; h. 73).

  13) Preeklamsia berat lebih banyak terjadi pada wanita dan golongan ekonomi rendah, karena mereka kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung protein juga kurang melakukan perawatan antenatal yang teratur (Mitayani, 2011; h. 19).

d. Patofisiologi

  Pada beberapa wanita hamil terjadi peningkatan sensitivitas vaskuler terhadap angiotensin II. Peningkatan ini menyebabkan hipertensi dan kerusakan vaskuler, akibatnya akan terjadi vasospasme. Vasospasme bisa merupakan juga akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan endotel, yang kemudian akan mengakibatkan gangguan keseimbangan antara kadar vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin, dan lain-lain )dan vasodilator serta gangguan pada sistem pembekuan darah (Sulaiman Sastrawinata, Djamhoer, dan Firman, 2005; h. 71). vasokonstriksi yang meluas akan menyebabkan terjadinya perubahan- perubahan pada banyak organ/ sistem antara lain : 1) Volume plasma

  Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna (disebut hipervolemia), guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan tertinggi volume plasma pada hamil normal terjadi pada umur kehamilan 32-34 minggu. Sebaliknya, oleh sebab yang tidak jelas pada pre-eklampsia terjadi penurunan volume plasma antara 30%-40% dibanding hamil normal, disebut hipovolemia. Hipovolemia diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi hipertensi. Volume plasma yang menurun memberi dampak yang luas pada organ-organ penting. Pre-eklampsia sangat peka terhadap pemberian cairan intravena yang terlalu cepat dan banyak. Demikian sebaliknya pre-eklampsia sangat peka terhadap kehilangan darah waktu pesalinan. Oleh karena itu, observasi cairan masuk ataupun keluar harus ketat (Sarwono, 2008; h. 537).

  2) Perubahan ginjal.

  Spasme arteriol menyebabkan aliran darah ke ginjal menurun sehingga filtrasi glomelurus berkurang, penyerapan air dan garam tubulus tetap, terjadi retensi air dan garam, edema pada tungkai dan tangan, paru dan organ lain (Manuaba, 2010; h. 262).

  3) Hipertensi Merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosis hipertensi dalam kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi perifer, sedangkan tekanan sistolik, menggambarkan besaran curah jantung. Pada pre-eklampsia peningkatan reaktivitas vaskular dimulai umur kehamilan 20 minggu, tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II. Tekanan darah yang tinggi pada pre- eklampsia bersifat labil dan mengikuti irama sirkadian normal. Timbulnya hipertensia adalah akibat vasospasme menyeluruh dengan ukuran tekanan darah > 140/90 mmHg selang 6 jam.

  4) Hepar Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan, bila terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur hepar, sehingga perlu pembedahan.

  5) Retina Spasme arteriol, edema sekitar diskus optikus, ablasio retina (lepasnya retina) menyebabkan penglihatan kabur.

  6) Otak Spasme pembuluh darah arteriol otak menyebabkan anemia jaringan otak, pedarahan dan nekrosis, menimbulkan nyeri kepala yang berat. 7) Paru Penderita pre-eklampsia berat mempunyai resiko edema paru.

  Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel, pada pembuluh darah kapilar paru, dan menurunnya diuresis menimbulkan sesak napas sampai sianosis. 8) Jantung

  Perubahan degenerasi lemak dan edema, perdarahan sub- endokardial, menimbulkan dekompensasi kordis sampai terhentinya fungsi jantung. 9) Alriran darah ke plasenta.

  Spasme arteriol yang mendadak menyebabkan asfiksia berat sampai kematian janin. Spasme yang berlangsung lama, mengganggu pertumbuhan janin. 10) Edema

  Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang patologi adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan (Sarwono, 2008; h. 540).

  Diabetes melitus dapat memberikan penyulit pada ibu seperti pre-eklampsia dikarenakan metabolisme tubuh tidak bisa dikendalikan tingkat gula dalam darah. sehingga terjadi kelebihan gula dalam darah (Sarwono, 2008; h.851 ).

e. Tanda dan Gejala

  1) Diagnosis pre-eklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah kehamilan 20 minggu.

  a) Tekanan darah > 140/90 mmHg, < 160/110 mmHg

  b) Proteinuria : proteinuria > 300 mg/24 jam atau dipstick > + 1

  c) Edema : edema lokal tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria pre-eklampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan perut (Joseph HK, 2010; h. 55). 2) Menurut Anik M (2009; h. 139) diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria pre-eklampsia berat sebagaimana tercantum di bawah ini : a) Tekanan darah sistolik >160 mmHg dan tekanan darah diastolik

  > 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.

  b) Proteinuria 5 gram/24 jam atau lebih. +++ atau ++++ pada pemeriksaan kumulatif.

  Tingkat pengukuran proteinuria : = 0,3 gram protein per liter +

  • = 1 gram protein per liter
  • = 3 gram protein per liter

  = > 10 gram per liter ++++

  c) Oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam

  d) Edema paru-paru, sianosis Bila sulit menentukan tingkat edema, maka metode yang digunakan adalah sebagai berikut :

  = sedikit edema pada daerah kaki pretibia +

  • = edema ditentukan pada ekstremitas bawah
    • = edema pada muka, tangan. Abdomen bagian bawah
      • = anasarka disertai asites

  e) Tanda gejala lain yaitu sakit kepala yang berat, masalah penglihatan, pandangan kabur dan spasme arteri retina pada funduskopi, nyeri epigastrium, mual atau muntah serta emosi mudah marah.

  f) Pertumbuhan janin intrauterine terlambat

  g) Adanya HELLP Syndrom ialah pre-eklampsia-eklampsia disertai timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia. Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm³ atau penurunan trombosit dengan cepat (Sarwono Prawirohardjo, 2008; h. 543).

  H = Hemolysis EL = Elevated Liver Enzyme LP = Low Platelets Count

  h) Penambahan berat ½ kg seminggu pada seorang yang dianggap hamil normal, tetapi jika mencapai 1 kg seminggu atau 3 kg dalam sebulan, kemungkinan timbulnya pre- eklampsia harus dicurigai (Sulaiman Sastrawinata, Djamhoer, dan Firman, 2005; h. 71).

f. Pemeriksaan Penunjang

  Menurut (Diane N. Frarer, 2006; h. 355) pemeriksaan ini berperan sangat penting dalam pengkajian dan diagnosis pre-eklampsia, terutama jika menunjukkan hasil yang aptikal dan hipertensi atau proteinuria, atau keduanya tidak ada. Pada kecurigaan adanya pre-eklampsia sebaiknya diperiksa juga : 1) Pemeriksaan darah rutin serta kimia darah : urium kreatinin, SGOT, LDH, bilirubin.

Table 2.1 Pemeriksaan darah menurut Joseph dan Nugroho (2010; h.

  55).

  Tes Diagnostik Penjelasan Hemoglobin Peningkatan Hb dan Hmt berarti:

  • dan hematokrit Adanya hemokonsentrasi yang mendukung diagnostic preeklamsia

  Menggambarkan adaya - hipovolemia Penurunan Hb dan Hmt bila terjadi hemolisis

  Trombosit Trombositopenia menggambarkan preeklamsia berat Kreatinin Peningkatannya menggambarkan:

  Beratnya hipovolemia - serum, asam

  • urat serum, Tanda menurunnya aliran nitrogen urea darah ke ginjal
  • darah Oliguria Tanda preeklamsia berat -

  Transaminasi Peningkatan transaminase serum serum (SGOT, menggambarkan preeklamsia berat SGPT) dengan gangguan fungsi hepar Lactid acid Menggambarkan adanya hemolisis dehydrogenase

  Albumin Menggambarkan kebocoran endotel, serum, dan dan kemungkinan koaguloati faktor koagulasi

  2) Pemeriksaan urin : protein, reduksi, bilirubin, sedimen. 3) Kemungkinan adanya pertumbuhan janin terhambat dengan konfirmasi USG (bila tersedia).

  4) Kardiotokografi untuk menilai kesejahteraan janin (Anik M, 2009; h.

  142).

g. Penatalaksanaan Medis

  Penatalaksanaan pre-eklampsia bertujuan untuk menghindari kelanjutan menjadi eklampsia dan pertolonngan kebidanan dengan melahirkan janin dalam keadaan optimal dan bentuk pertolongan dengan trauma minimal.

  Prinsip penatalaksanaan pre-eklampsia : 1) Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah 2) Mencegah progesifitas penyakit menjadi eklampsia 3) Mengatasi atau menurunkan resiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin terhambat) 4) Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat segera mungkin setelah matur dan imatur jika diketahui bahwa resiko janin atau ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama (Anik M, 2009; h. 143). a) Penatalaksanaan preeklampsi ringan : (1) Umur kehamilan < 37 minggu, bila gejala tidak memburuk kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm.

  (2) Umur kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi : (a) Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 5

  IU dalam 500 ml dekstrose IV 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin.

  (b) Jika serviks belum matang, lakukan pematangan dengan prostaglandin atau terminasi dengan seksio sesarea (Abdul Bari Saifuddin, 2001; h. 211).

  b) Penatalaksanaan pre-eklampsia berat menurut (Sarwono, 2008; h.

  545) dibagi menjadi dua unsur : (1) Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obatan atau terapi medisinalis

  Sikap terhadap penyakit preeklampsi berat : pengobatan medikamentosa.

  (a) Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap.

  (b) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri). (c) Pemberian anti kejang/anti kovulsan magnesium sulfat

  (MgSO4) sebagai pencegahan dan terapi kejang. MgSO4 merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada preeklampsia berat. Syarat pembeian MgSO4 :

  1. Frekuensi pernafasan minimal 16x/menit

  2. Refleks patella (+)

  3. Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir

  4. Siapkan ampul kalsium glukonas 10% dalam 10 ml

  5. Antidotum : jika terjadi henti napas lakukan ventilasi ( masker balon,ventilator), beri kalsium glukonas 1 gram (10 mL dalam larutan 10%) diberikan IV perlahan-lahan selama 3 menit.

  Cara pemberian MgSO4 : 1. 4 gram MgSO4, intravena (40% dalam 10 cc) selama 15 menit.

  2. Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam, atau diberikan 4 atau 5 gram IM. Selanjutnya diberikan 4 gram

  IM tiap 4-6 jam. (d) Antihipertensi diberikan bila tensi > 180/110

  1. Obat nivedipine : 10-20 mg oral, diulangi setelah 20 menit, maksimum 120 mg dala 24 jam. Nifedipine tidak dibenarkan sublingual karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan makanan.

  2. Tekanan darah diturunkan secara bertahap : penurunan awal 25% dari tekanan sistolik, tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 (Joseph HK, 2010; h. 57).

  (2) Sikap terhadap kehamilannya.

  Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre-eklampsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi dua : (a) Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa

  Indikasi dilakukan perawatan aktif meliputi :

  1. Ibu a. Usia kehamilan 37 minggu atau lebih.

  b. Adanya tanda-tanda atau gejala-gejala impending eklamsia.

  c. Kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan tekanan darah atau setelah 24 jam terapi medikamentosa tidak ada perbaikan.

  d. Diduga terjadi solusio plasenta.

  e. Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan.

  2. Janin

  a. Hasil fetal assessment jelek (NST dan USG)

  b. Adanya tanda IUGR

  c. Terjadinya oligohidramnion

  3. Laboratorium Adanya HELLP syndrome khususnya menurunnya trombosit dengan cepat.

  (b) Konservatif : Berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa (Sarwono, 2008; h. 549).

  Indikasi perawatan konservatif adalah apabila kehamilan preterm < 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda eklamsi dengan keadaan janin baik. Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif. Selama perawatan konservatif sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda pre-eklampsia ringan, selambat- lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi (Sarwono, 2008; h. 550). c) Penatalaksanaan persalinan pre-eklampsia berat : Persalinan harus diusahakan segera setelah keadaan pasien stabil.

  Penundaan pasien meningkatkan risiko untuk ibu dan janin. Asuhan persalinan : (1) Memantau kondisi ibu dan janin Mencatat tekanan darah tiap 15 menit.

  Meriksa serviks matang, lakukan pemecahan ketuban, lalu induksi persalinan dengan oksitosin.

  (2) Menjaga keseimbangan cairan Pada pre-eklampsia sedang sampai berat, yakinkan bahwa ibu telah mendapat akses intravena (IV) dengan kanula yang sesuai untuk pemberian cairan IV aau obat. Terutama bila ibu engalami kejang. Ibu yang sait berat bisanya tidak ingin makan atau minum selama bersalin. Namun, kebanyakan ibu tetap menginginkan cairan oral. Karena menejemen cairan bisa sangat kritis bagi ibu tersebut, maka protokol lokal menganjurkan pembatasan cairan dalam persalinan untuk memastikan jumlahnya.

  (3) Mengupayakan kenyamanan umum, termasuk penanganan verbal, sentuhan, masase, dan pengambilan posisi yang nyaman.

  (Vicky Chapman, 2006; h. 169). d) Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu :

  Kala 1

  (1) Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria (2) Fase aktif : Amniotomi saja bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio sesaria, bila perlu dilakukan tetesan oksitosin (Taufan, 2010; h. 84). (3) Melakukan pengawasan 10

  Keadaan umum kesadaran Tekanan darah setiap 4 jam Nadi/30 menit Suhu/4 jam Respirasi/4 jam Kontraksi/30 menit dalam 10 menit dan sekian detik Djj/ 30 mnit

  Vesika urinaria Warna cairan ketuban jika selaputnya sudah pecah Kemajuan persalinan/4 jam

  Kala II

  (1) Melakukan kelahiran pervaginam hanya jika persalinan berlangsung dengan cepat (dalam garis waspada pada patograf)

  (2) Jika persalinan pervaginam tidak dapat diharapkan dalam 12 jam (pada eklampsia) atau dalam 24 jam (pada pre-eklampsia) lakukan terminasi kehamilan.

  Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu : (a) Induksi persalinan untuk mempercepat kala II : tetesan oksitosin dengan syarat fetal heart monitoring.

  (b) Seksio sesaria bila :

  1. Fetal assesment jelek 2. 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif.

  (c) Jika denyut jantung janin <100/menit atau >180/menit lakukan seksio sesarea.

  (d) Jika serviks belum matang, janin hidup lakukan seksio sesarea.

  (e) Menghindari pemberian ergometrin pada kala tiga, sebagai gantinya berikan oksitosin 10 IU IM (Saifuddin, 2002; h. 41).

  e) Peran bidan dalam penatalaksanaan pada kala kedua sebagai berikut : (1) Penatalaksanaan kala kedua bergantung pada kesehatan ibu dan janin. Bila kondisi keduanya memungkinkan, pimpinlah kala kedua secara “normal”. Pada pre-eklampsia sedang sampai berat cenderung terjadi penurunan ambang untuk kelahiran instrumental.

  (2) Yakinkan bantuan medis berpengalaman ada di dekatnya, dan ada dua bidan yang memberi asuhan ibu di ruang pada saat itu.

  (3) Mengejan spontan, meskipun tidak dilarang tetapi tidak dianjurkan sampai verteks jelas tampak pada perineum. TD harus diperiksa diantara dua kontraksi. Mengejan aktif/Valsava dikontraindikasikan karena melibatkan menahan napas lama yang mengganggu denyut jantung dan volume sekuncup. (4) Posisi terlentang berhubungan dengan kompresi aorta distal dan menurunkan aliran darah ke uterus dan ekstremitas bawah.

  Juga memperlama kala kedua, menyebabkan penurunan oksitosin beredar dan menyebabkan kontraksi yang lebih lemah dan abnormalitas DJJ. Berbaring ke samping atau postur alternatif yang tepat lebih disukai.

  (Vicky Chapman, 2006; h. 171).

  f) Penapisan persalinan pervaginam : (1) Melakukan kelahiran pervaginam hanya jika persalinan berlangsung dengan cepat (dalam garis waspada pada patograf)

  (2) Jika persalinan pervaginam tidak dapat diharapkan dalam 12 jam (pada eklampsia) atau dalam 24 jam (pada pre-eklampsia) lakukan terminasi kehamilan (Sarwono, 2008; h. 550).

  g) Penundaan persalinan meningkatkan resiko untuk ibu dan janin: (1) Periksa serviks

  Jika serviks matang, lakukan pemecahan ketuban, lalu induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin (2) Jika persalinan pervaginan tidak dapat diharapkan dalam 12 jam (pada eklamsia) atau dalam 24 jam (pada preeklamsia berat), lakukan seksio sesaria

  (3) Jika denyut jantung janin <100x/menit atau >180x/menit lakukan seksio sesaria (4) Jika serviks belum matang, janin hidup, lakukan seksio sesaria.

  Jika anesthesia untuk seksio sesaria tidak tersedia, atau jika janin mati atau terlalu kecil. Usahakan lahir pervaginam, dengan mematangkan serviks dengan misoprostol, prostaglandin, atau kateter Foley (Saifuddin A. 2002; h. M.41).

h. Komplikasi

  1) Awal :

  a) Kejang meningkatkan kemungkinan mortalitas meningkat 10 kali lipat. Penyebab kematian maternal karena kolaps sirkulasi (henti jantung, edema pulmo, perdarahan serebral dan gagal ginjal).

  b) Kejang meningkatkan kemungkinan kematian, biasanya disebabkan hipoksia, dan solusio plasenta.

  c) Kebutaan atau paralisis dapat terjadi karena lepasnya retina atau perdarahan intrakranial.

  d) Perdarahan post partum

  e) Toksik delirium f) Luka karena kejang, berupa laserasi bibir atau lidah. 2) Komplikasi jangka panjang:

  40% sampai 50 % pasien pre-eklampsia berat memiliki kemungkinan kejadian yang sama pada kehamilan berikutnya (Joseph HK, 2010; h. 54).

B. TINJAUAN ASUHAN KEBIDANAN

  1. Teori Manajemen Asuhan Kebidanan Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sisematis mulai dari pengkajian analisa data, diagnose kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (PP IBI, 2006; h 126).

  Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggungjawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/ masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana (PP

  IBI, 2006; h 136).

  Dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan manajemen kebidanan yaitu 7 langkah Varney meliputi : pengkajian, interpretasi data, diagnose potensial, identifikasi akan tindakan segera atau kolaborasi dan konsultasi, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi.

  a. Pengkajian Yaitu pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis (PP IBI, 2006; h 136).

  1) Data Subjektif Yaitu data yang dipoeroleh dari keluhan pasien baik secara langsung dengan pasien ataupun dengan keluarga.

  2) Data Objektif Yaitu data yang diperoleh dari pemeriksaan secara langsung yaitu meliputi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

  b. Interpretasi data Menginterpretasi data untuk kemudian diproses menjadi masalah atau diagnosis serta kebutuhan perawatan kesehatan yang di indentifikasi khusus. Kata masalah dan diagnosis sama-sama digunakan karena beberapa masalah tidak dapat didefinisikans sebagai sebuah diagnosis, tetapi tetap perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan rencana perawatan kesehatan yang menyeluruh. Masalah sering kali berkaitan dengan bagaimana ibu menghadapi kenyataan tentang diagnosisnya dan ini sering kali bisa didentifikasi berdasarkan pengalaman bidan dalam mengenali masalah seseorang (Varney, 2007; h. 27).

  c. Diagnose potensial Berdasarkan masalah atau diagnosis saat ini berkenaan dengan tindakan antisipasi, pencegahan jika memungkinkan, menunggu dengan waspada penuh. dan persiapan terhadap semua keadaan yang mungkin muncul. Langkah ni adalah langkah yang sangat penting dalam memberi perawatan kesehatan yang aman (Varney, 2007; h. 26).

  d. Identifikasi akan tindakan segera atau kolaborasi dan konsultasi penanganan pre-eklampsia.

  Kolaborasi adalah bidan dan dokter bersama-sama mengatur perawatan kesehatan wanita atau bayi baru lahir yang mengalami komplikasi medis, ginekologis, atau obstetrik. Konsultasi adalah nasihat atau pendapat seorang dokter atau anggota lain tim perawatan kesehatan dicari sementara bidan memegang tanggung jawab utama dalam perawatan kesehatan wanita (Varney, 2007; h. 25).

  e. Perencanaan Mengembangkan sebuah rencana keperawatan yang menyeluruh ditentukan dengan mengacu pada hasil langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan pengembangan masalah atau diagnosis yang didentifikasi baik pada saat ini maupun yang dapat diantisipasi serta perawatan kesehatan yang dibutuhkan. Langkah ini dilakukan dengan mengumpulkan setiap informasi tambahan yang hilang atau diperlukan untuk melengkapi data dasar. Sebuah rencana perawatan yang menyeluruh tidak hanya melibatkan kondisi ibu atau bayi baru lahir yang terlihat dan masalah ini berhubungan, tetapi juga menggambarkan petunjuk antisipasi bagi ibu atau orang tua tentang apa yang akan terjadi selanjutnya (Varney, 2007; h. 28).

  f. Pelaksanaan Melaksanakan rencana perawatan secara menyeluruh. Langkah ini dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan atau dilakukan sebagian oleh ibu atau orang tua, bidan, atau anggota tim kesehatan lain (Varney, 2007; h. 28). g. Evaluasi Merupakan tindakan untuk memeriksa apakah rencana perawatan yang dilakukan benar-benar telah mencapai tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan ibu, seperti yang diidentifikasi pada langkah kedua tentang masalah. diagnosis, maupun kebutuhan perawatan kesehatan (Varney, 2007; h. 28).

  Metode pendokumentasikan dengan menggunakan SOAP meliputi : S = Subjektif

  Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data melalui anamnesa, merupakan suatu ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhan dicatat sebagai kutipan langsung/ringkasan yang berhubungan dengan diagnosa.

  O = Objektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik, hasil leb dan tes diagnostik lain yang merumuskan dalam data fokus untuk mendukung assessment. A = Assessment

  Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan analisa dan interpretasi, objektif dalam suatu identifikasi.

  1. Diagnose

  2. Antisipasi diagnose lain P = Planning

  Perencanaan, membuat rencana saat itu/yang akan datang. Proses ini termasuk kriteria tujuan tertentu dari kebutuhan pasien dan tindakan yang diambil harus membantu pasien mencapai kemajuan dalam kesehatan dan harus mendukung rencana dokter bila itu dalam manajemen kolaborasi/rujukan (Syafrudin, 2009; h. 176).

  2. Tinjauan Asuhan Kebidanan Dengan Pre-eklampsia Berat

a. PENGKAJIAN

  Merupakan satu cara untuk mendapatkan informasi dengan menggunakan metode wawancara dan pemeriksaan fisik.

  1) DATA SUBYEKTIF

  a) Identitas pasien Bertujuan untuk mengumpulkan data atau info mengenai keadaan pasien.

  (1) Nama Nama pasien untuk menetapkan identitas pasti pasien karena mungkin memiliki nama yang sama dengan alamat dan nomor telepon yang berbeda (Manuaba, 2007; h. 159). (2) Umur

  Umur pasien untuk mengethaui karena umur penting merupakan faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia. Pada pre-eklampsia berat dapat terjadi pada umur <20>35 tahun. Umur primigravida kurang dari 16 tahun atau diatas 35 tahun merupakan batas awal dan akhir reproduksi yang sehat (Manuaba, 2007; h. 159). (3) Agama

  Data tentang agama digunakan untuk menetapkan identitas, disamping itu perilaku seseorang tentang kesehatan dan penyakit sering berhubungan dengan agama (Latief, 2005; h. 6). (4) Pendidikan

  Informasi tentang pendidikan orang tua dapat menggambarkan keakuratan data dan berperan juga dalam pendekatan selanjutnya, misalnya dalam pemeriksaan penunjang dan penentuan tata laksana selanjutnya (Latief, 2005; h. 6). (5) Pekerjaan

  Kejadian tertinggi terjadi pada golongan social ekonomi rendah (Atikah. 2010; h. 5).

  (6) Alamat Tempat tinggal pasien harus dituliskan dengan jelas dan lengkap, dengan nomor rumah. nama jalan, RT, RW, kelurahan dan kecamatannya, serta apabila ada nomor teleponnya. Kejelasan alamat keluarga ini amat diperlukan agar sewaktu-waktu dapat dihubungi, misalnya ada pasien menjadi sangat gawat, atau diperlukan tindakan operasi segera, atau perlu pembelian obat/ alat yang tidak tersedia di rumah sakit dan lain sebagainya. Disamping itu setelah pasien pulang mungkn diperlukan kunjungan rumah. Daerah tempat tinggal pasien juga mempunyai arti epidemiologis (Latief, 2005; h. 6).

  b) Alasan datang Pasien datang rujukan dari bidan

  Bidan mempunyai tugas penting untuk melakukan rujukan pada kasus yang tidak mungkin ditolong setempat (Manuaba, 2010; h.

  273). Apabila fasilitas medik di tempat kasus diterima terbatas untuk menyelesaikan kasus dengan tindakan klinik yang adekuat, maka kasus harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap (Sarwono, 2008; h. 399).

  c) Keluhan utama Keluhan yang dirasakan oleh ibu yaitu keluhan yang berkaitan dengan tanda dan gejala yang berhubungan dengan pre- eklampsia. Dalam hal ini keluhan yang menyertai dari Ibu dengan pre-eklampsia ringan seperti mengeluh sakit kepala. Pre- eklampsia berat akan mengeluh sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik, mual, atau muntah sebelum kejang (Sulaiman Sastrawinata, Djamhoer, dan Firman, 2005; h. 69). Keluhan utama juga menjelaskan alasan wanita tersebut mengujungi bidan di klinik, kantor, kamar gawat darurat, pusat pelayanan persalinan, rumah sakit, atau rumahnya, seperti yang diungkapkan dengan kata-katanya sendiri (dapat berhubungan engan sistem tubuh) (Varney, 2007; h. 32).

  d) Riwayat kesehatan (1) Riwayat kesehatan ibu dahulu

  Riwayat kesehatan yg lalu ditujukan pada pengkajian penyakit yang pernah diderita pasien yg dapat menyebabkan terjadinya pre-eklmpsia misal ibu dengan hipertensi, ibu yg pernah hamil kembar, ibu dengan diabetes melitus, ibu dengan mola,atau dengan riwayat pre-eklampsia (Bobak, 2005; h. 635).

  (2) Riwayat kesehatan sekarang Riwayat kesehatan sekarang ditujukan pada pengkajian penyakit yg sedang diderita pasien yang dapat menyebabkan terjadinya pre-eklmpsia misal diabetes melitus yaitu dimana kelainan metabolisme tubuh dari penderita tidak bisa mengendalikan tingkat gula dalam darahnya, sehingga terjadi kelebihan gula dalam tubuh (Sarwono, 2008; h. 852) Hipertensi yaitu tekanan darah sistolik > 140/90 mmHg, memiliki potensi yang menyebabkan pre-eklmpsia (Sarwono, 2008; h. 532).

  (3) Riwayat kesehatan keluarga Riwayat penyakit diabetes melitus yang juga merupakan faktor keturunan juga bisa memicu terajdinya preeklampsi, selain itu juga riwayat pre-eklampsia yang pernah dialami oleh keluarga juga bisa menjadi pemicu terjadinya pre-eklampsia berat (Cunningham, 2009; h.629). (4) Riwayat obstetri

  (a) Riwayat haid Pengkajian yang perlu diketahui adalah : menarche, tanggal menstruasi terakhir untuk menentukan umur kehamilan karena pre-eklampsia terjadi pada umur kehamilan 20 minggu dan untuk memperkirakan persalinan serta menentukan penanganan pada kehamilan sesuai umur kehamilan (Manuaba, 2007; h.160).

  (b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu.

  Dikaji terutama riwayat kehamilan yang lalu bagi multigravida apakah pada riwayat kehamilan yang lalu mengalami hal yang sama. Riwayat kehamilan dan persalinan yang buruk sehingga kehamilan saat ini perlu diwaspadai (Manuaba, 2007; h.159).

  1. Kehamilan keberapa Untuk mengetahui kehamilan keberapa, karena multigravida mempunyai resiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan (Sarwono, 2009; h.535).

  2. Usia kehamilan Menentukan umur kehamilan karena pre-eklampsia terjadi pada umur kehamilan 20 minggu (Manuaba, 2007; h. 160).

  3. Jenis persalinan Untuk mengetahui Persalinan dahulu dengan persalinan spontan, aterm dan lahir hidup, riwayat abortus dari persalinan prematuritas, persalinan dengan pre- eklampsia (Manuaba, 2007; h.159).

  4. Penolong persalinan Pada kasus persalinan dengan preeklampsi harus ditolong oleh tenaga kesehatan maka tidak akan terjadi komplikasi pada bayi dan juga ibu.