Pengalaman kekerasan dan akibatnya serta harapan hidup mahasiswa-mahasiswi Akprind asal Timor Leste selama kerusuhan di Dili tahun 1999-2006 - USD Repository

  

PENGALAMAN KEKERASAN DAN AKIBATNYA SERTA HARAPAN

HIDUP MAHASISWA-MAHASISWI AKPRIND ASAL TIMOR LESTE

SELAMA KERUSUHAN DI DILI TAHUN 1999-2006

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

memperoleh Gelar Sarjana pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

  

Oleh:

Indirah Maria Angelina Pires

NIM: 981114037

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

  

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

  “Lebih baik lah kurang pandai tapi bertakwa daripada sangat berilmu tapi pelanggar hukum Taurat” (Sirakh, 19:24).

  

“MINTALAH KEPADA TUHAN SUPAYA IA MEMBERI KITA

RENCANA YANG TEPAT” (Penulis).

  

Skripsi Ini SAYA Persembahkan Untuk:

  Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu setia menemani saya dalam suka dan duka. Pai Câncio Pires dan Mãe Mize Pires serta kedua adik saya Bhuto Pires dan Ave Pires. Terimakasih atas segala kasih, doa, perhatian dan dukungannya yang saya terima selama ini.

  Tuhan memberkati kita semua.

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagimana layaknya Karya Ilmiah.

  Yogyakarta, 11 Desember 2007 ABSTRAK PENGALAMAN KEKERSAN DAN AKIBANYA SERTA HARAPAN HIDUP MAHASISWA-MAHASISWI AKPRIND ASAL TIMOR LESTE

  SELAMA KERUSUHAN DI DILI TAHUN 1999-2006 Indirah Maria Angelina Pires

  Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta 2007 Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran secara umum mengenai pengalaman kekerasan dan akibatnya serta harapan hidup mahasiswa- mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste selama kerusuhan di Dili tahun 1999-2006. Masalah penelitian ini adalah (1) Bagaimana pengalaman kekerasan mahasiswa- mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste sewaktu terjadi kerusushan di Dili? (2) Bagaimana akibat dari pengalaman kekerasan mahasiswa- mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste bagi diri mereka? (3) Bagaimana harapan hidup mahasiswa- mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste sekarang ini?

  Subjek penelitian adalah para mahasiswa transferan Universidade da Paz (UNPAZ) Dili Timor Leste yang kuliah di AKPRIND-Yogyakarta berjumlahkan 16 orang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang disusun sendiri oleh penulis dan dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Kuesioner terdiri dari 80 item sebagai penjabaran dari dua aspek. Kedua aspek tersebut adalah (1) pengalaman kekerasan (2) akibat bagi kehidupan: a. fungsi diri, b. harapan hidup.

  Hasil penelitian menunjukan bahwa pengalaman kekerasan dan akibatnya serta harapan hidup mahasiswa- mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste selama kerusuhan di Dili tahun 1999-2006 tergolong baik, sebab mayoritas dari mereka memiliki harapan hidup cerah terhadap tugas-tugas hidup dan kehidupan dalam masyarakat sekarang dan ke depan. Ada 11 orang mengalami pengalaman kekerasan ringan dan 5 orang berat sementara akibat kekerasan bagi fungsi diri, ada 9 orang berat dan 7 orang ringan sedangkan harapan hidup ada 9 orang cerah dan 7 orang suram.

  Berdasarkan hasil penelitian ini, bimbingan ya ng perlu diberikan adalah bimbingan penyembuhan (kuratif). Bimbingan ini diberikan kepada 7 orang yang memiliki harapan hidup suram. Tujuannya supaya mereka dapat melihat pengalaman kekerasan sebagai bagian tak terpisahkan dari hidupnya sekaligus dapat menarik makna dalam penderitaan tersebut. Selain itu, bimbingan perkembangan (perseveratif). Bimbingan ini diberikan kepada 9 orang yang memiliki harapan hidup cerah. Tujuannya agar para mahasiswa dapat berproses untuk menjadi pribadi yang berfungsi sepenuhnya.

  ABSTRACT EXPERIENCE ON VIOLENCE AND ITS IMPACTS AND LIVE EXPECTATION OF AKPRIND STUDENTS FROM TIMOR LESTE DURING VIOLENCE IN DILI 1999 - 2006

  Indirah Maria Angelina Pires Sanata Dharma University, Yogyakarta 2007

  This Research is descriptive research. The objective of this research is to get general description about experiences on violence and its impacts and live expectation of AKPRIND students from Timor Leste during violence in Dili 1999-2006. The issues of this research are (1) what were the experiences for AKPRIND students while violence in Dili? (2) What were the impacts of violence experiences for AKPRIND students from Timor Leste? (3) What the live expectation of AKPRIND students from Timor Leste recently?

  The subject of research is student who transferred from Universidade da Paz (UNPAZ) Dili Timor Leste and study at AKPRIND-Yogyakarta that consist of 16 students. The instrument that used in the research was a questioner, which was designed by the writer and consulting with guide lecturer. The questioners consist of 80 items as describe into two aspects. The two aspects are (1) Experiences on violence (2) Impact to life: a. self- function, b. live expectation.

  The out comes of the research showed that the experiences on violence and its impact and live expectation of AKPRIND students from Timor Leste during violence in Dili 1999-2006, which was categorized better, because majority of the students have bright life expectation on duty of life and life in community recently and in the future. There were 11 students who had experience on small violence and 5 students had serious violence. Besides that, the impact of violence to self- function also had 9 students on serious impact and 7 students were small impact. For the life expectation, there were 9 students who on bright life expectation and 7 students were on bad life expectation.

  Base on this research, the guidance that needs to provide is Curative

guidance . The guidance provided to 7 students who has bad expectation of life.

The objective is to make those students are able to see the violence experiences as a part that can’t separate from their life and take in consideration about the meaning of the suffering. Besides that, the Perseverative guidance also provided to 9 students who has bright life expectation. The objective is to make students able to have process of useful individual.

KATA PENGANTAR

  Syukur dan limpah terima kasih kepadaMu Tuha n atas bimbingan dan campur tanganMu yang menuntun saya dalam mengerjakan skripsi ini sampai selesai. Berkat dan kemurahanMulah, saya dapat menulis skripsi ini sampai selesai.

  Perjalanan penyelesaian skripsi ini terasa sangat panjang dan melelahkan, tetapi banyak makna yang saya petik dari refleksi pengalaman sepanjang penulisan skripsi sampai selesainya skripsi ini. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, saya mengalami banyak dukungan dari banyak pihak; baik itu dukungan moril maupun spiritual, terlebih lagi ide- ide, kritik dan saran yang sangat membantu penyelesaian skripsi ini. Dalam lembar ini saya ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya secara khusus kepada:

  1. Ibu Dra. M. M. Sri. Hastuti, M. Si.; Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk melaksanakan penulisan skripsi ini, dan selama saya belajar di Program Studi Bimbingan dan Konseling.

  2. Ibu Dra. Ign. Esti Sumarah, M. Hum.; Dosen Pembimbing yang penuh pengertian, keramahan, kesabaran, dan ketulusan memberikan masukkan, waktu, tenaga, pengalaman, dukungan, dan membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

  3. Bapak Drs. Wens Tanlain, M. Pd, yang bersedia membantu saya dalam mengelola data demi terselesaikannya skripsi ini.

  4. Para Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah memberikan materi perkuliahan, pengalaman dan dukungan selama saya kuliah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  5. Rektor AKPRIND yang telah memberikan ijin kepada saya untuk mengadakan penelitian.

  6. Para Mahasiswa-mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste sebagai subjek penelitian ini yang telah bersedia mengisi kuesioner penelitian dengan sungguh-sungguh. (Berjuanglah terus demi membangun negara kita tercinta Timor Leste yang hancur porak poranda akibat konflik dan kekerasan selama ini untuk menjadi semakin lebih baik lagi).

  7. Papa dan mama tercinta, terimakasih untuk segala perhatiannya, dukungannya, kesabarannya, doanya dan kasih sayangnya kepada saya selama kuliah dan menyelesaikan skripsi ini. Adik Bhutto, terimakasih untuk terjemahan abstraknya serta kiriman uangnya untuk membeli buku-buku yang saya gunakan dalam penulisan skirpsi ini. Dan juga untuk adik Ave.

  8. Rm. João Paulino, SDB, Rm. Thomas Lopes, Pr, Romo Agus, Pr, terimakasih untuk doa dan dukungannya. Amor Febu, tempat keluh kesah saya selama penulisan skripsi sampai selesainya skripsi ini. Terimakasih untuk idenya, nasehatnya, perhatiannya, dukungannya, doanya dan bantuannya demi kelengkapan data-data aktual selama penulisan skripsi ini. Shinta Lopes, dan Oca, terimakasih untuk pinjaman buku-bukunya. Belay, Qiqi, Risa, Ina dan Enshy, terimakasih telah menjadi sahabat saya sekaligus saudara saya baik dalam suka maupun duka. Sr. Brigit, Sr. Lina FDCC, Simão, Ajoão, Sipri,

  Jojon, Dora, Kak Fa, Ella, Lenny, Healhty, Lira, Trias, Elsy, Monic, Eta, Mala, Adilson, terimakasih untuk kebersamaannya selama ini, dan teman- teman tercinta di Program Studi Bimbingan dan Konseling.

  9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam proses penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir.

  Akhir kata saya berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan, khususnya dalam bidang Bimbingan dan Konseling.

  Penulis

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………… ii

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………. iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………………….. v

ABSTRAK ……………………………………………………………………... vi

ABSTRAC

  …………………………………………………………………….... vii

  

KATA PENGANTAR …………………………………………………………viii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………… xi

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………. xiv

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………………………. 1 B. Rumusan Masalah ……………………………………………………….. 7 C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………… 7 D. Manfaat Penelitian ……………………………………………………….. 8 E. Batasan Variabel ………………………………………………………… 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Kekerasan di Dili Timor Leste Periode 1999-2006 ................................. 10

  1. Pengertian Kekerasan ………………………………………………. 12

  2. Macam- macam Bentuk Kekerasan …………………………………. 12

  a. Fisik …………………………………………………………….. 13

  b. Seksual atau Reproduksi ……………………………………….. 13

  c. Psikologis ………………………………………………………. 13

  d. Deprivasi ……………………………………………………….. 13

  3. Penyebab Terjadinya Kekerasan …………………………………… 14

  a. Tingginya Tingkat Pengangguran ……………………………… 14

  b. Situasi Lingkungan ……………………………………………. . 15

  c. Parahnya Kesenjangan antara Pendapatan dan Kesejahteraan antara yang Kaya dan Miskin ………………………………….. 16 d. Frustrasi dan Kemarahan ……………………………………….. 16

  B. Penderitaan …………………………………………………………….. 17

  C. Pengalaman Traumatis Akibat Kekerasan Menghambat Perkembangan Kepribadian Seseorang untuk Menjadi Pribadi yang Berfungsi Sepenuhnya ……………………………………………. 19

  1. Pengertian Trauma dan Akibat-akibatnya ………………………….. 20

  2. Akibat-akibat Trauma ……………………………………………… 20

  a. Emosi …………………………………………………………… 21

  b. Kognitif ………………………………………………………... 21

  c. Hyperarousal …………………………………………………… 21

  d. Tubuh …………………………………………………………... 22

  D. Pentingnya Pendampingan untuk Menjadi Pribadi yang Berfungsi Sepenuhnya …………………………………………………………….. 25

  E. Bimbingan …………………………………………………………….... 27

  1. Pergertian Bimbingan ………………………………………………. 27

  2. Tujuan Bimbingan ………………………………………………….. 28

  a. Bimbingan Penyembuhan (Kuratif) ……………………………. 28

  b. Bimbingan Perkembangan (Perseveratif) ……………………… 29

  BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian …………………………………………………………. 30 B. Alat Pengumpulan Data ………………………………………………... 30

  1. Kuesioner Pengalaman Kekerasan Mahasiswa-mahasiswi AKPRIND Asal Timor Leste ……………………………………… 30

  2. Skoring ……………………………………………………………... 32

  3. Reliabilitas dan Validitas …………………………………………... 33

  a. Reliabilitas Kuesioner …………………………………………… 33

  b. Validitas Kuesioner ……………………………………………… 34

  C. Subjek Penelitian ……………………………………………………….. 36

  D. Prosedur Pengumpulan Data …………………………………………… 36

  1. Tahap Persiapan ……………………………………………………. 36

  2. Pengumpulan Data Penelitian ……………………………………… 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ………………………………………………………… 38

  1. Pengalaman Kekerasan Mahasiswa- mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste ………………………………………………………… 39

  2. Kategori Akibat Kekerasan terhadap Kehidupan Mahasiswa- mahasiswi AKPRIND Asal Timor Leste bagi Diri Mereka ………... 39 a. Akibat Fungsi Diri ……………………………………………… 40

  b. Harapan Hidup …………………………………………………. 40

  3. Kesimpulan Umum ………………………………………………… 41

  B. Pembahasan …………………………………………………………….. 43

  BAB V KESIMPULAN, DAN SARAN A. Kesimpulan ……………………………………………………………... 48 B. Saran-Saran …………………………………………………………….. 50

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 52

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….. 54

Lampiran 1: Kuesioner Pengalaman Kekerasan Mahasiswa- mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste ……………………………………… 55 Lampiran 2: Hasil Tabulasi Skor Pene litian …………………………………… 61 Lampiran 3 : Perhitungan Peraspek Pengalaman Kekerasan Mahasiswa-

  mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste ………………………… 68 Lampiran 4 : Perhitungan Reliabilitas dan Validitas Penelitian ……………….. 73 Lampiran 5 : Perhitungan Mean Setiap Aspek Pengalaman Kekerasan

  

Mahasiswa- mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste ……………. 76

BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan batasan-batasan variabel. A. Latar Belakang Masalah Fenomena kekerasan pada kenyataannya memang tidak bisa dipisahkan

  dari kehidupan manusia. Sejak diturunkannya manusia di dunia, sejarah kekerasan telah ditampilkan oleh anak Adam dan Hawa, dengan tewasnya Habel di tangan Kain (Daniel, 1997).

  Menurut Fromm (2000), kekerasan akan mencapai puncaknya dengan munculnya tragedi peperangan. Namun peperangan yang paling kejam adalah adanya perang saudara yang tidak saja akan menghancurkan secara fisik, namun lebih jauh akan saling menghancurkan secara ekonomi, sosial, politik kedua pihak yang saling bertikai.

  Pasca merdeka dari Indonesia pada tanggal 20 Mei 2002, negara Timor Leste masih mengalami berbagai kerusuhan. Bukan hanya kerusuhan saja, tetapi di setiap kerusuhan itu selalu saja ada kekerasan. Tak mengherankan Timor Leste merupakan salah satu negara yang akhir-akhir ini disebut sebagai negara yang rawan kekerasan. Kekerasan terjadi karena situasi sosial, politik, ekonomi, keamanan dan kepemimpinan yang semakin hari semakin tidak menentu. Semua nya itu semakin meningkatkan rasa frustrasi di kalangan masyarakat sebab situasi sosial, politik, ekonomi, kepemimpinan dan keamanan tidak dapat berjalan normal seperti sedia kala. Dari hari kehari kekerasan demi kekerasan terus terjadi di sekitar mereka.

  Warga Timor Leste yang semula hidupnya berdampingan, saling melengkapi kebutuhan antara satu dengan yang lain, saling menghargai baik dalam bentuk barang maupun orang dan saling mempercayai satu dengan yang lain; kini berubah sebab memandang sesama sebagai musuh mereka yang harus dilawan. Teman menjadi musuh, saling membenci, saling mengancam, saling bersaing mendapatkan kesejahteraan, saling menaruh dendam, kecemburuan sosial yang tinggi terhadap jabatan dan kesejahteraan yang diperoleh orang lain. Pada akhirnya melahirkan penjarahan yang diwarnai dengan pembunuhan satu sama yang lainnya, saling menaruh kecurigaan akan kesejahteraan yang diperoleh orang lain dan mengutamakan kekayaan tanpa peduli bahwa ia bahagia di atas penderitaan orang lain.

  Menurut Gunadi (PASTI 2004), apabila situasi seperti ini berlangsung terus menerus maka masyarakat akan menjadi mudah dipengaruhi oleh orang lain dan juga akan mudah melakukan tindak kekerasan untuk memenuhi apa yang diinginkannya. Berbagai faktor penyebab terjadinya kekerasan adalah dendam yang bersumber karena pernah mengalami kekerasan maka mendorong korban melampiaskan dalam bentuk perilaku yang sama pula (Smith-Cannady, 1998).

  Masalah sosial, politik, ekonomi, kepemimpinan dan keamanan, yang melandasi pecahnya kekerasan di Dili Timor Leste pada tahun 1999, tahun

  2003 dan tahun 2006 menandakan kedamaian dan ketenteraman yang diimpikan oleh semua lapisan masyarakat belum sepenuhnya diperoleh.

  Buktinya, dari tahun 1999 kekerasan terjadi di seluruh teritori Timor Leste, tahun 2003 dan tahun 2006 kekerasan masih terus terjadi yang berpusat di kota Dili Timor Leste. Menurut laporan Komisi Khusus Investigasi Internasional-PBB, puluhan orang harus kehilangan nyawanya baik dari pihak sipil maupun dari pihak militer lokal maupun militer internasional, puluhan orang mengalami luka ringan dan luka berat, kehilangan harta benda karena penjarahan serta kehilangan tempat tinggal karena dibakar oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Akibatnya negara termuda ini berada diujung jurang kehancuran dan menjadi negara yang gagal memberikan keamanan, kedamaian, ketenteraman dan ketenangan pada warganya.

  Pemerintah yang seharusnya menjadi tempat perlindungan bagi warganya untuk hidup aman ternyata justru menjadi tempat yang tidak aman bagi warganya. Begitu banyak kasus kejahatan yang terjadi dan saling berantai dalam lingkungan masyarakat. Pemerintah Alkatiri yang tidak bisa mengontrol Menteri Dalam Negeri atas pembagian senjata kepada warga sipil, mengadudombakan dan memecah belah rakyat kecil sehingga memunculkan konflik bersenjata, perkelahian, pemberontakan dan pembunuhan antar masyarakat dengan pemerintah, masyarakat dengan masyarakat dan yang menjadi korban adalah masyarakat kecil yang tidak tahu apa-apa. Penegak hukum yang tidak mempunyai keberanian untuk menghukum para pelaku kejahatan maka terjadilah praktik main hakim sendiri. Masyarakat kemudian lebih nyaman untuk melakukan sendiri proses penghakiman terhadap pelaku kejahatan ketimbang menyerahkannya kepada institusi hukum yang ada, (Gunadi dalam Pasti, 2004).

  Kekerasan adalah segala sesuatu yang menyebabkan orang terhalang untuk mengembangkan potensi kepribadiannya secara sehat. Menurut Galtung (Mohttar dkk, 2000), kekerasan bukan hanya berwujud keadaan yang menimpakan penderitaan atau kesengsaraan pada seseorang tetapi juga bisa berwujud pengalaman traumatis yang menjadi penghalang bagi seseorang untuk memperoleh kebaikan atau kebahagiaan.

  Fakta-fakta tersebut menarik minat penulis untuk mengetahui mengapa keberadaan manusia (dalam hal ini masyarakat Dili) lekat dengan kekerasan? Bagaimana dampak kekerasan itu bagi para korban? Bagaimana para korban kekerasan mengatasi pengalaman kekerasan?

  Merenungi kondisi Timor Leste masa kini yang terus menerus didera kerusuhan dan kekerasan memunculkan banyak dampak di kalangan masyarakat Timor Leste, terlebih bagi mahasiswa- mahasiswi sehingga menyebabkab proses perkuliahan menjadi terhambat. Kampus-kampus di Dili tidak menjadi aman, para dosen takut pergi ke kampus sebab keamanan mereka tidak terjamin. Adanya kerusuhan dan kekerasan yang sering terjadi di Dili Timor Leste membuat mahasiswa- mahasiswi Universidade da Paz (UNPAZ) berinisiatif mengambil keputusan untuk transfer kuliah ke Indonesia dengan dibantu Rektor UNPAZ yang memberikan rekomendasi kepada para mahasiswa tersebut. Yogyakarta merupakan salah satu tempat para mahasiswa UNPAZ untuk melanjutkan kuliah mereka di kampus AKPRIND-Yogyakarta. Para mahasiswa tesebut berjumlahkan 16 orang: 3 orang perempuan dan 13 orang laki- laki. Atas kebijakan Rektor AKPRIND menerima para mahasiswa transferan tersebut akhirnya mereka bisa melanjutkan kembali kuliah mereka di kampus tersebut dan aktif sebagai mahasiswa AKPRIND. Korban kekerasan yang menjadi subjek penelitian kami adalah para mahasiswa- mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste tersebut.

  Mahasiswa- mahasiswi Timor Leste yang kuliah di AKPRIND adalah korban kekerasan yang terjadi di Dili Timor Leste pada tahun 1999, tahun 2003, dan tahun 2006. Kekerasan-kekerasan yang mereka alami dan rasakan seperti: ancaman, pemuk ulan, bentakan, kehilangan tempat tinggal karena dibakar, kehilangan orang-orang tercinta karena dibunuh atau diculik serta kehilangan harta benda karena penjarahan. Semua kejadian tersebut pada akhirnya mengakibatkan mereka mengalami ketakutan dan memiliki pengalaman traumatis.

  Menurut Rogers (Schultz, 1991), seseorang yang dihantui pengalaman masa lalu yang buruk dapat terhambat perkembangan kepribadiannya sehingga dapat menyebabkan pribadinya menjadi tidak berfungsi sepenuhnya. Kepribadian yang tidak berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang tidak hidup pada kenyataan saat ini, tidak dapat mengontrol kehidupannya sendiri, tidak produktif, tidak bahagia, tidak peduli dengan orang lain, tidak dapat mengembangkan kualitas-kualitas yang mereka miliki, menyendiri, sering merasa kesepian dan represif. Kemungkinan besar para korban kekerasan di Dili Timor Leste mengalami kepribadian seperti yang digambarkan oleh Rogers. Sebab keamanan, kedamaian dan ketenteraman di kota Dili yang dirasakan/dialami masyarakat tidak sesuai dengan yang diinginkan/diharapkan. Yang ada hanyalah kekacauan, kerusuhan, konflik yang berkepanjangan sehingga harus memakan korban jiwa yang tidak berdosa dan mengakibatkan banyak orang harus mengungsi dari tempat asalnya sendiri karena panik dan takut keselamatannya terancam.

  Kepribadian yang berfungsi sepenuhnya, terarah kepada orang lain sama sekali tidak berpusat pada diri sendiri, produktif, dapat mengontrol hidupnya, mengembangkan kualitas-kualitas yang ada pada dirinya, bergerak merubah dunia yang sudah tidak benar, bahagia, independent, mampu menguasai diri sendiri, menentukan nasib sendiri, dan mempunyai dorongan-dorongan untuk menjadi pribadi yang berfungsi sepenuhnya. Pandangan orang berfungsi sepenuhnya adalah ke depan yaitu, kepada peristiwa-peristiwa yang akan datang dan tidak menoleh kembali pada peristiwa-peristiwa masa lampau yang dialaminya (Rogers dalam Schultz, 1991). Menurut penulis, mahasiswa- mahasiswi Timor Leste perlu juga memiliki pandangan ke depan sebab mereka adalah penerus bangsa dan Negara Timor Leste.

  Berdasarkan itu semua penulis ingin tahu sejauh mana pandangan para mahasiswa AKPRIND asal Timor Leste sebagai korban kekerasan terhadap tugas-tugas hidup dan kehidupan dalam masyarakat sekarang dan ke depan? Tujuannya, supaya mereka dapat melihat pengalaman kekerasan sebagai bagian tak terpisahkan dari hidupnya sekaligus dapat menarik makna dalam penderitaannya tersebut. Dengan demikian mereka dapat menjadi pribadi yang berfungsi sepenuhnya seperti yang ditekankan oleh Rogers. Harapan penulis mereka dapat mengembangkan potensinya dengan cara menyelesaikan kuliahnya tanpa dibayangi pengalaman pahit tentang kekerasan di masa lalu.

  Subjek penelitian ini adalah mahasiswa- mahasiswi AKRPIND Yogyakarta yang asalnya dari Timor Leste yaitu para mahasiswa transferan dari UNPAZ (Universidade da Paz) Dili Timor Leste. Alasan penulis memilih mahasiswa- mahasiswi AKPRIND Yogyakarta transferan dari UNPAZ Dili Timor Leste sebagai subjek penelitian karena para mahasiswa tersebut adalah korban- korban kekerasan yang terjadi di Dili Timor Leste.

B. Rumusan Masalah

  1. Bagaimana pengalaman kekerasan mahasiswa-mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste sewaktu terjadi kerusuhan di Dili?

  2. Bagaimana akibat dari pengalaman kekerasan para mahasiswa-mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste bagi diri mereka?

  3. Bagaimana harapan hidup mahasiswa- mahasiswi AKPRIND Asal Timor Leste sekarang ini? C.

   Tujuan Penelitian

  1. Mengetahui pengalaman kekerasan yang dialami mahasiswa-mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste sewaktu kerusuhan di Dili.

  2. Mengetahui akibat dari pengalaman kekerasan yang dialami para mahasiswa- mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste bagi diri mereka.

  3. Mengetahui harapan hidup mahasiswa- mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste sekarang ini.

  D. Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian akan digunakan untuk pengembangan program pendampingan mahasiswa- mahasiswi Timor Leste yang kuliah di AKPRIND.

  E. Batasan Variabel

  1. Pengalaman kekerasan dari para mahasiswa adalah penderitaan fisik, mental, sosial, moral yang terjadi pada diri mahasiswa-mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste sewaktu terjadi pergolakan atau kerusuhan di Dili dan diukur dengan kuesioner pengalaman kekerasan mahasiswa- mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste serta ditunjuk oleh skor yang diperoleh mahasiswa. Ada dua kategori pengalaman kekerasan yaitu ringan dan berat.

  2. Akibat kekerasan terhadap diri para mahasiswa yaitu penderitaan (luka) fisik, mental sosial, moral yang membekas dalam diri atau perilaku para mahasiswa dan diukur dengan kuesioner pengalaman kekerasan mahasiswa- mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste serta ditunjuk oleh skor yang diperoleh para mahasiswa. Ada dua kategori yaitu ringan dan berat.

  3. Harapan hidup mahasiswa yaitu pandangan para mahasiswa terhadap tugas-tugas hidup dan kehidupan dalam masyarakat sekarang dan ke depan dan diukur dengan kuesioner pengalaman kekerasan mahasiswa- mahasiswi AKPRIND asal Timor Leste serta ditunjuk oleh skor yang diperoleh mahasiswa. Ada dua kategori yaitu suram dan cerah.

BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan landasan teori yang menjadi dasar perumusan masalah yang memberi arahan bagi penelitian ini. A. Kekerasan di Dili Timor Leste Periode 1999-2006 Pada tanggal 30 Agustus 1999, dalam referendum yang dipantau oleh

  pasukan Perdamaian Bangsa-Bangsa (PBB), kebanyakan penduduk Timor Timur 78% memilih merdeka, memisahkan diri dari Indonesia. Kemudian namanya diganti menjadi “Timor Leste”. Hanya tiga-empat jam seusai pengumuman, sebagai wujud ketidakpuasan milisi pro otonomi mulai menyerang kantong-kantong pendukung pro-kemerdekaan. Bahkan beberapa kantor UNAMET didatangi dan digedor. Suara lengkingan tembakan dan kilatan api memenuhi langit hingga ahab subuh dini hari. Penembakan dan pembakaran ruma h, gedung, dan sarana vital lainnya dibakar. Dili berubah jadi lautan api. Puluhan ribu penduduk mengungsi. Korban pun jatuh bergelimpangan, bermandi darah. Setidaknya, lima penduduk Dili dilaporkan tewas dalam sehari (Tempo, 1999).

  Bagi rakyat Timor Leste, pra merdeka menyimpan harapan besar bahwa melepaskan diri dari Indonesia mereka bisa menata ekonominya sendiri dan melakukan kerjasama dengan negara lain dalam bentuk yang lebih sederajat. Namun, harapan itu pudar seiring dengan semakin memanasnya krisis politik di Timor Leste; pemberontakan bersenjata dari para eks-tentara Falintil/FDTL dan milisi- milisi sipil bersenjata disertai dengan demo nstrasi-demonstrasi massa untuk legitimasi politik yang kesemuanya menuntut PM Alkatiri untuk mundur dari jabatannya. Kenyataan yang terjadi pasca restorasi kemerdekaan pada tanggal 20 Mei 2002, Negara Timor Leste masih mengalami berbagai kerusuhan dan kekerasan pertama selama masa kemerdekaan. Tahun 2003 ratusan demo nstran membakar dan menjarah sebuah toko milik pengusaha dari Australia, bahkan dalam kejadian itu rumah Perdana Menteri Alkatiri Timor Leste juga ikut dibakar massa. Kerusuhan tahun 2006 yakni pemecatan 594 anggota Falintil/FDTL pemecatan itu melahirkan tragedi kerusuhan 28 April yang lebih dikenal dengan kerusuhan April-Mei 2006. Dengan demikian situasi sosial, politik, ekonomi, keamanan dan kepemimpinan di Timor Leste sesudah kemerdekaan, lebih dikuasai oleh mitos kekuatan fisik. Kekerasan pasca referendum 1999, kekerasan di tahun 2003 dan krisis politik Militer tahun 2006 adalah bagian yang tidak bisa terpisahkan dari penyebab utama traumatik dan putus asa dalam diri masyarakat Timor Leste.

  Kekerasan yang terus menerus terjadi di Dili Timor Leste sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2006, sepertinya menjadi wajah Timor Leste masa kini.

  Kekerasan adalah berita sehari-hari kehidupan masyarakat di Timor Leste. Perilaku kekerasan semakin hari semakin nampak, dan sungguh sangat mengganggu ketenteraman hidup masyarakat Timor Leste khususnya yang berdomisili di Dili.

  Mengapa kekerasan begitu mudah terjadi di Timor Leste? Berikut ini penulis akan menguraikan tentang teori kekerasan.

  1. Pengertian Kekerasan

  Menurut Kristi (2004), kekerasan adalah hal yang sangat kompleks, menyangkut keterikatan aspek-aspek internal dan eksternal, subjektif (penghayatan akan diri dan yang lain), inter subjektif (bagaimana manusia yang satu dengan yang lain saling memandang dan berkesadaran), obyektif (misalnya, tuntutan perut, atau pengangguran besar-besaran akan disusul dengan meningkatnya kriminalitas). Kekerasan menyangkut aspek yang individual, mulai dari kondisi biologis sang subjek hingga bagaimana ia berkesadaran dalam membangun kehendak. Kekerasan menyangkut aspek sosial-politik, struktur makro masyarakat bagaimana lembaga- lembaga resmi maupun tidak resmi terbangun, ada tidaknya aturan hukum dan budaya, penegakannya, komitmen politis dan moral petingi negara bahkan teknologi informasi dan globalisasi.

  Dari uraian tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa kekerasan yang terjadi di Timor Leste juga terjadi karena ada masalah internal dan eksternal yang menyangkut aspek sosial-politik.

  2. Macam-macam Bentuk Kekerasan

  Menurut Kristi (2004) bentuk kekerasan dibagi menjadi 4 bagian yakni: a. Fisik Pemukulan, pengeroyokan, penggunaan senjata untuk menyakiti, melukai; penyiksaan, penggunaan obat untuk menyakiti, penghancuran fisik pembunuhan dalam banyak manifestasinya.

  b. Seksual atau Reproduksi Serangan atau upaya fisik untuk melukai (pada alat seksual), reproduksi; ataupun serangan psikologis (kegiatan merendahkan, menghina) yang diarahkan pada penghayatan seksual subjektif, seperti: manipulasi seksual pada anak (atau pihak yang tidak memiliki posisi tawar setara), pemaksaan hubungan seksual, sadisme dalam relasi seksual multilasi alat seksual, pemaksaan aborsi, penghamilan paksa dan bentuk-bentuk lain.

  c. Psikologis Penyerangan harga diri, penghancuran motivasi, perendahan, kegiatan mempermalukan, upaya membuat takut, teror dalam banyak menifestasinya. Misalnya: makian kata-kata kasar, ancaman, penghinaan; dan banyak bentuk kekerasan fisik atau seksual yang berdampak psikologis, seperti; penelanjangan dan pemerkosaan.

  d. Deprivasi Penjauhan dari pemenuhan kebutuhan dasar (makan, minum dan buang air, udara, bersosialisasi, bekerja dan lain- lain), dalam berbagai bentuknya, misalnya; pengurungan, tidak memberi makanan dan minuman atau tidak merawat orang yang sakit serius.

  Menurut penulis: kemungkinan besar para korban di Timor Leste mengalami kekerasan fisik, seksual, psikologis dan deprivasi.

3. Penyebab Terjadinya Kekerasan

  Menurut Gunadi (PASTI, 2004), dan Mu’tadin (2002), penyebab terjadinya kekerasan adalah: a. Tingginya Tingkat Pengangguran

  Khususnya di kalangan masyarakat di daerah perkotaan. Persoalan ini amat terasa ketika situasi ekonomi mengalami kemerosotan. Setiap tahun begitu banyak masyarakat yang ma suk ke pasar tenaga kerja. Akan tetapi, terbatasnya lapangan kerja maka banyak yang menjadi pengangguran. Ada yang kemudian memilih untuk masuk ke sektor informal, menjadi pekerja mandiri kendati tetap menyimpan keinginan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Masyarakat yang pendidikannya tidak cukup baik, tidak perlu berpikir lama untuk mengambil keputusan masuk ke sektor informal. Namun, masyarakat yang terdidik memilih untuk tetap mencoba ke sektor formal. Di sinilah mereka tersadar betapa amat kecil peluang mereka untuk bisa mendapatkan pekerjaan. Tentu, hal ini diperparah pula dengan seringnya nepotisme, koneksi, korupsi menjadi penentu pengalokasian pekerjaan dan makin meningkatkan kekecewaan mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya. Menump uknya kekecewaan ini kemudian berbuah pada pilihan untuk bergabung dengan kelompok- kelompok yang ekstrim dan menggunakan kekerasan sebagai cara untuk meluapkan kekecewaan mereka.

  Minimnya bahasa Inggris dan bahasa Portugis sebagai syarat melamar pekerjaan di kalangan masyarakat Timor Leste banyak yang menjadi pengangguran. Ditambah lagi dengan seringnya nepotisme, koneksi dan korupsi menjadi penentu pengalokasian pekerjaan membuat masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan (dalam hal ini para penganguran) menjadi frustrasi, dan marah sehingga mereka menggunakan kekerasan sebagai cara untuk meluapkan frustrasi dan kemarahan mereka.

  b. Situasi Lingkungan Khususnya di perkotaan. Tidak memadainya akses pelayanan- pelayanan publik yang penting sementra kota itu sendiri terus berkembang dan bertambah penduduknya. Pemerintahan yang tidak berfungsi dengan baik dalam melayani publik dan penuh tindak korupsi akan menyebabkan minimnya kepercayaan publik terhadap pemerintah dan institusi- institusi lainnya sehingga dapat ditempatkan sebagai pendorong terjadinya kekerasan.

  Kekerasan yang sering terjadi di Timor Leste khususnya di Dili dipicu pula karena tidak memadainya pelayanan-pelayanan publik sementara kota itu sendiri adalah ibu kota Negara Timor Leste yang harus terus berkembang dan bertambah penduduknya. Selain itu pemerintahan yang tidak berfungsi dengan baik dalam melayani publik dan penuh tindak korupsi membuat masyarakat menjadi kecewa sehingga mereka meluapkan kekecewaan mereka dengan membakar gedung-gedung dan sarana vital lainnya saat konflik terjadi.

  c. Parahnya Kesenjangan antara Pendapatan dan Kesejahteraan antara yang Kaya dan Miskin.

  Kemiskinan ada yang disebabkan oleh kemalasan dan ada yang disebabkan oleh perilaku jahat dari kelompok yang kaya. Misalnya, banyak yang bekerja keras dan bertindak jujur, namun tidak juga lepas dari kemiskinan ketika di dalam hubungan-hubungan antar pelaku ekonomi tersebut terjadi tindak-tindak eksploitatif. Kekecewaan yang berlarut- larut ini akhirnya memunculkan keinginan untuk melakukan tindakan balasan dimana kekerasan menjadi cara yang dipilih untuk memenuhi keinginannya.

   Adanya perbedaan pendapatan dan kesejahteraan dalam

  masyarakat Timor Leste menyebabkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Hal ini menimbulkan kecemburuan sosial yang tinggi dan akhirnya memunculkan keinginan untuk melakukan tindakan balasan. Pada saat konflik terjadi, kaum kayalah yang menjadi sasaran utama.

  d. Frustrasi dan Kemarahan Frustrasi terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Kekerasan merupakan salah satu cara berespon terhadap frustrasi. Frustrasi yang semakin meningkat dikalangan masyarakat akan mengakibatkan masyarakat menjadi mudah marah.

  Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancur atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran kejam. Bila hal- hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku kekerasan.

  Konflik dan Kekerasan yang terjadi di Timor Leste di Dili dipicu pula masyarakat yang frustrasi dan marah akibat situasi sosial, politik, ekonomi, keamanan, dan kepemimpinan yang semakin hari tidak menentu dan tidak dapat berjalan seperti sedia kala.

  Menurut Penulis, penyebab terjadinya kekerasan di Dili Timor Leste juga diakibatkan karena tingginya tingkat pengangguran, situasi lingkungan, parahnya kesenjangan antara pendapatan dan kesejahteraan antara yang kaya dan miskin, frustrasi dan kemarahan maka tak mengherankan terjadi enam (6) kali peristiwa kekerasan yang besar sehingga menyebabkan banyak orang menderita.

B. Penderitaan

  Penderitaan adalah sebuah pengalaman yang manusiawi. Artinya bagi setiap manusia siapapun dia, selama dia masih melakukan pengembaraan di bumi ini dia tidak akan pernah lepas dari penderitaan. Penderitaan-penderitaan itu terjadi dalam diri kita sendiri baik secara pribadi, secara kolektif dalam lingkungan kecil: keluarga misalnya; atau bahkan dialami oleh suatu bangsa, lingkup yang besar, contoh di Timor Leste tepatnya sekitar tahun 1999-2006, atau hingga saat karya tulis ini dicatat, masih belum bebas dari belenggu penderitaan.

  Negara Timor Leste, dalam kurung waktu tersebut, mengalami berbagai tragedi kekerasan. Tragedi kekerasan itu datangnya bertubi-tubi, hingga menimbulkan banyak penderitaan lain yang saling menyusul. Dapat dikatakan sebagai penderitaan kolektif. Artinya dialami oleh banyak orang, dengan perasaan yang sama, namun di lain pihak, tiap orang atau pribadi mengalami penderitaan-penderitaan itu dengan cara dan rasanya masing- masing.

  Meskipun tragedi kekerasan itu berskala luas, nasional, namun tiap pribadi yang mengalaminya dapat dikatakan sebagai tragedi kekerasan personal atau dengan kata lain, penderitaan yang dilami oleh tiap-tiap pribadi itu terakumulasi dalam lingkup yang luas hingga berpengaruh pada tatanan dan stabilitas nasional. Akhirnya penderitaan-penderitaan personal itu menyatu membentuk penderitaan seluruh bangsa. Penderitaan karena tragedi kekerasan membuat mayoritas masyarakat Timor Leste (khususnya korban kekerasan) mengalami situasi hidup penuh ketakutan, kekwatiran, tidak nyaman, dan tidak damai. Situasi-situasi tersebut dapat menyebabkan korban mengalami pengalaman traumatis.