Perbedaan tingkat asertivitas antara mahasiswa Batak Toba yang ada di Yogyakarta dengan mahasiswa Batak Toba yang ada di Medan - USD Repository

  

PERBEDAAN TINGKAT ASERTIVITAS ANTARA MAHASISWA BATAK

TOBA YANG ADA DI YOGYAKARTA DENGAN MAHASISWA BATAK

TOBA YANG ADA DI MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.)

  

Program Studi Psikologi

Oleh :

Winda Nora Yolanda Marpaung

  

NIM : 029114118

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2007

  

ABSTRAK

Perbedaan Tingkat Asertivitas Antara Mahasiswa Batak Toba Yang Ada Di

Yogyakarta Dengan Mahasiswa Batak Toba Yang Ada Di Medan

  Winda Nora Yolanda Marpaung Universitas Sanata Dharma

  Yogyakarta Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat asertivitas antara mahasiswa Batak Toba yang ada di Yogyakarta dengan mahasiswa Batak Toba yang ada di Medan. Asertivitas adalah perilaku dalam interaksi sosial yang ditandai oleh adanya beberapa aspek antara lain : kemampuan mengkomunikasikan kebutuhan- kebutuhan, pikiran, ide dan hak pribadi tanpa kecemasan, pengungkapan emosi yang tepat, mampu menciptakan kesetaraan dalam hubungan interpersonal, kemampuan untuk jujur dan terbuka, serta kemampuan untuk bersikap tegas dan aktif. Kemampuan seseorang untuk berperilaku asertif dipengaruhi oleh pola asuh orang tua, kebudayaan, usia, jenis kelamin, dan strategi coping. Berdasarkan latar belakang, peneliti mengasumsikan bahwa ada perbedaan asertivitas, dimana mahasiswa Batak Toba yang ada di Medan lebih asertif bila dibandingkan dengan mahasiswa Batak Toba yang ada di Yogyakarta.

  Subyek penelitian ini adalah mahasiswa Batak Toba berusia 17-25 tahun, dengan rincian 50 mahasiswa Batak Toba yang tinggal di Medan sejak kecil atau bahkan sejak dari lahir, dan 50 mahasiswa Batak Toba yang tinggal selama ± 2-3 tahun di Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk melihat perbedaan, dengan cara membandingkan tingkat asertivitas (sebagai variabel tergantung) dengan lingkungan tempat tinggal (sebagai variabel bebas). Metode pengambilan data adalah penyebaran skala untuk diisi oleh subyek. Alat pengumpulan data adalah skala asertivitas. Uji coba kesahihan butir dan reliabilitas skala penelitian menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,9149, yang menunjukkan tes tersebut status andal.

  Data penelitian dianalisis dengan teknik Independent Sample t-test. Hasil analisis data menyatakan bahwa sebaran data yang ada adalah normal dan homogen. Probabilitas yang diperoleh adalah 0,030 (p < 0,05). Artinya hipótesis yang menyatakan ada perbedaan antara mahasiswa Batak Toba yang ada di Yogyakarta dengan mahasiswa Batak Toba yang ada di Medan diterima. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat asertivitas, dimana mahasiswa Batak Toba yang ada di Medan lebih asertif bila dibandingkan dengan mahasiswa Batak Toba yang ada di Yogyakarta.

  

ABSTRACT

The Differences Level Of The Assertive Behavior Between

Batak Toba Students In Yogyakarta And In Medan

  Winda Nora Yolanda Marpaung Sanata Dharma University

  Yogyakarta The research’s aims is to find out the differences of the assertive behavior between Batak Toba students in Yogyakarta and in Medan. Assertivity is a behavior in social interaction which is marked by several aspects, such as : the ability to communicate needs, thoughts, ideas, and private rights without anxiety; to express emotion; to create an equal interpersonal relation; to be honest; and to act firmly and actively. The ability to behave assertively is influenced by the parents’ fostering pattern, culture, age, sex, and coping strategy. Based on the background, it can be assumed that there are assertive behavior level differences between Batak Toba students in Yogyakarta and in Medan. The assumption is those who are living in Medan are more assertive than those who are living in Yogyakarta.

  The subjects in this research were 100 Batak Toba students aged between 17 to 25 years old. 50 of these students had been living in Medan since they were children or since they were born, and the other 50 had been living in Yogyakarta for 2 or 3 years. The technique applied in this research was the comparative technique to find out the differences of the assertive behavior by comparing the assertive behavior level (as the bound variable) to the neighborhood where the subjects had been living (as the free variable). The method used to collect the data was by distributing scales to the subjects to be filled. The data collecting tools were the assertive behavior scales. The reliability coefficient as the result of the validity and reliability test of the research scales was 0.9149 which showed that the test was reliable.

  The research data are analyzed using the Independents Sample t-test. The result of the data analysis shows that the available data distribution is normal and homogenous. The probability result is 0.030 (p < 0.05). It means that the hypothesis which states that there are differences level of the assertive behavior between Batak

  

Toba students in Yogyakarta and in Medan is accepted. Therefore, it can be

  concluded that there are assertive behavior level differences between Batak Toba students in Yogyakarta and in Medan where Batak Toba students in Medan are more assertive than Batak Toba students in Yogyakarta.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Perbedaan Tingkat Asertivitas Antara Mahasiswa Batak Toba Yang Ada Di Yogyakarta Dengan Mahasiswa Batak Toba Yang Ada Di Medan” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.) di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Selama penelitian sampai penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak berupa bimbingan, dorongan, serta pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

  1. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi.

  2. Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing atas segala bimbingan, saran, serta pengarahan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini.

  3. V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si atas segala masukan berupa kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

  4. MM. Nimas Eki Suprawati, S.Psi., Psi. atas segala masukan berupa kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

  5. Bapak, mamak atas segala doa, kesabaran, dan dukungan yang luar biasa berarti bagi aku.

  6. Abang Dana atas dukungan dan adekku Roi yang dengan sigap membantu selama penelitian di Medan.

  7. Ade Bella “ndutku jleek”, atas segala cinta dan air mata yang pernah kau berikan, untuk persahabatan, dukungan serta doa yang begitu besar.

  8. Uut, Firman, Dedek, Vina, Eko dan teman-teman yang lain, atas segala keceriaan selama di Medan.

  9. Bapak dan Ibu Gatot “orang tua ke-2”, atas segala dukungan dan doa.

  10. Aiu_mutz, atas persahabatan, pengertian, tawa, dan air mata yang pernah kita lakukan bersama.

  11. Ephot_merepetwati, Deo_tampan, Mb’ Desy, Tics_cute, Ika_Delphika, Uci_lussy, Rista, Tamie, Astin, Rosa dan semua anak-anak kos “PELANGI”, atas segala doa, dukungan, masukan, serta keanehan-keanehan yang menyenangkan.

  12. Gaband, atas bantuannya mengisi tinta printerku. Bang Ari, Vica, Hunny, Adek Enat, Andrie_Kera, Fungci, Louis, Weny, dan teman-teman yang telah membantu dalam penyebaran kusioner.

  13. Mahasiswa Batak Toba yang telah membantu dalam pengisian kuisioner…”Mauliate Godang”.

  14. K’ Monik (thanks ya kak terjemahannya emang “nyuuusssss”), Adek Poke, Cecil+Friska (kapan niey kuliner bareng?), Sutri, Dina, Katrin, Tina, Dewi, Donat, May, dan semua teman-teman di Psikologi, khususnya angkatan ’02…”BERSEMANGAT!!!”.

  15. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

  Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.

  Penulis

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………..i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………………...ii HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………………..iii HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………………...iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………………………………v ABSTRAK …………………………………………………………………………...vi ABSTRACT …………………………………………………………………………vii KATA PENGANTAR ……………………………………………………………...viii DAFTAR ISI …………………………………………………………………………x DAFTAR TABEL …………………………………………………………………..xiii DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………………..xiv

  BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………1 A. Latar Belakang ……………………………………………………………………1 B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………...5 C. Tujuan Penelitian …………………………………………………………………5 D. Manfaat Penelitian ………………………………………………………………..5

  1. Manfaat Teoritis ………………………………………………………………6

  2. Manfaat Praktis ……………………………………………………………….6

  BAB II. LANDASAN TEORI ………………………………………………………..7 A. Asertivitas …………………………………………………………………………7

  1. Pengertian Perilaku Asertif …………………………………………………...7

  2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Asertif ……………………….10

  B. Lingkungan Tempat Tinggal …………………………………………………….13

  b. Lingkungan Tempat Tinggal ………………………………………………...24

  1. Persiapan Penelitian …………………………………………………………31

  BAB IV. PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………………………………31 A. Persiapan Penelitian Dan Pelaksanaan Uji Coba Alat Ukur …………………….31

  G. Analisis Data …………………………………………………………………….30

  b. Reliabilitas …………………………………………………………………...29

  a. Validitas ……………………………………………………………………...28

  F. Validitas Dan Reliabilitas ………………………………………………………..28

  E. Metode Dan Alat Pengumpulan Data ……………………………………………26

  D. Subyek Penelitian ………………………………………………………………..24

  a. Asertivitas ……………………………………………………………………23

  1. Pengertian Tempat Tinggal ………………………………………………….13

  C. Definisi Operasional ……………………………………………………………..23

  2. Variabel Tergantung ………………………………………………………....22

  1. Variabel Bebas ………………………………………………………………22

  BAB III. METODE PENELITIAN ………………………………………………….22 A. Jenis Penelitian …………………………………………………………………..22 B. Variabel Penelitian ………………………………………………………………22

  D. Hipotesis Penelitian ……………………………………………………………...21

  C. Dinamika Perbedaan Variabel Penelitian ………………………………………..18

  4. Budaya Batak Toba Di Medan ………………………………………………17

  3. Budaya Jawa Di Yogyakarta ………………………………………………...15

  2. Kebudayaan ………………………………………………………………….14

  2. Uji Coba Alat Ukur ………………………………………………………….31

  3. Hasil Uji Coba Alat Penelitian ………………………………………………32

  a. Estimasi Validitas ………………………………………………………..32

  b. Estimasi Reliabilitas ……………………………………………………..35

  B. Pelaksanaan Penelitian …………………………………………………………..35

  C. Hasil Penelitian ………………………………………………………………….37

  1. Uji Normalitas ……………………………………………………………….37

  2. Uji Homogenitas ……………………………………………………………..38

  3. Uji Hipotesis …………………………………………………………………39

  D. Kriteria Berdasarkan Kategori Perilaku Asertif …………………………………41

  E. Pembahasan ……………………………………………………………………...44

  BAB V. PENUTUP ………………………………………………………………….50 A. Kesimpulan ………………………………………………………………………50 B. Saran ……………………………………………………………………………..50

  1. Bagi Subyek Penelitian ……………………………………………………...50

  2. Bagi Peneliti Lain ……………………………………………………………50 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………..52 LAMPIRAN …………………………………………………………………………55

  

DAFTAR TABEL

  Tabel 1. Aspek dan Distribusi Aitem Skala Perilaku Asertif Sebelum Uji Coba …...27 Tabel 2. Aspek dan Distribusi Aitem Skala Perilaku Asertif Setelah Uji Coba ….....33 Tabel 3. Rangkuman Subyek Penelitian ……………………………………………..36 Tabel 4. Ringkasan Uji Normalitas ………………………………………………….38 Tabel 5. Ringkasan Homogenitas ……………………………………………………39 Tabel 6. Ringkasan Uji-t …………………………………………………………….39 Tabel 7. Ringkasan Mean Empiris Kelompok Subyek Yang Ada Di Yogyakarta Dan

  Medan………………………………………………………………………41 Tabel 8. Norma Kategori Skor ………………………………………………………42 Tabel 9. Kategori Perilaku Asertif Kelompok Subyek Di Yogyakarta ……………...42 Tabel 10. Kategori Perilaku Asertif Kelompok Subyek Di Medan …………………43

DAFTAR LAMPIRAN

  Skala Tingkat Asertivitas Untuk Uji Coba Aitem …………………………………...55 Data Hasil Try Out …………………………………………………………………..60 Estimasi Validitas Aitem …………………………………………………………….67 Estimasi Reliabilitas Aitem ………………………………………………………….70 Skala Tingkat Asertivitas Setelah Uji Coba …………………………………………72 Data Hasil Penelitian ………………………………………………………………...77 Uji Normalitas ……………………………………………………………………….89 Uji Homogenitas ……………………………………………………………………..91 Uji Hipotesis …………………………………………………………………………91 Surat Keterangan Fakultas Untuk Melakukan Penelitian ……………………………92 Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian ……………………………………..93

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya merupakan individu yang tidak dapat hidup sendiri,

  sebab manusia memerlukan dukungan dan bantuan dari orang lain untuk beradaptasi di lingkungan tempat tinggalnya. Dengan kata lain, manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan sesamanya sepanjang hidupnya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan yang mengemukakan bahwa individu memerlukan hubungan dengan lingkungan yang menggiatkannya, merangsang perkembangannya, atau yang memberi sesuatu yang ia perlukan (Gerungan, 2004). Oleh karena itu, kebutuhan untuk dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain sangatlah penting dalam membina hubungan yang baik dengan lingkungan sosialnya.

  Komunikasi tersebut dapat berjalan secara efektif apabila individu mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara langsung, jujur dan tidak mengganggu hak pribadi orang lain (Adams, 1995). Komunikasi sendiri dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu komunikasi secara non asertif, komunikasi secara agresif dan komunikasi secara asertif. Lange dan Jukobowski (Hare dalam Probowo, 2000) menggambarkan komunikasi non asertif sebagai kegagalan untuk mengekspresikan secara jujur perasaan, pikiran, dan kepercayaan, serta membiarkan pihak lain mengganggu haknya. Komunikasi secara agresif adalah komunikasi dimana individu mengekspresikan perasaan, pikiran, dan kepercayaannya secara berlebihan, sehingga mengganggu hak orang lain (Townend dalam Probowo, 2000). Komunikasi yang agresif tersebut cenderung berkeinginan untuk menyalahkan pihak lain, menghakimi, dan bersifat menyerang. Komunikasi secara asertif terjadi apabila individu mampu menyatakan haknya dengan menghormati dan tidak mengganggu orang lain (Townend dalam Probowo, 2000). Oleh karena itu, komunikasi secara asertif bertujuan untuk mengekspresikan pikiran, perasaan dan keyakinannya secara langsung, jujur, dan tidak mengganggu hak pribadi orang lain. Hal tersebut berkaitan juga dengan keinginan individu untuk memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat yang ada di sekitarnya.

  Berdasarkan pada penjelasan tersebut, penting bagi individu untuk mengembangkan kemampuan asertif yang baik dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Kemampuan asertif adalah kemampuan untuk terbuka terhadap diri sendiri secara jujur serta mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya, tanpa menyakiti serta tidak melanggar hak orang lain (Rakos, 1991). Seseorang dikatakan mampu bersikap asertif apabila ia mampu untuk mengungkapkan pendapat dan keinginannya secara langsung, tanpa disertai perasaan cemas. Selain itu seseorang juga dapat dikatakan bersikap asertif apabila ia mampu berkata “tidak” jika diminta untuk melakukan sesuatu yang tidak ingin dilakukannya, tanpa disertai perasaan bersalah, sehingga ia mampu untuk mengungkapkan kebutuhan sendiri tanpa merasa terbebani.

  Kemampuan untuk bersikap asertif ini dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain pola asuh orangtua, kebudayaan, usia, jenis kelamin, dan strategi coping (Santosa, 1999). Faktor yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini adalah faktor kebudayaan yang biasanya berhubungan dengan norma-norma yang ada dan sudah tertanam semenjak kecil. Salah satu contohnya adalah kuatnya pengaruh keluarga pada suku Batak, yang direalisasikan dalam bentuk perlakuan orang tua yang senantiasa menanamkan keberanian dalam mengutarakan pendapatnya kepada orang lain, termasuk kepada orang yang lebih tua dan mempunyai pengaruh cukup besar dalam keluarga (Gultom, 1992). Hal tersebut dilakukan karena orang tua pada umumnya mengharapkan adanya keberanian dalam diri anak-anak mereka sehingga terbiasa menghadapi kehidupan di luar ruang lingkup keluarga, misalnya di sekolah maupun dalam ruang lingkup organisasi tertentu. Dengan kata lain, besarnya tingkat asertivitas seseorang disesuaikan dengan norma masyarakat atau lingkungan sekitarnya (Rakos dalam Santosa, 1999). Hal ini dapat menimbulkan masalah apabila individu memilih atau dihadapkan pada pilihan untuk tinggal dan berdomisili di lingkungan baru yang memiliki kultur cenderung berbeda bila dibandingkan dengan lingkungan asal.

  Masalah tersebut juga dihadapi oleh mahasiswa Batak Toba yang berdomisili di daerah Yogyakarta, sebab mereka cenderung berinteraksi dengan berbagai suku terutama suku Jawa yang sangat kuat pengaruhnya di Yogyakarta. Mereka kemungkinan lebih sulit mengutarakan pikiran dan perasaan secara langsung karena mereka merasakan adanya benturan antara kebudayaan yang mereka miliki dengan kultur budaya tempat tinggal mereka, yaitu daerah Yogyakarta. Achmad, Suseno & Reksosusilo menyatakan bahwa budaya Jawa tersebut senantiasa menekankan prinsip kerukunan dan keselamatan sosial (dalam Santosa, 1999). Oleh karena itu, membuka perasaan hati begitu saja dinilai negatif bagi orang Jawa (Suseno, 2001). Berlaku secara mendadak dan spontan dianggap sebagai tanda kekurangdewasaan. Hal tersebut dipandang sebagai usaha yang berlebihan karena reaksi-reaksi yang diterima terasa kurang mengenakkan, sehingga memperlihatkan adanya kekacauan batin atau kurangnya kontrol diri bagi orang Jawa (Mulder dan Geertz dalam Suseno, 2001).

  Situasi yang dialami oleh mahasiswa Batak Toba yang berdomisili di Yogyakarta tersebut dapat menyebabkan mereka menjadi individu yang kurang terbuka dan cenderung “hati-hati” sehingga tidak mampu mengkomunikasikan pesan dan perasaan mereka yang sesungguhnya. Akibatnya, mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka, dan menjadi kurang spontan dalam mengungkapkan diri.

  Oleh karena itu, kemampuan asertif diperlukan untuk menciptakan hubungan yang jujur dan sehat, misalnya dengan meminta orang lain mengerjakan sesuatu tanpa merasa bersalah atau cemas, serta jujur dalam mengekspresikan pendapat pribadinya kepada tokoh yang berwenang dengan penuh percaya diri. Kemampuan asertif juga membuat individu mampu menjaga keterbukaan, membiarkan informasi baru dan pikiran-pikiran serta perasaan-perasaan yang jujur mengalir secara bolak-balik (Cawood, 1997).

  Hal tersebut mendukung individu untuk membangun hubungan relasional yang baik dan efektif, sehingga mampu mengurangi konflik, kegagalan, dan ketidakpuasan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari (Lloyd, 1991). Situasi yang berbeda dialami oleh mahasiswa Batak Toba yang tinggal di daerah Medan. Mereka lebih sering berinteraksi dengan masyarakat suku yang sama, yang pada umumnya lugas, terbuka, dan secara spontan dapat mengungkapkan apa yang dirasakan da dipikirkan. Suku Batak Toba sendiri merupakan salah satu suku di Indonesia yang terbiasa dengan budaya keterbukaan. Gultom (1992) menyatakan bahwa suku Batak pada umumnya terbuka dalam mempertahankan serta mengungkapkan perasaan dan nilai-nilai pribadi yang diyakininya.

  Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui perbedaan tingkat asertivitas antara mahasiswa Batak Toba yang ada di Yogyakarta dengan mahasiswa Batak Toba yang ada di Medan.

  B. Rumusan Masalah

  Apakah ada perbedaan tingkat asertivitas antara mahasiswa Batak Toba yang ada di Yogyakarta dengan mahasiswa Batak Toba yang ada di Medan?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat asertivitas antara mahasiswa Batak Toba yang ada di Yogyakarta dengan mahasiswa Batak Toba yang ada di Medan.

  D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini mempunyai dua manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis. Kedua manfaat yang dimaksud adalah sebagai berikut :

  1. Manfaat teoritis Bagi para peneliti, penelitian ini diharapkan dapat merangsang penelitian baru yang hendak mengkaji topik yang berkaitan dengan kemampuan berperilaku asertif sehingga dapat menambah khasanah ilmu Psikologi, terutama Psikologi Sosial.

  2. Manfaat praktis Bagi subyek penelitian, hasil penelitian ini kiranya berguna sebagai sumber informasi dan refleksi untuk mengembangkan kemampuan berperilaku asertif yang lebih efektif dalam kehidupan.

BAB II LANDASAN TEORI A. Asertivitas

1. Pengertian Perilaku Asertif

  Kata asertivitas atau perilaku asertif berasal dari kata assert yaitu menegaskan satu atau beberapa hal yang mengandung unsur hak asasi manusia, kejujuran serta pengungkapan emosi yang tepat (Santosa, 1999). Llyod (1991) menyatakan bahwa perilaku asertif bersikap aktif, langsung dan jujur. Lazarus & Fersteheim (dalam Santosa, 1999) menyatakan bahwa asertivitas adalah kemampuan individu untuk mengatakan tidak; meminta pertolongan; mengekspresikan perasaan positif maupun negatif secara wajar; menyatakan diri secara bebas; mempunyai pandangan yang aktif tentang hidup dan berusaha agar keinginannya terwujud tetapi tetap mampu menghargai orang lain. Cawood (1997) mendefinisikan asertivitas sebagai suatu bentuk pengungkapan pikiran, perasaan, kebutuhan dan hak-hak secara langsung dan jujur, tanpa kecemasan yang beralasan. Jadi tingkah laku asertif mengandung kejujuran dan spontanitas yang tepat dalam mengekspresikan perasaan, tanpa adanya perasaan cemas.

  Sejalan dengan pendapat sebelumnya, tentang perilaku asertif dalam berbagai sumber (http:www/uiowa.edu/~ucs/asertcom.html.page-1) dinyatakan sebagai berikut :

  “Assertiveness is the ability to honestly express your opinions feelings, attitudes and rights, without undue anxiety, in way that doesn’t infringe on the rights of others”.

  (Asertivitas adalah kemampuan seseorang untuk mengekspresikan pendapat-pendapatnya, sikap dan hak-haknya secara tulus atau jujur, tanpa adanya kecemasan yang tidak wajar, dan tanpa melanggar hak-hak orang lain) (Barnette,2001, hal 1).

  Fernsterheim & Baer (dalam Elyana, 1997) mendefinisikan asertivitas sebagai kemampuan individu untuk menyatakan diri secara terbuka, jujur, langsung dan sebagaimana mestinya. Selain itu, individu yang asertif senantiasa mampu menyatakan apa yang dirasakan, dipikirkan, diinginkan, serta secara aktif mengungkapkan siapakah dirinya. Dengan kata lain, asertivitas memungkinkan individu untuk bersikap tegas, aktif, serta memiliki keyakinan yang kuat terhadap apa yang dilakukannya.

  Adams (1995) mengatakan bahwa perilaku asertif adalah kemampuan untuk terbuka terhadap diri sendiri, jujur serta mampu mengkomunikasikan kebutuhan-kebutuhan, ide dan hak-hak pribadi sambil tetap mampu menghormati orang lain. Dengan demikian perilaku asertif menciptakan kualitas dalam hubungan antara individu.

  Rimm & Masters (dalam Rakos, 1991) mendefinisikan asertivitas sebagai kemampuan individu untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan secara langsung dan jujur, namun tetap menjaga perasaan dan kesejahteraan orang lain, sehingga tercipta hubungan interpersonal yang baik dalam lingkungan sosialnya.

  Galassi & Galassi (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa individu yang asertif senantiasa mampu mengungkapkan pendapat pribadinya, mampu menyatakan perasaan yang bersifat positif seperti memberikan pujian terhadap orang lain. Selain itu, ia juga mampu mengutarakan perasaan-perasaan yang bersifat negatif misalnya menyatakan perasaan marah, jengkel, serta menolak permintaan orang lain.

  Alberti dan Emmons (1987) mendefinisikan asertivitas sebagai perilaku yang memungkinkan individu untuk : a. Mengembangkan kesetaraan dalam hubungan interpersonal dimana kedua belah pihak berdiri atas dasar yang sama yaitu dapat saling menyeimbangkan kekuatan sehingga tidak ada pihak yang menang maupun kalah.

  b. Mempertahankan hak tanpa adanya perasaan cemas yaitu dengan mampu mengekspresikan dukungan atau bantahan terhadap pendapat orang lain, menyatakan kekecewaan, serta berani berkata tidak.

  c. Mengekspresikan perasaan secara terbuka dan nyaman.

  d. Berbuat menurut kepentingan yang dianggapnya baik, seperti meminta bantuan orang lain, meyakini penilaian pribadi, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial.

  Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku asertif adalah perilaku dalam interaksi sosial yang ditandai dalam beberapa aspek :

  1. Kemampuan mengkomunikasikan kebutuhan-kebutuhan, pikiran, ide dan hak pribadi tanpa kecemasan.

  a) Mengajukan permintaan secara jelas.

  b) Mempertahankan hak tanpa adanya perasaan cemas.

  2. Pengungkapan emosi yang tepat.

  a) Mampu berkata “tidak”.

  b) Mengekspresikan perasaan positif maupun negatif secara wajar.

  c) Mengekspresikan dukungan dan bantahan terhadap pendapat orang lain.

  3. Mampu menciptakan kesetaraan dalam hubungan interpersonal.

  a) Menghargai hak, keinginan, dan perasaan orang lain. b) Tidak memanfaatkan ataupun merugikan pihak lain.

  4. Kemampuan untuk jujur dan terbuka.

  a) Mengekspresikan perasaan secara jujur dan tulus.

  b) Mengungkapkan pendapat dan keyakinan dengan tepat.

  5. Kemampuan untuk bersikap tegas dan aktif.

  a) Tegas dan memiliki keyakinan yang kuat akan tindakannya.

  b) Menyatakan diri secara bebas.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Asertif

  Manusia tidak akan menjadi asertif dengan sendirinya, artinya ada faktor- faktor tertentu yang menyebabkan timbulnya perilaku asertif. Santosa (1999) mengungkapkan lima faktor yang mempengaruhi asertivitas, yaitu : a. Pola asuh orangtua.

  Ada tiga macam pola asuh orangtua, yaitu :

  a) Pola asuh otoriter Pada pola asuh otoriter orangtua akan mendidik anak secara keras, disiplin dan penuh dengan aturan-aturan yang pada dasarnya membatasi ruang lingkup anak. Akibatnya, anak akan menjadi remaja yang senantiasa bergantung pada orang lain. Apabila pola asuh disertai perilaku agresif, maka di kemudian hari anak berkembang menjadi remaja yang sulit mengontrol dirinya.

  b) Pola asuh demokratis Pada pola ini orangtua akan mengasuh anak dengan penuh kasih sayang tetapi tidak dengan cara memanjakan mereka. Orangtua akan banyak mendiskusikan berbagai permasalahan dengan anak sehingga anak mengerti tentang apa yang benar serta mampu mengkomunikasikan keinginan mereka secara wajar.

  c) Pola asuh permisif Orangtua pada pola asuh ini mendidik anak tanpa aturan yang mengikat dan memperbolehkan segala keinginan anak tanpa adanya tuntutan-tuntutan tertentu. Akibatnya, anak akan terbiasa untuk mendapatkan segala sesuatu dengan mudah dan cepat.

  b. Kebudayaan.

  Kebudayaan biasanya berhubungan dengan norma-norma yang ada dan mempunyai peranan yang cukup besar dalam mempengaruhi terbentuknya perilaku asertif. Geertz, 1961 (dalam Suseno, 2001) mengatakan bahwa ada dua kaidah yang paling menentukan pola pergaulan dalam masyarakat Jawa.

  Kaidah pertama mengatakan bahwa dalam setiap situasi manusia hendaknya bersikap sedemikian rupa hingga tidak menimbulkan konflik. Kaidah kedua menuntut agar manusia dalam cara bicara dan membawa diri selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain. Hal ini mempunyai peranan yang cukup besar dalam mempengaruhi terbentuknya perilaku asertif.

  c. Usia.

  Usia merupakan salah satu faktor yang menentukan perilaku asertif. Perilaku asertif pada anak kecil belum terbentuk karena struktur kognitifnya belum memungkinkan mereka untuk menyatakan apa yang diinginkan dengan baik dan jelas. Pada masa remaja dan dewasa perilaku asertif menjadi lebih berkembang, sedang pada usia lanjut tidak begitu jelas perkembangannya. d. Jenis Kelamin.

  Laki-laki dianggap lebih asertif daripada perempuan. Hal ini tidak lepas dari tuntutan masyarakat yang menjadikan laki-laki lebih agresif, mandiri dan kompetitif, sedangkan perempuan pada umumya pasif dan tergantung.

  e. Strategi Coping.

  Coping merupakan bentuk penyesuaian diri yang melibatkan unsur kognisi

  dan afeksi seseorang guna mengatasi masalah yang ada pada dirinya. Mereka yang menggunakan mekanisme coping secara efektif dan adaptif dalam menyelesaikan masalah akan lebih asertif bila dibandingkan mereka yang menggunakan bentuk penyangkalan dan proyeksi.

B. Lingkungan Tempat Tinggal

1. Pengertian Tempat Tinggal

  Lingkungan tempat tinggal adalah lokasi atau daerah dimana individu berdomisili dan menjalankan aktivitas sosialnya, dimana aktivitas sosial senantiasa berkaitan erat dengan proses interaksi antara individu dengan lingkungannya.

  Pada umumnya lingkungan disama-artikan dengan ciri-ciri atau hal-hal yang berkaitan dengan habitat alami, seperti cuaca, flora dan fauna, serta keadaan tanah. Namun para pemikir ekolog-budaya (dalam Kaplan dan Manners, 2002) mengemukakan bahwa elemen-elemen dalam lingkungan berhubungan erat dengan budaya. Oleh karena itu terjadi interaksi dan hubungan saling mempengaruhi antara elemen-elemen lingkungan dengan sistem budaya dalam masyarakat.

  Gerungan (2004) mengemukakan bahwa manusia menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, dimana ia cenderung mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan; sebaliknya manusia mampu mengubah lingkungan sesuai dengan norma-norma, nilai-nilai, dan kebutuhannya sendiri.

  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lingkungan tempat tinggal adalah wilayah dimana individu berdomisili dan menjalankan kegiatannya, dimana terjadi interaksi dan hubungan saling mempengaruhi antara nilai-nilai pribadi dengan berbagai sistem yang ada pada masyarakat sekitarnya.

2. Kebudayaan

  Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, lingkungan erat kaitannya dengan kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat (dalam Siagian dan Marpaung, 1989) kebudayaan merupakan keseluruhan ide-ide, tindakan-tindakan dan hasil karya orang dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik pribadi melalui proses belajar. E. B. Taylor (dalam Siagian dan Marpaung, 1989) menyatakan kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, nilai-nilai, sikap hidup, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan serta kebiasaan lain yang didapatkan seseorang sebagai anggota masyarakat.

  Soemardjan dan Soemardi (dalam Soekanto, 1983) menyatakan kebudayaan sebagai hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya menghasilkan berbagai material yang diperlukan untuk menguasai alam sekitar dalam memenuhi kebutuhan. Karsa mewujudkan norma dan nilai-nilai yang ditujukan untuk memelihara ketertiban dan pergaulan di dalam masyarakat dengan tujuan melindungi diri dengan kekuatan-kekuatan yang ada di dalam masyarakat yang merupakan pola perilaku masyarakat. Cipta merupakan teori murni maupun yang telah disusun untuk diamalkan dalam kehidupan masyarakat.

  Setiap individu tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh kebudayaan dan lingkungan sosial tempatnya berada. Oleh sebab itu kebudayaan bersifat mengikat. Dengan kata lain, segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan masyarakat (Spranger dalam Siagian dan Marpaung, 1989).

  Kebudayaan diwujudkan sesuai dengan situasi dan lokasinya. Setiap kebudayaan memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda yang membentuk latar belakang budaya pada masing-masing setiap orang. Kebudayaan bersifat stabil juga dinamis. Setiap kebudayaan mengalami perubahan-perubahan yang kontinu karena kebudayaan selalu mengalami perkembangan. Kebudayaan juga menentukan kehidupan individu meskipun sering tidak disadari (Soekanto, 1983).

Dokumen yang terkait

Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam Mempersepsi Nilai-Nilai Perkawinan Ant

1 91 173

Hubungan Perilaku Martarombo dengan Kepedulian Suku Batak Toba Terhadap Sesama Batak Toba

35 167 106

Psychological Well-Being yang Positif pada Janda Lansia Suku Batak Toba yang Tinggal dengan Anak (Anak Laki-laki)

7 103 146

Makna Ragam Hias Ulos Batak Toba Bagi Mayarakat Batak Toba

7 229 57

Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam Mempersepsi Nilai-Nilai Perkawinan Anta

0 1 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam

0 1 7

Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam Mempersepsi Nilai-Nilai Perkawinan Anta

0 1 15

BAB I PENDAHULUAN - Hubungan Perilaku Martarombo dengan Kepedulian Suku Batak Toba Terhadap Sesama Batak Toba

1 0 9

Psychological Well-Being yang Positif pada Janda Lansia Suku Batak Toba yang Tinggal dengan Anak (Anak Laki-laki)

0 0 29

Psychological Well-Being yang Positif pada Janda Lansia Suku Batak Toba yang Tinggal dengan Anak (Anak Laki-laki)

0 0 9