DOCRPIJM 07b06865a0 BAB IXBAB IX ASPEK PEMBIAYAAN HALSEL

  09 ASPEK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

  Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/ Kota terus didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru, pemerintah daerah perlu juga perlu mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yang telah terbangun.

  Namun, seringkali pemerintah daerah memiliki keterbatasan fiskal dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman. Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternatif pembiayaan dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah.

  Pembahasan mengenai aspek keuangan pada dasarnya adalah dalam rangka membuat taksiran dana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan pembelanjaan prasarana Kota Ternate, yang meliputi:

  1. Pembelanjaan untuk pengoperasiaan dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun;

  2. Pembelanjaan untuk rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada; 3. Pembelanjaan untuk pembangunan prasarana baru. Pembahasan aspek ekonomi disini dilakukan dengan memperhatikan hasil total atau produktifitas atau keuntungan yang didapat dari semua sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber tersebut dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil proyek tersebut. Pembahasan mengenai aspek keuangan pada dasarnya adalah dalam rangka membuat taksiran dana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan pembelanjaan prasarana Kota Ternate, yang meliputi:

  Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program

  IX - 1 Bidang Cipta Karya

  1. Pembelanjaan untuk pengoperasiaan dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun;

  2. Pembelanjaan untuk rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada; 3. Pembelanjaan untuk pembangunan prasarana baru. Pembahasan aspek ekonomi disini dilakukan dengan memperhatikan hasil total atau produktifitas atau keuntungan yang didapat dari semua sumber yang dipakai dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber tersebut dan siapa dalam masyarakat yang

9.1. ARAHAN KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BIDANG CIPTA KARYA

  Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain:

  1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

  2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

  3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan: Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi Khusus. Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional. Penentuan lokasi dan besaran DAK dilakukan berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

  4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota: Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26 urusan, termasuk bidang pekerjaan umum.

  Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan urusan bersama diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

  5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah: Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga

  Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program

  IX - 2

Bidang Cipta Karya Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi persyaratan: a. total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD tahun sebelumnya; b. memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5; c. persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;

  d. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari pemerintah; e. pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan

  DPRD

  6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010 & Perpres 56/2010): Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana persampahan.

  7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 dan Permendagri 21/2011): Struktur APBD terdiri dari: dan Pendapatan Lain yang Sah.

  b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.

  c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan Pengeluaran.

  8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur: Kementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional bidang Cipta Karya, Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut:

  a. Bidang Infrastruktur Air Minum DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan. Adapun kriteria teknis alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan memenuhi sasaran/ target Millenium Development Goals (MDGs) yang mempertimbangkan:  Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah;  Tingkat kerawanan air minum.

  b. Bidang Infrastruktur Sanitasi DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggara-kan melalui proses pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untuk program peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan kriteria teknis:  kerawanan sanitasi;

  Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program

  IX - 3

Bidang Cipta Karya

   cakupan pelayanan sanitasi.

  9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan Kewenanangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri: Dalam menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada RPI2-JM bidang infrastruktur ke-PU-an yang telah disepakati. Gubernur sebagai wakil Pemerintah mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan kementerian yang dilaksanakan di daerah dalam rangka keterpaduan pembangunan wilayah dan pengembangan lintas sektor. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPI2-JM bidan Cipta Karya meliputi:

  1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum dan Sanitasi.

  2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur permukiman dengan skala provinsi/regional.

  3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan

  4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).

  5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

  6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri. Dana-dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun, serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada. Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga optimal dan memberi manfaat yang sebesar- besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang Cipta Karya.

9.2. Profil APBD Kabupaten/Kota

9.2.1. Penerimaan Pendapatan

  Komponen Penerimaan Pendapatan adalah penerimaan yang merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambahan kekayaan bersih. Dimana komponen penerimaan daerah ini terdiri atas : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD).

  2. Dana Perimbangan.

  3. Pendapatan Lainnya.

9.2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD merupakan semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali, atau dalam pengertian lainnya adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan

  Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program

  IX - 4

Bidang Cipta Karya Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan asli daerah bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Secara keseluruhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari :

  1. Pajak Daerah Pajak-pajak Daerah diatur oleh UU No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Peraturan Pemerintah No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, yang antara lain bersumber dari beberapa pajak sebagai berikut :

  a. Pajak Kendaraan Bermotor;

  b. Pajak Kendaraan di Atas Air;

  c. Pajak Bea Balik Nama;

  d. Pajak Bahan Bakar;

  e. Pajak Pengambilan Air Tanah;

  f. Pajak Hotel;

  g. Pajak Restoran;

  h. Pajak Hiburan; i. Pajak Reklame; j. Pajak Penerangan Jalan; k. Pajak Galian Golongan C; l. Pajak Parkir; dan m. Pajak lain-lain.

  2. Retribusi Daerah Retribusi Daerah, dan Peraturan Pemerintah No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, yang antara lain bersumber dari beberapa retribusi sebagai berikut :

  a. Retribusi Pelayanan Kesehatan;

  b. Retribusi Pelayanan Persampahan;

  c. Retribusi Biaya Cetak Kartu;

  d. Retribusi Pemakaman;

  e. Retribusi Parkir di Tepi Jalan;

  f. Retribusi Pasar;

  g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; h. Retribusi Pemadam Kebakaran; dan lain-lain.

  3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain berupa hasil deviden BUMD.

  4. Lain-lain PAD yang sah Lain-lain pendapatan yang sah, antara lain terdiri dari pendapatan sebagai berikut :

  a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

  b. Jasa giro;

  c. Pendapatan bunga;

  d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;

  e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah. Dalam struktur APBD, jenis pendapatan yang berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dirinci menjadi :

  1. Jenis Pajak Propinsi, terdiri atas :

  Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program

  IX - 5

Bidang Cipta Karya a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;

  b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Kendaraan di Atas Air;

  c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

  2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota, terdiri atas:

  a. Pajak Hotel;

  b. Pajak Restoran;

  c. Pajak Hiburan;

  d. Pajak Reklame;

  e. Pajak Penerangan Jalan;

  f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;

  g. Pajak Parkir;

  h. Retribusi, dirinci menjadi :  Retribusi Jasa Umum  Retribusi Jasa Usaha  Retribusi Perijinan Tertentu

9.2.1.2. Dana Perimbangan

  Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan antar Pemerintah Daerah. Prinsip Kebijakan Perimbangan Keuangan, antara lain :

  1. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyeleng-garaan Desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

  2. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pemberian sumber keuangan negara kepada Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan memper- hatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.

  3. Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-Daerah. Ketiga komponen Dana Perimbangan merupakan sistem transfer dana dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh. Secara keseluruhan Dana Perimbangan terdiri atas 3 (tiga) jenis dana, yakni :

  1. Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai

  Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program

  IX - 6

Bidang Cipta Karya kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam, dimana dana bagi hasil secara rinci terbagi atas :

  a. Bagi Hasil Pajak (BHP), terdiri dari :  Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan  Pajak Penghasilan Badan maupun Pribadi, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.

  b. Bagi Hasil Bukan Pajak (BHBP) atau yang berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam, terdiri dari :  Kehutanan;  Pertambangan umum;  Perikanan;  Penambangan minyak bumi;  Pertambangan gas bumi; dan  Pertambangan panas bumi.

  2. Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan kepada daerah dengan tujuan untuk memeratakan kemampuan keuangan antar daerah dan penyediaan pelayanan publik antar pemerintah daerah di Indonesia. Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Netto yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Keduanya adalah : a. Celah Fiskal Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah.

  Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Layanan dasar publik antara lain adalah penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan infrastruktur, dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Jumlah penduduk merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik di setiap daerah. Setiap kebutuhan pendanaan diukur secara berturut-turut dengan:  jumlah penduduk  luas wilayah  Indeks Kemahalan Konstruksi  Produk Domestik Regional Bruto per kapita  Indeks Pembangunan Manusia. Luas wilayah merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana per satuan wilayah. Indeks Kemahalan Konstruksi merupakan cerminan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar-Daerah. Produk Domestik Regional Bruto merupakan cerminan potensi dan aktivitas perekonomian suatu Daerah yang dihitung berdasarkan total seluruh output produksi kotor dalam suatu wilayah. Indeks Pembangunan Manusia merupakan variabel yang mencerminkan

  Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program

  IX - 7

Bidang Cipta Karya tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan Kapasitas Fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil. Proporsi DAU antara daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. Celah fiskal dihitung berdasarkan selisih antara kebutuhan fiskal Daerah dan kapasitas fiskal Daerah. DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah provinsi. Bobot daerah provinsi merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah provinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah provinsi. DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah kota/ kabupaten dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah kabupaten/kota. Bobot daerah kabupaten/kota merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah kabupaten/kota. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan nol menerima DAU sebesar alokasi dasar. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah dikurangi nilai celah Fiskal. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar tidak menerima DAU. Data untuk menghitung kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal diperoleh dari lembaga statistik dapat dipertanggungjawabkan b. Alokasi Dasar Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.

  Jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah gaji pokok ditambah tunjangan keluarga dan tunjangan jabatan sesuai dengan peraturan penggajian Pegawai Negeri Sipil. Pemerintah merumuskan formula dan penghitungan DAU dengan memperhatikan pertimbangan dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah. Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu perdua belas) dari DAU Daerah yang bersangkutan. Penyaluran DAU dilaksanakan sebelum bulan bersangkutan

  3. Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Khusus (DAK) diberikan untuk kegiatan khusus, misalnya: reboisasi, penambahan sarana pendidikan dan kesehatan, serta bencana alam. Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu yang memenuhi kriteria untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah. Kegiatan khusus sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Fungsi dalam rincian Belanja Negara antara lain terdiri atas layanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan

  Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program

  IX - 8

Bidang Cipta Karya hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan dan perlindungan sosial.

  a. Kemampuan Daerah (APBD) Penilaian kemampuan daerah diperoleh dari pengurangan Penerimaan umum APBD dengan Belanja Pegawai. Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kekhususan suatu Daerah dan karakteristik Daerah. Karakteristik Daerah antara lain adalah daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah yang termasuk rawan banjir dan longsor, serta daerah yang termasuk daerah ketahanan pangan. Kriteria teknis ditetapkan oleh kementerian Negara/departemen teknis. peraturan perundangundangan adalah Undang-Undang Kriteria teknis antara lain meliputi standar kualitas/kuantitas konstruksi, serta perkiraan manfaat lokal dan nasional yang menjadi indikator dalam perhitungan teknis.

  b. Dana Pendamping Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10 (sepuluh persen) dari alokasi DAK. Dana Pendamping dianggarkan dalam APBD. Namun Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan Dana Pendamping

9.2.1.3. Lain-Lain Pendapatan.

  Lain-lain Pendapatan bertujuan memberi peluang kepada daerah untuk memperoleh pendapatan selain pendapatan dari PAD, Dana perimbangan dan Pinjaman Darurat. Pendapatan Hibah adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. Pendapatan hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat. Hibah kepada Daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui Pemerintah. Hibah dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara Pemerintah Daerah dan pemberi hibah. Hibah digunakan sesuai dengan naskah perjanjian. Tata cara pemberian, penerimaan, dan penggunaan hibah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh daerah dengan menggunakan sumber APBD. Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas. Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa ditetapkan oleh Presiden Pemerintah dapat mengalokasikan Dana Darurat pada daerah yang dinyatakan mengalami krisis solvabilitas. Krisis solvabilitas adalah krisis keuangan berkepan-jangan yang dialami Daerah selama 2 (dua) tahun anggaran dan tidak dapat diatasi melalui APBD. Daerah dinyatakan mengalami krisis solvabilitas berdasarkan evaluasi Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Krisis solvabilitas ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Lain-lain pendapatan daerah yang sah terdiri atas :

  Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program

  IX - 9

Bidang Cipta Karya

  1. Hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat.

  2. Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan akibat bencana alam.

  3. Dana Bagi Hasil Pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota.

  4. Dana Penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah.

  5. Bantuan Keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.

9.2.2. Pinjaman Daerah

  Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Pinjaman Daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah. Ketentuan dalam pinjaman daerah ini antara lain :

  1. Batasan Pinjaman Pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan keadaan dan prakiraan perkembangan perekonomian nasional. Batas maksimal kumulatif pinjaman tidak melebihi 60 (enam puluh persen) dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan. Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah secara keseluruhan selambat-lambatnya bulan Agustus untuk tahun anggaran Berikutnya. perundang-undangan. Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri. Pelanggaran terhadap ketentuan, dikenakan sanksi administratif berupa penundaan dan/atau pemotongan atas penyaluran Dana Perimbangan oleh Menteri Keuangan.

  2. Sumber pinjaman Pinjaman Daerah bersumber dari:

  a. Pemerintah;

  b. Pemerintah Daerah lain;

  c. Lembaga keuangan bank;

  d. Lembaga keuangan bukan bank; e. Masyarakat. Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah diberikan melalui Menteri Keuangan. Pinjaman Daerah yang bersumber dari masyarakat berupa Obligasi Daerah diterbitkan melalui pasar modal.

  3. Jenis dan jangka waktu pinjaman Jenis Pinjaman terdiri atas,

  a. Pinjaman Jangka Pendek;

  b. Pinjaman Jangka Menengah; c. Pinjaman Jangka Panjang. Pinjaman Jangka Pendek merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Pinjaman jangka pendek tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam jasa tidak dilakukan pada saat barang dan

  Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program

  IX - 10

Bidang Cipta Karya atau jasa dimaksud diterima. Pinjaman Jangka Menengah merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan. Pinjaman Jangka Panjang merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.

  4. Penggunaan pinjaman Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas.

  Pinjaman Jangka Menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan. Pinjaman Jangka Panjang dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan. Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.

  5. Persyaratan pinjaman Dalam melakukan pinjaman, Daerah wajib memenuhi persyaratan:

  a. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.

  b. Rasio kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan pinjaman ditetapkan oleh Pemerintah dari Pemerintah. Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain. Pendapatan Daerah dan/atau barang milik Daerah tidak boleh dijadikan jaminan Pinjaman Daerah. Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik Daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.

9.2.3. Pengeluaran Belanja

  Komponen pengeluaran belanja secara menyeluruh terdiri dari 4 (empat) jenis pembelanjaan, keempat jenis pembelajaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

  1. Belanja Operasi

  2. Belanja Modal

  3. Tranfer ke Desa/kelurahan 4. Belanja tak Terduga. Sub-komponen dari keempat Pengeluaran Belanja Daerah diatas meliputi:

  1. Belanja Operasi

  a. Belanja Pegawai

  b. Belanja Barang

  c. Belanja Bunga

  d. Belanja Subsidi

  e. Belanja Hibah

  f. Belanja Bantuan Sosial

  2. Belanja Modal

  a. Belanja Tanah

  b. Belanja Peralatan dan mesin

  c. Belanja Gedung dan bangunan

  Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program

  IX - 11

Bidang Cipta Karya Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program

Bidang Cipta Karya

  IX - 12

  b. Belanja Bunga;

  1. Penerimaan Pembiayaan, terdiri dari :

  Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Dengan demikian, Pembiayaan Daerah terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan. Selisih dari Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan disebut Pembiayaan Netto dan jumlahnya harus dapat menutup defisit anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah. Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah, penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pihak ketiga, penjualan investasi permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan. Secara keseluruhan untuk Komponen Pembiayaan Daerah diatur dalam beberapa sub komponen sebagai berikut :

  b. Belanja Barang dan Jasa; c. Belanja Modal.

  g. Belanja Bantuan Keuangan; h. Belanja tak Terduga. Belanja Langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja Langsung terdiri dari : a. Belanja Pegawai;

  f. Belanja Bagi Hasil;

  e. Belanja Bantuan Sosial;

  d. Belanja Hibah;

  c. Belanja Subsidi;

  a. Belanja Pegawai;

  d. Belanja Jalan dan Jaringan

  1. Kelompok Belanja Tidak Langsung Belanja Tidak Langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja Tidak Langsung terdiri dari :

  4. Belanja tak Terduga Menurut Permendagri No.13 Tahun 2006, Belanja Daerah dibagi ke dalam dua kelompok, yakni :

  c. Bagi Hasil Pendapatan Lainnya

  b. Bagi Hasil Retribusi

  a. Bagi hasil Pajak

  3. Transfer ke Desa/Kelurahan

  f. Belanja Aset Lainnya

  e. Belanja Aset Tetap Lainnya

9.2.4. Pembiayaan

  a. Penggunaan SILPA atau Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya;

  b. Pencairan dana Cadangan;

  c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;

  d. Pinjaman dalam Negeri-Pemerintah Pusat;

  e. Pinjaman dalam Negeri-Pemda lain;

  f. Pinjaman dalam Negeri-Bank;

  g. Pinjaman dalam Negeri-Non bank;

  h. Pinjaman dalam Negeri-Obligasi; i. Pinjaman dalam Negeri-Lainnya; j. Penerimaan kembali pinjaman kepada perusahaan negara; k. Penerimaan kembali pinjaman kepada perusahaan daerah; l. Penerimaan kembali pinjaman kepada Pemda Lainnya.

  2. Pengeluaran Pembiayaan, terdiri dari :

  a. Pembentukan dana cadangan;

  b. Penanaman modal Pemerintah daerah;

  c. Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Pemerintah Pusat;

  d. Pembayaran Pokok Pinjaman DN-Pemda Lainnya;

  e. Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Bank;

  f. Pembayaran Pokok Pinjaman DN-Non Bank;

  g. Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Obligasi;

  h. Pembayaran Pokok Pinjaman Lainnya; j. Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah; k. Pemberian Pinjaman kepada Pemda Lainnya.

  Gambaran umum keuangan Kabupaten Halmahera Selatan dalam beberapa tahun terakhir dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

  Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program

  IX - 13

Bidang Cipta Karya

Tabel 9.1. Perkembangan Pendapatan Daerah Kab. Halmahera Selatan Tahun 2010-2014 ( Juta Rupiah)

  Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 *) PENDAPATAN DAERAH Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. %

1.1. Pendapatan Asli Daerah 11,735.33 2.61 32,296.62 5.48 43,970.61 6.77 31,101.04 4.65 37,746.33 5.38

  

1 Pajak Daerah 1,223.58 0.27 2,333.99 0.40 3,373.02 0.52 3,310.62 0.50 6,800.00 0.97

  

2 Retribusi Daerah 1,534.53 0.34 2,194.37 0.37 2,815.45 0.43 4,828.05 0.72 7,998.47 1.14

Hasil Pengelolaan Kekayaan

3 - - 197.83 0.03 - - - - - -

Daerah yang Dipisahkan

  

4 Lain-Lain PAD 8,977.22 1.99 27,570.43 4.68 37,782.14 5.82 22,962.37 3.44 22,947.86 3.27

1.2. Dana Perimbangan 425,362.40 94.48 476,828.32 80.92 584,519.57 90.00 611,891.82 91.58 637,904.20 91.00

  Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan

5 73,553.76 16.34 62,386.97 10.59 86,746.49 13.36 64,598.82 9.67 54,877.04 7.83

Pajak

  

6 Dana Alokasi Umum 307,210.34 68.24 363,872.55 61.75 445,160.14 68.55 479,627.29 71.78 524,814.37 74.87

  

7 Dana Alokasi Khusus 44,598.30 9.91 50,568.80 8.58 52,612.94 8.10 67,665.71 10.13 58,212.79 8.30

1.3. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang 13,094.04 2.91 80,135.44 13.60 20,949.13 3.23 25,158.87 3.77 25,320.30 3.61 Sah

  

8 Pendapatan Hibah 227.75 0.05 1,536.76 0.26 112.72 0.02 - - - -

  

9 Dana Darurat - - - - - - - - - -

  

10 DBH Pajak dari Pemda Lainnya 2,389.64 0.53 3,114.01 0.53 3,492.79 0.54 3,276.88 0.49 3,438.31 0.49

Dana Penyesuaian & Otonomi

11 8,130.00 1.81 75,484.67 12.81 17,343.62 2.67 21,881.99 3.28 21,881.99 3.12

Khusus

  Bantuan Keuangan Provinsi/

  12

  • Pemda Lain

13 Pendapatan Lainnya 2,346.65 0.52 - - - - - - - -

  Total Pendapatan 450,191.77 100.00 589,260.38 100.00 649,439.31 100.00 668,151.73 100.00 700,970.83 100.00 Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program

  IX - 14 Bidang Cipta Karya Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

2.1. Belanja Tidak Langsung 229,651.81 60.64 263,294.50 47.35 281,522.32 41.92 300,456.64 45.62 344,254.82 42.05

  Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program Bidang Cipta Karya Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

  

7 Belanja Tak Terduga 132.11 0.03 2,494.58 0.45 2,483.92 0.37 2,061.54 0.31 3,000.00 0.37

  BELANJA DAERAH Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013

  Tahun 2014 *)

  

3 Belanja Modal 55,252.71 14.59 123,993.23 22.30 157,706.28 23.48 129,366.55 19.64 258,096.62 31.52

378,735.88 100.00 556,005.14 100.00 671,588.96 100.00 658,612.94 100.00 818,709.86 100.00

  

2 Belanja Barang dan Jasa 50,580.16 13.35 115,482.41 20.77 155,140.04 23.10 134,873.49 20.48 149,224.29 18.23

  

1 Belanja Pegawai 43,251.20 11.42 53,235.00 9.57 77,220.32 11.50 93,916.26 14.26 67,134.13 8.20

  6 Belanja Bantuan Keuangan kepada Prov/Kab/Desa 26,105.00 6.89 14,940.00 2.69 18,675.00 2.78 21,678.00 3.29 22,428.00 2.74

  IX - 15

  

5 Belanja Bantuan Sosial 24,259.87 6.41 14,548.85 2.62 5,025.55 0.75 6,810.87 1.03 4,250.00 0.52

Belanja bagi hasil kepada Prov/Kab/Desa 560.00 0.15 431.79 0.08 634.19 0.09 380.96 0.06 1,000.00 0.12

  

4 Belanja Hibah 27,896.46 7.37 8,946.73 1.61 14,188.74 2.11 20,451.54 3.11 13,100.00 1.60

  

3 Belanja Subsidi 828.00 0.22 642.00 0.12 1,593.90 0.24 5,585.00 0.85 9,000.00 1.10

  

2 Belanja Bunga 1,617.42 0.43 - - - - - - 2,500.00 0.31

  

1 Belanja Pegawai 148,252.95 39.14 221,290.55 39.80 238,921.02 35.58 243,488.73 36.97 288,976.82 35.30

  Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. %

Tabel 9.2. Perkembangan Belanja Daerah Kab. Halmahera Selatan Tahun 2010-2014 ( Juta Rupiah)

2.2. Belanja Langsung 149,084.07 39.36 292,710.64 52.65 390,066.64 58.08 358,156.30 54.38 474,455.04 57.95

TOTAL BELANJA

Tabel 9.3. Perkembangan Pembiayaan Daerah dalam 5 Tahun Terakhir

  Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 *) BELANJA DAERAH Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. %

3.1. Penerimaan Pembiayaan 56.69 3,182.46 29,771.40 (2,672.93) 121,800.00

  

1 Penggunaan SiLPA - - 3,125.17 98.20 29,536.42 99.21 (2,722.04) 101.84 44,000.00 36.12

  

2 Pencairan Dana Cadangan - - - - - - - - - -

  

3 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah - - - - - - - - - -

Penerimaan Pinjaman dan Obligasi

4 - - - - - - - - 77,800.00 63.88

Daerah

  Penerimaan Kembali Pemberian

5 56.69 100.00 57.29 1.80 234.98 0.79 49.11 (1.84) - -

Pinjaman Daerah

  

6 Penerimaan Piutang Daerah - - - - - - - - - -

3.2. Pengeluaran Pembiayaan 68,387.20 5,208.24 8,923.15 11,657.67 4,000.00

  

1 Pembentukan Dana Cadangan - - - - - - - - - -

Penyertaan Modal (Investasi)

2 - - - - 3,500.00 39.22 - - 4,000.00 100.00

Pemda

  

3 Pembayaran Pokok Pinjaman 68,387.20 100.00 5,208.24 100.00 259.15 2.90 11,657.67 100.00 - -

  

4 Pemberian Pinjaman Daerah - - - - 5,164.00 57.87 - - - -