BERDANA PERSPEKTIF VIHARA BUDDHAYANA DHARMAWIRA CENTRE SURABAYA.

(1)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

IIM NUR JANNAH NIM: E52212034

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

IIM NUR JANNAH, 2016. BERDANA PERSPEKTIF VIHARA

BUDDHAYANA DHARMAWIRA CENTRE SURABAYA.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana deskripsi dan bentuk berdana vihara BDC Surabaya dan respon masyarakat terhadap kegiatan berdana, melihat masyarakat sekitar vihara yang berlainan agama tetapi mempunyai antusiasme yang tinggi dalam mengikuti pelaksanaan berdana yang dilangsungkan di lingkungan vihara yaitu di tempat ibadah bagi umat Buddha.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan metode yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan teknik pengumpulan data wawancara, observasi dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam melihat fenomena berdana vihara BDC di Surabaya menggunakan pendekatan fungsionalis yaitu teori tindakan milik Talcott Parsons.

Hasil dari penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti selama kurang lebih 2 bulan ditemukan bahwa: (1). Deskripsi dan bentuk berdana yang di laksanakan merupakan kegiatan bakti sosial, adapun tujuan dari bentuk pelaksanaan berdana merupakan bentuk kepedulian terhadap sesama manusia dan menjalankan dharma ajaran Buddha. (2). Antusiasme masyarakat sekitar yang berbeda agama dalam mengikuti kegiatan berdana di vihara BDC dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya adalah: mudahnya akses masyarakat dalam mengetahui kegiatan berdana vihara BDC melalui media sosial, terorganisirnya kegiatan tersebut dengan baik, tujuan mulia untuk membantu sesama, keramahan pihak vihara BDC dan sifat terbuka vihara terhadap masyarakat yang berbeda agama. (3) Respon masyarakat sekitar yang yang telah mengikuti berdana atau yang belum mengikuti aktivitas Berdana Vihara BDC merasa senang karena telah meningkatkan kesejahteraan warga.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

ABSTRAK ...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iv

PERNYATAAN KEASLIAN ...v

MOTTO ...vi

PERSEMBAHAN ...vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ...x

PEDOMAN TRANSLITERASI ...xiii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Penegasan Judul ...4

C. Rumusan Masalah ...5

D. Tujuan Penelitian ...5

E. Manfaat Penelitian ...5

F. Tinjauan Pustaka ...6


(8)

1. Jenis Penellitian ...8

2. Sumber Data ...9

3. Metode Pengumpulan Data ...9

4. Analisis Data ...12

5. Keabsahan Data ...12

H. Sistematika Pembahasan ...14

BAB II: BERDANA PERSPEKTIF BUDDHA A. Sejarah dan Perkembangan Agama Buddha ...16

B. Aktivitas Keagamaan ...27

C. Berdana Dalam Kajian Buddha ...31

D. Teori Tindakan Milik Talcott Parsons ...34

BAB III: GAMBARAN UMUM VIHARA BDC SURABAYA A. Profil Vihara Buddhayana Dharmawira Centre ...38

B. Aktivitas Keagamaan Vihara Buddhayana Dharmawira Centre…... 41

1. Ritual Mingguan dan Bulanan ...42

2. Ritual Tahunan ...42

C. Aktivitas Sosial Keagamaan Vihara BDC ...48

BAB IV: BERDANA PERSPEKTIF VIHARA BDC A. Bentuk-Bentuk Berdana di Vihara BDC ...53

B. Respon Masyarakat Terhadap Kegiatan Berdana Vihara BDC ...55


(9)

2. Respon Masyarakat yang Belum Mengikuti ...58

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ...64

B. Saran-Saran ...65

C. Penutup ...66

DAFTAR PUSTAKA ...67

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara

2. Daftar Informan

3. Surat Keterangan (Bukti Melakukan Penelitian) 4. Dokumentasi Penelitian


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama secara umum dapat didefinisikan sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhanya. Namun secara khusus juga mengatur hubungan manusia dengan manusia lainya dan mengatur hubungan manusia dengan lingkunganya. Indonesia merupakan Negara yang berketuhanan mengharuskan setiap masyarakat untuk beragama. Agama selalu hadir dan mewarnai kehidupan pribadi maupun sosial dalam masyarakat.

Di Indonesia sendiri terdapat lima agama yaitu Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu yang telah diresmikan oleh Negara. Pemerintah RI sendiri telah menjamin masyarakat dalam memeluk agama dan menjalankan agama sesuai dengan keyakinanya seperti yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: Pertama, Negara berdasar atas Ketuhanan yang maha Esa. Kedua, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan kepercayaanya itu.1

Sehingga pemeluk agama dapat menjalankan segala aktifitas keagamaanya dengan tenang dan penuh kekhusyu’an. Selain itu mereka juga dapat membangun dan mengembangkan rumah ibadah sebagai sarana dalam melakukan kegiatan keagaamaan. Walaupun dalam prakteknya akan ada kelompok yang toleran atau intoleran yang diakibatkan oleh kemajemukan masyarakat Indonesia karena ras,

1


(11)

suku, bahasa dan agama. Namun seiring dengan adanya dialog antar agama dan mengingat manusia sebagai mahkluk sosial, dimana manusia tidak bisa hidup sendirian dan setiap hari selalu berinteraksi dengan dunia luar untuk melakukan aktifitas. maka manusia harus berpandangan terbuka untuk saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan yang ada sehingga tidak hanya membatasi diri dengan bergaul pada kelompoknya sendiri.

Semua agama mengajarkan pentingnya hubungan sosial dalam kehidupan manusia. Di dalam ajaran Buddha kita mengenal karma, karma adalah salah satu diantara doktrin-doktrin dasar Buddha yang penting untuk dipahami. Segala perbuatan, pekerjaan atau tindakan itu disebut karma bahkan ucapan atau pikiran yang dilakukan dengan tujuan itu dapat disebut karma. Karma ada beberapa macam, diantaranya adalah karma yang bermanfaat yaitu tindakan yang bermanfaat dan mengikuti moral, karma yang tidak bermanfaat yaitu perbuatan yang merugikan orang lain dan karma yang bermanfaat maupun tidak bermanfaat yaitu perbuatan yang tidak dapat dikategorikan pada perbuatan baik atau buruk contoh perbuatan yang dilakukan saat tidak sadar. Dalam agama Buddha ada suatu ungkapan “Perbuatan kebajikan menghasilkan kebaikan, perbuatan jahat menghasilkan hasil yang buruk”,2

ini sesuai dengan hukum sebab akibat.

Dalam agama Islam banyak pesan yang mengarah pada permasalahan sosial, ini dibuktikan oleh Jalaluddin Rahmat berdasarkan penelitiannya pada tahun 1991 terhadap Al-Qur’an dan hadits. Jalaluddin menyimpulkan lima hal;

2

Mahabhikshu Hsing Yun. Karakteristik dan Esensi Agama Buddha. (Bandung: Yayasan Penerbit Karaniya. 1994), 2.


(12)

Pertama, proporsi terbesar ditujukan pada urusan sosial, dalam Surat al-Mu’minun ayat 1-9 tentang tanda-tanda orang beriman dan surat ali Imron ayat 133-135 tentang tanda-tanda orang bertaqwa. Kedua, dalam kenyataanya apabila urusan beribadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting maka ibadah boleh diperpendek (Rukhsoh) atau ditangguhkan. Ketiga, Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi pahala yang lebih besar dari pada ibadah yang perseorangan. Keempat, apabila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal karena melanggar hal-hal tertentu. Maka kafaratnya adalah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Contoh dalam Islam ada orang tua yang sudah pikun dan tidak kuat untuk berpuasa maka cukup mengganti dengan memberi makan fakir miskin. dan Kelima, melakukan amal baik dalam bidang sosial mendapat ganjaran lebih besar dari ibadah Sunnah, contoh mencari ilmu lebih besar pahalanya dibandingakan sholat sunnah sehari semalam.3 Jadi penting bagi manusia dalam hal keagamaan maupun sosial untuk menjaga hubungan baik, karena itu merupakan ajaran agama.

Berangkat dari tindakan sosial dan interaksi masyarakat terhadap aktifitas sosial keagamaan maka peneliti ingin melihat fenomena yang terjadi di masyarakat Panjang Jiwo Surabaya dimana di kawasan ini terdapat Vihara yang cukup besar bernama Vihara Buddhayana Dharmawira Centre yang telah melakukan banyak aktifitas sosial keagamaan. Dan selalu menjadi agenda mingguan, bulanan bahkan tahunan sehingga, melibatkan pemeluk agama lain seperti Islam, Kristen, Hindu, Konghucu dan sebagainya. Masyarakat sekitar

3

Fakultas Tarbiyah UIN Malang, El-Hikmah Jurnal Pendidikan dan Keagamaan


(13)

melihat mereka sebagai umat Buddha yang toleran, karena setiap Vihara mengadakan aktifitas sosial keagaamaan, selalu terbuka untuk umum, tidak membedakan latar belakang warga sekitar sehingga mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat setempat.

Berkembangnya agama Buddha di Panjang Jiwo Surabaya dapat dilihat dengan adanya tempat peribadatan yang dikenal dengan Vihara Buddhayana Dharmawira Centre dan berbagai aktifitas sosial keagamaanya ditengah-tengah masyarakat yang maju. Sehingga menimbulkan banyak anggapan bahwa aktivitas sosial keagamaan mereka berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat sekitar.

Menurut Hemat penulis Teori yang dapat digunakan untuk melihat fenomena aktifitas sosial ini adalah teori tindakan milik Talcott Parsons yang memusatkan telaahnya pada tindakan sosial

B. Penegasan Judul

Untuk menghindari kesalahpahaman, maka penulis perlu menegaskan maksud judul skripsi sebagai berikut:

1. Berdana : Aktivitas sosial keagamaan atau kegiatan berbagi kepada sesama manusia dalam agama Buddha.4

2. Perspektif : Sudut pandang, pandangan.5

3. Vihara Buddhayana Dharmawira Centre : Nama sebuah Vihara yang

bertempat di Jl. Panjang Jiwo Permai No. 4 Tenggilis Surabaya.

4

Haryanto Tanuwijaya, Wawancara, Surabaya: 26 April 2016. 5

Ebta Setiawan, KBBI Offline versi 1,1.http// Ebsoft.Web.id.2010. Diambil dari pusat tata bahasa diknas.


(14)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian Latar Belakang di atas, maka penulis akan merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana deskripsi dan bentuk-bentuk berdana perspektif Vihara Buddhayana Dharmawira Centre Surabaya?

2. Bagaimana respon masyarakat terhadap kegiatan berdanaVihara Buddhayana Dharmawira Centre Surabaya?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk menjawab pertanyaan atau permasalahan baru berdasarkan pengamatan, serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang ada dan menguji tentang kebenaran berdasarkan dengan masalah tujuan penelitian. Maka tujuan sebagai berikut:

1. Untuk menumbuhkan rasa kepedulian dan keharmonisan masyarakat terhadap semua umat beragama.

2. Untuk mengetahui ajaran berdana perspektif umat Buddha dalam rangka mengamalkan dharma.

E. Manfaat Penelitian

Pada tataran akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua kalangan mahasiswa yang khususnya mahasiswa perbandingan agama maupun lainnya untuk mengetahui kegiatan berdana Vihara Buddhayana Dharmawira Centre Surabaya. Karena diketahui di lingkungan


(15)

Vihara banyak yang beragama lain sehingga bagaimana sejarah awal keberadaan Vihara itu dan bagaimana kegiatan berdana umat Buddha dan respon masyarakat di kawasan Vihara Buddhayana Dharmawira Centre Surabaya.

Pada tataran praksis, penelitian ini bertujuan untuk memperluas pengetahuan tentang keberadaan rumah ibadah bagi pemeluk agama Buddha di Surabaya dan aktifitas sosial keagamaan (berdana) mereka ditengah masyarakat yang berbeda agama.

F. Tinjauan Pustaka

Untuk menempatkan posisi penelitian maka perlu adanya beberapa contoh penelitian terdahulu, adapun beberapa penelitian sebelumnya adalah:

Skripsi yang ditulis oleh Makhillatul Naziyah IAIN Walisongo Semarang yang berjudul “Keberagamaan Umat Tri Dharma (Studi Kasus di Vihara

Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran.,6 Skripsi ini membahas sikap dan

perilaku keberagamaan pemeluk Tao, Konghucu dan Buddha di Vihara Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran dan dihasilkan bahwa dalam pelaksanaan beribadah tidak pernah terjadi konflik karena mereka mempunyai sikap yang inklusif terhadap kepercayaan masing-masing.

Perbedaan skripsi tersebut dengan skripsi yang penulis lakukan adalah skripsi tersebut lebih mengarah pada perilaku keberagamaan umat Buddha di Vihara dari sudut pandang psikologi, sedangkan skripsi yang penulis susun lebih

6Makhillatul Naziyah, “

Keberagamaan Umat Tri Dharma (Studi Kasus di Vihara Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran,” (Skripsi, tidak diterbitkan, Jurusan


(16)

mengarah pada aktivitas sosial vihara dan respon warga setempat terhadap kegiatan berdana, dari sudut pandang sosiologi.

Penelitian lainya adalah skripsi yang ditulis oleh Yasmin Mahfudz IAIN Walisongo Semarang yang berjudul “Aktivitas Keagamaan di Vihara (Studi kasus

di Vihara Mahavira Graha Semarang)”.7Skripsi ini membahas bagaimanakah

bentuk aktivitas keagamaan yang ada di Vihara Mahavira Graha kota Semarang dan berapa besar daya Tarik Vihara Mahavira Graha Kota Semarang terhadap motivasi keberagamaan umatnya dalam bermasyarakat. Melihat letak Vihara yang merupakan tempat pariwisata sehingga banyak memberikan daya tarik dan melibatakan para pengunjung.

Perbedaan skripsi tersebut dengan skripsi yang penulis susun adalah isi skripsi tersebut lebih mengarah pada aktivitas keagamaan yang dilakukan di Vihara dan bagaimana motivasi para pemeluknya dalam bermasyarakat di kawasan pariwisata. Sedangkan skripsi yang penulis lakukan adalah aktivitas sosial keagamaan.

Jadi lebih mengarah pada aktivitas sosial Vihara Buddhayana Dharmawira Centre di Surabaya.Vihara tersebut telah banyak mengadakan aktivitas sosial atau disebut berdana, karena Vihara yang berbentuk yayasan ini cukup besar sehingga menarik untuk dilakukan penelitian tentang aktivitas sosial keagamaan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat di Jl. Panjang Jiwo Surabaya.

7 Yasmin Mahfudz, “

Aktivitas Keagamaan di Vihara (Studi kasus di Vihara

Mahavira Graha Semarang)”(Skripsi tidak diterbitkan Jurusan Perbandingan Agama


(17)

Dan skripsi yang ditulis oleh Yuli Astutik IAIN Sunan Ampel Surabaya yang berjudul “Studi Tentang Keberadaan Vihara Buddhayana Di

Surabaya”.Skripsi ini membahas tentang keberadaan Vihara dari sisi histori dan mendeskripsikan kegiatan keagamaan yang ada di dalamnya.8 Jenis penelitian pada skripsi ini adalah penelitian kuantitatif.

Perbedaan skripsi tersebut dengan skripsi yang penulis susun adalah jenis pendekatan penelitian dan tema penelitian yang mengarah pada kegiatan keagamaan umat Buddha, sedangkan skripsi ini lebih mengarah pada aktivitas sosial keagamaanya, meskipun penulis juga memilih salah satu Vihara Buddhayana di daerah Surabaya sebagai objek penelitian.

G. Metodologi Penelitian

Untuk memperoleh data yang diinginkan maka peneliti ikut serta dalam melakukan penelitian.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini dapat disebut dengan penelitian kualitatif, sedangkan untuk pendekatan yang digunakan pada penelitian kali ini yaitu menggunakan pendekatan sosiologi. Dengan menggunakan pendekatan ini peneliti dapat memperoleh gambaran yang terorganisasikan dengan baik dan lengkap mengenai aktivitas sosial keagamaan atau yang disebut berdana di

8Yuli Astutik, “

Studi Tentang Keberadaan Vihara Buddhayana Di Surabaya”. (Skripsi tidak dterbitkan, Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2006), 63.


(18)

Vihara Buddhayana Dharmawira Centre. Selain itu untuk memperoleh data yang diinginkan di lakukan dengan cara studi kasus. Menurut Poerwandari Studi kasus digunakan agar peneliti dapat memperoleh pemahaman utuh dan terintegrasi mengenai interrelasi berbagai fakta dan dimensi dari kasus tersebut tanpa bermaksud untuk menghasilkan konsep-konsep atau teori-teori atau tanpa upaya menggeneralisasikan.

2. Sumber Data

a. Sumber data primer yaitu sumber data yang langsung diperoleh penulis di lapangan yaitu informasi dari pihak Vihara BDC, dan masyarakat sekitar yang tinggal di lingkungan yang diperoleh melalui wawancara dan observasi yang menyangkut segala aktifitas yang berhubungan dengan objek penelitian.

b. Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari orang lain sebagai pendukung guna melengkapi data yang penulis peroleh dari data primer.9 Sumber ini dapat diperoleh dari tetangga sekitar, buku-buku atau dokumen-dokumen yang berhubungan dan mendukung penulisan skripsi. Dalam penelitian ini data diambil dari tetangga sekitar Vihara BDC dan dokumen atau buku-buku yang berkaaitan dengan tema berdana dalam perspektif agama Buddha.

9

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), 129.


(19)

3. Metode Pengumpulan Data a. Wawancara (Interview)

Merupakan metode yang dilakukan peneliti untuk memperoleh informasi dari informan. Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam dengan melakukan wawancara mendalam peneliti dapat menggali apa yang diketahui dan dirasakan subyek pada masa lampau ataupun masa sekarang, serta hal-hal yang tersembunyi di dalam diri subjek. dalam proses wawancara peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum, pedoman wawancara ini digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus menjadi daftar pengecek apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan.

Adapun yang menjadi narasumber dalam wawancara

dikelompokkan sebagai berikut: dari pihak Vihara yaitu ketua pelaksana harian Vihara bapak Haryanto Tanuwijaya, Admin Vihara bapak Suwandi, Karyawan Vihara Meta Letiyanti dan Perwakilan PMI Surabaya ibu Endang. Mereka merupakan orang yang terlibat langsung dalam kegiatan berdana.Informan dari masyarakat luar adalah ibu siti, bapak Suyatman, Ibu Susanah, bapak Salam, Ana, dan Siti. Meraka merupakan warga yang ikut serta dalam kegiatan berdana dan sebagian lagi adalah warga sekitar Vihara BDC. Wawancara ini dibutuhkan untuk memeperoleh keterangan tentang keberadaan vihara, kegiatan keagamaan, kegiatan berdana yang dilakaksanakan dan untuk mengetahui respon masyarakat terhadap


(20)

aktivitas sosial keagamaan (berdana) Vihara Buddhayana Dharmawira Centre.

b. Observasi

Yaitu penulis dalam rangka memperoleh data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang terjadi.10 Alasan digunakannya metode observasi ini untuk menunjang data hasil dari wawancara, melalui observasi ini diharapkan beberapa bentuk aktifitas berdana, bisa teramati atau terdeteksi lewat ekspresi dan bentuk aktifitas sosial sehingga mampu memberikan cek dan recek terhadap informasi-informasi yang telah di sampaikan oleh subyek dalam wawancara. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui aktifitas apa saja yang dilakukan pihak vihara kemudian cara mereka melakukan aktifitas berdana (sosial keagamaan) ketika berada di Vihara Buddhayana Dharmawira Centre Surabaya.

c. Dokumentasi

Yaitu memperoleh data dengan cara penganalisaan terhadap fakta-fakta yang tersusun secara logis dari dokumen tertulis maupun dokumen yang tidak tertulis yang mengandung petunjuk-petunjuk tertentu. Digunakan dokumen yang tertulis seperti dokumen, buku-buku yang berkaitan dengan Buddha. Sedangkan untuk sumber yang tidak tertulis berupa gambar atau foto dan rekaman hasil wawancara terkait kegiatan

10

Koenjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, cet ke-5(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), 175.


(21)

berdana Vihara Buddhayana Dharmawira Centre di Panjang Jiwo Surabaya.

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analisis yaitu suatu tulisan yang didapatkan dari sumber data asli ketika berada di lapangan sebagai halnya wawancara atau informasi yang didapatkan dari informan untuk dipakai dalam penerapan metode kualitatif. Sedangkan deskriptif menggambarkan suatu masyarakat atau kelompok.11 kelompok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah umat Buddha di Vihara Buddhayana Dharmawira Centre di Surabaya dan masyarakat setempat.

Analisis, Memadukan hasil yang didapat dari lapangan setelah itu menganalisis dan mendapatkan kesimpulan akhir. Memadukan segala informasi dan menganilisis menggunakan teori sosial.

Dengan ini diharapkan hasil yang di peroleh dapat menggambarkan secara jelas bagaimana deskripsi dan bentuk kegiatan berdana Vihara Buddhayana Dharmawira Centre Surabaya.

5. Keabsahan Data

Untuk menguji keabsahan atau kreadibilatas data yang telah diperoleh, maka peneliti menggunakan teknik Triangulasi. Menurut Sugiyono Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber, dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.

11

Noeng Muhajar, Metode Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Reka Paskin, 1996).104.


(22)

a. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kreadibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam penelitian ini selain kepala umum pelaksana harian Vihara yang menjadi informan, peneliti juga melakukan penggumpulan data dengan sumber lain yaitu warga sekitar yang ikut dalam aktivitas sosial keagamaan disana, kemudian staf-staf Yayasan Vihara BDC. Dan yang bersangkutan yang dirasa mengetahui tentang sejarah dan profil Vihara serta kegiatan berdana di Vihara Buddhayana Dharmawira Centre.

b. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu wawancara dan dokumentasi. Dan untuk menguji keredibilitas data yang didapat maka data yang diperoleh dari subjek dengan menggunakan teknik wawancara, akan di cek kebenarannya dengan dokumentasi. Sebaliknya juga begitu, informasi tentang subjek yang di dapat dari hasil dokumentasi akan di cek kebenarannya dengan menggunakan wawancara.

c. Triangulasi Waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kreadibilitas data.Untuk itu dalam rangka pengujian kreadibilitas data peneliti melakukan pengecekan hasil wawancara dalam waktu atau situasi yang berbeda. Misalnya,


(23)

Peneliti akan mengulang kembali beberapa pertanyaan dalam waktu yang berbeda, jika data yang di dapat sama maka dipastikan data tersebut adalah benar, akan tetapi jika ada perbedaan data yang di dapat pada wawancara yang pertama dan kedua maka data tersebut perlu cek lagi kebenarannya.

Dengan mengecek data yang diperoleh dengan menggunakan triangulasi sumber, teknik dan waktu, maka diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan data yang benar-benar valid dan dapat menggambarkan keadaan yang sesunggunya dilapangan, yang mana dalam penelitian ini yaitu deskripsi, bentuk aktivitas sosial keagamaan dan tanggapan masyarakat sekitar mengenai aktifitas sosial keagamaan Vihara Buddhayana Dharmawira Centre Surabaya.

H. Sistematika Pembahasan

Untuk mengetahui dan mempermudah bahasan penelitian ini maka penelitian ini tersusun menjadi beberapa bab sebagai berikut:

Bab Pertama, pendahuluan yang terdiri dari; latar belakang, penegasan judul, rumusan masalah, manfaat penelitian, tujuan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab ini merupakan pengantar dan pedoman bagi bab selanjutnya.

Bab Kedua, kajian teori yang terdiri dari; sejarah dan perkembangan agama Buddha, aktivitas keagamaan, Berdana dalam kajian Buddha, dan teori tindakan milik Talcott Parsons.


(24)

Bab Ketiga, penyajian data yang terdiri dari; profil Vihara Buddhayana Dharmawira Centre di Surabaya. aktivitas keagamaan vihara Buddhayana Dharmawira Centre Surabaya, aktivitas sosial keagamaan Vihara BDC.

Bab Keempat, analisis data yang terdiri dari; bentuk-bentuk kegiatan berdana, dan respon masyarakat terhadap kegiatan berdana Vihara Buddhayana Dharmawira Centre di Surabaya.

Bab Kelima, penutup yang terdiri dari; kesimpulan dan saran-saran kesimpulan yang merupakan jawaban atas rumusan masalah dan hasil analisis keseluruhan masalah dari bab-bab terdahulu.


(25)

BAB II

BERDANA PERSPEKTIF BUDDHA

A. Sejarah dan Perkembangan Agama Buddha

Secara historis agama Buddha muncul di India pada tahun 500 S.M. hingga tahun 300 M. Agama Buddha dapat dikatakan sebagai pembaruan agama Hindu, Buddha artinya mereka yang telah bangun.1 Buddhisme dirintis oleh Siddharta Gautama yang lahir pada tahun 563 M. Nama India sendiri dijelaskan dari nama Sungai Sindhu yaitu nama sungai yang mengairi daerah barat India, yang kemudian disebut sebagai sungai Hindu oleh bangsa Persia. Nama Hindu selanjutnya dipakai oleh orang Yunani untuk menyebut India. Hingga saat ini nama Hindu tersebut digunakan oleh pemerintah India. Penduduk yang masih memeluk agama India asli disebut dengan orang Hindu.

Sebelum kelahiran Buddha Gautama bangsa India yang dihuni oleh bangsa Dravida yaitu bangsa India asli dan bangsa Arya bangsa pendatang (Indo-Jerman) telah mencapai kemajuan dalam bidang kebudayaan. India saat itu merupakan tempat berkembangnya peradaban dan kebudayaan dunia, sehingga banyak orang yang mendalami hakikat hidup di sana. Oleh karena itu muncul berbagai pandangan diantaranya adalah munculnya dua pandangan besar di India yaitu Brahmanisme dan Sramanisme.

Pandangan brahmanisme menyatakan bahwa roh dan jasmani adalah satu, dengan kata lain apabila badan mati maka roh pun juga mati, pandangan ini

1

Muhammad Adib Fuadil Nuriz, Ilmu Perbandingan Agama, (Jogjakarta: Penerbit Buku Ajar Kampus dan Pesantren, 2008), 116.


(26)

disebut juga faham nihilisme. Akibat dari paham ini banyak penganut yang memuaskan segala keinginanya pada kehidupan di dunia pandangan ini banyak diikuti oleh bangsa Arya.

Sedangkan pandangan Sramanisme atau sebangsa Jainisme yang dibawa oleh bangsa Dravida menganggap roh dan jasmani bukanlah satu kesatuan. Sehingga matinya jasmani bukan merupakan matinya roh. Roh dianggap kekal dan abadi, Apabila ada orang meninggal maka rohnya akan tetap ada dan harus berupaya menyatu dengan keabadian atau yang disebut dengan Maha Kekal, faham ini juga disebut dengan eternalisme (kekekalan), untuk bisa menyatu roh harus suci terlebih dahulu. Akibatnya banyak yang melakukan penyiksaan diri secara berlebihan.2

Selain itu munculnya agama Buddha dilatarbelakangi oleh kepercayaan mereka pada sistem kasta. Agama Hindu yang mempercayai sistem kasta beranggapan bahwa, kasta brahmana sebagai kasta yang tertinggi, Kaum brahmana adalah manusia-manusia suci sehingga selalu di istimewakan. Hak istimewa ini yang membuat kaum brahmana berlaku sewenang-wenang terhadap golongan atau kasta yang lebih rendah seperti kasta ksatria, waisya dan sudra. Peristiwa ini memberi motivasi bagi Sidharta untuk melakukan perubahan besar dalam agama Hindu.Sehingga dia berfikir dan berusaha untuk meruntuhkan kepercayaan tentang caturwarna (kasta-kasta dalam kehidupan manusia).3

Pendiri agama Buddha adalah Sidharta Gautama atau sang Buddha, dia lahir kira-kira pada tahun 563 SM. Di daerah Kapilawastu di kaki pegunungan

2

Nasruddin, Diktat Mata Kuliah Agama Buddha, (Surabaya: t.p.2011), 4. 3


(27)

Himalaya dari seorang ayah raja kaya Sudhodana dan ibu bernama Maya. Dalam cerita Buddha di kisahkan bahwa banyak keistimewaan sebagai pertanda menjelang kelahirannya, sebagaimana kejadian luar biasa yang tampak pada calon orang-orang besar. Pada usia 29 tahun ia menyadari bahwa hidup dalam istana dan kemewahan yang ia jalani selama itu bukanlah hal yang benar. Ketika dia keluar dari istana, dia menjumpai empat peristiwa yang sebelumnya belum pernah didapatkan yaitu peristiwa melihat orang sakit yang begitu parah sehingga membungkuk, orang tua yang mulai memutih rambutnya dan jalanya membungkuk, orang mati serta melihat seorang pertapa yang mengemis. Melihat kenyataan itu membuatnya sadar bahwa hidup tidak lain hanyalah sebuah penderitaan.

Sidharta mencari jalan untuk membebaskan manusia dari penderitaan tersebut. Dengan beberapa jalan seperti latihan keras, mulai hidup prihatin mengembara di hutan dan berpuasa. Akhirnya setelah dia bersamadi di bawah pohon Boddhi di Boddh Gaya tersingkaplah baginya pengetahuan tentang kebenaran yang sejati. Sejak saat itu dia memperoleh gelar Buddha.4

Setelah menjadi Buddha dia mulai menyebarkan ajaran-ajarannya. Ajaran agama Buddha bersumber pada sumber ajaran Buddha yang dikenal dengan sebutan Tiratna (Tiga Permata), berasal dari Bahasa pali Ti berarti tiga dan ratna berarti mustika/permata. Atau disebut juga Triratna yang berasal dari bahasa sansekerta Tri berarti tiga, ratna berarti mustika/permata. Tiga mustika ini adalah Buddha, Dhamma dan Sangha.

4

Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), 26.


(28)

Adapun maksud dari triratna (tiga mustika) adalah:

1. Buddha adalah sang buddha yaitu Sidharta Gautama sebagai guru dan juga bisa diartikan sebagai sifat kebuddhaan.

2. Dhamma adalah ajaran Buddha yang merupakan kebenaran mutlak.

3. Sangha adalah persaudaraan suci orang-orang yang telah mencapai tingkatan kesucian (Arahat). Sangha berasal dari Bahasa Pali dan Sansekerta yang berarti persamaan atau persaudaraan para Bhikku.5

Tri ratna sangat berarti bagi agama Buddha karena merupakan sumber dari ajaran-ajaran Buddha. Semua ajaran ini disampaikan dengan lisan, selama kurang lebih empat abad lamanya agama Buddha diteruskan secara lisan, akhirnya kumpulan-kumpulan cerita, tradisi, khotbah-khotbah dikelompokkan sehingga menjadi kitab yang disebut tripitika atau tiga keranjang, Kitab ini berisi kumpulan khutbah, perumpamaan, dan percakapan yang pernah dilakukan sang Buddha dengan para pengikutnya. Tripitaka terdiri dari;

a. Sutta Pitaka di dalamnya berisi dharma atau ajaran Buddha kepada pengikut-pengikutnya.

b. Vinaya Pittaka yang di dalamnya memuat peraturan-peraturan yang mengatur kehidupan sangha dan para penganutnya.

c. Adhidharma Pittaka yang di dalamnya memuat filsafat agama Buddha dimana terdapat pembahasan yang mendalam tentang hakikat dan tujuan hidup.6

5


(29)

Dengan adanya Kitab tersebut dapat memudahkan umat Buddha untuk memperdalam agamanya.

Setelah sang Buddha mendapatkan pencerahan maka dia mengajarkan dharma kepada limapertapa yang menjadi muridnya dengan mengajarkan bahwa kebebasan adalah pencapaian Nirwana yaitu bebas dari kelahiran, kelapukan, penyakit, kematian, penderitaan dan hawa nafsu keinginan. Dalam khotbahnya sang Buddha menjelaskan bahwa intisari ajaran Buddha adalah empat kesunyataan utama atau empat kebenaran utama:

1) Kebenaran yang pertama adalah bahwa hidup itu adalah dukkha yang diartikan penderitaan atau duka cita. Maksudnya segala sesuatu yang ada di bumi ini adalah penderitaan atau palsu semata karena nantinya akan lapuk dan akhirnya mati. Sekalipun itu kebahagian, sifat bahagia hanya sementara.

2) Kebenaran yang kedua adalah penyebab dari tergelincirnya hidup ini adalah tanha yang diartikan keinginan.7 Keinginan dapat menjadikan manusia selalu terikat atau terbelenggu. Sehingga selalu mementingkan ego diri sendiri yang lama kelamaan justru mengikat dan membuatnya menderita.

3) Kebenaran yang ketiga adalah nirodha yang diartikan sebagai penderitaan yang tuntas yaitu tujuan akhir umat Buddha yang disebut

6

Ibid., 27. 7

Huston Smith, Agama-Agama Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, edisi 7, 2004), 133.


(30)

nirwana, dapat dicapai dengan jalan menghilangkan segala bentuk keinginan.

4) Kebenaran yang keempat adalah magga yang diartikan memberi jalan kebebasan langsung menuju nirwana. Bagaimana hal itu dapat dicapai adalah dengan pengentasan tanha melalui delapan jalan yang biasa disebut dengan jalan mulia berunsur delapan.

Jalan mulia berunsur delapan tersebut adalah: a) Pengertian benar (Samma Dhitti)

b) Pikiran benar (Samma Samkappa)

c) Ucapan Benar (Samma Vaca)

d) Perbuatan Benar (Samma Kammanta)

e) Mata Pencaharian benar (Samma Ajiva)

f) Usaha Benar (Samma Vayama)

g) Penglihatan Benar (Samma Sati)

h) Konsentrasi Benar (Samma Samadhi).8

Di dalam sebuah agama selalu ditemukan beberapa aliran seperti di dalam agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan lain sebagaianya. Begitu juga dengan agama Buddha. Dalam agama Buddha ada dua aliran besar yang telah banyak diikuti di berbagai negara. Dua aliran tersebut adalah aliran Hinayana/Theravada (kendaraan kecil) adalah aliran ortodoks yaitu aliran yang mempertahankan keaslian ajaran agama Buddha, pengikut aliran ini banyak terdapat di negara-negra Srilangka, Myanmar, Thailand, Kamboja,

8

G.P.Malaleskara, The Buddha and his teaching, (Taiwan: The Corporate Body of The Buddha Educational Foundation), 40-47.


(31)

Laos dan Vietnam. Aliran ini tidak mengajarkan penyembahan kepada Tuhan yang terpenting adalah melaksanakan ajaran moral yang diajarkan oleh gurunya. Tujuan tinggi adalah mencapai arahat yaitu seorang yang benar-benar telah lenyap nafsu dan keinginanya serta ketidaktahuanya sehingga dapat mencapai Nirwana dengan demikian dia terbebas dari rangkaian samsara.9

Sedangkan aliran Mahayana (kendaraan besar) adalah aliran yang mengadakan pembaharuan terhadap ajaran Buddha yang asli, menurut aliran Mahayana tujuan yang tertinggi bukanlah arahat melainkan Bodhisatwa, Bodhisatwa adalah seorang yang sebenarnya bisa langsung menikmati kebahagiaan di Nirwana akan tetapi ia belum mau menetap di nirwana karena masih ingin ke dunia untuk menyelamatkan manusia yang percaya pada penderitaan.10

Terkait konsep Ketuhanan Yang Maha Esa, di Indonesia umat Buddha menyebut Tuhannya dengan sebutan Sanghyang Adi Buddha. Dalam kitab suci Udana VIII-3 dijelaskan, hakekat Tuhan Yang Maha Esa di ungkapkan sebagai berikut; “Ketahuilah O para bhikku, bahwa ada sesuatu yang tidak menjelma, yang tidak tercipta yang mutlak, duhai para bhikku apabila tidak ada yang tidak dilahirkan, yang tidak menjelma, yang tidak diciptakan, maka tidak akan mungkin kita bebas dari kelahiran, dari penjelmaan, pemunculan dari sebab yang lalu”.

9

Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama…….36 10


(32)

Di dalam hukum kesunyataan tentang Tri-Laksana (Sansekerta) atau Tilakkhana (Pali) dijelaskan antara lain semua yang dilahirkan, yang tercipta dan yang menjelma adalah tidak kekal dan dicengkeram oleh Dukkha, jika sesuatu Tidak Tercipta, Tidak Menjelma, dan Yang Mutlak itulah yang disebut Tuhan Yang Maha Esa, yang kekal dan abadi.

Sedangkan dalam kitab suci Saddharma-Pundharika terdapat sutra perihal makna-makna yang tidak terhingga, dalam sabdanya sang Buddha membabarkan bahwa makna-makna yang tak terhingga bersumber dari Hukum Tunggal. Dan dalam sutra itu dijelaskan seolah sang Buddha ingin mengatakan bahwa segala-galanya di dalam semesta ini bersumber kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Hyang Buddha menyebutnya dengan Hukum Tunggal.11

Perkembangan agama Buddha dari abad ke 6 sampai saat ini telah melewati masa naik turun adapun tahap-tahap perkembangan agama Buddha dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:

(1) Tahap Pertama abad ke 6 S.M hingga abad ke 3 S.M

Pada tahap ini di tandai dengan di adakanya muktamar di Rajagraha pada tahun 383 S.M dan muktamar di Waisali pada tahun 283 S.M. Muktamar ini di adakan mengingat Buddha telah wafat dan dhamma atau doktrinya saat itu belum dibukukaan melainkan hanya ada pada ingatan para rahib saja sehingga dengan diadakan muktamar ini lama kelamaan bisa dipahami jika timbul dhamma dengan bermacam-macam tradisi. Selain itu ajaran kehidupan para rahib dianggap berat sehingga

11

Budiman Sudharma, Buku Pedoman Umat Buddha, revisi ke-5, (Jakarta: FKUB DKI Jakarta),109.


(33)

perlu diperingan. Muktamar pertama diadakan di Rajagraha setelah seratus tahun yaitu setelah wafatnya Buddha Gautama yang di hadiri 500 rahib, dan ada dua rahib yang dianggap masih ingat betul terhadap ajaran Buddha yaitu Upala yang ahli tentang vinaya yang nantinya menjadi penulis Vinaya pittaka dan Ananda yang ahli sutra dan nantinya menjadi penulis Sutta pitatka dalam muktamar ini dihasilkan bahwa mereka akan memegang teguh pada perturan-peraturan yang diberikan oleh sang Buddha sendiri.

Namun seratus tahun kemudian dietemukan permasalahan yakni para rahib Waisali menyimpang dari apa yang sudah ditetapkan sebelumnya sehingga diadakan muktamar yang kedua tahun 283 S.M. di Waisali yang keputusanya menyalahkan kebiasaan para rahib Waisali tersebut. Kejadian ini mengakibatkan perpecahan pertamakali yang dialami agama Buddha, golongan pertama adalah golongan ortodok dan yang kedua adalah golongan yang memerlukan perubahan. Golongan ortodok ini adalah golongan yang patuh dan taat pada peraturan Vinaya disebut juga golongan Sthawirawada (jemaat para murid) saat ini disebut Hinayana sedangkan golongan pembaharuan menyebut dirinya sebagai

maha samghika (jemaat anggota besar) karena lama kelamaan semakin

besar pengikutnya, yang sekarang disebut Mahayana.12

12

Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, (Jakarta: Gunung Mulia, 2008), 87.


(34)

(2) Tahap Kedua abad ke 3 S.M. hingga abad ke 2 S.M.

Pada masa ini merupakan masa pemerintahan raja Asoka pada pemerintahanya agama Buddha dijadikan sebagai agama kerajaan, bahkan raja menyebar luaskan agama Buddha sampai luar India yaitu di Langka, Bakteria dan China. Masa ini adalah masa kejayaan Buddha namun muncul berbagai perselisihan dan perpecahan, banyak muncul madzhab-madzhab yang beragam berbeda satu sama lain, baik di dalam upacara keagamaan maupun soal ajaran pokok. Atas perintah raja Asoka maka diadakan muktamar yang ke 3 pada tahun 249 S.M. di Pataliputra pada muktamar ini diakui satu kitab suci lagi yaitu Abidhamma Pittaka. Perpecahan terjadi sehingga dilakukan muktamar yang ke 4 pada awal abad ke 2 M. Di Kashmir atas perintah Raja Kaniska namun hanya di hadiri oleh kelompok pembaharu yaitu golongan Mahayana di India Utara dari sinilah perpecahan antara Hinayana dan Mahayana berawal.

(3) Tahap Ketiga abad ke 2 S.M. hingga abad ke 20 M.13

Pada tahap ini perkembangan agama Buddha di luar India.Setelah muktamar keempat yang menghasilkan perpecahan Mahayana dan Hinayana, agama Buddha berkembang pesat di India selama berabad-abad Mahayana terdiri dari dua aliran Yaitu Theravada yang berkembang di Srilangka, Birma dan Siam sedangkan Sarwastivada berkembang di Madiura, Ghandar, dan Khasmir. Madzhab Mahayana terdiri dari banyak

13


(35)

aliran di antaranya adalah Madyamika dan Yogacara berkembang di Tibet, Nepal, Jepang dan Indonesia.

Sejarah mengatakan sejak abad ke-5 sampai dengan abad ke-15, Indonesia berada di bawah pengaruh agama-agama India.Khususnya Hindu dan Buddha, masa itu sangat dikenal dengan hasil-hasil kebudayaanya yang agung. Ini dibuktikan dengan pembangunan ratusan candi14.

Diketahui raja-raja kerajaan Sriwijaya telah menjadikan Sriwijaya sebagai pusat pengajaran agama Buddha yang pada saat itu diikuti oleh seorang pengembara dari China pada tahun 671 M di pulau Sumatera. Ajaran yang berkembang di Sumatera adalah aliran Mahayana dari India Timur dengan faham Tantra yang berkembang pada abad ke 8 M, kemudian pada abad ke 9 M. Agama Buddha berkembang di kepulauan Malaya, dibawah kekuasaan dinasti Syailendra. Di pulau Jawa peninggalan Buddha yang terbesar adalah Borobudur sebuah candi yang berbentuk pyramid, yang dibangun kira-kira abad ke 8 M.

Perkembangan agama Buddha di Indonesia berjalan beriringan dengan perkembangan agama Hindu aliran Siwa, kehadiran agama Buddha tersisih dengan kehadiran Islam pada abad ke 13 dan 14 M. datang dengan damai berbeda dengan kehadiran Islam di India yang datang dengan kekerasan oleh para sufi. 15

14

Mudji Sutrisno, 1993. Buddhisme Pengaruhnya dalam Abad Modern

(Yogjakarata: Penerbit Kanisius) 103. 15


(36)

Kehadiran agama Buddha di Indonesia telah menambah warna dalam kebudayaan masyarakat di daerah-daerah yang pernah menjadi tempat perkembanganya dengan peninggalan dan tradisi-tradisi. Dan menjadi kebanggan bagi bangsa Indonesia saat ini adalah dengan beberapa agama, suku, ras, daerah, bahasa mereka mampu hidup berdampingan dan saling menghormati. Seperti cita-cita Indonesia yang menjujung nilai kebhinekaan.

B. Aktivitas Keagamaan Buddha

Sebagian besar aktivitas keagamaan umat Buddha dilakukan di Vihara atau Wihara, vihara merupakan tempat tinggal atau tempat persinggahan para Bhikku utamanya untuk tempat berteduh dan melakukan meditasi adapun dalam Bahasa Indonesia, biasa disebut dengan pengucapan biara. Dalam pengertian agama Buddha vihara digunakan untuk merujuk tiga kediaman yaitu: kediaman dewa (dibba-Vihara), kediaman luhur (Brahma-Vihara) dan kediaman mulia

(ariya-Vihara)16. Vihara juga digunakan untuk melakukan kegiatan puja bakti. Setiap pemeluk agama mempunyai tempat untuk beribadah. Tempat Ibadah bagi umat buddha adalah vihara/wihara yang merupakan suatu kompleks yang berisikan patung sang Buddha untuk dipuja, ruang untuk pembabaran dhamma, ruang untuk upacara sangha dan tempat tinggal para bhikku selain itu

16

______Ensiklopedia Nasional Indonesia, (Jakarta: Adi Cipta Adi Pustaka, jilid 17, 1991), 305.


(37)

dapat pula dilengkapi perpustakaan dan lain-lain.17 Wihara juga diartikan sebagai ruang-ruang pertemuan umat Buddha.

Menurut Peraturan Departemen Agama RI No. H III/BA 01.1 03/1/1992 BAB II suatu bangunan dapat dinamakan Vihara apabila terdiri dari:

1. Uposathagara atau sima adalah tempat pentahbisan bhikku atau bhikkuni, merupakan area yang mempunyai batas-batas tertentu dibuat sesuai peraturan keagamaan dan di ruang ini terdapat altar, boddisatwa, dewan guru, orang suci buddhis, relik suci dan terdapat perlengkapan kebaktian.

2. Dhammasala/dhammasaba (Balai dhamma) adalah gedung atau ruang khotbah, mengajar, dan diskusi ajaran Buddha, serta ruang pertemuan keagamaan, disini terdapat altar seperti yang berada diruang uposathagara, namun bila tidak memungkinkan, biasanya digabung dengan Uposathagara.

3. Kuti adalah bangunan untuk tempat tinggal para bikku/bikkuni, samanera/samaneri, dan upasaka/upasika yang melakukan atthasila, banyak kuti tergantung banyaknya viharawan di vihara.

4. Tempat meditasi 5. Tempat pendidikan

6. Perpustakaan dan lain-lain.

Tujuan pembangunan Vihara secara umum adalah sebagai tempat dilaksanakanya kegiatan keagamaan bagi umat Buddha dan sebagai sarana pengajaran dan pendidikan untuk mencetak generasi yang berguna bagi agama dan negara.

17

Tim penyusun, Buku Pedoman Guru Pendidikan Agama Buddha, (Jakrta: Nitra Kencana Buana, 2004), 30.


(38)

Adapun fungsi vihara adalah sebagai berikut:

a. Sebagai sarana untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui Tri Ratna. (Buddha, Dhamma, Sangha).

b. Tempat pengajaran, pendidikan dan penghayatan dhamma

c. Tempat untuk melakukan meditasi (olah batin) sebagai jalan untuk melenyapkan kotoran batin.

d. Tempat untuk memperoleh kebebasan. e. Tempat untuk menyebarkan ajaran Buddha.

Umat Buddha melaksanakan kegiatan keagamaan seperti ritual sembahyang di Vihara atau rumah masing-masing mereka melakukan persembahyangan setiap hari sedangkan di Vihara mereka datang sekali dalamsatuminggu, atau pada saat hari-hari tertentu seperti pada saat hari–hari besar Buddha.

Dalam melakukan ritual persembahyangan, umat Buddha menyiapkan beberapa perlengkapan persembahan sebagai berikut;

1) Dupa 2) Lilin 3) Air minum

4) Bunga

5) Buah

Adapun makna dari beberapa persembahan tersebut adalah:

a) Dupa dengan bau wanginya bermakna untuk membersihkan udara, membuat suasana menjadi religius dan suasana hati lebih khusyuk.


(39)

Harumnya dupa akan menyebar ke penjuru arah dan membuat semua arah wangi, selain itu wanginya juga mengundang para Buddha, Boddhisatwa dan dewa-dewi (makhluk suci lainya) datang.

b) Lilin berwarna merah yang telah dinyalakan dan digunakan untuk persembahan adalah sebagai penerang.

c) Air mempunyai makna agar pikiran, ucapan dan perbuatan selalu bersih karena air dapat membersihkan segala kotoran.

d) Bunga bermakna ketidak kekalan, semua yang berkondisi adalah tidak kekal atau tidak abadi demikian pula dengan badan jasmani manusia. e) Buah bermakna hasil dari proses kehidupan, benih perbuatan buruk

akan berbuah buruk sedangkan benih dari perbuatan baik akan berbuah manis.18

Adapun tata carasembahyang dalam melakukan ritual rutinan adalah sebagai berikut:

Sebelum sembahyang umat buddha harus melakukan

pembersihan diri seperti bersih pakian, tempat, dan jiwa. Selama persembahyangan hanya diperbolehkan memakan makanan nabati atau vegetarian tidak diperbolehkan makan makanan yang berbau hewani. Adapun Cara umat Buddha aliran Mahayana dalam melakukan sembahyang adalah sebagai berikut:

Menyalakan tiga batang dupa wangi berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kemudian menyalakan tiga dupa wangi lagi, dan berdoa

18

Budiman Sudharma, Buku Pedoman Umat Buddha,revisi ke5, (Jakarta: FKUB DKI Jakarta dan Yayasan Avalokitesvara, 2007), 94.


(40)

kepada Boddhisatwa, mengucapkan mantra minimal 7 kali, atau 14 kali, atau 21 kali sampai 108 kali, air di altar diminum.19

Sedangakan untuk umat Buddha aliran Theravada mereka juga melakukan sembahyang yang rutin tapi tidak mempunyai upacara tetentu kecuali bahwa semua orang harus menjadi biksu untuk memperoleh keselamatan, aliran ini cenderung memurnikan ajaranya sedangkan aliran Mahayana timbul banyak aliran dan upacara, serta semua orang adalah Buddha.20

Meskipun umat Buddha berbeda-beda dalam melaksanakan persembahyangan dan upacara-upacara perayaan hari besar, akan tetapi prinsip yang terkandung dalam upacara tersebut sama yaitu:

(1) Menghormati dan merenungkan sifat-sifat luhur tri ratna (2) Memperkuat Saddha atau Sadra (keyakinan dengan tekad) (3) Membina Paramita (sifat baik)

(4) Mengulang dan merenungkan kembali khotbah-khotbah Buddha. (5) Melakukan Anumodana (membagi perbuatan baik kita kepada

mahluk lain).21

19

Ibid., 94. 20

Muhammad Adib Fuadil Nuriz, Ilmu Perbandingan Agama, (Jogjakarta: Penerbit Buku Ajar Kampus dan Pesantren, 2008), 121.

21


(41)

C. Berdana Dalam Kajian Buddha

Masyarakat awam mungkin belum terlalu paham dengan kata berdana, berdana adalah sebutan dari serangkaian kegiatan berbagi atau aktivitas sosial keagamaan yang dilakukan oleh umat Buddha. Dalam agama Buddha ungkapan yang menunjukkan perintah untuk melakukan amal kebaikan atau sering disebut dengan berdana tertulis dalam kitab Dhammapada:

“Harumnya bunga tak dapat menyebar melawan arah angin

demikian pula harumnya kayu cendana, bunga tegara dan melati

namum harumnya kebajikan dapat menyebar melawan arah angin

Orang Bajik dengan keharuman namanya akan menyebar ke segala penjuru”. (Dhammapada - puppha vagga ayat 4).

Ungkapan tersebut dapat dipahami bahwa segala kebaikan yang dilakukan oleh seseorang akan selalu dikenang meskipun orang yang melakukanya telah mati, maksud harum disini diartikan sebagai kebaikan yang akan tetap abadi dan selalu dikenang sepanjang masa.

Tujuan berdana adalah untuk saling menolong sesama manusia dengan mengharap ridho Tuhan, adapun kegiatan berdana yang dilaksanakan Vihara adalah sebagi bentuk kepedulian dan bakti umat Buddha terhadap agamanya.

Beberapa aktivitas berdana pada umat Buddha dilaksanakan pada hari-hari biasa dan pada perayaan hari-hari besar umat Buddha seperti setelah ritual mingguan, bulanan dan tahunan.

Pada ritual mingguan setelah sembahyang biasanya umat Buddha melakukan Fangshen atau pelepasan satwa sebagai bentuk kasih sayang terhadap makhluk hidup.dan juga pindapatta yaitu ritual menerima dana.


(42)

Pindapatta adalah praktek dimana seorang Bhikku menerima dana makanan dari rumah ke rumah menggunakan patta (mangkuk emas), ritual ini tidak boleh dilakukan dengan ceroboh para bhikku harus melakukanya dengan berhati-hati. Ritual pindapatta adalah ritual untuk memperingati kisah Buddha, di kisahkan pada saat Buddha pulang ke Kapilawastu tanah kelahiran Buddha, Raja Sudodana merasa malu melihat Buddha mendapatkan makanan dari rumah ke rumah, karena bagi raja tidak pantas seorang pangeran melakukan hal seperti itu, tetapi sang Buddha mengatakan tradisi ini dari silsilah saya yaitu Buddha bukan dari silsilah ksatria. Seorang Bhikku tidak boleh bersikap ceroboh saat berdiri di depan rumah untuk menerima dana. Menurut bhikku barang siapa yang melakukan prektek ini maka dia akan bahagia hidup di dunia ini dan di dunia berikutnya.22

Berdana pada ritual bulanan atau tahunan dilakukan menjelang hari-hari besar Buddha, dalam kajian Buddha tradisi berdana telah dilakukan sejak dahulu sebagai penghormatan dan perintah sang Buddha biasanya umat Buddha melakukanya menjelang hari-hari besar Buddha sepertoi pada hari raya Magha

Puja, Waisak, Ulambana, Asadha, Kathina, hari kebesaran Buddha Amithaba dan

hari kebesaran Guan Yin.Beberapacara berdana mereka adalah dengan melaksanakan kegiatan bakti sosial.

22

Kusaladhamma Bhikku, Kronologi Hidup Buddha, ( Jakarta: Karania dan Ehipassiko Foundation , 2006 ), 225-226


(43)

D. Teori Tindakan Milik Talcott Parsons

Tindakan sosial umumnya dipahami oleh masyarakat sebagai bentuk kegiatan yang dilakukan sehari-hari utamanya mengenai masalah sosial. Dalam melakukan tindakan sosial tentunya harus ada timbal balik antara kedua belah pihak bagi yang mengadakan dan yang mengikutinya, agar tujuan dari pelaksanaan tindakan tersebut tercapai.Pembahasan mengenai tindakan sosial mungkin tidak banyak ditemukan dalam beberapa buku dan penelitian karena biasanya peneliti lebih fokus pada interaksi dibanding dengan tindakanya, dalam melakukan aktivitas akan terjadi interaksi, maka penulis cantumkan definisi dari interaksi dan aktivitas sosial.

Interaksi dalam KBBI diartikan sebagai hal saling melakukan aksi, berhubungan, mempengaruhi antar hubungan. Sedangkan dalam ilmu sosiologi interaksi sosial adalah tindakan, atau praktik dua orang atau lebih yang masing-masing mempunyai orientasi dan tujuan.dinamakan interaksi sosial jika tindakan tersebut saling diketahui.23 Contoh mengirim pesan pada seorang teman adalah interaksi sosial. Tetapi mengintai orang bukan merupakan interaksi sosial jika kegiatan mengintai itu tidak sepengetahuan orang yang sedang di intai.

Menurut Robertz M.Z. Lawang interaksi sosial adalah proses ketika orang-orang yang berkomunikasi saling pengaruh-mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara

23

Nurani Soyomukti, Pengantar Sosiologi (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), 315.


(44)

orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang per-orang dan kelompok manusia.24

Sesuai definisi tersebut, maka segala kegiatan sosial baik individu atau kelompok dengan tujuan tertentu dan mendapatkan respon atau timbal balik dari kedua belah pihak maka bisa disebut interaksi sosial. Adapun dua syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial dan komunikasi.

Aktivitas sosial Menurut KBBI adalah segala kegiatan adalah suatu kegiatan yang dilakukan masyarakat sehari-hari. Sosial adalah sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat atau suka menolong atau memperhatikan kepentingan umum, sedangkan keagamaan adalah yang berkaitan dengan agama atau kepercayaan kepada Tuhan atau dewa-dewa.

Jadi aktivitas sosial keagamaan adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat, dengan harapan mendapatkan berkah atau ridho dari Tuhan atau dewa-dewa.

Menurut Agama Buddha istilah kegiatan sosial lebih dikenal dengan sebutan berdana.25 Adapun aktifitas sosial keagamaan yang dilakukan Vihara Buddhayana Dharmawira Centre adalah dengan berbagai cara yaitu pembagian sembako, donor darah, pengobatan gratis dan pemeriksaan kesehatan murah, pembelajaran umum, dan lain-lain.

Mengenai definisi tindakan Talcott Parsons berbeda pendapat dengan pendahulunya Max Weber, Weber mengatakan bahwa individu melakukan tindakan sesuai dengan pengalaman, persepsi, pemahaman, penafsiran objek

24

Ibid.,315. 25


(45)

stimulus atau situasi tertentu. Sedangkan Talcott menganggap tindakan berbeda dengan perilaku, tindakan adalah respon dari penerimaan stimulus. Perilaku adalah proses mental yang aktif dan kreatif. Sehingga yang terpenting bukanlah tindakan, akan tetapi norma dan nilai-nilai yang mengatur perilaku. Menurut Ritzer tindakan individu merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atau sasaran dengan menggunakan sarana yang paling tepat.

Talcott Parsons yang berkiblat pada aliran fungsionalis dalam teori tindakanya mengemukakan basis teori aksi, menurutnya aksi harus memiliki empat komponen, komponen tersebut diantaranya adalah: eksistensi aktor, unit aksi yang terlibat tujuan, situasi-kondisi dan sarana-sarana lainya yaitu norma dan nilai-nilai.26

Dari penjabaran tersebut dapat disimpulkan bahwa teori aksi mencoba memahami setiap tindakan sosial melalui empat komponen unit aksi, yang dimaksud aktor adalah pelaku aksi dengan tujuanya kemudian aktor mempunyai berbagai cara yang mungkin dapat dilakukan untuk mencapai tujuan, tujuan adalah suatu bayangan atau keadaan yang suatu mendatang akan dikejar dengan tindakan tersebut. Dalam melaksanakan berbagai cara aktor dihadapkan pada kondisi dan situasi yang memungkinkan untuk pemilihan berbagai cara yang digunakan dalam mencapai tujuan. Situasi dapat dianalisis ke dalam dua unsur yaitu situasi yang tidak bisa di kendalikan si aktor atau suatu keadaan yang tidak bisa diubahnya, atau dijaganya supaya tidak berubah dalam kaitanya dengan

26

I.B. Irawan, Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma, (Jakarta: Kencana Pernada Media Group,2012),24.


(46)

tujuan tersebut dan situasi yang bisa dikendalikanya.27 Namun cara-cara tersebut dibatasi oleh norma dan nilai-nilai yang akan berpengaruh pada perilaku pengambilan keputusan.

Konsep ini juga disebut dengan konsep Voluntarisme yaitu kemampuan individu untuk melakukan tindakan dengan segala alternatif dan cara tertentu dalam mencapai tujuan.Teori ini digunakan untuk menganalisa aktivitas sosial keagamaan yang dilaksanakan Vihara Buddhayana Dharmawira Centre di Surabaya yang meliputi kegiatan-kegiatan dan tanggapan masayarakat terhadap aktivitas sosial keagamaan yang dilaksanakan.

Dalam ilmu sosial metode yang digunakan oleh Parsons ini berangkat dari interpretative, yaitu usaha untuk memahami tindakan individu bergerak ke survei-survei sebagaimana yang pernah dia lakukan dalam penelitiannya dari skala mikro ke makro.

27

Alih Bahasa Hartono Hadikusumo, Talcott Parsons Dan Pemikiranya Sebuah Pengantar, (Jogjakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990), 74.


(47)

BAB III

GAMBARAN UMUM VIHARA BUDDHAYANA DHARMAWIRA CENTRE

A. Profil Vihara Buddhayana Dharmawira Center

Vihara Buddhayana Dharmawira Centre disingkat BDC adalah nama sebuah Vihara yang didirikan pada tanggal 08 bulan Mei tahun 2008 di Surabaya. Berdiri atas prakarsa para tokoh buddhayana sebagai Pusdiklat (pusat pelatihan dan pendidikan) agama Buddha dibawah naungan Sangha Agung Indonesia (Shagin).1

Sejarah berdirinya Vihara BDC di mulai ketika waktu itu, banyak umat Buddha yang berusia muda di Surabaya bagian Timur terkendala kurangnya tempat pengajaran dharma, tempat ibadah dan aktivitas Buddhis. Berawal dari rintisan bapak Irwan Pontoh dan bapak Tosin, SH. Kedua tokoh muda Buddhist ini sangat peduli dengan perkembangan agama Buddha terutama untuk kalangan muda dan kaum Mahasiswa di Surabaya timur, mereka adalah dosen agama Buddha di beberapa perguruan tinggi di Surabaya, dari hasil pemikiran dan keinginan tersebut serta di dukung oleh tokoh-tokoh Buddhis di Surabaya. Akhirnya para tokoh memutuskan untuk mendirikan Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) berlokasi di Jalan Panjang Jiwo Permai Selatan no. 4 Surabaya. Adapun akte organisasi BDC tertanggal 8 Agustus 2008 dan kegiatan

1

https://id.wikipedia.org/wiki/Buddhayana_Dharmawira_Centre, (Minggu, 12 Juni 2016, 14:55)


(48)

dimulai pada tanggal cantik serba sembilan, yaitu tanggal 09 bulan Agustus tahun 2009.

Mengenai penamaan Vihara mengapa diberi nama Buddhayana Dharmawira Centre, pihak Vihara menguraikan maksud tersebut, Buddhayana berarti Vihara ini tidak membatasi aliran-aliran tertentu dalam agama Buddha sehingga menaungi peribadatan Theravada, Mahayana dan Tantrayana. Buddhayana disini dijelaskan bukan sebagai sebuah aliran melainkan semua umat Buddha, meskipun lazimnya Yana diartikan sebagai aliran, maksud dan tujuan buddhayana adalah tidak mengkotak-kotakkan aliran pada agama Buddha. Alasan ini yang membuat Vihara BDC selalu terbuka bagi semua umat Buddha untuk melakukan sembahyang atau puja di Vihara.2

Dharmawira, dharma adalah ceramah atau ajaran dari sang Buddha dinamakan dharma dengan harapan setiap umat yang datang ke vihara dapat menjalankan dharma dengan sebaik-baiknya. Wira adalah latihan jadi Dharmawira berlatih menjalankan dharma atau ajaran.

Centre adalah Pusat, diberi nama centre karena tujuan dibangunya Vihara adalah untuk difungsikan sebagai pusat pelatihan dan pendidikan agama Buddha di Surabaya. Sebagai sebuah Centre, Buddhayana Dharmawira Centre mempunyai beberapa kegiatan di antaranya memberikan pendidikan Buddhis berupa sekolah minggu untuk anak-anak dan remaja serta berbagai kelas dharma untuk umum.

2


(49)

Selain pendidikan Buddhis, BDC juga menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan seperti les bahasa Mandarin dan sebagainya.3

Tujuan didirikanya Vihara Buddhayana Dharmawira Centre adalah sebagai tempat untuk dilaksanakanya beberapa kegiatan keagamaan bagi umat Buddha dan sebagai Pusdiklat di daerah Surabaya.

Vihara BDC juga difungsikan umat Buddha untuk beribadah seperti ritual rutin, sebagai bagian dari pendidikan dan pelatihan untuk umat buddha dan para simpatisan. Selain ibadah rutin BDC juga digunakan sebagai tempat untuk menyelenggarakan hari-hari suci keagamaan Buddha. Karena Vihara ini baru Berdiri pada tahun 2008 kemarin maka baru terjadi pergantian kepengurusan yang ke dua pada tahun 2016 ini.

Adapun beberapa fungsi Vihara Buddhayana Dharmawira Centre adalah sebagai berikut:

1. Sebagai tempat berkumpul dan melakukan kegiatan-kegiatan mahasiswa Buddhis.

2. Sebagai tempat untuk mempelajari, mempraktekan dharma secara utuh dengan tetap berwawasan buddhayana.

3. Memberikan pelayanan, pendidikan dan pelatihan dharma dan meditasi 4. Merupakan tempat berkumpulnya umat Buddha dalam menjalin

persahabatan dan persaudaraan.

5. Pengembangan budaya, seni dan ketrampilan Buddhis.

3

https://id.wikipedia.org/wiki/Buddhayana_Dharmawira_Centre, (Minggu, 12 Juni 2016)


(50)

Jumlah umat Buddha yang terdata di Vihara Buddhayana Dharmawira Centre adalah 350 umat, adapun yang aktif dalam Kegiatan Vihara kurang lebih adalah 200 orang.

Perkembangan yang tampak dari luar seperti luas tanah dan sarana-sarana yang tersedia, Sebidang tanah yang menjadi tempat berdirinya Vihara telah dibeli pada tahun 2009 dan resmi menjadi milik Shagin, yaitu merupakan bangunan bertembok yang disertai dengan sarana prasarana seperti ruang perpustakaan, altar, gedung untuk acara-acara keagamaan, dan tempat tinggal Bhikku, pada mulanya luas tanah Vihara adalah 1.010 M2. dan pada tahun 2016 luas tanah bertambah 1.017 M2.

Selain itu, perkembangan terlihat juga pada pembangunan gedung baru sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan keagamaan dan sosial mengingat kurangnya tempat untuk menampung semua pemeluk Buddha dan masyarakat sekitar ketika melakukan kegiatan.

B. Aktivitas Keagamaan Vihara BDC

Walaupun Vihara BDC diperkenalkan sebagai Pusdiklat dalam prakteknya Vihara ini lebih banyak digunakan untuk melakukan kegiatan keagamaan bagi umat Buddha, rutin setiap minggunya selalu digunakan untuk melakukan ibadah, ditambah lagi perayaan hari raya Buddha dan bakti sosial yang diadakan secara berkala yang tidak hanya diikuti oleh umat Buddha saja.


(51)

Aktivitas Keagamaan yang biasa dilakukan di Vihara BDC adalah ritual rutin, Adapun ritual rutin umat Buddha di BDC adalah

1. Ritual Mingguan dan Bulanan

Ritual rutin ini dilakukan secara bergiliran setiap minggunya yaitu sembahyang secara Theravada dan Mahayana. Sembahyang secara Theravada dilakukan pada minggu pertama, ketiga dan keempat jam 09:00 WIB. minggu ketiga juga ada kegiatan pindapatta. Sedangkan sembahyang secara Mahayana dilakukan pada minggu kedua dan juga fangshen.4

Kemudian ada juga kelas meditasi yang dilaksanakan pada hari jumat pukul 19:00.WIB. Sekolah minggu anak dan remaja jam 09:00 pagi dan kelas Bahasa mandarin pada hari minggu jam 12:00 WIB.5

2. Ritual Tahunan

Ritual tahunan adalah segala ritual atau upacara yang dilakukan pada waktu tertentu seperti pada saat bertepatan dengan hari-hari besar bagi umat Buddha yaitu hari raya Magha Puja, Waisak, Asadha, Kathina, Hari kebesaran Guan Yin dan lain-lain. Vihara Buddhayana Dharmawira Centre selalu melaksanakan upacara peringatan hari besar Magha Puja,Waisak, Ulambana, Asadha, Kathina, Hari kebesaran Guan Yin, dan Hari Kebesaran Buddha Amithaba.

1. Magha Pujha, Magha bermakna bulan lunar adapun kebaktianya bernama magha puja. hari besar ini memperingati disabdakanya Ovada Patimokha yaitu inti agama Buddha dan etika pokok para Bhikku dimana diceritakan

4

Meta Letiyanti, Wawancara, Surabaya: 15 Juli 2016. 5


(52)

pada waktu itu sabda buddha disabdakan pada 1.250 Arahat yang semuanya ditasbihkan oleh buddha sendiri yang berkumpul di Rajagaha secara tidak sengaja bersamaan tanpa adanya undangan pertemuan sebelumnya.6

2. Peringatan hari besar Waisak dimaksudkan untuk memperingati tiga kejadian agung dalam diri Sang Buddha atau trisuci tiga peristiwa suci yaitu:

a. Lahirnya Buddha pada tanggal 8 bulan 4 Imlek.

b. Pencapaian penerangan sempurna yaitu ketika Sidharta Gautama diangkat menjadi sang Buddha pada usia 31 tahun, tepatnya pada tanggal 8 bulan 12 Imlek.

c. Wafatnya sang Buddha pada tanggal 15 bulan 2 Imlek.

Acara yang dilaksanakan di Vihara Buddhayana Dharmawira Centre dalam memperingati hari Waisak tahun 2016 kemarin di laksanakan pada tanggal 28 Mei 2016 adalah serangkaian lomba menggambar yang ditujukan untuk anak-anak, gratis dan berlaku untuk umum. Kemudian dimeriahkan beberapa rangkaian pentas seni yang pesertanya adalah semua umat Buddha dari beberapa daerah luar Surabaya, atraksi barongsai, mandi Buddha (i Fo), tarian Qian Shou Guan Yin, serta persembahan tarian lainya, Acara ini di adakan di gedung baru lantai tiga Vihara Buddhayana Dharmawira Centre Surabaya.

6


(53)

3. Ulambana adalah hari besar yang diperingati pada tanggal 15 bulan 7 Imlek, dan dilaksanakan sebagai penghargaan terhadap keteladanan siswa Sakyamuni Buddha yang bernama Mogalana yang sangat berbakti pada ibunya. Ulambana ini adalah pelaksanaan dari ajaran Maitri Karuna (cinta kasih dan welas asih). Pada hari besar ini di lakukan sembahyang untuk mereka yang telah meninggal dunia seperti kedua orang tua, famili, dan teman ataupun orang yang tidak dikenal

4. Asadha adalah hari besar umat Buddha yang diperingati dua bulan setelah hari Waisak. Upacara ini dilakukan untuk memperingati dua peristiwa yaitu:

a. Sanga Buddha untuk pertama kalinya membabarkan dharma kepada lima pertapa sebagai muridnya.

b. Setelah mendapatkan dharma lima pertapa itu menjalankan dharma dan membentuk Arya Satyani (persaudaraan Bhikku yang agung).

5. Kathina adalah hari besar yang diperingati tiga bulan setelah Asadha, hari besar ini diperingati sebagai hari bakti Umat Buddha kepada Sangha.7 Biasanya umat Buddha akan berdana atau memberikan beberapa barang dan uang berupa jubah, pakaian, dan sebagainya kepada sangha yang nantinya uang tersebut akan digunakan untuk keperluan sangha.

6. Hari Kebesaran Guan Yin, diperingati untuk mengenang tiga peristiwa kelahiran, pencerahan dan wafatnya dewi Guan Yin.

7


(54)

7. Hari Kebesaran Buddha Amithaba, diperingati untuk mengenang tiga peristiwa tkelahiran, pencerahan, dan wafatnya Buddha Amithaba.

Dibawah ini adalah daftar kegiatanVihara BDC yang dilaksanakan pada tahun 2016:

No Tanggal Jadwal Kegiatan

Vihara

Keterangan

1. 11-17April

2016

Kelas Meditasi oleh YM Banthe Suryabumi Mahatera.

Sudah dilaksanakan

2. 8 Mei 2016 HUT Yayasan dan

Vihara BDC.

Sudah dilaksanakan

3. 22 Mei 2016 Perayaan Tri Suci

waisak. 2560 BE Vihara BDC.

Sudah dilaksanakan

4. 28 Mei 2016 Perayaan Tri Suci

Waisak 2560 BE Se-Jatim.

Sudah dilaksanakan

5. 5 Juni 2016 Donor Darah. Sudah dilaksanakan

6. 9 Juli 2016 Tradisi Peh Cun (Bak

Cang).

Sudah dilaksanakan

7. 24 Juli 2016 Peringatan Kwan Im

Posa Mencapai Kesempurnaan dan

Asadha.

Sudah dilaksanakan

8. 21 Agustus

2016

Ulambana. -

9. 4 September

2016

Donor Darah. -

10. 15 September

2016

Mooncake Festival. -

11. 23 Oktober

2016

Peringatan Kwan Im Posa Naik Ke

Nirwana.

-

12. …Nopember 2016

Kathina Puja. -

13. 4 Desember

2016

Donor Darah. -

14. 18 Desember

2016

Perayaan Hari Ibu. -

15. 21 Desember

2016

Tradisi makan Ronde.


(55)

Dari data di atas dapat diketahui padatnya aktivitas sosial dan keagamaan yang telah dilaksanakan oleh Vihara Buddhayana Dharmawira Centre Surabaya. Tanda (–) bermakna aktivitas tersebut belum dilaksanakan.

Hari-hari besar umat Buddha yang diperingati di Vihara Buddhayana Dharmawira Centre adalah:

a. Magha Puja b. Waisak

c. Ulambana (Pattidana) d. Asadha

e. Kathina

f. Hari Kebesaran Guan Yin

g. Hari Kebesaran Buddha Amithaba

Secara umum pendirian tempat ibadah bertujuan agar semua pemeluk agama dapat melaksanakan ibadah dengan baik dan tenang sesuai dengan kepercayaan agama masing-masing dalam rangka meningkatkan keimanannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Di Vihara Buddhayana Dharmavwira Centre, semua orang di perbolehkan untuk berkunjung tidak ada larangan bagi orang yang mau berkunjung, baik tujuan kunjungan itu sekedar untuk beribadah, bertanya-tanya tentang Vihara, dan studi lintas agama. Dengan syarat harus sepengetahuan pihak Vihara BDC sebagai bentuk antisipasi atau kewaspadaan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Selama ini Vihara sering mendapat kunjungan seperti, kunjungan


(56)

anak-anak TK dan SD yang berkunjung untuk belajar yang sering dilakukan anak-anak SD dari daerah Kendangsari.

Ketua pelaksana harian mengatakan diperbolehkanya semua orang untuk berkunjung ke BDC disamakan dengan fenomena di Trowulan, di Patung Buddha Tidur semua umat tidak mendapat larangan untuk berkunjung atau berfoto-foto begitupun di Vihara BDC semua umat boleh dan bebas berkunjung.

Mengenai pengurus yayasan BDC semua adalah Sukarelawan sehingga bekerja dengan keinginan sendiri tanpa di gaji. di bawah ini adalah struktur kepengurusan yayasan Buddhayana Dharmawira Centre masa bhakti tahun 2013-2016.

PEMBINA Ketua

Viriyanadi Haryanto Maha Thera

Wakil Ketua

Nyana Suryanadi Maha Thera

Anggota

Nyana Vijjananda Thera

Anggota Dharma Nyano Thera Anggota Nyana Dharmaitri Thera PENGAWAS Anggota

Tjia Tegun Sugiharto

Ketua Kusno Sugeng W.

Anggota Dipapradja Emanagung Anggota Iskandar Anggota Go Bambang Sugihantoro Anggota Chandra Setiawan


(57)

PENGURUS Ketua Umum Liem. Yongki Pranoto

Bendahara Marylin Kumala

Hadi

Ketua Pelaksana Umum Haryanto Tanuwijaya

Sekretaris Erik Angkasa

Wakil Bendahara Novita Dewi Aryani

Wakil Sekretaris

Fetien

Wakil Bendahara Welly Setiawati

Wakil Sekretaris Sentosa Pangestu

Pang

Struktur kepengurusan ini adalah periode kepengurusan yang kedua, kepengurusan yang pertama yaitu periode 2008-2013. Adapun fungsi dan peran perangkat Vihara dibagi menjadi tiga kelompok/bagian, pertama adalah pembina yang kedua adalah pengawas dan ketiga adalah pengurus. Dalam hal penelitian ini penulis menggali sumber data dari perangkat Vihara yang berperan sentral dalam proses pelaksanaan kegiatan khususnya aktivitas sosial keagamaan yaitu pada bagian pengurus Vihara BDC.


(58)

C. Aktivitas Sosial Keagamaan Vihara Buddhayana Dharmawira Centre

Adapun deskripsi aktivitas sosial keagamaan menurut pihak Vihara BDC adalah segala bakti sosial yang dilakukan untuk membantu sesama manusia dalam rangka memperoleh ridho Tuhan atau disebut juga berdana, hasil wawancara saya kepada bapak Haryanto Tanuwijaya yang juga menjabat sebagai ketua pelaksana umum Vihara BDC, selain aktivitas keagamaan dilaksanakan juga kegiatan berdana yang selama ini selalu rutin diagendakan. Kegiatan sosial tersebut adalah serangkaian kegiatan baksos menjelang hari raya Waisak, donor darah 3 bulan sekali, Pengobatan murah yang dilakukan 4 kali dalam satu tahun pembagian angpao menjelang Imlek, bazar murah, pembagian sembako menjelang hari raya Idul fitri dan lain sebagainya.

Bentuk-bentuk kegiatan berdana yang dilaksanakan Vihara BDC adalah: 1. Donor Darah

Donor darah, dalam satu kali pelaksanaan bisa memperoleh kurang lebih 300 kantong darah. Kegiatan ini rutin di adakan tiga bulan sekali, sasaranya adalah untuk umum. Dalam kegiatan ini pihak Vihara telah bekerjasama dengan PMI wilayah Surabaya.

Menurut bapak Haryanto aksi donor darah ini telah dijadikan sebagai agenda sosial untuk menolong sesama manusia dan bagi yang membutuhkan, sehingga pendonor adalah untuk umum dan gratis bahkan pihak Vihara telah menyediakan makanan dan sembako berupa beras 5 kg, susu dan madu untuk para pendonor.


(59)

Pembagian sembako dilaksanakan menjelang perayaan hari-hari besar tertentu seperti Imlek, Waisak, ulang tahun BDC, dan hari raya Islam (Idul Fitri). Selain sembako ada pembagian angpao yang dilakukan menjelang imlek. Pada tahun 2016 pihak Vihara telah membagikan sembako dan angpao di kampung pecinan, Sebuah kampung di Surabaya pemberian angpao tidak terbatas pada umat Buddha ataupun orang keturunan Tionghoa, melainkan bagi yang merayakan Imlek.

Menjelang hari raya Islam Idul Fitri, sebagai bentuk penghormatan terhadap agama lain, maka Vihara BDC juga membagikan sembako kepada umat Islam, sembako diberikan kepada para pemulung, loper koran, tukang becak dan warga yang kurang mampu, pada tahun 2016 ini telah dibagikan 300 paket sembako.

Pada bulan Ramadan juga diadakan pembagian takjil dan buka bersama dengan 150 anak yatim piatu di Vihara Buddhayana Dharmawira Centre. Tidak hanya itu setiap anak mendapatkan 1 paket berupa tas yang berisi buku beserta alat tulis sekolah.

3. Pengobatan Gratis dan Pemeriksaan Murah

Pengobatan murah dilakukan empat kali dalam satu tahun meliputi, 1 kali dalam 1 tahun pengobatan gratis bagi yang kurang mampu sedangkan 3 kali dalam setahun berupa pemeriksaan murah, kegiatan ini dilaksanakan pihak Vihara dan bekerja sama dengan beberapa klinik diantaranya klinik Lab Pacar yang diadakan pada tanggal 1 sampai 10 Maret 2013 di Vihara BDC dengan pemeriksaan yang meliputi medical check up dengan harga normal 700. 000.


(60)

Menjadi 185.000, dan klinik Slamet, yang meliputi pemeriksaan kesehatan dan pengobatan yang di adakan dengan harga murah untuk umum.

Terkait dengan pengobatan gratis dan pemeriksaan murah yang diagendakan oleh pihak Vihara ini bertujuan untuk memberikan layanan kesehatan yeng lebih praktis dan murah bagi umat Buddha dan masyarakat umum sekitar BDC, adapun mengenai adanya misi pembuddhaan masyarakat sekitar kurang setuju.

4. Bazar Murah

Bazar murah yang dilaksanakan enam kali dalam satu tahun merupakan kegiatan mengumpulkan beberapa pakaian layak pakai yang di jual dengan harga murah, pakaian tersebut dikumpulkan oleh para relawan dan kemudian di jual di area Vihara BDC. dari temuan lapangan pada tanggal 26 Juli telah dilaksanakan bazar murah dan bazar ini ramai dikunjungi warga panjang jiwo. Beberapa pengunjung yang datang untuk membeli merasa senang dan mengaku sering membeli pakaian di bazar ini karena disamping harganya yang murah kualitas barangnya juga masih bagus.

5. Pertunjukan Barong Sai, Wayang Te Po Chi dan Panggung Gembira

Pertunjukan barong sai, wayang, dan penggung gembira diadakan saat perayaan hari-hari besar umat Buddha. seperti pada peringatan hari waisak tanggal 22 Mei 2016 kemarin.

6. Sekolah Umum

Sekolah umum bagi umat Buddha merupakan sekolah yang mengajarkan pengetahuan tentang ajaran Buddha di peruntukkan untuk para remaja dan


(61)

anak-anak. Selain sekolah agama buddha juga diajarkan les berbahasa mandarin yang menjadi agenda harian.

Disediakan pelatihan wusyu atau sejenis ilmu bela diri untuk anak-anak dan remaja, ini dilakukan setiap hari minggu dan gratis untuk umum. Tahun 2015 ada beberapa orang yang mengikuti wusyu termasuk mereka yang bukan beragama Buddha, menurut pihak Vihara pada tahun 2016 peminat wusyu masih kurang sehingga aktivitas pengajaran wusyu baru akan dikembangkan lagi.


(62)

BAB IV

BERDANA PERSPEKTIF VIHARA BUDDHAYANA DHARMAWIRA CENTRE

A. Bentuk Berdana di Vihara Buddhayana Dharmawira Centre

Bentuk berdana yang rutin diadakan di Vihara BDC adalah enam kegiatan bakti sosial yaitu:

1. Donor darah (empat kali dalam setahun)

2. Pembagian sembako (150 paket untuk anak yatim piatu dan 150 paket untuk kaum duafa seperti loper koran, tukang becak, pemulung)

3. Bazar murah (penjualan pakaian layak pakai, 6 kali dalam setahun)

4. Pengobatan gratis (satu tahun sekali bagi warga yang kurang mampu) dan pemeriksaan kesehatan murah (tiga kali dalam 1 tahun)

5. Pertunjukan barong sai, Wayang po te hi, pentas seni dan panggung gembira untuk umum dalam rangka memperingati hari-hari besar umat Buddha. 6. Sekolah umum, pelatihan wusyu, dan senam tai chi.1

Empat konsep aksi yang dicetuskan oleh Talcott Parsons meliputi eksistensi aktor, unit aksi dalam rangka menacapai tujuan, situasi dan kondisi, dan norma.2 Menurut hasil lapangan ditemukan sebagai berikut:

Dalam aktivitas berdana Vihara BDC yang menjadi aktor utama adalah Bapak Haryanto Tanuwijaya Sebagai ketua pelaksana harian Vhara BDC.

1

Haryanto, Wawancara, Surabaya: 24 Juli 2016. 2


(1)

63

tersebut, yang menegaskan bahwa Allah tidak melarang berbuat baik kepada orang nonmuslim yang tidak memusuhi agama Allah.7

Adapun batasan-batasan pokok dalam kerukunan beragama di dalam ajaran Islam, tidak memperbolehkan kerjasama dalam bidang keimanan kecuali dalam bidang muamalah. Seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al-Kafirun ayat 5.

َل

َنْيِد ََِِو ْمُكُنْ يِد ْمُك

Artinya: Bagimu Agamamu dan Bagiku Agamaku.

Ketegasan Islam dalam membatasi sejauh mana sikap bertoleransi agama ini adalah sebagai cara untuk menata kehidupan beragama dan bermasyarakat, menyadari sikap kemajemukan masyarakatdi Indonesia.

Setelah melakukan penelitian di Vihara Buddhayana Dharmawira Centre maka penulis dapat menyimpulkan bahwa kegiatan berdana Vihara tersebut dapat menghadirkan kebersamaan dan keharmonisan masyarakat yang ikut serta dalam kegiatan tersebut, semua saling menghormati dan menghargai.

Adapun aktivitas yang terkait untuk mensejahterakan umat Buddha dan masyarakat di sekitar Panjang Jiwo telah berhasil membantu meringankan beban kehidupan bagi masyarakat yang kurang mampu. Sehingga aktivitas sosial Vihara ini disambut dengan gembira dan mendapat dukungan baik lewat tingginya antusiasme masyarakat Panjang Jiwo.

7


(2)

Al-BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan adanya pembahasan mengenai Berdana Perspektif Vihara Buddhayana Dharmawira Centre di Surabaya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Deskripsi Berdana Bagi Vihara Buddhayana Dharmwira Centre adalah segala aktivitas social keagamaan yang bertujuan untuk menolong sesama manusia dengan mengharap ridho Tuhan. Sedangkan bentuk-bentuk berdana di ViharaBuddhayanaDharmawira Centre adalah kegiatan sosial seperti donor darah, pengobatan gratis dan pemeriksaa nmurah, pembagian sembako untuk meringankan warga yang membutuhkan, bazar murah, sekolah umum, yaitu sekolah untu kanak-anak dan remaja yang mengajarkan pengetahuan agama Buddha, dan wusyu.

2. Respon Masyarakat Terhadap Kegiatan Berdana Vihara Buddhayana Dharmawira Centre adalah:

a. Masyarakat yang mengikuti kegiatan tersebut, mereka sangat antusias dan senang karena kegiatan sosial yang dilakukan di Vihara ini umumnnya positif dan dapat membantu mensejahterakan warga tanpa membeda-bedakan asal daerahdan agama.

b. Masyarakat yang belum mengikuti kegiatan tersebut dibagi menjadi dua: Pertama, Masyarakat yang tidak tahu sama sekali tentang


(3)

65

kegiatantersebut, umumnya mereka bersikap toleran selama kegiatan tersebu tadalah positif.Kedua, masyarakat yang sudah mengetahui adanya aktivitas sosial keagamaan di Vihara akan tetapi tidak mengikuti karena beberapa hal seperti, tidak mendapatkan kupon undangan dari pihak Vihara, belum pernah melakukan kontak langsung dengan pihak Vihara sebelumnya, mereka senang akan tetapi merasa ragu untuk mengikutinya.

B. Saran-Saran

Berdasarkan penulisan pada skripsi ini, penulis memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat:

1. Dengan adanya aktivitas social keagamaan yang dilaksanakan oleh pihak Vihara Buddhayana Dharmawira Centre, khususnya bagiumat Buddha agar dijadikan kesempatan ini sebagai wadah untuk menjalankan perintah agama dalam kegiatan berdana.

2. Dengan adanya partisipasi masayarakat yang berlainan agama dalam aktivitas social keagamaan di Vihara Buddhayana Dharmawira Centre diharapkan dapat terjalin hubungans osial keagamaan yang harmonis

3. Dengan adanya beberapa batasan dalam agama khususnya bagi umat Islam dalam bertoleransi, diharapkan dapat dipahami bagi umat muslim agar senantiasa tidak menerjang batasan tersebut.


(4)

66

C. Penutup

Alhamdulillah, Segala puja dan syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT atas segala taufiq dan hidayah-Nya. Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tugas akhir berupa skripsi ini guna untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Perbandingan Agama di UIN SunanAmpel Surabaya.

Sholawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Rasulallah SAW. Yang telah menuntun kita semua menuju cahaya kebenaran, Tidak lupa penulis sampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada Bapak/IbuDosen, Khususnya kepada dosen pembimbing dan semua pihak yang ikut membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah membalas dengan balasan yang berlipat ganda.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, maka dengan kerendahan hati penulis mengharap saran dan kritik yang membangun sehingga kedepanya terjadi peningkatan dalam menyusun karya-karya berikutnya. Amiiin,


(5)

67

DAFTAR PUSTAKA

Adib Fuadil Nuriz, Muhammad. Ilmu Perbandingan Agama. Jogjakarta: Penerbit Buku Ajar Kampus dan Pesantren. 2008

______Al-Quran dan terjemahnya al-hikmah. Bandung: Penerbit Diponegoro

Arifin, Zainul. hinduisme dan Buddhisme. Surabaya: Alpha. 2005

Astutik, Yuli. “Studi Tentang Keberadaan Vihara Buddhayana di Surabaya”. (Skripsi tidak dterbitkan. Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya. 2006

Bhikku, Kusaladamma. Kronologi Hidup Buddha. Jakarta: Karania dan Ehipassiko Foundation. 2006

______Ensiklopedia Nasional Indonesia. jilid ke-17 Jakarta: Adi Cipta Adi Pustaka. 1991

Fakultas Tarbiyah UIN Malang, El-Hikmah Jurnal Pendidikan dan Keagamaan (Malang: El-Hikmah no 2, Pebruari 2006

G.P.Malaleskara, The Buddha and His Teaching. Taiwan: The Corporate Body of The Buddha Educational Foundation.

Penerjemah Hadikusumo, Hartono. Talcott Parsons dan Pemikiranya Sebuah Pengantar. Jogjakarta: Tiara Wacana Yogya.1990

Hadiwijono, Harun. Agama Hindu dan Buddha. Jakarta: Gunung Mulia. 2008 Hakim, Agus. Perbandingan Agama. Bandung:Anggota IKAPI.1985

Hsing Yun, Mahabhiksu. Karakteristik dan Esensi Agama Buddha.

Bandung:Yayasan Penerbit Karaniya. 1994

http://buddhayanadharmawiracentre.blogspot.co.id/2010/04/berita-terbaru-bdc.html.

https://id.wikipedia.org/wiki/Buddhayana_Dharmawira_Centre.

I.B. Irawan, Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Kencana Pernada Media Group. 2012

Koenjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat. cet ke-5. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1994


(6)

68

Mahfudz, Yasmin. “Aktivitas Keagamaan di Vihara (Studi kasus di Vihara

Mahavira Graha Semarang)”. Skripsi tidak diterbitkan Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang. 2006

Makhillatul Naziyah, “Keberagamaan Umat Tri Dharma (Studi Kasus di Vihara Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran,. Skripsi, tidak diterbitkan, Jurusan Perbandingan Agama fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang. 2008

Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1994

Muhajar, Noeng. Metode Penelitian Kualitatif, Jogjakarta: Reka Paskin, 1996 Nasruddin, Diktat Mata Kuliah Agama Buddha, Surabaya: t.p. 2011.

Q. Shaleh dkk. Azbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunya Ayat-Ayat Al-Quran. Bandung: Penerbit Diponegoro. 2000

Soyomukti, Nurani. Pengantar Sosiologi Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013

Sudharma, Budiman. Buku Pedoman Umat Buddha. revisi ke-5. Jakarta: FKUB DKI Jakarta dan Yayasan Avalokitesvara. 2007

Sutrisno, Mudji. Buddhisme Pengaruhnya dalam Abad Modern. Yogjakarata: Penerbit Kanisius. 1993

______Tim penyusun Buku Pedoman Guru Pendidikan Agama Buddha. Jakarta: Nitra Kencana Buana, 2004