Dakwah Kultural Muhammadiyah

Dakwah Kultural
Muhammadiyah
Di Tengah Multikulturalisme

Sidang Tanwir Muhammadiyah tahun 2003 di Makassar, Sulawesi Selatan,
berhasil menyepakati konsep Dakwah Kultural Muhammadiyah yang diajukan
Tim PP Muhammadiyah sebagaimana diamanatkan Tanwir Muhammadiyah
2002 di Denpasar Bali. Penerimaan konsep Dakwah Kultural tersebut
merupakan langkah penting bagi Muhammadiyah karena bernilai strategis
keumatan dan dalam rangka reorientasi visi dan strategi dakwah
Muhammadiyah. Sekurang-kurangnya, penerimaan terhadap konsep Dakwah
Kultural merupakan suatu bentuk manifestasi kesadaran Muhammadiyah
terhadap realitas obyektif masyarakat Indonesia yang majemuk, baik dalam
konteks etnik, agama, seni maupun sub kultur.
Namun demikian, langkah strategis Dakwah Kultural tersebut masih
merupakan persoalan besar dalam tahap implementasi karena memang
persoalan yang dihadapi oleh Muhammadiyah di setiap daerah, terutama
yang berhubungan dengan realitas multicultural, sangat majemuk, sesuai
dengan kondisi obyektif masing-masing daerah. Kemajemukan persoalan ini
memunculkan tuntutan adanya semacam rambu-rambu yang dapat
digunakan sebagai rujukan bagi warga Muhammadiyah dalam berinteraksi

dengan warga masyarakat lain, baik yang berasal dari etnik besrta subkebudayaannya yang berbeda, dari agama yang berbeda, mauun sesama
Muslim dari aliran atau corak keagamaan yang berbeda.
Di antara alasan yang mendasari perlunya rujukan tersebut adalah
munculnya berbagai pertanyaan apakah Muhammadiyah sekarang harus
menjadi “lunak” atau bahkan “lembek” dalam berinteraksi dengan komunitas
lain. Apakah Muhammadiyah harus mengorbankan hal-hal yang esensial
yang selama ini telah menjadi ikon Muhammadiyah hanya untuk menghindari
cap bahwa Muhammadiyah kurang peduli pada persoalan-persoalan
kebudayaan. Apakah Muhammadiyah harus mengubah seluruh sikapnya
semata-mata untuk mengakomodasi aspirasi dan kepentingan komunitas
lain, termasuk yang bertentangan dengan aspirasi dan kepentingan
Muhammadiyah sendiri.
Inilah sebabnya, menurut Kepala Pusat Studi Budaya Perubahan Sosial (PSBPS) Universitas Muhammadiyah Surakarta Dra Yayah Khisbiyah MA, PSB-PS
Universitas Muhammadiyah Surakarta bekerjasama dengan Majelis Tarjih dan

Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah menyelenggarakan
Halaqah Tarjih 16-18 Januari 2004 lalu di Surakarta. Halaqah Tarjih ini
merupakan forum dialog warga Muhammadiyah untuk bertukar pikiran,
bertukar
pengetahuan

dan
bertukar
pengalaman
antar
warga
Muhammadiyah sendiri, baik yang berasal dari kelembagaan Muhammadiyah
–tingkat pusat, wilayah dan daerah—dari perguruan tinggi maupun dari
individu-individu yang memiliki pengalaman konkret interaksi antara
Muhammadiyah dan komunitas lain di lapangan, terutama yang berasal dari
daerah konflik. Halaqah Tarjih kali ini bertemakan “Menuju Muslim
Berwawasan Multikultural”
Dialog-dialog mengenai multikultural ini sebenarnya bukan barang baru di
Muhammadiyah..Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan sendiri sering
berdialog langsung dengan orang-orang di luar Muhammadiyah yang jelas
berbeda kulturnya. KH Ahmad Dahlan sering berdialog dengan pemuka
agama lain, demikian pula dengan tokoh-tokoh dengan ideologi yang berbeda
dengan apa yang dianutnya. Namun demikian dialog yang bersifat toleran ini
tidak mempengaruhi sikapnya dalam hal berdakwahnya. Dakwah tetap
berjalan, tetapi hubungan dengan masyarakat lain yang multikultural di
ranah Nusantara ini tetap berlangsung dengan baik. Bahkan dialog-dialog

semacam ini malah memperteguh gerakan dakwahnya sehingga simpati
terhadap gerakannya semakin meluas.
Selain mengenai Halaqah Tarjih, dalam Suplemen kali ini juga disajikan
tulisan mengenai kegiatan Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah berupa
Semiloka “Pendidkan Politik: Pemilu dan Kepemimpinan Masa Depan” yang
berlangsung di Gedung PP Muhammadiyah jalan Cik Di Tiro Yogyakarta.
Semiloka yang berlangsung 24 Januari 2004 lalu diselenggarakan oleh
Lembaga Kajian, Penelitian dan Pengembangan PP Nasyiatul Aisyiyah.
Semiloka menampilkan pembicara Dr Chusnul Mariyah (anggota Komite
Pemilihan Umum Pusat), Prof Dr Din Syamsuddin (Wakil Ketua PP
Muhammadiyah) dan Widyastuti SH MHum.
Karenanya, di dalam Suplemen kali ini, selain masalah multikultural secara
umum juga kental dengan peran-peran perempuan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, termasuk di dalamnya peran perempuan dalam
masyarakat multikultural dan peran politik perempuan di Republik tercinta
ini. Di samping tulisan mengenai Muktamar Aisyiyah dengan kemandiriannya
Silakan menikmati (eff).

Sumber:
Suara Muhammadiyah


Edisi 04 2004