MEMBUMIKAN DAKWAH KULTURAL (2)

MEMBUMIKAN DAKWAH KULTURAL (2)
Jabrohim *)
Hal senada juga diungkapkan oleh Prof Dr Abdul Munir Mulkhan dalam session berikutnya.
Dakwah kultural oleh penulis buku Islam Murni ini dimaknakan sebagai strategi perubahan
berbasis tradisi local. Jadi ukuran dari keberhasilan dakwah kultural semacam ini adalah
sejauhmana perubahan telah terjadi pada uma dakwah dan umat ijabah. Dalam perspektif ini
sesungguhnya para aktivis Muhammadiyah telah lama mempraktekkan dakwah kultural
meski mereka sendiri kurang menyadari.
“Konsep dakwah kultural didasari pandangan dasar bahwa kehidupan seseorang atau
masyarakat itu terus berubah dan berkembang. Dakwah kultural didasari asumsi bahwa setiap
orang dan masyarakat memiliki pengalaman hidup berbeda dan terus berubah dari dan
dengan cara berbeda. Masalahnya ialah bagaimana mendorong setiap perubahan dari setiap
orang dan masyarakat tersebut ke arah cita-cita Islam dan persyarikatan,” katanya.
Di sini kearifan melihat perubahan, betapa pun kecilnya menjadi sangat penting. Demikian
juga kreativitas kita dalam menyapa dan memanusiakan semua sasaran dakwah. Sebab
seringkali wajah yang tampilan yang manusiawi dalam komunikasi dakwah kita itu justru
lebih efektif dan mengena dibanding pesan atau muatan dakwah yang hendak disampaikan.
Itu semua merupakan alternatif membumikan konep Dakwah Kultural. Tentu saja masih
belum cukup. Perlu dilengkapi dengan langkah-langkah lain.
Misalnya dengan memfungsikan sastra dan teater sebagai bagian dari kegiatan dakwah
kultural. Meski dakwah kultural tidak terbatas pada upaya pendakwahan dengan

mempergunakan potensi seni dan budaya, akan tetapi perlu diingat bahwa kita sekarang ini
hidup di tengah zaman wacana, zaman teks dan zaman visual, dimana potensi intelektual dan
potensi visual manusia sekarang menempati posisi yang cukup strategis untuk mempengaruhi
bahkan membentuk wacana kehidupan dan membentuk dunia rekaan yang mampu
mempengaruhi alam bawah sadar manusia.
Prof Dr Suminto A Sayuti menyebutkan kalau kebanyakan langkah dakwah yang kita lakukan
bersifat linier, bersifat hitam putih, memandang sesuatu dalam opisisi binner atau hanya
memvonis sesuatu itu hanya dengan menggunakan kategori haram tidak haram, wajib tidak
wajib. Cara ini sering tidak mengena kalau diterapkan pada masyarakat yang heterogen
seperti sekarang ini.
“Dalam kaitan ini saya memandang Dakwah Kulutral merupakan pencerahan. Sebab saya
mendefinisikan kebudayaan sebagai kerja terencana manusia berikut segala tindakannya demi
terwujudnya rahamatan lil ‘alamin. Atau demi kemaslahatan manusia.
Dalam kaitan ini strategi kultural dalam berdakwah dapat memanfaatkan karya sastra dan
teater yang bernuansa Islam. Yaitu karya yang memancarkan kesadaran spiritual. Ini sangat
dibutuhkan oleh masyarakat sekarang yang cenderung terbius oleh nilai-nilai duniawi.
Dakwah cultural dalam konteks ini dapat dijadikan sebagai upaya untuk mengimbangi
gencarnya kampanye di berbagai lini media dan kehidupan yang mendewakan kehidupan
duniawi itu. Meski demikian hendaknya kita tetap hati-hati dalam memilih bahan sastra dan
teater manakala dipergunakan untuk berdakwah. Sebab sastra merupakan sumber salah

paham yang serius kalau tidak didekati secara hati-hati.
Sebenarnya, menurut Suminto, penggunaan medium pencerahan melalui sastra dan teater
sudah banyak dilakukan oleh kader Muhammadiyah sendiri. Misalnya, dilakukan oleh
Mohammad Diponegoro, Emha Ainun Nadjib dan masih banyak lagi. Untuk teater
tradisional, dalang Ki Anon Ssuroto patut diacungi jempol. Ia memapu menyampaikan
intisari ajaran agama Islam dengan cara yang santun dan menghibur. Demikian juga dalang
Ki Manteb Sudarsono yang amat bagus ketika mementaskan Dewaruci yang jsinya adalah
perjalanan spiritual Werkudoro.

Kemudian, upaya membumikan dakwah cultural ternyata telah dilakukan oleh HM Affandi
lewat musik. Tokoh Lembaga Seni Budaya PP Muhammadiyah yang menekuni dunia musik
sejak muda ini sebagai pembicara mampu memukai hadirin lewat berbagai eksperimen
musiknya. Berbagai suasana jiwa mampu dibangun berkat sajian musik. Bahkan ia tengah
menyiapkan puluhan lagu anak-anak relijius yang akan dibuat buku dan direkam dalam kaset.
Dengan demikian anak-anak kita dapat terlindungi dari sergapan nilai hedonis dan vulgar
yang dihamburkan lewat berbagai media, sampai-sampai anak-anak kecil hafal lagu
Cecakrowo yang berkonotasi cabul itu.
Prof Amri Yahya yang berhalangan hadir karena sakit sempat mengirimkan makalahnya
tentang seni rupa dalam dakwah kulutral. Upaya membumikan dakwah cultural lewat
senirupa sangat mungkin bahkan telah banyak dilakukan.

Pelaksanaan Dialog Dakwah Kultural yang berlangsung sagat efektif mampu membuka pintu
kreativitas dan semangat bagi peserta untuk mengembangkan bebagai gagssan dan pencarian
langkah-langkah alternatif. Sekitar sepuluh peserta yang menyumbangkan makalah
pendamping, yang karena keterbatasan waktu belum sempat dibahas. Tetapi yang jelas, ketika
mendengarkan uraian dsri KRT Brotonegoro Desain dalam Dakwah Kultural peserta sangat
terkesan karena sadar betapa tantangan visual di sekiling kita sangat berat. Demikian juga
ketika Chaerul Umam sebagai Ketua Lembaga Seni Budaya PP Muhammadiyah
mengutarakan betapa sulitnya menyisipkan sajian dakwah dalam sinetron agar dapat tampil
di televisi. Terutama yang nilai agamanya cukup kental.
Dalam praktik membumikan dakwah kultural seringkali organisasi atau persyarikatan yang
sudah sangat besar dan mengandung jaringan birokrasi ini sangat sulit difungsikan secara
optimal. Banyak anak muda kader Muhammadiyah yang kemudian menempuh jaringan
alternatif, yaitu jaringan LSM. Ternyata dalam kasus Yayasan PUSDOK (Pusat Studi,
Dokumentasi dn Pengembangan Budaya Kotagede) yang berkiprah di basis Muhammadiyah,
Kotagede, dapat dijadikan bahan kajian menarik. Upaya melestarikan, merevitalisasi dan
mengembangkan lingkungan budaya yang relijius, sebagai bagian dari dakwah sangat
mungkin dilakukan lewat LSM Budaya. Demikian disampaikan oleh Drs Achmad Charris
Zubair, SU sebagai penggagas Yayasan PUSDOK itu.
Itulah sekelumit upaya pembumian dakwah cultural yang paling mungkin dilakukan.
(Habis)

*) Dekan FKIP Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 20 2004