naya srirambe bptpbkl

PERSEPSI PETANI DAN STAKEHOLDER TERHADAP PENGEMBANGAN
JERUK RGL DI KABUPATEN LEBONG
Bunaiyah Honorita dan Sri Suryani M. Rambe
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

ABSTRAK
Agribisnis jeruk cukup menarik perhatian investor dan petani. Pengembangan jeruk baik dari segi usahatani
maupun luas lahannya menjadi hal yang harus diperhatikan, salah satunya adalah usahatani Jeruk RGL. Jeruk RGL
memiliki potensi dan peluang untuk dikembangkan di Kabupaten Lebong. Pengkajian dilaksanakan untuk mengetahui
persepsi petani dan stakeholder terhadap pengembangan Jeruk RGL di Kabupaten Lebong. Pengambilan data dilaksanakan
pada bulan Maret 2012 terhadap petani jeruk dan stakeholder di Kabupaten Lebong. Data yang diambil terdiri dari data
primer, meliputi karakteristik responden serta persepsi petani dan stakeholder. Data sekunder diambil dari data BPS dan
Dinas Pertanian Kabupaten Lebong. Kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan interval kelas dan Uji
Statistik Mann Whitney U. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan persepsi antara petani dan stakeholder.
Persepsi petani dan stakeholder terhadap pengembangan Jeruk RGL berada pada kriteria baik dengan nilai masing-masing
adalah 2,96 dan 3,04. Hal ini memperlihatkan bahwa baik petani maupun stakeholder di Kabupaten Lebong setuju terhadap
pengembangan usahatani Jeruk RGL. Dalam pengembangan agribisnis Jeruk RGL di Kabupaten Lebong, aspek kekuatan
(strengthness) dan kelemahan (weakness) perlu diperhatikan dan dijadikan dasar pertimbangan. Aspek kekuatan
(strengthness) yang menjadi faktor pendorong pengembangan agribisnis Jeruk RGL adalah bahwa Jeruk RGL memiliki
keunggulan kompetitif, pangsa pasar nasional dan internasional, harga jual tinggi, dukungan dari Pemerintah Daerah
Kabupaten Lebong dan Dirjen Hortikultura, serta kesesuaian agroklimat. Sedangkan aspek kelemahan (weakness) meliputi

terbatasnya modal petani, terbatasnya ketersediaan benih tanaman Jeruk RGL, serta sangat terbatasnya dokumentasi
informasi dan rekomendasi teknologi budidaya dan pascapanen Jeruk RGL.
Kata kunci : jeruk RGL, persepsi petani dan stakeholder, pengembangan

PENDAHULUAN
Jeruk (Citrus sp.) merupakan salah satu buah unggulan nasional. Komoditas ini memegang
peran strategis dalam peta perdagangan produk pertanian khususnya buah-buahan di Indonesia.
Selama kurun waktu 10 tahun terakhir, agribisnis jeruk cukup menarik perhatian para investor
maupun petani. Menurut Ridwan, H.K, dkk (2008), jeruk merupakan salah satu komoditas unggulan
buah-buahan nasional yang dapat tumbuh dan berproduksi mulai dataran rendah sampai dataran tinggi
pada lahan sawah atau tegalan. Upaya peningkatan produksi jeruk terutama untuk memenuhi
kebutuhan nasional terhambat oleh rendahnya tingkat adopsi yang dikuasai petani serta luas lahan
usahatani jeruk sehingga perlu disusun program penelitian pengembangan yang lebih berorientasi
agribisnis yang berkerakyatan diikuti dengan pemberdayaan kelembagaan dan kelompok tani.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, kontribusi jeruk terhadap nilai produk domestik
bruto (PDB) cenderung meningkat. Pada tahun 2007, PDB Jeruk Siam mencapai Rp. 10.278,96
Milyar dan Pamelo mencapai Rp. 236,17 Milyar (Ditjen Hortikultura, 2008). Tahun 2008
diperkirakan konsumsi jeruk per kapita di Indonesia 2,60 – 3,07 kg/tahun. Dengan jumlah penduduk
di Indonesia saat ini sekitar 220 juta dan seperempat persen diantaranya mengkonsumsi jeruk, maka
diperkirakan kebutuhan jeruk segar di Indonesia pada tahun 2010 berkisar antara 143 - 168 juta ton.

Impor buah jeruk saat ini mencapai 209.615 ton (9,8% total produksi nasional dan 34,8% dari total
impor buah). Ekspor buah jeruk sebesar 503 ton (0,02% total ekspor buah). Dengan kondisi produksi
yang dicapai hingga saat ini, maka masih terbuka peluang pasar yang sangat besar untuk memenuhi
kebutuhan jeruk segar setiap tahunnya untuk pasar domestik.
Luas Kabupaten Lebong adalah 1.929,24 km2 atau 9,75% terhadap luas wilayah Bengkulu
(BPS Bengkulu, 2010). Tekstur tanah terdiri dari tekstur tanah halus seluas 105.454 ha, tanah sedang
76.837 ha dan tanah kasar 10.633 ha. Sedangkan menurut jenis tanahnya, terdiri dari jenis tanah
Andosol seluas 60.330 ha, Alluvial 703 ha, Rogosol 7.747 ha, Latasol 16.109 ha, Padsolik Merah
Kuning/Latosol Andosol 22.508 ha, Komplek Padsolik Merah Kuning Litosol Latosol 10.424 ha dan
Komplek Padsolik Coklat Padsol Latosol 75.103 ha. Berdasarkan topografinya, wilayah Kabupaten
Lebong yang terletak pada ketinggian 100 – 500 m diatas permukaan laut seluas 21.205 ha, ketinggian
500 – 1.000 m seluas 80.384 ha dan pada ketinggian 1.000 m keatas seluas 91.335 ha (BPS
Kabupaten Lebong, 2010). Sebagian dari wilayah tersebut sesuai untuk pengembangan komoditas

jeruk. Salah satu jenis jeruk yang dikembangkan di Provinsi Bengkulu adalah Jeruk RGL. Jeruk
RGL kini menjadi komoditas unggulan Kabupaten Lebong karena mempunyai keunggulan kompetitif,
yaitu buahnya berwarna kuning-orange, berbuah sepanjang tahun, ukuran buah besar 200-350 gram,
kadar sari buah tinggi, dan mempunyai potensi pasar yang baik. Jeruk RGL berbuah sepanjang masa,
satu pohon ada 4-6 generasi, dalam satu pohon ada bunga, buah muda sampai buah siap panen
(Suwantoro, 2010). Selain itu, Dirjen Hortikultura mulai tahun 2011 telah menetapkan Jeruk RGL ini

sebagai prioritas nasional untuk dikembangkan dari yang sekarang baru sekitar 6 ha menjadi kawasan
agribisnis hortikultura/jeruk di eks lahan tidur seluas 6.000 ha lima tahun mendatang.
Pengembangan kawasan agribisnis jeruk di Kabupaten Lebong tentunya perlu didukung oleh
peranan pemangku kepentingan (stakeholder) dan petani jeruk. Permasalahannya adalah sejauh mana
persepsi stakeholder dan petani jeruk terhadap pengembangan usahatani Jeruk RGL. Persepsi
tersebut dibutuhkan sebagai langkah awal dalam pengembangan kawasan agribisnis jeruk di
Kabupaten Lebong. Rangkuti (2003), mendefinisikan persepsi individu sebagai proses dimana
individu memilih, mengorganisasikan dan mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya
menjadi suatu makna. Persepsi merupakan cara seseorang melihat realitas di luar dirinya atau di
dunia sekelilingnya. Rakhmat (2002) mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman tentang objek,
peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Dengan demikian, maka tujuan pengkajian adalah mengetahui persepsi petani dan stakeholder
terhadap pengembangan usahatani Jeruk RGL di Kabupaten Lebong.
BAHAN DAN METODA
Pengkajian dilaksanakan pada bulan Maret 2012 terhadap petani jeruk dan stakeholder di
Kabupaten Lebong. Metode yang digunakan dalam pengkajian ini adalah metode survei. Responden
dipilih menggunakan metode proportionat stratified random sampling, sebanyak 15 orang petani
jeruk dan 25 orang stakeholder. Data yang diambil terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer meliputi karakteristik petani contoh serta persepsi petani dan stakeholder terhadap
pengembangan Jeruk RGL. Data sekunder diambil dari data BPS dan Dinas Pertanian Kabupaten

Lebong. Analisis data dilakukan dengan menggunakan interval kelas dan diuraikan secara deskriptif.
Menurut Nasution dan Barizi dalam Rentha, T (2007), penentuan interval kelas untuk masing-masing
indikator adalah:
NR = NST – NSR
Dimana :

NR : Nilai Range
NST : Nilai Skor Tertinggi
NSR : Nilai Skor Terendah

dan
PI
JIK

PI = NR : JIK
: Panjang Interval
: Jumlah Interval Kelas

Persepsi petani dan stakeholder terhadap pengembangan Jeruk RGL dianalisis dengan
menggunakan Uji Statistik Mann Whitney U dengan rumus :


Dimana : U =
N1 =
N2 =
Ri =

Nilai Uji Mann Whitney U
Sampel 1
Sampel 2
Ranking ukuran sampel

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini terdiri dari petani jeruk dan stakeholder di Kabupaten
Lebong. Rata-rata umur petani adalah 42,5 tahun dan tergolong usia produktif. Kondisi ini akan
mempengaruhi pola pengambilan keputusan serta cara berushatani yang dilakukan. Pengelompokkan
petani berdasarkan umur, yang terbanyak adalah kelompok umur antara 40-60 tahun (60,00%) dan
sisanya kelompok umur 20-40 tahun (40,00%) dari jumlah petani contoh. Sebagian besar petani
(53,33%) berpendidikan Sekolah Dasar (SD) serta 26,67% dan 20,00% berpendidikan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Menurut Bandolan (2008), tingkat

pendidikan sangat berpengaruh terhadap penerimaan teknologi yang diberikan terhadap proses
berusahatani. Pengalaman petani dalam berusahatani jeruk tergolong masih baru, yaitu berkisar
antara 1-5 tahun sebesar 86,67%. Sedangkan petani yang memiliki pengalaman cukup tinggi, berkisar
>(5-10) tahun sebesar 13,33% (Tabel 1).
Tabel 1. Karakteristik petani contoh di Kabupaten Lebong Tahun 2012.
No.

Karakteristik petani contoh

1.

Umur (tahun)

2.

Jumlah
Pendidikan

3.


Jumlah
Pengalaman

Kelompok

Persentase (%)

20 – 40
40 – 60

40,00
60,00
100,00
53,33
26,67
20,00
100,00
86,67
13,33


SD
SMP
SMA
1–5
>(5 – 10)

Jumlah

100,00

Sumber : Tabulasi data primer.

Rata-rata umur stakeholder adalah 43 tahun dengan pengelompokkan terbanyak pada
kelompok umur 40-60 tahun ( 80,00%) dan sisanya kelompok umur 20-40 tahun, (20,00%) dari
jumlah stakeholder. Tingkat pendidikan stakeholder terdiri dari S1 dan S2, dengan persentase
masing-masing adalah 92,00% dan 8,00% (Tabel 2).
Tabel 2. Karakteristik stakeholder di Kabupaten Lebong Tahun 2012
No.

Karakteristik stakeholder


1.

Umur

2.

Pendidikan

Kelompok

Persentase (%)

20 – 40
40 – 60

20,00
80,00
100,00
92,00

8,00
100,00

Jumlah
S1
S2
Jumlah
Sumber : Tabulasi data primer.

Persepsi Petani dan Stakeholder Terhadap Pengembangan Agribisnis Jeruk RGL di Kabupaten
Lebong
Hasil analisis dengan menggunakan interval kelas memperlihatkan bahwa persepsi petani
dan stakeholder terhadap pengembangan Jeruk RGL berada pada kriteria baik. Dimana nilai skor
persepsi petani 2,96 dan stakeholder 3,04. Hal ini berarti bahwa baik petani maupun stakeholder
setuju terhadap pengembangan Jeruk RGL (Tabel 3).

Tabel 3. Persepsi petani dan stakeholder terhadap pengembangan Jeruk RGL di Kabupaten Lebong
Tahun 2012.
Indikator


Skor Persepsi*
Petani
Stakeholder

Jeruk RGL cocok dibudidayakan di Kabupaten Lebong
Iklim di Kabupaten Lebong sesuai untuk pengembangan jeruk RGL
Tanah di Kabupaten Lebong sesuai untuk pengembangan jeruk RGL
Program pengembangan jeruk RGL di Kabupaten Lebong
Bibit jeruk RGL mudah diperoleh
Pemeliharaan jeruk RGL lebih mudah dibanding jenis jeruk lainnya
Pemeliharaan jeruk RGL lebih ekonomis dibanding jenis jeruk lainnya
Jeruk RGL memiliki keunggulan dibanding jenis jeruk lainnya
Jeruk RGL memiliki potensi untuk dikembangkan
Jeruk RGL banyak diminati konsumen
Pangsa pasar jeruk RGL lebih banyak dibanding dengan jenis jeruk lainnya
Jeruk RGL dapat menjadi komoditas unggulan di Kabupaten Lebong
Petani mempunyai cukup modal untuk usahatani jeruk
Butuh bantuan modal atau bagi hasil dalam pengembangan jeruk lain
Pengembangan jeruk mempunyai peluang untuk dijadikan agrowisata
Teknologi budidaya dan pasca panen jeruk RGL tersedia
Buah jeruk RGL aman dikonsumsi
Wilayah yang sesuai untuk pengembangan jeruk RGL sudah tersedia
Ada komoditas lain yang lebih kompetitif di Kabupaten Lebong

3,38
3,38
3,20
3,20
2,46
2,38
2,40
3,23
3,20
3,23
2,77
3,31
2,23
2,92
3,20
3,00
2,69
3,10
3,00

3,35
3,40
3,35
3,35
2,65
1,85
1,95
3,55
3,55
3,55
3,45
3,65
1,60
2,90
3,50
2,70
3,45
3,45
2,50

56,23
2,96

57,75
3,04

Jumlah
Rerata
Sumber : Data primer terolah
Keterangan : * 1,00-1,75 = sangat tidak setuju;
2,51-3,25 = setuju;

1,76-2,50 = tidak setuju;
3,26-4,00 = sangat setuju.

Dilihat dari masing-masing indikator persepsi petani terhadap pengembangan Jeruk RGL,
sebesar 68,42% dari keseluruhan indikator berada pada kriteria baik (setuju) dan 15,79% sangat baik
(sangat setuju). Sedangkan tiga indikator yang menurut persepsi petani tidak setuju antara lain adalah
bahwa bibit Jeruk RGL mudah diperoleh, pemeliharaan Jeruk RGL lebih mudah dibandingkan jenis
jeruk lainnya, serta petani mempunyai cukup modal untuk berusahatani jeruk. Dibandingkan dengan
persepsi stakeholder terhadap pengembangan Jeruk RGL, persentase stakeholder yang sangat setuju
dari keseluruhan indikator persepsi adalah 63,16%, sedangkan 15,79% dari indikator persepsi,
stakeholder setuju. Nilai ini lebih baik dibandingkan dengan nilai persepsi petani. Namun, sejalan
dengan persepsi petani, stakeholder berpersepsi bahwa pemeliharaan Jeruk RGL tidak lebih mudah
dibandingkan jenis jeruk lainnya, petani tidak mempunyai cukup modal untuk berusahatani jeruk,
serta tidak ada komoditas lain yang lebih kompetitif di Kabupaten Lebong.
Hasil tersebut juga didukung dengan hasil analisis menggunakan uji statistik Mann Whitney
U. Hasil analisis menunjukkan bahwa signifikansi (Asymp Sig) adalah 0,192. Karena signifikansi >
0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan persepsi antara petani dan stakeholder
terhadap pengembangan Jeruk RGL. Hal ini berarti baik petani maupun stakeholder di Kabupaten
Lebong setuju terhadap pengembangan usahatani Jeruk RGL (Tabel 4).

Tabel 4. Persepsi petani dan stakeholder terhadap pengembangan Jeruk RGL di Kabupaten Lebong
Tahun 2012.
Test Statisticsa

Persepsi

Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

143.000
333.000
-1.305
0.192
0.284b

Sumber
: Data primer terolah
Keterangan : a.grouping variable: responden
b.not corrected for ties

Persepsi petani dan stakeholder terhadap pengembangan Jeruk RGL dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. Faktor-faktor internal tersebut meliputi tingkat pendidikan, pengalaman
berusahatani jeruk, dan umur responden.
Sedangkan faktor-faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi adalah kepemilikan modal, iklim, dan pangsa pasar. Bulu (2010) menggambarkan
bahwa persepsi dapat dipengaruhi oleh faktor internal (dari dalam diri individu) dan faktor eksternal
(atau dari stimulus itu sendiri dan lingkungan). Secara psikologis, persepsi individu sangat
dipengaruhi oleh kemampuan pemberian makna atau arti teknologi, pengalaman individu, perasaan,
keyakinan, pengetahuan tentang inovasi, kemampuan berfikir, dan motivasi untuk belajar. Proses
persepsi tidak mengharuskan individu tersebut menggunakan sesuatu terlebih dahulu. Persepsi adalah
cara seseorang melihat realitas di luar dirinya atau di dunia sekelilingnya.
Persepsi petani dan stakeholder terhadap pengembangan Jeruk RGL di Kabupaten Lebong
merupakan suatu proses pemberian makna terhadap suatu objek yang dilihat, dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan, dimana tiap individu menyeleksi, mengorganisasikan, dan
menginterpretasikan stimulus ke dalam bentuk yang berharga dan divisualiasasikan sebagai persepsi.
Dalam pengembangan agribisnis Jeruk RGL di Kabupaten Lebong, aspek kekuatan (strengthness)
dan kelemahan (weakness) perlu diperhatikan dan dijadikan dasar pertimbangan. Hasil analisis
memperlihatkan bahwa aspek kekuatan (strengthness) yang menjadi faktor pendorong pengembangan
agribisnis Jeruk RGL adalah bahwa Jeruk RGL memiliki keunggulan kompetitif, pangsa pasar
nasional dan internasional, harga jual tinggi, dukungan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lebong
dan Dirjen Hortikultura, serta kesesuaian agroklimat. Sedangkan aspek kelemahan (weakness)
meliputi modal petani yang masih terbatas, ketersediaan benih tanaman Jeruk RGL masih terbatas,
serta dokumentasi informasi dan rekomendasi teknologi budidaya dan pascapanen Jeruk RGL sangat
terbatas.
KESIMPULAN
1. Tidak ada perbedaan persepsi antara petani dan stakeholder terhadap pengembangan Jeruk RGL
di Kabupaten Lebong. Sehingga usahatani Jeruk RGL dapat dikembangkan di Kabupaten
Lebong.
2. Pengembangan Jeruk RGL didukung oleh aspek kekuatan (strengthness) yang meliputi Jeruk
RGL memiliki keunggulan kompetitif, pangsa pasar nasional dan internasional, harga jual tinggi,
dukungan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lebong dan Dirjen Hortikultura, serta kesesuaian
agroklimat.
3. Yang harus diperhatikan dalam pengembangan Jeruk RGL antara lain adalah terbatasnya modal
petani, terbatasnya ketersediaan bibit tanaman Jeruk RGL, serta sangat terbatasnya dokumentasi
informasi dan rekomendasi teknologi budidaya dan pascapanen Jeruk RGL.

DAFTAR PUSTAKA
BPS Prov. Bengkulu. 2010. Bengkulu Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.
Bengkulu.
BPS Kab. Lebong. 2010. Kabupaten Lebong Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Lebong. Tubei.
Bandolan, Y, et al. 2008. Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Rambutan di Desa
Romangloe
Kecamatan
Bontomarannu
Kabupaten
Gowa
(Online).
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/42085966_2089-0036.pdf. (16-10- 2012).
Bulu Yohanes Geli. 2010. Persepsi Petani Terhadap Peran Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan
(LUEP) dalam Usahatani Padi di Kecamatan Sukaharjo Kabupaten Sukoharjo
(Online).http://h0404055. wordpress.com/2010/04/07/. (30 Mei 2012)
Rangkuti F. 2003. Measuring Consumer Satisfaction: Gaining Customer Relationship Strategy.
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Rakhmat J. 2002. Psikologi Manusia. Penerbit. PT. Remaja Rosda Karya. Bandung.
Rentha, T. 2007. Identifikasi Perilaku, Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Irigasi
Teknis Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga Pupuk di Desa Bedilan Kecamatan Belitang
OKU Timur. Skripsi S1. Universitas Sriwijaya. Palembang.
Riduwan dan Alma B. 2009. Pengantar Statistika Sosial. Penerbit CV. Alfabeta. Bandung.
Ridwan, H.K., et al. 2008. Sifat Inovasi dan Aplikasi Teknologi Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk
Sehat dalam Pengembangan Agribisnis Jeruk di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Jurnal
Hortikultura 18(4):477-490, 2008. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin /jurnal/ 184 08477 490.pdf.
(24 November 2012)
Suwantoro, B., 2010. Mengenal Jeruk Rimau Gerga Lebong Lebih Dekat. Balai benih hortikultura
Rimbo Pengadang. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Lebong. Lebong.