wilda taufikhidayat bptpbkl

PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP ULIR UBI JALAR UNGU
PADA BERBAGAI UMUR PANEN DI PROVINSI BENGKULU
Wilda Mikasari and Taufik Hidayat
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
E-Mail : taufikhidayat_stp@yahoo.co.id

ABSTRAK
Ubi jalar (Ipomea batatas, L) adalah sejenis tanaman budidaya yang berasal dari Amerika Selatan yang beriklim
tropis. Produksi ubi jalar di provinsi Bengkulu tahun 2009 sebesar 20.930 ton. Mengingat besarnya jumlah produksi tersebut
serta fungsi dan manfaat ubi jalar dan kurang optimalnya pemanfaatan ubi jalar sebagai sumber pangan, perlu dikembangkan
teknologi pengolahan ubi jalar menjadi produk yang digemari masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hasil
olahan yang terbaik dan paling digemari konsumen/ masyarakat maka perlu dikaji variasi umur panen terhadap mutu dan
preferensi konsumen terhadap produk ulir-ulir ubi jalar. Pengkajian dilakukan di Laboratorium Pascapanen Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu dari bulan Mei s.d. Desember tahun 2011. Parameter yang diamati adalah uji
organoleptik untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk ulir ubi jalar, dan analisis kimia berupa kadar
air, kadar abu, protein, lemak karbohidrat. Rancangan dalam kajian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL),
dengan perlakuan umur panen (H-7, H0, dan H+7). Skor kesukaan panelis meliputi 7 kisaran skala yakni skala 1 (sangat
tidak suka), skala 2 (tidak suka), skala 3 (agak tidak suka), skala 4 (netral), skala 5 (agak suka), skala 6 (suka), dan skala 7
(sangat suka). Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan statistik non parametrik uji Kruskal-Wallis. Analisis
karakter kimia produk mengacu pada metode AOAC. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa umur panen ubi jalar tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kesukaan konsumen terhadap produk olahan ulir ubi jalar. Hal ini diduga

karena umur panen dengan rentang hanya dalam 1 mingu merupakan umur panen yang masih sangat wajar dilakukan pada
ubi jalar. Hasil uji kimia laboratorium terhadap sampel ulir ubi jalar meliputi kandungan kadar air, kadar abu, protein, lemak
dan karbohidrat masih dalam batas yang sesuai untuk makanan ringan.
Kata kunci : ubi jalar, uji preferensi, konsumen,organoleptik.

PENDAHULUAN
Ubi jalar atau ketela rambat atau sweet potato (Ipomea batatas. L) adalah sejenis tanaman
budidaya yang berasal dari Amerika Selatan yang beriklim tropis. Bagian yang dimanfaatkan adalah
akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi. Di Afrika, umbi ubi jalar
menjadi salah satu sumber makanan pokok yang penting. Di Asia, selain dimanfaatkan umbinya, daun
muda ubi jalar juga dibuat sayuran. Terdapat pula ubi jalar yang dijadikan tanaman hias karena
keindahan daun dan bunganya.
Ubi jalar merupakan salah satu komoditas lokal yang dikembangkan di Propinsi Bengkulu.
Produksi ubi jalar Provinsi Bengkulu tahun 2009 sebesar 20.930 ton. Kabupaten sentra produksi ubi
jalar adalah Kabupaten Rejang Lebong dengan jumlah produksi sebanyak 8.185 ton atau 39,10% dari
total produksi ubi jalar di Propinsi Bengkulu. Selain Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Bengkulu
Utara juga merupakan daerah penghasil ubi jalar dengan jumlah produksi sebesar 3.763 ton atau
17,98% dari total produksi ubi jalar di Propinsi Bengkulu. Jenis ubi jalar yang dibudidayakan oleh
sebagian besar petani adalah ubi jalar varietas lokal yakni ubi jalar putih keunguan dan ubi jalar
kuning.

Ditinjau dari kandungan nutrisi, ubi jalar segar merupakan sumber karbohidrat, vitamin,
antosianin, dan beta karoten. Ubi jalar segar memiliki kandungan gizi karbohidrat 27.9-32.3%,
protein 1.8%, lemak 0.7%, vitamin A 900-7.700 SI, dan nilai energi 123-136 kalori. Ubi jalar juga
dikenal memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh manusia karena memiliki kandungan antosianin (ubi
jalar ungu), beta karoten (ubi jalar kuning), dan serat sehingga dapat dikembangkan sebagai pangan
fungsional. Kandungan antosianin yang tinggi pada ubi jalar ungu berfungsi sebagai antioksidan yang
diketahui dapat menetralisir radikal bebas penyebab penuaan dini dan pemicu aneka penyakit
degeneratif seperti kanker (Ginting dkk., 2006). Variasi dari pengolahan ubi jalar ungu ini telah
banyak dikembangkan oleh masyarakat antara lain dalam bentuk tepung, cake ubi, bakpau ubi, keripik
ubi, es krim ubi, muffin ubi, stik ubi dan ulir-ulir ubi jalar.

Mengingat fungsi dan manfaat ubi jalar serta kurang optimalnya pemanfaatan ubi jalar
sebagai sumber pangan, perlu dikembangkan teknologi pengolahan ubi jalar menjadi produk yang
digemari masyarakat. Salah satu makanan yang cukup digemari masyarakat adalah ulir ubi jalar.
Dengan memakai bahan dasar ubi jalar ungu yang berkualitas dan bergizi tinggi ini dalam cemilan
yang digemari masyarakat dengan campuran tepung terigu, tepung ketan, telur, vanili, gula halus dan
garam melalui beberapa tahap pengolahan seperti pengukusan, pencampuran adonan, pencetakan ulir
dan penggorengan. Adapun pengkajian ini bertujuan untuk mendapatkan hasil olahan yang terbaik
dan paling digemari konsumen/masyarakat.
BAHAN DAN METODA

Pengkajian dilakukan di Laboratorium Pascapanen Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Bengkulu dari bulan Mei - Desember tahun 2011. Parameter yang diamati adalah uji
organoleptik untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk ulir ubi jalar, dan analisis
kimia berupa kadar air, kadar abu, protein, lemak karbohidrat. Rancangan dalam kajian ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan umur panen (H-7, H0, dan H+7).
Bahan baku ubi jalar yang digunakan adalah jenis ubi jalar yang berwarna keunguan. Tahapan
kegiatan meliputi pengambilan bahan baku dari Kabupaten Rejang Lebong dengan tiga umur panen
yang berbeda. Ho merupakan umur panen yang biasa dilakukan oleh petani yaitu 100 hari. Bahan
baku H-7 diambil pertama kemudian disimpan dilab pada suhu kamar, kemudian 7 hari berikutnya
diambil kembali bahan ubi jalar Ho dan disimpan dalam keadaan yang sama dan 7 hari berikutnya
lagi dimbil kembali bahan baku untuk Ho dan langsung dilakukan pengolahan pembuatan ulir ubi
jalar dan besoknya dilakukan uji organoleptik terhadap produk sampel yang dibuat. Pembuatan
produk berupa ulir-ubi jalar dilakukan dengan perlakuan yang sama dan masing-masing sampel di
ulang sebanyak 3 kali.
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap produk yang
dihasilkan berdasarkan kriteria warna, rasa, aroma, tekstur/mouthfeel dan penampilan secara
keseluruhan produk dengan menggunakan uji hedonik dengan panelis agak terlatih sebanyak 25 orang
karyawan di lingkungan BPTP Bengkulu. Pengujian dilakukan satu persatu atau secara bersamaan
dengan tanpa melakukan pembandingan antar sampel akan tetapi merupakan respon spontan terhadap
kesukaan dari produk yang diuji. Skor kesukaan panelis meliputi 7 kisaran skala yakni skala 1 (sangat

tidak suka), skala 2 (tidak suka), skala 3 (agak tidak suka), skala 4 (netral), skala 5 (agak suka), skala
6 (suka), dan skala 7 (sangat suka). Contoh uji hedonik disajikan secara acak dan dalam memberikan
penilaian, panelis tidak boleh mengulang-ulang penilaian atau membanding-bandingkan contoh yang
disajikan. Selanjutnya dianalisis menggunakan statistik non parametrik uji Kruskal-Wallis. Apabila
terdapat perbedaan maka dilakukan uji tukey sebagai uji lanjutannya dengan menggunakan selang
kepercayaan 95% (α = 0,05) (Yitnosumarto, 1993). Analisis karakter kimia produk mengacu pada
metode AOAC.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Pembuatan Ulir Ubi Jalar
Proses pembuatan cemilan ulir ubi jalar (Gambar 1), diawali dengan pembuatan
pasta ubi jalar. Pasta dibuat dengan menggunakan ubi jalar ungu yang sudah dikupas serta
dikukus sebanyak 300 gram yang dicampur dengan telur sebanyak 3 butir dan di blender
sampai menjadi pasta. Selanjutnya bahan-bahan tambahan seperti tepung terigu sebanyak 100
gram, tepung ketan sebanyak 200 gram, vanili ½ sendok teh, garam sebanyak ½ sendok teh,
gula halus 20 gram dan dicampur dengan pasta ubi jalar sambil diaduk sampai merata
ditambahkan mentegasebanyak 3 sendok makan. Setelah adonan rata kemudian dicetak
berbentuk ulir dengan alat concerto lalu di goreng sampai matang.

Tepung

Ketan

Tepung
Terigu

Ubi Jalar
Gula
Halus
Pengupasan

Vanili
Pencucian
Garam

Diaduk
Hingga Merata

Penirisan
Pengukusan


Mentega
Penghancuran + Telur
Dicetak dalam bentuk ulir
Pasta
Ubi Jalar
Digoreng

Ditiriskan
Pengemasan

Cemilan Ulir
Ubi jalar

Gambar 1. Diagram alir pembuatan cemilan ulir ubi jalar.

Hasil Uji Organoleptik Terhadap Sampel Ulir ubi jalar
Uji kesukaan atau uji hedonik merupakan uji tentang tanggapan secara pribadi panelis
tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap suatu produk, yang biasa dikemukakan dalam bentuk
tingkat-tingkat kesukaan atau skala hedonik (Soekarto, 1985). Pada penilaian untuk uji organoleptik
ini diperlukan panelis. Panelis yang digunakan pada uji organoleptik ini terdiri dari 25 orang

karyawan BPTP Bengkulu yang merupakan panelis agak terlatih, yaitu panelis dimana anggotanya
bukan merupakan hasil seleksi tetapi umumnya terdiri dari individu-individu yang secara spontan mau
bertindak sebagai penguji dan sudah pernah melakukan hal serupa sebelumnya.
Uji kesukaan ini bertujuan untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap cemilan ulir ubi
jalar yang dibuat dengan komposisi 300 gram ubi jalar ungu, telur 3 butir, tepung terigu 100 gram,
tepung ketan 200 gram, vanili ½ sendok teh, garam ½ sendok teh, gula halus 20 gram dan mentega 3
sendok makan. Pengujian organoleptik pada penelitian ini digunakan skala hedonik (sangat tidak
suka, tidak suka, agak tidak suka, netral, agak suka, suka, sangat suka) pada setiap sampel cemilan
ulir ubi jalar.

Tabel 1. menyajikan hasil analisis organoleptik ulir ubi jalar, dengan mutu organoleptik
yang dinilai adalah warna, aroma, kerenyahan, rasa, dan penampilan produk ulir ubi jalar secara
keseluruhan. Adapun rekapitulasi data hasil uji organoleptik terhadap sampel ulir ubi jalar dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Preferensi konsumen terhadap sampel ulir ubi jalar dengan tiga perlakuan umur panen di
BPTP Bengkulu tahun 2011.
Perlakuan
Panen H-7
Panen H 0
Panen H+7


Warna
4,4
4,5
4,5

Aroma
5,4
5,3
5,5

Sifat Organoleptik
Rasa
Kerenyahan
5,9
4,8
5,5
4,7
5,6
4,8


Penampilan Keseluruhan
5,0
5,1
5,0

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer (2011).

Hasil analisa dengan metode Kruskall-wallis terhadap variabel organoleptik ulir ubi jalar
tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap warna, aroma, rasa, kerenyahan dan penampilan
secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat dari nilai Asymp.Sig. > 0,05 atau Hhitung yang lebih kecil dari
pada Htabel (Hhitung < Htabel).
Tabel 2. Hasil analisis statistik uji organoleptik ulir ubi jalar pada Lab. Pascapanen BPTP Bengkulu
Tahun 2011.
Warna

Aroma

Rasa


Kerenyahan

Keseluruhan

Total

Chi-Square

0,161

1,625

2.473

0,127

0,164

0,867


Df

2,000

2,000

2,000

2,000

2,000

2,000

Asymp. Sig.

0,923

0,444

0,290

0,939

0,921

0,648

Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor
diantaranya citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya, disamping sifat mikrobiologisnya. Tetapi
sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan
kadang-kadang sangat menentukan (Winarno, 2002). Menurut Kartika dkk. (1998), faktor warna
merupakan salah satu atribut kualitas yang paling penting dalam industri pengolahan makanan dan
minuman, karena warna dapat mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen walaupun warna kurang
berhubungan dengan nilai gizi, bau maupun nilai fungsional lainnya.
Menurut Nelson & Trout (1951) dalam Setianawati dkk. (2002), warna suatu produk
biasanya lebih menarik perhatian dibandingkan rasanya karena warna paling cepat dan mudah dalam
memberikan kesan suatu produk. Pada produk ulir ubi jalar dan sejenisnya warna harus menarik dan
menyenangkan konsumen, seragam dan tipikal mewakili citarasa yang ditimbulkan.
Gambar 2. Grafik preferensi konsumen terhadap ulir ubi jalar dengan tiga perlakuan umur panen.

Panen H-7
Panen H 0
Panen H+7

Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa secara umum warna dari produk yang dihasilkan
tidak jauh berbeda. Hal ini diduga karena dalam rentang waktu kurang dan lebih dari seminggu umur
panen ubi jalar masih termasuk dalam rentang umur panen yang wajar. Umur panen yang digunakan
yaki umur panen yang biasa dilakukan oleh petani yakni 100 hari Tetapi jika dilihat dari grafik untuk

bahan ubi jalar yang umur panennya lebih lama yakni H0 dan H+7 lebih disukai oleh konsumen
dibandingkan dengan umur panen H-7, dengan nilai rata-rata 4,5
Sementara aroma (bau-bauan) merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan mutu.
Pengujian terhadap aroma dapat dipakai sebagai kriteria dapat diterima atau tidaknya suatu produk
untuk dipasarkan. Menurut Kartika dkk. (1998) dalam pengujian inderawi, aroma lebih kompleks dan
lebih sulit dinilai dibandingkan dengan rasa. Aroma dapat diamati baik dengan cara membran, dimana
rangsangan akan diterima oleh bagian atas rongga hidung. Selain itu, dapat juga lewat mulut bagi
yang sukar mengamati lewat hidung.
Dari rataan hasil uji organoleptik yang dilakukan, dapat kita lihat bahwa bahan yang
menggunakan ubi jalar dengan umur panen lebih tua yakni H+7 lebih disukai oleh konsumen
walaupun tidak begitu signifikan dengan menggunakan bahan umur panen H0 dan H-7. Hal ini
diduga kerena produk olahan ubi jalar tidak terlalu dipengaruhi oleh umur panen bahan baku
melainkan bahan campuran yang diberikan dalam penelitian ini yang digunakan yaitu panili.
Sama hal nya dengan warna dan aroma, hasil uji organoleptik terhadap rasa juga tidak
memberikan pengaruh yang nyata. Tetapi jika dilihat dari grafik diatas, hasil uji organoleptik terhadap
rasa ulir ubi jalar dengan umur panen H-7 lebih disukai konsumen dibandingkan dengan umur panen
H0 dan H+7 walaupun tidak begitu signifikan. Menurut Soekarto (1985), rasa merupakan campuran
tanggapan cicip, bau dan trigeminal yang diramu oleh kesan-kesan lain seperti penglihatan, sentuhan,
dan pendengaran yang menimbulkan sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan nilai
pemuas bagi orang yang memakannya. Menurut Winarno (2002), rasa suatu bahan makanan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan
komponen rasa yang lain. Sementara Padaga dan Manik (2005) menyatakan rasa sangat
mempengaruhi kesukaan konsumen terhadap ulir ubi jalar, bahkan dapat dikatakan merupakan faktor
penentu utama. Saat ini, rasa ulir ubi jalar di pasaran sudah sangat beragam sehingga diperlukan
kejelian dan kreativitas untuk memadupadankan rasa yang menjadi kegemaran konsumen. Rasa ulir
ubi jalar juga dipengaruhi oleh beberapa hal seperti bahan pengental yang dapat mengurangi rasa
manis gula dan perubahan tekstur yang dapat mengubah cita rasa ulir ubi jalar.
Untuk tekstur/ kerenyahan produk yang dihasilkan, ulir ubi jalar dengan umur panen H-7
dan H+7 mendapat penilaian tertinggi dengan skor 4,8 dan tidak berbeda secara signifikan terhadap
ulir dengan bahan ubi jalar yang dipanen pada umur H0 yakni 4,7. Menurut Syarif dan Anis (1988),
tekstur dari bahan hasil pertanian biasanya dihubungkan dengan “kesan mulut” bila bahan tersebut
dikunyah setelah dimasak, yaitu dinyatakan sebagai “mealy” atau rasa tepung, “gritty” atau “sandy”
(rasa berpasir) dan “sticky” (pulen).
Pengaruh bahan baku teradap tingkat kesukaan konsumen adalah penilaian konsumen
terhadap sampel ulir ubi jalar secara umum. Total penerimaan adalah penilaian hedonik panelis secara
umum atau keseluruhan terhadap seluruh parameter organoleptik, yang meliputi warna, aroma, rasa,
dan mouthfeel ulir ubi jalar, yang bertujuan untuk mengetahui secara umum kadar perbandingan yang
paling disukai panelis terhadap sampel ulir ubi jalar.
Menurut Kartika dkk. (1998), dalam penelitian terhadap pangan, sifat pertama kali yang
menentukan diterima atau ditolaknya bahan pangan tersebut oleh pemakai adalah sifat-sifat inderawi
yang dimilikinya. Sementara menurut Soekarto (1985), penerimaan umum adalah penilaian secara
keseluruhan terhadap produk yang berkaitan dengan tingkat kesukaan dan bukan mengukur
penerimaan terhadap sifat sensorik tertentu.
Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa secara keseluruhan preferensi konsumen
terhadap ulir ubi jalar dengan umur panen H-7, H0 dan H+7 tidak berbeda dengan skor penilaian ratarata 5,0.dan 5,1.

Hasil Uji Kimia Terhadap Sampel Ulir Ubi Jalar
Pada tahap ini dilakukan analisa kimia terhadap kontrol. Adapun analisa kimia yang diuji
meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat. Komposisi hasil uji kimia ulir ubi jalar dapat
dilihat pada Tabel 3.
Dari hasil uji proksimat terhadap sampel ulir ubi jalar dengan uji laboratorium terhadap
kadar protein, lemak dan karbohidrat produk yang dihasilkan terjadi peningkatan kadar protein, lemak
dan karbohidrat yang terkandung tetapi masih berada pada standar mutu yang telah ditetapkan SII.
Peningkatan ini duduga karena penambahan bahan lain seperti tepung, telur dll
Tabel 3. Komposisi kimia ulir ubi jalar.
No

Zat Kimia

1.
2.
3.
4.
5.

Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Protein
Kadar Lemak
Kadar Karbohidrat

Ulir ubi jalar (%)
8,41
4,08
9,40
2,01
70,78

KESIMPULAN
1. Umur panen ubi jalar tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kesukaan
konsumen terhadap produk olahan ulir ubi jalar.
2. Hasil uji kimia laboratorium terhadap sampel ulir ubi jalar meliputi kandungan kadar air, kadar
abu, protein, lemak dan karbohidrat masih dalam batas standar mutu yang telah ditetapkan SII
untuk makanan ringan

DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of Association of Official Analytical Chemists.
Association of Official Analytical Chemist, Washington D.C.
BPS Prov. Bengkulu. 2011. Bengkulu Dalam Angka Tahun 2011. Biro Pusat Statistik Provinsi
Bengkulu. Bengkulu.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H.Fleet and M. Wooton. 1987. Food Science. Australian Vice
Chancelors’committee. Diterjemahkan oleh Purnomo, H dan Adiono. 1985. Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia. Jakarta
Djaafar, T. F. dan Gardjito, M. 2008. Pemanfaatan Dua Varietas Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas L.)
pada Pembuatan Es Puter dan Karakteristik Es Puter. Buletin Teknologi Pasca Panen
Pertanian. Vol. 1 : 2008. IPB> Bogor. ;1-8.
Faridah, A., Asmar Y dan Liswarti Y. 2008. Pattiseri JILID 3 SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah,
Departemen Pendidikan Nasional 2008. Jakarta
Ginting E., Antarlina S.S., Utomo S.J dan Ratnaningsi. 2006. Teknologi Pascapanen Ubi Jalar
Mendukung Diversifikasi Pangan dan Pengembangan Agroindustri. Buletin Palawija No. 11
Hadiwerdoyo, Harinowo. 2009. Angka Pertumbuhan dan Prospek Bisnis 2009.
http://economyokezone.com/index.php/ReadStory/2009/03/02/279/197453/angkapertumbuhan-dan prospek-bisnis-2009 Senin, 2 Maret 2009.
Kartika, B., Adi D.K., Didik P., dan Dyah I. 1998. Petunjuk Evaluasi Produk Industri Hasil
Pertanian.. UGM. Yogyakarta
Muchtadi, T.R.. dan Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB:
Bogor.
Muljoharjo, M.1987. Dasar-Dasar Pengolahan Hasil Pertanian. Jilid 1. PAU pangan dan Gizi UGM:
Yogyakata
Syarif, R. dan Anis I. 1988. Pengetahuan Bahan Pangan Untuk Industri Pertanian. Penerbit PT.
Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Penerbit
Bhatara Karya Aksara. Yogyakarta
Wibowo, Tinawaty. 1992. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Penstabil Terhadap Mutu Velva
Fruit Jambu Biji. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta
Yitnosumarto, Suntoyo. 1993. Percobaan, Perancangan, Analisis dan Interprestasinya. Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Zar, J.H. 1984. Biostatical Analysis Second Edition. Department of Biologycal Sciences. Northern
Illonois University. Prentice-Hall Internati