PERANAN ADVOKAT DALAM MELAKUKAN MEDIASI PENAL SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Penerapan Mediasi Penal di Wilayah Kota Bandar Lampung)

  

PERANAN ADVOKAT DALAM MELAKUKAN MEDIASI PENAL

SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

(Studi Penerapan Mediasi Penal di Wilayah Kota Bandar Lampung)

(Jurnal)

  

Oleh :

M. PUTRA AKBAR

1412011234

  

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

  

ABSTRAK

PERANAN ADVOKAT DALAM MELAKUKAN MEDIASI PENAL

SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

(Studi Penerapan Mediasi Penal di Wilayah Kota Bandar Lampung)

Oleh

  

M. Putra Akbar, Gunawan Jatmiko, Budi Rizki Husin

E-Mail : putraakbar2111@gmail.com

  Pengembangan konsep keadilan restoratif adalah karena kehendak para korban dan pelaku dan peran penegak hukum seperti advokat. Menurut hukum bantuan hukum yang dapat diberikan advokat dalam bentuk bantuan hukum non litigasi, salah satunya adalah mediasi. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peran advokat dalam melakukan mediasi pemasyarakatan terhadap penyelesaian kasus pidana di luar pengadilan dan apa efek hukum dari perjanjian damai yang dihasilkan dari mediasi pidana pada proses penanganan prosedur pidana. Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dengan mewawancarai beberapa responden penelitian dan data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka. Analisis kualitatif pengolahan dan kompilasi data kemudian ditarik kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa peran advokat sebagai pihak ketiga yang tidak memihak dan berusaha untuk menyatukan pendapat para pihak yang pendapatnya tidak mengikat pihak-pihak yang berselisih, keberhasilan mediasi tergantung pada pihak-pihak yang lebih memilih jalan damai sebagai penyelesaian di luar pengadilan. Upaya bersama di sini disebut koordinasi dengan pihak-pihak terkait, dengan koordinasi untuk mengetahui keinginan para pihak. Konsekuensi hukum perjanjian mediasi pidana adalah bahwa hal itu tidak dapat menghentikan proses pidana yang sedang berlangsung, tetapi sebenarnya mediasi pidana mengedepankan aspek manfaat dan keadilan bagi para pihak. Saran dalam penelitian ini adalah perlunya aturan yang tegas mengenai mediasi pidana sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana, mempercepat RUU KUHP yang berisi aturan damai sebagai alasan penghentian kasus pidana, pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan terhadap tindakan penghentian penyidik dan sosialisasi terminologi dan penerapan hukuman mediasi perlu ditingkatkan.

  Kata Kunci : Peran Advokat, Mediasi Penal, Perkara Pidana

  

ABSTRACT

ADVOCATIONAL ROLE IN THE PENAL MEDIATION AS A

ALTERNATIVE SETTLEMENT MATTERS

(Penal Mediation Application Study in Bandar Lampung City Area)

  

The developement of the concept of Restorative Justice is due to the will of victims

and perpetrators and the role of law enforcement such as advocates. According to

the law of legal aid that can be given an advocates in the form of non litigation

legal aid, one of which is mediation. The problem in this research is how the role

of advocates in doing penal mediation on the settlement of criminal case outside

court and what is the legal effect of peace agreement which resulted from penal

mediation on criminal procedure handling process. The problem approach in this

research is to use sociological juridicial approach. The data used are primary

data obtained by interviewing several research respondent and secondary data

obtained through literature study. Qualitative analysis of processing and

compilation of data then drawn conclusions. Based on the results of research that

the role of advocate as an impartial third party and strive to bring together the

opinions of the parties whose opinions are not binding on the parties to the

dispute, the success of mediation depends on the parties who prefer the way of

peace as the settlement out of the court. The concerted effort here is called

coordination with related parties, with coordination to find out the wishes of the

parties. The legal consequences of penal mediation agreement is that it can not

stop the ongoing criminal proceedings, but in fact mediation of penal put forward

the aspect of benefit and justice for the parties. Suggestions in this study is the

need for strict rules regarding penal mediation as an alternative to the settlement

criminal cases, hastened Draft Criminal Procedure which contains the rules of

peace as the reason for the termination of criminal cases, supervision carried out

by the leadership against the act of termination of the investigator and

socialization of terminology and application of mediation penal needs to be

improved.

  Keyword : Advocate Role, Penal Mediation, Criminal Matters

I. PENDAHULUAN

  Proses penegakan hukum pidana di Indonesia secara umum bertumpu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Dimana penegakan hukum terpaku pada sistem yang dibangun oleh Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Pemasyarakatan. Konsekuensi dari konsep tersebut juga dapat menimbulkan masalah lain. Dalam faktanya Yahya Harahap mendeskripsikan kritik pada pengadilan yaitu: penyelesaian sengketa melalui litigasi sangat lama, biaya berperkara mahal, pengadilan kerap tidak responsif, putusan pengadilan tidak menyelesaikan masalah dan kemampuan para hakim bersifat generalis.

1 Merujuk pada kondisi permasalahan

  perkara pidana di luar pengadilan dipraktikkan melalui diskresi aparat penegak hukum, khususnya kepolisian, dalam hal ini kepolisian dalam proses penyelidikan maupun penyidikan menentukan apakah sebuah perkara akan diproses lebih lanjut ataukah diberhentikan. Wewenang diskresinya yang menindaklanjuti Surat Kapolri No. Pol: B/3022/XII/2009/SDEOPS tentang Penanganan Kasus Melalui

  Muhari Agus Santoso, Paradigma Baru

  Indonesia , Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm.144.

  itu terdapat pengaturan mengenai penyelesaian perkara pidana di luar 2 Bambang Waluyo, Penegakan Hukum Di

  Alternatif Dispute Resolution . Selain

  3 Selama ini upaya penyelesaian

  penegakan hukum tersebut maka timbul kebutuhan akan suatu mekanisme yang mampu mengakomoditir kepentingan- kepentingan serta menghasilkan keputusan bersama. Salah satu konsep yang muncul untuk mewujudkan gagasan tersebut adalah Mediasi Penal sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana diluar pengadilan. Mekanisme mediasi yang merupakan bagian dari

  pencurian, kecelakaan lalu lintas, dan tindak pidana lain yang berdimensi perdata, keberhasilan keadilan bukan diukur oleh seberat apa pidana yang dijatuhkan hakim, tapi sebesar apa kerugian dipulihkan oleh pelaku. Pemahaman ini berkaitan dengan usaha-usaha pembaharuan pidana yang sekarang sedang disusun. Konsep rancangan KUHP baru jika dipelajari menunjukkan adanya pembaharuan yang sangat mendasar terutama dalam sistem pemidanaan. Beberapa pembaharuan yang humanistis tanpa menghilangkan sifat represif dari hukum pidana diantaranya; (1) lebih mengutamakan pidana denda, (2) pidana penjara digunakan sebagai pilihan teakhir, (3) adanya pedoman dalam penerapan pidana penjara.

  2 Beberapa tindak pidana, seperti

  keadilan retributif menjadi keadilan restoratif.

  mengenai Sistem Peradilan dan

  (ADR) selama ini hanya dikenal dalah hukum perdata. Kini mediasi, mulai banyak dipraktikkan untuk menyelesaikan perkara pidana karena pergeseran dari paradigma penegakan hukum pidana dari

  Alternative Dispute Resolution

1 M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan

  pengadilan pada Peraturan Kapolri No. 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas dan PERMA No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

  Pihak lain yang memiliki peranan dalam menyelesaikan perkara pidana di luar pengadlan selain polisi adalah advokat. Seorang advokat haruslah selalu mengikuti perkembangan hukum, sehingga dalam mendampingi kliennya baik sebagai korban maupun sebagai pelaku kejahatan, tidak bisa hanya melihat perkara yang ditangani dengan sudut pandang law in book, tetapi juga law

  in action . Pasal 4 Undang-Undang

  No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum menentukan bahwa Bantuan Hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun non litigasi. Dengan begitu, dalam tugas dan kewajibannya, seorang advokat tidak diharuskan untuk sampai beracara dalam persidangan.

  Permasalahan sampai dengan sekarang tidak ada peraturan mengenai mediasi penal dalam hukum positif Indonesia, advokat adalah salah satu pihak yang berperan dalam mengembangkan gagasan dan praktik mediasi penal. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat dan Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, advokat memiliki peran strategis untuk mendampingi para pihak dalam mengupayakan penyelesaian perkara pidana maupun perdata diluar pengadilan.

  Praktik mediasi penal pada penyelesaian perkara pidana diwilayah kota Bandar Lampung sudah pernah ditangani oleh advokat yang dimintai pendampingan oleh kliennya. Perkara pidana yang dimaksud berhubungan dengan tindak pidana ketenagakerjaan Pasal 90 ayat (1) juncto Pasal 185 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan menggaji/mengupah pekerjaan dibawah Upah Minimum Kota (UMK). Advolat sebagai kausa hukum mengupayakan hasil yang diinginkan para pihak melalui mediasi penal. Mediasi penal ditempuh sebagai penyelesaian perkara pidana para pihak selesai diluar pengadilan. Masalah lain yang timbul dari praktik mediasi penal adalah mengenai konsekuensi dari kesepaktan damai yang dicapai dalam mediasi penal. Tidak ada kepastian apakah kesepakatan hukum itu selain mengikat para pembuatnya juga sekaligus menghentikan perkara, ataukah tidak berpengaruh terhadap proses pemeriksaan perkara. Apa yang diuraikan diatas adalah masalah yang dapat timbul setelah mediasi penal dilaksanakan dengan menghasilkan suatu kesepakatan. Dalam hukum pidana terdapat prinsip ganti rugi tidak menghapus sifat melawan hukum dalam tindak pidana. Selain itu dalam hukum acara pidana, pencabutan laporan dapat dilakukan tergantung pada tindak pidananya, apakah merupakan delik aduan atau delik biasa. Apakah kesepkatan itu hanya menimbulkan kewajiban bagi perbuatan yang disepakati (misalnya ganti rugi), atau sekaligus membuat penyidik harus menghentikan pemeriksaan terhadap perkara itu? Peran aktif baik dari aparat polisi maupun advokat berpengaruh dalam tercapainya kesepakatan yang adil,

  final dan mengikat. Maka dari itu

  Soerjono Soekanto berpendapat, peranan adalah aspek dinamis kedudukan seseorang. Apabila seseorang menjalankan kedudukannya, maka dia telah menjalankan suatu peranan.

  Pengantar , Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 212.

  2. Legal Opinion, suatu penelitian yang dilakukan oleh advokat 4 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu

  1. Legal Advice, yaitu memberikan nasihat hukum dalam ruang lingkup perkara yang sedang dihadapi oleh kliennya secara profesional dengan memberikan pendapat secara substansi dan merencanakan langkah hukum yang terbaik yang akan diambil dalam kaitannya dengan situasi faktual perkara yang dihadapi oleh kliennya.

  5

  mengemukakan peran seorang advokat dalam penyelesaian perkara pidana melalui proses non litigasi, dapat dilaksanakan sebagai berikut:

  4 Ghoniyu Satya Ikroomi

  Peranan advokat yang diteliti oleh penulis adalah peranan advokat dalam melakukan mediasi atau penyelesaian perkara di luar pengadilan untuk kliennya, baik pelaku maupun korban, sebagai suatu bentuk pemberian bantuan hukum non litigasi.

  kajian mengenai penerapan mediasi penal perlu juga diikuti kajian mengenai akibat hukum kesepakatan damai mediasi penal.

  A. Peran Advokat Dalam Melakukan Mediasi Penal Pada Penyelesaian Perkara Pidana Di Luar Pengadilan Diwilayah Kota Bandar Lampung

  II. PEMBAHASAN

  Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis sosiologis. Adapun sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari studi lapangan dengan melakukan observasi dan wawancara secara langsung pada objek penelitian dan data sekunder yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur, karya-karya ilmiah yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.

  Apakah Akibat Hukum Dari Kesepakatan Damai Yang Dihasilkan Mediasi Penal Terhadap Proses Penanganan Perkara Pidana?

  Bagaimanakah Peranan Advokat Dalam Melakukan Mediasi Penal Pada Penyelesaian Perkara Pidana Di Luar Pengadilan Diwiliayah Kota Bandar Lampung? b.

  Rumusan permasalahan dalam penelitian sebagai berikut: a.

  Wawancara dengan Ghoniyu Satya dengan melakukan pemetaan yang hasilnya nanti menentukan langkah-langkah hukum yang diambil untuk menyelesaikan kasus kliennya

  3. Melakukan koordinasi dengan pihak terkait, dengan adanya koordinasi yang jelas antara para pihak yang terkait dalam perkara yang sedang dihadapi oleh klien maka dapat mengetahui keinginan-keinginan dari para pihak sehingga dapat menentukan langkah-langkah hukum apa yang dapat diambil untuk memberikan hasil yang terbaik atau hasil yang diinginkan bagi pihak-pihak yang sedang berperkara. Jasa hukum maupun bantuan hukum yang diberikan advokat tidak hanya meliputi jasa hukum dan bantuan hukum litigasi namun juga non litigasi. Pengertian bantuan hukum non litigasi dirumuskan dalam Pasal 1 ayat 9 PP No. 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum yaitu bantuan hukum non litigasi adalah proses penanganan perkara hukum yang dilakukan di luar jalur pengadilan untuk menyelesaikannya. Berdasarkan hasil wawancara, Hanafi Sampurna mengemukakan mediasi sebagai upaya menyetarakan posisi para pihak sepanjang belum terbukti kesalahannya melalui proses jalan tengah untuk menyelesaikan perkara pidana yang sedang dihadapi dan mempertemukan para pihak untuk mencari solusi dengan menghadirkan opsi-opsi sebagai bentuk penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan. Penerapan mediasi bahkan dapat dilakukan pada pelaporan. Hal ini bertujuan agar para pihak tidak harus menempuh jalur pengadilan sebagai bentuk penyelesaian perkara pidana. Jadi peranan advokat disini untuk memberikan kepastian hukum dengan memberikan pemahaman kepada kliennya.

  6 Dari ketentuan peraturan pemerintah

  di atas dapat kita ketahui bahwa mediasi adalah salah satu bentuk bantuan hukum non litigasi. Lalu apakah relevansinya dengan penerapan mediasi penal sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan (damai) para pihak dengan dibantu oleh mediator (Pasal 1 butir 7 PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan). Berdasarkan pada rumusan pengertian mediasi, baik pengertian menurut PERMA di atas maupun yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan unsur-unsur mediasi adalah:

  1. Merupakan suatu proses

  penyelesaian sengketa berdasarkan kesukarelaan melalui suatu perundingan,

  2. Adanya mediator yang terlibat

  dan diterima oleh para pihak untuk membantu mencari penyelesaian,

  3. Mediasi bertujuan menghasilkan

  kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa. Advokat secara aktif mengupayakan penyelesaian di luar pengadilan dengan memasukkan mediasi sebagai tahap awal penyelesaian perkara

  Wawancara dengan Hanafi Sampurna, pidana. Hal ini menurut Defri Julian perlu untuk selalu dicoba, mengingat dari tujuan dari mediasi penal yaitu melokalisir masalah untuk menyelesaikan secara damai atau akan menempuh jalur hukum dengan kata lain berlawanan di pengadilan.

  dilakukan salah satu peranan advokat yang dimintai kliennya selaku pemberi kuasa hukum dalam tindak pidana yang penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan diselesaikan dengan mediasi penal adalah tindak pidana ketenagakerjaan dengan menggaji/mengupah pekerjaan di bawah Upah Minimum Kota (UMK) sebagaimana diatur dalam Pasal 90 Ayat (1) jo Pasal 185 Ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Heru Irwan dilaporkan oleh perusahaannya tempat bekerja di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung dengan dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan (Pasal 374 KUHP) sebagaimana tertuang pada Laporan Polisi Nomor: LP/B/2278/VI/2016/LPG/RESTA BALAM. Ternyata perusahaan tempat Heru bekerja didapatkan beberapa temuan peristiwa hukum yaitu berupa perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 90 ayat (1) jo Pasal 185 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Advokat dari Law Firm Graha Yusticia sebagai kuasa hukum dari Heru berhasil melakukan kesepakatan penyelesaian perkara pidana dengan pihak perusahaan bahwa dengan adanya perdamaian antara para pihak

  Wawancara dengan Defri Julian, Advokat

  maka permasalahan dugaan penggelapan dalam jabatan dan dugaan tindak pidana ketenagakerjaan telah selesai dan para pihak tidak akan menuntut baik pidana maupun perdata.

7 Berdasarkan penelitian yang telah

  Menurut Defri Julian tujuan dari mediasi penal yaitu memulihkan hak-hak dari korban dan pelaku untuk kedepannya tidak berselisih berkelanjutan namun pelaku di sini tetap berurusan dengan pelanggaran hukum.

  8 Keuntungan terutama dari

  tercapainya kesepakatan damai para pihak didapatkan korban antara lain tidak merasakan tekanan berperkara di pengadilan, tidak perlu mengikuti tahap-tahap persidangan memakan waktu berbulan-bulan, mendapat kesempatan lebih besar untuk mengemukakan apa yang dibutuhkannya berkaitan dengan kerugian yang dilibatkan pelaku, serta menerima pertanggungjawaban dari pelaku. Keuntungan bagi pelaku antara lain terhindar dari pidana penjara yang dapat membuat dia memiliki riwayat kejahatan dan stigma dari masyarakat. Stigmatisasi ini pada dasarnya menghasilkan segala bentuk sanksi negatif, yang berturut-turut menghasilkan stigma lagi, kemudian stigmatisasi itu dapat menyingkirkan orang itu dari lingkungan yang benar.

  9 Penulis menambahkan, bahwa

  advokat sebagai pihak ketiga yang tidak berpihak dan berupaya untuk mempertemukan pendapat-pendapat para pihak yang bersengketa namun 8 Ibid.

  Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori- demikian pendapatnya tidak mengikat para pihak yang bersengketa, keberhasilan mediasi tergantung para pihak yang lebih menghendaki jalan damai sebagai penyelesaian di luar pengadilan.

  Kesepakatan perdamaian pada mediasi perdata, kesepakatan tersebut yang dikuatkan dengan akta perdamaian akan memiliki kekuatan eksekutorial. Berhasilnya upaya perdamaian itu, suatu perkara perdata pun selesai penanganannya dan tidak dilanjutkan pada penyelesaian secara litigasi. Lalu bagaimana dengan kesepakatan yang dicapai dalam mediasi penal pada proses penanganan perkara pidana? Dengan tidak adanya suatu peraturan yang mengatur tata cara mediasi penal, maka tidak ada pula ketentuan yang tegas mengenai akibat hukum dari kesepakatan damai yang dihasilkan mediasi penal terhadap proses penanganan perkara pidana. Hal ini yang akan menjadi kajian mengenai akibat hukum kesepakatan damai melalui mediasi penal pada proses perkara pidana bila dilihat dari segi pengaturan yang terdapat dalam KUHP dan KUHAP. Menurut KUHAP kesepakatan damai melalui mediasi penal bukanlah salah satu syarat menghentikan proses penyidikan. Helmi Ady menyatakan apabila sudah dilakukan penyidikan maka tidak dapat proses penyidikan dihentikan atas keinginan para pihak baik pelapor ataupun terlapor.

  10 Berkaitan dengan penghentian

  perkara pada proses penyelidikan ataupun penyidikan perlu kita perhatikan pembagian delik menjadi delik biasa (gowone delic) dan delik aduan (klach delic). Ketentuan delik aduan secara eksplisit diatur dalam Bab VII KUHP tentang mengajukan dan menarik kembali pengaduan dalam hal-hal kejahatan-kejahatan yang hanya dituntut atas pengaduan. Kesepkatan damai yang tercapai antara para pihak pada delik aduan salah satunya berdasarkan persetujuan dari yang dirugikan (korban) menarik kembali pengaduannya. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 75 KUHP yang menyatakan “Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan.” Laporan tindak pidana yang termasuk delik biasa tidak dapat dicabut meskipun sudah ada kesepakatan damai antara para pihak, sehingga penyelidik atau penyidik tetap dapat melanjutkan proses penyelidikan atau penyidikan. Laporan yang dapat dicabut hanya terbatas pada tindak pidana yang termasuk delik aduan saja. Pengaturan lain mengenai penghentian proses perkara pidana pada ketentuan Bab VII Buku 1 KUHP tentang Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dan Menjalankan Pidana Pasal 76 Ayat (1) KUHP yang inti sarinya telah terdapat putusan hakim mengenai tindakan yang sama yang

B. Akibat Hukum Dari Kesepakatan Damai Yang Dihasilkan Mediasi Penal Terhadap Proses Penanganan Perkara Pidana.

  Wawancara dengan Helmi Ady, Penyidik berkekuatan hukum tetap (in kracht).

  Pasal 77 KUHP menyatakan hak menuntut hukuman gugur lantaran si tertuduh meninggal dunia. Aturan lain selanjutnya berdasarkan pasal 78 Ayat (1) KUHP inti sarinya perkara tersebut telah daluwarsa, dan Pasal

  ADR diakui oleh hukum yang hidup di masyarakat.

  penal merupakan proses pemecahan masalah dimana pelaku dan korban dipertemukan untuk mendapat 11 Wawancara Maroni, Dosen Bagian

  12 Menurut penulis, praktik mediasi

  memuaskan semua pihak yang berperkara sama-sama untung secara filosofis menang-menang adalah suatu kerangka berfikir dan perasaan yang senantiasa mencari manfaat bersama dalam segala interaksi manusia. Menang-menang berarti semua orang untung, karena kesepakatan atau pemecahan masalah menguntungkan dan memuaskan kedua belah pihak. Dengan pemecahan yang menang- menang, semua pihak merasa senang terhadap keputusan yang diambil serta terikat untuk ikut melaksanakan rencana tindakan yang telah disepakati.

  solution atau menang-menang dapat

  melalui mediasi penal lebih menuju kepada win-win solution. Menurut Covey, penyelesaian secara win-win

  11 Fenomena penyelesaian perkara

  action Peraturan Kapolri tentang

  82 KUHP alasan penghetian proses perkara pidana terkait peniadaan penuntutan dan penghapusan hak menuntut adalah penyelesaian diluar persidangan dengan membayar denda maksimum untuk pelanggaran yang diancam dengan pidana denda. Berkembangnya paradigma Restorative Justice dalam sistem peradilan pidana mendorong munculnya kebijakan penerapan

  Pada intinya walaupun belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur mediasi penal tetapi secara

  Menanggapi ketentuan mengenai mediasi penal yang belum tegas bahwa Peraturan Kapolri hanya bersifat internal dan tidak termasuk ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Tetapi karena belum ada hukum positif maka aturan tersebut dapat saja diakui karena keadaan-keadaan tertentu.

  No. 15 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas dan PERMA No. 2 Tahun 12 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Dendan dalam KUHP.

  Dispute Resolution (ADR), Perkap

  (ADR) sebagai penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme ADR, terutama dengan mediasi penal, dianggap efektif serta sejalan dengan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Selanjutnya, dalam penyelesaian perkara pidana melalui mediasi penal lebih dapat mengakomodir kebutuhan korban sehingga kerugian yang dialami korban dapat dipulihkan, beberapa kebijakan yang memungkinkan adanya penyelesaian kasus pidana di luar pengadilan, antara lain Surat Kapolri No. Pol: B/3022/XII/2009/SDEOPS Tentang Penanganan Kasus Melalui Alternatif

  Alternative Dispute Resolution

  Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. 12 Covey dalam Sahuri Lasmada, Mediasi Penal Dalam Sistem Peradilan Pidana kesepakatan yang saling menguntungkan win-win solution. Selama ini upaya penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan dipraktikan melalui diskresi aparat penegak hukum, khususnya kepolisian. Dalam hal ini kepolisian dalam proses penyidikan menentukan apakah sebuah perkara akan diproses lebih lanjut ataukah diberhentikan. Walaupun praktik mediasi penal terlihat seolah-olah mengabaikan ketentuan hukum positif namun pada kenyataannya mediasi penal lebih mengedepankan kemanfaatan bagi para pihak terhadap kehidupan yang akan datang. Hal tersebut sesuai dengan penegakan paradigma restorative

  justiece yaitu terdapat perkembangan

  penyelesaian perkara pidana yang memperhatikan kepentingan pemulihan hak-hak korban sehingga korban dan pelaku dapat hidup berdampingan secara damai seperti sebelum terjadinya kejahatan.

III. PENUTUP A. Simpulan

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.

  Peran advokat sebagai pihak ketiga yang tidak berpihak dan berupaya untuk mempertemukan pendapat-pendapat para pihak yang bersengketa namun demikian pendapatnya tidak mengikat para pihak yang bersengketa, keberhasilan mediasi tergantung para pihak yang lebih menghendaki jalan damai sebagai penyelesaian di luar pengadilan. Upaya juga dikatakan koordinasi dengan pihak terkait, dengan koordinasi maka dapat mengetahui keinginan-keinginan dari para pihak 2. Akibat hukum kesepakatan mediasi penal adalah tidak dapat menghentikan proses perkara pidana yang sedang berjalan, namun pada kenyataannya mediasi penal mengedepankan segi kemanfaatan dan keadilan bagi para pihak terhadap kehidupan yang akan datang. Untuk perkara pidana delik aduan jika terjadi perdamaian melalui mediasi maka proses hukum dapat dihentikan apabila sipelapor telah mencabut laporannya dikepolisian (Pasal

  75 KUHP). Terhadap delik biasa tidak menghentikan proses pidana. Namun dalam praktiknya apabila terjadi pada saat proses pengadilan, maka kesepakatan antara pelaku dan korban atau terdakwa dan saksi korban akan menjadi pertimbangan hakim dalam meringankan saat menjatuhkan putusan.

  B. Saran

  Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Perlunya aturan yang tegas mengenai mediasi penal sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana.

  2. Pengawasan dilakukan oleh pimpinan terhadap tindakan penghentian perkara yang dilakukan penyidik.

  3. Perlu disegerakan Rancangan KUHAP yang memuat aturan perdamaian sebagai alasan penghentian perkara pidana.

  4. Sosialisasi mengenai peristilahan dan penerapan mediasi perlu ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

  Harahap, M. Yahya, 1997. Beberapa

  Tinjauan mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa , Citra Aditya Bakti: Bandung.

  Lasmada, Sahuri, 2015. Mediasi

  Penal Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Jurnal Ilmu

  Hukum Jambi, Tahun 2018, Januari. Muladi dan Arief, Barda Nawawi,

  1992. Teori-Teori dan Kebijakan

  Pidana , Penerbit Alumni: Bandung.

  Santoso, Muhari Agus, 2002.

  Paradigma Baru Hukum Pidana , Averroes Press, Malang.

  Soekanto, Soerjono, 2010. Sosiologi

  Suatu Pengantar , Raja Grafindo Persada: Jakarta.

  Waluyo, Bambang, 2015. Penegakan

  Hukum Di Indonesia , Sinar Grafika: Jakarta.